Studi Mandiri
ii
Darpublic
Studi Mandiri
oleh
Sudaryatno Sudirham
SUDIRHAM, SUDARYATNO
Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Oleh: Sudaryatmo Sudirham
Darpublic, Bandung
fdg-1110
http://www.ee-cafe.org
Alamat pos: Kanayakan D-30, Bandung, 40135.
Fax: (62) (22) 2534117
ii
Kata Pengantar
Dalam buku ini penulis mencoba menyajikan bahasan matematika bagi
pembaca untuk memperoleh pengertian dengan lebih mudah tentang
kalkulus. Walaupun materi yang dibahas adalah materi matematika,
namun uraian dengan bahasa matematika telah dicoba untuk sangat
dibatasi. Pendefinisian dan pembuktian formula-formula diganti dengan
pernyataan-pernyataan serta gambaran grafis yang lebih mudah difahami.
Penulis berharap bahwa pengertian dasar yang bisa diperoleh dari buku
ini akan mendorong minat untuk mendalami materi lebih lanjut.
Buku ini dutujukan untuk umum. Bahan utama isi buku adalah catatan
penulis sewaktu mengikuti kuliah di Institut Teknologi Bandung,
sedangkan contoh-contoh hubungan diferensial dan soal-soal persamaan
diferensial penulis ambil dari buku Analisis Rangkaian Elektrik.
Bahasan dibatasi pada fungsi-fungsi dengan peubah bebas tunggal
berupa bilangan nyata.
Karakterisasi fungsi-fungsi serta perhitungan diferensial dan integral
sangat dipermudah dengan bantuan komputer. Hal demikian banyak
dilakukan dalam meghadapi persoalan yang kompleks. Namun buku ini
tidak membahas cara perhitungan dengan menggunakan komputer
tersebut, melainkan menyajikan bahasan mengenai pengertian-pengertian
dasar tentang fungsi serta hitungan diferensial dan integral.
Akhir kata, penulis harapkan tulisan ini ada manfaatnya. Saran-saran
pembaca sangat diharapkan untuk perbaikan lebih lanjut.
iii
dari
Mini-Encyclopdie, France Loisirs
ISBN 2-7242-1551-6
iv
Daftar Isi
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab 1: Pengertian Tentang Fungsi dan Grafik
Fungsi. Domain. Kurva, Kekontinyuan, Simetri. Bentuk
Implisit. Fungsi Bernilai Tunggal dan Bernilai Banyak.
Fungsi dengan Banyak Peubah Bebas. Koordinat Polar.
Pembatasan Bahasan dan Sajian Bahasan.
Bab 2: Fungsi Linier
Fungsi Tetapan. Fungsi Linier Persamaan Garis
Lurus. Pergeseran Kurva. Perpotongan Garis.
Bab 3: Gabungan Fungsi Linier
Fungsi anak Tangga. Fungsi Ramp. Pulsa. Perkalian
Ramp dan Pulsa. Gabungan Fungsi Ramp.
Bab 4: Mononom dan Polinom
Mononom: Mononom Pangkat Dua; Mononom Pangkat
Tiga. Polinom: Fungsi Kuadrat. Penambahan Mononom
Pangkat Tiga.
Bab 5: Bangun Geometris
Persamaan Kurva. Jarak Antara Dua Titik. Parabola.
Lingkaran. Elips. Hiperbola. Kurva berderajat Dua.
Perputaran Sumbu.
Bab 6: Fungsi Trigonometri
Peubah Bebas Bersatuan Derajat. Peubah Bebas
Bersatuan Radian. Fungsi Trigonometri Inversi.
Bab 7: Gabungan Fungsi Sinus
Fungsi Sinus Dan Cosinus. Kombinasi Fungsi Sinus.
Spetrum Dan Lebar Pita.
Bab 8: Fungsi Logaritma. Natural, Eksponensial, Hiperbolik
Fungsi Logaritma Natural. Fungsi Exponensial. Fungsi
Hiperbolik.
Bab 9: Turunan Fungsi-Fungsi (1)
Pengertian Dasar. Mononom. Polinom. Nilai Puncak.
Garis Singgung.
iii
v
1
15
27
37
55
69
85
95
105
121
133
141
161
169
179
193
201
213
215
216
Bab 1
Pengertian Tentang Fungsi dan Grafik
1.1. Fungsi
Apabila suatu besaran y memiliki nilai yang tergantung dari nilai besaran
lain x, maka dikatakan bahwa besaran y tersebut merupakan fungsi
besaran x. Contoh: panjang batang logam merupakan fungsi temperatur.
Secara umum suatu fungsi dituliskan sebagai sebuah persamaan
y = f (x)
(1.1)
LT = L0 (1 + T )
dengan LT adalah panjang sebatang logam pada temperatur T, L0 adalah
panjang pada temperatur nol, T temperatur dan adalah koefisien muai
panjang. Panjang batang tergantung dari temperatur; makin tinggi
temperatur makin panjang batang logam. Namun sebaliknya, makin
panjang batang logam tidak selalu berarti temperaturnya makin tinggi.
Jika logam tersebut mengalami beban tarikan misalnya, ia akan
bertambah panjang namun tidak bertambah temperaturnya.
Walaupun nilai x di ruas kanan (1.1) bisa berubah secara bebas,
sementara ruas kiri tergantung dari ruas kanan, namun nilai x tetap harus
ditenttukan sebatas mana ia boleh bervariasi.
1
1.2. Domain
Domain ialah rentang nilai (interval nilai) di mana peubah-bebas x
bervariasi. Dalam kebanyakan aplikasi, rentang nilai ini bisa berbentuk
sebagai berikut:
a). rentang nilai berupa bilangan-nyata yang terletak antara dua nilai a
dan b. Kita tuliskan rentang nilai ini sebagai
a<x<b
Ini berarti bahwa x bisa memiliki nilai lebih besar dari a namun
lebih kecil dari b. Rentang ini disebut rentang terbuka, yang dapat
kita gambarkan sebagi berikut:
a
2
II
P[2,1]
0
-4
-3
-2
-1
III -1
-2
R[-3,-3]
1
IV
3 x 4
S[3,-2]
-3
-4
Gb.1.1. Sistem koordinat x-y atau koordinat sudut-siku.
Catatan: Suatu bilangan-nyata dapat dinyatakan dengan desimal
terbatas maupun desimal tak terbatas. Contoh: 1, 2, 3, ......adalah
bilangan-nyata bulat; 1,586 adalah bilangan-nyata dengan desimal
terbatas; adalah bilangan-nyata dengan desimal tak terbatas, yang
jika dibatasi sampai sembilan angka di belakang koma nilainya
adalah 3,141592654.
Selain sumbu-x ditetapkan pula sumbu-y yang tegak lurus pada sumbu-x,
memanjang ke arah ke bawah dan + arah ke atas, yang melewati
titik referensi 0 di sumbu-x dan disebut ordinat. Titik perpotongan
sumbu-y dengan sumbu-x merupakan titik referensi yang disebut titikasal dan kita tulis berkoordinat [0,0]. Pada sumbu-y ditetapkan juga
satuan skala seperti halnya pada sumbu-x, yang memungkinkan kita
untuk menggambarkan posisi bilangan-nyata di sumbu-y. Besaran fisik
yang dinyatakan dengan peubah-tak-bebas dalam skala sumbu-y tidak
harus sama dengan besaran fisik dan skala sumbu-x; misalnya sumbu-x
menunjukkan waktu dengan satuan detik/skala, sedangkan sumbu-y
menunjukkan jarak dengan satuan meter/skala.
Bidang datar di mana kita menggambarkan sumbu-x dan sumbu-y,
selanjutnya kita sebut bidang x-y, akan terbagi dalam 4 kuadran, yaitu
kuadran I, II, III dan IV seperti terlihat pada Gb.1.1.
3
Setiap titik K pada bidang datar ini dapat kita nyatakan posisinya sebagai
K[xk,yk], dengan xk dan yk berturut-turut menunjukkan jumlah skala di
sumbu-x dan di sumbu-y dari titik K yang sedang kita tinjau. Pada
Gb.1.1. misalnya, posisi empat titik yang digambarkan di kuadran I, II,
III, IV, masing-masing kita tuliskan sebagai P[2,1], Q[-2,2], R[-3,-3] dan
S[3,-2].
Dengan demikian setiap pasangan bilangan-nyata akan berkaitan dengan
satu titik di bidang x-y. Dengan cara inilah pasangan nilai yang dimiliki
oleh ruas kiri dan ruas kanan suatu fungsi y = f(x) dapat divisualisasikan
pada bidang x-y. Visualisasi itu akan berbentuk kurva fungsi y di bidang
x-y, dan kurva ini memiliki persamaan y = f(x), sesuai dengan
pernyataan fungsi yang divisualisasikannya.
Contoh: sebuah fungsi
y = 0,5 x
(1.2)
Setiap nilai x akan menentukan satu nilai y. Jika kita muatkan dalam
suatu tabel, nilai x dan y akan terlihat seperti pada Tabel-1.1.
Tabel-1.1.
x
y
-1
-0,5
0
0
1
0,5
2
1
3
1,5
4
2
dst.
dst.
1,5
0,5
0
-0,5 0
-1
y = u ( x),
y = 1 untuk x 0
y = 0 untuk x < 0
y = 1/x
-10
-5
x 10
y = 1/x
-1
Tak terdefinikan di x = 0.
y = u(x)
y
1
0
0
Terdefinisikan di x = 0
Simetri. Kurva suatu fungsi mungkin simetris terhadap garis atau titik
tertentu
a)
y = 0,3x
0
-6
-3
-3
y = 0,05x3
-6
y2 + x 2 = 9
tidak berubah jika
x diganti x
x dan y diganti dengan x dan y
x dan y dipertukarkan
y diganti dengan y
x2 + y2 = 1
xy = 1
(1.3)
y =x
x 2 + xy + y 2 = 8
7
x 2 + xy + y 2 = 8 y 2 + xy + ( x 2 8) = 0
yang akar-akarnya adalah
y1 , y 2 =
x x 2 4( x 2 8)
2
y=
x 2 4( x 2 8)
(1.4)
y = f (x ) . Kurva fungsi
4
0
-4
-2
0
-4
-8
Gb.1.5. Kurva
x 2 4( x 2 8)
x
y=
2
2
6
4
2
0
-1
x 4
2). y = + x .
Pada fungsi ini, y hanya mengambil nilai positif. Oleh karena itu ia
bernilai tunggal dengan kurva seperti terlihat pada Gb 1.7.
y1,6
1,2
0,8
0,4
0
0
0,5
1,5
x 2
Gb.1.7. Kurva y = + x
3). y = x .
Peubah tak-bebas y hanya mengambil nilai negatif. Oleh karena itu
ia bernilai tunggal dengan kurva seperti terlihat pada Gb.1.8.
Sesungguhnya kurva fungsi ini adalah pasangan dari kurva
0
-0,4
0,
1,
x 2
-0,8
-1,2
y
-1,6
Gb.1.8. Kurva y = x
4). y = log10 x .
Sebelum melihat kurva fungsi ini ada baiknya kita mengingat
kembali tentang logaritma.
log10 adalah logaritma dengan basis 10; log10a berarti
berapakah 10 harus dipangkatkan agar diperoleh a. Jadi
y = log10 x berarti 10 y = x
y1 = log10 1 = 0 ;
y 2 = log10 1000 = 3 ;
y 3 = log10 2 = 0,30103 ;
...dst.
x 4
-0,4
-0,8
5). y = x =
x2 .
-3
-2
-1
3 x4
0,5
1,5
2,5
Gb.1.11. Kurva y = x
11
2). Fungsi y 2 =
1.
x
Fungsi ini bernilai banyak; ada dua nilai y untuk setiap nilai x.
Kurva fungsi ini diperlihatkan pada Gb.1.12.
10
y
5
0
0
-5
-10
Gb.1.12. Kurva y 2 = 1 / x y = 1 / x
y = f ( x, t )
(1.5)
w = f ( x, y , z , u , v )
(1.6)
2 = x 2 + y 2 + z 2
(1.7)
Fungsi ini akan bernilai tunggal jika kita hanya meninjau nilai positif
dari dan kita nyatakan fungsi yang bernilai tunggal ini sebagai
= + x2 + y2 + z2
(1.8)
y = r sin ;
x = r cos ;
r = x2 + y2
= tan 1 ( y / x)
Hubungan ini terlihat pada Gb.1.13.
y
rcos
r
rsin
13
y = y (t ) x = x(t )
(1.10)
Bab 2
Fungsi Linier
2.1. Fungsi Tetapan
Fungsi tetapan bernilai tetap untuk rentang nilai x dari sampai +.
Kita tuliskan
y=k
[2.1]
0
-5
x 5
0
y = 3,5
-4
kemiringan = m =
y
,
x
dibaca :
(2.2)
15
Dalam hal garis lurus, rasio y memberikan hasil yang sama di titik
x
manapun kita menghitungnya. Artinya suatu garis lurus hanya
mempunyai satu nilai kemiringan, yaitu yang diberikan oleh m pada
fungsi y = mx . Gb.2.2. berikut ini memperlihatkan empat contoh kurva
garis lurus yang semuanya melewati titik-asal [0,0] akan tetapi dengan
kemiringan yang berbeda-beda. Garis y = x lebih miring dari
8
y = 2x
y=x
y = 0,5x
4
2
0
-1
-2
-4
y = -1,5 x
-6
y = mx
(2.3)
10
8
y = 2x + 2
y = 2x
4
2
0
-1
-2
-4
Gb.2.3. Garis
lurus melalui titik [0,2], kemiringan 2.
(2.4)
b bisa positif ataupun negatif. Jika b positif, maka garis tergeser ke arah
sumbu-y positif (ke atas) yang berarti garis memotong sumbu-y di atas
titik [0,0]. Jika b negatif, garis tergeser kearah sumbu-y negatif (ke
bawah); ia memotong sumbu-y di bawah titik [0,0]. Secara singkat, b
pada (2.4) menunjukkan pergeseran kurva y sepanjang sumbu-y.
Kita lihat sekarang garis yang memiliki kemiringan 2 dan memotong
sumbu-x di titik [a,0], misalnya di titik [1,0]. Lihat Gb.2.4.
Dibandingkan dengan garis yang melalui titik [0,0] yaitu garis y = 2 x ,
setiap nilai y pada garis ini terjadi pada (x1) pada garis y = 2 x ; atau
dengan kata lain nilai y pada garis ini diperoleh dengan menggantikan
nilai x pada garis y = 2 x dengan (x1). Contoh: y = 2,8 pada garis ini
terjadi pada x = x1 dan hal ini terjadi pada x = ( x1 1) pada kurva
y = 2x .
y 8
6
y = 2x
4
y =2(x1)
2
0
-1
0
-2
1
2
x11
x1
-4
y = m( x a )
(2.5)
m=
y 0 (2) 2
=
= =2
x
1
1
(2.6)
y = mx + b
dengan
m=
b
a
(2.7)
Contoh:
y
8
6
Persamaan garis: y =
4
x + 4 = 2 x + 4
2
2
0
0
-1
-2
-4
m=
y ( y2 y1 )
=
x ( x2 x1 )
(2.8)
8
y
[x2,y2]
6
4
[x1,y1]
2
0
-1
-2
-4
y y1
m= 2
x2 x1
(2.9)
y y1
y = mx = 2
x
x1 x1
(2.10)
Persamaan (2.10) inilah persamaan garis lurus melalui titik asal dan
sejajar dengan garis melalui dua titik (x1,y1) dan (x2,y2).
19
y P yQ
x p xQ
72
= 1,25
5 1
y = f (x)
menjadi
y = f ( x x1 ) atau
y y1 = f ( x)
(2.11)
Contoh:
kurva semula
y 8
6
y + 2 = 2x (pergeseran 2
searah sumbu-y)
atau
y = 2(x 1) (pergeseran +1
searah sumbu-x)
y = 2x
4
2
0
-1
0
-2
-4
y1 = a1x + b1 dan
y2 = a2 x + b2
a1xP + b1 = a2 xp + b2
sehingga
b b
xP = 2 1
a1 a2
yP = a1xP + b1
(2.12)
atau
yP = a2 xP + b2
Contoh:
Titik potong dua garis
y1 = 2 x + 3
dan
y2 = 4 x 8
y1 = y 2 2 x + 3 = 4 x 8 2 x = 11
11
= 5,5 ; yP = 2 x + 3 = 2 5,5 + 3 = 14
2
atau yP = 4 5,5 8 = 14
xP =
21
30
y1
y2
20
P Koordinat P memenuhi
persamaan y1 maupun y2.
10
0
-10
-5
10
-10
-20
-30
y1 = 4 x + 3
dan
y2 = 4 x 8 adalah
m = tan
(2.13)
dengan adalah sudut yang dibentuk oleh garis lurus dengan sumbu-x
atau dengan garis mendatar, seperti pada Gb.2.7.
y
5
m = tan
|
5
5
Gb.2.7. Panjang per skala sama di sumbu-x dan y.
F = ma ; a adalah percepatan
Jika tidak ada gaya lain yang melawan F, maka dengan percepatan a
benda akan memiliki kecepatan sebagai fungsi waktu sebagai
v(t ) = v0 + at
v kecepatan gerak benda, v0 kecepatan awal, t waktu. Jika kecepatan
awal adalah nol maka kecepatan gerak benda pada waktu t adalah
v(t ) = at
2) Dalam tabung katoda, jika beda tegangan antara anoda dan katoda
adalah V , dan jarak antara anoda dan katoda adalah l maka antara
anoda dan katoda terdapat medan listrik sebesar
23
E=
Elektron yang
muncul di
permukaan katoda
akan mendapat
percepatan dari
adanya medan
listrik sebesar
V
l
anoda ]
katoda
l
a = eE
a adalah percepatan yang dialami elektron, e muatan elektron, E
medan listrik. Jika kecepatan awal elektron adalah nol, dan waktu
tempuh dari anoda ke katoda adalah t, maka kecepatan elektron pada
waktu mencapai katoda adalah
vk = at
3) Suatu pegas, jika ditarik kemudian dilepaskan akan kembali pada
posisi semula jika tarikan yang dilakukan masih dalam batas
elastisitas pegas. Gaya yang diperlukan untuk menarik pegas
sepanjang x merupakan fungsi linier dari x.
F = kx
dengan k adalah konstanta pegas.
4) Dalam sebatang logam sepanjang l, akan mengalir arus listrik sebesar i
jika antara ujung-ujung logam diberi perbedaan tegangan sebesar V.
Arus yang mengalir merupakan fungsi linier dari tegangan dengan
relasi
1
V
i = GV = , dengan G =
R
R
G adalah tetapan yang disebut konduktansi listrik dan R disebut
resistansi listrik.Persamaan ini juga bisa dituliskan
V = iR
yang dikenal sebagai relasi hukum Ohm dalam kelistrikan.
