Anda di halaman 1dari 20

KALKULUS II

APLIKASI INTEGRAL TENTU PADA BIDANG LAIN

OLEH:
NAMA : NURUL SUKMA SYAFINA DALIMUNTHE
NIM : 4151111069
KELAS : MATEMATIKA DIK D 2015
PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN MATEMATIKA
DOSEN PENGAMPUH : ABIL MANSYUR, S.Si, M.Si

JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur Saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
karunia-Nya Saya dapat menyelesaiakan makalah dari mata kuliah Kalkulus II yang
berjudul “Aplikasi Intergral Pada Bidang Lain”. Meskipun banyak hambatan yang
Saya alami dalam proses pengerjaannya, tapi Saya berhasil menyelesaikan makalah
ini tepat pada waktunya.
Tidak lupa Saya ucapkan terimakasih kepada dosen pengampuh mata kuliah
Kalkulus II, Bapak Abil Mansyur, S.Si, M.Si yang telah membimbing Saya dalam
mengerjakan makalah ini. Saya berharap semoga makalah ini dapat menjadi sesuatu
yang berguna bagi kita bersama.
Saya menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna sempurnanya makalah ini. Saya berharap semoga makalah ini bisa
bermanfaat bagi Saya khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Medan, 24 Mei 2016

Nurul Sukma Syafina Dalimunthe


ABSTRAK

Integral tentu digunakan untuk mengintegralkan suatu fungsi f(x) tertentu yang
memiliki batas atas dan batas bawah. Dalam pengaplikasiannya, integral tentu tidak
hanaya digunakan dalam bidang matematika. Teatapi di bidang bidang lain, di
antaranya pada bidang fisika dan kimia.

Pada bidang fisika, integral ini dapat diaplikasikan dalam menghitung titik berat
suatu benda dengan momen-momennya terhadap sumbu x dan y. Aplikasi lainnya
juga terdapat pada perhitungan pusat massa batang, usaha, termodinamika, gaya
cairan (fluida), kesetaraan massa dan energi, peluruhan radioaktif (disentegrasi), serta
kinematika. Salah satu contoh aplikasi intregral tentu di bidang fisika dapat dilihat
dalam menentukan usaha untuk menggerakkan benda dari satu titik ke titik lainnya,
fungsi dari gaya yang bekerja diintegralkan dengan batas-batasnya yaitu titik awal
benda berada (batas bawah) sampai ke titik akhir benda itu berhenti (batas atas).
Dalam bidang kimia, integral tentu digunakan dalam proses desintegrasi. Integral
digunakan dalam menentukan rumus untuk mencari nilai dari jumlah atom yang
meluruh dalam waktu tertentu. Dengan demikian, integral tentu banyak diaplikasikan
untuk memecahkan masalah pada perhitungan di bidang lain.

BAB I
PENDAHULUAN

I. 1. Latar Belakang.

Kalkulus adalah ilmu matematika yang mencakup limit, turunan, integral dan
deret tak terhingga. Kalkulus adalah ilmu mengenai perubahan, sebagaimana
geometri adalah ilmu mengenai bentuk dan aljabar adalah ilmu mengenai pengerjaan
untuk memecahkan persamaan serta aplikasinya. Kalkulus memiliki aplikasi yang
luas dalam bidang-bidang sains, ekonomi, dan teknik; serta dapat memecahkan
berbagai masalah yang tidak dapat dipecahkan dengan aljabar elementer.

Kalkulus memiliki dua cabang utama, kalkulus diferensial dan kalkulus integral
yang saling berhubungan melalui teorema dasar kalkulus. Pelajaran kalkulus adalah
pintu gerbang menuju pelajaran matematika lainnya yang lebih tinggi, yang khusus
mempelajari fungsi dan limit, yang secara umum dinamakan analisis matematika.
Aplikasi kalkulus diferensial meliputi perhitungan kecepatan dan percepatan,
kemiringan suatu kurva, dan optimalisasi. Aplikasi kalkulus integral meliputi
perhitungan luas, volume, panjang busur, pusat massa, kerja, dan tekanan. Aplikasi
lebih jauh meliputi deret pangkat dan deret Fourier.

Kalkulus juga digunakan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih rinci


mengenai ruang, waktu, dan gerak. Selama berabad-abad, para matematikawan dan
filsuf berusaha memecahkan paradoks yang meliputi pembagian bilangan dengan nol
ataupun jumlah dari deret tak terhingga. Seorang filsuf Yunani kuno memberikan
beberapa contoh terkenal seperti paradoks Zeno. Kalkulus memberikan solusi,
terutama di bidang limit dan deret tak terhingga, yang kemudian berhasil
memecahkan paradoks tersebut.

I. 2. Rumusan Masalah.

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan makalah tugas akhir
ini yaitu persoalan-persoalan yang berkaitan dengan ilmu metematika khususnya
kalkulus yang berhubungan dengan aplikasi integral.
Beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah seputar
penggunaan ilmu-ilmu kalkulus, terutama penggunaan integral, pada bidang fisika
dan bidang lainnya.

I. 3. Tujuan.
Penulisan makalah “Aplikasi Integral pada Bidang Lain” ini bertujuan untuk
mengetahui sampai mana kemampuan penulis dalam menganalisis suatu masalah
serta kemampuan dalam mempertanggungjawabkan bagaimana cara mengatasi
masalah tersebut khususnya dalam penggunaan integral seperti menentukan titik berat
suatu benda, usaha, integral dalam fluida dan penerapan integral lainnya.

Selain itu, pembuatan makalah ini bertujuan juga agar dapat menambah
pengetahuan kita dalam bidang kalkulus serta pengaplikasiannya ke dalam kehidupan
sehari-hari.

I. 4. Kajian Teori Singkat.

Diberikan suatu fungsi ƒ bervariabel real x dan interval antara [a, b] pada garis
real, integral tertentu:

Secara informal didefinisikan sebagai luas wilayah pada bidang xy yang


dibatasi oleh kurva grafik ƒ, sumbu-x, dan garis vertikal x = a dan x = b.

Pada notasi integral di atas: a adalah batas bawah dan b adalah batas atas yang
menentukan domain pengintegralan, ƒ adalah integran yang akan dievaluasi
terhadap x pada interval [a,b], dan dx adalah variabel pengintegralan.

Seiring dengan semakin banyaknya subinterval dan semakin sempitnya lebar


subinterval yang diambil, luas keseluruhan batangan akan semakin mendekati luas
daerah di bawah kurva.

Terdapat berbagai jenis pendefinisian formal integral tertentu, namun yang


paling umumnya digunakan adalah definisi integral Riemann. Integral Rieman
didefinisikan sebagai limit dari "penjumlahan Riemann". Misalkanlah kita hendak
mencari luas daerah yang dibatasi oleh fungsi ƒ pada interval tertutup [a,b]. Dalam
mencari luas daerah tersebut, interval [a,b] dapat kita bagi menjadi banyak
subinterval yang lebarnya tidak perlu sama, dan kita memilih sejumlah n-1 titik
{x1, x2, x3,..., xn - 1} antara a dengan b sehingga memenuhi hubungan:
Himpunan tersebut kita sebut
sebagai partisi [a,b], yang membagi [a,b] menjadi sejumlah n
subinterval . Lebar subinterval pertama [x0,x1] kita
nyatakan sebagai Δx1, demikian pula lebar subinterval ke-i kita nyatakan sebagai
Δxi = xi - xi - 1. Pada tiap-tiap subinterval inilah kita pilih suatu titik sembarang dan
pada subinterval ke-i tersebut kita memilih titik sembarang t i. Maka pada tiap-tiap
subinterval akan terdapat batangan persegi panjang yang lebarnya sebesar Δx dan
tingginya berawal dari sumbu x sampai menyentuh titik (ti, ƒ(ti)) pada kurva. Apabila
kita menghitung luas tiap-tiap batangan tersebut dengan mengalikan ƒ(ti)· Δxi dan
menjumlahkan keseluruhan luas daerah batangan tersebut, kita akan dapatkan:

Penjumlahan Sp disebut sebagai penjumlahan Riemann untuk ƒ pada


interval [a,b]. Perhatikan bahwa semakin kecil subinterval partisi yang kita ambil,
hasil penjumlahan Riemann ini akan semakin mendekati nilai luas daerah yang kita
inginkan. Apabila kita mengambil limit dari norma partisi mendekati nol, maka
kita akan mendapatkan luas daerah tersebut.