Jika penampang logam adalah A dan rata sepanjang logam, maka
resistansi dapat dinyatakan dengan
l
R=
A
24 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
i
dan dari persamaan di
A
j=
i
V
1V
=
=
= E
A RA l
Berikut ini tersaji soal-soal untuk latihan. Soal-soal ini hanya berkenaan
dengan kurva garis lurus. Namun dengan contoh-contoh di atas kita
menyadari bahwa fungsi linier bukan hanya sekedar pernyataan suatu
garis lurus melainkan suatu bentuk fungsi yang banyak dijumpai dalam
praktik rekayasa.
Soal-Soal
1. Tentukan persamaan garis-garis yang membentuk sisi segi-lima
yang tergambar di bawah ini.
y
5
4
3
y1
y2
2
1
0
-5
-4
-3
y5
-2
-1
-1
-2
-3
y3
y4
-4
-5
2.
3.
4.
5.
Bab 3
Gabungan Fungsi Linier
Fungsi-fungsi linier banyak digunakan untuk membuat model dari
perubahan-perubahan besaran fisis. Perubahan besaran fisis mungkin
merupakan fungsi waktu, temperatur, tekanan atau yang lain. Artinya
waktu, temperatur, tekanan dan lainnya itu menjadi peubah bebas, x,
sedangkan besaran fisis yang tergantung padanya merupakan peubah tak
bebas, y.
Pada umumnya perubahan besaran fisis terjadi secara tidak linier. Jika
dalam batas-batas tertentu perubahan tersebut dapat dianggap linier,
besaran fisis tersebut dapat dimodelkan dengan memanfaatkan fungsifungsi linier dan model ini kita sebut model linier dari besaran fisis
tersebut. Fungsi-fungsi berikut ini biasa dijumpai dalam analisis
rangkaian listrik.
u ( x) = 1 untuk x 0
= 0 untuk x < 0
(3.1)
27
y 5
y = 3,5 u(x)
0
-5
y = 2,5 u(x)
-4
(3.3)
merupakan fungsi yang mulai muncul pada x = a dan disebut fungsi anak
tangga tergeser dengan pergeseran sebesar a. Jika a positif fungsi ini
bergeser ke arah positif sumbu-x dan jika negatif bergeser ke arah negatif
sumbu-x. Gb.3.2. memperlihatkan kurva fungsi seperti ini.
y 5
y = 3,5 u(x1)
0
-5
x 5
-4
(3.4)
(3.5)
y2 = 2xu(x)
y1 = xu(x)
4
3
y3 = 1,5(x-2)u(x-2)
2
1
0
-1
3.3. Pulsa
Pulsa merupakan fungsi yang muncul pada suatu nilai x1 tertentu dan
menghilang pada x2>x1. Bentuk pulsa ini dapat dinyatakan dengan
gabungan dua fungsi anak tangga, yang memiliki amplitudo sama tetapi
29
y = au ( x x1 ) au ( x x2 )
(3.6)
lebar pulsa = x2 x1
(3.7)
y = 2u ( x 1) 2u ( x 2)
= 2{u ( x 1) u ( x 2)}
lebar
pulsa
y1=2u(x-1)
y1+y2= 2u(x-1)-2u(x-2)
1
0
-1
0
-1
-2
3 x
y2=-2u(x-2)
Fungsi pulsa memiliki nilai hanya dalam selang tertentu yaitu sebesar
lebar pulsanya, ( x2 x1) , dan di luar selang ini nilanya nol. Oleh karena
itu fungsi apapun yang dikalikan dengan fungsi pulsa, akan memiliki
nilai hanya dalam selang di mana fungsi pulsanya juga memiliki nilai.
Dalam praktek, fungsi pulsa terjadi berulang secara periodik. Gb.3.5.
memperlihatkan deretan pulsa
perioda
y
x
Gb.3.5. Deretan Pulsa.
Peubah x biasanya adalah waktu. Selang waktu di mana pulsa muncul
biasa diberi simbol ton sedangkan selang waktu di mana ia menghilang
diberi simbol toff. Satu perioda T = ton + toff. Nilai rata-rata deretan pulsa
adalah
t
yrr pulsa = on y maks
(3.8)
T
dengan ymaks adalah amplitudo pulsa.
(3.9)
y = mAx{u ( x x1 ) u ( x x2 )}
Perhatikan bahwa u ( x) = 1 karena ia adalah fungsi anak tangga satuan.
Gb.3.6. memperlihatkan perkalian fungsi ramp y1 = 2 xu ( x) dengan
31
y3 = y1 y 2 = 2 xu ( x ) 1,5{u ( x 1) u ( x 3)}
= 3 x{u ( x 1) u ( x 3)}
10
8
y3 = y1 y2
y1=2xu(x)
6
y2=1,5{u(x-1)-u(x-3)}
4
2
0
0
-1
x 5
y1=mxu(x)
y3 = y1 y2 =mx{u(x)-u(x-b)}
6
4
y2={u(x)-u(x-b)}
2
0
-1
4 xx
y
yrr gigi - gergaji = maks
2
(3.10)
4 x 5
y = axu( x) + b( x x1 )u ( x x1 )
(3.11)
+ c( x x2 )u ( x x2 ) + .......
y 12
10
y1=2xu(x)
8
6
4
2
0
-2 0
-4
-6
-8
y3= 2xu(x)2(x2)u(x2)
1
4 x
y2= 2(x2)u(x2)
negatif dua kali lipat dari kemiringan positif fungsi yang pertama. Oleh
karena itu fungsi gabungan y3 = y1 + y2 akan menurun mulai dari x = 2.
15
10
y1=2xu(x)
y3= 2xu(x)4(x2)u(x2)
0
0
-5
y2= 4(x2)u(x2)
-10
15
y3= {2xu(x)4(x-2)u(x-2)}{u(x-1)-u(x-3)}
10
y1=2xu(x)
5
0
0
-5
-10
y2= 4(x-2)u(x-2)
x
Gb.3.12. Gelombang segitiga.
34 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
35
Soal-Soal
Bentuk-bentuk kurva gabungan fungsi linier banyak kita jumpai pada
bentuk gelombang sinyal dalam rangkaian listrik.
1.
2.
a). y 4 = y1 + y 2 ;
b). y5 = y1 + y3 ;
c). y 6 = y1 + y 2 + y3
3.
4.
5.
6.
perioda
y 5
0
3
7.
1 2
3 4 5
perioda
y
5
0
1 2 3 4 5 6
Bab 4
Mononom dan Polinom
Mononom adalah pernyataan tunggal yang berbentuk kxn, dengan k
adalah tetapan dan n adalah bilangan bulat termasuk nol.
Fungsi polinom merupakan jumlah terbatas dari mononom. Berikut ini
beberapa contoh fungsi polinom dalam bentuk eksplisit
y1 = x 3 + 5 x 2 3 x + 7
y 2 = ( x 2 5) 2
y3 = 10 x
y4 = 5
Contoh yang pertama, y1, adalah fungsi polinom berpangkat tiga, yaitu
pangkat tertinggi dari peubah bebas x. Contoh ke-dua, y2, adalah fungsi
berpangkat empat. Contoh y3 dan y4 adalah fungsi mononom berpangkat
satu dan berpangkat nol yang telah kita kenal sebagai fungsi linier dan
fungsi tetapan yang memiliki kurva berbentuk garis lurus.
4.1. Mononom
Mononom Pangkat Dua. Mononom pangkat dua kita pandang sebagai
fungsi genap, kita tuliskan
y = kx 2
(4.1)
10
9
8
7
6
y = 5x2 y = 3x2
y = x2
5
4
3
2
1
0
-3
-2
-1
-4
-3
-2
-1
0
-20
-40
2
y = 2x
-60
-80
y
y = 10x
-100
( y b) = k ( x a ) 2
(4.3)
y1 = 10x 2
y2 = 10( x 2) 2
y3 = 10( x 2) 2 + 30
y3 = 10(x2)2 + 30
100
y1 = 10x2
50
y2 = 10(x2)2
0
-5
-3
-1
39
y
3
y1 = 2x2
y2 = 2x4
y3 = 2x6
-1.5
0
-1
-0.5
0.5
x 1.5
y1 = 6x6
y2 = 3x4
y3 = 2x2
1
0
-1.5
-1
-0.5
0.5
1.5
8
7
6
5
4
y = 6x2
y = 3x4
y=x
-1.5
3
2
1
0
-1
-0.5
0.5
1.5
s(t ) =
1 2
at
2
2). Dalam tabung katoda, jika kecepatan awal elektron adalah nol, dan
waktu tempuh dari anoda ke katoda adalah t, maka kecepatan
elektron pada waktu mencapai katoda adalah
vk = at
41
anoda ]
katoda
l
1 2
at , di mana s(t)
2
= l.
3). Dalam teori atom, di mana elektron dipandang sebagai gelombang,
fungsi gelombang dari elektron-bebas dibawah pengaruh medan
sentral adalah = e jkr dengan k adalah vektor bilangan gelombang
yang searah dengan rambatan gelombang.
k =
2
, : panjang
gelombang
Energi
kinetik
elektron
gelombang, Ek , adalah
Ek =
me massa electron,
sebagai
Ek
h 2k 2
2me
h suatu konstanta.
-1.5
-1
0
-1 0
-0.5
y = 2x5
y = 2x3
y = 2x
0.5
1.5
-2
-3
y = ax 2 + bx + c
(4.4)
Berikut ini kita akan melihat apa yang terjadi pada proses penambahan
mononom demi mononom. Untuk penggambaran kurva masing-masing
mononom dalam tinjauan fungsi (4.4) diambil semua koefisien mononom
positif. Dengan mengambil nilai-nilai a = 2, b = 15, dan c = 13, kurva
masing-masing mononom diperlihatkan pada Gb.4.6.
150
y
2
y2=15x
y1=2x
y3=13
0
-10
-150
y1=2x2
y4=2x2+15x
0
-10
x = 15/2
y2=15x
-150
150
(a)
sumbu simetri
y4=2x2+15x
15/4
0
-10
15/2
-150
(b)
150
sumbu simetri
y5 = 2x2+15x+13
y4 = 2x2+15x
0
-10
(c)
-150
Karena y2 = 15 x melalui titik [0,0] dan y1 = 2x2 juga melalui titik [0,0]
maka penjumlahan kedua kurva akan memberikan kurva
y4 = y1 + y2 = 2 x 2 + 15 x
(4.5)
yang juga melalui titik [0,0]. Selain di x = 0 kurva penjumlahan ini juga
memotong sumbu-x di x = 15 / 2 karena dua titik ini (yaitu x = 0 dan
(4.6)
y = ax 2 + bx + c
yang dapat kita tuliskan sebagai
2
b
b
b2
+c
y = a x 2 + x + c = a x +
a
2a
4a
b
b 2 4ac
= a x +
2a
4a
(4.7)
Kurva dari fungsi (4.7) ini dapat kita fahami sebagai berikut: kurva y
b
adalah kurva y = ax2 yang tergeser sejajar sumbu-x sejauh
2a
kemudian
tergeser
lagi
sejajar
sumbu-y
sejauh
b 2 4ac
.
4a
Perhatikan Gb.4.8.
45
y = ax2 +bx +c
y = ax2
x2
x1
b
2a
-50
b 2 4 ac
4a
b
dan kurva memotong sumbu-x di
2a
sebelah kiri dan kanan sumbu simetri ini, yaitu di x1 dan x2 . Dari
persamaan (4.7) kita dapatkan
Sumbu simetri terletak pada x =
b
b 2 4ac
b
b 2 4ac
y = a x +
= 0 a x +
=
2a
4a
2a
4a
b
b 2 4ac
b
b 2 4ac
x +
x
=
2a
2a
4a 2
4a 2
x1, x2 =
b
b 2 4ac
2a
2a
(4.8)
b 2 4ac
= 0 (b 2 4ac) = 0
4a
(4.9)
Jika (b 2 4ac) < 0 maka kurva tidak memotong sumbu-x. Keadaan ini
memberikan akar kompleks yang belum akan kita bahas.
Tinjauan di atas memberikan hal-hal berikut:
1. Jika c = 0, maka fungsi menjadi y = ax 2 + bx yang memotong sumbu-
b
b
dan memiliki sumbu simetri di x =
2a
a
menjadi sumbu simetri kurva fungsi kuadrat
x di x = 0 dan x =
yang
juga
2
y = ax + bx + c .
2.
Nilai
puncak
fungsi
y = ax 2 + bx + c
y = ax 2 + bx ditambah c yaitu y =
adalah
nilai
puncak
b
b 4ac
+ c atau
.
4a
4a
x1,2 =
b
b 2 4ac
2a
2a
47
y =3x3
400
300
200
y = 2x3
100
0
-5 -4 -3
-2 -1 0
-100
-200
y = 2x
-300
-400
y =3x
-500
y = k ( x a )3 + b
(4.10)
600
400
y = 10x3
200
0
-5
-3
-1
-200
y = 10(x2)3
-400
y = 10(x2)3 + 100
-600
y = ax3 + bx 2 + cx + d
(4.11)
49
2000
y1=
4x3
y 2 = 19 x 2 80 x 200
0
10
10
(a)
-2000
2000
y
y3 = y1 + y 2
y2
= 4 x 3 + 19 x 2 80 x 200
0
-10
10
y1
(b)
-2000
y2
y 3 = y1 + y 2
-10
10
y1
-2000
y2
-10
15
y3 = y1+y2
y1
-2000
y 3 = y1 + y 2
2000
y2
y1
0
-10
15
-2000
(a)
y 3 = y1 + y 2
y2
y1
0
-10
(b)
15
-2000
makin jauh letak titik perpotongan tersebut. Jika a terlalu negatif kurva
berpotongan dengan sumbu-x di satu tempat, seperti terlihat pada
Gb.4.13.b.
Soal-Soal
1.
2.
y1 = 4 x 2 ;
y2 = 5x 2 7 ;
y3 = 3x 2 12 ;
y 4 = 4 x 2 + 8
y1 dan y 2 ;
3.
y 3 dan y 4
y1 = 5 x 2 10 x ;
4.
y 2 dan y3 ;
y 2 = 3x 2 12 x ;
y3 = 4 x 2 + 2 x
y1 = 5 x 2 10 x 7 ; y 2 = 3 x 2 12 x + 2 ; y3 = 4 x 2 + 2 x + 8
6.
y1 dan y 2 ;
y 2 dan y 3 ; y1 dan y3
Bab 5
Bangun Geometris
5.1. Persamaan Kurva
Persamaan suatu kurva secara umum dapat kita tuliskan sebagai
F ( x, y ) = 0
(5.1)
Simetri. Kurva suatu fungsi mungkin simetris terhadap garis atau titik
tertentu
jika fungsi tidak berubah apabila x kita ganti dengan x maka
kurva fungsi tersebut simetris terhadap sumbu-y;
b) jika fungsi tidak berubah apabila x dan y dipertukarkan, kurva
funsi tersebut simetris terhadap garis-bagi kuadran I dan III.
a)
c)
y = 1 x2
55
x( x 1)
Apa yang berada di dalam tanda akar, tidak boleh negatif. Hal ini
berarti jika x harus positif maka ia tidak boleh lebih kecil dari satu
agar x(x1) positif; jika x negatif maka x(x1) akan tetap positif.
Jadi haruslah x < 0 atau x > 1. Tidak ada bagian kurva yang berada
antara x = 0 dan x = 1. Garis vertikal x = 0 dan x = 1 adalah
asimptot dari kurva. Lihat Gb.5.1.
0
-4
-4
x 2 + 10
x2 x
1 + 10 / x 2
1 1/ x
Soal-Soal:
Tentukan sumbu simetri, titik-titik potong dengan sumbu
koordinat, dan garis asimptot kurva-kurva dari fungsi berikut:
1
1
y=
y = x2 + 1 ;
;
y=x+ ;
2
x
x +1
1
y=
y = x2 1 ;
.
2
x 1
PQ = ( x p xq ) 2 + ( y p yq ) 2
(5.2)
57
Soal-Soal:
1). Diketahui dua titik P(-2,1) dan Q(2,-3). Dengan menggunakan
persamaan persamaan (5.2) tentukan tempat kedudukan titik-titik
yang berjarak sama terhadap P dan Q.
2). Diketahui dua titik P(-1,0) dan Q(2,0). Dengan menggunakan
persamaan persamaan (5.2) tentukan tempat kedudukan R yang
sedemikian rupa sehingga RP = 2 RQ.
5.3. Parabola
Kita telah melihat bentuk kurva
y = kx 2
(5.3)
P[x,y]
Q[0,p]
[0,0]
x
R[x,p]
PQ = (PR p) 2 + x 2 = ( y p) 2 + x 2 = y 2 2 py + p 2 + x 2
PR = ( y + p)
y 2 2 py + p 2 + x 2 = y + p
y 2 2 py + p 2 + x 2 = y 2 + 2 py + p 2
+ x 2 = +4 py
atau
y=
x2
1
1
yang berarti k =
atau p =
4p
4p
4k
y=
1 2
x
4p
(5.4)
y=
1 2
1
x =
x2
2
4 0,5
Soal-Soal:
Tentukan titik fokus dan direktrik parabola-parabola berikut:
y2 + 4x = 8 ;
x2 8 y = 4 ;
x2 + 2x 4 y 3 = 0 ;
y2 + x + y = 0
5.4. Lingkaran
Lingkaran merupakan tempat kedudukan titik-titik yang berjarak sama
terhadap satu titik tertentu. Titik tertentu itu disebut titik pusat lingkaran.
Jika titik tertentu itu adalah titik-asal [0,0] maka jarak suatu titik X[x,y]
ke titik-asal adalah
XO = x 2 + y 2
59
x2 + y2 = r
Oleh karena itu persamaan lingkaran dengan titik pusat [0,0] adalah
x2 + y2 = r 2
(5.5)
( x a ) 2 + ( y b) 2 = r 2
(5.6)
-1
[0,0]
0,5
-1
Gb.5.3. Lingkaran
Pada Gb.5.3 ini pula diperlihatkan lingkaran dengan r2 = 0,4 berpusat di
[(0,5),(0,5)] yang berarti lingkaran tergeser sejajar sumbu-x sebesar 0,5
skala dan sejajar sumbu-y sebesar 0,5 skala, dengan persamaan
Soal-Soal:
Tentukan persamaan dan cari titik-titik potong dengan sumbu-sumbu
koordinat lingkaran berikut
1) Titik pusat di P(1,2), jari-jari 4.
2) Titik pusat di Q(-2,1), jari-jari 5.
3) Titik pusat R(2,3) jari-jari 3.
4) Titik pusat S(3,2) jari-jari 2.