Secara cermat, definisi integral tertentu sebagai limit dari penjumlahan


Riemann adalah:

Diberikan ƒ(x) sebagai fungsi yang terdefinisikan pada interval tertutup [a,b]. Kita
katakan bahwa bilangan I adalah integral tertentu ƒ di sepanjang [a,b] dan

bahwa I adalah limit dari penjumlahan Riemann apabila kondisi berikut


dipenuhi: Untuk setiap bilangan ε > 0 apapun terdapat sebuah bilangan δ > 0 yang
berkorespondensi dengannya sedemikian rupanya untuk setiap
partisi di sepanjang [a,b] dengan dan pilihan ti apapun
pada [xk - 1, ti], kita dapatkan

Secara matematis dapat ditulis:

Apabila tiap-tiap partisi mempunyai sejumlah n subinterval yang sama, maka lebar
Δx = (b-a)/n, sehingga persamaan di atas dapat pula ditulis sebagai:
Limit ini selalu diambil ketika norma partisi mendekati nol dan jumlah subinterval
yang ada mendekati tak terhingga banyaknya.

BAB II
PEMBAHASAN
II. 1. Titik Berat (Censtroids).

Momen MT, merupakan suatu luasan bidang, terhadap suatu garis T ialah hasil
kali luas jarak langsung titik berat ke garis itu. Untuk suatu luasan bidang A yang
mempunyai titik berat dan momen-momennya Mx dan My terhadap sumbu-x dan
sumbu-y.

II.2. Pusat Massa Batang.

Kita akan menentukan pusat massa batang padat horizontal dengan massa
tersebar kontinu sehingga rapatmassa di setiap titik bergantung pada letak titiknya.
Penyelesaiannya didasarkan atas sistem n partikel yang terletak pada batang
horizontal yang berat dan tebalnya dapat diabaikan. Pada gambar berikut kita
mempunyai n buah partikel dengan massa m1, m2, …, mn terletak pada titik x1, x2, …,
xn pada batang, dimana xt adalah jarak massa mi ke suatu titik tetap O pada batang.

Kita defenisikan massa, momen massa, dan pusat massa sistem n partikel
sebagai berikut.
Massa : M = m1 + m2 + … + mn.
Momen massa terhadap titik O: MO = m1x1 + m2x2 + … + mnxn
Pusat massa : x́ = MO / M.
Konsep sistem n partikel akan digunakan pada suatu batang padat horizontal
dengan panjang L yang ditempatkan di antara x = 0 dan x = L. Jika rapat massa di
setiap titik pada batang adalah ρ( x ) , ρ kontinu pada [0, L], akan ditentukan
massa, momen massa terhadap titik O, dan pusat massa batang. Buatlah pasrtisi P =
{0 = x0, x1, x2, …, xn = L} untuk [0, L], kemudian pilihlah c sebagai titik tengah selang
[xi-1, xi] seperti pada gambar berikut.

Pada selang bagian ke-I anggaplah massanya tetap sebesar ρ(c ) . Akibatnya

massa batang pada selang ini adalah ∆ mi = ρ ( c i ) ∆ xi dan pusat massanya


terletak di titik c. jadi kita mempunyai sistem n partikel dengan massa ∆ m1, ∆
m2, …, ∆ mn yang terletak di titik c1, c2,…, cn. Massa dan momen massa terhadap
titik O dari batang dapat dihampiri oleh massa dan momen massa sistem n partikel
ini, yaitu:
n n
Massa: ∑ ∆m i = ∑ ρ (ci ) ∆ x i
i=1 i=1

n
Momen massa terhadap titik O : MO ≈ ∑ ci ρ (ci ) ∆ x i.
i=1

Karena fungsi ρ kontinu pada [0, L], maka jumlah Riemann ini mempunyai
limit. Karena itu massa dan momen massa terhadap titik O dari batang dapat
dinyatakan sebagai integral tentu yang merupakan limit jumlah Riemann tersebut.
Dengan demikian diperoleh defenisi berikut.

Defenisi 1 Pusat Massa Batang Sebuah batang dengan panjang L ditempatkan


horizontal sehingga ujung kirinya di titik O. Rapat massa batang di setiap titik x ∈
[0, L] adalah ρ ( x) dengan ρ kontinu pada [0, L]. massa batang, momen massa
batang terhadap titik O, dan titik pusat massa batang didefenisikan sebagai berikut.
n L

Massa: M = lim
¿ p∨→ 0 i=0
∑ ρ (ci ) ∆ x i = ∫ ρ ( x ) dx .
0

n L

Momen massa terhadap titik O: MO = lim


¿ p∨→ 0 i=0
∑ ρ (ci ) ∆ x i = ∫ xρ ( x ) dx .
0

M0
∫ xρ ( x ) dx
0
Titik pusat massa: x́ = = L .
M
∫ ρ ( x ) dx
0

II. 3. Usaha (Work).

Dalam fisika kita mengetahui bahwa apabila benda bergerak sejauh d


sepanjang suatu garis s, sedangkan ada gaya F yang nilainya konstan yang
menggerakkan benda itu dengan arah yang sama dengan gerak benda tersebut, maka
kerja W yang dilakukan oleh gaya tadi adalah:

W = F.s

Hanya saja dalam praktek pada umumnya gaya itu tidak konstan. Andaikan benda
digerakkan sepanjang sumbu x dan titik x = a ke titik x = b. Andaikan gaya yang
menggerakkan benda yang berada di x adalah F(x) dengan F sebuah fungsi yang
kontinu. Untuk memecahkan persoalan ini, kita menggunakan lagi metode potong-
potong, aproksimasi, integralkan.

Dengan demikian, dapatlah kita simpulkan kerja yang dilakukan untuk menggerakkan
benda dari a ke b adalah:

W= ∫ F ( x ) dx
a

II. 4. Termodinamika.

1. Usaha.

Jika suatu sistem gas melakukan usaha pada lingkungan sehingga sistem
mempunyai (VB > VA), yang berarti ∆ V = VB - VA bertanda positif, maka usaha W
bertanda positif dan sebaliknya, ketika lingkungan melakukan usaha pada sistem
memampat (VA > VB) bertanda negatif, maka usaha W bertanda negatif. Usaha pada
proses termodinamika dapat ditentukan dengan:

W = p ∆ V = p VB - VA (proses isobarik)

Dengan:
p = tekanan tetap (N/m2)
VB = volume akhir (m3)
VA = volume awal (m3)
W = usaha (Joule).

Jika grafik tekanan p terhadap volume V diketahui, maka usaha pada proses ini dapat
ditentukan dari luas kurva p = f(V).

2. Proses Isotermik.

Proses isotermik adalah proses perubahan keadaan gas pada suhu tetap. Pada
proses ini berlaku persamaan:

W=p ∆ V
nV = nRT
V2
nRT
W = ∫ V
dV
V 1

W = nRT ln V2 – nRT ln V1

V2
W = nRT
V1

Dengan:

V2 = volume akhir

V2 = volume awal

Untuk gas ideal monoatomik berlaku hubungan:


3
∆U = nRT (T2 – T1)
2
3
∆U = ( p2V2 – p1V1)
2

II. 5. Gaya Cairan (Fluida).

Perhatikan tangki yang tampak pada Gambar 2. Tangki tersebut diisi dengan fluida
dengan kepadatan δ setinggi h. lmaka gaya pada sebuah persegi panjang-panjang
datar dengan luas A yang terletak di dasar tangki, sama dengan berat kolam cairan
yang terletak tepat di atas persegi panjang tersebut.

Menurut Pascal, tekanan (p = gaya pada tiap satuan luas) dari cairan sama
beasarnya dari arah mana pun. Jadi tekanan pada semua titik sebuah permukaan sama
besarnya, tidak peduli aoakah permukaan itu datar, tegak atau miring, asalkan titik-
titik yang bersangkutan berada pada kedalaman yang sama. Khususnya gaya pada
tiga persegi panjang dalam Gambar 2 kira-kira sama. Aproksimasi inilah yang
memungkinkan kita untuk menghitung gaya keseluruhan pada salah satu sisi tangki.

II. 6. Kesetaraan Massa dan Energi.


Usaha yang dilakukan oleh sebuah gaya pada benda sama dengan selisih energi
kinetik benda itu. Hubungan paling terkenal yang diperoleh Einstein dari postulat
relativitas khusus adalahmengenai massa dan energi. Hubungannya dapat diturunkan
secara langsung dari defenisi energi kinetik (Ek) dari suatu benda yang bergerak dapat
dinyatakan sebagai:

W = ∆ Ek

Dalam hubungan dengan gaya, usaha W dinyatakan dengan W = ∫ F ds , sehingga


0

Ek = ∫ F ds . Dengan F menyatakan komponen gaya yang bekerja dalam arah


0

perpindahan, serta ds dan s menyatakan jarak yang ditempuh. Dengan memakai


bentuk relativistik hukum gerak kedua , diperoleh:

d (mv)
F=
dt

Sehingga rumus energi kinetik menjadi:

s
d (mv) ds ds
Ek = ∫ dt
ds = ∫ dt d (mv) ↔
dt
=v
0

Ek = ∫ vd (mv) = v(mv)- ∫ mv dv
v
m0 v m0 v
∫ dv
Ek =
√ v2 -

2
0 v
1− 2 1−
c c2

2
v
Misalkan x2 = 1− 2
2 , maka v dv = -c x dx, maka:
c

2
m0 v 2

Ek =
√ 1−
v
c2
2
(
− −∫
m0 c x
√ x2 ) dx


2 2
m0 v 2 v
+ m0 c 1− 2


Ek = v
2
c
1− 2
c
2
m0 v
−m0 c 2


Ek = v
2
1− 2
c

Ek = m c2 −m0 c 2

2
Ek = m−m 0 ¿ c
¿

Hasil ini menyatakan bahwa energi kinetik suatu benda sama dengan pertambahan
massanya (akibat gerak relatifnya) dikalikan dengan kuadratbkelajuan cahaya.
Persamaan dapat juga ditulis:

2 2
m c =¿ Ek - m0 c

Einstein berpendapat bahwa energi total benda ketika bergerak dengan kecepatan v
adalah mc2, sedangkan m0c2 adalah energi total benda ketika diam dan Ek adalah
energi kinetik benda. Untuk menyingkat penulisan, biasanya hubungan energi benda
yang diam dan benda yang bergerak dalam teori relativitas dapat dinyatakan dengan
persamaan berikut ini.
Ek = E – E 0

Contoh:

Berapakah energi total, energi kinetik dan momentum sebuah proton (m0c2 = 938
MeV) yang bergerak dengan kecepatan v = 0,6c?

Penyelesaian:

2
m0 c 938 MeV
938 MeV
a. E=
√ v2
1− 2
c
=
√ 1−
(0,6 c)2
c2
=
√ 0,64
= 1172,5 MeV.

Etotal = (1172,5 x 106 eV)


-10
( 1,602
10−19 joule
eV )
= 1,878 x 10 joule.

b. Ek = E – m0c2
= (1772,5 – 938)MeV
= 234,5 MeV.

938 MeV ( 938 ×106 ) ( 1,6 ×10−19 )


c. M0 = 2 = 2
c ( 3× 108 )
= 1,73 x 10-27 kg.
m0 v 2 ( 1,73× 106 ) (3 ×10 8)

√ √
Sehingga: p = v
2 = (0,6 c)
2 = 3,98 x 10-19 kgm/s.
1− 2 1−
c c2

II.7. Peluruhan Radioaktif (Desintegrasi).

Peluruhan terjadi secara spontan dan tidak dapat dikontrol serta dipengaruhi
oleh persamaan kimi dan fisika seperti pengaruh suhu dan tekanan. Dari hasil
penelitian diperoleh bahwa kemampuan suatu unsur untuk meluruhkan berbeda-beda.
Ada unsur yang dalam waktu singkat semua intinya meluruh, dan ada pula yang
meluruh dengan lambat. Contohnya, sejumah besar inti atom N dari suatu radioisotop
yang meluruh melancarkan partikel-partikel α dan β serta diikuti pemancaran
γ . Jumlah rata-rata atom belururbanding (dN) yang akan meluruh dalam waktu dt
adalah s dengan jumlah atom N sehingga dapat diberikan dalam persamaan:

dN
=−λN
dt

t
dN
=−¿∫ λ dt
N 0
N

∫¿
N0

N
Ln ( )
N0
=−λt

Sehingga,

N = N0 e-t

Dengan:

N = jumlah atom radioaktif setelah meluruh selama t


N0 = jumlah atom radioaktif sebelum meluruh
E = bilangan asli (eurel) = 2,71828
λ = konstanta peluruhan
t = waktu paruh

Pada peristiwa peluruhan inti radioaktif, waktu yang diperlukan untuk inti
radioaktif untuk meluruh sehingga jumlah atomnya setengah jumlah atom mula-mula
disebut waktu paruh (t1/2). Waktu paruh pada peristiwa peluruhan radioaktif dapat
ditentukan dengan persamaan berikut ini.
N = N0 e-t

1
N0 = N = N0 e-t1/2
2

1 1
= λt 1/ 2
2 e

Ln 2 = e λt 1/ 2

Karena ln 2 = 0,693, maka:

ln 2 0,693
t1/2 = =
λ λ

dengan:
t1/2 = waktu paruh.

Contoh:

Hitung tetapan peluruhan dari partikel pengion yang memiliki waktu paruh 4 tahun!

Penyelesaian:

Diketahui: t1/2 = 4 tahun.

0,693
Dengan menggunakan persamaan: t1/2 = , maka diperoleh:
λ
0,693
λ=
t 1 /2
0,693
=
4
= 0,17/tahun.