5.5. Elips
Elips adalah tempat kedudukan titik yang jumlah jarak terhadap dua titik
tertentu adalah konstan. Kedua
titik tertentu tersebut merupakan
X[x,y]
dua titik fokus dari elips.
Perhatikan
Gb.5.4.
Misalkan
diketahui posisi dua titik P[a,0]
dan Q(a,0]. Jarak antara titik
sembarang X[x,y] dengan kedua
titik
tersebut
masing-masing
adalah
P[-c, 0]
Q[c, 0]
Gb.5.4. Elips
2
XP = ( x + c) + y
dan
XQ = ( x c) 2 + y 2
Jika jumlah antara keduanya adalah konstan, misalkan 2a, maka
( x + c ) 2 + y 2 + ( x c ) 2 + y 2 = 2a
Jika suku kedua ruas kiri dipindahkan ke ruas kanan dan kedua ruas di
kuadratkan, akan kita peroleh
( x + c ) 2 + y 2 = 4a 2 4a ( x c ) 2 + y 2 + ( x c ) 2 + y 2
yang dapat disederhanakan menjadi
c
x = ( x c) 2 + y 2
a
61
c2 2
x = x 2 2cx + c 2 + y 2
2
a
a 2 2cx +
x2
a2
y2
a2 c2
=1
Kita perhatikan penyebut pada suku ke-dua ruas kiri persamaan terakhir
ini, dengan melihat pada Gb.5.4. Pada segitiga XPQ, jumlah dua sisi
selalu lebih besar dari sisi yang ketiga, (XP + XQ) > PQ atau 2a > 2c,
sehingga penyebut suku ke-2 di ruas kiri selalu positif dan memiliki akar
nyata; misalkan
persamaan elips
y2
b2
=1
(5.7)
( x p) 2
a2
( y q)2
b2
=1
(5.8)
( x 0,5) 2 ( y 0,25) 2
+
=1
1
0,5 2
1 y
0
0
-1
-1
Soal-Soal:
Tentukan titik-titk fokus dan gambarkan (skets) elips berikut:
1) 9 x 2 + 4 x 2 = 36 ;
2) 4 x 2 + 9 y 2 = 144 ;
3) 4 x 2 + y 2 = 1 ;
4) 16( x 2) 2 + 9( y + 3) 2 = 144
5.6. Hiperbola
Hiperbola merupakan tempat kedudukan titik-titik yang selisih jaraknya
antara dua titik tertentu adalah konstan. Penurunan persamaan hiperbola
dapat dilakukan seperti halnya dengan penurunan persamaan elips di
atas.
Perhatikan Gb.5.6. Misalkan diketahui posisi dua titik P[c,0] dan
Q(c,0].
Jarak antara titik sembarang X[x,y] dengan kedua titik tersebut masingmasing adalah
XP = ( x + c) 2 + y 2
dan
XQ = ( x c) 2 + y 2
63
y
X(x,y)
Q[c,0]
P[-c,0]
( x + c) 2 + y 2 ( x c) 2 + y 2 = 2a
Suku kedua ruas kiri dipindahkan ke ruas kanan dan kedua ruas di
kuadratkan, kemudian dilakukan penyederhanaan
(c / a ) x a = ( x c ) 2 + y 2
Jika kedua ruas dikuadratkan akan diperoleh
x2
a2
y2
c2 a2
=1
Kita lihat lagi Gb.5.6. Dalam segitiga PXQ, selisih (XPXQ) = 2a selalu
lebih kecil dari PQ = 2c. Jadi a < c sehingga penyebut pada suku kedua
ruas kiri selalu positif, misalkan
dapatkan persamaan
x2
a2
y2
b2
(5.9)
+
X(x,y)
a c
-c -a
Soal-Soal:
Gambarkan (skets) hiperbola berikut:
1)
x2 y 2
=1 ;
9 16
2)
y 2 x2
=1 ;
9 16
3)
x2 y 2
=1 ;
16
9
4)
x2 y 2
= 1
9
16
Ax 2 + Bxy + Cy 2 + Dx + Ey + F = 0
(5.10)
65
1 2
x .
4p
Lingkaran satuan adalah bentuk khusus dari (5.10) dengan
B = D = E = 0;
A = 1; C = 1;
F = 1
( x + a ) 2 + ( y + a ) 2 ( x a ) 2 + ( y a ) 2 = 2a
66 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Jika suku kedua ruas kiri dipindahkan ke ruas kanan kemudian kedua
ruas dikuadratkan dan dilakukan penyederhanaan, akan kita peroleh
x + y a = ( x a) 2 + ( y a ) 2
Jika ruas kanan dan kiri dikuadratkan lagi kita dapatkan
2 xy = a 2
(5.11)
0
-5
-5
P[x,y]
P[x,y]
(5.13)
(5.14)
(5.15)
= ( x' ) 2 ( y ' ) 2 = a 2
2
2
Bentuk persamaan ini sama dengan bentuk persamaan (5.9); pada (5.9)
sumbu simetri adalah sumbu-x, sedangkan di sini sumbu simetri adalah
sumbu-x yaitu sumbu-x yang diputar 45o.
Dengan pembahasan mengenai perputaran sumbu ini, menjadi
lengkaplah pergeseran kurva yang kita bahas. Pergeseran kurva sejajar
sumbu-x dan sumbu-y yang telah kita bahas sebelumnya dapat pula kita
pandang sebagai pergeseran atau translasi sumbu koordinat. Dengan
demikian kita mengenal translasi dan rotasi sumbu koordinat, di mana
sumbu-sumbu simetri dari suatu kurva tidak berimpit dengan sumbu
koordinat, dan titik simetri tidak berimpit dengan titik asal [0,0].
68 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Bab 6
Fungsi Trigonometri
6.1. Peubah Bebas Bersatuan Derajat
Berikut ini adalah fungsi-fungsi trigonometri dengan sudut sebagai
peubah-bebas.
y1 = sin ;
y2 = cos
sin
;
cos
1
y5 = sec =
;
cos
cos
sin
1
y6 = csc =
.
sin
y3 = tan =
y 4 = cot =
(6.1)
Untuk menjelaskan fungsi trigonometri, kita gambarkan lingkaransatuan, yaitu lingkaran berjari-jari satu. Bentuk lingkaran ini
diperlihatkan pada Gb.6.1. Kita menggunakan referensi arah positif
berlawanan dengan arah jarum jam; artinya sudut makin besar jika jarijari r berputar berlawanan dengan arah perputaran jarum jam.
y
1
P
r
-1
O
[0,0]
P
-1
Gb.6.1. Lingkaran berjari-jari 1.
69
PQ
= PQ
(6.2)
r
PQ = 0 pada waktu = 0o, dan membesar jika membesar sampai
mencapai maksimum PQ = 1 pada waktu = 90o. Kemudian PQ
menurun lagi dan mencapai PQ = 0 pada waktu = 180o. Sesudah itu PQ
menjadi negatif (arah ke bawah) dan mencapai minimum PQ = 1 pada
waktu = 270o, kemudian meningkat lagi mencapai PQ = 0 pada waktu
= 360o. Setelah itu keadaan akan berulang, dan satu siklus berikutnya
terjadi pada waktu = 720o. Kejadian berulang lagi dan demikian
seterusnya. Kejadian satu siklus kita sebut satu perioda. Secara singkat
kita memperoleh
sin =
cos =
OQ
= OQ
r
(6.3)
sin 2 () + cos 2 () = 1
(6.4.a)
sin() =
PQ PQ
=
= sin
r
r
(6.4.b)
OQ
= cos
r
(6.4.c)
cos() =
Pada segitiga siku-siku OPQ maupun OPQ sisi tegak selalu lebih kecil
dari sisi miring. Oleh karena itulah sin maupun cos akan bernilai
antara 1 dan +1.
Fungsi Tangent.
tan =
tan() =
PQ
OQ
PQ PQ
=
= tan
OQ OQ
(6.4.d)
(6.4.e)
Nilai tan akan menjadi 0 jika = 0o, dan akan menuju + jika menuju
90o karena pada waktu itu PQ juga dan tan() akan menuju pada
waktu menuju 90o. Jadi tan bernilai antara sampai +.
Nilai tan = 1 bila = 45o karena pada waktu itu PQ = OQ; tan() = 1
jika = 45o. Lihat pula kurva pada Gb.6.5.
Fungsi Cotangent.
cot =
cot() =
OQ
PQ
OQ
OQ
=
= cot
P Q PQ
(6.4.f)
(6.4.g)
71
sec =
1
r
=
cos OQ
(6.4.h)
csc =
1
r
=
sin PQ
(6.4.i)
Nilai sec menuju jika menuju 90o karena OQ menuju 0 dan sec =
1 pada waktu = 0o karena pada waktu itu OQ = r atau cos = 1.
Sementara itu csc akan menuju jika menuju 0 karena sin menuju
0. Lihat pula Gb.6.7.
sin cos
sin
sin sin
cos
-1
cos sin
[0,0]
cos cos
-1
Gb.6.2. Relasi-relasi
(6.5)
Karena sin() = sin dan cos() = cos maka kita peroleh pula
(6.6)
y = sin(x)
(6.8)
terlihat pada Gb.6.3. yang dibuat untuk nilai x dari 2 sampai +2.
Fungsi ini mencapai nilai maksimum +1 pada x = /2 atau = 90o,
mencapai nilai nol pada x = atau = 180o, mencapai minimum 1 (arah
negatif) pada x = 1,5 atau = 270o, kembali nol pada x = 2 atau =
360o; inilah satu perioda.
y
1,5
1
0,5
0
-0,5
2 x
-1
-1,5
(6.9)
perioda
0,5
0
-0,5
-1
-1,5
sin( x) = sin( x)
sedangkan
cos( x) = cos( x)
(6.10)
y = sin( x) = cos( x / 2)
(6.11)
y = tan( x) =
sin( x)
cos( x)
(6.12)
Karena cos(x) = 0 pada x = +/2 dan /2, maka tan(x) bernilai tak
hingga pada x = +/2 dan /2.
3
2
1
-1,5 -
0
-0,5 0
-1
0,5
1,5
-2
-3
y = cot( x) =
cos( x)
1
=
sin( x) tan( x )
(6.13)
0
-0,5 0
-1
0,5
1,5
-2
-3
75
y = sec( x) =
1
cos( x)
(6.14.a)
Kurva fungsi ini terlihat pada Gb.6.7.a. Perhatikan bahwa sec(x) bernilai
1 pada x = 0 karena pada nilai x itu cos(x) juga bernilai 1.
y = csc( x) =
1
sin( x)
(6.14.b)
Kurva fungsi ini terlihat pada Gb.6.7.b. csc(x) bernilai pada x = 0 kara
pada nilai x ini sin(x) bernilai 0.
3
2
1
-1,5 -
0
-0,5 0
-1
0,5
1,5
0,5
1,5
-2
-3
(a) y = sec(x)
3
2
1
-1,5 -
0
-0,5 0
-1
-2
(b) y = csc(x)
-3
y = 2 sin x ;
y = 3 sin 2 x ;
y = 3 cos(2 x + / 4) ;
y = 2 cos 3x ;
y = 2 tan( x / 3)
y = arcsin x atau
y = sin 1 x
(6.15)
Contoh:
;
6
y = sin 1 (0,5) =
6
77
y
2
0,5
-1
0,25
0
-1
-0,5
0,5
-0,25
2
-0,5
a)
b)
y = cos 1 x =
sin 1 x
2
(6.16)
Hubungan ini berasal dari relasi segitiga siku-siku. Jika sudut lancip
segitiga siku-siku adalah dan , maka = / 2 dan sin = cos .
Oleh karena itu jika sin = x maka cos = x sehingga
cos 1 x = = / 2 = / 2 sin 1 x
78 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
1
memberikan sin x maka nilai-nilai utama dari cos 1 x akan
2
2
1
terletak pada 0 cos x . Gb.6.9.b. memperlihatkan kurva fungsi
cosinus inversi pada nilai utama.
Perhatikan bahwa jika sumbu-x digambar vertikal sedang sumbu-y
digambar horizontal, kita dapatkan fungsi cosinus seperti pada Gb.6.4.
dalam rentang 0 x .
y
y
-1
0,75
0,5
0,25
0
-1
-0,5
a)
0,5
b)
Gb.6.9. Kurva y = cos
y = tan 1 x
dengan nilai utama
(6.17)
1,5
0,5
0,5
y
0,25
-3
-2
-1
-0,5
x
0
-10
-5
-0,25
-1,5
-0,5
a)
Gb.6.10. Kurva
y = tan
b)
1
x 10
y = cot 1 x = tan 1 x
2
dengan nilai utama 0 < cot 1 x <
(6.18)
cot 1 x = = / 2 = / 2 tan 1 x
Kurva fungsi cotangent inversi terlihat pada Gb.6.11.
0,5
0
-10
-5
x
1
10
y = sec1 x = cos 1
1
x
(6.19)
0,75
0,5
0,25
0
-4
-3
-2
-1
3
1
1
x
(6.20)
81
Pertukaran posisi sumbu-x dan sumbu-y pada gambar kurva kedua fungsi
terakhir ini juga akan memberikan bentuk kurva fungsi non-konversinya.
0,5
y
0,25
0
-4
-3
-2
-1
3 x 4
-0,25
-0,5
1 x2
Dari gambar ini selain fungsi y = sin 1 x dan sin y = x , kita
dapat peroleh
x
cos y = 1 x 2 , tan y =
, dst.
1 x2
2). Dari fungsi cosinus inversi y = cos 1 x dapat kita gambarkan
segitiga siku-siku seperti di bawah ini.
82 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
1 x2
y
x
Selain cos y = x dari gambar ini kita dapatkan
sin y = 1 x 2 ,
tan y =
1 x2
,
x
dst.
1+ x2
x
y
1
Selain tan y = x , kita peroleh
sin y =
1 + x2
cos y =
1
1 + x2
dst
x2 1
y
1
Dari gambar ini kita peroleh
tan y = 1 x 2 , sin y =
x2 1
, dst.
x
83
Soal-Soal:
1) Dari fungsi y = cot 1 x tentukan sin y dan cos y
2) Dari fungsi y = csc 1 x tentukan tan y dan cos y
Bab 7
Gabungan Fungsi Sinus
7.1. Fungsi Sinus Dan Cosinus
Banyak peristiwa terjadi secara siklis sinusoidal, seperti misalnya
gelombang cahaya, gelombang radio pembawa, gelombang tegangan
listrik sistem tenaga, dsb. Peristiwa-peristiwa itu merupakan fungsi
waktu, sehingga kita akan melihatnya dengan menggunakan waktu
sebagai peubah bebas, dengan simbol t, satuan detik.
Dalam peristiwa sinusoidal, jumlah siklus yang terjadi setiap detik
disebut frekuensi siklus, dengan simbol f , dengan satuan Hertz (1 Hz = 1
siklus per detik). Jadi jika fungsi sinus memiliki perioda T0 maka
1
f0 =
(7.1)
T0
Sebagaimana dikemukakan di bab sebelumnya, kita menggunakan
jumlah radian untuk menyatakan sudut. Karena satu siklus perubahan
sudut bersesuaian dengan perubahan sebesar 2 radian, maka f siklus per
detik bersesuaian dengan 2f radian per detik. Jadi di samping frekuensi
siklus f kita memiliki frekuensi sudut dengan simbol , dengan satuan
radian per detik. Relasi antara frekuensi siklus (f) dengan frekuensi sudut
(), dan juga dengan perioda (T0), adalah
2
= 2f 0 =
(7.2)
T0
Suatu fungsi cosinus yang memiliki amplitudo (nilai puncak) A
dituliskan sebagai
2t
y = A cos t = A cos
(7.3)
T0
Gb.7.1. memperlihatkan kurva fungsi cosinus. Jika fungsi cosinus ini kita
geser ke arah positif sebesar perioda kita akan mendapatkan fungsi
sinus. Gb.7.2.
2t
T0
(7.4)
y
A
T0
-A
2t
T0
y
A
T0
0
0
-A
2t
= A cos t
Gb.7.2. Fungsi sinus y = A sin t = A sin
T0
Pergeseran fungsi cosinus sebesar Ts diperlihatkan pada Gb.7.3.
Persamaan kurva cosinus tergeser ini adalah
2t 2Ts
y = A cos (t Ts ) = A cos
T0
T0
y
A
T0
0
0
Ts
-A
y = A cos (t Ts )
yang dapat pula kita tuliskan
y = A cos(t Ts )
Pada penulisan terakhir ini, Ts mempunyai satuan radian, sama dengan
satuan t. Selanjutnya
2Ts
= Ts =
(7.5)
T0
disebut sudut fasa dari fungsi cosinus dan menunjukkan posisi puncak
pertama dari fungsi cosinus. Fungsi cosinus dengan sudut fasa kita
tuliskan
y = cos(t )
(7.6)
87
y
4
0
-5
15
-4
y = 3 cos 2f0t
0
-5
15
-4
y = 1 + 3 cos 2f0t
0
-5
15
-4
y = 1 + 3 cos 2f 0t 2 cos(2(2 f 0 )t )
1
-5
15
-4
y = 1 + 3 cos 2f 0t 2 cos(2(2 f 0 )t + / 4)
Gb.7.4. Beberapa fungsi periodik.
Berikut ini kita akan melihat suatu contoh fungsi yang dinyatakan
dengan persamaan
y = 10 + 30 cos(2f 0t ) + 15 sin (2(2 f 0 )t ) 7,5 cos(2(4 f 0 )t )
Fungsi ini merupakan jumlah dari satu komponen konstan dan tiga
komponen sinus. Komponen konstan sering disebut komponen
berfrekuensi nol karena y(t) = A cos(2ft) = A jika f = 0. Komponen
sinus yang pertama adalah komponen sinus dasar karena komponen
inilah yang mempunyai frekuensi paling rendah tetapi tidak nol. Suku
ketiga dan keempat adalah harmonisa ke-2 dan ke-4; harmonisa ke-3
tidak ada.
Fungsi ini dinyatakan dengan campuran fungsi sinus dan cosinus. Untuk
melihat bagaimana spektrum fungsi ini, kita harus menuliskan tiap suku
dengan bentuk yang sama yaitu bentuk normal (standar). Telah dikatakan
89
sin(2ft ) = cos(2ft / 2)
Dalam pernyataan terakhir ini semua suku telah kita tuliskan dalam
bentuk standar, dan kita dapat melihat amplitudo dan sudut fasa dari tiap
komponen seperti dalam tabel berikut.
Frekuensi
Amplitudo
Sudut fasa
0
10
f0
30
0
2 f0
15
/2
4 f0
7,5
Amplitudo
40
30
20
10
0
0
Frekuensi [f0]
Sudut Fasa
2
/2
0
0
/2
2
Frekuensi [f0]
A
cos(23 f 0t / 2)
3
A
A
+ cos(25 f 0t / 2) + cos(27 f 0t / 2) + ....
5
7
y = A cos(2f 0t / 2) +
91
Frekuensi:
f0
2f0
3f0
4f0
5f0
..
nf0
Amplitudo:
A/3
A/5
..
A/n
Sudut Fasa:
-/2
-/2
-/2
..
-/2
a)
c)
b)
d)
e)
Lebar Pita. Dari contoh fungsi persegi di atas, terlihat bahwa dengan
menambahkan harmonisa-harmonisa pada sinus dasarnya kita akan
makin mendekati bentuk persegi. Penambahan ini dapat kita lakukan
terus sampai ke suatu harmonisa tinggi yang memberikan bentuk fungsi
yang kita anggap cukup memuaskan artinya cukup dekat dengan bentuk
yang kita inginkan.
Pada spektrum amplitudo, kita juga dapat melihat bahwa makin tinggi
frekuensi harmonisa akan makin rendah amplitudonya. Hal ini tidak
hanya berlaku untuk fungsi persegi saja melainkan berlaku secara umum.
Oleh karena itu secara umum kita dapat menetapkan suatu batas
92 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
93
2.
4.
5.
Bab 8
Fungsi Logaritma 4atural, Eksponensial,
Hiperbolik
8.1. Fungsi Logarithma 4atural.
Definisi. Logaritma natural adalah logaritma dengan menggunakan basis
bilangan e. Bilangan e ini, seperti halnya bilangan , adalah bilangannyata dengan desimal tak terbatas. Sampai dengan 10 angka di belakang
koma, nilainya adalah
e = 2,7182818284
Bilangan e merupakan salah satu bilangan-nyata yang sangat penting
dalam matematika:
(8.1)
ln e = 1
ln e a = a ln e = a
(8.2)
ln x =
x1
1 t dt
(8.4)
Di sini kita akan melihat definisi tersebut secara grafis di mana integral
dengan batas tertentu seperti (8.4) berarti luas bidang antara fungsi 1/t
dan sumbu-x yang dibatasi oleh t = 1 dan t = x . Perhatikan Gb.8.1. Nilai
fungsi y = ln x adalah luas bidang yang dibatasi oleh kurva (1/t) dan
sumbu-t, dalam rentang antara t = 1 dan t = x.
6
y
5
4
1/t
ln x
2
1
t
x
3
4
Gb.8.1. Definisi ln x ditunjukkan secara grafis.
0
95
y = ln x
1
0,5
0
-0,5
e 3
-1
-1,5
-2
Gb.8.2. Kurva y = ln x.
ln ax = ln a + ln x
x
ln = ln x ln a;
a
ln x n = n ln x
ln e = 1
(8.5)
ln e x = x
ln x bernilai negatif untuk x < 1
Soal-Soal
Dengan membagi luas bidang di bawah kurva (1/t) pada Gb.8.1
dalam segmen-segmen selebar t = 0,1 dan mendekati luas segmen
sebagai luas trapesium, hitunglah
1). ln 1,5
2). ln 2 ;
3). ln 0,5
(8.6)
y = ex
(8.7)
y = ae bx ; x 0
(8.8)
e x
0,8
e2x
0,6
0,4
0,2
0
0
0,5
1,5
2,5
3,5 x 4
dan y = e2x.
97
y = Ae at u (t )
(8.9)
Faktor u(t) adalah fungsi anak tangga satuan untuk menyatakan bahwa
kita hanya meninjau keadaan pada t 0. Fungsi ini menurun makin cepat
jika a makin besar. Didefinisikanlah
1
a
(8.10)
y = Ae t / u (t )
(8.11)
y = A e t / 1 e t / 2 u (t )
(8.12)
A5
y1 = Ae t / 1
y 2 = Ae t / 2
y = A e t / 1 e t / 2
2
1
00
0
t/
Soal-Soal
1.
2.
a). y d = y a + yb
b). y e = y a + y c
c). y f = y a + yb + y c
3.
}
}u( x)
a). y1 = 10 1 e 0,5 x u ( x)
b). y 2 = 10 5e
0, 2 x
99
cosh v =
e v + e v
e v e v
; sinh v =
2
2
(8.13)
x 2 + y 2 = 1 = sin 2 + cos 2 .
Pada fungsi hiperbolik, jika x = cosh v dan y = sinh v, maka fungsifungsi ini memenuhi persamaan hiperbola satuan:
x2 y2 = 1
Hal ini dapat kita uji dengan mensubstitusikan cosh v untuk x dan sinh v
untuk y dan kita akan mendapatkan bahwa persamaan hiperbola satuan
akan terpenuhi. Kita coba:
e 2 v + 2 + e 2 v e 2 v 2 + e 2 v 4
= =1
x 2 y 2 = cosh 2 v sinh 2 v =
4
4
4
Bentuk kurva fungsi hiperbolik satuan terlihat pada Gb. 8.5. dengan
x = cosh v =
e v + e v
e v e v
; y = sinh v =
2
2
4
v=
y 3
2
v = 0 P[x,y]
1
x
0
1
2
3
4
-1 0
-2
-3
-4
Gb.8.5. Kurva fungsi hiperbolik satuan.
x = cosh v =
e v + e v
e v e v
; y = sinh v =
2
2
maka titik P[x,y] akan berada di bagian positif kurva tersebut. Karena ev
selalu bernilai positif dan ev = 1/ev juga selalu positif untuk semua nilai
nyata dari v, maka titik P[x,y] selalu berada di bagian positif (sebelah
kanan sumbu-y) kurva hiperbolik.
Mirip dengan fungsi trigonometri, fungsi hiperbolik yang lain
didefinisikan sebagai
tanh v =
sinh v e v e v
;
=
cosh v e v + e v
coth v =
cosh v e v + e v
=
sinh v e v e v
(8.14)
sech v =
1
2
=
;
cosh v ev + e v
csch v =
1
2
=
sinh v ev e v
(8.15)
cosh v sinh v = e u .
definisinya.
Ini
juga
merupakan
konsekuensi
101
4
3
2
1
1 x
e
2
-2
y = sinh x
0
-1
-1
-2
1 x
e
2
-3
-4
(a)
y = cosh x
3
2
1
y = sech x
0
-2
-1
-1
b)
y = cosh x y
3
2
1
1 x
e
2
-2
y = sinh x
0
-1
-1
-2
-3
c)
-4
4
3
y = coth x
2
1
y = tanh x
0
-2
-1
-1
y = coth x
-2
-3
-4
d)
y = cschx
y = sinh x
2
1
0
-2
-1
-1
-2
y = cschx
-3
-4
e)
Gb.8.6. Kurva-kurva fungsi hiperbolik.
103
Soal-Soal
1). Turunkan relasi sinh(u + v) dan cosh(u + v) .
2). Diketahui sinh v = 3 / 4 . Hitung cosh v, coth v, dan csch v.
3). Diketahui sinh v = 3 / 4 . Hitung cosh v, tanhv, dan sech v.
Bab 9
Turunan Fungsi-Fungsi (1)
(Fungsi Mononom, Fungsi Polinom)
9.1. Pengertian Dasar
Kita telah melihat bahwa apabila koordinat dua titik yang terletak pada
suatu garis lurus diketahui, misalnya [x1,y1] dan [x2,y2], maka kemiringan
garis tersebut dinyatakan oleh persamaan
m=
y ( y2 y1)
=
x ( x2 x1)
(9.1)
Untuk garis lurus, m bernilai konstan dimanapun titik [x1,y1] dan [x2,y2]
berada. Bagaimanakah jika yang kita hadapi bukan garis lurus melainkan
garis lengkung? Perhatikan Gb.9.1.
y = f(x)
P2
y
P1
x
x
(a)
y = f(x)
y
P2
P1
x
x
(b)
Gb.9.1. Tentang kemiringan garis.
Pada Gb.9.1.a. y/x merupakan kemiringan garis lurus P1P2 dan bukan
kemiringan garis lengkung y = f(x). Jika x kita perkecil, seperti terlihat
pada Gb.9.1.b., y/x menjadi y/x yang merupakan kemiringan
garis lurus P1P2. Jika x terus kita perkecil maka kita dapatkan
105
kemiringan garis lurus yang sangat dekat dengan titik P1, dan jika x
mendekati nol maka kita mendapatkan kemiringan garis singgung kurva
y di titik P1. Jadi jika kita mempunyai persamaan garis y = f (x) dan
melihat pada suatu titik tertentu [x,y], maka pada kondisi dimana x
mendekati nol, persamaan (9.1) dapat kita tuliskan
lim
x 0
y
f ( x + x) f ( x)
= lim
= f ( x)
x x 0
x
(9.2)
f (x) merupakan fungsi dari x karena untuk setiap posisi titik yang kita
tinjau f (x) memiliki nilai berbeda; f (x) disebut fungsi turunan dari
f (x) , dan kita tahu bahwa dalam hal garis lurus, f (x) bernilai konstan
dan merupakan kemiringan garis lurus tersebut. Jadi formulasi (9.1) tidak
hanya berlaku untuk garis lurus. Jika x mendekati nol, maka ia dapat
diaplikasikan juga untuk garis lengkung, dengan pengertian bahwa
kemiringan m adalah kemiringan garis lurus yang menyinggung kurva
lengkung di titik [x,y]. Perhatikan Gb. 9.2.
y
(x2,y2)
(x1,y1)
x
Gb.9.2. Garis singgung pada garis lengkung.
Jika fungsi garis lengkung adalah y = f (x) maka f (x) pada titik [x1,y1]
adalah kemiringan garis singgung di titik [x1,y1], dan f (x) di titik (x2,y2)
adalah kemiringan garis singgung di [x2,y2]. Bagaimana mencari f (x)
akan kita pelajari lebih lanjut.
y
seperti yang dinyatakan oleh
x
(9.2) benar ada, fungsi f(x) memiliki turunan di titik tersebut dan
dikatakan sebagai dapat didiferensiasi di titik tersebut dan nilai
Jika pada suatu titik x1 di mana lim
x 0
y
merupakan nilai turunan di titik tersebut (ekivalen dengan
x 0 x
kemiringan garis singgung di titik tersebut).
lim
dy d
y
=
( y ) = lim
dx dx
x 0 x
f ( x + x) f ( x)
= lim
= f ( x)
x
x 0
(9.3)
dy
kita baca turunan terhadap x dari fungsi y, atau turunan fungsi y
dx
terhadap x. Penurunan ini dapat dilakukan jika y memang merupakan
fungsi x. Jika tidak, tentulah penurunan itu tidak dapat dilakukan.
Misalnya y merupakan fungsi t , y = f (t ) ; maka penurunan y hanya bisa
dilakukan terhadap t, tidak terhadap x.
y =
dy df (t )
=
= f (t )
dt
dt
y0 = lim
x 0
f ( x + x) f ( x) 0
=
=0
x
x
2). y1 = f1( x) = 2 x
f1( x) = lim 2( x + x) 2 x = 2x = 2
x 0
x
x
107
10
8
f 1 ( x) = 2 x
6
4
f1( x) = 2
2
0
0
x 4
2( x + x) 2 2 x 2
2( x 2 + 2 xx + x 2 ) 2 x 2
= lim
x
x 0
x 0
x
= lim (2 2 x + 2x) = 4 x
f 2 ( x) = lim
x 0
f 3 ( x) = lim
2( x 3 + 3 x 2 x + 3 xx 3 + x 3 ) 2 x 3
x
x 0
= lim
= lim 2 3 x 2 + 2 3 xx 2 + 2x 2 = 6 x 2
x 0
y = f ( x ) = mx n
(9.4)
y = (m n) x ( n 1)
(9.5)
adalah
y = f ( x) = k
Jika n > 1, maka turunan fungsi akan merupakan fungsi x,
y = f (x) . Dengan demikian maka fungsi turunan ini dapat
diturunkan lagi dan kita mendapatkan fungsi turunan berikutnya
y = f (x)
yang mungkin masih juga merupakan fungsi x dan masih dapat
diturunkan lagi untuk memperoleh fungsi turunan berikutnya lagi
y = f (x)
dan demikian seterusnya.
y = f ( x) =
y = f ( x) =
d 2 y turunan kedua,
dx 2
y = f ( x) =
Contoh:
y4 = f 4 ( x) = 2 x 3
y4 = 2(3) x (31) = 6 x 2 ;
y4 = 6(2) x (2 1) = 12 x;
y4 = 12
6) Dari (9.4) dan (9.5) kita dapat mencari titik-potong antara kurva suatu
fungsi dengan kurva fungsi turunannya.
Fungsi
mononom
y = f ( x ) = mx n
memiliki
turunan
y = y mx n = (m n) x ( n 1)
xP = n dan yP = mxPn
Koordinat titik potong kurva mononom dengan kurva-kurva turunan
selanjutnya dapat pula dicari.
Gb.9.4. memperlihatkan kurva mononom y = x 4 dan turunanturunannya y = 4x 3 , y = 12x 2 , y = 24 x , y = 24 .
200
y = 12x 2
y = x4
y = 4x 3
100
y = 12x
y = 24 x
y = 24
0
-3
-2
-1
y = 4x 3
-100
f1( x) = lim
x x
{4( x + x) + 2} {4 x + 2} = 4
x
10
y
f1(x) = 4x + 2
8
6
f1(x) = 4
4
2
0
-1
-0,5
-2
0,5
1,5
-4
f 2 ( x) = 4
5
0
-1
-5
-10
f 2 ( x ) = 4( x 2)
-15
{4( x + x)
}{
+ 2( x + x ) 5 4 x 2 + 2 x 5
x
x 0
= 4 2x + 2 = 8x + 2
y3 = lim
4). y4 = f 4 ( x) = 5 x3 + 4 x 2 + 2 x 5
y4 = lim
x 0
{5( x + x)
}{
+ 4( x + x) 2 + 2( x + x) 5 5 x 3 + 4 x 2 + 2 x 5
x
= 5 3x 2 + 4 2 x + 2 = 15 x 2 + 8x + 2
111
Polinom Orde Dua. Kita ambil contoh fungsi polinom orde dua (fungsi
kuadrat):
y = 2 x 2 + 15 x + 13
Turunan pertama fungsi ini adalah
y = 4 x + 15
Jika kita beri y = 0 maka kita dapatkan nilai xp dari titik puncak yaitu
xp = (15/4) = 3,75
Jika nilai xp ini kita masukkan ke fungsi asalnya, maka akan kita
dapatkan nilai puncak yp.
y p = 2 x p 2 + 15 x p + 13
= 2(-3,75)2 + 15 (3,75) + 13 = 15,125
Secara umum, xp dari fungsi kuadrat y = ax 2 + bx + c dapat diberoleh
dengan membuat
y = 2ax + b = 0
(9.6)
sehingga diperoleh
xp =
b
2a
(9.7)
y p = ax p 2 + bx p + c =
b2
b 2 4ac
+c=
4a
4a
(9.8)
y
y
x
Q
113
y = 2 x 2 + 15 x + 13
Nilai puncak fungsi ini adalah y p = 15,125 dan ini merupakan
nilai minimum, karena turunan keduanya y = 4 adalah positif.
Lihat pula Gb.10.5.c.
y = 2 x 2 + 15 x + 13
Turunan pertama fungsi menjadi
y = x(20 x) = 20 x x 2
Turunan pertama yang disamakan dengan nol akan
memberikan nilai x yang memberikan ypuncak.
y = 20 2 x = 0 memberikan x = 10
114 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
120
100
80
60
40
20
0
-5 -20 0
-40
10
15
20
x 25
y = x(20 x) = 0 x1 = 0 dan x2 = 20
Dalam contoh di atas kita memperoleh hanya satu nilai maksimum;
semua nilai x yang lain akan memberikan nilai y dibawah nilai
maksimum ypuncak yang kita peroleh. Nilai maksimum demikian ini kita
sebut nilai maksimum absolut.
Jika seandainya ypuncak yang kita peroleh adalah nilai minimum, maka ia
akan menjadi minimum absolut, seperti pada contoh berikut.
y = x( x + 20) = x 2 + 20 x
Turunan pertama yang disamakan dengan nol akan
memberikan nilai x yang memberikan ypuncak.
y = 2 x + 20 = 0 sehingga x = 10
dan nilai puncak adalah
-20
-15
-10
0
-5 -20 0
x 5
-40
-60
-80
-100
-120
Polinom Orde Tiga. Fungsi pangkat tiga diberikan secara umum oleh
y = ax3 + bx 2 + cx + d
(9.10)
y = 3ax 2 + 2bx + c
(9.11)
y = 0 = 3ax p 2 + 2bx p + c
Ada dua posisi nilai puncak, yaitu
116 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
x p1, x p 2 =
=
2b 4b 2 12ac
6a
(9.12)
b b 3ac
3a
Dengan memasukkan xp1 dan xp2 ke penyataan fungsi (10.11) kita peroleh
nilai puncak yp1 dan yp2. Namun bila xp1 = xp2 berarti dua titik puncak
berimpit atau kita sebut titik belok.
Contoh: Kita akan mencari di mana letak titik puncak dari kurva
fungsi y = 2 x 3 3x 2 + 3 dan apakah nilai
merupakan nilai minimum atau maksimum.
puncak
y = 6 x 2 6 x = 6 x( x 1) = 0
memberikan x = 0 dan x = 1
Memasukkan nilai x yang diperoleh ke persamaan asalnya
memberikan nilai y, yaitu nilai puncaknya.
x = 0 memberikan y puncak = +3
x = 1 memberikan y puncak = +2
Jadi posisi titik puncak adalah di P[0,3] dan Q[1,2]. Apakah
nilai puncak ypuncak minimum atau maksimum kita lihat dari
turunan kedua dari fungsi y
y = 12 x 6
Untuk x = 0 y = 6
Untuk x = 1 y = +6
Jadi nilai puncak di P[0,3] adalah suatu nilai maksimum,
sedangkan nilai puncak di Q[1,2] adalah minimum. Kurva
dari fungsi dalam contoh ini terlihat pada Gb.9.10.
117
15
y
10
P[0,3]
Q[1,2]
5
0
-2
-1,5
-1
-0,5
-5
-10
0,5
1,5
2,5
ys
-15
-20
3
ys = 12 x + K 7 = 12 2 + K K = 7 24 = 17 .
Persamaan garis singgung di titk R adalah ys = 12 x 17
Arus Listrik. Arus litrik adalah jumlah muatan listrik yang mengalir per
detik, melalui suatu luas penampang tertentu. Ia merupakan laju aliran
muatan. Kalau arus diberi simbol i dan muatan diberi simbol q maka
dq
dt
Satuan arus adalah ampere (A), satuan muatan adalah coulomb (C). Jadi
1 A = 1 C/detik.
i=
p=
dw
dt
p=
dw dw dq
=
= vi
dt dq dt
iC = C
dvc
dt
119
Soal-Soal
1.
y1 = 5 x 2 10 x 7;
y2 = 3 x 2 12 x + 2 ;
y3 = 4 x 2 + 2 x + 8
2.
y1 = 2 x 3 5 x 2 + 4 x 2 ;
y2 = x 4 7 x 3 + 2 x 2 + 6 ;
y3 = 3 x 7 7 x 3 + 21x 2
Bab 10
Turunan Fungsi-Fungsi (2)
(Fungsi Perkalian Fungsi, Fungsi Pangkat Dari
Fungsi, Fungsi Rasional, Fungsi Implisit)
10.1. Fungsi Yang Merupakan Perkalian Dua Fungsi
Misalkan kita memiliki dua fungsi x, v(x) dan w(x) , dan kita hendak
mencari turunan terhadap x dari fungsi y = vw . Misalkan nilai x berubah
sebesar x, maka fungsi w berubah sebesar w, fungsi v berubah sebesar
v, dan fungsi y berubah sebesar y. Perubahan ini terjadi sedemikian
rupa sehingga setelah perubahan sebesar x hubungan y = vw tetap
berlaku, yaitu
( y + y ) = (v + v)( w + w)
= (vw + vw + wv + wv)
(10.1)
y ( y + y ) y ( wv + vw + wv + wv) vw
=
=
x
x
x
w
v vw
=v
+w
+
x
x
x
(10.2)
(10.3)
Contoh: Kita uji kebenaran formulasi ini dengan melihat suatu fungsi
mononom y = 6 x 5 yang kita tahu turunannya adalah y = 30 x 4 . Kita
pandang sekarang fungsi y sebagai perkalian dua fungsi y = vw
dengan v = 2 x 3 dan w = 3x 2 . Menurut (10.3) turunan dari y menjadi
121
y =
d (2 x 3 3x 2 )
= 2 x 3 6 x + 3x 2 6 x 2 = 12 x 4 + 18x 4 = 30 x 4
dx
= (uv)
+ wu
+v
dx
dx
dx
dw
dv
du
= (uv)
+ (uw)
+ (vw)
dx
dx
dx
(10.4)
dy d (uvw)
=
= (2 x 2 3x 2 )(1) + (2 x 2 x)(6 x)
dx
dx
+ (3x 2 x)(4 x) = 6 x 4 + 12 x 4 + 12 x 4 = 30 x 4
Ternyata sesuai dengan yang kita harapkan.
Jika kita
dy1
dv
dv 2
dv 3
= (v 3 v 2 )
+ (v 3 v )
+ (v 2 v )
dx
dx
dx
dx
dv
dv
dv
dv 2
dv
= v5
+ v4 v
+ v + v3 v2
+v
dx
dx
dx
dx
dx
dv
dv
dv
dv
dv
= v5
+ 2v 5
+ v5
+ v4v
+v
dx
dx
dx
dx
dx
dv
= 6v 5
dx
dv 6 dv 6 dv
dv
=
= 6v 5
dx
dv dx
dx
yang secara umum dapat kita tulis
dv n
dv
= nv n 1
dx
dx
(10.5)
y = ( x 2 + 1) 3 ( x 3 1) 2
Kita gabungkan relasi turunan untuk perkalian dua fungsi dan
pangkat suatu fungsi.
dy
d ( x 3 1) 2
d ( x 2 + 1) 3
= ( x 2 + 1) 3
+ ( x 3 1) 2
dx
dx
dx
= ( x 2 + 1) 3 2( x 3 1)(3 x 2 ) + ( x 3 1) 2 3( x 2 + 1) 2 2 x
= 6 x 2 ( x 2 + 1) 3 ( x 3 1) + 6 x( x 3 1) 2 ( x 2 + 1) 2
= 6 x( x 3 1)( x 2 + 1) 2 (2 x 3 + x 1)
123
(10.6)
y = vw 1
0.
(10.7)
dy d v d (vw 1 )
dw 1
dv
=
=v
+ w 1
=
dx dx w
dx
dx
dx
dv
dv v dv 1 dv
= vw 2
+ w 1
=
+
dx
dx w 2 dx w dx
=
dw
1 dv
v
w
2 dx
dx
w
dw
dv
v
w
d v dx
dx
=
dx w
w2
atau
(10.8)
Contoh:
2
1). y = x 3
x3
dy x 3 (2 x) ( x 2 3)(3x 2 )
=
dx
x6
=
2 x 4 (3 x 4 9 x 2 )
x6
x2 + 9
x4
2). y = x 2 + 1
x2
124 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
2
dy
x 2 0 1 2x
= 2x +
= 2x
4
dx
x3
2
3). y = x + 1 ; dengan x 2 1 (agar penyebut tidak nol)
x2 1
dy ( x 2 1)2 x ( x 2 + 1)2 x
=
dx
( x 2 1) 2
=
2x 3 2x 2x 3 2x
2
( x 1)
4x
2
( x 1) 2
dy
2x + y
=
dx
x + 2y
Untuk suatu titik tertentu, misalnya [1,2], maka
125
dy
2+2
=
= 0,8 .
dx
1+ 4
Inilah kemiringan garis singgung di titik [1,2] pada kurva fungsi y
bentuk implisit yang sedang kita hadapi.
2). x 4 + 4 xy 3 3 y 4 = 4 . Fungsi implisit ini juga merupakan sebuah
persamaan. Kita lakukan diferensiasi pada kedua ruas, dan kita
akan memperoleh
d (4 x) d (3 y 4 )
dy 3
+ y3
=0
dx
dx
dx
dy
dy
4 x 3 + 4 x(3 y 2 )
+ 4 y 3 12 y 3
=0
dx
dx
dy
= 4( x3 + y 3 )
(12 xy 2 12 y 3 )
dx
4x 3 + 4x
y = v p/q
(10.9)
yq = v p
(10.10)
qy q 1
dy
dv
= pv p 1
dx
dx
dy d (v p / q ) pv p 1 dv
=
=
dx
dx
qy q 1 dx
(10.11)
y q 1 = v p / q
q 1
= v p ( p / q )
dy d (v p / q )
pv p 1 dv
=
=
dx
dx
qv p ( p / q ) dx
p
dv
= v ( p 1) p +( p / q)
q
dx
p
dv
= v ( p / q )1
q
dx
(10.12)
dan
y = f (t )
(10.13)
y = F ( x)
(10.14)
127
m=
y ( y 2 y1 )
=
x ( x 2 x1 )
kita lihat kasus jika x mendekati nol namun tidak sama dengan nol.
Limit ini kita gunakan untuk menyatakan turunan fungsi y(x) terhadap x
pada formulasi
dy
y
= lim
= f ( x)
dx x0 x
Sekarang kita akan melihat dx dan dy yang didefinisikan sedemikian rupa
sehingga rasio dy/dx , jika dx 0, sama dengan turunan fungsi y terhadap
x. Hal ini mudah dilakukan jika x adalah peubah bebas dan y merupakan
fungsi dari x:
y = F (x)
(10.16)
2.
dy = F ' ( x )dx
(10.17)
dy
= f ( x) .
dx
Perhatikanlah bahwa ini bukanlah rasio dari dy terhadap dx melainkan
turunan fungsi y terhadap x. Akan tetapi jika kita bersikukuh memandang
relasi ini sebagai suatu rasio dari dy terhadap dx maka kita juga akan
memperoleh relasi (10.17), namun sesungguhnya (10.17) didefinisikan
dan bukan berasal dari relasi ini.
Pengertian terhadap dy lebih jelas jika dilihat secara geometris seperti
terlihat pada Gb.10.1. Di titik P pada kurva, jika nilai x berubah sebesar
dx satuan, maka di sepanjang garis singgung di titik P nilai y akan
berubah sebesar dy. Diferensial dx dianggap bernilai positif jika ia
mengarah ke kanan dan negatif jika mengarah ke kiri. Diferensial dy
dianggap bernilai positif jika ia mengarah ke atas dan negatif jika
mengarah ke bawah.
y
y
dy
dx
P
P
dx
dy
x
x
y
y
dy
dx
P
P
dx
dy
dy
adalah laju perubahan y terhadap perubahan x.
dx
dy adalah besar perubahan nilai y sepanjang garis
singgung di titik P pada kurva, jika nilai x berubah
sebesar dx skala.
129
Diferensial
1.
dc
= 0 ; c = konstan
dx
1. dc = 0 ; c = konstan
2.
dcv
dv
=c
dx
dx
2. dcv = cdv
3.
d (v + w) dv dw
=
+
dx
dx dx
3. d (v + w) = dv + dw
4.
dvw
dw
dv
=v
+w
dx
dx
dx
v
d w dv v dw
w
dx
= dx
5.
2
dx
w
v wdv vdw
5. d =
w
w2
6.
dv n
dv
= nv n1
dx
dx
6. dv n = nv n 1 dv
7.
dcx n
= cnx n1
dx
2.
y = x 3 3x 2 + 5x 6
Turunan y adalah :
y = 3x 2 6 x + 5
sehingga
dy = (3 x 2 6 x + 5)dx
131
y=
2x + 1
x2 1
;
2
x + 1
y=
;
x 1
2x
y=
3x 2 + 1
2 xy + y 2 = x + y;
x2 y2 = x2 + y2;
x3 + y3 = 1 ;
xy
=2
x 2y
Bab 11
Turunan Fungsi-Fungsi (3)
(Fungsi-Fungsi Trigonometri, Trigonometri
Inversi, Logaritmik, Eksponensial)
11.1. Turunan Fungsi Trigonometri
Jika y = sin x maka
d sec x d 1 0 ( sin x)
sin x
=
=
= sec x tan x
=
2
dx
dx cos x
cos x
cos 2 x
d csc x d 1 0 (cos x) cos x
=
=
= csc x cot x
=
dx
dx sin x
sin 2 x
sin 2 x
133
y = tan(4 x 2 ) ;
y = cot(3 x + 6) ;
y = sec 4 x tan 4 x ;
y = sin 3 (2 x) cos(2 x)
y = (csc x + cot x) 2
iC = C
dvC
dt
dvC
d
= 2 106 (200 sin 400t ) = 0,160 cos 400t ampere
dt
dt
Daya adalah perkalian tegangan dan arus. Jadi daya yang diserap
kapasitor adalah
iC = C
pC = vC iC = 200 sin 400t 0,16 cos 400t = 32 cos 400t sin 400t
= 16 sin 800t watt
Bentuk kurva tegangan dan arus terlihat pada gambar di bawah ini.
200
vC
iC
100
pC
vC
iC
pC
0
0
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
t [detik]
-100
-200
Pada waktu tegangan mulai naik pada t = 0, arus justru sudah mulai
menurun dari nilai maksimumnya. Dengan kata lain kurva arus
mencapai nilai puncak-nya lebih dulu dari kurva tegangan; dikatakan
134 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
diL
d
= 2,5 ( 0,2 cos 400t ) = 2,5 0,2 sin 400t 400 = 200 sin 400t
dt
dt
pL = v LiL = 200 sin 400t (0.2 cos 400t ) = 40 sin 400t cos 400t
= 20 sin 800t W
Kurva tegangan, arus, dan daya adalah sebagai berikut.
vL 200
iL
pL 100
vL
iL
pL
0
-100
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05 t[detik]
-200
1 x
dy
1
=
dx cos y
dy
1
=
dx
1 x2
2) y = cos 1 x
1 x2
y
x
1
dy
=
dx sin y
dy
1
=
dx
1 x2
3) y = tan 1 x
x = tan y dx =
1+ x
y
1
dy
dy
= cos 2 y
dx
x = cot y dx =
y
x
cos 2 y
dy
1
=
dx 1 + x 2
4) y = cot 1 x
1+ x2
sin 2 y
dy
dy
= sin 2 y
dx
dy
1
=
dx 1 + x 2
5) y = sec 1 x
x = sec y =
y
1
6) y = csc 1 x
x
x2 1
dy cos 2 y
x
1
=
=
2
dx
sin y
x
x 1
1
=
x x2 1
x = csc y =
1
0 ( sin x)
dx =
dy
cos y
cos 2 y
1
0 (cos x)
dx =
dy
sin y
sin 2 y
dy sin 2 y
1
=
=
dx cos y
x2
=
x
x2 1
1
x x2 1
Soal-Soal
1). Jika = sin 1 (0.5) carilah cos , tan , sec , dan csc .
2). Jika = cos 1 (0.5) carilah sin , tan , sec , dan csc .
3). Hitunglah sin 1 (1) sin 1 (1) .
4). Hitunglah tan 1 (1) tan 1 (1) .
5). Hitunglah sec 1 (2) sec 1 (2) .
d (sin v) d (sin v) dv
dv
=
= cos v
dx
dv dx
dx
d (cos v) d (cos v) dv
dv
=
= sin v
dx
dv dx
dx
137
1
d (sin 1 w)
dw . (Buktikan!).
=
dx
1 w2 dx
d (cos 1 w)
1
dw . (Buktikan!).
=
2 dx
dx
1 w
1 dw . (Buktikan!).
d (tan 1 w)
=
dx
1 + w2 dx
d (cot 1 w)
1 dw . (Buktikan!).
=
dx
1 + w2 dx
d (sec1 w)
1
dw . (Buktikan!).
=
dx
w w2 1 dx
d (csc1 w)
1
dw . (Buktikan!).
=
2
dx
w w 1 dx
Soal-Soal : Carilah turunan fungsi-fungsi berikut.
y = sin 1 (0,5 x) ;
1
x
y = tan 1 ;
3
3
y = cos 1(2 x)
y = sec1 4 x
y = ln x adalah luas bidang yang dibatasi oleh kurva (1/t) dan sumbu-t, di
selang antara t = 1 dan t = x pada Gb.11.1.
6
5
4
y
1/t
lnx
ln(x+x)lnx
2
1
0
0
3x
t 4
x+x
1/(x+x)
1/x
Gb.11.1. Definisi lnx dan turunan lnx secara grafis.
Kita lihat pula
ln( x + x) ln( x) 1
=
x
x
x + x 1
(11.3)
dt
t
Apa yang berada dalam tanda kurung (11.3) adalah luas bidang yang
dibatasi oleh kurva (1/t) dan sumbu-t, antara t = x dan t = x + x. Luas
bidang ini lebih kecil dari luas persegi panjang (x 1/x). Namun jika
x makin kecil, luas bidang tersebut akan makin mendekati (x 1/x);
dan jika x mendekati nol luas tersebut sama dengan (x 1/x). Pada
keadaan batas ini (11.3) akan bernilai (1/x). Jadi
d ln x 1
=
dx
x
(11.4)
139
1
6x
d ln v d ln v dv
d (3 x 2 + 4)
=
=
=
dx
dv dx 3x 2 + 4
dx
3x 2 + 4
Soal-Soal: Carilah turunan fungsi-fungsi berikut.
x
y = ln( x 2 + 2 x) ; y = ln
; y = ln(cos x) ; y = ln(ln x)
2 + 2x
11.5. Turunan Fungsi Eksponensial
Fungsi eksponensial berbentuk
y = ex
(11.5)
d ln y 1 dy
=
= 1 atau
dx
y dx
dy
= y = ex
dx
(11.6)
Jadi turunan dari ex adalah ex itu sendiri. Inilah fungsi eksponensial yang
tidak berubah terhadap operasi penurunan yang berarti bahwa penurunan
dapat dilakukan beberapa kali tanpa mengubah bentuk fungsi. Turunanturunan dari y = e x adalah
y = e x y = e x
y = e x dst.
Formula yang lebih umum adalah jika eksponennya merupakan suatu
fungsi, v = v(x ) .
dev de v dv
dv
=
= ev
dx
dv dx
dx
Kita ambil contoh: y = e tan
(11.7)
x
1
1
dy
d tan 1 x e tan x
= e tan x
=
dx
dx
1 + x2
e x ex
2
; y=
e x e x
x
e +e
y = esin
y = e1 / x
Bab 12
Integral (1)
(Macam Integral, Pendekatan 4umerik)
Dalam bab sebelumnya, kita mempelajari salah satu bagian utama
kalkulus, yaitu kalkulus diferensial. Berikut ini kita akan membahas
bagian utama kedua, yaitu kalkulus integral.
Dalam pengertian sehari-hari, kata integral mengandung arti
keseluruhan. Istilah mengintegrasi bisa berarti menunjukkan
keseluruhan atau memberikan total; dalam matematika berarti
menemukan fungsi yang turunannya diketahui.
Misalkan dari suatu fungsi f(x) yang diketahui kita diminta untuk
mencari suatu fungsi y sedemikian rupa sehingga dalam rentang nilai x
tertentu, misalnya a< x < b, dipenuhi persamaan
dy
= f ( x)
(12.1)
dx
Persamaan seperti (12.1) ini, yang menyatakan turunan fungsi sebagai
fungsi x (dalam beberapa hal ia mungkin juga merupakan fungsi x dan y)
disebut persamaan diferensial. Sebagai contoh:
dy
= 2x2 + 5x + 6
dx
d2y
dy
+ 3x 2 y 2 = 0
dx
dx
Pembahasan yang akan kita lakukan hanya mengenai bentuk persamaan
diferensial seperti contoh yang pertama.
2
+ 6 xy
dF ( x)
= f ( x)
dx
(12.2)
d [F ( x) + K ] dF ( x) dK dF ( x)
=
+
=
+0
dx
dx
dx
dx
Jadi secara umum dapat kita tuliskan
f ( x)dx = F ( x) + K
(12.3)
(12.4)
dF ( x ) = f ( x )dx
yang jika integrasi dilakukan pada ruas kiri dan kanan akan memberikan
dF ( x) = f ( x)dx
(12.5)
Jika kita bandingkan (12.5) dan (12.4), kita dapat menyimpulkan bahwa
dF ( x) = F ( x) + K
(12. 6)
Jadi integral dari diferensial suatu fungsi adalah fungsi itu sendiri
ditambah suatu nilai tetapan. Integral semacam ini disebut integral tak
tentu; masih ada nilai tetapan K yang harus dicari.
Kita ambil dua contoh untuk inegrasi integrasi tak tentu ini
1) Cari solusi persamaan diferensial
dy
= 5x 4
dx
dy = 5 x 4 dx
Menurut relasi (9.4) dan (9.5) di Bab-9,
d ( x 5 ) = 5 x 4 dx
Oleh karena itu
y = 5 x 4dx = d ( x 5 ) = x 5 + K
2). Carilah solusi persamaan
dy
= x2 y
dx
dan kita
y 1 / 2 dy = x 2 dx
1
memberikan diferensial d x3 = x 2 dx , sehingga
3
1
d 2 y1 / 2 = d x 3
3
Jika kedua ruas diintegrasi, diperoleh
2 y1 / 2 + K1 =
2 y1 / 2 =
1 3
x + K 2 atau
3
1 3
1
x + K 2 K1 = x 3 + K
3
3
Dua contoh telah kita lihat. Dalam proses integrasi seperti di atas terasa
adanya keharusan untuk memiliki kemampuan menduga jawaban.
Beberapa hal tersebut di bawah ini dapat memperingan upaya pendugaan
tersebut.
1. Integral dari suatu diferensial dy adalah y ditambah konstanta
sembarang K.
dy = y + K
2.
ady = a dy
3.
y n dy =
y n +1
+ K,
n +1
jika n 1
bahwa integral tak tentu memberikan hasil yang tidak tunggal melainkan
banyak hasil yang tergantung dari berapa nilai yang dimiliki oleh K.
Dalam pemanfaatan integral tak tentu, nilai K diperoleh dengan
menerapkan apa yang disebut sebagai syarat awal atau kondisi awal.
Kita akan mencoba memahami melalui pengamatan kurva. Jika kita
gambarkan kurva y = 10x 2 kita akan mendapatkan kurva bernilai
tunggal seperti Gb.12.1.a. Akan tetapi jika kita melakukan integrasi
10 x3
dx tidak hanya satu kurva yang dapat memenuhi syarat akan
3
tetapi banyak kurva seperti pada Gb.12.1.b; kita akan mendapatkan satu
kurva jika K dapat ditentukan.
yi = 10x2 +Ki
y = 10x2 100
100
-3
-1
K3
K2
K1
50
50
-5
-5
-3
-1
a)
b)
Gb.12.1. Integral tak tentu memberikan banyak solusi.
Sebagai contoh kita akan menentukan posisi benda yang bergerak dengan
kecepatan sebagai fungsi waktu yang diketahui. Kecepatan sebuah benda
bergerak dinyatakan sebagai v = at = 3t , dengan v adalah kecepatan, a
adalah percepatan yang dalam soal ini bernilai 3, t waktu. Kalau posisi
awal benda adalah s 0 = 3 pada waktu t = 0, tentukanlah posisi benda
pada t = 4.
Kita ingat pengertian-pengertian dalam mekanika bahwa kecepatan
ds
adalah laju perubahan jarak, v =
; sedangkan percepatan adalah laju
dt
dv
. Karena kecepatan sebagai fungsi t
perubahan kecepatan, a =
dt
diketahui, dan kita akan mencari posisi (jarak), maka kita gunakan relasi
ds
yang memberikan ds = vdt
v=
dt
144 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
t2
+ K = 1,5t 2 + K
2
Kita terapkan sekarang kondisi awal, yaitu s0 = 3 pada t = 0.
s = atdt = 3
3 = 0 + K yang memberikan K = 3
Dengan demikian maka s sebagai fungsi t menjadi s = 1,5t 2 + 3
sehingga pada t = 4 posisi benda adalah s4 = 27
Luas Sebagai Suatu Integral. Kita akan mencari luas bidang yang
dibatasi oleh suatu kurva y = f (x) , sumbu-x, garis vertikal x = p, dan x
= q. Sebagai contoh pertama kita ambil fungsi tetapan y = 2 seperti
terlihat pada Gb.12.2.
y
y = f(x) =2
2
Apx
Apx
0 p
x+x
A px = 2x atau
Apx
x
= 2 = f ( x)
(12.7)
lim
A px
x 0
dApx
dx
= f ( x) = 2
(12.8)
(12.9)
145
Kondisi awal (kondisi batas) adalah Apx = 0 untuk x = p. Jika kondisi ini
kita terapkan pada (12.9) kita akan memperoleh nilai K yaitu
(12.10)
0 = 2 p + K atau K = 2 p
sehingga
A px = 2 x 2 p
(12.11)
A pq = 2q 2 p = 2(q p)
(12.12)
Inilah hasil yang kita peroleh, yang sudah kita kenal dalam planimetri
yang menyatakan bahwa luas segi empat adalah panjang kali lebar yang
dalam kasus kita ini panjang adalah (q p) dan lebar adalah 2.
Bagaimanakah jika kurva yang kita hadapi bukan kurva dari fungsi
tetapan? Kita lihat kasus fungsi sembarang dengan syarat bahwa ia
kontinyu dalam rentang p x q seperti digambarkan pada Gb.12.3.
y
f(x+x )
f(x)
y = f(x)
Apx
Apx
0 p
x+x
A px = f ( x)x f ( x 0 )x f ( x + x)x
(12.13)
dengan x0 adalah suatu nilai x yang terletak antara x dan x+x. Jika x
kita buat mendekati nol kita akan mempunyai
A px = f ( x)x = f ( x0 )x = f ( x + x)x
(12.14)
lim
x 0
A px
x
dA px
dx
= f ( x)
(12.15)
A px = dA px =
f ( x)dx = F ( x) + K
(12.16)
A pq = F (q) F ( p) = F ( x)] qp
(12.17)
f ( xk ) f ( x0k ) f ( xk + x)
(12.18)
147
(a) 0 p
y
(b) 0 p
y
(c) 0 p
y
y = f(x)
x2
xk
xk+1
xn
y = f(x)
x2
xk
xk+1
xn
xk
xk+1
xn
y = f(x)
x2
y = f(x)
x
xk xk+1
xn
(d) 0 p x2
Gb.12.4. Menghitung luas bidang di bawah kurva.
Jika pertidaksamaan (12.18) dikalikan dengan xk yang yang cukup kecil
dan bernilai positif, maka
(12.19)
Jika luas segmen di ruas kiri, tengah, dan kanan dari (12.19) kita
jumlahkan dari 1 sampai n (yaitu sebanyak jumlah segmen yang kita
buat), kita akan memperoleh
148 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
f ( xk )xk
k =1
f ( x0 k )xk
k =1
f ( xk + x)xk
(12.20)
k =1
Ruas paling kiri adalah jumlah luas segmen bawah, Apqb; ruas paling
kanan adalah jumlah luas segmen atas, Apqa; ruas yang di tengah adalah
jumlah luas segmen pertengahan, kita namakan An. Jelaslah bahwa
A pqb An A pqa
(12.21)
Nilai An dapat dipakai sebagai pendekatan pada luas bidang yang kita
cari. Error yang terjadi sangat tergantung dari jumlah segmen, n. Jika n
kita perbesar menuju tak hingga dan semua xk menuju nol, maka luas
bidang yang kita cari adalah
x k 0
x k 0
(12.22)
Jadi apabila kita menghitung limitnya, kita akan memperoleh nilai limit
yang sama, apakah kita menggunakan penjumlahan segmen bawah, atau
atas, atau pertengahannya. Limit yang sama ini disebut integral tertentu,
dituliskan
Apq =
p f ( x)dx
(12.23)
Integral tertentu (12.23) ini terkait dengan integral tak tentu (9.12)
Apq =
(12.24)
f ( x)dx ;
a.
b.
c.
d.
y = x 3 12 x
20
10
0
-4
-3
-2
-1
-10
-20
Gb.12.5. Kurva y = x 3 12 x
Di sini terlihat bahwa dari x = 3 sampai 0 kurva berada di atas sumbu-x
dan antara x = 0 sampai +3 kurva ada di bawah sumbu-x. Untuk bagian
yang di atas sumbu-x kita mempunyai luas
x4
Aa =
( x 12 x)dx =
6x 2
3
4
x4
Ab = ( x 12 x)dx =
6 x 2 = 20,25 54 (0) = 33,75
0
4
Luas yang kita cari adalah luas bagian yang berada di atas sumbu-x
dikurangi dengan luas bagian yang di bawah sumbu-x
tetap berlaku untuk kurva yang memiliki bagian baik di atas maupun di
bawah sumbu-x.
150 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Dengan demikian maka untuk bentuk kurva seperti pada Gb.12.6. kita
dapatkan
Apq = A1 + A2 A3 + A4
yang kita peroleh dari
Apq =
y
y = f(x)
A2
A4
A3
A1
Luas Bidang Di Antara Dua Kurva. Kita akan menghitung luas bidang
di antara kurva y1 = f1( x) dan y2 = f 2 ( x) pada batas antara x = p dan x
= q . Kurva yang kita hadapi sudah barang tentu harus kontinyu dalam
rentang p x q . Kita tetapkan bahwa kurva y1 = f1( x) berada di atas
y1
x+x
y2
151
(12.25)
Asegmen =
{ f1( x) f 2 ( x)}x
(12.25)
x= p
A pq = lim
(12.26)
Apq =
+3
y1 = y2 x 2 = 4 x1 = p = 2, x2 = q = 2
Perhatikan bahwa y1 adalah fungsi pangkat dua dengan titik puncak
minimum yang berada pada posisi [0,0]. Oleh karena itu bagian
kurva y1 yang membatasi bidang yang akan kita cari luasnya, berada
di di bawah y2 = 4.
2
8 16 16 32
8
x3
=
(4 x )dx = 4 x = 8 8
Apq =
=
2
3
3
3 3
3
3
-2
x3
8
8
16 + 16
( x 4)dx =
+ 8 =
4 x = 8
Apq * =
=0
3
2
3
3
3
3
- 2
y1 = y2 x 2 + 2 = x atau x 2 + x + 2 = 0
x1 = p =
1 + 12 + 8
1 12 + 8
= 1 ; x2 = q =
=2
2
2
2
x3 x 2
+
+ 2 x
Apq = ( x + 2 + x)dx =
3
1
2
1
8
1 1
= + 2 + 4
+ 2 = 4,5
3
3
2
p=
pdt
2). Arus yang melalui suatu piranti berubah terhadap waktu sebagai
i(t) = 0,05 t ampere. Berapakah jumlah muatan yang
dipindahkan melalui piranti ini antara t = 0 sampai t = 5 detik ?
Arus i adalah laju perubahan transfer muatan, q.
i=
dq
sehingga
dt
q = idt
q = idt =
0,05tdt =
0,05 2
t
2
=
0
1,25
= 0,625 coulomb
2
f ( x)dx = lim
x 0
f ( xk )xk
k =1
Apq =
3 ( x
12 x)dx
dengan bantuan komputer. Karena yang akan kita hitung adalah luas
antara kurva dan sumbu-x, maka bagian kurva yang berada di bawah
sumbu-x harus dihitung sebagai positif. Jika kita mengambil nilai x =
0,15 maka rentang 3 x 3 akan terbagi dalam 40 segmen.
Perhitungan menghasilkan
40
Apq =
( xk 3 12 xk ) = 67,39875 67,4
k =1
Apq =
( xk 3 12 xk ) = 67,48875 67,5
k =1
(12.27)
Soal-Soal:
1.
y = 2x x2 ;
2.
y 2 y3 = x
Carilah luas bidang yang dibatasi oleh kurva dan garis berikut.
y = x 4 2x 2 dan
y = 2 x 2 5 dan
y = 2x 2
y = 2 x 2 + 5
Gb.12.8. Balok
Jika A(x) adalah luas irisan di sebelah kiri dan A(x+x) adalah luas irisan
di sebelah kanan maka volume irisan V adalah
A( x)x V A( x + x)x
Volume balok V adalah
156 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
V=
A( x )x
p
dengan A(x ) adalah luas rata-rata irisan antara A(x) dan A(x+x).
Apabila x cukup tipis dan kita mengambil A(x) sebagai pengganti A(x )
maka kita memperoleh pendekatan dari nilai V, yaitu
q
A( x)x
p
A( x)x = p A( x)dx
x o
V = lim
(12.28)
V=
0 A( x)dx = 0 [r ( x)] dx = 0 m x dx
2
2 2
(12.29)
m 2 h3 (PQ/OQ)2 h3
h
=
= r 2
3
3
3
dengan OQ = h dan r adalah nilai PQ pada x = h.
Vkerucut =
(12.30)
f(x)
0 a
A( x) = (r ( x) )2 = ( f ( x) )2
sehingga
V=
a ( f ( x)) dx
2
(12.31)
y
2000
0 a
l = PQ = x 2 + y 2
Salah satu segmen diperlihatkan pada Gb.12.12.
Ada satu titik P yang terletak pada kurva di segmen ini yang terletak
antara P dan Q di mana turunan fungsi y ( P ) , yang merupakan garis
singgung di P, sejajar dengan PQ. Menggunakan pengertian y(P) ini,
l dapat dinyatakan sebagai
Q
P
x
x
a
b
Gb.12.12. Salah satu segmen pada kurva y = f (x) .
Setiap segmen memiliki y(P) masing-masing yaitu y k , dan l
masing-masing yaitu lk . Jika n dibuat menuju , panjang kurva dari x =
a ke x = b adalah
n
lab = lim
lk = lim
k =1
x 0
k =1
lab =
atau
1 + ( yk )2 x = lim
1 + ( yk )2 x
k =1
dy
1 + dx
dx
(12.32)
Perlu kita ingat bahwa panjang suatu kurva tidak tergantung dari posisi
sumbu koordinat. Oleh karena itu (12.32) dapat ditulis juga sebagai
b
dx
lab =
1 + dy
a
dy
bebas.
159
( y rr ) x (q p) =
p f ( x)dx
(12.34)
Ruas kanan (12.34) adalah luas bidang antara kurva fungsi y = f (x)
dengan sumbu-x mulai dari x = p sampai x = q. Ruas kiri (12.34) dapat
ditafsirkan sebagai luas segi empat dengan panjang (q p) dan lebar
(yrr)x. Namun kita perlu hati-hati sebab dalam menghitung ruas kanan
(12.34) sebagai luas bidang antara kurva fungsi y = f (x) dengan sumbux bagian kurva yang berada di bawah sumbu-x memberi kontribusi positif
pada luas bidang yang dihitung; sedangkan dalam menghitung nilai ratarata (12.33) kontibusi tersebut adalah negatif.
Sebagai contoh, kita ambil fungsi y = x 3 12 x .
Bab 13
Integral (2)
(Integral Tak Tentu)
Dalam bab sebelumnya kita telah mengenal macam-macam perhitungan
integral. Salah satu cara mudah untuk menghitung integral adalah dengan
pendekatan numerik, walaupun cara ini memberikan hasil yang
mengandung error. Namun error dalam pendekatan numerik bisa ditekan
sampai pada batas-batas toleransi. Dalam bab ini kita akan melihat
perhitungan integral tak tentu secara analitis dari macam-macam fungsi.
adx = ax + K
adx
Contoh: y = 2dx = 2 x + K
13.2. Integral Fungsi Mononom:
x dx
n
Contoh: y = 2 x 2 dx = 2 x 2 dx =
13.3. Integral Fungsi Polinom
(x
x n dx =
x n +1
+K
n +1
2 3
x +K
3
+ x m )dx
( x n + x m )dx =
x n +1 x m +1
+
+ K,
n +1 m +1
dengan syarat n 1, m 1
161
v n dv =
dx
v n +1
dv + K
n +1
karena
v n +1
= v n dv dengan syarat n 1. Formulasi ini digunakan untuk
n +1
mencari
v dx .
n
Contoh: Hitunglah y = (2 x + 1) 2 dx
Misalkan v = 2 x + 1 dv = 2dx dx =
dv
2
8 x 3 + 12 x 2 + 6 x + 1
v2
v3
dv =
+K=
+K
2
6
6
4
1
= x3 + 2 x 2 + x + + K
3
6
Kita coba untuk meyakinkan hasil ini dengan hasil yang akan
diperoleh jika polinom kita kuadratkan lebih dulu.
y = (2 x + 1) 2 dx =
4 x3 4 x 2
+
+ x + K
3
2
Hasil perhitungan sama dengan hasil sebelumnya,
y = (2 x + 1) 2 dx = (4 x 2 + 4 x + 1)dx =
K = K + 1/ 6 .
Contoh: Hitunglah y =
3x
dx
1 x2
dv
dv
Misalkan 1 x 2 = v
= 2 x dx =
dx
2x
y=
3x
1 x 2
dx =
dv
3 1 / 2
3 v1/ 2
=
= 3 1 x 2
v
dv =
1/ 2 2x
2
2
1
/
2
v
3x
( x + 1)
dx ;
4 x + 1dx ;
2 + 5 x dx ;
(3x + 2)2 dx ;
x
2 x2 + 1
dx
dv
d (ln v) =
dv
,
v
dv
maka
= ln v + K .
Integrasi
ini
v dx .
n
2x
x 2 + 1 dx
dv
dv
= 2 x dx =
2x
dx
2x
2 x dv
dx =
= ln v + K = ln( x 2 + 1) + K
2
v 2x
x +1
Misalkan v = x 2 + 1
y=
dx
;
2x + 3
x 2 dx
dx
xdx
xdx
xdx
4 x3 ; 2 3x ; x + 1 ; 1 x 2 ; 4 x 2 + 1
e dv = e
v
+K
Soal-Soal:
e 2 x dx ;
xe x dx ;
e x dx
1 + 2e x
e x / 3dx ;
a v dv =
av
+K
ln a
Contoh: Carilah y = 32 x dx
dv
dv
= 2 dx =
Misalkan v = 2x
dx
2
y = 32 x dx =
3v
1 32 x
dv =
+K
2
2 ln 3
163
dv
dv
= 2 dx =
dx
2
sin v
cos v
cos 2 x
y = sin 2 xdx =
dv =
=
2
2
2
Misalkan v = 2 x
dv
dv
= 2 dx =
dx
2
1
1
cosh(v)dv = sinh v + K
y = cosh(2 x + 1)dx =
2
2
1
= sinh(2 x + 1) + K
2
Misalkan v = 2 x + 1
sinh x
dx ;
2 xdx ;
sinh x
cosh 4 x dx ; tanh
xdx
dv
1 v2
dv
Contoh: Carilah y =
sampai
31,
dx
1 4x 2
dx =
dv
1 + v2 ,
dv
= 8 x atau
dx
dv
. Kalau pemisalan ini kita masukkan dalam persoalan
8x
1 / 2
dv
8x
yang tidak dapat diproses lebih lanjut; persoalan integral tidak dapat
ter-transformasi menjadi integral dalam peubah v.
Namun bentuk
dx
1 4x2
yang menghasilkan
y=
1 1
1
sin v + K = sin 1 (2 x) + K
2
2
dx
1 x2
165
dv
dx
dx
2. d (kv) = kdv
1. dv = v + K
3. d (v + w) = dv + dw
3. (dv + dw) = dv + dw
1. dv =
4. dv n = nv n 1dv
5. d (ln v) =
dv
v
6. dev = ev dv
7. da v = a v ln adv
8. d (sin v) = cos vdv
9. d (cos v) = sin vdv
10. d (tan v) = sec2 vdv
11. d (cot v) = csc2 vdv
12. d (sec v) = sec v tan vdv
13. d (csc v) = csc v cot vdv
14. d (sinh v) = cosh v
15. d (cosh v) = sinh vdv
16. d (tanh v) = sec h 2vdv
2.
kdv = k dv
4. v n dv =
n +1
v
+ C ; n1
n +1
dv
v = ln v + K
6. ev dv = ev + K
5.
av
+K
ln a
dv
20. d (sin 1 v) =
20.
1 v2
dv
21. d (cos 1 v) =
1 v
22. d tan 1 v =
23. d cot 1 v =
24. d sec1 v =
21.
2
dv
2
1+ v
dv
1+ v
dv
2
dv
v v 1
26. d (sinh
dv
v) =
27. d (cosh 1 v) =
1+ v2
dv
29. d (coth 1 v) =
30. d (sec h 1v) =
1 v
dv
1 v
dv
v 1 v
dv
v 1+ v
dv
24.
dv
26.
27.
= cos 1 v + K
1 v2
1 + v2 = cot
dv
dv
23.
v 1
28. d (tanh 1 v) =
1 v
= sin 1 v + K
1 + v 2 = tan
25.
dv
22.
v v 1
25. d csc1 v =
dv
v+K
= sec1 v + K , v >0
v 1
dv
v v2 1
dv
1+ v
2
= sinh 1 v + K
dv
= csc 1 v + K , v >0
= cosh 1 v + K
v 1
dv
28.
1 v 2 = tanh
29.
1 v2 = coth
30.
31.
v+K
dv
dv
1 v
dv
1+ v
v + K ; jika |v|<1
v + K ; jika |v|>1
= sec h 1 v + K ;
= csc h 1 v + K ;
167
vdv
dv
v dv ; v
n
e dv ; a dv
Fungsi trigonometri: cos vdv ; sin vdv ; sec2 vdv ; csc2 vdv ;
sec tan vdv ; csc cot vdv .
tetapi tidak: tan vdv ; cot vdv ; sec vdv ; csc vdv .
2
Fungsi hiperbolik:
cosh vdv ; sinh vdv ; sec h vdv ;
2
csc h vdv ; sec hv tanh vdv ; cschv coth vdv .
tetapi tidak: tanh vdv ; coth vdv ; sec hvdv ; csc hvdv .
v
Fungsi exponensial:
dv
1 v
dv
v2 1
dv
1 + v2 ; v
1 v2 ; v
dv
dv
v 1
dv
1 v2
dv
1 + v2
dv
1 + v2
sin
vdv ;
tan
xdx ; sinh
vdv ;
tanh
vdv
dv
a2 + v2 ;
a 2 v 2 dv;
v 2 a 2 dv; dsb
Bab 14
Integral (3)
(Integral Tentu)
14.1. Luas Sebagai Suatu Integral. Integral Tentu
Integral tentu merupakan integral yang batas-batas integrasinya jelas.
Konsep dasar dari integral tertentu adalah luas bidang yang dipandang
sebagai suatu limit.
Kita akan menghitung luas bidang yang dibatasi oleh suatu kurva y =
f(x), sumbu-x, garis vertikal x = p, dan x = q, yaitu luas bagian yang
diarsir pada Gb.14.1.a.
Sebutlah luas bidang ini Apq. Bidang ini kita bagi dalam n segmen dan
kita akan menghitung luas setiap segmen dan kemudian
menjumlahkannya untuk memperoleh Apq.
Jika penjumlahan luas segmen kita lakukan dengan menghitung luas
segmen seperti tergambar pada Gb.14.1.b, kita akan memperoleh luas
yang lebih kecil dari dari luas yang kita harapkan; sebutlah jumlah luas
segmen ini Apqb (jumlah luas segmen bawah).
Jika penjumlahan luas segmen kita lakukan dengan menghitung luas
segmen seperti tergambar pada Gb.14.1.c, kita akan memperoleh luas
yang lebih besar dari dari luas yang kita harapkan; sebutlah jumlah luas
segmen ini Apqa (jumlah luas segmen atas).
Kedua macam perhitungan tersebut di atas akan mengakibatkan
terjadinya galat (error). Antara mereka ada selisih seperti digambarkan
pada Gb.14.1.d.
Jika x0k adalah suatu nilai x di antara kedua batas segmen ke-k, yaitu
antara xk dan (xk+x), maka berlaku
f ( xk ) f ( x0k ) f ( xk + x)
(14.1)
(14.2)
169
(a)
(b)
(c)
0 p
y
0 p
y
0 p
y
y = f(x)
x2
xk+1
xn q
xk xk+1
xn q
xk xk+1
xn q
xk
y = f(x)
x2
y = f(x)
x2
y = f(x)
xk xk+1
xn q x
(d) 0 p x2
Gb.14.1. Menghitung luas bidang di bawah kurva.
Sekarang luas segmen di ruas kiri, tengah, dan kanan dari (14.2) kita
jumlahkan dari 1 sampai n (yaitu sebanyak jumlah segmen yang kita
buat), kita akan memperoleh
n
f ( xk )xk
k =1
f ( x0 k )xk
k =1
f ( xk + x)xk
(14.3)
k =1
Ruas paling kiri adalah jumlah luas segmen bawah, Apqb; ruas paling
kanan adalah jumlah luas segmen atas, Apqa; ruas yang di tengah adalah
jumlah luas segmen pertengahan, kita namakan An. Jelaslah bahwa
A pqb An A pqa
(14.4)
Nilai An dapat dipakai sebagai pendekatan pada luas bidang yang kita
cari. Galat (error) yang terjadi sangat tergantung dari jumlah segmen, n.
Jika n kita perbesar menuju tak hingga, seraya menjaga agar semua xk
menuju nol, maka luas bidang yang kita cari adalah
(14.5)
Jadi apabila kita menghitung limitnya, kita akan memperoleh nilai limit
yang sama, apakah kita menggunakan penjumlahan segmen bawah, atau
atas, atau pertengahannya. Limit yang sama ini disebut integral tertentu,
dituliskan
Apq =
p f ( x)dx
(14.6)
Integral tertentu (14.6) ini terkait dengan integral tak tentu (9.12)
Apq =
(14.7)
f ( x)dx ;
a.
b.
c.
d.
171
y
y = x312x 20
10
0
-4
-3
-2
-1
-10
-20
Gb.14.2. Kurva y = x 3 12 x
Kita akan menghitung luas antara y = x 3 12 x dan sumbu-x dari x = 3
sampai x = +3. Bentuk kurva diperlihatkan pada Gb.14.2
Di sini terlihat bahwa dari x = 3 sampai 0 kurva berada di atas sumbu-x
dan antara x = 0 sampai +3 kurva ada di bawah sumbu-x. Untuk bagian
yang di atas sumbu-x kita mempunyai luas
x4
Aa =
( x 12 x)dx =
6x2
3
4
Ab =
( x3 12 x)dx =
x4
6x2
4
Luas yang kita cari adalah luas bagian yang berada di atas sumbu-x
dikurangi dengan luas bagian yang di bawah sumbu-x
A=
tetap berlaku untuk kurva yang memiliki bagian baik di atas maupun di
bawah sumbu-x.
Dengan demikian maka untuk bentuk kurva seperti pada Gb.14.3. kita
dapatkan
Apq = A1 + A2 A3 + A4
yang kita peroleh dari
Apq =
y
y = f(x)
A2
p
A1
A4
A3
173
y1
Apx
p
x+x
y2
Asegmen = { f1 ( x) f 2 ( x)}x
(14.8)
Asegmen =
{ f1( x) f 2 ( x)}x
(14.9)
x= p
Apq = lim
(14.10)
Apq =
+3
y1 = y2 x 2 = 4
x1 = p = 2, x2 = q = 2
Perhatikan bahwa y1 adalah fungsi pangkat dua dengan titik puncak
minimum yang berada pada posisi [0,0]. Oleh karena itu bagian
kurva y1 yang membatasi bidang yang akan kita cari luasnya, berada
di di bawah y2 = 4.
2
Apq
x 3
(4 x )dx == 4 x
=
2
3
-2
8
8 16 16 32
=
8 8
=
3
3 3
3
3
x3
( x 4)dx =
4 x
Apq * =
3
2
- 2
8
8
16 + 16
+ 8 =
=0
8
3
3
3
3
y1 = y2 x 2 + 2 = x atau x 2 + x + 2 = 0
x1 = p =
1 + 12 + 8
1 12 + 8
= 1; x2 = q =
=2
2
2
2
x3 x 2
= ( x + 2 + x)dx =
+
+ 2 x
3
1
2
1
Apq
8
1 1
= + 2 + 4
+ 2 = 4,5
3
3
2
p=
dw
yang memberikan w =
dt
pdt
w=
i=
dq
sehingga q = idt
dt
q = idt =
0,05tdt =
0,05 2
t
2
=
0
1,25
= 0,625 coulomb
2
2.
f ( x)dx = lim
x 0
f ( xk )xk
k =1
dengan f(xk) adalah nilai f(x) dalam interval xk yang besarnya akan
sama dengan nilai terendah dan tertinggi dalam segmen xk jika x
menuju nol.
Dalam aplikasi praktis, kita tentu bisa menetapkan suatu nilai x
sedemikian rupa sehingga jika kita mengambil f(xk) sama dengan nilai
terendah ataupun tertinggi dalam xk, hasil perhitungan akan lebih rendah
ataupun lebih tinggi dari nilai yang diharapkan. Namun error yang terjadi
masih berada dalam batas-batas toleransi yang dapat kita terima. Dengan
cara ini kita mendekati secara numerik perhitungan suatu integral, dan
kita dapat menghitung dengan bantuan komputer.
Sebagai ilustrasi kita akan menghitung kembali luas bidang yang dibatasi
oleh kurva y = x 3 12 x dengan sumbu-x antara x = 3 dan x = +3. Lauas
177
ini telah dihitung dan menghasilkan Apq = 67,5 . Kali ini kita melakukan
perhitungan pendekatan secara numerik dengan bantuan komputer.
Apq =
3 ( x
12 x)dx
Karena yang akan kita hitung adalah luas antara kurva dan sumbu-x,
maka bagian kurva yang berada di bawah sumbu-x harus dihitung sebagai
positif. Jika kita mengambil nilai x = 0,15 maka rentang 3 x 3
akan terbagi dalam 40 segmen. Perhitungan menghasilkan
40
A pq =
( xk 3 12 xk ) = 67,39875 67,4
k =1
Apq =
( xk 3 12 xk ) = 67,48875 67,5
k =1
(14.13)
Bab 15
Persamaan Diferensial
(Orde Satu)
15.1. Pengertian
Persamaan diferensial adalah suatu persamaan di mana terdapat satu atau
lebih turunan fungsi. Persamaan duferensial diklasifikasikan sebagai:
1. Menurut jenis atau tipe: ada persamaan diferensial biasa dan
persamaan diferensial parsial. Jenis yang kedua tidak kita
pelajari di buku ini, karena kita hanya meninjau fungsi dengan
satu peubah bebas.
2. Menurut orde: orde persamaan diferensial adalah orde tertinggi
turunan fungsi yang ada dalam persamaan.
tiga;
3.
d2y
2
d3y
dx3
adalah orde
dy
adalah orde satu.
dx
dx
Menurut derajat: derajat suatu persamaan diferensial adalah
pangkat tertinggi dari turunan fungsi orde tertinggi.
2
d3y d 2 y
y
Sebagai contoh: 3 + 2 + 2
= e x adalah persamaan
dx dx
+
x
1
15.2. Solusi
Suatu fungsi y = f(x) dikatakan merupakan solusi suatu persamaan
diferensial jika persamaan tersebut tetap terpenuhi dengan digantikannya
y dan turunannya dalam persamaan tersebut oleh f(x) dan turunannya.
Kita ambil satu contoh:
179
dt
dy
x
adalah
= ke , dan jika ini kita masukkan dalam
dt
f ( y )dy + g ( x)dx = 0
(15.1)
f ( y)dy + g ( x)dx) = K
(15.2)
dy e x
dy
=
= ex y .
Persamaan ini dapat kita tuliskan
dx e y
dx
sehingga kita dapatkan persamaan dengan peubah terpisah
e y dy e x dx = 0 dan
e dy e dx = K
y
sehingga e y e x = K atau e y = e x + K
2).
dy 1
=
. Pemisahan peubah akan memberikan bentuk
dx xy
ydy
sehingga
dx
= 0 dan
x
dx
ydy x
=K
y2
ln x = K atau y = ln x 2 + K
2
dy
y
= F
dx
x
(15.3)
dx
dv
+
=0
x v F (v )
(15.5)
181
(1 +
y2
x2
)dx = 2
y
dy
1 + ( y / x) 2
dy sehingga
=
= F ( y / x)
x
dx
2( y / x )
y = vx dan
dy
dv
=v+ x
dx
dx
v+x
1 + v2
1 + 3v 2
1 + v2
dv
dv
atau x
=
= v
=
2v
2v
2v
dx
dx
dv
2
(1 + 3v ) / 2v
dx
x
atau
dx
2vdv
+
=0
x 1 + 3v 2
d (ln x) 1
= . Kita coba hitung
dx
x
d ln(1 + 3x 2 ) d ln(1 + 3x 2 ) d (1 + 3 x 2 )
1
=
=
(6 x )
2
dx
dx
d (1 + 3x )
1 + 3x 2
Kembali ke persamaan kita. Dari percobaan perhitungan di atas
kita dapatkan solusi dari
dx
2vdv
+
=0
x 1 + 3v 2
1
1
adalah ln x + ln(1 + 3v 2 ) = K = ln K atau
3
3
3 ln x + ln(1 + 3v 2 ) = K = ln K sehingga x 3 (1 + 3v 2 ) = K
Dalam x dan y solusi ini adalah
x 3 1 + 3( y / x) 2 = K atau x x 2 + 3 y 2 = K
dy
+ Py = Q
dx
(15.6)
dy
+ by = f (t )
dt
(15.7)
Persamaan diferensial linier orde satu seperti ini biasa kita temui pada
peristiwa transien (atau peristiwa peralihan) dalam rangkaian listrik. Cara
yang akan kita gunakan untuk mencari solusi adalah cara pendugaan.
Peubah y adalah keluaran rangkaian (atau biasa disebut tanggapan
rangkaian) yang dapat berupa tegangan ataupun arus sedangkan nilai a
dan b ditentukan oleh nilai-nilai elemen yang membentuk rangkaian.
Fungsi f(t) adalah masukan pada rangkaian yang dapat berupa tegangan
ataupun arus dan disebut fungsi pemaksa atau fungsi penggerak.
Persamaan diferensial seperti (15.7) mempunyai solusi total yang
merupakan jumlah dari solusi khusus dan solusi homogen. Solusi khusus
adalah fungsi yang dapat memenuhi persamaan (15.7) sedangkan solusi
homogen adalah fungsi yang dapat memenuhi persamaan homogen
dy
+ by = 0
dt
(15.8)
183
Hal ini dapat difahami karena jika f1(t) memenuhi (15.7) dan fungsi f2(t)
memenuhi (15.8), maka y = (f1+f2) akan memenuhi (15.7) sebab
dy
d ( f1 + f 2 )
+ by = a
+ b( f1 + f 2 )
dt
dt
df
df
df
= a 1 + bf1 + a 2 + bf 2 = a 1 + bf1 + 0
dt
dt
dt
Jadi y = (f1+f2) adalah solusi dari (15.7), dan kita sebut solusi total yang
terdiri dari solusi khusus f1 dari (15.7) dan solusi homogen f2 dari (15.8).
aK1se st + bK1e st = 0
atau
K1(as + b ) y = 0
(15.9)
Peubah y tidak mungkin bernilai nol untuk seluruh t dan K1 juga tidak
boleh bernilai nol karena hal itu akan membuat y bernilai nol untuk
seluruh t. Satu-satunya cara agar persamaan (15.9) terpenuhi adalah
as + b = 0
(15.10)
ya = K1e st = K1e (b / a ) t
(15.11)
Solusi khusus. Solusi khusus dari (15.7) tergantung dari bentuk fungsi
pemaksa f(t). Seperti halnya dengan solusi homogen, kita dapat
melakukan pendugaan pada solusi khusus. Bentuk solusi khusus haruslah
sedemikian rupa sehingga jika dimasukkan ke persamaan (15.7) maka
ruas kiri dan ruas kanan persamaan itu akan berisi bentuk fungsi yang
sama. Jika solusi khusus kita sebut yp, maka yp dan turunannya harus
mempunyai bentuk sama agar hal tersebut terpenuhi. Untuk berbagai
bentuk f(t), solusi khusus dugaan yp adalah sebagai berikut.
Jika f (t ) = 0 , maka y p = 0
Jika f (t ) = A = konstan, maka y p = konstan = K
Jika f (t ) = Aet = eksponensial, maka
y p = eksponensial = Ket
Jika f (t ) = A sin t , atau f (t ) = A cos t , maka
y p = K c cos t + K s sin t
Perhatikan : y = K c cos t + K s sin t adalah
bentuk umum fungsi sinus maupun cosinus .
Solusi total. Jika solusi khusus kita sebut yp, maka solusi total adalah
y = y p + ya = y p + K1e s t
(15.12)
Pada solusi lengkap inilah kita dapat menerapkan kondisi awal yang akan
memberikan nilai K1.
status. Peubah status harus merupakan fungsi kontinyu. Nilai peubah ini,
sesaat sesudah dan sesaat sebelum terjadi perubahan harus bernilai sama.
Jika kondisi awal ini kita sebut y(0+) maka
y (0 + ) = y ( 0 )
(15.13)
Jika kondisi awal ini kita masukkan pada dugaan solusi lengkap (14.12)
akan kita peroleh nilai K1.
y (0 + ) = y p (0 + ) + K1 K1 = y (0 + ) y p (0 + )
(15.14)
yp(0+) adalah nilai solusi khusus pada t = 0+. Nilai y(0+) dan yp(0+) adalah
tertentu (yaitu nilai pada t = 0+). Jika kita sebut
y (0+ ) y p (0 + ) = A0
(15.15)
y = y p + A0 e s t
(15.16)
V, analisis transien
Persamaan karakteristik : s + 3 = 0 s = 3
Dugaan solusi homogen : va = A0 e 3 t
Dugaan solusi khusus : v p = 0
Dugaan solusi total : v = v p + A0 e 3t
Kondisi awal : v (0 + ) = 10 V
Penerapan kondisi awal memberikan : 10 = 0 + A0
Solusi total menjadi : v = 10 e 3t V
Fungsi Pemaksa Berbentuk Anak Tangga. Kita telah mempelajari
bahwa fungsi anak tangga adalah fungsi yang bernilai 0 untuk t < 0 dan
bernilai konstan untuk t > 0. Jadi jika kita hanya meninjau keadaan
untuk t > 0 saja, maka fungsi pemaksa anak tangga dapat kita tuliskan
sebagai f(t) = A (tetapan).
Contoh: Suatu analisis rangkaian memberikan persamaan
103
dv
+ v = 12
dt
187
dv
+ 5v = 200
dt
Persamaan karakteristik : s + 5 = 0 s = 5
Dugaan solusi homogen : va = A0 e 5 t
Dugaan solusi khusus : v p = K 0 + 5K = 200 v p = 40
Dugaan solusi lengkap : v = v p + A0 e 5t = 40 + A0 e 5t
Kondisi awal : v(0 + ) = 11 V. Penerapan kondisi awal memberikan :
11 = 40 + A0 A0 = 29
Tanggapan total : v = 40 29 e 5t V.
Fungsi Pemaksa Berbentuk Sinus. Berikut ini kita akan mencari solusi
jika fungsi pemaksa berbentuk sinus. Karena solusi homogen tidak
tergantung dari bentuk fungsi pemaksa, maka pencarian solusi homogen
dari persamaan ini sama seperti apa yang kita lihat pada contoh-contoh
sebelumnya. Jadi dalam hal ini perhatian kita lebih kita tujukan pada
pencarian solusi khusus.
Dengan pengertian bahwa kita hanya memandang kejadian pada t > 0,
bentuk umum dari fungsi sinus yang muncul pada t = 0 kita tuliskan
y = A cos(t + )
188 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Melalui relasi
y = Ac cos t + As sin t
dengan Ac = A cos dan
As = A sin
y = Ac cos t + As sin t ;
dy
= Ac sin t + As cos t ;
dt
d2y
dt
= Ac 2 cos t As 2 sin t
Persamaan karakteristik : s + 5 = 0 s = 5
Dugaan solusi homogen : va = A0e 5 t
Fungsi pemaksa berbentuk sinus. Solusi khusus kita duga akan
berbentuk sinus juga.
189
Ac = 4 dan As = 8
Ringkasan. Solusi total terdiri dari solusi khusus dan solusi homogen.
Solusi homogen merupakan bagian transien dengan konstanta waktu
yang ditentukan oleh tetapan-tetapan dalam persamaan, yang dalam hal
rangkaian listrik ditentukan oleh nilai-nilai elemen rangkaian. Solusi
khusus merupakan solusi yang tergantung dari bentuk fungsi pemaksa,
yang dalam hal rangkaian listrik ditentukan oleh masukan dari luar;
solusi khusus merupakan bagian mantap atau kondisi final.
y = y p (t ) + A0 e t /
Solusi khusus :
ditentukan oleh fungsi pemaksa.
merupakan komponen mantap;
tetap ada untuk t .
Solusi homogen :
tidak ditentukan oleh fungsi pemaksa.
merupakan komponen transien; hilang pada t
; sudah dapat dianggap hilang pada t = 5.
konstanta waktu = a/b pada (14.10)
Soal-Soal:
1.
2.
191
3.
4.
di
+ 10 4 i = 100u (t ) , i(0 + ) = 0 ;
dt
di
b).
+ 10 4 i = 100u (t ) , i (0 + ) = 0,02
dt
a).
5.
dv
+ 5v = 10 cos(5t )u (t ) , v (0 + ) = 0 ;
dt
dv
b).
+ 10v = 10 cos(5t )u (t ) , v (0 + ) = 5
dt
a).
Bab 16
Persamaan Diferensial (2)
(Orde Dua)
16.1. Persamaan Diferensial Linier Orde Dua
Secara umum persamaan diferensial linier orde dua berbentuk
d2y
dt
+b
dy
+ cy = f (t )
dt
(16.1)
Pada persamaan diferensial orde satu kita telah melihat bahwa solusi
total terdiri dari dua komponen yaitu solusi homogen dan solusi khusus.
Hal yang sama juga terjadi pada persamaan diferensial orde dua yang
dengan mudah dapat ditunjukkan secara matematis seperti halnya pada
persamaan orde pertama. Perbedaan dari kedua macam persamaan ini
terletak pada kondisi awalnya. Pada persamaan orde dua terdapat dua
kondisi awal dan kedua kondisi awal ini harus diterapkan pada dugaan
solusi total. Dua kondisi awal tersebut adalah
y (0+ ) = y (0 ) dan
dy +
(0 ) = y ' (0 )
dt
(16.2)
d2y
dt
+b
dy
+ cy = 0
dt
(16.3)
Ke st as 2 + bs + c = 0
(16.4)
193
Fungsi est tidak boleh nol untuk semua nilai t . Kondisi K = 0 juga tidak
diperkenankan karena hal itu akan berarti ya = 0 untuk seluruh t. Satusatunya jalan agar persamaan ini dipenuhi adalah
as 2 + bs + c = 0
(16.4)
s1, s2 =
b b 2 4ac
2a
(16.5)
dan
ya 2 = K 2 e s 2 t
(16.6)
Jika ya1 merupakan solusi dan ya2 juga merupakan solusi, maka jumlah
keduanya juga merupakan solusi. Jadi solusi homogen yang kita cari
akan berbentuk
ya = K1e s1t + K 2e s 2t
(16.7)
Solusi Khusus. Sulusi khusus kita cari dari persamaan (16.1). Solusi
khusus ini ditentukan oleh bentuk fungsi pemaksa, f(t). Cara menduga
bentuk solusi khusus sama dengan apa yang kita pelajari pada persamaan
orde satu. Kita umpamakan solusi khusus ykhusus = yp.
Solusi Total. Dengan solusi khusus yp maka solusi total menjadi
y = y p + ya = y p + K1e s1t + K 2e s 2t
(16.8)
Dua Akar yata Berbeda. Kalau kondisi awal y(0+) dan dy/dt (0+) kita
terapkan pada solusi total (16.8), kita akan memperoleh dua persamaan
yaitu
A0 = y (0 + ) y p (0 + )
dan
B0 = y(0 + ) yp (0 + )
dan
s1K1 + s2 K 2 = B0
(16.10)
K1 + K 2 = A0
dan dari sini kita memperoleh
s A B0
K1 = 2 0
s2 s1
dan
s A B0
K2 = 1 0
s1 s2
s A B0 s1t s1 A0 B0 s2 t
y = yp + 2 0
e +
e
s2 s1
s1 s2
(16.11)
Berikut ini kita lihat suatu contoh. Seperti halnya pada persamaan orde
pertama, pada persamaan orde dua ini kita juga mengartikan solusi
persamaan sebagai solusi total. Hal ini didasari oleh pengertian tentang
kondisi awal, yang hanya dapat diterapkan pada solusi total. Persamaan
yang hanya mempunyai solusi homogen kita fahami sebagai persamaan
dengan solusi khusus yang bernilai nol.
195
d 2v
2
dt
dengan kondisi awal
+ 8,5 103
dv
+ 4 106 v = 0
dt
dv +
(0 ) = 0 0 = K1s1 + K 2 s2 = K1s1 + (15 K1 ) s2
dt
15(8000)
15s2
= 16 K 2 = 15 K1 = 1
=
K1 =
s1 s2 500 + 8000
Dua Akar yata Sama Besar. Kedua akar yang sama besar tersebut
dapat kita tuliskan sebagai
s1 = s dan s2 = s + ; dengan 0
Dengan demikian maka solusi total dapat kita tulis sebagai
y = y p + K1e s1t + K 2e s 2t
= y p + K1e st + K 2e( s + )t
(16.12)
(16.13)
Kalau kondisi awal pertama y(0+) kita terapkan, kita akan memperoleh
y (0+ ) = y p (0+ ) + K1 + K 2
K1 + K 2 = y (0 + ) y p (0+ ) = A0
Jika kondisi awal kedua dy/dt (0+) kita terapkan, kita peroleh
B A0 s
A0 s + K 2 = B0 K 2 = 0
B A0 s
K1 = A0 0
(16.14)
B A0 s st B0 A0 s ( s + )t
y = y p + A0 0
e
e +
B A0 s B0 A0 s t st
= y p + A0 0
e e
+
(16.15.a)
1 e t st
e
= y p + A0 + ( B0 A0 s) +
Karena
t
1 e t
= lim e 1 = t
lim +
0
0
y = y p + [A0 + ( B0 A0 s) t ] e st
(16.15.b)
y = y p + [K a + K b t ] e st
(16.15.c)
+ 4 103
dv
+ 4 106 v = 0
dt
dv +
(0 ) = 0
dt
dv
= Kb e st + (K a + Kbt ) s e st
dt
dv +
(0 ) = 0 = K b + K a s K b = K a s = 30000
dt
memberikan
s1 = + j
dan
s2 = j
y = y p + K1e ( + j) t + K 2e( j) t
= y p + K1e + j t + K 2e j t e t
(16.16)
+ K1e jt + K 2e jt et
Kita akan memperoleh
dy +
(0 ) = y (0 + ) = yp (0 + ) + ( jK1 jK 2 ) + (K1 + K 2 )
dt
j(K1 K 2 ) + (K1 + K 2 ) = y(0 + ) yp (0 + ) = B0
K1 + K 2 = A0
B A0
j(K1 K 2 ) + (K1 + K 2 ) = B0 K1 K 2 = 0
j
K1 =
A0 + ( B0 A0 ) / j
2
K2 =
A0 ( B0 A0 ) / j
2
A + ( B0 A0 ) / j + j t A0 ( B0 A0 ) / j j t t
+
y = yp + 0
e
e
e
2
2
e + j t + e j t ( B0 A0 ) e + j t e j t
= y p + A0
+
2
2j
t
e
( B A0 )
sin t et
= y p + A0 cos t + 0
(16.17)
A0 dan B0 mempunyai nilai tertentu yang ditetapkan oleh kondisi awal
sedangkan dan memiliki nilai tertentu (dalam rangkaian listrik
ditentukan oleh nilai elemen rangkaian). Dengan demikian solusi total
dapat kita tuliskan sebagai
y = y p + (K a cos t + K b sin t ) et
(16.18)
199
Soal-Soal:
1.
a).
dt 2
d 2v
b).
dt 2
d 2v
c).
dt
2.
dv
dv +
+ 10v = 0 ; v(0 + ) = 0,
(0 ) = 15
dt
dt
+4
dv
dv +
+ 4 v = 0 ; v (0 + ) = 0 ,
(0 ) = 10
dt
dt
+4
dv
dv +
+ 5v = 0 ; v(0 + ) = 0 ,
(0 ) = 5
dt
dt
a).
dt 2
b).
c).
3.
+7
+ 10
d 2v
dt 2
d 2v
dt 2
dv
dv(0)
+ 24v = 100u (t ) ; v(0 + ) = 5,
= 25
dt
dt
+ 10
+8
dv
dv(0)
+ 25v = 100u (t ); v(0 + ) = 5,
= 10
dt
dt
dv
dv(0)
+ 25v = 100u (t ); v(0 + ) = 5,
= 10
dt
dt
c).
d 2v
dt 2
d 2v
dt 2
d 2v
dt 2
+6
dv
dv +
+ 8v = 100[cos 1000 t ] u (t ) , v(0 + ) = 0,
(0 ) = 0
dt
dt
+6
dv
dv +
+ 9v = 100[cos 1000 t ] u (t ) , v(0 + ) = 0,
(0 ) = 0
dt
dt
+2
dv
dv +
+ 10v = 100[cos 1000 t ] u (t ) , v(0 + ) = 0,
(0 ) = 0
dt
dt
Bab 17
Koordinat Polar
Sampai dengan Bab-16 kita membicarakan fungsi dengan kurva-kurva
yang digambarkan dalam koordinat sudut-siku, x-y. Di bab ini kita akan
melihat sistem koordinat polar.
yP = r sin ; xP = r cos
(17.1)
dengan r adalah jarak antara titik P dengan titik-asal [0,0] dan adalah
sudut yang dibentuk oleh arah r dengan sumbu-x, seperti terlihat pada
Gb. 17.1.
y
P[r,]
yP
r
[0,0]
xP
( x a ) 2 + ( y b) 2 = c 2
201
(r cos a) 2 + (r sin b) 2 = c 2
(17.2.a)
(r
2r (a cos + b sin ) + a 2 + b 2 c 2 = 0
(17.2.c)
r 2a cos = 0
(17.2.d)
P[r,]
P[r,]
[0,0]
[0,0]
x
a
(a)
(b)
Gb.17.2. Lingkaran
Contoh: r = 2(1 cos ) . Bentuk kurva fungsi ini terlihat pada Gb.17.3
yang disebut kardioid (cardioid) karena bentuk yang seperti hati.
3
P[r,]
0
-3
-5
-1
1 x
-1
-2
-3
y
P[r,]
0
-5
-3
-1
-1
-2
-3
203
0,5
0
-1
y=2
P[r,]
1,5
0
-0,5
= = 3
-1
= 4 = 2
Gb.17.5 Kurva r = 2
Pada persamaan kurva ini jika = 0 maka 0 = 2; suatu hal yang tidak
benar. Ini berarti bahwa tidak ada titik pada kurva yang bersesuaian
dengan = 0. Akan tetapi jika mendekati nol maka r mendekati ;
garis y = 2 merupakan asimptot dari kurva ini. Perhatikanlah bahwa
perpotongan kurva dengan sumbu-x tidak berarti = 0 dan terjadi pada
= , 2, 3, 4, dst.
l1
y
l2
P[r,]
r
O
P[r,]
r cos = a
(17.3)
r sin = b
(17.4)
(17.5)
y
l3
A
205
y
P[r,]
l4
r a
es =
PF
PD
(17.7)
y
P[r,]
k
direktriks
PF = r
206 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
PD = AB = AF + FB = k + r cos
sehingga r = es (k + r cos ) = es k + es r cos
Dari sini kita dapatkan
r=
es k
1 es cos
(17.8)
r=
k
1 cos
(17.9)
r=
k
2 cos
(17.10)
r=
2k
1 2 cos
(17.11)
P[r,]
r
=
F1[a,]
F2[a,0]
=0
)(
= r 4 + a 4 + 2a 2 r 2 (2ar cos ) 2
4
2 2
(17.12)
= r + a + 2a r (1 2 cos )
Kita manfaatkan identitas trigonometri
b 4 = r 4 + a 4 2a 2 r 2 cos 2
(17.13)
0 = r 4 2a 2 r 2 cos 2 + a 4 (1 k 4 )
Untuk r > 0, persamaan ini menjadi
r 2 = a 2 cos 2 a 2 cos 2 2 (1 k 4 )
(17.14)
r 2 = 2a 2 cos 2
Dengan mengambil a = 1, kurva dari persamaan ini terlihat pada
Gb.17.10.
209
= /2
0,6
0,2
=
-1,5
-1
-0,5
0
-0,2
=0
0,5
1,5
-0,6
=
-2
=0
0
-1
-0,5
-1
-1,5
= /2
1,5
1
0,5
=
-2
=0
0
0
-1
-0,5
-1
-1,5
=
x
=
n
Luas setiap segmen bisa didekati dengan luas sektor lingkaran. Antara
dan ( + ) ada suatu nilai k sedemikian rupa sehingga luas sektor
lingkaran adalah
Ak = (rk 2 ) / 2
Luas antara = dan = menjadi
211
A =
(rk 2) / 2 = ( f (k ))2 / 2
A = lim
=
atau
0
1
(rk 2) / 2 = lim
[ f ()]2 / 2
0
[ f ()] d
2
A =
r2
2 d
(17.15)
Penutup
Bab-17 adalah bab terakhir tulisan ini. Penulis rasa cukup
ringan untuk dibaca. Sudah barang tentu untuk memahami
lebih jauh kalkulus pembaca perlu mempelajari buku-buku
referensi matematika yang memang ditujukan untuk
belajar matematika; bahkan mengikuti kuliah matematika.
I4DEKS
a
akar kompleks 198
akar nyata 195, 196
anak tangga 27, 187
antilogaritma 97
b
banyak 11, 12
c
cardioid 203
cosecan 72, 76, 81
cosinus 70, 74, 78, 85
cotangent 71, 75, 80
d
diferensial 166
domain 2
e
eksentrisitas 206
eksponensial 97, 98, 140,
163
elips 61, 207
f
fungsi 1
fungsi pemaksa 186, 187
g
garis lurus 15, 204
garis singgung 113, 118
geometris 55
gigi gergaji 32
h
hiperbola 63, 207
hiperbolik 100, 101, 164
i
implisit 7
integral 141, 143, 145, 147,
153, 156, 161, 166, 169, 176
inversi 77, 82, 136, 165
k
kekontinyuan 5
kemiringan 15
kondisi awal 185
kurva 2
l
lebar pita 88, 92
lemniskat 208
lingkaran 59, 202
linier 15
logarithma natural 95
logaritmik 133, 139
luas bidang 174, 211
m
mononom 37, 39, 41, 42, 48,
107, 161
nilai puncak 112
nilai rata-rata 160
numerik 141, 177
o
orde dua 193, 195
orde satu 179, 181, 183
oval cassini 210
213
p
parabola 58, 207
parametrik 14
pergeseran 16, 87
perpotongan 21
persamaan diferensial 179,
193
peubah 1
peubah-bebas 1, 12
peubah-tak-bebas 1
polar 13, 201
polinom 37, 43, 48, 110, 161
pulsa 29, 31
r
ramp 29, 31
rantai 127
rasional 124
rentang 2
s
secan 72, 76, 81
simetri 6
sinus 70, 73, 77, 85, 88, 188
spektrum 88, 91
t
tangent 71, 74, 79
tetapan 15, 161
trigonometri 69, 164, 165
tunggal 9
turunan 105, 136, 139
Referensi
1.
2.
3.
4.
5.
215
Biodata Penulis
Nama: Sudaryatno Sudirham
Lahir: di Blora pada 26 Juli 1943
Istri: Ning Utari
Anak: Arga Aridarma
Aria Ajidarma.
1971 : Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung.
1972 2008 : Dosen Institut Teknologi Bandung.
1974 : Tertiary Education Research Center UNSW Australia
1979 : EDF Paris Nord dan Fontainbleu Perancis
1981 : INPT - Toulouse Perancis; DEA 1982; Doktor 1985.
Mata Kuliah yang pernah diberikan: Pengukuran Listrik; Pengantar
Teknik Elektro; Pengantar Rangkaian Elektrik; Material
Elektroteknik; Phenomena Gas Terionisasi; Dinamika Plasma;
Dielektrika; Material Biomedika.
Buku dan Artikel: Analisis Rangkaian Listrik, Penerbit ITB, 2002,
2005; Metoda Rasio TM/TR Untuk Estimasi Susut Energi Jaringan
Distribusi; Penerbit ITB, 2009; Fungsi dan Grafik, Diferensial Dan
Integral; Penerbit ITB, Penerbit ITB, 2009, e-book 2010; Analisis
Rangkaian Elektrik (1), e-book, 2010; Analisis Rangkaian Elektrik
(2), e-book, 2010; Mengenal Sifat Material (1), e-book, 2010;