Jadi, tetapan peluruhan adalah 0,17/tahun.

II.8. Kinematika.

1. Menentukan Kecepatan dari Grafik Fungsi Percepatan.

Jika percepatan a sebagai fungsi waktu t diketahui maka kecepatan v dapat


ditentukan denga teknik integrasi.

dv
a= ↔dv =a dt
dt
Integralkan kedua ruas, maka kita peroleh:

t
a dt ↔ v −v 0 =¿∫ a dt
0
v t

∫ dv=∫ ¿
v0 0

v =v 0 +∫ a dt

Dengan v0 adalah vektor kecepatan awal (kecepatan pada t = 0). (catatan: hasil

∫ a dt tidak perlu diberi konstanta).

Untuk gerak satu dimensi (pada sumbu x saja atau pada sumbu y saja), persamaan-
persamaannya persis seperti persamaan di atas. Ini karena arah vektor kecepatan
diwakili oleh tanda positif atau negatif.

2. Menentukan Posisi dari Fungsi Kecepatan.

Jika komponen-komponen kecepatan vx dan vy sebagai fungsi waktu diketahui


maka posisi horizontal x dan posisi vertikal y dari partikel dapat ditentukan dari
persamaan pengintegralan:
dx
v x=
dt
t
dx=¿ ∫ v x dt
0
x

∫¿
x0

t
x−x 0=∫ v x dt
0

t
x=x o +∫ v x dt
0

dy
vy=
dt
t
dy=¿ ∫ v y dt
0
y

∫¿
y0

t
y− y 0 =∫ v y dt
0
t
y= y o +∫ v y dt
0

t3

Perpindahan = ∫ v ( t ) dt
t2

t2 t3

Jarak = ∫ v ( t ) dt−∫ v ( t ) dt
t1 t2

Contoh:

Misalkan a(t) = 6t2 + 12t – 8 adalah fungsi percepatan pada garis koordinat titik x,
dengan t dalam detik dan a dalam m/s2. Tentukan persamaan kecepatan v(t) saat t = 1
detik adalah 2 m/s dan persamaan posisi x(t) saat t = 2 detik adalah 8 meter!

Penyelesaian:

a ( t )=6 t 2+12 t−8 dt → v ( t )=v 0+∫ a ( t ) dt

v ( t )=v 0 +∫ (6 t 2+12 t−8)dt ; v0 = 0, maka

v ( t )=∫ ( 6t 2 +12t−8) dt

v ( t )=2 t 3 +6 t 2−8 t+ c
1
¿
¿
v ( 1 )=2(1)3 +6 ¿
2=2+6−8+ c
c=2 .
Sehingga persamaan kecepatannya adalah:
v ( t )=2 t 3 +6 t 2−8 t+ 2

x ( t )=x o +∫ v ( t ) dt

x ( t )=x o +∫ ( 2 t 3+ 6t 2−8 t +2 ) dt ; x 0=0 , maka

x ( t )=∫ ( 2 t 3+ 6 t 2−8t +2 ) dt
1
x ( t )= x 4 +2 t 3 −4 t 2 +2 t +c
2
1
x ( 2 ) = (2)4 +2(2)3−4(2)2+ 2(2)+ c
2
8=8+16−16+4 +c
c=−4
Sehingga persamaan posisinya adalah:
1 4 3 2
x ( t )= x +2 t −4 t +2 t−4
2

BAB III
KESIMPULAN

Integral tentu diartikan sebagai integral yang memiliki batas-batas tertentu.


Integral tertentu ini dapat diterapkan pada bidang lain. Misalnya pada biang fisika dan
kimia. Pada bidang fisika seperti titik berat, pusat massa batang, usaha,
termodinamika, gaya cairan (fluida), kesetaraan massa dan energi, peluruhan
radioaktif (disentegrasi), serta kinematika. Sedangkan pada bidang kimia, seperti
peluruhan radioaktif (disentegrasi).
DAFTAR PUSTAKA

Martono, Koko. 1999. Kalkulus. Bandung: Erlangga.

Purcell, E.J. 1995. Kalkulus dan Geometri Analitik (terjemahan LN Susila, dkk). Jilid
I, edisi V. Jakarta: Erlangga.

Schaum. 1985. Kalkulus. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama.

Tim Dosen Matematika. 2016. Matematika Umum II (Kalkulus II). Medan: FMIPA
UNIMED.
Tripler, P.A. 1998. Fisika Untuk Sains dan Teknik Jilid I (terjemahan). Jakarta:
Penerbit Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai