Anda di halaman 1dari 224

Sudaryatno Sudirham

Studi Mandiri

Fungsi dan Grafik


Diferensial dan Integral

ii

Darpublic

Studi Mandiri

Fungsi dan Grafik


Diferensial dan Integral

oleh

Sudaryatno Sudirham

Hak cipta pada penulis, 2010

SUDIRHAM, SUDARYATNO
Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Oleh: Sudaryatmo Sudirham
Darpublic, Bandung
fdg-1110

http://www.ee-cafe.org
Alamat pos: Kanayakan D-30, Bandung, 40135.
Fax: (62) (22) 2534117

ii

Kata Pengantar
Dalam buku ini penulis mencoba menyajikan bahasan matematika bagi
pembaca untuk memperoleh pengertian dengan lebih mudah tentang
kalkulus. Walaupun materi yang dibahas adalah materi matematika,
namun uraian dengan bahasa matematika telah dicoba untuk sangat
dibatasi. Pendefinisian dan pembuktian formula-formula diganti dengan
pernyataan-pernyataan serta gambaran grafis yang lebih mudah difahami.
Penulis berharap bahwa pengertian dasar yang bisa diperoleh dari buku
ini akan mendorong minat untuk mendalami materi lebih lanjut.
Buku ini dutujukan untuk umum. Bahan utama isi buku adalah catatan
penulis sewaktu mengikuti kuliah di Institut Teknologi Bandung,
sedangkan contoh-contoh hubungan diferensial dan soal-soal persamaan
diferensial penulis ambil dari buku Analisis Rangkaian Elektrik.
Bahasan dibatasi pada fungsi-fungsi dengan peubah bebas tunggal
berupa bilangan nyata.
Karakterisasi fungsi-fungsi serta perhitungan diferensial dan integral
sangat dipermudah dengan bantuan komputer. Hal demikian banyak
dilakukan dalam meghadapi persoalan yang kompleks. Namun buku ini
tidak membahas cara perhitungan dengan menggunakan komputer
tersebut, melainkan menyajikan bahasan mengenai pengertian-pengertian
dasar tentang fungsi serta hitungan diferensial dan integral.
Akhir kata, penulis harapkan tulisan ini ada manfaatnya. Saran-saran
pembaca sangat diharapkan untuk perbaikan lebih lanjut.

Bandung, Nopember 2010


Wassalam,
Penulis

iii

<< La plus grande partie du savoir humain


est dpose dans des documents et des livres,
mmoires en papier de lhumanit.>>
A. Schopenhauer, 1788 1860

dari
Mini-Encyclopdie, France Loisirs
ISBN 2-7242-1551-6

iv

Daftar Isi
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab 1: Pengertian Tentang Fungsi dan Grafik
Fungsi. Domain. Kurva, Kekontinyuan, Simetri. Bentuk
Implisit. Fungsi Bernilai Tunggal dan Bernilai Banyak.
Fungsi dengan Banyak Peubah Bebas. Koordinat Polar.
Pembatasan Bahasan dan Sajian Bahasan.
Bab 2: Fungsi Linier
Fungsi Tetapan. Fungsi Linier Persamaan Garis
Lurus. Pergeseran Kurva. Perpotongan Garis.
Bab 3: Gabungan Fungsi Linier
Fungsi anak Tangga. Fungsi Ramp. Pulsa. Perkalian
Ramp dan Pulsa. Gabungan Fungsi Ramp.
Bab 4: Mononom dan Polinom
Mononom: Mononom Pangkat Dua; Mononom Pangkat
Tiga. Polinom: Fungsi Kuadrat. Penambahan Mononom
Pangkat Tiga.
Bab 5: Bangun Geometris
Persamaan Kurva. Jarak Antara Dua Titik. Parabola.
Lingkaran. Elips. Hiperbola. Kurva berderajat Dua.
Perputaran Sumbu.
Bab 6: Fungsi Trigonometri
Peubah Bebas Bersatuan Derajat. Peubah Bebas
Bersatuan Radian. Fungsi Trigonometri Inversi.
Bab 7: Gabungan Fungsi Sinus
Fungsi Sinus Dan Cosinus. Kombinasi Fungsi Sinus.
Spetrum Dan Lebar Pita.
Bab 8: Fungsi Logaritma. Natural, Eksponensial, Hiperbolik
Fungsi Logaritma Natural. Fungsi Exponensial. Fungsi
Hiperbolik.
Bab 9: Turunan Fungsi-Fungsi (1)
Pengertian Dasar. Mononom. Polinom. Nilai Puncak.
Garis Singgung.

iii
v
1

15

27

37

55

69

85

95

105

Bab 10: Turunan Fungsi-Fungsi (2)


Fungsi Perkalian Dua Fungsi. Fungsi Pangkat Dari
Suatu Fungsi. Fungsi Rasional. Fungsi Implisit. Fungsi
Berpangkat Tidak Bulat. Kaidah Rantai. Diferensial dx
dan dy.

121

Bab 11: Turunan Fungsi-Fungsi (3)


Fungsi Trigonometri. Fungsi Trigonimetri Inversi.
Fungsi Trigonometri Dari Suatu Fungsi. Fungsi
Logaritmik. Fungsi Eksponensial.
Bab 12: Integral (1)
Integral Tak Tentu. Penggunaan Integral Tak Tentu.
Luas Sebagai Suatu Integral. Penggunaan Dalam
Praktek.
Bab 13: Integral (2)
Luas Sebagai Suatu Integral - Integral Tentu. Penerapan
Integral. Luas Bidang Di Antara Dua Kurva.
Bab 14: Integral (3)
Volume Sebagai Suatu Integral. Panjang Kurva. Nilai
Rata-Rata Suatu Fungsi. Pendekatan Numerik.
Bab 15: Persamaan Diferensial
Pengertian. Solusi. Persamaan Diferensial Orde Satu
Dengan Peubah Yang Dapat Dipisahkan. Persamaan
Diferensial Homogen Orde Satu. Persamaan Diferensial
Linier Orde Satu. Solusi Pada Berbagai Fungsi
Pemaksa.
Bab 16: Persamaan Diferensial (2)
Persamaan Diferensial Linier Orde Dua. Tiga
Kemungkinan Bentuk Solusi.
Bab 17: Koordinat Polar
Relasi koordinat Polar dan Koordinat Sudut-siku.
Persamaan Kurva Dalam Koordinat Polar. Persamaan
Garis Lurus. Parabola, Elips, Hiperbola. Lemniskat dan
Oval Cassini. Luas Bidang.
Indeks
Referensi
Biodata penulis

133

141

161

169

179

193

201

213
215
216

vi Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Bab 1
Pengertian Tentang Fungsi dan Grafik
1.1. Fungsi
Apabila suatu besaran y memiliki nilai yang tergantung dari nilai besaran
lain x, maka dikatakan bahwa besaran y tersebut merupakan fungsi
besaran x. Contoh: panjang batang logam merupakan fungsi temperatur.
Secara umum suatu fungsi dituliskan sebagai sebuah persamaan

y = f (x)

(1.1)

Perhatikan bahwa penulisan y = f (x) bukanlah berarti y sama dengan f


kali x, melainkan untuk menyatakan bahwa y merupakan fungsi dari x
yang tidak lain adalah sebuah aturan atau sebuah ketentuan berapakah y
akan memiliki nilai jika kepada x kita berikan suatu nilai.
y dan x adalah peubah (variable) yang dibedakan menjadi peubah-takbebas (y) dan peubah-bebas (x). Peubah-bebas x adalah simbol dari suatu
besaran yang bisa memiliki nilai sembarang dari suatu set bilangan.
Sementara peubah-tak-bebas y memiliki nilai yang tergantung dari nilai
yang dimiliki x.
Dilihat dari nilai yang dimiliki oleh ruas kiri dan ruas kanan, (1.1) adalah
sebuah persamaan. Namun kedua ruas itu memiliki peran yang berbeda.
Kita ambil contoh dalam relasi fisis

LT = L0 (1 + T )
dengan LT adalah panjang sebatang logam pada temperatur T, L0 adalah
panjang pada temperatur nol, T temperatur dan adalah koefisien muai
panjang. Panjang batang tergantung dari temperatur; makin tinggi
temperatur makin panjang batang logam. Namun sebaliknya, makin
panjang batang logam tidak selalu berarti temperaturnya makin tinggi.
Jika logam tersebut mengalami beban tarikan misalnya, ia akan
bertambah panjang namun tidak bertambah temperaturnya.
Walaupun nilai x di ruas kanan (1.1) bisa berubah secara bebas,
sementara ruas kiri tergantung dari ruas kanan, namun nilai x tetap harus
ditenttukan sebatas mana ia boleh bervariasi.
1

1.2. Domain
Domain ialah rentang nilai (interval nilai) di mana peubah-bebas x
bervariasi. Dalam kebanyakan aplikasi, rentang nilai ini bisa berbentuk
sebagai berikut:
a). rentang nilai berupa bilangan-nyata yang terletak antara dua nilai a
dan b. Kita tuliskan rentang nilai ini sebagai
a<x<b
Ini berarti bahwa x bisa memiliki nilai lebih besar dari a namun
lebih kecil dari b. Rentang ini disebut rentang terbuka, yang dapat
kita gambarkan sebagi berikut:
a

a dan b tidak termasuk dalam rentang tersebut.


b). rentang nilai
ax<b
yang kita gambarkan sebagai
a

Di sini a masuk dalam rentang nilai, tetapi b tidak. Ini merupakan


rentang setengah terbuka.
c). rentang nilai
axb
Dalam rentang ini baik a maupun b masuk dalam rentang nilai. Ini
adalah rentang tertutup, dan kita gambarkan
a

1.3. Kurva, Kekontinyuan, Simetri


Kurva. Fungsi y = f (x) dapat divisualisasikan secara grafis. Dalam
visualisasi ini kita memerlukan koordinat. Suatu garis horisontal
memanjang dari ke arah kiri sampai + ke arah kanan, ditetapkan
sebagai sumbu-x atau absis. Pada garis ini ditetapkan pula titik referensi
2 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

0 serta panjang satuan skala, sedemikian rupa sehingga kita dapat


menggambarkan nilai-nilai x pada garis ini (lihat Gb.1.1); peubah x
memiliki nilai yang berupa bilangan-nyata.
y 3
Q[-2,2]

2
II

P[2,1]

0
-4

-3

-2

-1
III -1
-2

R[-3,-3]

1
IV

3 x 4

S[3,-2]

-3

-4
Gb.1.1. Sistem koordinat x-y atau koordinat sudut-siku.
Catatan: Suatu bilangan-nyata dapat dinyatakan dengan desimal
terbatas maupun desimal tak terbatas. Contoh: 1, 2, 3, ......adalah
bilangan-nyata bulat; 1,586 adalah bilangan-nyata dengan desimal
terbatas; adalah bilangan-nyata dengan desimal tak terbatas, yang
jika dibatasi sampai sembilan angka di belakang koma nilainya
adalah 3,141592654.
Selain sumbu-x ditetapkan pula sumbu-y yang tegak lurus pada sumbu-x,
memanjang ke arah ke bawah dan + arah ke atas, yang melewati
titik referensi 0 di sumbu-x dan disebut ordinat. Titik perpotongan
sumbu-y dengan sumbu-x merupakan titik referensi yang disebut titikasal dan kita tulis berkoordinat [0,0]. Pada sumbu-y ditetapkan juga
satuan skala seperti halnya pada sumbu-x, yang memungkinkan kita
untuk menggambarkan posisi bilangan-nyata di sumbu-y. Besaran fisik
yang dinyatakan dengan peubah-tak-bebas dalam skala sumbu-y tidak
harus sama dengan besaran fisik dan skala sumbu-x; misalnya sumbu-x
menunjukkan waktu dengan satuan detik/skala, sedangkan sumbu-y
menunjukkan jarak dengan satuan meter/skala.
Bidang datar di mana kita menggambarkan sumbu-x dan sumbu-y,
selanjutnya kita sebut bidang x-y, akan terbagi dalam 4 kuadran, yaitu
kuadran I, II, III dan IV seperti terlihat pada Gb.1.1.
3

Setiap titik K pada bidang datar ini dapat kita nyatakan posisinya sebagai
K[xk,yk], dengan xk dan yk berturut-turut menunjukkan jumlah skala di
sumbu-x dan di sumbu-y dari titik K yang sedang kita tinjau. Pada
Gb.1.1. misalnya, posisi empat titik yang digambarkan di kuadran I, II,
III, IV, masing-masing kita tuliskan sebagai P[2,1], Q[-2,2], R[-3,-3] dan
S[3,-2].
Dengan demikian setiap pasangan bilangan-nyata akan berkaitan dengan
satu titik di bidang x-y. Dengan cara inilah pasangan nilai yang dimiliki
oleh ruas kiri dan ruas kanan suatu fungsi y = f(x) dapat divisualisasikan
pada bidang x-y. Visualisasi itu akan berbentuk kurva fungsi y di bidang
x-y, dan kurva ini memiliki persamaan y = f(x), sesuai dengan
pernyataan fungsi yang divisualisasikannya.
Contoh: sebuah fungsi
y = 0,5 x

(1.2)

Setiap nilai x akan menentukan satu nilai y. Jika kita muatkan dalam
suatu tabel, nilai x dan y akan terlihat seperti pada Tabel-1.1.
Tabel-1.1.
x
y

-1
-0,5

0
0

1
0,5

2
1

3
1,5

4
2

dst.
dst.

Fungsi y = 0,5 x yang memiliki pasangan nilai x dan y seperti


tercantum dalam Tabel-1.1. di atas akan memberikan kurva seperti
terlihat pada Gb.1.2. Kurva ini berbentuk garis lurus melalui titikasal [0,0] dan memiliki kemiringan tertentu (yang akan kita pelajari
lebih lanjut), dan persamaan garis ini adalah y = 0,5 x .
2,5

1,5

0,5

0
-0,5 0

-1

Gb.1.2. Kurva dari fungsi y = 0,5 x

4 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Dengan contoh ini, relasi (1.2) yang merupakan relasi fungsional,


setelah berbentuk kurva berubah menjadi sebuah persamaan yaitu
persamaan dari kurva yang diperoleh. Ruas kiri dan kanan
persamaan ini menjadi berimbang karena melalui kurva tersebut kita
bisa mendapatkan dengan mudah nilai y jika diketahui nilai x, dan
sebaliknya kita juga dapat memperoleh nilai x jika diketahui nilai y.
Dengan contoh di atas kita mengerti bahwa fungsi y = 0,5 x membentuk
kurva dengan persamaan y = 0,5 x di bidang x-y. Dalam contoh ini titiktitik P, Q, dan R terletak pada garis tersebut dengan koordinat P[-1,-0,5],
Q[2,1], R[3,1.5]. Pengertian tentang fungsi dan persamaan kurva ini
perlu kita fahami benar karena kedua istilah ini akan muncul secara
paralel dalam pembahasan bentuk-bentuk geometris.

Kekontinyuan. Suatu fungsi yang kontinyu dalam suatu rentang nilai x


tertentu, akan membentuk kurva yang tidak terputus dalam rentang
tersebut. Syarat untuk terjadinya fungsi yang kontinyu dinyatakan
sebagai berikut:
Suatu fungsi y = f(x) yang terdefinisi di sekitar x = c dikatakan
kontinyu di x = c jika dipenuhi dua syarat:
(1) fungsi tersebut memiliki nilai yang terdefinisi sebesar f(c) di x =
c;
(2) nilai f(x) akan menuju f(c) jika x menuju c; pernyataan ini kita
tuliskan sebagai lim f ( x) = f (c) yang kita baca limit f(x)
x c

untuk x menuju c sama dengan f(c).

Contoh: Kita lihat misalnya fungsi y = 1/x. Pada x = 0 fungsi ini


tidak terdefinisi karena 1/0 tidak dapat kita tentukan berapa nilainya;
lim f ( x) tidak terdefinisi jika x menuju nol. Kedua persyaratan
xc

kekontinyuan tidak dipenuhi; ia merupakan fungsi tak-kontinyu di x


= 0. Hal ini berbeda dengan fungsi yang terdefinisikan di x = 0
(lihat selanjutnya ulasan di Bab-3) sebagai

y = u ( x),

y = 1 untuk x 0
y = 0 untuk x < 0

yang bernilai 0 untuk x < 0 dan bernilai 1 untuk x 0. Perhatikan


Gb.1.3.
y

y = 1/x
-10

-5

x 10

y = 1/x
-1

Tak terdefinikan di x = 0.
y = u(x)

y
1
0
0

Terdefinisikan di x = 0

Gb.1.3. Fungsi y = 1 / x dan y =u(x)

Simetri. Kurva suatu fungsi mungkin simetris terhadap garis atau titik
tertentu
a)

jika fungsi tidak berubah apabila x kita ganti dengan x maka


kurva fungsi tersebut simetris terhadap sumbu-y;

b) jika fungsi tidak berubah apabila x dan y dipertukarkan, kurva


fungsi tersebut simetris terhadap garis-bagi kuadran I dan III.
c)

jika fungsi tidak berubah apabila y diganti dengan y, kurva


fungsi tersebut simetris terhadap sumbu-x.

d) jika fungsi tidak berubah jika x dan y diganti dengan x dan y,


kurva fungsi tersebut simetris terhadap titik-asal [0,0].

Contoh: Perhatikan contoh pada Gb.1.4. berikut ini.


Kurva y = 0,3x2 simetris terhadap sumbu-y. Jika kita ganti nilai x =
2 dengan x = - 2, nilai tidak berubah karena x berpangkat genap.
6 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Kurva y = 0,05x3 simetris terhadap titik-asal [0,0]. Di sini x


berpangkat ganjil sehingga fungsi tidak akan berubah jika x diganti
x dan y diganti y.
Kurva x 2 + y 2 = 9 simetris terhadap sumbu-x, simetris terhadap
sumbu-y, simetris terhadap garis-bagi kuadran I dan III, dan juga
simetris terhadap garis-bagi kuadran II dan IV.
6

y = 0,3x

tidak berubah bila x diganti x

tidak berubah jika x dan y


diganti dengan x dan y

0
-6

-3

-3

y = 0,05x3

-6

y2 + x 2 = 9
tidak berubah jika
x diganti x
x dan y diganti dengan x dan y
x dan y dipertukarkan
y diganti dengan y

Gb.1.4. Contoh-contoh kurva fungsi yang memiliki simetri.

1.4. Bentuk Implisit


Suatu fungsi kebanyakan dinyatakan dalam bentuk eksplisit dimana
peubah-tak-bebas y secara eksplisit dinyatakan dalam x, seperti
y = f ( x) . Namun sering kali kita jumpai pula bentuk implisit di mana
nilai y tidak diberikan secara eksplisit dalam x. Berikut ini adalah
beberapa contoh bentuk implisisit.

x2 + y2 = 1
xy = 1

(1.3)

y =x
x 2 + xy + y 2 = 8
7

Walaupun tidak dinyatakan secara eksplisit, setiap nilai peubah-bebas x


akan memberikan satu atau lebih nilai peubah-tak-bebas y. Contoh
pertama sampai ke-tiga pada (1.3) dengan mudah kita ubah dalam bentuk
eksplisit sehingga untuk menggambarkan fungsi tersebut kedalam sistem
koordinat x-y dengan menggunakan tabel tidaklah terlalu sulit. Contoh
yang ke-empat agak sulit, namun persamaan tersebut dapat dijadikan
bentuk persamaan kuadrat

x 2 + xy + y 2 = 8 y 2 + xy + ( x 2 8) = 0
yang akar-akarnya adalah

y1 , y 2 =

x x 2 4( x 2 8)
2

Nilai y1 dan y2 dapat dihitung untuk setiap x yang masih memberikan


nilai nyata untuk y. Perhatikan bahwa akar-akar persamaan ini dapat kita
tuliskan sebagai

y=

x 2 4( x 2 8)

(1.4)

yang merupakan bentuk pernyataan eksplisit


ini terlihat pada Gb.1.5.
y8

y = f (x ) . Kurva fungsi

4
0
-4

-2

0
-4

-8

Gb.1.5. Kurva

x 2 4( x 2 8)
x
y=

2
2

8 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

1.5. Fungsi Bernilai Tunggal dan Fungsi Bernilai Banyak


Fungsi Bernilai Tunggal. Fungsi yang hanya memiliki satu nilai
peubah-tak-bebas untuk setiap nilai peubah-bebas, disebut fungsi
bernilai tunggal. Berikut ini contoh fungsi bernilai tunggal.
1). y = 0,5 x 2 .
Pada fungsi ini setiap nilai x hanya memberikan satu nilai y. Kurva
dari fungsi ini diperlihatkan pada Gb.1.6. Kita tahu bahwa kurva
fungsi ini simetris terhadap sumbu-y namun dalam gambar ini
terutama diperlihatkan rentang x 0.
8

6
4
2
0

-1

Gb.1.6. Kurva y = 0,5 x

x 4

2). y = + x .
Pada fungsi ini, y hanya mengambil nilai positif. Oleh karena itu ia
bernilai tunggal dengan kurva seperti terlihat pada Gb 1.7.
y1,6
1,2
0,8
0,4
0
0

0,5

1,5

x 2

Gb.1.7. Kurva y = + x

3). y = x .
Peubah tak-bebas y hanya mengambil nilai negatif. Oleh karena itu
ia bernilai tunggal dengan kurva seperti terlihat pada Gb.1.8.
Sesungguhnya kurva fungsi ini adalah pasangan dari kurva

y = + x . Hal ini terlihat pada Gb.1.11 di mana y mengambil nilai


baik positif maupun negatif.
0

0
-0,4

0,

1,

x 2

-0,8
-1,2

y
-1,6

Gb.1.8. Kurva y = x
4). y = log10 x .
Sebelum melihat kurva fungsi ini ada baiknya kita mengingat
kembali tentang logaritma.
log10 adalah logaritma dengan basis 10; log10a berarti
berapakah 10 harus dipangkatkan agar diperoleh a. Jadi

y = log10 x berarti 10 y = x

y1 = log10 1 = 0 ;
y 2 = log10 1000 = 3 ;
y 3 = log10 2 = 0,30103 ;

...dst.

Kurva fungsi y = log10 x terlihat pada Gb.1.9.


y 0,8
0,4
0

x 4

-0,4
-0,8

Gb.1.9. Kurva y = log10 x


10 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

5). y = x =

x2 .

Fungsi ini berlaku untuk nilai x negatif maupun positif.


2

Perhatikanlah bahwa x tidak hanya sama dengan x, melainkan


x. Kurva fungsi ini terlihat pada Gb.1.10.
y 4
3
2
1
-4

-3

-2

-1

3 x4

Gb.1.10. Kurva y = |x| = x2

Fungsi Bernilai Banyak. Jika untuk satu nilai peubah-bebas terdapat


lebih dari satu nilai peubah-tak-bebas, fungsi tersebut disebut bernilai
banyak. Berikut ini adalah contoh fungsi bernilai banyak.
1). Fungsi y = x .
Perhatikan bahwa ada dua nilai y untuk setiap nilai x. Sesungguhnya

x bernilai x dan bukan hanya x saja. Kurva fungsi ini terlihat


pada Gb.1.11. Jika y hanya mengambil nilai positif atau negatif
saja, fungsi akan menjadi bernilai tunggal, sebagaimana disebutkan
pada contoh 2 dan 3 pada fungsi bernilai tunggal .
y 2
1,5
1
0,5
0
-0,5 0
-1
-1,5
-2

0,5

1,5

2,5

Gb.1.11. Kurva y = x

11

2). Fungsi y 2 =

1.
x

Fungsi ini bernilai banyak; ada dua nilai y untuk setiap nilai x.
Kurva fungsi ini diperlihatkan pada Gb.1.12.
10

y
5
0
0

-5
-10

Gb.1.12. Kurva y 2 = 1 / x y = 1 / x

1.6. Fungsi Dengan Banyak Peubah Bebas


Fungsi dengan banyak peubah bebas tidak hanya tergantung dari satu
peubah bebas saja, x, tetapi juga tergantung dari peubah bebas yang lain.
Misalkan suatu fungsi dengan dua peubah bebas x dan t dinyatakan
sebagai

y = f ( x, t )

(1.5)

Sesungguhnya dalam peristiwa fisis banyak fungsi yang merupakan


fungsi dengan peubah-bebas banyak, misalnya persamaan gelombang
berjalan. Simpangan gelombang berjalan merupakan fungsi dari posisi
(x) dan waktu (t).
Secara umum kita menuliskan fungsi dengan peubah-bebas banyak
sebagai

w = f ( x, y , z , u , v )

(1.6)

untuk menyatakan secara eksplisit fungsi w dengan peubah bebas x, y,


z,u,dan v.
Fungsi dengan peubah bebas banyak juga mungkin bernilai banyak,
misalnya

12 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

2 = x 2 + y 2 + z 2

(1.7)

Fungsi ini akan bernilai tunggal jika kita hanya meninjau nilai positif
dari dan kita nyatakan fungsi yang bernilai tunggal ini sebagai

= + x2 + y2 + z2

(1.8)

1.7. Sistem Koordinat Polar


Selain sistem koordinat sudut-siku di mana posisi titik dinyatakan dalam
skala sumbu-x dan sumbu-y, kita mengenal pula sistem koordinat polar.
Dalam sistem koordinat polar ini posisi titik dinyatakan oleh jarak titik
ke titik asal [0,0] yang diberi simbol r, dan sudut yang terbentuk antara r
dengan sumbu-x yang diberi simbol . Kalau dalam koordinat sudut-siku
posisi titik dinyatakan sebagai P(x,y) maka dalam koordinat polar
dinyatakan sebagai P(r,).
Hubungan antara koordinat susut siku dan koordinat polar adalah

y = r sin ;
x = r cos ;
r = x2 + y2
= tan 1 ( y / x)
Hubungan ini terlihat pada Gb.1.13.
y

rcos

r
rsin

Gb.1.13. Hubungan koordinat sudut-siku dan koordinat polar.

13

1.8. Fungsi Parametrik


Dalam koordinat sudut-siku fungsi y = f (x) mungkin juga dituliskan
sebagai

y = y (t ) x = x(t )

(1.10)

jika y dan x masing-masing tergantung dari peubah lain t. Fungsi yang


demikian disebut fungsi parametrik dengan t sebagai parameter.

1.9. Pembatasan Bahasan dan Sajian Bahasan


Dalam buku ini kita hanya akan membahas fungsi-fungsi dengan peubah
bebas tunggal sedangkan fungsi dengan banyak peubah bebas dibahas di
buku lain. Kita juga membatasi diri hanya pada bilangan nyata. Bilangan
kompleks belum akan kita bahas sehingga fungsi-fungsi kompleks tidak
dicakup oleh buku ini.
Bahasan dari Bab-2 mengenai fungsi linier sampai dengan Bab-16
mengenai persamaan diferensial dilakukan dalam pengertian koordinat
sudut-siku. Koordinat polar dibahas pada Bab-17.

14 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Bab 2
Fungsi Linier
2.1. Fungsi Tetapan
Fungsi tetapan bernilai tetap untuk rentang nilai x dari sampai +.
Kita tuliskan

y=k

[2.1]

dengan k bilangan-nyata. Kurva fungsi ini terlihat pada Gb.2.1. berupa


garis lurus mendatar sejajar sumbu-x, dalam rentang nilai x dari
sampai +.
y5
y=4

0
-5

x 5

0
y = 3,5
-4

Gb.2.1. Fungsi tetapan (konstan):


y = 4 dan y = 3,5 .

2.2. Fungsi Linier - Persamaan Garis Lurus


Persamaan (2.1) adalah satu contoh persamaan garis lurus yang
merupakan garis mendatar sejajar sumbu-x, dengan kurva seperti
terlihat pada Gb.2.1. Kurva yang juga merupakan garis lurus tetapi tidak
sejajar sumbu-x adalah kurva yang memiliki kemiringan tertentu.
Kemiringan garis ini adalah perbandingan antara perubahan y terhadap
perubahan x, atau kita tuliskan

kemiringan = m =

y
,
x

" delta y"

dibaca :

" delta x"

(2.2)

15

Dalam hal garis lurus, rasio y memberikan hasil yang sama di titik
x
manapun kita menghitungnya. Artinya suatu garis lurus hanya
mempunyai satu nilai kemiringan, yaitu yang diberikan oleh m pada
fungsi y = mx . Gb.2.2. berikut ini memperlihatkan empat contoh kurva
garis lurus yang semuanya melewati titik-asal [0,0] akan tetapi dengan
kemiringan yang berbeda-beda. Garis y = x lebih miring dari

y = 0,5 x , garis y = 2 x lebih miring dari y = x dan jauh lebih miring


dari y = 0,5 x , dan ketiganya miring ke atas. Makin besar nilai m, garis
akan semakin miring. Garis yang ke-empat memiliki m negatif 1,5 dan
ia miring ke bawah (menurun).
y

8
y = 2x

y=x
y = 0,5x

4
2
0
-1

-2

-4
y = -1,5 x

-6

Gb.2.2. Empat contoh kurva garis lurus y = mx .


Secara umum, persamaan garis lurus yang melalui titik-asal [0,0] adalah

y = mx

(2.3)

dengan m menunjukkan kemiringan garis; makin besar nilai m garis akan


semakin miring. Jika m bernilai positif, garis miring ke atas (naik). Jika
m bernilai negatif, garis akan miring ke bawah (menurun).

2.3. Pergeseran Kurva dan Persamaan Garis


Bagaimanakah persamaan garis lurus jika ia tidak melalui titik-asal [0,0]
melainkan memotong sumbu-y misalnya di titik [0,2]? Misalkan garis ini
memiliki kemiringan 2. Setiap nilai y pada garis ini untuk suatu nilai x,
sama dengan nilai y pada garis yang melalui [0,0], yaitu y = 2x, ditambah
2. Oleh karena itu kita dapat menuliskan persamaa garis ini sebagai
y = 2 x + 2 . Perhatikan Gb.2.3.
16 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

10
8

y = 2x + 2

y = 2x

4
2
0
-1

-2

-4
Gb.2.3. Garis
lurus melalui titik [0,2], kemiringan 2.

Secara umum, persamaan garis dengan kemiringan m dan memotong


sumbu-y di [0,b] adalah
( y b) = mx

(2.4)

b bisa positif ataupun negatif. Jika b positif, maka garis tergeser ke arah
sumbu-y positif (ke atas) yang berarti garis memotong sumbu-y di atas
titik [0,0]. Jika b negatif, garis tergeser kearah sumbu-y negatif (ke
bawah); ia memotong sumbu-y di bawah titik [0,0]. Secara singkat, b
pada (2.4) menunjukkan pergeseran kurva y sepanjang sumbu-y.
Kita lihat sekarang garis yang memiliki kemiringan 2 dan memotong
sumbu-x di titik [a,0], misalnya di titik [1,0]. Lihat Gb.2.4.
Dibandingkan dengan garis yang melalui titik [0,0] yaitu garis y = 2 x ,
setiap nilai y pada garis ini terjadi pada (x1) pada garis y = 2 x ; atau
dengan kata lain nilai y pada garis ini diperoleh dengan menggantikan
nilai x pada garis y = 2 x dengan (x1). Contoh: y = 2,8 pada garis ini
terjadi pada x = x1 dan hal ini terjadi pada x = ( x1 1) pada kurva
y = 2x .
y 8
6

y = 2x

4
y =2(x1)

2
0
-1

0
-2

1
2
x11
x1

-4

Gb.2.4. Garis lurus melalui titik [1,0].


17

Secara umum persamaan garis yang melalui titik [a,0] dengan


kemiringan m kita peroleh dengan menggantikan x pada persamaan
y = mx dengan (xa). Persamaan garis ini adalah

y = m( x a )

(2.5)

Pada persamaan (2.5), jika a positif garis y = mx tergeser ke arah


sumbu-x positif (ke kanan); dan jika a negatif garis itu tergeser ke arah
sumbu-x negatif (ke kiri). Secara singkat a pada (2.5) menunjukkan
pergeseran kurva y sejajar sumbu-x.
Pada contoh di atas, dengan tergesernya kurva ke arah kanan dan
memotong sumbu-x di titik [1,0] ia memotong sumbu-y di titik [0,-2].
Suatu garis yang titik perpotongannya dengan kedua sumbu diketahui,
pastilah kemiringannya diketahui. Dalam contoh di atas, kemiringannya
adalah

m=

y 0 (2) 2
=
= =2
x
1
1

dan persamaan garis adalah


y = 2x 2

(2.6)

Bandingkanlah persamaan ini dengan persamaan (2.4), dengan


memberikan m = 2 dan b = 2.
Secara umum, persamaan garis yang memotong sumbu-sumbu koordinat
di [a,0] dan [0,b] adalah

y = mx + b

dengan

m=

b
a

(2.7)

Contoh:
y

garis memotong sumbu x di 2,


dan memotong sumbu y di 4

8
6

Persamaan garis: y =

4
x + 4 = 2 x + 4
2

2
0
0

-1
-2

-4

18 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Bagaimanakah persamaan garis lurus yang tidak terlihat perpotongannya


dengan sumbu-sumbu koordinat? Persamaan garis demikian ini dapat
dicari jika diketahui koordinat dua titik yang ada pada garis tersebut.
Lihat Gb.2.5.
Pada Gb.2.5. kemiringan garis dengan mudah kita peroleh, yaitu

m=

y ( y2 y1 )
=
x ( x2 x1 )

(2.8)

8
y

[x2,y2]

6
4

[x1,y1]

2
0
-1

-2
-4

Gb.2.5. Garis lurus melalui dua titik.


Persamaan (2.8) ini harus berlaku untuk semua garis yang melalui dua
titik yang diketahui koordinatnya. Jadi secara umum harus berlaku

y y1
m= 2
x2 x1

(2.9)

Dengan demikian maka persamaan garis yang memiliki kemiringan ini


adalah

y y1
y = mx = 2
x
x1 x1

(2.10)

Persamaan (2.10) inilah persamaan garis lurus melalui titik asal dan
sejajar dengan garis melalui dua titik (x1,y1) dan (x2,y2).

Contoh: Carilah persamaan garis yang melalui dua titik P(5,7)


dan Q(1,2).

19

Kemiringan garis ini adalah y =

y P yQ
x p xQ

72
= 1,25
5 1

Garis dengan kemiringan ini dan melalui titik asal adalah


y = 1,25 x

Perhatikan bahwa persamaan ini adalah persamaan garis yang


melalui titik asal, dan sejajar dengan garis yang melalui titik
P(5,7) dan Q(1,2) . Kita masih harus mencari perpotongannya
dengan salah satu sumbu agar kita dapatkan persamaan garis yang
melalui titik P dan Q tersebut. Untuk itu kita perhatikan hal
berikut lebih dulu.
Kita bisa melihat secara umum, bahwa kurva suatu fungsi
y = f (x)
akan tergeser sejajar sumbu-x sebesar x1 skala jika x diganti dengan (x
x1), dan tergeser sejajar sumbu-y sebesar y1 skala jika y diganti dengan (y
y1)

y = f (x)

menjadi

y = f ( x x1 ) atau

y y1 = f ( x)

(2.11)

Walaupun (2.11) diperoleh melalui pembahasan fungsi linier, namun ia


berlaku pula untuk fungsi non linier. Fungsi non linier memberikan
kurva garis lengkung yang akan kita pelajari dalam bab-bab selanjutnya.

Contoh:
kurva semula
y 8
6

y + 2 = 2x (pergeseran 2
searah sumbu-y)
atau
y = 2(x 1) (pergeseran +1
searah sumbu-x)

y = 2x

4
2
0
-1

0
-2

-4

20 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Contoh: Kita kembali pada contoh sebelumnya, yaitu persamaan


garis yang melalui titik P(5,7) dan Q(1,2). Persamaan garis
seharusnya adalah y b = 1,25 x atau y = 1,25( x a) . Nilai a dan
b dapat kita peroleh jika kita masukkan koordinat titik yang
diketahui, misalnya P(5,7). Dengan memasukkan koordinat titik
ini kita dapatkan persamaan 7 b = 1,25 5 atau 7 = 1,25(5 a ) .
Dari sini kita akan mendapatkan nilai a = 0,6 dan juga b = 0,75
sehingga persamaan garis yang melalui titik P(5,7) dan Q(1,2)
dapat diperoleh, yaitu y 0,75 = 1,25 x atau y = 1,25( x + 0,6) .
Garis ini memotong sumbu-y di +0,75 dan memotong sumbu-x di
0,6.
2.4. Perpotongan Garis
Dua garis lurus

y1 = a1x + b1 dan

y2 = a2 x + b2

berpotongan di titik P sehingga koordinat P memenuhi y1 = y2

a1xP + b1 = a2 xp + b2
sehingga

b b
xP = 2 1
a1 a2
yP = a1xP + b1

(2.12)

atau

yP = a2 xP + b2

Contoh:
Titik potong dua garis

y1 = 2 x + 3

dan

y2 = 4 x 8

y1 = y 2 2 x + 3 = 4 x 8 2 x = 11
11
= 5,5 ; yP = 2 x + 3 = 2 5,5 + 3 = 14
2
atau yP = 4 5,5 8 = 14
xP =

Jadi titik potong adalah P[(5,5), 14] . Perhatikan Gb.2.6. berikut


ini.

21

30

y1

y2

20

P Koordinat P memenuhi
persamaan y1 maupun y2.

10
0
-10

-5

10

-10
-20
-30

Gb.2.6. Perpotongan dua garis.


Jika kedua garis memiliki kemiringan yang sama sudah barang tentu kita
tak akan memperoleh titik potong karena mereka sejajar; dikatakan juga
mereka berpotongan di .

Contoh: Dua garis


sejajar.

y1 = 4 x + 3

dan

y2 = 4 x 8 adalah

2.5. Pembagian Skala Pada Sumbu Koordinat


Pada penggambaran kurva-kurva di atas, panjang per skala kedua sumbu
koordinat tidak sama. Apabila panjang per skala dibuat sama kita akan
memiliki kemiringan garis

m = tan

(2.13)

dengan adalah sudut yang dibentuk oleh garis lurus dengan sumbu-x
atau dengan garis mendatar, seperti pada Gb.2.7.
y
5

m = tan

|
5

5
Gb.2.7. Panjang per skala sama di sumbu-x dan y.

22 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Sesungguhnya formulasi (2.13) berlaku umum, baik untuk pembagian


skala di kedua sumbu koordinat sama besar ataupun tidak. Namun jika
pembagian skala tersebut sama besar, sudut yang terlihat dalam grafik
menunjukkan kemiringan garis sebenarnya; jika pembagian tidak sama
besar sudut yang terlihat pada grafik bukanlah sudut sebenarnya
sehingga sudut sebenarnya harus dihitung dari formula (2.13) dan
bukan dilihat dari grafik.

2.6. Domain, Kekontinyuan, Simetri


Pada fungsi linier y = m( x a ) + b , peubah y akan selalu memiliki nilai,
berapapun x. Peubah x bisa bernilai dari sampai +. Fungsi ini juga
kontinyu dalam rentang tersebut.
Kurva fungsi y = mx simetris terhadap titik asal [0,0] karena fungsi ini
tak berubah jika y diganti dengan y dan x diganti dengan x.

2.7. Contoh-Contoh Fungsi Linier


Contoh-contoh fungsi linier berikut ini mamberikan gambaran bahwa
fungsi linier dengan kurva yang kita gambarkan berbentuk garis lurus,
merupakan bentuk fungsi yang biasa kita jumpai dalam praktik rekayasa.
1). Suatu benda dengan massa m yang mendapat gaya F akan
memperoleh percepatan.

F = ma ; a adalah percepatan
Jika tidak ada gaya lain yang melawan F, maka dengan percepatan a
benda akan memiliki kecepatan sebagai fungsi waktu sebagai

v(t ) = v0 + at
v kecepatan gerak benda, v0 kecepatan awal, t waktu. Jika kecepatan
awal adalah nol maka kecepatan gerak benda pada waktu t adalah
v(t ) = at
2) Dalam tabung katoda, jika beda tegangan antara anoda dan katoda
adalah V , dan jarak antara anoda dan katoda adalah l maka antara
anoda dan katoda terdapat medan listrik sebesar

23

E=
Elektron yang
muncul di
permukaan katoda
akan mendapat
percepatan dari
adanya medan
listrik sebesar

V
l

anoda ]

katoda
l

a = eE
a adalah percepatan yang dialami elektron, e muatan elektron, E
medan listrik. Jika kecepatan awal elektron adalah nol, dan waktu
tempuh dari anoda ke katoda adalah t, maka kecepatan elektron pada
waktu mencapai katoda adalah

vk = at
3) Suatu pegas, jika ditarik kemudian dilepaskan akan kembali pada
posisi semula jika tarikan yang dilakukan masih dalam batas
elastisitas pegas. Gaya yang diperlukan untuk menarik pegas
sepanjang x merupakan fungsi linier dari x.

F = kx
dengan k adalah konstanta pegas.
4) Dalam sebatang logam sepanjang l, akan mengalir arus listrik sebesar i
jika antara ujung-ujung logam diberi perbedaan tegangan sebesar V.
Arus yang mengalir merupakan fungsi linier dari tegangan dengan
relasi
1
V
i = GV = , dengan G =
R
R
G adalah tetapan yang disebut konduktansi listrik dan R disebut
resistansi listrik.Persamaan ini juga bisa dituliskan
V = iR
yang dikenal sebagai relasi hukum Ohm dalam kelistrikan.
Jika penampang logam adalah A dan rata sepanjang logam, maka
resistansi dapat dinyatakan dengan
l
R=
A
24 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

disebut resistivitas bahan logam.


Kerapatan arus dalam logam adalah j =

i
dan dari persamaan di
A

atas kita peroleh

j=

i
V
1V
=
=
= E
A RA l

dengan E = V / l adalah kuat medan listrik dalam logam, = 1 /


adalah konduktivitas bahan logam.
Secara infinitisimal kuat medan listrik adalah gradien potensial atau
dV
gradien dari V yang kita tuliskan E =
. Mengenai pengertian
dx
gradien akan kita pelajari di Bab-9.
5). Peristiwa difusi. Secara thermodinamis, faktor pendorong untuk
terjadinya difusi,
yaitu penyebaran
materi masuk
materi menembus
materi keluar
di xa
materi lain, adalah
Ca
di x
adanya perbedaan
konsentrasi. Situasi
Cx
ini analog dengan
peristiwa aliran
x
xa x
muatan listrik di mana
faktor pendorong
untuk terjadinya aliran muatan adalah perbedaan tegangan.
Analog dengan peristiwa listrik, fluksi materi yang berdifusi dapat
kita tuliskan sebagai
dC
J x = D
dx
D adalah koefisien difusi, dC/dx adalah variasi konsentrasi dalam
keadaan mantap di mana C0 dan Cx bernilai konstan. Relasi ini
disebut Hukum Fick Pertama yang secara formal menyatakan bahwa
fluksi dari materi yang berdifusi sebanding dengan gradien
konsentrasi; dengan kata lain fluksi materi yang berdifusi merupakan
fungsi linier dari gradien konsentrasi.
25

Berikut ini tersaji soal-soal untuk latihan. Soal-soal ini hanya berkenaan
dengan kurva garis lurus. Namun dengan contoh-contoh di atas kita
menyadari bahwa fungsi linier bukan hanya sekedar pernyataan suatu
garis lurus melainkan suatu bentuk fungsi yang banyak dijumpai dalam
praktik rekayasa.

Soal-Soal
1. Tentukan persamaan garis-garis yang membentuk sisi segi-lima
yang tergambar di bawah ini.

y
5
4
3

y1

y2

2
1

0
-5

-4

-3

y5

-2

-1

-1
-2
-3

y3
y4

-4
-5

2.

Carilah koordinat titik-titik potong dari garis-garis tersebut pada


soal nomer-1 di atas.

3.

Carilah persamaan garis yang


a) melalui titik asal (0,0) dan sejajar garis y2;
b) melalui titik asal (0,0) dan sejajar dengan garis y3.

4.

Carilah persamaan garis yang melalui


a) titik potong y1 y2 dan titik potong y3 y4 ;
b) titik potong y3 y4 dan titik potong y1 y5 ;
c) titik potong y1 y2 dan titik potong y4 y5.

5.

Carilah persamaan garis yang


a) melalui titik potong y1 y5 dan sejajar dengan garis y2 ;
b) melalui titik potong y4 y5 dan sejajar dengan garis y1.

26 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Bab 3
Gabungan Fungsi Linier
Fungsi-fungsi linier banyak digunakan untuk membuat model dari
perubahan-perubahan besaran fisis. Perubahan besaran fisis mungkin
merupakan fungsi waktu, temperatur, tekanan atau yang lain. Artinya
waktu, temperatur, tekanan dan lainnya itu menjadi peubah bebas, x,
sedangkan besaran fisis yang tergantung padanya merupakan peubah tak
bebas, y.
Pada umumnya perubahan besaran fisis terjadi secara tidak linier. Jika
dalam batas-batas tertentu perubahan tersebut dapat dianggap linier,
besaran fisis tersebut dapat dimodelkan dengan memanfaatkan fungsifungsi linier dan model ini kita sebut model linier dari besaran fisis
tersebut. Fungsi-fungsi berikut ini biasa dijumpai dalam analisis
rangkaian listrik.

3.1. Fungsi Anak Tangga


Fungsi tetapan membentang pada nilai x dari sampai +. Jika kita
menginginkan fungsi bernilai konstan yang muncul pada x = 0 dan
membentang hanya pada arah x positif, kita memerlukan fungsi lain yang
disebut fungsi anak tangga satuan yang didefinisikan bernilai nol untuk
x < 0, dan bernilai satu untuk x 0 dan dituliskan sebagai u (x) . Jadi

u ( x) = 1 untuk x 0
= 0 untuk x < 0

(3.1)

Jika suatu fungsi tetapan y = k dikalikan dengan fungsi anak tangga


satuan, akan kita peroleh suatu fungsi lain yang kita sebut fungsi anak
tangga (disebut juga undak), yaitu
(3.2)
y = ku (x)
Fungsi anak tangga (3.2) bernilai nol untuk x < 0, dan bernilai k untuk x
0. Gb.3.1. memperlihatkan kurva dua fungsi anak tangga. Fungsi
y = 3,5u ( x) dan fungsi y = 2,5u ( x) yang bernilai nol untuk x < 0
dan bernilai 3,5 dan 2,5 untuk x 0.

27

y 5
y = 3,5 u(x)

0
-5

y = 2,5 u(x)
-4

Gb.3.1. Fungsi anak tangga.


Fungsi anak tangga seperti (3.2) dikatakan mulai muncul pada x = 0 dan
k disebut amplitudo. Kita lihat sekarang fungsi anak tangga yang baru
muncul pada x = a. Ini tidak lain adalah fungsi anak tangga tergeser.
Fungsi demikian ini dinyatakan dengan mengganti peubah x dengan
( x a) . Dengan demikian maka fungsi anak tangga
y = ku ( x a )

(3.3)

merupakan fungsi yang mulai muncul pada x = a dan disebut fungsi anak
tangga tergeser dengan pergeseran sebesar a. Jika a positif fungsi ini
bergeser ke arah positif sumbu-x dan jika negatif bergeser ke arah negatif
sumbu-x. Gb.3.2. memperlihatkan kurva fungsi seperti ini.
y 5
y = 3,5 u(x1)

0
-5

x 5

-4

Gb.3.2. Kurva fungsi anak tangga tergeser.


Perhatikanlah bahwa fungsi anak tangga memiliki nilai yang terdefinisi
di x = 0. Oleh karena itu fungsi ini kontinyu di x = 0, berbeda dengan
fungsi y = 1/x yang tidak terdefinisi di x = 0 (telah disinggung di Bab-1).

28 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

3.2. Fungsi Ramp


Telah kita lihat bahwa fungsi y = ax berupa garis lurus dengan
kemiringan a, melalui titik [0,0], membentang dari x = - sampai x = +.
Fungsi ramp terbentuk jika persamaan garis tersebut bernilai nol untuk x
< 0, yang dapat diperoleh dengan mengalikan ax dengan fungsi anak
tangga satuan u(x) (yang telah didefisisikan lebih dulu bernilai nol untuk
x < 0). Jadi persamaan fungsi ramp adalah
y = axu (x)

(3.4)

Jika kemiringan a = 1, fungsi tersebut menjadi fungsi ramp satuan.

Fungsi ramp tergeser adalah


y = a ( x g )u ( x g )

(3.5)

dengan g adalah pergeserannya. Perhatikanlah bahwa pada (3.5)


bagian y1 = a( x g )
adalah fungsi linier tergeser sedangkan

y2 = u ( x g ) adalah fungsi anak tangga satuan yang tergeser. Gb.3.3.


memperlihatkan kurva fungsi ramp satuan y1 = xu ( x) , fungsi ramp

y2 = 2 xu ( x) , dan fungsi ramp tergeser y3 = 1,5( x 2)u ( x 2) .


y

y2 = 2xu(x)

y1 = xu(x)

4
3

y3 = 1,5(x-2)u(x-2)

2
1
0
-1

Gb.3.3. Ramp satuan y1 = xu(x), ramp y2 = 2xu(x),


ramp tergeser y3 = 1,5(x-2)u(x-2).

3.3. Pulsa
Pulsa merupakan fungsi yang muncul pada suatu nilai x1 tertentu dan
menghilang pada x2>x1. Bentuk pulsa ini dapat dinyatakan dengan
gabungan dua fungsi anak tangga, yang memiliki amplitudo sama tetapi

29

berlawanan amplitudo dan berbeda pergeserannya. Persamaan umumnya


adalah

y = au ( x x1 ) au ( x x2 )

(3.6)

x1 menunjukkan pergeseran fungsi anak tangga yang pertama dan x2


adalah pergeseran fungsi anak tangga yang ke-dua, dengan x2 > x1.
Penjumlahan kedua fungsi anak tangga inilah yang memberikan bentuk
pulsa, yang muncul pada x = x1 dan menghilang pada x = x2. Selisih
( x 2 x1 ) disebut lebar pulsa

lebar pulsa = x2 x1

(3.7)

Gb.3.4. memperlihatkan pulsa dengan amplitudo 2, yang muncul pada x


= 1 dan menghilang pada x = 2, yang persamaannya adalah

y = 2u ( x 1) 2u ( x 2)
= 2{u ( x 1) u ( x 2)}
lebar
pulsa
y1=2u(x-1)

y1+y2= 2u(x-1)-2u(x-2)

1
0
-1

0
-1
-2

3 x

y2=-2u(x-2)

Gb.3.4. Fungsi pulsa 2u(x-1)-2u(x-2)


Apa yanga berada dalam tanda kurung pada persamaan terakhir ini, yaitu
y = {u ( x 1) u ( x 2)} , adalah pulsa beramplitudo 1 yang muncul pada
x = 1 dan berakhir pada x = 2. Secara umum pulsa beramplitudo A yang
muncul pada x = x1 dan berakhir pada x = x2 adalah
y = A{u ( x x1 ) u ( x x2 )} ; lebar pulsa ini adalah (x2 x1).

Contoh lain: Pulsa yang muncul pada x = 0, dengan lebar pulsa 3


dan amplitudo 4, memiliki persamaan y = 4{u ( x) u ( x 3)} .

30 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Fungsi pulsa memiliki nilai hanya dalam selang tertentu yaitu sebesar
lebar pulsanya, ( x2 x1) , dan di luar selang ini nilanya nol. Oleh karena
itu fungsi apapun yang dikalikan dengan fungsi pulsa, akan memiliki
nilai hanya dalam selang di mana fungsi pulsanya juga memiliki nilai.
Dalam praktek, fungsi pulsa terjadi berulang secara periodik. Gb.3.5.
memperlihatkan deretan pulsa
perioda
y

x
Gb.3.5. Deretan Pulsa.
Peubah x biasanya adalah waktu. Selang waktu di mana pulsa muncul
biasa diberi simbol ton sedangkan selang waktu di mana ia menghilang
diberi simbol toff. Satu perioda T = ton + toff. Nilai rata-rata deretan pulsa
adalah
t
yrr pulsa = on y maks
(3.8)
T
dengan ymaks adalah amplitudo pulsa.

3.4. Perkalian Ramp dan Pulsa.


Persamaan umumnya adalah

y = mxu ( x) A{u ( x x1) u ( x x2 )}

(3.9)

dengan m dan A berturut-turut adalah kemiringan kurva ramp dan


amplitudo pulsa. Persamaan (3.9) dapat kita tulis

y = mAx{u ( x x1 ) u ( x x2 )}
Perhatikan bahwa u ( x) = 1 karena ia adalah fungsi anak tangga satuan.
Gb.3.6. memperlihatkan perkalian fungsi ramp y1 = 2 xu ( x) dengan

fungsi pulsa y2 = 1,5{u ( x 1) u ( x 3)} yang hanya memiliki nilai


antara x = 1 dan x = 3. Perhatikan bahwa hasil kalinya hanya memiliki

31

nilai antara x = 1 dan x = 3, dengan kemiringan yang merupakan hasil


kali antara amplitudo pulsa dengan kemiringan ramp.

y3 = y1 y 2 = 2 xu ( x ) 1,5{u ( x 1) u ( x 3)}
= 3 x{u ( x 1) u ( x 3)}
10
8

y3 = y1 y2

y1=2xu(x)

6
y2=1,5{u(x-1)-u(x-3)}

4
2
0
0

-1

x 5

Gb.3.6. Perkalian fungsi ramp y1 dan pulsa y2.


Perkalian fungsi ramp y1 = mxu ( x) dengan pulsa y2 = 1{u ( x) u ( x b)}
membentuk fungsi gigi gergaji y = (m 1) x{u ( x) u ( x b)} yang
muncul pada t = 0 dengan kemiringan m dan lebar b. (Gb.3.7).
y 10
y
8

y1=mxu(x)
y3 = y1 y2 =mx{u(x)-u(x-b)}

6
4

y2={u(x)-u(x-b)}

2
0
-1

4 xx

Gb.3.7. Kurva gigi gergaji


Seperti halnya pada pulsa, fungsi gigi gergaji biasanya terjadi secara
periodik, dengan perioda T, seperti terlihat pada Gb.3.8.
Nilai rata-rata fungsi gigi gergaji adalah

y
yrr gigi - gergaji = maks
2

(3.10)

32 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

dengan ymaks adalah nilai puncak gigi gergaji.


y
6
4
2
0
0

4 x 5

Gb.3.8. Gigi gergaji terjadi secara periodik.

3.5. Gabungan Fungsi Ramp


Penjumlahan fungsi ramp akan berbentuk

y = axu( x) + b( x x1 )u ( x x1 )

(3.11)

+ c( x x2 )u ( x x2 ) + .......

Kita ambil contoh penjumlahan dua fungsi ramp, y1 = 2 xu ( x) dan

y2 = 2( x 2)u ( x 2) seperti terlihat pada Gb.3.9. Gabungan dua


fungsi ramp ini akan memiliki nilai konstan mulai dari x = 2, karena
mulai dari titik itu jumlah kedua fungsi adalah nol sehingga fungsi
gabungan akan bernilai sama dengan nilai fungsi yang pertama pada saat
mencapai x = 2.
y

y 12
10

y1=2xu(x)

8
6
4
2
0
-2 0
-4
-6
-8

y3= 2xu(x)2(x2)u(x2)
1

4 x

y2= 2(x2)u(x2)

Gb.3.9. Gabungan ramp y1 dan ramp tergeser y2.


Gb.3.10. memperlihatkan kurva gabungan dua fungsi ramp, y1 = 2 xu ( x)
dan y = 4( x 2)u ( x 2) . Di sini, fungsi kedua memiliki kemiringan
33

negatif dua kali lipat dari kemiringan positif fungsi yang pertama. Oleh
karena itu fungsi gabungan y3 = y1 + y2 akan menurun mulai dari x = 2.

15
10

y1=2xu(x)

y3= 2xu(x)4(x2)u(x2)

0
0

-5

y2= 4(x2)u(x2)

-10

Gb.3.10. Gabungan ramp y1 dan ramp tergeser y2.


Apabila fungsi gabungan ini kita kalikan dengan fungsi pulsa
y pulsa = u ( x 1) u ( x 3) akan kita peroleh bentuk kurva seperti
terlihat pada Gb.3.11.
y

15

y3= {2xu(x)4(x-2)u(x-2)}{u(x-1)-u(x-3)}

10

y1=2xu(x)

5
0
0

-5

-10

y2= 4(x-2)u(x-2)

Gb.3.11. Kurva {2xu(x)4xu(x2)}{u(x-1)-u(x-3)}


Gabungan fungsi ramp dapat digunakan untuk menyatakan bentuk
gelombang segitiga seperti terlihat pada Gb.3.12.

x
Gb.3.12. Gelombang segitiga.
34 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Bentuk-bentuk kurva gabungan fungsi linier banyak kita jumpai dalam


bentuk gelombang sinyal di rangkaian listrik, terutama elektronika.
Rangkaian elektronika yang membangkitkan gelombang gigi gergaji
misalnya, kita jumpai dalam osciloscope.

3.6. Domain, Kekontinyuan, Simetri


Fungsi anak tangga satuan yang tergeser y = u ( x a) hanya mempunyai
nilai untuk x a. Oleh karena itu semua bentuk fungsi yang dikalikan
dengan fungsi anak tangga ini juga hanya memiliki nilai pada rentang x
a. Dalam rentang ini pula fungsi anak tangga kontinyu.
Fungsi anak tangga tidak memiliki sumbu simetri. Hanya fungsi yang
memiliki sumbu-x sebagai sumbu simetri yang akan tetap simetris
terhadap sumbu-x apabila dikalikan dengan fungsi anak tangga satuan
yang tergeser.

35

Soal-Soal
Bentuk-bentuk kurva gabungan fungsi linier banyak kita jumpai pada
bentuk gelombang sinyal dalam rangkaian listrik.
1.

Gambarkan dan tentukan persamaan bentuk kurva fungsi anak


tangga berikut ini :
a) y1: ymaks = 5, muncul pada x = 0.
b) y2: ymaks = 10 , muncul pada x = 1.
c) y3: ymaks = 5 , muncul pada x = 2.

2.

Dari fungsi-fungsi di soal nomer 3, gambarkanlah kurva fungsi


berikut ini.

a). y 4 = y1 + y 2 ;

b). y5 = y1 + y3 ;

c). y 6 = y1 + y 2 + y3

3.

Gambarkan dan tentukan persamaan bentuk pulsa berikut ini :


a). Amplitudo 5, lebar pulsa 1, muncul pada x = 0.
b). Amplitudo 10, lebar pulsa 2, muncul pada x=1.
c). Amplitudo 5, lebar pulsa 3, muncul pada x=2.

4.

Gambarkan bentuk kurva fungsi periodik yang berupa deretan


pulsa dengan amplitudo 10, lebar pulsa 20, perioda 50.

5.

Gambarkan bentuk kurva fungsi periodik gigi gergaji dengan


amplitudo 10 dan perioda 0,5.

6.

Tentukan persamaan siklus pertama


dari
kurva
periodik
yang
digambarkan di samping ini.

perioda
y 5
0
3

7.

Tentukan persamaan siklus pertama


dari bentuk kurva periodik yang
digambarkan di samping ini.

1 2

3 4 5

perioda
y

5
0

1 2 3 4 5 6

36 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Bab 4
Mononom dan Polinom
Mononom adalah pernyataan tunggal yang berbentuk kxn, dengan k
adalah tetapan dan n adalah bilangan bulat termasuk nol.
Fungsi polinom merupakan jumlah terbatas dari mononom. Berikut ini
beberapa contoh fungsi polinom dalam bentuk eksplisit

y1 = x 3 + 5 x 2 3 x + 7
y 2 = ( x 2 5) 2
y3 = 10 x
y4 = 5
Contoh yang pertama, y1, adalah fungsi polinom berpangkat tiga, yaitu
pangkat tertinggi dari peubah bebas x. Contoh ke-dua, y2, adalah fungsi
berpangkat empat. Contoh y3 dan y4 adalah fungsi mononom berpangkat
satu dan berpangkat nol yang telah kita kenal sebagai fungsi linier dan
fungsi tetapan yang memiliki kurva berbentuk garis lurus.

4.1. Mononom
Mononom Pangkat Dua. Mononom pangkat dua kita pandang sebagai
fungsi genap, kita tuliskan

y = kx 2

(4.1)

Karena x di-kuadratkan, maka mengganti x dengan x tidak akan


mengubah fungsi. Kurva akan simetris terhadap sumbu-y. Nilai y hanya
akan negatif manakala k negatif.
Kita ingat bahwa pada fungsi linier y = kx nilai k merupakan
kemiringan dari garis lurus. Jika k positif maka garis akan naik ke arah
positif sumbu-x, dan jika negatif garis akan menurun. Jika k makin besar
kemiringan garis makin tajam.
Pada fungsi mononom pangkat dua, kurva akan berada di atas sumbu-x
jika k positif dan akan berada di bawah sumbu-x jika k negatif . Jika k
makin besar lengkungan kurva akan semakin tajam. Gb. 4.1.
memperlihatkan kurva fungsi (4.1) untuk tiga macam nilai positif k.
37

Makin besar nilai k akan membuat lengkungan kurva makin tajam.


Perhatikanlah bahwa pada x = 1, nilai y sama dengan k.

10
9
8
7
6

y = 5x2 y = 3x2

y = x2

5
4
3
2
1
0
-3

-2

-1

Gb.4.1. Kurva fungsi y = kx dengan k positif.


Gb.4.2 memperlihatkan bentuk kurva jika k bernilai negatif. Jika kurva
dengan nilai k positif menunjukkan adanya nilai y minimum, yaitu pada
titik [0,0], kurva untuk k negatif menunjukkan adanya nilai y maksimum
pada titik [0,0].
x
0
-5

-4

-3

-2

-1
0
-20

-40
2

y = 2x

-60
-80
y

y = 10x

-100

Gb.4.2. Kurva fungsi y = kx 2 dengan k negatif.


Peninjauan pada fungsi polinom akan kita lakukan pada k yang positif;
kita akan melihat bagaimana jika kurva ini digeser. Pergeseran kurva
sebesar a skala sejajar sumbu-x diperoleh dengan menggantikan peubah x
dengan (x a), dan pergeseran sejajar sumbu-y sebesar b skala diperoleh
dengan mengganti y dengan (y b). Dengan demikian persamaan
mononom pangkat dua yang tergeser menjadi

( y b) = k ( x a ) 2

(4.3)

38 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Kurva fungsi seperti ini diperlihatkan pada Gb.4.3. untuk a = 0 dan b = 0,


a = 2 dan b = 0, serta a = 2 dan b = 30. Untuk nilai-nilai ini, dengan k =
10, persamaan dapat kita tuliskan menjadi

y1 = 10x 2
y2 = 10( x 2) 2
y3 = 10( x 2) 2 + 30
y3 = 10(x2)2 + 30
100

y1 = 10x2

50

y2 = 10(x2)2
0
-5

-3

-1

Gb.4.3. Pergeseran kurva mononom pangkat dua.


Perhatikanlah bahwa y2 adalah pergeseran dari y1 ke arah positif sumbu-x
sebesar 2 skala; y3 adalah pergeseran dari y2 ke arah positif sumbu-y
sebesar 30 skala. Bentuk lengkungan kurva tidak berubah.

Mononom Pangkat Genap. Mononom pangkat genap yang lain adalah


berpangkat 4, 6 dan seterusnya. Semua mononom pangkat genap akan
membentuk kurva yang memiliki sifat seperti pada mononom pangkat
dua yaitu simetris terhadap sumbu-y, berada di atas sumbu-x jika k
positif dan berada di bawah sumbu-x jika k negatif. Gb.4.4.
memperlihatkan perbedaan bentuk kurva mononom pangkat genap yang
memiliki koefisien k sama besar.
Kita lihat pada Gb.4.4. bahwa makin tinggi pangkat mononom makin
cepat nilai y bertambah namun hal ini hanya terlihat mulai dari x = 1.
Pada nilai x lebih kecil dari satu, kurva makin landai jika pangkat makin
tinggi. Dengan kata lain lengkungan makin kurang tajam. Hal ini dapat
dimengerti karena pangkat bilangan pecahan bernilai makin kecil jika
pangkat makin besar.

39

y
3

y1 = 2x2

y2 = 2x4
y3 = 2x6
-1.5

0
-1

-0.5

0.5

x 1.5

Gb.4.4. Kurva mononom pangkat genap dengan koefisien


sama.
Telah kita ketahui dalam kasus mononom pangkat dua, bahwa jika
koefisien k makin besar lengkungan menjadi makin tajam. Hal yang
sama terjadi juga pada kurva mononom pangkat genap yang lebih tinggi.
Gb.4.5. memperlihatkan kurva mononom pangkat genap dengan
koefisien yang yang meningkat dengan meningkatnya pangkat.
6

y1 = 6x6

y2 = 3x4

y3 = 2x2

1
0

-1.5

-1

-0.5

0.5

1.5

Gb.4.5. Kurva mononom pangkat genap dengan koefisien tak sama.


Pada Gb.4.5 terlihat bahwa makin besar k, nilai y juga makin cepat
meningkat. Kecepatan peningkatan y dengan koefisien yang lebih besar
sudah mulai terjadi pada nilai x kurang dari satu. Gejala kelandaian pada
nilai x yang kecil tetap terlihat.
Kurva-kurva pada Gb.4.5 adalah kurva mononom dengan koefisien yang
makin besar pada pangkat yang makin besar. Bila koefisien makin
kecilpada pangkat yang makin besar, situasi yang akan terjadi adalah
seperti terlihat pada Gb.4.6 berikut ini.
40 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

8
7
6
5
4

y = 6x2
y = 3x4
y=x
-1.5

3
2
1
0

-1

-0.5

0.5

1.5

Gb.4.6. Kurva mononom pangkat genap dengan


koefisien yang makin rendah pada mononom
berpangkat tinggi.
Kelandaian kurva pangkat tinggi tetap terjadi pada nilai x yang kecil.
Kurva pangkat tinggi baru akan menyusul kurva berpangkat rendah pada
nilai x > 1; perpotongan dengan kurva dari fungsi yang berpangkat
rendah terjadi pada nilai y yang besar.

Contoh Fungsi Mononom Pangkat Dua. Kita ambil beberapa contoh


peristiwa fisis.
1). Suatu benda dengan massa m yang mendapat gaya F akan
memperoleh percepatan a sehingga kecepatan benda sebagai fungsi
waktu (apabila kecepatan awal adalah nol) dapat dinyatakan sebagai
v(t ) = at
(lihat contoh fungsi linier sub-bab-2.7).
Jarak yang ditempuh mulai dari titik awal adalah

s(t ) =

1 2
at
2

2). Dalam tabung katoda, jika kecepatan awal elektron adalah nol, dan
waktu tempuh dari anoda ke katoda adalah t, maka kecepatan
elektron pada waktu mencapai katoda adalah

vk = at

41

anoda ]

katoda
l

(lihat contoh fungsi linier sub-bab-2.7).


Waktu tempuh dapat dihitung dari formula s(t ) =

1 2
at , di mana s(t)
2

= l.
3). Dalam teori atom, di mana elektron dipandang sebagai gelombang,
fungsi gelombang dari elektron-bebas dibawah pengaruh medan
sentral adalah = e jkr dengan k adalah vektor bilangan gelombang
yang searah dengan rambatan gelombang.

k =

2
, : panjang

gelombang
Energi
kinetik
elektron
gelombang, Ek , adalah

Ek =
me massa electron,

sebagai
Ek

h 2k 2
2me

h suatu konstanta.

Ek dan k memiliki relasi mononomial


pangkat dua
(Dari Bab-8, ref. [4])

Mononom Pangkat Ganjil. Pangkat ganjil paling kecil adalah 1 dan


dalam hal demikian ini kita mendapatkan persamaan garis y = kx .
Pangkat ganjil berikutnya adalah 3, 5, 7 dan seterusnya. Gb.4.5.
memperlihatkan kurva fungsi mononom berpangkat ganjil.
Kurva fungsi mononom pangkat ganjil simetris terhadap titik asal. Ia
bernilai positif untuk x positif dan bernilai negatif untuk x negatif. Makin
tinggi pangkat mononom makin cepat perubahan nilai y untuk x > 1.

42 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Untuk x < 1 kurva makin landai yang berarti makin tajam


pembengkokan garis lurus yang terjadi di dalam rentang 1 x 1 .
3
2

-1.5

-1

0
-1 0

-0.5

y = 2x5
y = 2x3

y = 2x

0.5

1.5

-2
-3

Gb.4.5. Kurva fungsi mononom pangkat ganjil.


Apabila peningkatan pangkat disertai juga dengan peningkatan koefisien
k, perpotongan kurva dengan garis y = kx bisa terjadi pada nilai x < 1.

4.2. Polinom Pangkat Dua


Fungsi polinom pangkat dua berbentuk

y = ax 2 + bx + c

(4.4)

Berikut ini kita akan melihat apa yang terjadi pada proses penambahan
mononom demi mononom. Untuk penggambaran kurva masing-masing
mononom dalam tinjauan fungsi (4.4) diambil semua koefisien mononom
positif. Dengan mengambil nilai-nilai a = 2, b = 15, dan c = 13, kurva
masing-masing mononom diperlihatkan pada Gb.4.6.
150

y
2

y2=15x

y1=2x

y3=13

0
-10

-150

Gb.4.6. Kurva masing-masing mononom dari fungsi kuadrat.


43

Jika kurva y2 = 15x ditambahkan pada y1 = 2x2 maka kurva y1 akan


bertambah tinggi di sebelah kanan titik [0,0] dan menjadi rendah di
sebelah kiri titik [0,0] seperti terlihat pada Gb.4.7.a.
150

y1=2x2

y4=2x2+15x
0
-10

x = 15/2
y2=15x
-150
150

(a)

sumbu simetri

y4=2x2+15x

15/4
0
-10

15/2

-150

(b)
150

sumbu simetri

y5 = 2x2+15x+13

y4 = 2x2+15x
0
-10

(c)

-150

Gb.4.7. Penjumlahan y1 = 2x2 , y2 = 15x, dan y3 = 13


44 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Karena y2 = 15 x melalui titik [0,0] dan y1 = 2x2 juga melalui titik [0,0]
maka penjumlahan kedua kurva akan memberikan kurva

y4 = y1 + y2 = 2 x 2 + 15 x

(4.5)

yang juga melalui titik [0,0]. Selain di x = 0 kurva penjumlahan ini juga
memotong sumbu-x di x = 15 / 2 karena dua titik ini (yaitu x = 0 dan

x = 15 / 2 ) memenuhi persamaan y3 = 2 x 2 + 15 x = 0 . Kurva ini


memiliki sumbu simetri yang memotong sumbu-x di x = 15 / 4 seperti
terlihat pada Gb.4.7.b. Jika kemudian tetapan 13 ditambahkan pada y4
tebentuklah
y5 = 2 x 2 + 15 x + 13

(4.6)

yang merupakan pergeseran dari y4 ke arah positif sumbu-y sebesar 13


skala, seperti terlihat pada Gb.4.7.c.
Kita lihat sekarang bentuk umum fungsi pangkat dua (4.4)

y = ax 2 + bx + c
yang dapat kita tuliskan sebagai
2

b
b
b2

+c
y = a x 2 + x + c = a x +

a
2a
4a

b
b 2 4ac

= a x +

2a
4a

(4.7)

Kurva dari fungsi (4.7) ini dapat kita fahami sebagai berikut: kurva y
b
adalah kurva y = ax2 yang tergeser sejajar sumbu-x sejauh
2a
kemudian

tergeser

lagi

sejajar

sumbu-y

sejauh

b 2 4ac
.

4a

Perhatikan Gb.4.8.

45

y = ax2 +bx +c

y = ax2

x2

x1

b
2a

-50

b 2 4 ac

4a

Gb.4.8. Pergeseran kurva y = ax2 sejajar sumbu-x ke kiri


sejauh
b/2a kemudian tergeser lagi sejajar sumbu-y ke bawah
sejauh (b24ac)/4a.

b
dan kurva memotong sumbu-x di
2a
sebelah kiri dan kanan sumbu simetri ini, yaitu di x1 dan x2 . Dari
persamaan (4.7) kita dapatkan
Sumbu simetri terletak pada x =

b
b 2 4ac
b
b 2 4ac

y = a x +
= 0 a x +
=

2a
4a
2a
4a

b
b 2 4ac
b
b 2 4ac

x +
x
=

2a
2a

4a 2
4a 2

x1, x2 =

b
b 2 4ac

2a
2a

(4.8)

yang kita kenal sebagai akar-akar persamaan kuadrat.


Keadaan kritis terjadi pada waktu kurva fungsi kuadrat bersinggungan
dengan sumbu-x; dua akar nyata dari persamaan kuadrat menjadi sama
besar. Hal ini terjadi jika pergeseran sejajar sumbu-y bernilai nol

46 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

b 2 4ac
= 0 (b 2 4ac) = 0
4a

(4.9)

Jika (b 2 4ac) < 0 maka kurva tidak memotong sumbu-x. Keadaan ini
memberikan akar kompleks yang belum akan kita bahas.
Tinjauan di atas memberikan hal-hal berikut:
1. Jika c = 0, maka fungsi menjadi y = ax 2 + bx yang memotong sumbu-

b
b
dan memiliki sumbu simetri di x =
2a
a
menjadi sumbu simetri kurva fungsi kuadrat

x di x = 0 dan x =
yang

juga
2

y = ax + bx + c .
2.

Nilai

puncak

fungsi

y = ax 2 + bx + c

y = ax 2 + bx ditambah c yaitu y =

adalah

nilai

puncak

b
b 4ac
+ c atau
.
4a
4a

3. Fungsi kuadrat y = ax 2 + bx + c memotong sumbu-x di

x1,2 =

b
b 2 4ac

2a
2a

47

4.3. Mononom dan Polinom Pangkat Tiga


Fungsi mononom pangkat tiga kita tuliskan y = kx3 . Jika k positif, fungsi
ini akan bernilai positif untuk x positif dan bernilai negatif untuk x
negatif. Jika k negatif maka keadaan akan menjadi sebaliknya. Kurva
fungsi ini diperlihatkan pada Gb.4.9.
500
y

y =3x3

400
300
200

y = 2x3

100
0
-5 -4 -3

-2 -1 0
-100

-200

y = 2x

-300
-400

y =3x

-500

Gb.4.9. Kurva fungsi y = kx3.


Fungsi mononom yang tergeser sejajar dengan sumbu-x dengan
pergeseran sebesar a skala diperoleh dengan mengganti peubah x dengan
(x a), dan jika tergeser sejajar sumbu-y sebesar b skala kita peroleh
dengan mengganti y dengan (y b) . Fungsi mononom pangkat tiga yang
tergeser akan menjadi

y = k ( x a )3 + b

(4.10)

dengan bentuk kurva diperlihatkan pada Gb.4.10.

48 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

600
400

y = 10x3

200
0
-5

-3

-1

-200

y = 10(x2)3

-400

y = 10(x2)3 + 100

-600

Gb.4.10. Kurva fungsi pangkat tiga tergeser.


Jika mononom pangkat tiga ditambahkan pada polinom pangkat dua,
terbentuklan polinom pangkat tiga, dengan persamaan umum yang
berbentuk

y = ax3 + bx 2 + cx + d

(4.11)

Karena y = kx3 naik untuk x positif (pada k positif) maka penambahan


ke fungsi kuadrat akan menyebabkan kurva fungsi kuadrat naik di
sebelah kanan titik-asal [0,0] dan turun di sebelah kiri [0,0].
Kita ambil a = 4 untuk menggambarkan y1 = ax 3 dan b =19, c = 80, d
= 200 untuk menggambarkan kurva fungsi y2 = bx 2 + cx + d seperti
terlihat pada Gb.4.11.a.

49

2000

y1=
4x3

y 2 = 19 x 2 80 x 200
0
10

10

(a)
-2000

2000

y
y3 = y1 + y 2

y2

= 4 x 3 + 19 x 2 80 x 200
0
-10

10

y1

(b)

-2000

Gb.4.11. Mononom pangkat tiga y1 dan fungsi kuadrat y2.


Dengan a positif maka kurva y1 bernilai positif untuk x > 0 dan bernilai
negatif untuk x < 0. Kurva fungsi kuadrat y2 telah kita kenal. Jika y1
ditambahkan pada y2 maka nilai-nilai y2 di sebelah kiri titik [0,0] akan
berkurang sedangkan yang di sebelah kanan titik [0,0] akan bertambah.
Kurva yang kita peroleh akan terlihat seperti pada Gb.4.9.b.
Terlihat pada gambar ini bahwa penjumlahan y1 dan y2 menghasilkan
kurva y3 yang memotong sumbu-x di tiga titik. Ini berarti bahwa
persamaan pangkat tiga ax 3 + bx 2 + cx + d = 0 (dengan nilai koefisien
yang kita ambil) memiliki tiga akar nyata, yang ditunjukkan oleh
perpotongan fungsi y3 dengan sumbu-x tersebut.

50 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Hal demikian tidak selalu terjadi. Jika koefisien a kurang positif,


penurunan kurva y1 di daerah x negatif tidak terlalu tajam. Hal ini
menyebabkan pengurangan nilai y2 didaerah ini juga tidak terlalu banyak.
Kita akan memperoleh kurva seperti ditunjukkan pada Gb.4.12.a. Di sini
fungsi pangkat tiga memotong sumbu-x di tiga tempat akan tetapi yang
terlihat hanya dua. Titik potong yang ke-tiga berada jauh di x negatif.
Makin kecil nilai a (tetap positif) akan makin jauh letak titik perpotongan
yang ke-tiga ini.
2000

y2
y 3 = y1 + y 2
-10

10

y1

-2000

(a) a kurang positif


2000

y2

-10

15

y3 = y1+y2
y1
-2000

(b) a terlalu positif


Gb.4.12. Pengaruh nilai a kurva fungsi pangkat tiga y = y1 + y2.
Jika koefisien a terlalu positif, penurunan y1 di daerah negatif sangat
tajam. Pengurangan y2 di daerah ini terjadi sangat besar. Kurva yang kita
51

peroleh akan terlihat seperti pada Gb.4.12.b. Di sini kurva tidak


memotong sumbu-x di daerah negatif. Hanya ada satu titik potong di
sumbu-x positif. Jika a = 0 akan terjadi fungsi kuadrat yang sudah kita
bahas di sub-bab sebelumnya.
Kita lihat sekarang keadaan di mana a bernilai negatif. Nilai a negatif
akan membuat kurva y1 bernilai positif di daerah x negatif dan bernilai
negatif di daerah x positif. Hal ini menyebabkan nilai y2 akan bertambah
di daerah negatif dan akan berkurang di daerah positif. Jika a tidak
terlalu negatif, kurva yang kita peroleh akan berbentuk seperti terlihat
pada Gb.4.13.a.

y 3 = y1 + y 2
2000

y2
y1
0
-10

15

-2000

(a)

y 3 = y1 + y 2
y2
y1
0
-10

(b)

15

-2000

Gb.4.13. Fungsi pangkat tiga y3 = y1 + y2 dengan a negatif.


Kurva berpotongan dengan sumbu-x di tiga tiga tempat. Akan tetapi
perpotongan yang ke-tiga berada jauh di daerah x positif. Makin negatif a
52 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

makin jauh letak titik perpotongan tersebut. Jika a terlalu negatif kurva
berpotongan dengan sumbu-x di satu tempat, seperti terlihat pada
Gb.4.13.b.

CATATA4: Sesungguhnya perpotongan kurva fungsi pangkat tiga


dengan sumbu-x tidak semata-mata ditentukan oleh nilai koefisien
a pada mononom pertama ax3. Bentuk dan posisi kurva fungsi
kuadratnya, juga akan menentukan letak titik potong.
4.4. Domain, Kekontinyuan, Simetri
Peubah x pada semua fungsi polinom dapat mengambil nilai dari
sampai +. Nilai peubah y akan mengikuti nilai x. Fungsi polinom
kontinyu dalam rentang x tersebut. Demikian pula halnya jika kita
mempunyai fungsi yang merupakan hasilkali antara polinom dengan
polinom, y = y1 y 2 .
Kita telah melihat bahwa kurva mononom pangkat dua y = kx 2 simetris
terhadap sumbu-y karena penggantian x dengan x tidak mengubah
fungsi ini. Hal ini juga akan berlaku untuk semua kurva mononom yang
berpangkat genap. Kenyataan ini menimbulkan istilah simetri genap
untuk fungsi-fungsi yang simetris terhadap sumbu-y; misalnya fungsi
cosinus yang akan kita pelajari di bab lain.
Kita juga telah melihat bahwa kurva mononom pangkat tiga y = kx 3
simetris terhadap titik asal [0,0]. Penggantian y dengan y dan
penggantian x dengan x tidak akan mengubah fungsi ini. Hal ini berlaku
pula untuk semua kurva mononom berpangkat ganjil. Istilah simetri
ganjil diberikan pada fungsi yang simetris terhadap titik asal [0,0],
seperti fungsi sinus yang akan kita pelajari di Bab-6.
Penjumlahan antara mononom berpangkat genap dengan mononom
berpangkat ganjil tidak menghasilkan kurva yang memiliki sumbu
simetri. Hal ini disebabkan karena kaidah untuk terjadinya simetri bagi
mononom berpangkat genap tidak sama dengan kaidah yang diperlukan
untuk terjadinya simetri pada kurva mononom berpangkat ganjil.
Keadaan khusus terjadi pada mononom berpangkat satu yang juga
merupakan mononom berpangkat ganjil. Kurva dari fungsi ini juga
simetris terhadap titik asal [0,0]. Namun fungsi ini adalah fungsi linier
dengan kurva yang berbentuk garis lurus, berbeda dengan kurva fungsi
mononom pangkat tiga. Kelinieran ini menyebabkan penjumlahan
53

dengan kurva mononom pangkat dua menghasilkan pergeseran kurva


fungsi pangkat dua; kurva yang tergeser ini memiliki sumbu simetri
yang sejajar dengan sumbu-y.

Soal-Soal
1.

2.

Tentukanlah koordinat titik puncak dan perpotongan dengan


sumbu-y kurva fungsi-fungsi berikut ini.

y1 = 4 x 2 ;

y2 = 5x 2 7 ;

y3 = 3x 2 12 ;

y 4 = 4 x 2 + 8

Dari soal nomer-1, tentukanlah koordinat titik perpotongan


antara kurva-kurva fungsi berikut ini

y1 dan y 2 ;
3.

y 3 dan y 4

Tentukanlah koordinat titik puncak dan perpotongan dengan


sumbu-y kurva fungsi-fungsi berikut ini.

y1 = 5 x 2 10 x ;
4.

y 2 dan y3 ;

y 2 = 3x 2 12 x ;

y3 = 4 x 2 + 2 x

Dari soal nomer-3, selidikilah koordinat titik perpotongan


kurva-kurva fungsi berikut.

y1 dan y 2 ; y 2 dan y3 ; y1 dan y3


5.

Tentukanlah koordinat titik puncak dan perpotongan dengan


sumbu-y kurva fungsi-fungsi berikut ini.

y1 = 5 x 2 10 x 7 ; y 2 = 3 x 2 12 x + 2 ; y3 = 4 x 2 + 2 x + 8
6.

Dari soal nomer-5, selidikilah koordinat titik perpotongan


kurva-kurva fungsi berikut.

y1 dan y 2 ;

y 2 dan y 3 ; y1 dan y3

54 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Bab 5
Bangun Geometris
5.1. Persamaan Kurva
Persamaan suatu kurva secara umum dapat kita tuliskan sebagai
F ( x, y ) = 0

(5.1)

Persamaan ini menentukan tempat kedudukan titik-titik yang memenuhi


persamaan tersebut. Jadi setiap titik pada kurva akan memenuhi
persamaan dan setiap titik yang memenuhi persamaan harus pula terletak
pada kurva.
Berikut ini adalah karakteristik umum suatu kurva. Beberapa di
antaranya telah kita pelajari di bab pertama.

Simetri. Kurva suatu fungsi mungkin simetris terhadap garis atau titik
tertentu
jika fungsi tidak berubah apabila x kita ganti dengan x maka
kurva fungsi tersebut simetris terhadap sumbu-y;
b) jika fungsi tidak berubah apabila x dan y dipertukarkan, kurva
funsi tersebut simetris terhadap garis-bagi kuadran I dan III.
a)

c)

jika fungsi tidak berubah apabila y diganti dengan y, kurva


funsi tersebut simetris terhadap sumbu-x.

d) jika fungsi tidak berubah jika x dan y diganti dengan x dan y,


kurva fungsi tersebut simetris terhadap titik-asal [0,0].

ilai Peubah. Dalam melihat bentuk-bentuk geometris hanya nilai-nyata


dari y dan x yang kita perhatikan. Apabila dalam suatu persamaan
terdapat pangkat genap suatu peubah maka akan terlibat suatu nilai yang
berasal dari akar pangkat dua (pangkat genap) dari peubah tersebut.
Dalam keadaan demikian kita anggap bahwa bilangan negatif tidak
memiliki akar, karena kita belum membahas bilangan kompleks. Hal ini
telah dikemukakan di bab pertama dalam sub-bab pembatasan
pembahasan.
Contoh: y 2 + x 2 = 1 . Jika kita cari nilai y kita dapatkan

y = 1 x2
55

Apabila nilai mutlak x lebih besar dari 1, maka nilai bilangan di


bawah tanda akar akan negatif. Dalam hal demikian ini kita
membatasi x hanya pada rentang 1 x 1 . Karena kurva ini
simetris terhadap garis y = x, maka ia memiliki nilai juga terbatas
pada rentang 1 y 1 .

Titik Potong Dengan Sumbu Koordinat. Koordinat titik potong dengan


sumbu-x dapat diperoleh dengan memberi nilai y = 0, sedangkan
koordinat titik potong dengan sumbu-y diperoleh dengan memberi nilai x
= 0.
Contoh: y 2 + x 2 = 1 . Titik potong dengan sumbu-x adalah P[1,0]
dan Q[1,0]. Titik potong dengan sumbu-y adalah R[0,1] dan
S[0,1].
Contoh: xy = 1. Dengan memberi nilai x = 0 kita tidak akan
mendapatkan solusi untuk y. Demikian pula memberi y = 0 tidak
akan memberi solusi untuk x. Kurva persamaan ini tidak
memotong sumbu-x maupun sumbu-y.
Asimptot. Suatu titik P[x,y] pada kurva yang bergerak sepanjang kurva
menjauhi titik-asal mungkin akan semakin dekat dengan suatu garis
tertentu, namun tidak akan menyentuhnya. Garis tersebut merupakan
asimptot dari kurva.
Contoh: y 2 ( x 2 x) = x 2 + 10 .
2
Persamaan ini memberikan y = x + 10

x( x 1)

Apa yang berada di dalam tanda akar, tidak boleh negatif. Hal ini
berarti jika x harus positif maka ia tidak boleh lebih kecil dari satu
agar x(x1) positif; jika x negatif maka x(x1) akan tetap positif.
Jadi haruslah x < 0 atau x > 1. Tidak ada bagian kurva yang berada
antara x = 0 dan x = 1. Garis vertikal x = 0 dan x = 1 adalah
asimptot dari kurva. Lihat Gb.5.1.

56 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

0
-4

-4

Gb.5.1. Garis asimptot (ditunjukkan oleh garis patah-patah).


Persamaan kurva ini juga bisa dituliskan sebagai
y2 =

x 2 + 10
x2 x

1 + 10 / x 2
1 1/ x

Jika x maka y = 1, dan y = 1. Garis mendatar y = 1 dan y


= 1 juga merupakan asimptot dari kurva.
2

Soal-Soal:
Tentukan sumbu simetri, titik-titik potong dengan sumbu
koordinat, dan garis asimptot kurva-kurva dari fungsi berikut:
1
1
y=
y = x2 + 1 ;
;
y=x+ ;
2
x
x +1
1
y=
y = x2 1 ;
.
2
x 1

5.2. Jarak Antara Dua Titik


Jika koordinat dua titik diketahui, misalnya P[xp,yp) dan Q[xq,yq], maka
jarak antara keduanya adalah

PQ = ( x p xq ) 2 + ( y p yq ) 2

(5.2)

Formula ini sangat bermanfaat jika kita hendak mencari tempat


kedudukan titik yang berjarak tertentu dari suatu titik lain. Kita akan
melihatnya pada ulasan bentuk-bentuk geometris berikut ini.

57

Soal-Soal:
1). Diketahui dua titik P(-2,1) dan Q(2,-3). Dengan menggunakan
persamaan persamaan (5.2) tentukan tempat kedudukan titik-titik
yang berjarak sama terhadap P dan Q.
2). Diketahui dua titik P(-1,0) dan Q(2,0). Dengan menggunakan
persamaan persamaan (5.2) tentukan tempat kedudukan R yang
sedemikian rupa sehingga RP = 2 RQ.

5.3. Parabola
Kita telah melihat bentuk kurva

y = kx 2

(5.3)

yang simetris terhadap sumbu-y. Bentuk kurva ini disebut parabola.


Dalam persamaan ini, ada suatu nilai k sedemikian rupa sehingga jarak
antara satu titik P yang terletak pada kurva dengan titik Q yang terletak
di sumbu-y sama dengan jarak antara titik P dan suatu garis tertentu,
seperti diperlihatkan pada Gb.5.2. Titik Q disebut titik fokus parabola,
dan garis tertentu y = p disebut garis direktriks dan titik puncak
parabola berada di tengah antara titik fokus dan direktriknya.
y
y=kx

P[x,y]
Q[0,p]
[0,0]

x
R[x,p]

Gb.5.2. Titik fokus dan garis direktriks.


Hubungan antara k dan p dapat dicari sebagai berikut.

PQ = (PR p) 2 + x 2 = ( y p) 2 + x 2 = y 2 2 py + p 2 + x 2
PR = ( y + p)

58 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Karena PQ = PR, maka

y 2 2 py + p 2 + x 2 = y + p
y 2 2 py + p 2 + x 2 = y 2 + 2 py + p 2
+ x 2 = +4 py
atau
y=

x2
1
1
yang berarti k =
atau p =
4p
4p
4k

Dengan demikian persamaan parabola dapat kita tuliskan

y=

1 2
x
4p

(5.4)

dengan direktiks y = p dan titik fokus Q[0,p].

Contoh: Persamaan parabola y = 0,5 x 2 dapat kita tuliskan

y=

1 2
1
x =
x2
2
4 0,5

dan parabola ini memiliki direktrik y = p = 0,5 dan


titik fokus di Q[0,(0,5)].

Soal-Soal:
Tentukan titik fokus dan direktrik parabola-parabola berikut:

y2 + 4x = 8 ;

x2 8 y = 4 ;

x2 + 2x 4 y 3 = 0 ;

y2 + x + y = 0

5.4. Lingkaran
Lingkaran merupakan tempat kedudukan titik-titik yang berjarak sama
terhadap satu titik tertentu. Titik tertentu itu disebut titik pusat lingkaran.
Jika titik tertentu itu adalah titik-asal [0,0] maka jarak suatu titik X[x,y]
ke titik-asal adalah

XO = x 2 + y 2
59

Jika jarak ini tertentu, r misalnya, maka

x2 + y2 = r
Oleh karena itu persamaan lingkaran dengan titik pusat [0,0] adalah

x2 + y2 = r 2

(5.5)

dengan r adalah jari-jari lingkaran.


Jika titik pusat lingkaran tidak berimpit dengan titik asal, kita dapat
melihatnya sebagai lingkaran tergeser. Lingkaran dengan titik pusat di
P[a,b] mempunyai persamaan

( x a ) 2 + ( y b) 2 = r 2

(5.6)

Gb.5.3. memperlihatkan bentuk lingkaran dengan jari-jari 1 yang disebut


lingkaran-satuan, berpusat di [0,0] dengan persamaan x 2 + y 2 = 1 .
y
1
y1
0,5

-1

[0,0]

0,5

-1
Gb.5.3. Lingkaran
Pada Gb.5.3 ini pula diperlihatkan lingkaran dengan r2 = 0,4 berpusat di
[(0,5),(0,5)] yang berarti lingkaran tergeser sejajar sumbu-x sebesar 0,5
skala dan sejajar sumbu-y sebesar 0,5 skala, dengan persamaan

( x 0,5) 2 + ( y 0,5) 2 = 0,4

60 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Soal-Soal:
Tentukan persamaan dan cari titik-titik potong dengan sumbu-sumbu
koordinat lingkaran berikut
1) Titik pusat di P(1,2), jari-jari 4.
2) Titik pusat di Q(-2,1), jari-jari 5.
3) Titik pusat R(2,3) jari-jari 3.
4) Titik pusat S(3,2) jari-jari 2.

5.5. Elips
Elips adalah tempat kedudukan titik yang jumlah jarak terhadap dua titik
tertentu adalah konstan. Kedua
titik tertentu tersebut merupakan
X[x,y]
dua titik fokus dari elips.
Perhatikan
Gb.5.4.
Misalkan
diketahui posisi dua titik P[a,0]
dan Q(a,0]. Jarak antara titik
sembarang X[x,y] dengan kedua
titik
tersebut
masing-masing
adalah

P[-c, 0]

Q[c, 0]

Gb.5.4. Elips
2

XP = ( x + c) + y

dan

XQ = ( x c) 2 + y 2
Jika jumlah antara keduanya adalah konstan, misalkan 2a, maka

( x + c ) 2 + y 2 + ( x c ) 2 + y 2 = 2a
Jika suku kedua ruas kiri dipindahkan ke ruas kanan dan kedua ruas di
kuadratkan, akan kita peroleh

( x + c ) 2 + y 2 = 4a 2 4a ( x c ) 2 + y 2 + ( x c ) 2 + y 2
yang dapat disederhanakan menjadi

c
x = ( x c) 2 + y 2
a
61

Jika kedua ruas di kuadratkan kita dapatkan

c2 2
x = x 2 2cx + c 2 + y 2
2
a

a 2 2cx +

yang dapat disederhanakan menjadi

x2
a2

y2
a2 c2

=1

Kita perhatikan penyebut pada suku ke-dua ruas kiri persamaan terakhir
ini, dengan melihat pada Gb.5.4. Pada segitiga XPQ, jumlah dua sisi
selalu lebih besar dari sisi yang ketiga, (XP + XQ) > PQ atau 2a > 2c,
sehingga penyebut suku ke-2 di ruas kiri selalu positif dan memiliki akar
nyata; misalkan
persamaan elips

a 2 c 2 = b . Dengan demikian kita mendapatkan


x2
a2

y2
b2

=1

(5.7)

Titik-titik potong dengan sumbu-x adalah [a,0] dan titik-titik potong


dengan sumbu-y adalah [0,b]. Jadi suatu elips dilingkupi oleh satu segi
panjang 2a2b; 2a adalah sumbu panjang elips dan 2b adalah sumbu
pendeknya. (Perhatikan bahwa jika a = b yang berarti c = 0, kita
mendapatkan persamaan lingkaran).
Apabila titik fokus elips tidak terletak pada sumbu-x, kita bisa
melihatnya sebagai elips tergeser. Persamaan elips tergeser adalah

( x p) 2

a2

( y q)2

b2

=1

(5.8)

dengan p adalah pergeseran sejajar sumbu-x dan q adalah pergeseran


sejajar sumbu-y. Gb.5.5. adalah elips dengan persamaan

( x 0,5) 2 ( y 0,25) 2
+
=1
1
0,5 2

62 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

1 y

0
0

-1

-1

Gb.5.5. Elips tergeser.

Soal-Soal:
Tentukan titik-titk fokus dan gambarkan (skets) elips berikut:
1) 9 x 2 + 4 x 2 = 36 ;
2) 4 x 2 + 9 y 2 = 144 ;
3) 4 x 2 + y 2 = 1 ;
4) 16( x 2) 2 + 9( y + 3) 2 = 144

5.6. Hiperbola
Hiperbola merupakan tempat kedudukan titik-titik yang selisih jaraknya
antara dua titik tertentu adalah konstan. Penurunan persamaan hiperbola
dapat dilakukan seperti halnya dengan penurunan persamaan elips di
atas.
Perhatikan Gb.5.6. Misalkan diketahui posisi dua titik P[c,0] dan
Q(c,0].
Jarak antara titik sembarang X[x,y] dengan kedua titik tersebut masingmasing adalah

XP = ( x + c) 2 + y 2

dan

XQ = ( x c) 2 + y 2

63

y
X(x,y)

Q[c,0]

P[-c,0]

Gb.5.6. Posisi titik X terhadap P[-c,0] dan Q[c,0].


Jika selisih antara XP dan XQ harus tetap, misalnya 2a, maka

( x + c) 2 + y 2 ( x c) 2 + y 2 = 2a
Suku kedua ruas kiri dipindahkan ke ruas kanan dan kedua ruas di
kuadratkan, kemudian dilakukan penyederhanaan

(c / a ) x a = ( x c ) 2 + y 2
Jika kedua ruas dikuadratkan akan diperoleh

x2
a2

y2
c2 a2

=1

Kita lihat lagi Gb.5.6. Dalam segitiga PXQ, selisih (XPXQ) = 2a selalu
lebih kecil dari PQ = 2c. Jadi a < c sehingga penyebut pada suku kedua
ruas kiri selalu positif, misalkan
dapatkan persamaan

x2
a2

y2
b2

c 2 a 2 = b 2 . Dengan demikian kita


=1

(5.9)

Inilah persamaan hiperbola, dengan bentuk kurva seperti pada Gb.5.7.

64 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

+
X(x,y)
a c

-c -a

Gb.5.7. Kurva hiperbola


Dengan memberi nilai y = 0, kita dapatkan titik potong hiperbola dengan
sumbu-x yaitu [a,0]. Dengan memberikan nilai x = 0, kita tidak
memperoleh solusi untuk y. Kurva tidak memotong sumbu-y; tidak ada
bagian kurva yang terletak antara x = a dan x = a.

Soal-Soal:
Gambarkan (skets) hiperbola berikut:
1)

x2 y 2

=1 ;
9 16

2)

y 2 x2

=1 ;
9 16

3)

x2 y 2

=1 ;
16
9

4)

x2 y 2

= 1
9
16

5.4. Kurva Berderajat Dua


Parabola, lingkaran, elips, dan hiperbola adalah bentuk-bentuk khusus
kurva berderajat dua, atau kurva pangkat dua. Bentuk umum persamaan
berderajat dua adalah

Ax 2 + Bxy + Cy 2 + Dx + Ey + F = 0

(5.10)

Persamaan parabola adalah bentuk khusus dari (5.10) dengan


B = C = D = F = 0; A = 1; E = 4 p

65

1 2
x .
4p
Lingkaran satuan adalah bentuk khusus dari (5.10) dengan

sehingga diperoleh persamaan (5.4) y =

B = D = E = 0;

A = 1; C = 1;

F = 1

Bahkan persamaan garis luruspun merupakan keadaan khusus dari


(5.10), di mana
A = B = C = 0; D = a; E = 1; F = b
yang memberikan persamaan garis lurus y = ax + b . Namun dalam
kasus terakhir ini persamaan berderajat dua (5.10) berubah status menjadi
persamaan berderajat satu.
Bentuk Ax2 dan Cy2 adalah bentuk-bentuk berderajat dua yang telah
sering kita temui pada persamaan kurva yang telah kita bahas. Namun
bentuk Bxy, yang juga merupakan bentuk berderajat dua, belum pernah
kita temui. Dalam sub-bab berikut ini hal tersebut akan kita lihat.

5.5. Perputaran Sumbu Koordinat


Dalam bangun geometris yang sudah kita lihat, mulai dari parabola
sampai hiperbola, tidak satupun mengandung bentuk Bxy. Hal Ini
sesungguhnya merupakan konsekuensi dari pemilihan koordinat. Dalam
bangun hiperbola misalnya, kita telah memilih titik-titik fokus P[c,0]
dan Q[c,0] sehingga hiperbola simetris terhadap sumbu-x dan memotong
sumbu-x di x = a. Sekarang akan kita coba memilih titik fokus di
P[a,a] dan Q[a,a] seperti pada Gb.5.8.
y
Q[a,a]
P[-a,-a]

Gb.5.8. Titik fokus di P[-a.-a] dan Q[a,a]


Selisih jarak XP dan XQ yang tetap kita misalkan 2a

( x + a ) 2 + ( y + a ) 2 ( x a ) 2 + ( y a ) 2 = 2a
66 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Jika suku kedua ruas kiri dipindahkan ke ruas kanan kemudian kedua
ruas dikuadratkan dan dilakukan penyederhanaan, akan kita peroleh

x + y a = ( x a) 2 + ( y a ) 2
Jika ruas kanan dan kiri dikuadratkan lagi kita dapatkan

2 xy = a 2

(5.11)

Mempetukarkan x dengan y tidak mengubah persamaan ini. Kurva


persamaan ini simetris terhadap garis y = x, yaitu garis bagi kuadran II
dan III seperti terlihat pada Gb.5.9.
5

0
-5

-5

Gb.5.9. Kurva 2xy = a2.


Kalau kita bandingkan kurva Gb.5.9 ini dengan kurva hiperbola
sebelumnya pada Gb.5.7. terlihat bahwa kurva pada Gb.5.9. memiliki
sumbu simetri yang terputar 45o berlawanan dengan arah perputaran
jarum jam, dibandingkan dengan sumbu simetri Gb.5.7 yaitu sumbu-x.
Apakah memang demikian? Kita akan lihat secara umum mengenai
perputaran sumbu ini. Perhatikan Gb.5.10.
y

P[x,y]
P[x,y]

Gb.5.10. Perputaran sumbu.


67

Sumbu x-y diputar sebesar menjadi sumbu x-y. Titik P dapat


dinyatakan dengan dua koordinat P[x,y] dengan referensi sumbu x-y, atau
P[x,y] dengan referensi sumbu x-y. Dari Gb.5.10. kita dapatkan
x = OQ = OP cos( + )
(5.12)
y = PQ = OP sin( + )
Sementara itu

x' = OQ' = OP cos


y ' = PQ' = OP sin
Dengan kesamaan (lihat fungsi trigonometri di Bab-6)
cos( + ) = cos cos sin sin

sin( + ) = sin cos + cos sin


Dengan (5.13) dan (5.14), maka (5.12) menjadi
x = x' cos y ' sin

y = x' sin + y ' cos

(5.13)

(5.14)

(5.15)

Persamaan (5.15) inilah persamaan rotasi sumbu.


Kita coba aplikasikan (5.15) pada (5.11) yang memiliki kurva pada
Gb.5.10, di mana rotasi sumbu terjadi pada sudut 45o sehingga

cos = sin = 1 / 2 . Oleh karena itu kita peroleh


x' y '
x'+ y '
dan y =
x=
2
2
Nilai x dan y ini kita masukkan ke (5.11) dan kita mendapatkan
x ' y ' x'+ y '
2

= ( x' ) 2 ( y ' ) 2 = a 2
2
2
Bentuk persamaan ini sama dengan bentuk persamaan (5.9); pada (5.9)
sumbu simetri adalah sumbu-x, sedangkan di sini sumbu simetri adalah
sumbu-x yaitu sumbu-x yang diputar 45o.
Dengan pembahasan mengenai perputaran sumbu ini, menjadi
lengkaplah pergeseran kurva yang kita bahas. Pergeseran kurva sejajar
sumbu-x dan sumbu-y yang telah kita bahas sebelumnya dapat pula kita
pandang sebagai pergeseran atau translasi sumbu koordinat. Dengan
demikian kita mengenal translasi dan rotasi sumbu koordinat, di mana
sumbu-sumbu simetri dari suatu kurva tidak berimpit dengan sumbu
koordinat, dan titik simetri tidak berimpit dengan titik asal [0,0].
68 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Bab 6
Fungsi Trigonometri
6.1. Peubah Bebas Bersatuan Derajat
Berikut ini adalah fungsi-fungsi trigonometri dengan sudut sebagai
peubah-bebas.

y1 = sin ;

y2 = cos

sin
;
cos
1
y5 = sec =
;
cos

cos
sin
1
y6 = csc =
.
sin

y3 = tan =

y 4 = cot =

(6.1)

Untuk menjelaskan fungsi trigonometri, kita gambarkan lingkaransatuan, yaitu lingkaran berjari-jari satu. Bentuk lingkaran ini
diperlihatkan pada Gb.6.1. Kita menggunakan referensi arah positif
berlawanan dengan arah jarum jam; artinya sudut makin besar jika jarijari r berputar berlawanan dengan arah perputaran jarum jam.

y
1
P
r

-1

O
[0,0]

P
-1
Gb.6.1. Lingkaran berjari-jari 1.

69

Fungsi sinus. Dengan membuat jari-jari r = OP = 1, maka

PQ
= PQ
(6.2)
r
PQ = 0 pada waktu = 0o, dan membesar jika membesar sampai
mencapai maksimum PQ = 1 pada waktu = 90o. Kemudian PQ
menurun lagi dan mencapai PQ = 0 pada waktu = 180o. Sesudah itu PQ
menjadi negatif (arah ke bawah) dan mencapai minimum PQ = 1 pada
waktu = 270o, kemudian meningkat lagi mencapai PQ = 0 pada waktu
= 360o. Setelah itu keadaan akan berulang, dan satu siklus berikutnya
terjadi pada waktu = 720o. Kejadian berulang lagi dan demikian
seterusnya. Kejadian satu siklus kita sebut satu perioda. Secara singkat
kita memperoleh
sin =

sin 0o = 0; sin 90o = 1; sin 180o = 0;


sin 270o = 1; sin 360o = 0
Fungsi Cosinus. Karena telah ditetapkan r = 1, maka

cos =

OQ
= OQ
r

(6.3)

OQ = 1 pada waktu = 0, dan mengecil jika membesar sampai


mencapai minimum OQ = 0 pada waktu = /2. Kemudian OQ
meningkat lagi tetapi negatif dan mencapai OQ = 1 pada waktu = .
Sesudah itu OQ mengecil dan tetap negatif dan mencapai minimum OQ
= 0 pada waktu = 1,5, kemudian meningkat lagi mencapai OQ = 1
pada waktu = 2. Setelah itu keadaan akan berulang, dan satu siklus
berikutnya terjadi pada waktu = 4. Kejadian berulang lagi dan
demikian seterusnya. Secara singkat

cos 0o = 1; cos 90o = 0; cos180o = 1;


cos 270o = 0; cos 360o = 1
Pada Gb.6.1, jika sin() = PQ dan cos() = OQ, sedangkan dalil
Pitagoras memberikan PQ2 + OQ2 = OP2 =1, maka

sin 2 () + cos 2 () = 1

(6.4.a)

Dari Gb.6.1. dapat kita peroleh juga


70 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

sin() =

PQ PQ
=
= sin
r
r

(6.4.b)

OQ
= cos
r

(6.4.c)

cos() =

Pada segitiga siku-siku OPQ maupun OPQ sisi tegak selalu lebih kecil
dari sisi miring. Oleh karena itulah sin maupun cos akan bernilai
antara 1 dan +1.

Fungsi Tangent.

tan =
tan() =

PQ
OQ

PQ PQ
=
= tan
OQ OQ

(6.4.d)

(6.4.e)

Nilai tan akan menjadi 0 jika = 0o, dan akan menuju + jika menuju
90o karena pada waktu itu PQ juga dan tan() akan menuju pada
waktu menuju 90o. Jadi tan bernilai antara sampai +.
Nilai tan = 1 bila = 45o karena pada waktu itu PQ = OQ; tan() = 1
jika = 45o. Lihat pula kurva pada Gb.6.5.

Fungsi Cotangent.

cot =
cot() =

OQ
PQ

OQ
OQ
=
= cot

P Q PQ

(6.4.f)

(6.4.g)

Nilai cot akan menuju + jika menuju 0o karena PQ akan menuju 0


walau OQ menuju 0; cot = 0 jika = 90o karena OQ = 0.
Sebaliknya cot akan menuju jika menuju 0 karena PQ akan
menuju 0; cot = 0 jika = 90o karena PQ menuju . Lihat pula
kurva Gb.6.6.

71

Fungsi Secan dan Cosecan

sec =

1
r
=
cos OQ

(6.4.h)

csc =

1
r
=
sin PQ

(6.4.i)

Nilai sec menuju jika menuju 90o karena OQ menuju 0 dan sec =
1 pada waktu = 0o karena pada waktu itu OQ = r atau cos = 1.
Sementara itu csc akan menuju jika menuju 0 karena sin menuju
0. Lihat pula Gb.6.7.

Relasi-Relasi. Relasi-relasi yang lain dapat kita turunkan dengan


mengunakan Gb.6.2., yaitu
y

sin cos
sin

sin sin

cos

-1

cos sin

[0,0]

cos cos

-1
Gb.6.2. Relasi-relasi

sin( + ) = sin cos + cos sin


cos( + ) = cos cos sin sin

(6.5)

Karena sin() = sin dan cos() = cos maka kita peroleh pula

sin( ) = sin cos cos sin


cos( ) = cos cos + sin sin

(6.6)

72 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

6.2. Kurva Fungsi Trigonometri Dalam Koordinat x-y


Bilangan-nyata dengan desimal yang tidak terbatas,
, digunakan untuk menyatakan besar sudut dengan
r
s
satuan radian. Jumlah radian dalam sudut

didefinisikan dengan persamaan


s
= ,
s = r
(6.7)
r
o
Jika = 360 maka s menjadi penuh satu keliling lingkaran, atau s = 2r .
Jadi jumlah radian dalam sudut 360o adalah 2. Dengan demikian maka
ukuran sudut

1 = 180o adalah rad.


2 = 90o adalah 0,5 rad.
3 = 1o adalah ( / 180) rad. dst.
Fungsi Sinus. Dengan menggunakan satuan radian, fungsi trigonometri
akan kita gambarkan pada sistem koordinat x-y, yang kita ketahui bahwa
sumbu-x adalah sumbu bilangan-nyata, termasuk . Bentuk kurva fungsi
sinus

y = sin(x)

(6.8)

terlihat pada Gb.6.3. yang dibuat untuk nilai x dari 2 sampai +2.
Fungsi ini mencapai nilai maksimum +1 pada x = /2 atau = 90o,
mencapai nilai nol pada x = atau = 180o, mencapai minimum 1 (arah
negatif) pada x = 1,5 atau = 270o, kembali nol pada x = 2 atau =
360o; inilah satu perioda.
y

1,5
1
0,5

0
-0,5

2 x

-1
-1,5

Gb.6.3. Kurva fungsi sinus dalam dua perioda.


73

Fungsi Cosinus. Kurva fungsi cosinus


y = cos(x)

(6.9)

terlihat pada Gb.6.4. Fungsi ini mencapai nilai maksimum +1 pada x = 0


atau = 0o, mencapai nilai nol pada x = /2 atau = 90o, mencapai
minimum 1 (arah negatif) pada x = atau = 180o, kembali nol pada x
= 1,5 atau = 270o, dan ke nilai maksimum +1 lagi setelah satu
perioda, 2.
1,5

perioda

0,5

0
-0,5

-1
-1,5

Gb.6.4. Kurva fungsi cosinus.


Fungsi sinus maupun fungsi cosinus adalah fungsi periodik dengan
perioda sama sebesar 2, dengan nilai maksimum dan minimum yang
sama yaitu +1 dan 1. Perbedaan antara keduanya terlihat, yaitu

sin( x) = sin( x)

sedangkan

cos( x) = cos( x)

(6.10)

Fungsi sinus simetris terhadap titik-asal [0,0], dan disebut memiliki


simetri ganjil. Fungsi cosinus simetris terhadap sumbu-y dan disebut
memiliki simetri genap.
Dengan memperbandingkan Gb.6.3. dan Gb.6.4 kita lihat bahwa fungsi
sinus dapat dipandang sebagai fungsi cosinus yang tergeser sejajar
sumbu-x sebesar /2. Oleh karena itu fungsi sinus dapat kita nyatakan
dalam cosinus

y = sin( x) = cos( x / 2)

(6.11)

Fungsi Tangent. Selanjutnya kita lihat fungsi

y = tan( x) =

sin( x)
cos( x)

(6.12)

74 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Karena cos(x) = 0 pada x = +/2 dan /2, maka tan(x) bernilai tak
hingga pada x = +/2 dan /2.

3
2
1

-1,5 -

0
-0,5 0
-1

0,5

1,5

-2
-3

Gb.6.5. Kurva y = tan(x)

Fungsi Cotangent. Fungsi ini adalah kebalikan dari fungsi tangent.

y = cot( x) =

cos( x)
1
=
sin( x) tan( x )

(6.13)

Karena sin(x) = 0 pada x = 0, maka cot(x) bernilai tak hingga pada x = 0.


Lihat Gb.6.6.
3
2
1
-1,5 -

0
-0,5 0
-1

0,5

1,5

-2
-3

Gb.6.6. Kurva y = cot (x)

75

Fungsi Secan. Fungsi ini adalah kebalikan fungsi cosinus.

y = sec( x) =

1
cos( x)

(6.14.a)

Kurva fungsi ini terlihat pada Gb.6.7.a. Perhatikan bahwa sec(x) bernilai
1 pada x = 0 karena pada nilai x itu cos(x) juga bernilai 1.

Fungsi Cosecan. Fungsi ini adalah kebalikan fungsi sinus.

y = csc( x) =

1
sin( x)

(6.14.b)

Kurva fungsi ini terlihat pada Gb.6.7.b. csc(x) bernilai pada x = 0 kara
pada nilai x ini sin(x) bernilai 0.
3
2
1

-1,5 -

0
-0,5 0
-1

0,5

1,5

0,5

1,5

-2
-3

(a) y = sec(x)
3
2
1

-1,5 -

0
-0,5 0
-1
-2

(b) y = csc(x)

-3

Gb.6.7. Kurva y = sec(x) dan y = csc(x)


76 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Soal-Soal: Skets kurva fungsi-fungsi berikut:

y = 2 sin x ;

y = 3 sin 2 x ;

y = 3 cos(2 x + / 4) ;

y = 2 cos 3x ;

y = 2 tan( x / 3)

6.3. Fungsi Trigonometri Inversi


Sinus Inversi. Jika fungsi sinus kita tuliskan
sinus inversi dituliskan sebagai

y = arcsin x atau

y = sin( x ) , maka fungsi

y = sin 1 x

(6.15)

Perhatikan bahwa sin1x bukan berarti 1/sinx, melainkan inversi sinus x


yang bisa kita baca sebagai: y adalah sudut yang sinusnya sama dengan
x.
Karena fungsi sinus adalah periodik dari sampai + maka fungsi

y = sin 1 x tidaklah bernilai tunggal. Kurva fungsi ini terlihat pada


Gb.6.8.a.
Ia akan terlihat bernilai tunggal jika kita membatasi nilai y; kita hanya
meninjau fungsi sinus inversi pada y . Dengan pembatasan ini
2
2
maka kita hanya terlibat dengan nilai-nilai utama dari sin1x. Jadi nilai
utama y = sin 1 x terletak pada sin 1 x . Kurva fungsi
2
2
y = sin 1 x yang dibatasi ini terlihat pada Gb.6.8.b.
Perhatikanlah bahwa pada x = 0, y = sin1x = 0 karena pada y = 0 sin(y) =
0 = x. Pada x = 1, y = sin1x = /2 karena sin(y) = sin(/2) = 1 = x.

Contoh:

y = sin 1(1) = 0,5 ;


y = sin 1 (1) = 0,5
y = sin 1 (0,5) =

;
6

y = sin 1 (0,5) =

6
77

y
2

0,5
-1

0,25
0

-1

-0,5

0,5

-0,25

2
-0,5

a)

Gb.6.8. Kurva y = sin1x

b)

Jika kita bandingkan Gb.6.8. (fungsi sinus inversi) dengan Gb.6.3.


(fungsi sinus) terlihat bahwa jika sumbu-y pada Gb.6.8. kita gambarkan
horizontal sedangkan sumbu-x kita gambarkan vertikal, maka kita akan
memperoleh bentuk kurva fungsi sinus pada Gb.6.3. pada rentang

y , yaitu rentang di mana kita membatasi nilai y pada fungsi


2
2
sinus inversi, atau rentang nilai utama fungsi sinus inversi.

Cosinus Inversi. Fungsi cosinus inversi kita peroleh melalui hubungan

y = cos 1 x =

sin 1 x
2

(6.16)

Hubungan ini berasal dari relasi segitiga siku-siku. Jika sudut lancip
segitiga siku-siku adalah dan , maka = / 2 dan sin = cos .
Oleh karena itu jika sin = x maka cos = x sehingga

cos 1 x = = / 2 = / 2 sin 1 x
78 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Karena dengan pembatasan y pada fungsi sinus inversi


2
2

1
memberikan sin x maka nilai-nilai utama dari cos 1 x akan
2
2

1
terletak pada 0 cos x . Gb.6.9.b. memperlihatkan kurva fungsi
cosinus inversi pada nilai utama.
Perhatikan bahwa jika sumbu-x digambar vertikal sedang sumbu-y
digambar horizontal, kita dapatkan fungsi cosinus seperti pada Gb.6.4.
dalam rentang 0 x .
y

y
-1

0,75

0,5
0,25

0
-1

-0,5

a)

0,5

b)
Gb.6.9. Kurva y = cos

Tangent Inversi. Fungsi tangent inversi adalah

y = tan 1 x
dengan nilai utama

(6.17)

< tan 1 x <


2
2

Untuk fungsi ini, nilai y = ( / 2) tidak kita masukkan pada


pembatasan untuk y karena nilai tangent akan menjadi tak hingga pada
nilai y tersebut. Gb.6.10.a. memperlihatkan kurva y = tan 1 x lengkap
sedangkan Gb.6.10.b. dibatasi pada nilai 0,5 < y < 0.5 .
79

1,5

0,5

0,5

y
0,25

-3

-2

-1

-0,5

x
0
-10

-5

-0,25

-1,5

-0,5

a)
Gb.6.10. Kurva

y = tan

b)
1

x 10

Jika kita mempertukarkan posisi sumbu-x dan sumbu-y pada Gb.6.10.b


ini, kita akan memperoleh kurva pada Gb.6.5. yaitu kurva fungsi tangent,
dalam rentang

< tan 1 x <


2
2
Inilah batas nilai-nilai utama fungsi tangent inversi.

Cotangent inversi. Fungsi ini diperoleh melalui hubungan

y = cot 1 x = tan 1 x
2
dengan nilai utama 0 < cot 1 x <

(6.18)

0 dan tidak masuk dalam pembatasan y karena pada nilai tersebut y


menjadi tak hingga.
Hubungan (6.18) diperoleh dari segitiga siku-siku. Jika sudut lancip
segitiga siku-siku adalah dan , maka = / 2 dan tan = cot .
Oleh karena itu jika tan = x maka cot = x sehingga

cot 1 x = = / 2 = / 2 tan 1 x
Kurva fungsi cotangent inversi terlihat pada Gb.6.11.

80 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

0,5

0
-10

-5

Gb.6.11. Kurva y = cot

x
1

10

Pertukaran posisi sumbu-x dan sumbu-y Gb.6.11. ini akan memberikan


bentuk kurva fungsi cotangent pada Gb.6.6.

Fungsi Secan Inversi. Selanjutnya kita memperoleh fungsi secan inversi

y = sec1 x = cos 1

1
x

(6.19)

dengan nilai utama 0 sec1 x .

0,75
0,5
0,25
0
-4

-3

-2

-1

Gb.6.12. Kurva y = sec

3
1

Fungsi Cosecan Inversi.

1
x

dengan nilai utama csc1 x


2
2
csc 1 x = sin 1

(6.20)

81

Pertukaran posisi sumbu-x dan sumbu-y pada gambar kurva kedua fungsi
terakhir ini juga akan memberikan bentuk kurva fungsi non-konversinya.
0,5
y
0,25

0
-4

-3

-2

-1

3 x 4

-0,25

-0,5

Gb.6.12. Kurva y = csc1 x

Hubungan Fungsi-Fungsi Inversi. Hubungan antara fungsi inversi


dengan fungsi-fungsi non-inversi dapat kita cari dengan menggunakan
gambar segitiga siku-siku.
1). Dari fungsi y = sin 1 x , yaitu sudut y yang sinus-nya adalah x
dapat kita gambarkan segitiga siku-siku dengan sisi miring sama
dengan 1 seperti terlihat di bawah ini.
1

1 x2
Dari gambar ini selain fungsi y = sin 1 x dan sin y = x , kita
dapat peroleh
x
cos y = 1 x 2 , tan y =
, dst.
1 x2
2). Dari fungsi cosinus inversi y = cos 1 x dapat kita gambarkan
segitiga siku-siku seperti di bawah ini.
82 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

1 x2

y
x
Selain cos y = x dari gambar ini kita dapatkan

sin y = 1 x 2 ,

tan y =

1 x2
,
x

dst.

3). Dari fungsi y = tan 1 x , kita gambarkan segitiga seperti di


bawah ini.

1+ x2
x
y
1
Selain tan y = x , kita peroleh

sin y =

1 + x2

cos y =

1
1 + x2

dst

4). Dari fungsi y = sec 1 x kita gambarkan

x2 1

y
1
Dari gambar ini kita peroleh

tan y = 1 x 2 , sin y =

x2 1
, dst.
x
83

Soal-Soal:
1) Dari fungsi y = cot 1 x tentukan sin y dan cos y
2) Dari fungsi y = csc 1 x tentukan tan y dan cos y

84 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Bab 7
Gabungan Fungsi Sinus
7.1. Fungsi Sinus Dan Cosinus
Banyak peristiwa terjadi secara siklis sinusoidal, seperti misalnya
gelombang cahaya, gelombang radio pembawa, gelombang tegangan
listrik sistem tenaga, dsb. Peristiwa-peristiwa itu merupakan fungsi
waktu, sehingga kita akan melihatnya dengan menggunakan waktu
sebagai peubah bebas, dengan simbol t, satuan detik.
Dalam peristiwa sinusoidal, jumlah siklus yang terjadi setiap detik
disebut frekuensi siklus, dengan simbol f , dengan satuan Hertz (1 Hz = 1
siklus per detik). Jadi jika fungsi sinus memiliki perioda T0 maka
1
f0 =
(7.1)
T0
Sebagaimana dikemukakan di bab sebelumnya, kita menggunakan
jumlah radian untuk menyatakan sudut. Karena satu siklus perubahan
sudut bersesuaian dengan perubahan sebesar 2 radian, maka f siklus per
detik bersesuaian dengan 2f radian per detik. Jadi di samping frekuensi
siklus f kita memiliki frekuensi sudut dengan simbol , dengan satuan
radian per detik. Relasi antara frekuensi siklus (f) dengan frekuensi sudut
(), dan juga dengan perioda (T0), adalah
2
= 2f 0 =
(7.2)
T0
Suatu fungsi cosinus yang memiliki amplitudo (nilai puncak) A
dituliskan sebagai
2t

y = A cos t = A cos
(7.3)

T0

Catatan: Sebelum kita lanjutkan pembahasan kita, ada sedikit catatan


yang perlu dicermati. Di bab sebelum ini kita menyatakan fungsi
sinus y = sin(x) atau fungsi cosinus y = cos(x) dengan x sebagai
peubah bebas dengan satuan radian. Pada (7.3) kita menyatakan
fungsi cosinus y = cos t dengan t sebagai peubah bebas dengan
satuan detik. Faktor -lah yang membuat satuan detik menjadi
radian; disebut frekuensi susut, satuan rad/detik.
85

Gb.7.1. memperlihatkan kurva fungsi cosinus. Jika fungsi cosinus ini kita
geser ke arah positif sebesar perioda kita akan mendapatkan fungsi
sinus. Gb.7.2.

2t

y = A cos t = A sin t = A sin

T0

(7.4)

y
A

T0

-A

2t

Gb.7.1. Fungsi cosinus y = A cos t = A cos

T0
y
A

T0

0
0

-A

2t

= A cos t
Gb.7.2. Fungsi sinus y = A sin t = A sin

T0
Pergeseran fungsi cosinus sebesar Ts diperlihatkan pada Gb.7.3.
Persamaan kurva cosinus tergeser ini adalah

2t 2Ts

y = A cos (t Ts ) = A cos
T0
T0

86 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

y
A

T0

0
0

Ts

-A

Gb.7.3. Fungsi cosinus tergeser


Kita perhatikan bahwa puncak pertama fungsi cosinus menunjukkan
pergeseran. Pada Gb.7.1. pergeseran adalah nol. Pada Gb.7.3. pergeseran
adalah Ts . Pada Gb.7.2. pergeseran adalah /2 yang kemudian menjadi
kurva fungsi sinus. Jadi akan sangat mudah menuliskan persamaan suatu
fungsi sinusoidal sembarang, yaitu dengan menuliskannya dalam bentuk
cosinus, dengan memasukkan pergeseran yang terjadi yaitu yang
ditunjukkan oleh posisi puncak yang pertama.
Untuk selanjutnya, peristiwa-peristiwa yang berubah secara sinusoidal
kita nyatakan dengan menggunakan fungsi cosinus, yang dianggap
sebagai bentuk normal
Perhatikanlah bahwa Ts adalah pergeseran waktu dalam detik, sehingga
fungsi sinusoidal dengan pergeseran Ts kita tuliskan (Gb.7.3)

y = A cos (t Ts )
yang dapat pula kita tuliskan

y = A cos(t Ts )
Pada penulisan terakhir ini, Ts mempunyai satuan radian, sama dengan
satuan t. Selanjutnya
2Ts
= Ts =
(7.5)
T0
disebut sudut fasa dari fungsi cosinus dan menunjukkan posisi puncak
pertama dari fungsi cosinus. Fungsi cosinus dengan sudut fasa kita
tuliskan

y = cos(t )

(7.6)
87

Jika = /2 maka kita mempunyai fungsi sinus. Jadi untuk mengubah


fungsi sinus ke dalam format normal (menggunakan fungsi cosinus) kita
menambahkan pergeseran sebesar /2 pada fungsi cosinus.

7.2. Kombinasi Fungsi Sinus.


Dalam tinjauan selanjutnya, jika disebut fungsi sinus, yang dimaksudkan
adalah fungsi sinus yang dinyatakan dalam bentuk normal, yaitu cosinus.
Fungsi sinus adalah fungsi periodik. Fungsi-fungsi periodik lain yang
bukan sinus, dapat dinyatakan sebagai jumlah dari fungsi-fungsi sinus.
Atau dengan kata lain suatu fungsi periodik dapat diuraikan menjadi
jumlah dari beberapa komponen sinus, yang memiliki amplitudo, sudut
fasa, dan frekuensi yang berlainan satu sama lain. Dalam penguraian itu,
fungsi akan terdiri dari komponen-komponen yang berupa komponen
searah (nilai rata-rata dari fungsi), komponen sinus dengan frekuensi
dasar f0 , dan harmonisa yang memiliki frekuensi harmonisa nf0 .
Sebaliknya dapat juga dikatakan bahwa jumlah dari beberapa fungsi
sinus yang memiliki amplitudo, frekuensi, serta sudut fasa yang
berlainan, akan membentuk fungsi periodik, walaupun bukan berbentuk
sinus. Gb.7.4. memperlihatkan beberapa bentuk fungsi periodik; bentuk
fungsi-fungsi periodik ini tergantung macam komponen sinus yang
menyusunnya.
Frekuensi harmonisa adalah nilai frekuensi yang merupakan kelipatan
bulat n dari frekuensi dasar f0. Frekuensi f0 kita sebut sebagai frekuensi
dasar karena frekuensi inilah yang menentukan perioda T0 = 1/f0 .
Frekuensi harmonisa dimulai dari harmonisa kedua (2fo), harmonisa
ketiga (3f0), dan seterusnya, yang secara umum kita katakan harmonisa
ke-n mempunyai frekuensi nf0 .

7.3. Spektrum Dan Lebar Pita.


Spektrum. Jika kita menghadapi suatu fungsi periodik, kita bisa
mempertanyakan bagaimana komponen-komponen sinusoidalnya.
Bagaimana penyebaran amplitudo dan sudut fasa setiap komponen, atau
dengan singkat bagaimana spektrum fungsi tersebut. Kita juga
mempertanyakan bagaimana sebaran frekuensi dari komponenkomponen tersebut.

88 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

y
4

0
-5

15
-4

y = 3 cos 2f0t

0
-5

15
-4

y = 1 + 3 cos 2f0t

0
-5

15

-4

y = 1 + 3 cos 2f 0t 2 cos(2(2 f 0 )t )

1
-5

15
-4

y = 1 + 3 cos 2f 0t 2 cos(2(2 f 0 )t + / 4)
Gb.7.4. Beberapa fungsi periodik.
Berikut ini kita akan melihat suatu contoh fungsi yang dinyatakan
dengan persamaan
y = 10 + 30 cos(2f 0t ) + 15 sin (2(2 f 0 )t ) 7,5 cos(2(4 f 0 )t )

Fungsi ini merupakan jumlah dari satu komponen konstan dan tiga
komponen sinus. Komponen konstan sering disebut komponen
berfrekuensi nol karena y(t) = A cos(2ft) = A jika f = 0. Komponen
sinus yang pertama adalah komponen sinus dasar karena komponen
inilah yang mempunyai frekuensi paling rendah tetapi tidak nol. Suku
ketiga dan keempat adalah harmonisa ke-2 dan ke-4; harmonisa ke-3
tidak ada.
Fungsi ini dinyatakan dengan campuran fungsi sinus dan cosinus. Untuk
melihat bagaimana spektrum fungsi ini, kita harus menuliskan tiap suku
dengan bentuk yang sama yaitu bentuk normal (standar). Telah dikatakan
89

di depan bahwa bentuk normal pernyataan fungsi sinusoidal adalah


menggunakan fungsi cosinus, yaitu y = A cos(2ft + ) .
Dengan menggunakan kesamaan

sin(2ft ) = cos(2ft / 2)

dan cos(2ft ) = cos(2ft + )

persamaan fungsi di atas dapat kita tulis


y = 10 + 30 cos( 2f 0t ) + 15 cos( 22 f 0t / 2) + 7,5 cos( 24 f 0t + )

Dalam pernyataan terakhir ini semua suku telah kita tuliskan dalam
bentuk standar, dan kita dapat melihat amplitudo dan sudut fasa dari tiap
komponen seperti dalam tabel berikut.
Frekuensi
Amplitudo
Sudut fasa

0
10

f0
30
0

2 f0
15
/2

4 f0
7,5

Fungsi yang kita ambil sebagai cintoh mungkin merupakan pernyataan


suatu sinyal (dalam rangkaian listrik misalnya). Tabel ini menunjukkan
apa yang disebut sebagai spektrum dari sinyal yang diwakilinya. Suatu
spektrum sinyal menunjukkan bagaimana komposisi baik amplitudo
maupun sudut fasa dari semua komponen cosinus sebagai fungsi dari
frekuensi. Sinyal yang kita bahas ini berisi empat macam frekuensi, yaitu
: 0, f0 , 2f0 , dan 4f0. Amplitudo dari setiap frekuensi secara berturut-turut
adalah 10, 30, 15, dan 7,5 satuan (volt misalnya, jika ia adalah sinyal
tegangan). Sudut fasa dari komponen sinus yang berfrekuensi f0 , 2f0 dan
4f0 berturut turut adalah 0, /2, dan radian.
Dari tabel tersebut di atas kita dapat menggambarkan dua grafik yaitu
grafik amplitudo dan grafik sudut fasa, masing-masing sebagai fungsi
frekuensi. Grafik yang pertama kita sebut spektrum amplitudo (Gb.7.5.a)
dan grafik yang kedua kita sebut spektrum sudut fasa (Gb.7.5.b).

90 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Amplitudo

40
30
20
10
0
0

Frekuensi [f0]

Gb.7.5.a. Spektrum Amplitudo

Sudut Fasa

2
/2

0
0

/2
2

Frekuensi [f0]

Gb.7.5.b. Spektrum sudut fasa.


Penguraian fungsi periodik menjadi penjumlahan harmonisa sinus, dapat
dilakukan untuk semua bentuk fungsi periodik dengan syarat tertentu.
Fungsi persegi misalnya, yang juga periodik, dapat diuraikan menjadi
jumlah harmonisa sinus. Empat suku pertama dari persamaan hasil uraian
fungsi persegi ini adalah sebagai berikut :

A
cos(23 f 0t / 2)
3
A
A
+ cos(25 f 0t / 2) + cos(27 f 0t / 2) + ....
5
7

y = A cos(2f 0t / 2) +

Dari persamaan ini, terlihat bahwa semua harmonisa mempunyai sudut


fasa sama besar yaitu /2; amplitudonya menurun dengan meningkatnya
frekuensi dengan faktor 1/n; tidak ada komponen konstan dan tidak ada
harmonisa genap. Tabel amplitudo dan sudut fasa adalah seperti berikut.

91

Frekuensi:

f0

2f0

3f0

4f0

5f0

..

nf0

Amplitudo:

A/3

A/5

..

A/n

Sudut Fasa:

-/2

-/2

-/2

..

-/2

Gb.7.6. berikut ini memperlihatkan bagaimana fungsi persegi dibangun


dari harmonisa-harmonisanya.

a)

c)

b)

d)

e)

Gb.7.10. Uraian fungsi persegi.


a). sinus dasar. b). harmonisa-3 dan sinus dasar + harmonisa-3.
c). harmonisa-5 dan sinus dasar + harmonisa-3 + harmonisa-5.
d). harmonisa-7 dan sinus dasar + harmonisa-3 + harmonisa-5 +
harmonisa-7. e) hasil penjumlahan yang dilakukan sampai pada
harmonisa ke-21.

Lebar Pita. Dari contoh fungsi persegi di atas, terlihat bahwa dengan
menambahkan harmonisa-harmonisa pada sinus dasarnya kita akan
makin mendekati bentuk persegi. Penambahan ini dapat kita lakukan
terus sampai ke suatu harmonisa tinggi yang memberikan bentuk fungsi
yang kita anggap cukup memuaskan artinya cukup dekat dengan bentuk
yang kita inginkan.
Pada spektrum amplitudo, kita juga dapat melihat bahwa makin tinggi
frekuensi harmonisa akan makin rendah amplitudonya. Hal ini tidak
hanya berlaku untuk fungsi persegi saja melainkan berlaku secara umum.
Oleh karena itu secara umum kita dapat menetapkan suatu batas
92 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

frekuensi tertinggi dari suatu fungsi periodik, dengan menganggap


amplitudo harmonisa-harmonisa yang frekuensinya di atas frekuensi
tertinggi ini dapat diabaikan. Batas frekuensi tertinggi tersebut dapat kita
tetapkan, misalnya frekuensi harmonisa yang amplitudonya tinggal 2%
dari amplitudo sinus dasar.
Jika batas frekuensi tertinggi kita tetapkan, batas frekuensi terendah juga
perlu kita tetapkan. Batas frekuensi terendah adalah frekuensi sinus dasar
jika bentuk fungsi yang kita tinjau tidak mengandung komponen konstan.
Jika mengandung komponen konstan maka frekuensi terendah adalah
nol. Selisih dari frekuensi tertinggi dan terendah disebut lebar pita (band
width).

93

Soal-Soal: Fungsi Sinus, Gabungan Sinus, Spektrum


1.

Tentukan persamaan bentuk kurva fungsi sinus berikut ini


dalam format cosinus y = A cos( x x s ) :
a). Amplitudo 10, puncak pertama terjadi pada x = 0, frekuensi
siklus 10 siklus/skala.
b). Amplitudo 10, puncak pertama terjadi pada x = 0,02,
frekuensi siklus 10 siklus/skala.
c). Amplitudo 10, pergeseran sudut fasa 0o, frekuensi sudut 10
rad/skala.
d). Amplitudo 10, pergeseran sudut fasa +30o, frekuensi sudut
10 rad/skala.

2.

Carilah spektrum amplitudo dan sudut fasa dari fungsi gabungan


sinus berikut ini
y = 4 + 5 sin 22000t 2 cos 24000t + 0,2 sin 28000t

Dengan mengambil batas amplitudo harmonisa tertinggi 5%,


tentukan lebar pita fungsi ini.
3.

Ulangi soal sebelumnya untuk fungsi berikut.


y = 3 cos(21000t 60o ) - 2sin22000t + cos28000t

4.

Ulangi soal sebelumnya untuk fungsi berikut.


y = 10 cos 100t + 2 cos 300t + cos 500t
+ 0.2 cos1500t + 0,02 cos 5000t

5.

Ulangi soal sebelumnya untuk fungsi berikut.


y = 10 + 10 cos 2500t + 3 cos 21000t
+ 2 cos 21500t + 0,2 cos 22000t

94 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Bab 8
Fungsi Logaritma 4atural, Eksponensial,
Hiperbolik
8.1. Fungsi Logarithma 4atural.
Definisi. Logaritma natural adalah logaritma dengan menggunakan basis
bilangan e. Bilangan e ini, seperti halnya bilangan , adalah bilangannyata dengan desimal tak terbatas. Sampai dengan 10 angka di belakang
koma, nilainya adalah
e = 2,7182818284
Bilangan e merupakan salah satu bilangan-nyata yang sangat penting
dalam matematika:
(8.1)
ln e = 1

ln e a = a ln e = a

(8.2)

Kita lihat sekarang fungsi logaritma natural. Fungsi logaritma natural


dari x dituliskan sebagai
(8.3)
y = ln x
Fungsi ini didefinisikan melalui integral (mengenai integrasi akan kita
pelajari pada Bab-12), yaitu

ln x =

x1

1 t dt

(8.4)

Di sini kita akan melihat definisi tersebut secara grafis di mana integral
dengan batas tertentu seperti (8.4) berarti luas bidang antara fungsi 1/t
dan sumbu-x yang dibatasi oleh t = 1 dan t = x . Perhatikan Gb.8.1. Nilai
fungsi y = ln x adalah luas bidang yang dibatasi oleh kurva (1/t) dan
sumbu-t, dalam rentang antara t = 1 dan t = x.
6
y

5
4

1/t

ln x

2
1

t
x
3
4
Gb.8.1. Definisi ln x ditunjukkan secara grafis.
0

95

Kurva fungsi y = ln x dalam koordinat x-y adalah seperti pada Gb.8.2.


Nilai ln x = 1 terjadi pada nilai x = e.
2
y 1,5

y = ln x

1
0,5
0
-0,5

e 3

-1
-1,5
-2

Gb.8.2. Kurva y = ln x.

Sifat-Sifat. Sifat-sifat logaritma natural mirip dengan logaritma biasa.


Jika x dan a adalah positif dan n adalah bilangan rasional, maka:

ln ax = ln a + ln x
x
ln = ln x ln a;
a
ln x n = n ln x
ln e = 1

(8.5)

ln e x = x
ln x bernilai negatif untuk x < 1
Soal-Soal
Dengan membagi luas bidang di bawah kurva (1/t) pada Gb.8.1
dalam segmen-segmen selebar t = 0,1 dan mendekati luas segmen
sebagai luas trapesium, hitunglah
1). ln 1,5

2). ln 2 ;

3). ln 0,5

96 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

8.2. Fungsi Eksponensial


Antilogaritma dan Fungsi Eksponensial. Antilogaritma adalah inversi
dari logaritma; kita melihatnya sebagai suatu fungsi
x = ln y

(8.6)

Mengingat sifat logaritma sebagaimana disebutkan di atas, ekspresi ini


ekivalen dengan

y = ex

(8.7)

yang disebut fungsi eksponensial.


Fungsi eksponensial yang penting dan sering kita jumpai adalah fungsi
eksponensial dengan eksponen negatif; fungsi ini dianggap mulai muncul
pada x = 0 walaupun faktor u(x), yaitu fungsi anak tangga satuan, tidak
dituliskan.

y = ae bx ; x 0

(8.8)

Eksponen negatif ini menunjukkan bahwa makin besar bx maka nilai


fungsi makin kecil. untuk suatu nilai b tertentu, makin besar x fungsi ini
akan makin menurun. Makin besar b akan makin cepat penurunan
tersebut.
Dengan mengambil nilai a = 1, kita akan melihat bentuk kurva fungsi
eksponensial (8.8) untuk beberapa nilai b, dalam rentang x 0 seperti
terlihat pada Gb.8.3. Pada Gb.8.3. ini terlihat bahwa makin besar nilai b,
makin cepat fungsi menurun.
y 1

e x

0,8

e2x

0,6
0,4
0,2
0
0

0,5

1,5

2,5

Gb.8.3. Perbandingan kurva y = e

3,5 x 4

dan y = e2x.

97

Penurunan kurva fungsi eksponensial ini sudah mencapai sekitar 36%


dari nilai awalnya (yaitu nilai pada x = 0), pada saat x = 1/b. Pada saat x
= 5b kurva sudah sangat menurun mendekati sumbu-x, nilai fungsi sudah
di bawah 1% dari nilai awalnya. Oleh karena itu fungsi eksponensial
biasa dianggap sudah bernilai nol pada x = 5/b.
Persamaan umum fungsi eksponensial dengan amplitudo A adalah

y = Ae at u (t )

(8.9)

Faktor u(t) adalah fungsi anak tangga satuan untuk menyatakan bahwa
kita hanya meninjau keadaan pada t 0. Fungsi ini menurun makin cepat
jika a makin besar. Didefinisikanlah

1
a

(8.10)

sehingga (8.9) dituliskan

y = Ae t / u (t )

(8.11)

disebut konstanta waktu; makin kecil , makin cepat fungsi


eksponensial menurun.

Gabungan Fungsi Eksponensial. Gabungan fungsi eksponensial yang


banyak dijumpai dalam rekayasa adalah eksponensial ganda yaitu
penjumlahan dua fungsi eksponensial. Kedua fungsi mempunyai
amplitudo sama tetapi berlawanan tanda; konstanta waktu dari keduanya
juga berbeda. Persamaan fungsi gabungan ini adalah

y = A e t / 1 e t / 2 u (t )

(8.12)

Bentuk kurva dari fungsi ini terlihat pada Gb.8.4.


Fungsi ini dapat digunakan untuk memodelkan surja. Gelombang surja
(surge) merupakan jenis pulsa yang awalnya naik dengan cepat sampai
suatu nilai maksimum tertentu kemudian menurun dengan agak lebih
lambat. Surja tegangan yang dibangkitkan untuk keperluan laboratorium
berbentuk mulus namun kejadian alamiah yang sering dimodelkan
dengan surja tidaklah mulus, misalnya arus terpaan petir.

98 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

A5

y1 = Ae t / 1
y 2 = Ae t / 2

y = A e t / 1 e t / 2

2
1

00
0

t/

Gb.8.4. Kurva gabungan dua fungsi eksponensial.

Soal-Soal
1.

Gambarkan dan tentukan persamaan kurva fungsi eksponensial


yang muncul pada x = 0 dan konstanta , berikut ini :
a). ya = amplitudo 5, = 2.
b). yb = amplitudo 10, = 2.
c). yc = amplitudo 5, = 4.

2.

Dari fungsi pada soal 10, gambarkanlah bentuk kurva fungsi


berikut.

a). y d = y a + yb
b). y e = y a + y c
c). y f = y a + yb + y c
3.

Gambarkanlah bentuk kurva fungsi berikut.

}
}u( x)

a). y1 = 10 1 e 0,5 x u ( x)

b). y 2 = 10 5e

0, 2 x

99

8.3. Fungsi Hiperbolik


Definisi. Kombinasi tertentu dari fungsi eksponensial membentuk fungsi
hiperbolik, seperti cosinus hiperbolik (cosh) dan sinus hiperbolik (sinh)

cosh v =

e v + e v
e v e v
; sinh v =
2
2

(8.13)

Persamaan (8.13) ini merupakan definisi dari cosinus hiperbolik dan


sinus hiperbolik. Definisi ini mengingatkan kita pada fungsi trigonometri
biasa cosinus dan sinus. Pada fungsi trigonometri biasa, jika x = cos dan
y = sin maka fungsi sinus dan cosinus ini memenuhi persamaan
lingkaran satuan (berjari-jari 1), yaitu

x 2 + y 2 = 1 = sin 2 + cos 2 .
Pada fungsi hiperbolik, jika x = cosh v dan y = sinh v, maka fungsifungsi ini memenuhi persamaan hiperbola satuan:

x2 y2 = 1
Hal ini dapat kita uji dengan mensubstitusikan cosh v untuk x dan sinh v
untuk y dan kita akan mendapatkan bahwa persamaan hiperbola satuan
akan terpenuhi. Kita coba:

e 2 v + 2 + e 2 v e 2 v 2 + e 2 v 4

= =1
x 2 y 2 = cosh 2 v sinh 2 v =
4
4
4
Bentuk kurva fungsi hiperbolik satuan terlihat pada Gb. 8.5. dengan

x = cosh v =

e v + e v
e v e v
; y = sinh v =
2
2
4
v=
y 3
2
v = 0 P[x,y]
1
x
0
1
2
3
4
-1 0
-2
-3
-4
Gb.8.5. Kurva fungsi hiperbolik satuan.

100 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Jika kita masukkan

x = cosh v =

e v + e v
e v e v
; y = sinh v =
2
2

maka titik P[x,y] akan berada di bagian positif kurva tersebut. Karena ev
selalu bernilai positif dan ev = 1/ev juga selalu positif untuk semua nilai
nyata dari v, maka titik P[x,y] selalu berada di bagian positif (sebelah
kanan sumbu-y) kurva hiperbolik.
Mirip dengan fungsi trigonometri, fungsi hiperbolik yang lain
didefinisikan sebagai

tanh v =

sinh v e v e v
;
=
cosh v e v + e v

coth v =

cosh v e v + e v
=
sinh v e v e v

(8.14)

sech v =

1
2
=
;
cosh v ev + e v

csch v =

1
2
=
sinh v ev e v

(8.15)

Identitas. Beberapa identitas fungsi hiperbolik kita lihat di bawah ini.


1). cosh 2 v sinh 2 v = 1 . Identitas ini telah kita buktikan di atas.
Identitas ini mirip dengan identitas fungsi trigonometri biasa.
2). 1 tanh 2 v = sech 2v . Identitas ini diperoleh dengan membagi
identitas pertama dengan cosh2v.
3). coth 2 v 1 = csch 2 v . Identitas ini diperoleh dengan membagi
identitas pertama dengan sinh2v.
4). cosh v + sinh v = eu . Ini merupakan konsekuensi definisinya.
5).

cosh v sinh v = e u .
definisinya.

Ini

juga

merupakan

konsekuensi

101

Kurva-Kurva Fungsi Hiperbolik. Gb.8.6 berikut ini memperlihatkan


kurva fungsi-fungsi hiperbolik.

4
3
2
1

1 x
e
2
-2

y = sinh x

0
-1

-1

-2

1 x
e
2

-3
-4

(a)

y = cosh x
3
2
1

y = sech x

0
-2

-1

-1

b)

y = cosh x y

3
2
1

1 x
e
2
-2

y = sinh x

0
-1

-1

-2
-3

c)

-4

102 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

4
3

y = coth x

2
1

y = tanh x

0
-2

-1

-1

y = coth x

-2
-3
-4

d)

y = cschx

y = sinh x

2
1
0
-2

-1

-1

-2

y = cschx

-3
-4

e)
Gb.8.6. Kurva-kurva fungsi hiperbolik.

103

Soal-Soal
1). Turunkan relasi sinh(u + v) dan cosh(u + v) .
2). Diketahui sinh v = 3 / 4 . Hitung cosh v, coth v, dan csch v.
3). Diketahui sinh v = 3 / 4 . Hitung cosh v, tanhv, dan sech v.

104 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Bab 9
Turunan Fungsi-Fungsi (1)
(Fungsi Mononom, Fungsi Polinom)
9.1. Pengertian Dasar
Kita telah melihat bahwa apabila koordinat dua titik yang terletak pada
suatu garis lurus diketahui, misalnya [x1,y1] dan [x2,y2], maka kemiringan
garis tersebut dinyatakan oleh persamaan

m=

y ( y2 y1)
=
x ( x2 x1)

(9.1)

Untuk garis lurus, m bernilai konstan dimanapun titik [x1,y1] dan [x2,y2]
berada. Bagaimanakah jika yang kita hadapi bukan garis lurus melainkan
garis lengkung? Perhatikan Gb.9.1.
y = f(x)
P2

y
P1
x
x

(a)
y = f(x)

y
P2

P1
x

x
(b)
Gb.9.1. Tentang kemiringan garis.
Pada Gb.9.1.a. y/x merupakan kemiringan garis lurus P1P2 dan bukan
kemiringan garis lengkung y = f(x). Jika x kita perkecil, seperti terlihat
pada Gb.9.1.b., y/x menjadi y/x yang merupakan kemiringan
garis lurus P1P2. Jika x terus kita perkecil maka kita dapatkan
105

kemiringan garis lurus yang sangat dekat dengan titik P1, dan jika x
mendekati nol maka kita mendapatkan kemiringan garis singgung kurva
y di titik P1. Jadi jika kita mempunyai persamaan garis y = f (x) dan
melihat pada suatu titik tertentu [x,y], maka pada kondisi dimana x
mendekati nol, persamaan (9.1) dapat kita tuliskan

lim

x 0

y
f ( x + x) f ( x)
= lim
= f ( x)
x x 0
x

(9.2)

f (x) merupakan fungsi dari x karena untuk setiap posisi titik yang kita
tinjau f (x) memiliki nilai berbeda; f (x) disebut fungsi turunan dari
f (x) , dan kita tahu bahwa dalam hal garis lurus, f (x) bernilai konstan
dan merupakan kemiringan garis lurus tersebut. Jadi formulasi (9.1) tidak
hanya berlaku untuk garis lurus. Jika x mendekati nol, maka ia dapat
diaplikasikan juga untuk garis lengkung, dengan pengertian bahwa
kemiringan m adalah kemiringan garis lurus yang menyinggung kurva
lengkung di titik [x,y]. Perhatikan Gb. 9.2.
y
(x2,y2)
(x1,y1)

x
Gb.9.2. Garis singgung pada garis lengkung.
Jika fungsi garis lengkung adalah y = f (x) maka f (x) pada titik [x1,y1]
adalah kemiringan garis singgung di titik [x1,y1], dan f (x) di titik (x2,y2)
adalah kemiringan garis singgung di [x2,y2]. Bagaimana mencari f (x)
akan kita pelajari lebih lanjut.

y
seperti yang dinyatakan oleh
x
(9.2) benar ada, fungsi f(x) memiliki turunan di titik tersebut dan
dikatakan sebagai dapat didiferensiasi di titik tersebut dan nilai
Jika pada suatu titik x1 di mana lim

x 0

106 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

y
merupakan nilai turunan di titik tersebut (ekivalen dengan
x 0 x
kemiringan garis singgung di titik tersebut).
lim

Persamaan (9.2) biasanya ditulis

dy d
y
=
( y ) = lim
dx dx
x 0 x
f ( x + x) f ( x)
= lim
= f ( x)
x
x 0

(9.3)

dy
kita baca turunan terhadap x dari fungsi y, atau turunan fungsi y
dx
terhadap x. Penurunan ini dapat dilakukan jika y memang merupakan
fungsi x. Jika tidak, tentulah penurunan itu tidak dapat dilakukan.
Misalnya y merupakan fungsi t , y = f (t ) ; maka penurunan y hanya bisa
dilakukan terhadap t, tidak terhadap x.
y =

dy df (t )
=
= f (t )
dt
dt

9.2. Fungsi Mononom


Kita lihat uraian-uraian berikut ini.
1). y0 = f ( x) = k , bernilai konstan. Di sini

y0 = lim

x 0

f ( x + x) f ( x) 0
=
=0
x
x

2). y1 = f1( x) = 2 x
f1( x) = lim 2( x + x) 2 x = 2x = 2
x 0
x
x

107

10
8

f 1 ( x) = 2 x

6
4

f1( x) = 2

2
0
0

x 4

Gb.9.3. Fungsi mononom y = 2x dan turunannya.


Kurva f1( x) membentuk garis lurus sejajar sumbu-x; ia bernilai
konstan 2 untuk semua x.
3). y2 = f 2 ( x) = 2 x 2

2( x + x) 2 2 x 2
2( x 2 + 2 xx + x 2 ) 2 x 2
= lim
x
x 0
x 0
x
= lim (2 2 x + 2x) = 4 x

f 2 ( x) = lim

x 0

Turunan fungsi ini membentuk kurva garis lurus dengan kemiringan


4.
4). y3 = f 3 ( x) = 2 x 3
2( x + x)3 2 x 3
x
x 0

f 3 ( x) = lim

2( x 3 + 3 x 2 x + 3 xx 3 + x 3 ) 2 x 3
x
x 0

= lim

= lim 2 3 x 2 + 2 3 xx 2 + 2x 2 = 6 x 2
x 0

Turunan fungsi ini membentuk kurva parabola.

108 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

5). Secara umum, turunan mononom

y = f ( x ) = mx n

(9.4)

y = (m n) x ( n 1)

(9.5)

adalah

Jika n pada (9.4) bernilai 1 maka kurva fungsi y = f (x) akan


berbentuk garis lurus dan turunannya akan berupa nilai konstan,

y = f ( x) = k
Jika n > 1, maka turunan fungsi akan merupakan fungsi x,
y = f (x) . Dengan demikian maka fungsi turunan ini dapat
diturunkan lagi dan kita mendapatkan fungsi turunan berikutnya
y = f (x)
yang mungkin masih juga merupakan fungsi x dan masih dapat
diturunkan lagi untuk memperoleh fungsi turunan berikutnya lagi

y = f (x)
dan demikian seterusnya.
y = f ( x) =

dy kita sebut turunan pertama,


dx

y = f ( x) =

d 2 y turunan kedua,
dx 2

y = f ( x) =

d 3 y turunan ke-tiga, dst.


dx 3

Contoh:
y4 = f 4 ( x) = 2 x 3
y4 = 2(3) x (31) = 6 x 2 ;

y4 = 6(2) x (2 1) = 12 x;

y4 = 12

6) Dari (9.4) dan (9.5) kita dapat mencari titik-potong antara kurva suatu
fungsi dengan kurva fungsi turunannya.
Fungsi

mononom

y = f ( x ) = mx n

memiliki

turunan

y = (m n) x ( n 1) . Koordinat titik potong P antara kurva mononom


f(x) dengan turunan pertamanya diperoleh dengan
109

y = y mx n = (m n) x ( n 1)
xP = n dan yP = mxPn
Koordinat titik potong kurva mononom dengan kurva-kurva turunan
selanjutnya dapat pula dicari.
Gb.9.4. memperlihatkan kurva mononom y = x 4 dan turunanturunannya y = 4x 3 , y = 12x 2 , y = 24 x , y = 24 .

200

y = 12x 2

y = x4

y = 4x 3
100

y = 12x

y = 24 x

y = 24

0
-3

-2

-1

y = 4x 3

-100

Gb.9.4. Mononom dan fungsi turunan-nya.

9.3. Fungsi Polinom


Polinom merupakan jumlah terbatas dari mononom. Kita lihat contohcontoh berikut.
1). y1 = f1 ( x) = 4 x + 2

f1( x) = lim

x x

{4( x + x) + 2} {4 x + 2} = 4
x

Kurva fungsi ini dan turunannya terlihat pada Gb.9.5.

110 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

10
y

f1(x) = 4x + 2

8
6

f1(x) = 4

4
2
0
-1

-0,5

-2

0,5

1,5

-4

Gb.9.5. f1(x) = 4x + 2 dan turunannya.


Suku yang bernilai konstan pada f1(x), berapapun besarnya, positif
maupun negatif, tidak memberikan kontribusi dalam fungsi turunannya.
2). y2 = f 2 ( x) = 4( x 2) f 2 ( x) = 4 x 8
f 2 ( x) = 4
10
y

f 2 ( x) = 4

5
0
-1

-5
-10

f 2 ( x ) = 4( x 2)

-15

Gb.9.6. f2(x) = 4(x 2) dan turunannya.


3). y3 = f 3 ( x) = 4 x 2 + 2 x 5

{4( x + x)

}{

+ 2( x + x ) 5 4 x 2 + 2 x 5
x
x 0
= 4 2x + 2 = 8x + 2

y3 = lim

4). y4 = f 4 ( x) = 5 x3 + 4 x 2 + 2 x 5
y4 = lim

x 0

{5( x + x)

}{

+ 4( x + x) 2 + 2( x + x) 5 5 x 3 + 4 x 2 + 2 x 5
x

= 5 3x 2 + 4 2 x + 2 = 15 x 2 + 8x + 2

111

5) Secara Umum: Turunan suatu polinom, yang merupakan jumlah


beberapa mononom, adalah jumlah turunan masing-masing
mononom dengan syarat setiap mononom yang membentuk polinom
itu memang memiliki turunan.

9.4. 4ilai Puncak


Kita telah melihat bahwa turunan fungsi di suatu nilai x merupakan
kemiringan garis singgung terhadap kurva fungsi di titik [x,y]. Jika titik
[xp,yp] adalah titik puncak suatu kurva, maka garis singgung di titik
[xp,yp] tersebut akan berupa garis mendatar yang kemiringannya nol.
Dengan kata lain posisi titik puncak suatu kurva adalah posisi titik di
mana turunan pertama fungsi bernilai nol.

Polinom Orde Dua. Kita ambil contoh fungsi polinom orde dua (fungsi
kuadrat):

y = 2 x 2 + 15 x + 13
Turunan pertama fungsi ini adalah
y = 4 x + 15
Jika kita beri y = 0 maka kita dapatkan nilai xp dari titik puncak yaitu
xp = (15/4) = 3,75
Jika nilai xp ini kita masukkan ke fungsi asalnya, maka akan kita
dapatkan nilai puncak yp.

y p = 2 x p 2 + 15 x p + 13
= 2(-3,75)2 + 15 (3,75) + 13 = 15,125
Secara umum, xp dari fungsi kuadrat y = ax 2 + bx + c dapat diberoleh
dengan membuat

y = 2ax + b = 0

(9.6)

sehingga diperoleh

xp =

b
2a

(9.7)

112 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Nilai puncak, yp dari fungsi kuadrat y = ax 2 + bx + c dapat diperoleh


dengan memasukkan xp

y p = ax p 2 + bx p + c =

b2
b 2 4ac
+c=
4a
4a

(9.8)

Maksimum dan Minimum. Bagaimanakah secara umum menentukan


apakah suatu nilai puncak merupakan nilai minimum atau maksimum?
Kita manfaatkan karakter turunan kedua di sekitar nilai puncak. Lihat
Gb.9.7.

y
y

x
Q

Gb.9.7. Garis singgung di sekitar titik puncak.


Turunan pertama di suatu titik pada kurva adalah garis singgung pada
kurva di titik tersebut. Di sekitar titik maksimum, mulai dari kiri ke
kanan, kemiringan garis singgung terus menurun sampai menjadi nol di
titik puncak kemudian menjadi negatif. Ini berarti turunan pertama y di
sekitar titik maksimum terus menurun dan berarti pula turunan kedua di
titik maksimum bernilai negatif.
Sebaliknya, di sekitar titik minimum, mulai dari kiri ke kanan,
kemiringan garis singgung terus meningkat sampai menjadi nol di titik
puncak kemudian menjadi positif. Ini berarti turunan pertama y di sekitar
titik minimum terus menurun dan berarti pula turunan kedua di titik
minimum bernilai positif.
Jadi apabila turunan kedua di titik puncak bernilai negatif, titik puncak
tersebut adalah titik maksimum. Apabila turunan kedua di titik puncak
bernilai positif, titik puncak tersebut adalah titik minimum.

113

Dalam kasus fungsi kuadrat y = ax 2 + bx + c , turunan pertama adalah


y = 2ax + b dan turunan kedua adalah y = 2a . Jadi pada fungsi
kuadrat, apabila a bernilai positif maka ia memiliki nilai minimum; jika a
negatif ia memiliki nilai maksimum.

Contoh: Kita lihat kembali contoh fungsi kuadrat yang dibahas di


atas.

y = 2 x 2 + 15 x + 13
Nilai puncak fungsi ini adalah y p = 15,125 dan ini merupakan
nilai minimum, karena turunan keduanya y = 4 adalah positif.
Lihat pula Gb.10.5.c.

Contoh: Kita ubah contoh di atas menjadi:

y = 2 x 2 + 15 x + 13
Turunan pertama fungsi menjadi

y = 4 x + 15 , yang jika y = 0 memberi x p = +3,75


Nilai puncak adalah

y p = 2(3,75)^ 2 + 15 3,75 + 13 = +41,125


Turunan kedua adalah y = 4 bernilai negatif. Ini berarti
bahwa nilai puncak tersebut adalah nilai maksimum.

Contoh: Dua buah bilangan positif berjumlah 20. Kita diminta


menentukan kedua bilangan tersebut sedemikian rupa
sehingga perkaliannya mencapai nilai maksimum,
sementara jumlahnya tetap 20.
Jika salah satu bilangan kita sebut x maka bilangan yang
lain adalah (20x). Perkalian antara keduanya menjadi

y = x(20 x) = 20 x x 2
Turunan pertama yang disamakan dengan nol akan
memberikan nilai x yang memberikan ypuncak.

y = 20 2 x = 0 memberikan x = 10
114 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

dan nilai puncaknya adalah

y puncak = 200 100 = 100


Turunan kedua adalah y = 2 ; ia bernilai negatif. Jadi
ypuncak yang kita peroleh adalah nilai maksimum; kedua
bilangan yang dicari adalah 10 dan (2010) = 10. Kurva
dari fungsi dalam contoh ini terlihat pada Gb.9.8.
y

120
100
80
60
40
20

0
-5 -20 0
-40

10

15

20

x 25

Gb.9.8. Kurva y = x(20 x)

Kurva tersebut memotong sumbu-x di

y = x(20 x) = 0 x1 = 0 dan x2 = 20
Dalam contoh di atas kita memperoleh hanya satu nilai maksimum;
semua nilai x yang lain akan memberikan nilai y dibawah nilai
maksimum ypuncak yang kita peroleh. Nilai maksimum demikian ini kita
sebut nilai maksimum absolut.
Jika seandainya ypuncak yang kita peroleh adalah nilai minimum, maka ia
akan menjadi minimum absolut, seperti pada contoh berikut.

Contoh: Dua buah bilangan positif berselisih 20. Kita diminta


menentukan kedua bilangan tersebut sedemikian rupa
sehingga perkaliannya mencapai nilai minimum, sementara
selisihnya tetap 20.
Jika salah satu bilangan kita sebut x (positif) maka bilangan
yang lain adalah (x + 20). Perkalian antara keduanya
menjadi
115

y = x( x + 20) = x 2 + 20 x
Turunan pertama yang disamakan dengan nol akan
memberikan nilai x yang memberikan ypuncak.

y = 2 x + 20 = 0 sehingga x = 10
dan nilai puncak adalah

y puncak = 100 200 = 100


Turunan kedua adalah y = +2 ; ia bernilai positif. Jadi
ypuncak yang kita peroleh adalah nilai minimum; kedua
bilangan yang dicari adalah 10 dan (10+20) = +10.
Kurva fungsi dalam contoh ini terlihat pada Gb.9.9.
y 40
20
-25

-20

-15

-10

0
-5 -20 0

x 5

-40
-60
-80
-100
-120

Gb.9.9. Kurva y = x( x + 20)

Polinom Orde Tiga. Fungsi pangkat tiga diberikan secara umum oleh

y = ax3 + bx 2 + cx + d

(9.10)

Turunan dari (10.29) adalah

y = 3ax 2 + 2bx + c

(9.11)

Dengan membuat y = 0 kita akan mendapatkan xp.

y = 0 = 3ax p 2 + 2bx p + c
Ada dua posisi nilai puncak, yaitu
116 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

x p1, x p 2 =
=

2b 4b 2 12ac
6a

(9.12)

b b 3ac
3a

Dengan memasukkan xp1 dan xp2 ke penyataan fungsi (10.11) kita peroleh
nilai puncak yp1 dan yp2. Namun bila xp1 = xp2 berarti dua titik puncak
berimpit atau kita sebut titik belok.

Contoh: Kita akan mencari di mana letak titik puncak dari kurva
fungsi y = 2 x 3 3x 2 + 3 dan apakah nilai
merupakan nilai minimum atau maksimum.

puncak

Jika turunan pertama fungsi ini kita samakan dengan nol,


akan kita peroleh nilai x di mana puncak-puncak kurva
terjadi.

y = 6 x 2 6 x = 6 x( x 1) = 0
memberikan x = 0 dan x = 1
Memasukkan nilai x yang diperoleh ke persamaan asalnya
memberikan nilai y, yaitu nilai puncaknya.

x = 0 memberikan y puncak = +3
x = 1 memberikan y puncak = +2
Jadi posisi titik puncak adalah di P[0,3] dan Q[1,2]. Apakah
nilai puncak ypuncak minimum atau maksimum kita lihat dari
turunan kedua dari fungsi y

y = 12 x 6
Untuk x = 0 y = 6
Untuk x = 1 y = +6
Jadi nilai puncak di P[0,3] adalah suatu nilai maksimum,
sedangkan nilai puncak di Q[1,2] adalah minimum. Kurva
dari fungsi dalam contoh ini terlihat pada Gb.9.10.

117

15

y
10

P[0,3]

Q[1,2]

5
0
-2

-1,5

-1

-0,5

-5

-10

0,5

1,5

2,5

ys

-15
-20
3

Gb.9.10. Kurva y = 2 x 3x 2 + 3 dan garis singgung di R.

9.5. Garis Singgung


Persamaan garis singgung pada titik R yang terletak di kurva suatu fungsi
y = f (x) secara umum adalah y s = mx dengan kemiringan m adalah
turunan pertama fungsi di titik R.

Contoh: Lihat fungsi y = 2 x 3 3x 2 + 3 yang kurvanya diberikan


pada Gb.9.10.
Turunan pertama adalah y = 6 x 2 6 x = 6 x( x 1) . Titik R dengan
absis xR = 2 , memiliki ordinat yR = 2 8 3 4 + 3 = 7 ; jadi
koordinat R adalah R(2,7). Kemiringan garis singgung di titik R
adalah m = 6 2 1 = 12 .
Persamaan garis singgung ys = 12 x + K . Garis ini harus melalui
R(2,7) dengan kata lain koordinat R harus memenuhi persamaan
garis singgung. Jika koordinat R kita masukkan ke persamaan
garis singgung akan kita dapatkan nilai K.

ys = 12 x + K 7 = 12 2 + K K = 7 24 = 17 .
Persamaan garis singgung di titk R adalah ys = 12 x 17

118 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

9.6. Contoh Hubungan Diferensial


Berikut ini adalah beberapa contoh relasi diferensial. (ref. [3] Bab-2)

Arus Listrik. Arus litrik adalah jumlah muatan listrik yang mengalir per
detik, melalui suatu luas penampang tertentu. Ia merupakan laju aliran
muatan. Kalau arus diberi simbol i dan muatan diberi simbol q maka

dq
dt
Satuan arus adalah ampere (A), satuan muatan adalah coulomb (C). Jadi
1 A = 1 C/detik.
i=

Tegangan Listrik. Tegangan listrik didefinisikan sebagai laju perubahan


energi per satuan muatan. Kalau tegangan diberi simbol v dan energi
diberi simbol w, maka
dw
v=
dq
Satuan daya adalah watt (W). Satuan energi adalah joule (J). Jadi 1 W =
1 J/detik.

Daya Listrik. Daya listrik didefinisikan sebagai laju perubahan energi.


Jika daya diberi simbol p maka

p=

dw
dt

Dari definisi tegangan dan arus kita dapatkan

p=

dw dw dq
=
= vi
dt dq dt

Karakteristik Induktor. Karakteristik suatu piranti listrik dinyatakan


dengan relasi antara arus yang melewati piranti dengan tegangan yang
ada di terminal piranti tersebut. Jika L adalah induktansi induktor, vL dan
iL masing-masing adalah tegangan dan arus-nya, maka relasi antara arus
dan tegangan induktor adalah
di
vL = L L
dt
Karakteristik Kapasitor. Untuk kapasitaor, jika C adalah kapasitansi
kapasitor, vC dan iC adalah tegangan dan arus kapasitor, maka

iC = C

dvc
dt
119

Soal-Soal
1.

Carilah turunan fungsi-fungsi berikut untuk kemudian menentukan


nilai puncak

y1 = 5 x 2 10 x 7;
y2 = 3 x 2 12 x + 2 ;
y3 = 4 x 2 + 2 x + 8
2.

Carilah turunan fungsi-fungsi berikut untuk kemudian menentukan


nilai puncak

y1 = 2 x 3 5 x 2 + 4 x 2 ;
y2 = x 4 7 x 3 + 2 x 2 + 6 ;
y3 = 3 x 7 7 x 3 + 21x 2

120 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Bab 10
Turunan Fungsi-Fungsi (2)
(Fungsi Perkalian Fungsi, Fungsi Pangkat Dari
Fungsi, Fungsi Rasional, Fungsi Implisit)
10.1. Fungsi Yang Merupakan Perkalian Dua Fungsi
Misalkan kita memiliki dua fungsi x, v(x) dan w(x) , dan kita hendak
mencari turunan terhadap x dari fungsi y = vw . Misalkan nilai x berubah
sebesar x, maka fungsi w berubah sebesar w, fungsi v berubah sebesar
v, dan fungsi y berubah sebesar y. Perubahan ini terjadi sedemikian
rupa sehingga setelah perubahan sebesar x hubungan y = vw tetap
berlaku, yaitu

( y + y ) = (v + v)( w + w)
= (vw + vw + wv + wv)

(10.1)

Dari sini kita dapatkan

y ( y + y ) y ( wv + vw + wv + wv) vw
=
=
x
x
x
w
v vw
=v
+w
+
x
x
x

(10.2)

Jika x mendekati nol maka demikian pula v dan w, sehingga vw


x
juga mendekati nol. Persamaan (10.2) akan memberikan
dy d (vw)
dw
dv
=
=v
+w
dx
dx
dx
dx

(10.3)

Inilah formulasi turunan fungsi yang merupakan hasilkali dari dua


fungsi.

Contoh: Kita uji kebenaran formulasi ini dengan melihat suatu fungsi
mononom y = 6 x 5 yang kita tahu turunannya adalah y = 30 x 4 . Kita
pandang sekarang fungsi y sebagai perkalian dua fungsi y = vw
dengan v = 2 x 3 dan w = 3x 2 . Menurut (10.3) turunan dari y menjadi
121

y =

d (2 x 3 3x 2 )
= 2 x 3 6 x + 3x 2 6 x 2 = 12 x 4 + 18x 4 = 30 x 4
dx

Ternyata sesuai dengan apa yang diharapkan.


Bagaimanakah d (uvw) jika u, v, w ketiganya adalah fungsi x. Kita
dx
aplikasikan (10.3) secara bertahap seperti berikut.
d (uvw) d (uv)( w)
dw
d (uv)
=
= (uv)
+w
dx
dx
dx
dx
dw
dv
du

= (uv)
+ wu
+v
dx
dx
dx
dw
dv
du
= (uv)
+ (uw)
+ (vw)
dx
dx
dx

(10.4)

Contoh: Kita uji formula ini dengan mengambil fungsi penguji


sebelumnya, yaitu y = 6 x 5 yang kita tahu turunannya adalah

y = 30 x 4 . Kita pandang sekarang fungsi y sebagai perkalian tiga


fungsi y = uvw dengan u = 2 x , v = 3x 2 , dan w = x . Menurut
(10.9) turunan dari y adalah

dy d (uvw)
=
= (2 x 2 3x 2 )(1) + (2 x 2 x)(6 x)
dx
dx
+ (3x 2 x)(4 x) = 6 x 4 + 12 x 4 + 12 x 4 = 30 x 4
Ternyata sesuai dengan yang kita harapkan.

10.2. Fungsi Yang Merupakan Pangkat Dari Suatu Fungsi


Yang dimaksud di sini adalah bagaimana turunan dy jika y = vn dengan
dx
v adalah fungsi x, dan n adalah bilangan bulat. Kita ambil contoh fungsi

y1 = v 6 = v 3 v 2 v dengan v merupakan fungsi x.


aplikasikan formulasi (10.4) akan kita dapatkan

Jika kita

122 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

dy1
dv
dv 2
dv 3
= (v 3 v 2 )
+ (v 3 v )
+ (v 2 v )
dx
dx
dx
dx
dv
dv
dv
dv 2
dv
= v5
+ v4 v
+ v + v3 v2
+v
dx
dx
dx
dx
dx

dv
dv
dv
dv
dv
= v5
+ 2v 5
+ v5
+ v4v
+v
dx
dx
dx
dx
dx

dv
= 6v 5
dx

Contoh ini memperlihatkan bahwa

dv 6 dv 6 dv
dv
=
= 6v 5
dx
dv dx
dx
yang secara umum dapat kita tulis

dv n
dv
= nv n 1
dx
dx

(10.5)

Contoh: Kita ambil contoh yang merupakan gabungan antara


perkalian dan pangkat dua fungsi.

y = ( x 2 + 1) 3 ( x 3 1) 2
Kita gabungkan relasi turunan untuk perkalian dua fungsi dan
pangkat suatu fungsi.

dy
d ( x 3 1) 2
d ( x 2 + 1) 3
= ( x 2 + 1) 3
+ ( x 3 1) 2
dx
dx
dx
= ( x 2 + 1) 3 2( x 3 1)(3 x 2 ) + ( x 3 1) 2 3( x 2 + 1) 2 2 x
= 6 x 2 ( x 2 + 1) 3 ( x 3 1) + 6 x( x 3 1) 2 ( x 2 + 1) 2
= 6 x( x 3 1)( x 2 + 1) 2 (2 x 3 + x 1)

123

10.3. Fungsi Rasional


Fungsi rasional merupakan rasio dari dua fungsi
v
y=
w

(10.6)

Tinjauan atas fungsi demikian ini hanya terbatas pada keadaan w


Kita coba memandang fungsi ini sebagai perkalian dari dua fungsi:

y = vw 1

0.

(10.7)

Kalau kita aplikasikan (10.3) pada (10.7) kita peroleh

dy d v d (vw 1 )
dw 1
dv
=
=v
+ w 1
=
dx dx w
dx
dx
dx
dv
dv v dv 1 dv
= vw 2
+ w 1
=
+
dx
dx w 2 dx w dx
=

dw
1 dv
v
w

2 dx
dx
w

dw
dv
v
w

d v dx
dx
=

dx w
w2

atau

(10.8)

Inilah formulasi turunan fungsi rasional. Fungsi v dan w biasanya


merupakan polinom dengan v mempunyai orde lebih rendah dari w.
(Pangkat tertinggi peubah x dari v lebih kecil dari pangkat tertinggi
peubah x dari w).

Contoh:
2
1). y = x 3
x3

dy x 3 (2 x) ( x 2 3)(3x 2 )
=
dx
x6
=

2 x 4 (3 x 4 9 x 2 )

x6

x2 + 9
x4

2). y = x 2 + 1
x2
124 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

2
dy
x 2 0 1 2x
= 2x +
= 2x
4
dx
x3
2
3). y = x + 1 ; dengan x 2 1 (agar penyebut tidak nol)
x2 1

dy ( x 2 1)2 x ( x 2 + 1)2 x
=
dx
( x 2 1) 2
=

2x 3 2x 2x 3 2x
2

( x 1)

4x
2

( x 1) 2

10.4. Fungsi Implisit


Sebagian fungsi implisit dapat diubah ke dalam bentuk explisit namun
sebagian yang lain tidak. Untuk fungsi yang dapat diubah dalam bentuk
eksplisit, turunan fungsi dapat dicari dengan cara seperti yang sudah kita
pelajari di atas. Untuk mencari turunan fungsi yang tak dapat diubah ke
dalam bentuk eksplisit perlu cara khusus, yang disebut diferensiasi
implisit. Dalam cara ini kita menganggap bahwa fungsi y dapat
didiferensiasi terhadap x. Kita akan mengambil beberapa contoh.
Contoh:
1).

x 2 + xy + y 2 = 8 . Fungsi implisit ini merupakan sebuah


persamaan. Jika kita melakukan operasi matematis di ruas kiri,
maka operasi yang sama harus dilakukan pula di ruas kanan agar
kesamaan tetap terjaga. Kita lakukan diferensiasi (cari turunan) di
kedua ruas, dan kita akan peroleh
dy
dx
dy
+y
+ 2y
=0
dx
dx
dx
dy
( x + 2 y)
= 2 x y
dx
2x + x

Untuk titik-titik di mana ( x + 2 y ) 0 kita peroleh turunan

dy
2x + y
=
dx
x + 2y
Untuk suatu titik tertentu, misalnya [1,2], maka

125

dy
2+2
=
= 0,8 .
dx
1+ 4
Inilah kemiringan garis singgung di titik [1,2] pada kurva fungsi y
bentuk implisit yang sedang kita hadapi.
2). x 4 + 4 xy 3 3 y 4 = 4 . Fungsi implisit ini juga merupakan sebuah
persamaan. Kita lakukan diferensiasi pada kedua ruas, dan kita
akan memperoleh
d (4 x) d (3 y 4 )
dy 3
+ y3

=0
dx
dx
dx
dy
dy
4 x 3 + 4 x(3 y 2 )
+ 4 y 3 12 y 3
=0
dx
dx
dy
= 4( x3 + y 3 )
(12 xy 2 12 y 3 )
dx
4x 3 + 4x

Di semua titik di mana ( xy 2 y 3 ) 0 kita dapat memperoleh


turunan
dy ( x3 + y3 )
=
dx 3( xy 2 y3 )

10.5. Fungsi Berpangkat Tidak Bulat


Pada waktu kita mencari turunan fungsi yang merupakan pangkat dari
suatu fungsi lain, y = vn , kita syaratkan bahwa n adalah bilangan bulat.
Kita akan melihat sekarang bagaimana jika n merupakan sebuah rasio
p dengan p dan q adalah bilangan bulat dan q 0, serta v adalah
n=
q
fungsi yang bisa diturunkan.

y = v p/q

(10.9)

Fungsi (10.9) dapat kita tuliskan

yq = v p

(10.10)

yang merupakan bentuk implisit fungsi y. Jika kita lakukan diferensiasi


terhadap x di kedua ruas (10.10) kita peroleh

qy q 1

dy
dv
= pv p 1
dx
dx

126 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Jika y 0, kita dapatkan

dy d (v p / q ) pv p 1 dv
=
=
dx
dx
qy q 1 dx

(10.11)

Akan tetapi dari (10.9) kita lihat bahwa

y q 1 = v p / q

q 1

= v p ( p / q )

sehingga (10.11) menjadi

dy d (v p / q )
pv p 1 dv
=
=
dx
dx
qv p ( p / q ) dx
p
dv
= v ( p 1) p +( p / q)
q
dx
p
dv
= v ( p / q )1
q
dx

(10.12)

Formulasi (10.12) ini mirip dengan (10.5), hanya perlu persyaratan


bahwa v 0 untuk p/q < 1.

10.6. Kaidah Rantai


Apabila kita mempunyai persamaan
x = f (t )

dan

y = f (t )

(10.13)

maka relasi antara x dan y dapat dinyatakan dalam t. Persamaan demikian


disebut persamaan parametrik, dan t disebut parameter. Jika kita
eliminasi t dari kedua persamaan di atas, kita dapatkan persamaan yang
berbentuk

y = F ( x)

(10.14)

Bagaimanakah dy = F ( x) dari (10.14) ber-relasi dengan


dx
dy
dx
= g (t ) dan
= f (t ) ?
dt
dt
Pertanyaan ini terjawab oleh kaidah rantai berikut ini.

127

y = F (x) dapat diturunkan terhadap x dan


x = f (t ) dapat diturunkan terhadap t, maka
y = F ( f (t ) ) = g (t ) dapat diturunkan terhadap t
menjadi
dy dy dx
(10.15)
=
dt dx dt
Jika

Relasi ini sudah kita kenal.

10.7. Diferensial dx dan dy


Pada pembahasan fungsi linier kita tuliskan kemiringan garis, m, sebagai

m=

y ( y 2 y1 )
=
x ( x 2 x1 )

kita lihat kasus jika x mendekati nol namun tidak sama dengan nol.
Limit ini kita gunakan untuk menyatakan turunan fungsi y(x) terhadap x
pada formulasi

dy
y
= lim
= f ( x)
dx x0 x
Sekarang kita akan melihat dx dan dy yang didefinisikan sedemikian rupa
sehingga rasio dy/dx , jika dx 0, sama dengan turunan fungsi y terhadap
x. Hal ini mudah dilakukan jika x adalah peubah bebas dan y merupakan
fungsi dari x:
y = F (x)

(10.16)

Kita ambil definisi sebagai berikut


1.

dx, kita sebut sebagai diferensial x, merupakan bilangan nyata


berapapun nilainya, dan merupakan peubah bebas yang lain
selain x;

2.

dy, kita sebut sebagai diferensial y, adalah fungsi dari x dan dx


yang dinyatakan dengan

dy = F ' ( x )dx

(10.17)

Kita telah terbiasa menuliskan turunan fungsi y terhadap x sebagai


128 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

dy
= f ( x) .
dx
Perhatikanlah bahwa ini bukanlah rasio dari dy terhadap dx melainkan
turunan fungsi y terhadap x. Akan tetapi jika kita bersikukuh memandang
relasi ini sebagai suatu rasio dari dy terhadap dx maka kita juga akan
memperoleh relasi (10.17), namun sesungguhnya (10.17) didefinisikan
dan bukan berasal dari relasi ini.
Pengertian terhadap dy lebih jelas jika dilihat secara geometris seperti
terlihat pada Gb.10.1. Di titik P pada kurva, jika nilai x berubah sebesar
dx satuan, maka di sepanjang garis singgung di titik P nilai y akan
berubah sebesar dy. Diferensial dx dianggap bernilai positif jika ia
mengarah ke kanan dan negatif jika mengarah ke kiri. Diferensial dy
dianggap bernilai positif jika ia mengarah ke atas dan negatif jika
mengarah ke bawah.
y
y
dy
dx
P
P
dx
dy

x
x
y

y
dy

dx
P

P
dx

dy

Gb.10.1. Penjelasan geometris tentang diferensial.


dy
= tan ; dy = (tan )dx
dx
1.
2.

dy
adalah laju perubahan y terhadap perubahan x.
dx
dy adalah besar perubahan nilai y sepanjang garis
singgung di titik P pada kurva, jika nilai x berubah
sebesar dx skala.
129

Dengan pengertian diferensial seperti di atas, kita kumpulkan formula


turunan fungsi dan formula diferensial fungsi dalam Tabel-10.1. Dalam
tabel ini v adalah fungsi x.
Tabel-10.1
Turunan Fungsi

Diferensial

1.

dc
= 0 ; c = konstan
dx

1. dc = 0 ; c = konstan

2.

dcv
dv
=c
dx
dx

2. dcv = cdv

3.

d (v + w) dv dw
=
+
dx
dx dx

3. d (v + w) = dv + dw

4.

dvw
dw
dv
=v
+w
dx
dx
dx

4. d (vw) = vdw + wdv

v
d w dv v dw
w
dx
= dx
5.
2
dx
w

v wdv vdw
5. d =
w
w2

6.

dv n
dv
= nv n1
dx
dx

6. dv n = nv n 1 dv

7.

dcx n
= cnx n1
dx

7. d (cx n ) = cnx n1dx

Ada dua cara untuk mencari diferensial suatu fungsi.


1.

Mencari turunannya lebih dulu (kolom kiri Tabel-10.1),


kemudian dikalikan dengan dx.

2.

Menggunakan langsung formula diferensial (kolom kanan


Tabel-10.1)

Kita ambil suatu contoh: cari dy dari fungsi

y = x 3 3x 2 + 5x 6

130 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Turunan y adalah :

y = 3x 2 6 x + 5

sehingga

dy = (3 x 2 6 x + 5)dx

Kita dapat pula mencari langsung dengan menggunakan formula dalam


tabel di atas:
dy = d ( x 3 ) + d (3x 2 ) + d (5 x) + d (6) = 3x 2 dx 6 xdx + 5dx
= (3x 2 6 x + 5)dx

131

Soal-Soal : Carilah turunan fungsi-fungsi berikut.


y = ( x 1) 3 ( x + 3) 2 ;
y = ( x 3 2 x) 4 ;
y = ( x + 2) 2 ( x 2 + 1) 3

y=

2x + 1
x2 1

;
2

x + 1
y=
;
x 1
2x
y=
3x 2 + 1

2 xy + y 2 = x + y;
x2 y2 = x2 + y2;
x3 + y3 = 1 ;
xy
=2
x 2y

132 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Bab 11
Turunan Fungsi-Fungsi (3)
(Fungsi-Fungsi Trigonometri, Trigonometri
Inversi, Logaritmik, Eksponensial)
11.1. Turunan Fungsi Trigonometri
Jika y = sin x maka

dy d sin x sin( x + x) sin x


=
=
dx
dx
x
sin x cos x + cos x sin x sin x
=
x
Untuk nilai yang kecil, x menuju nol, sinx = x dan cosx = 1. Oleh
karena itu
d sin x
(11.1)
= cos x
dx
Jika y = cos x maka

dy d cos x cos( x + x) cos x cos x cos x sin x sin x cos x


=
=
=
x
dx
dx
x
Jik x menuju nol, maka sinx = x dan cosx = 1. Oleh karena itu
d cos x
(11.2)
= sin x
dx
Turunan fungsi trigonometri yang lain tidak terlalu sulit untuk dicari.

d tan x d sin x cos 2 x sin x( sin x)


1
=
= sec2 x
=
=
2
dx
dx cos x
cos x
cos 2 x
d cot x d cos x sin 2 x cos x(cos x )
1
=
= csc2 x
=
=
2
2
dx
dx sin x
sin x
sin x

d sec x d 1 0 ( sin x)
sin x
=
=
= sec x tan x

=
2
dx
dx cos x
cos x
cos 2 x
d csc x d 1 0 (cos x) cos x
=
=
= csc x cot x
=
dx
dx sin x
sin 2 x
sin 2 x
133

Soal-Soal: Carilah turunan fungsi-fungsi berikut.

y = tan(4 x 2 ) ;

y = 5 sin 2 (3x) ; y = 3 cos 2 x

y = cot(3 x + 6) ;
y = sec 4 x tan 4 x ;

y = sin 3 (2 x) cos(2 x)
y = (csc x + cot x) 2

Contoh-Contoh Dalam Praktik Rekayasa. Berikut ini kita akan melihat


turunan fungsi trigonometri dalam rangkaian listrik. (ref. [3] Bab-4).
1). Tegangan pada suatu kapasitor merupakan fungsi sinus vC =
200sin400t volt. Kita akan melihat bentuk arus yang mengalir pada
kapasitor yang memiliki kapasitansi C = 210-6 farad ini.
Hubungan antara tegangan kapasitor vC dan arus kapasitor iC adalah

iC = C

dvC
dt

Arus yang melalui kapasitor adalah

dvC
d
= 2 106 (200 sin 400t ) = 0,160 cos 400t ampere
dt
dt
Daya adalah perkalian tegangan dan arus. Jadi daya yang diserap
kapasitor adalah
iC = C

pC = vC iC = 200 sin 400t 0,16 cos 400t = 32 cos 400t sin 400t
= 16 sin 800t watt
Bentuk kurva tegangan dan arus terlihat pada gambar di bawah ini.
200

vC
iC
100
pC

vC
iC

pC

0
0

0.01

0.02

0.03

0.04

0.05

t [detik]

-100
-200

Pada waktu tegangan mulai naik pada t = 0, arus justru sudah mulai
menurun dari nilai maksimumnya. Dengan kata lain kurva arus
mencapai nilai puncak-nya lebih dulu dari kurva tegangan; dikatakan
134 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

bahwa arus kapasitor mendahului tegangan kapasitor. Perbedaan


kemunculan ini disebut perbedaan fasa yang untuk kapasitor
besarnya adalah 90o; jadi arus mendahului tegangan dengan beda
fasa sebesar 90o.
Kurva daya bervariasi secara sinusoidal dengan frekuensi dua kali
lipat dari frekuensi tegangan maupun arus. Variasi ini simetris
terhadap sumbu waktu. Kapasitor menyerap daya selama setengah
perioda dan memberikan daya selama setengah perioda berikutnya.
Secara keseluruhan tidak akan ada penyerapan daya netto; daya ini
disebut daya reaktif.
2). Arus pada suatu inductor L = 2,5 henry merupakan fungsi sinus
terhadap waktu sebagai iL = 0,2cos400t ampere. Berapakah
tegangan antara ujung-ujung induktor dan daya yang diserapnya ?
Hubungan antara tegangan induktor vL dan arus induktor iL adalah
di
vL = L L
dt
vL = L

diL
d
= 2,5 ( 0,2 cos 400t ) = 2,5 0,2 sin 400t 400 = 200 sin 400t
dt
dt

Daya yang diserap inductor adalag tegangan kali arusnya.

pL = v LiL = 200 sin 400t (0.2 cos 400t ) = 40 sin 400t cos 400t
= 20 sin 800t W
Kurva tegangan, arus, dan daya adalah sebagai berikut.
vL 200
iL
pL 100

vL

iL
pL

0
-100

0.01

0.02

0.03

0.04

0.05 t[detik]

-200

Kurva tegangan mencapai nilai puncak pertama-nya lebih awal dari


kurva arus. Jadi tegangan mendahului arus atau lebih sering
dikatakan bahwa arus ketinggalan dari tegangan (hal ini merupakan
kebalikan dari kapasitor). Perbedaan fasa di sini juga 90o, artinya
arus ketinggalan dari tegangan dengan sudut fasa 90o.
Daya bervariasi secara sinus dan simetris terhadap sumbu waktu,
yang berarti tak terjadi transfer energi netto; ini adalah daya reaktif.
135

11.2. Turunan Fungsi Trigonometri Inversi


1) y = sin 1 x

x = sin y dx = cos ydy

1 x

dy
1
=
dx cos y

dy
1
=
dx
1 x2

2) y = cos 1 x

x = cos y dx = sin ydy


1

1 x2

y
x

1
dy
=
dx sin y
dy
1
=
dx
1 x2

3) y = tan 1 x
x = tan y dx =

1+ x

y
1

dy

dy
= cos 2 y
dx

x = cot y dx =
y
x

cos 2 y

dy
1
=
dx 1 + x 2

4) y = cot 1 x

1+ x2

sin 2 y

dy

dy
= sin 2 y
dx
dy
1
=
dx 1 + x 2

136 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

5) y = sec 1 x

x = sec y =

y
1

6) y = csc 1 x
x

x2 1

dy cos 2 y
x
1

=
=

2
dx
sin y
x
x 1
1
=
x x2 1

x = csc y =

1
0 ( sin x)
dx =
dy
cos y
cos 2 y

1
0 (cos x)
dx =
dy
sin y
sin 2 y

dy sin 2 y
1
=
=

dx cos y
x2
=

x
x2 1

1
x x2 1

Soal-Soal
1). Jika = sin 1 (0.5) carilah cos , tan , sec , dan csc .
2). Jika = cos 1 (0.5) carilah sin , tan , sec , dan csc .
3). Hitunglah sin 1 (1) sin 1 (1) .
4). Hitunglah tan 1 (1) tan 1 (1) .
5). Hitunglah sec 1 (2) sec 1 (2) .

11.3. Fungsi Trigonometri Dari Suatu Fungsi


Jika v = f(x), maka

d (sin v) d (sin v) dv
dv
=
= cos v
dx
dv dx
dx
d (cos v) d (cos v) dv
dv
=
= sin v
dx
dv dx
dx
137

d (tan v) d sin v cos2 x + sin 2 x dv


dv
= sec 2 v
=
=
2
dx
dx cos v
dx
dx
cos x
d (cot v) d cos v
2 dv . (Buktikan!).
=
= csc v
dx
dx sin v
dx
d (sec v) d 1 0 + sin v dv
dv
=
= sec v tan v
=
2
dx
dx cos v cos v dx
dx
d (csc v) d 1
dv . (Buktikan!).
=
= csc v cot v
dx
dx sin v
dx
Jika w = f(x), maka

1
d (sin 1 w)
dw . (Buktikan!).
=
dx
1 w2 dx
d (cos 1 w)
1
dw . (Buktikan!).
=
2 dx
dx
1 w
1 dw . (Buktikan!).
d (tan 1 w)
=
dx
1 + w2 dx
d (cot 1 w)
1 dw . (Buktikan!).
=
dx
1 + w2 dx

d (sec1 w)
1
dw . (Buktikan!).
=
dx
w w2 1 dx
d (csc1 w)
1
dw . (Buktikan!).
=
2
dx
w w 1 dx
Soal-Soal : Carilah turunan fungsi-fungsi berikut.

y = sin 1 (0,5 x) ;
1
x
y = tan 1 ;
3
3

y = cos 1(2 x)
y = sec1 4 x

138 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

11.4. Turunan Fungsi Logaritmik


Walaupun kita belum membicarakan tentang integral, kita telah
mengetahui bahwa fungsi f ( x) = ln x didefinisikan melalui suatu
integrasi (lihat bahasan tentang fungsi logaritmik sub-bab 8.1)
x1
f ( x) = ln x =
dt
( x > 0)
1 t

y = ln x adalah luas bidang yang dibatasi oleh kurva (1/t) dan sumbu-t, di
selang antara t = 1 dan t = x pada Gb.11.1.
6
5
4
y

1/t

lnx

ln(x+x)lnx

2
1
0
0

3x

t 4

x+x
1/(x+x)
1/x
Gb.11.1. Definisi lnx dan turunan lnx secara grafis.
Kita lihat pula

ln( x + x) ln( x) 1
=

x
x

x + x 1

(11.3)
dt
t
Apa yang berada dalam tanda kurung (11.3) adalah luas bidang yang
dibatasi oleh kurva (1/t) dan sumbu-t, antara t = x dan t = x + x. Luas
bidang ini lebih kecil dari luas persegi panjang (x 1/x). Namun jika
x makin kecil, luas bidang tersebut akan makin mendekati (x 1/x);
dan jika x mendekati nol luas tersebut sama dengan (x 1/x). Pada
keadaan batas ini (11.3) akan bernilai (1/x). Jadi
d ln x 1
=
dx
x

(11.4)
139

Jika v adalah v = f(x), kita mencari turunan dari lnv dengan


memanfaatkan kaidah rantai. Kita ambil contoh: v = 3x 2 + 4

1
6x
d ln v d ln v dv
d (3 x 2 + 4)
=
=
=
dx
dv dx 3x 2 + 4
dx
3x 2 + 4
Soal-Soal: Carilah turunan fungsi-fungsi berikut.
x
y = ln( x 2 + 2 x) ; y = ln
; y = ln(cos x) ; y = ln(ln x)
2 + 2x
11.5. Turunan Fungsi Eksponensial
Fungsi eksponensial berbentuk

y = ex

(11.5)

Persamaan (11.5) berarti ln y = x ln e = x , dan jika kita lakukan


penurunan secara implisit di kedua sisinya akan kita dapatkan

d ln y 1 dy
=
= 1 atau
dx
y dx

dy
= y = ex
dx

(11.6)

Jadi turunan dari ex adalah ex itu sendiri. Inilah fungsi eksponensial yang
tidak berubah terhadap operasi penurunan yang berarti bahwa penurunan
dapat dilakukan beberapa kali tanpa mengubah bentuk fungsi. Turunanturunan dari y = e x adalah

y = e x y = e x
y = e x dst.
Formula yang lebih umum adalah jika eksponennya merupakan suatu
fungsi, v = v(x ) .
dev de v dv
dv
=
= ev
dx
dv dx
dx
Kita ambil contoh: y = e tan

(11.7)

x
1

1
dy
d tan 1 x e tan x
= e tan x
=
dx
dx
1 + x2

Soal-Soal: Carilah turunan fungsi-fungsi berikut.


y = x 2e x ; y =

e x ex
2

; y=

e x e x
x

e +e

y = esin

y = e1 / x

140 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Bab 12
Integral (1)
(Macam Integral, Pendekatan 4umerik)
Dalam bab sebelumnya, kita mempelajari salah satu bagian utama
kalkulus, yaitu kalkulus diferensial. Berikut ini kita akan membahas
bagian utama kedua, yaitu kalkulus integral.
Dalam pengertian sehari-hari, kata integral mengandung arti
keseluruhan. Istilah mengintegrasi bisa berarti menunjukkan
keseluruhan atau memberikan total; dalam matematika berarti
menemukan fungsi yang turunannya diketahui.
Misalkan dari suatu fungsi f(x) yang diketahui kita diminta untuk
mencari suatu fungsi y sedemikian rupa sehingga dalam rentang nilai x
tertentu, misalnya a< x < b, dipenuhi persamaan
dy
= f ( x)
(12.1)
dx
Persamaan seperti (12.1) ini, yang menyatakan turunan fungsi sebagai
fungsi x (dalam beberapa hal ia mungkin juga merupakan fungsi x dan y)
disebut persamaan diferensial. Sebagai contoh:
dy
= 2x2 + 5x + 6
dx

d2y

dy
+ 3x 2 y 2 = 0
dx
dx
Pembahasan yang akan kita lakukan hanya mengenai bentuk persamaan
diferensial seperti contoh yang pertama.
2

+ 6 xy

12.1. Integral Tak Tentu


Suatu fungsi y = F (x) dikatakan sebagai solusi dari persamaan
diferensial (12.1) jika dalam rentang a< x < b ia dapat diturunkan dan
dapat memenuhi

dF ( x)
= f ( x)
dx

(12.2)

Perhatikan bahwa jika F(x) memenuhi (12.2) maka F ( x) + K dengan K


adalah suatu nilai tetapan sembarang, juga akan memenuhi (12.2) sebab
141

d [F ( x) + K ] dF ( x) dK dF ( x)
=
+
=
+0
dx
dx
dx
dx
Jadi secara umum dapat kita tuliskan

f ( x)dx = F ( x) + K

(12.3)

(12.4)

yang kita baca: integral f(x) dx adalah F(x) ditambah K.


Persamaan (12.2) dapat pula kita tulisan dalam bentuk diferensial, yaitu

dF ( x ) = f ( x )dx
yang jika integrasi dilakukan pada ruas kiri dan kanan akan memberikan

dF ( x) = f ( x)dx

(12.5)

Jika kita bandingkan (12.5) dan (12.4), kita dapat menyimpulkan bahwa

dF ( x) = F ( x) + K

(12. 6)

Jadi integral dari diferensial suatu fungsi adalah fungsi itu sendiri
ditambah suatu nilai tetapan. Integral semacam ini disebut integral tak
tentu; masih ada nilai tetapan K yang harus dicari.
Kita ambil dua contoh untuk inegrasi integrasi tak tentu ini
1) Cari solusi persamaan diferensial

dy
= 5x 4
dx

Kita tuliskan persamaan tersebut dalam bentuk diferensial

dy = 5 x 4 dx
Menurut relasi (9.4) dan (9.5) di Bab-9,

d ( x 5 ) = 5 x 4 dx
Oleh karena itu

y = 5 x 4dx = d ( x 5 ) = x 5 + K
2). Carilah solusi persamaan

dy
= x2 y
dx

Kita tuliskan dalam bentuk diferensial dy = x 2 y dx

dan kita

kelompokkan peubah dalam persamaan ini sehingga ruas kiri


142 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

mengandung hanya peubah tak bebas y dan ruas kanan hanya


mengandung peubah bebas x. Proses ini kita lakukan dengan membagi
kedua ruas dengan y.

y 1 / 2 dy = x 2 dx

Ruas kiri memberikan diferensial d 2 y1 / 2 = y 1 / 2 dy dan ruas kanan

1
memberikan diferensial d x3 = x 2 dx , sehingga
3

1
d 2 y1 / 2 = d x 3
3
Jika kedua ruas diintegrasi, diperoleh
2 y1 / 2 + K1 =
2 y1 / 2 =

1 3
x + K 2 atau
3

1 3
1
x + K 2 K1 = x 3 + K
3
3

Dua contoh telah kita lihat. Dalam proses integrasi seperti di atas terasa
adanya keharusan untuk memiliki kemampuan menduga jawaban.
Beberapa hal tersebut di bawah ini dapat memperingan upaya pendugaan
tersebut.
1. Integral dari suatu diferensial dy adalah y ditambah konstanta
sembarang K.

dy = y + K
2.

Suatu konstanta yang berada di dalam tanda integral dapat


dikeluarkan

ady = a dy
3.

Jika bilangan n 1, maka integral dari yndy diperoleh dengan


menambah pangkat n dengan 1 menjadi (n + 1) dan membaginya
dengan (n + 1).

y n dy =

y n +1
+ K,
n +1

jika n 1

Penggunaan Integral Tak Tentu. Dalam integral tak tentu, terdapat


suatu nilai K yang merupakan bilangan nyata sembarang. Ini berarti
143

bahwa integral tak tentu memberikan hasil yang tidak tunggal melainkan
banyak hasil yang tergantung dari berapa nilai yang dimiliki oleh K.
Dalam pemanfaatan integral tak tentu, nilai K diperoleh dengan
menerapkan apa yang disebut sebagai syarat awal atau kondisi awal.
Kita akan mencoba memahami melalui pengamatan kurva. Jika kita
gambarkan kurva y = 10x 2 kita akan mendapatkan kurva bernilai
tunggal seperti Gb.12.1.a. Akan tetapi jika kita melakukan integrasi

10 x3
dx tidak hanya satu kurva yang dapat memenuhi syarat akan
3
tetapi banyak kurva seperti pada Gb.12.1.b; kita akan mendapatkan satu
kurva jika K dapat ditentukan.
yi = 10x2 +Ki

y = 10x2 100

100

-3

-1

K3
K2
K1

50

50

-5

-5

-3

-1

a)
b)
Gb.12.1. Integral tak tentu memberikan banyak solusi.
Sebagai contoh kita akan menentukan posisi benda yang bergerak dengan
kecepatan sebagai fungsi waktu yang diketahui. Kecepatan sebuah benda
bergerak dinyatakan sebagai v = at = 3t , dengan v adalah kecepatan, a
adalah percepatan yang dalam soal ini bernilai 3, t waktu. Kalau posisi
awal benda adalah s 0 = 3 pada waktu t = 0, tentukanlah posisi benda
pada t = 4.
Kita ingat pengertian-pengertian dalam mekanika bahwa kecepatan
ds
adalah laju perubahan jarak, v =
; sedangkan percepatan adalah laju
dt
dv
. Karena kecepatan sebagai fungsi t
perubahan kecepatan, a =
dt
diketahui, dan kita akan mencari posisi (jarak), maka kita gunakan relasi
ds
yang memberikan ds = vdt
v=
dt
144 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

sehingga integrasinya memberikan

t2
+ K = 1,5t 2 + K
2
Kita terapkan sekarang kondisi awal, yaitu s0 = 3 pada t = 0.

s = atdt = 3

3 = 0 + K yang memberikan K = 3
Dengan demikian maka s sebagai fungsi t menjadi s = 1,5t 2 + 3
sehingga pada t = 4 posisi benda adalah s4 = 27

Luas Sebagai Suatu Integral. Kita akan mencari luas bidang yang
dibatasi oleh suatu kurva y = f (x) , sumbu-x, garis vertikal x = p, dan x
= q. Sebagai contoh pertama kita ambil fungsi tetapan y = 2 seperti
terlihat pada Gb.12.2.
y
y = f(x) =2
2
Apx

Apx
0 p

x+x

Gb.12.2. Mencari luas bidang di bawah y = 2.


Jika luas dari p sampai x adalah Apx, dan kita bisa mencari fungsi
pertambahan luas Apx yaitu pertambahan luas jika x bertambah menjadi
x+x, maka kita dapat menggunakan fungsi pertambahan tersebut mulai
dari x = p sampai x = q untuk memperoleh Apq yaitu luas dari p sampai q.
Pertambahan luas yang dimaksud tentulah

A px = 2x atau

Apx
x

= 2 = f ( x)

(12.7)

Jika x diperkecil menuju nol maka kita dapatkan limit

lim

A px

x 0

dApx
dx

= f ( x) = 2

(12.8)

Dari (12.8) kita peroleh

Apx = dApx = 2dx = 2 x + K

(12.9)

145

Kondisi awal (kondisi batas) adalah Apx = 0 untuk x = p. Jika kondisi ini
kita terapkan pada (12.9) kita akan memperoleh nilai K yaitu
(12.10)
0 = 2 p + K atau K = 2 p
sehingga

A px = 2 x 2 p

(12.11)

Kita mendapatkan luas Apx (yang dihitung mulai dari x = p) merupakan


fungsi x. Jika perhitungan diteruskan sampai x = q kita peroleh

A pq = 2q 2 p = 2(q p)

(12.12)

Inilah hasil yang kita peroleh, yang sudah kita kenal dalam planimetri
yang menyatakan bahwa luas segi empat adalah panjang kali lebar yang
dalam kasus kita ini panjang adalah (q p) dan lebar adalah 2.
Bagaimanakah jika kurva yang kita hadapi bukan kurva dari fungsi
tetapan? Kita lihat kasus fungsi sembarang dengan syarat bahwa ia
kontinyu dalam rentang p x q seperti digambarkan pada Gb.12.3.
y

f(x+x )

f(x)

y = f(x)

Apx

Apx
0 p

x+x

Gb.12.3. Fungsi sembarang kontinyu dalam a x b


Dalam kasus ini, Apx bisa memiliki dua nilai tergantung dari apakah
dalam menghitungnya kita memilih Apx = f(x)x atau Apx = f(x+x)x.
Namun kita akan mempunyai nilai

A px = f ( x)x f ( x 0 )x f ( x + x)x

(12.13)

dengan x0 adalah suatu nilai x yang terletak antara x dan x+x. Jika x
kita buat mendekati nol kita akan mempunyai

A px = f ( x)x = f ( x0 )x = f ( x + x)x

(12.14)

Dengan demikian kita akan mendapatkan limit


146 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

lim

x 0

A px
x

dA px
dx

= f ( x)

(12.15)

Dari sini kita peroleh

A px = dA px =

f ( x)dx = F ( x) + K

(12.16)

Dengan memasukkan kondisi awal Apx = 0 untuk x = p dan kemudian


memasukkan nilai x = q kita akan memperoleh

A pq = F (q) F ( p) = F ( x)] qp

(12.17)

12.2. Integral Tentu


Integral tentu merupakan integral yang batas-batas integrasinya jelas.
Konsep dasar integral tentu adalah luas bidang yang dipandang sebagai
suatu limit. Kita akan menghitung luas bidang yang dibatasi oleh suatu
kurva y = f(x), sumbu-x, garis x = p, dan x = q, yaitu luas bagian yang
diarsir pada Gb.12.4.a.
Sebutlah luas bidang ini Apq. Bidang ini kita bagi dalam n segmen dan
kita akan menghitung luas setiap segmen dan kemudian
menjumlahkannya untuk memperoleh Apq. Jika penjumlahan luas segmen
kita lakukan dengan menghitung luas segmen seperti tergambar pada
Gb.12.4.b, kita akan memperoleh luas yang lebih kecil dari dari luas
yang kita harapkan; sebutlah jumlah luas segmen ini Apqb (jumlah luas
segmen bawah).
Jika penjumlahan luas segmen kita lakukan dengan menghitung luas
segmen seperti tergambar pada Gb.12.4.c, kita akan memperoleh luas
yang lebih besar dari dari luas yang kita harapkan; sebutlah jumlah luas
segmen ini Apqa (jumlah luas segmen atas).
Kedua macam perhitungan tersebut di atas akan mengakibatkan
terjadinya error. Antara Apqb dan Apqa ada selisih seperti terlihat pada
Gb.12.4.d. Jika x0k adalah suatu nilai x di antara kedua batas segmen kek, yaitu antara xk dan (xk+x), maka berlaku

f ( xk ) f ( x0k ) f ( xk + x)

(12.18)

147

(a) 0 p
y

(b) 0 p
y

(c) 0 p
y

y = f(x)

x2

xk

xk+1

xn

y = f(x)

x2

xk

xk+1

xn

xk

xk+1

xn

y = f(x)

x2

y = f(x)

x
xk xk+1
xn
(d) 0 p x2
Gb.12.4. Menghitung luas bidang di bawah kurva.
Jika pertidaksamaan (12.18) dikalikan dengan xk yang yang cukup kecil
dan bernilai positif, maka

f ( xk )xk f ( x0k )xk f ( xk + x)xk

(12.19)

Jika luas segmen di ruas kiri, tengah, dan kanan dari (12.19) kita
jumlahkan dari 1 sampai n (yaitu sebanyak jumlah segmen yang kita
buat), kita akan memperoleh
148 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

f ( xk )xk

k =1

f ( x0 k )xk

k =1

f ( xk + x)xk

(12.20)

k =1

Ruas paling kiri adalah jumlah luas segmen bawah, Apqb; ruas paling
kanan adalah jumlah luas segmen atas, Apqa; ruas yang di tengah adalah
jumlah luas segmen pertengahan, kita namakan An. Jelaslah bahwa

A pqb An A pqa

(12.21)

Nilai An dapat dipakai sebagai pendekatan pada luas bidang yang kita
cari. Error yang terjadi sangat tergantung dari jumlah segmen, n. Jika n
kita perbesar menuju tak hingga dan semua xk menuju nol, maka luas
bidang yang kita cari adalah

A pq = lim Apqb = lim An = lim A pqa


x k 0

x k 0

x k 0

(12.22)

Jadi apabila kita menghitung limitnya, kita akan memperoleh nilai limit
yang sama, apakah kita menggunakan penjumlahan segmen bawah, atau
atas, atau pertengahannya. Limit yang sama ini disebut integral tertentu,
dituliskan

Apq =

p f ( x)dx

(12.23)

Integral tertentu (12.23) ini terkait dengan integral tak tentu (9.12)

Apq =

p f ( x)dx = F ( x)]p = F (q) F ( p)


q

(12.24)

Jadi untuk memperoleh limit bersama dari penjumlahan segmen bawah,


penjumlahan segmen atas, maupun penjumlahan segmen pertengahan
dari fungsi f(x) dalam rentang p x q, kita cukup melakukan:

f ( x)dx ;

a.

integrasi untuk memperoleh F ( x ) =

b.
c.
d.

masukkan batas atas x = q untuk mendapat F(q);


masukkan batas bawah x = p untuk mendapat F(p);
kurangkan perolehan batas bawah dari batas atas, F(q) F(p).

Walaupun dalam pembahasan di atas kita mengambil contoh fungsi yang


bernilai positif dalam rentang p x q , namun pembahasan itu
berlaku pula untuk fungsi yang dalam rentang p x q sempat
bernilai negatif. Kita hanya perlu mendefinisikan kembali apa yang
disebut dengan Apx dalam pembahasan sebelumnya. Pendefinisian yang
baru ini akan berlaku umum, yaitu
149

Apx adalah luas bidang yang dibatasi oleh y = f (x) dan


sumbu-x dari p sampai x, yang merupakan jumlah luas bagian
yang berada di atas sumbu-x dikurangi dengan luas bagian
yang di bawah sumbu-x.
Agar lebih jelas kita mengambil contoh pada Gb 13.2. Kita akan
menghitung luas antara y = x 3 12 x dan sumbu-x dari x = 3 sampai x
= +3. Bentuk kurva diperlihatkan pada Gb.12.5.

y = x 3 12 x

20
10

0
-4

-3

-2

-1

-10
-20

Gb.12.5. Kurva y = x 3 12 x
Di sini terlihat bahwa dari x = 3 sampai 0 kurva berada di atas sumbu-x
dan antara x = 0 sampai +3 kurva ada di bawah sumbu-x. Untuk bagian
yang di atas sumbu-x kita mempunyai luas

x4
Aa =
( x 12 x)dx =
6x 2
3
4

= 0 (20,25 54) = 33,75


3

Untuk kurva yang di bawah sumbu-x kita dapatkan


3

x4
Ab = ( x 12 x)dx =
6 x 2 = 20,25 54 (0) = 33,75
0
4

Luas yang kita cari adalah luas bagian yang berada di atas sumbu-x
dikurangi dengan luas bagian yang di bawah sumbu-x

Apq = Aa Ab = 33,75 (33,755) = 67,5


Contoh ini menunjukkan bahwa dengan pengertian yang baru mengenai
Apx, formulasi
A=

p f ( x)dx = F (q) F ( p))

tetap berlaku untuk kurva yang memiliki bagian baik di atas maupun di
bawah sumbu-x.
150 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Dengan demikian maka untuk bentuk kurva seperti pada Gb.12.6. kita
dapatkan

Apq = A1 + A2 A3 + A4
yang kita peroleh dari

Apq =

p f ( x)dx = F (q) F ( p))

y
y = f(x)
A2

A4
A3

A1

Gb.12.6. Kurva memotong sumbu-x di beberapa titik.

Luas Bidang Di Antara Dua Kurva. Kita akan menghitung luas bidang
di antara kurva y1 = f1( x) dan y2 = f 2 ( x) pada batas antara x = p dan x
= q . Kurva yang kita hadapi sudah barang tentu harus kontinyu dalam
rentang p x q . Kita tetapkan bahwa kurva y1 = f1( x) berada di atas

y2 = f 2 ( x) meskipun mungkin mereka memiliki bagian-bagian yang


berada di bawah sumbu-x. Perhatikan Gb.12.7.
y

y1

x+x

y2

Gb.12.7. Menghitung luas bidang antara dua kurva.


Rentang p x q kita bagi dalam n segmen, yang salah satunya
diperlihatkan pada Gb.12.7. dengan batas kiri x dan batas kanan (x+x),
dimana x = (q p ) / n .

151

Luas segmen dapat didekati dengan


Asegmen = { f1 ( x) f 2 ( x)}x

(12.25)

yang jika kita jumlahkan seluruh segmen akan kita peroleh


x = q x

Asegmen =

{ f1( x) f 2 ( x)}x

(12.25)

x= p

Dengan membuat n menuju tak hingga sehingga x menuju nol kita


sampai pada suatu limit
n

A pq = lim

Asegmen = p { f1( x) f 2 ( x)}dx

(12.26)

Kita lihat beberapa contoh.


1). Jika y1 = 4 dan y2 = 2 berapakah luas bidang antara y1 dan y2
dari x1 = p = 2 sampai x2 = q = +3.

Apq =

+3

2 ({4 (2)}dx = 6 x]2 = 18 (12) = 30


+3

Hasil ini dengan mudah dijakinkan menggunakan planimetri. Luas


yang dicari adalah luas persegi panjang dengan lebar y1 y2 = 6
dan panjang x2 x1 = 5 .
2). Jika y1 = x 2 dan y2 = 4 berpakah luas bidang yang dibatasi oleh y1
dan y2.
Terlebih dulu kita cari batas-batas integrasi yaitu nilai x pada
perpotongan antara y1 dan y2.

y1 = y2 x 2 = 4 x1 = p = 2, x2 = q = 2
Perhatikan bahwa y1 adalah fungsi pangkat dua dengan titik puncak
minimum yang berada pada posisi [0,0]. Oleh karena itu bagian
kurva y1 yang membatasi bidang yang akan kita cari luasnya, berada
di di bawah y2 = 4.
2

8 16 16 32
8
x3

=
(4 x )dx = 4 x = 8 8
Apq =
=

2
3
3
3 3
3
3

-2

Jika kita terbalik dalam memandang posisi y1 terhadap y2 kita akan


melakukan kesalahan:

152 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

x3
8
8
16 + 16
( x 4)dx =
+ 8 =
4 x = 8
Apq * =

=0

3
2
3
3
3
3

- 2

3). Jika y1 = x 2 + 2 dan y2 = x berapakah luas bidang yang


dibatasi oleh y1 dan y2.
Terlebih dulu kita perhatikan karakter fungsi-fungsi ini. Fungsi
y1 adalah fungsi kuadrat dengan titik puncak maksimum yang
memotong sumbu-y di y = 2. Fungsi y2 adalah garis lurus
melalui titik asal [0,0] dengan kemiringan negatif 1, yang
berarti ia menurun pada arah x positif. Dengan demikian maka
bagian kurva y1 yang membatasi bidang yang akan kita cari
luasnya berada di atas y2.
Batas integrasi adalah nilai x pada perpotongan kedua kurva.

y1 = y2 x 2 + 2 = x atau x 2 + x + 2 = 0
x1 = p =

1 + 12 + 8
1 12 + 8
= 1 ; x2 = q =
=2
2
2
2

x3 x 2
+
+ 2 x
Apq = ( x + 2 + x)dx =

3
1
2
1

8
1 1

= + 2 + 4
+ 2 = 4,5
3
3
2

Penerapan Integral Tentu. Pembahasan di atas terfokus pada


penghitungan luas bidang di bawah suatu kurva. Dalam praktik kita tidak
selalu menghitung luas melainkan menghitung berbagai besaran fisis,
yang berubah terhadap waktu misalnya. Perubahan besaran fisis ini dapat
pula divisualisasi dengan membuat absis dengan satuan waktu dan
ordinat dengan satuan besaran fisis yang dimaksud. Dengan demikian
seolah-olah kita menghitung luas bidang di bawah kurva. Berikut ini dua
contoh dalam kelistrikan.
1). Sebuah piranti menyerap daya 100 W pada tegangan konstan
200V. Berapakah energi yang diserap oleh piranti ini selama 8
jam ?
153

Daya adalah laju perubahan energi. Jika daya diberi simbol p


dan energi diberi simbol w, maka
dw
yang memberikan w =
dt

p=

pdt

Perhatikan bahwa peubah bebas di sini adalah waktu, t. Kalau


batas bawah dari wktu kita buat 0, maka batas atasnya adalah 8,
dengan satuan jam. Dengan demikian maka energi yang diserap
selama 8 jam adalah
w=

0 pdt = 0100dt = 100t 0 = 800 Watt.hour [Wh]


8

= 0,8 kilo Watt hour [kWh]

2). Arus yang melalui suatu piranti berubah terhadap waktu sebagai
i(t) = 0,05 t ampere. Berapakah jumlah muatan yang
dipindahkan melalui piranti ini antara t = 0 sampai t = 5 detik ?
Arus i adalah laju perubahan transfer muatan, q.
i=

dq
sehingga
dt

q = idt

Jumlah muatan yang dipindahkan dalam 5 detik adalah


5

q = idt =

0,05tdt =

0,05 2
t
2

=
0

1,25
= 0,625 coulomb
2

Pendekatan umerik. Dalam pembahasan mengenai integral tentu, kita


fahami bahwa langkah-langkah dalam menghitung suatu integral adalah:
1.
Membagi rentang f(x) ke dalam n segmen; agar proses
perhitungan menjadi sederhana buat segmen yang sama lebar,
x.
2.

Integral dalam rentang p x q dari f(x) dihitung sebagai


q

f ( x)dx = lim

x 0

f ( xk )xk
k =1

dengan f(xk) adalah nilai f(x) dalam interval xk yang


besarnya akan sama dengan nilai terendah dan tertinggi
dalam segmen xk jika x menuju nol.

154 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Dalam aplikasi praktis, kita tentu bisa menetapkan suatu nilai x


sedemikian rupa sehingga jika kita mengambil f(xk) sama dengan nilai
terendah ataupun tertinggi dalam xk, hasil perhitungan akan lebih rendah
ataupun lebih tinggi dari nilai yang diharapkan. Namun error yang terjadi
masih berada dalam batas-batas toleransi yang dapat kita terima. Dengan
cara ini kita mendekati secara numerik perhitungan suatu integral, dan
kita dapat menghitung dengan bantuan komputer.
Sebagai ilustrasi kita akan menghitung kembali luas bidang yang dibatasi
oleh kurva y = x 3 12 x dengan sumbu-x antara x = 3 dan x = +3. Luas
ini telah dihitung dan menghasilkan Apq = 67,5 . Kali ini perhitungan

Apq =

3 ( x

12 x)dx

akan kita lakukan dengan pendekatan numerik

dengan bantuan komputer. Karena yang akan kita hitung adalah luas
antara kurva dan sumbu-x, maka bagian kurva yang berada di bawah
sumbu-x harus dihitung sebagai positif. Jika kita mengambil nilai x =
0,15 maka rentang 3 x 3 akan terbagi dalam 40 segmen.
Perhitungan menghasilkan
40

Apq =

( xk 3 12 xk ) = 67,39875 67,4
k =1

Error yang terjadi adalah sekitar 0,15%.


Jika kita mengambil x = 0,05 maka rentang 3 x 3 akan terbagi
dalam 120 segmen. Perhitungan menghasilkan
120

Apq =

( xk 3 12 xk ) = 67,48875 67,5
k =1

Error yang terjadi adalah sekitar 0,02%.


Jika kita masih mau menerima hasil perhitungan dengan error 0,2%,
maka hasil pendekatan numerik sebesar 67,4 cukup memadai.
Perhitungan numerik di atas dilakukan dengan menghitung luas setiap
segmen sebagai hasilkali nilai minimum ataupun nilai maksimum
masing-masing segmen dengan x. Satu alternatif lain untuk menghitung
luas segmen adalah dengan melihatnya sebagai sebuah trapesium. Luas
setiap segmen menjadi
155

Asegmen = ( f ( xk min ) + f ( xkmaks ) ) x / 2

(12.27)

Perhitungan pendekatan numerik ini kita lakukan dengan bantuan


komputer. Kita bisa memanfaatkan program aplikasi yang ada, ataupun
menggunakan spread sheet jika fungsi yang kita hadapi cukup sederhana.

Soal-Soal:
1.

Carilah titik-titik perpotongan fungsi-fungsi berikut dengan


sumbu-x kemudian cari luas bidang yang dibatasi oleh kurva
fungsi dengan sumbu-x.

y = 2x x2 ;
2.

y 2 y3 = x

Carilah luas bidang yang dibatasi oleh kurva dan garis berikut.

Luas antara kurva y 2 = x dan garis x = 4


Luas antara kurva y = 2 x x 2 dan garis x = 3
3.

Carilah luas bidang yang dibatasi oleh dua kurva berikut.

y = x 4 2x 2 dan
y = 2 x 2 5 dan

y = 2x 2
y = 2 x 2 + 5

12.3. Volume Sebagai Suatu Integral


Di sub-bab sebelumnya kita menghitung luas bidang sebagai suatu
integral. Berikut ini kita akan melihat penggunaan integral untuk
menghitung volume.

Balok. Kita ambil contoh sebuah balok


seperti tergambar pada Gb.12.8. Balok ini
dibatasi oleh dua bidang datar paralel di p
dan q. Balok ini diiris tipis-tipis dengan tebal
irisan x sehingga volume balok, V,
merupakan jumlah dari volume semua irisan.

Gb.12.8. Balok
Jika A(x) adalah luas irisan di sebelah kiri dan A(x+x) adalah luas irisan
di sebelah kanan maka volume irisan V adalah

A( x)x V A( x + x)x
Volume balok V adalah
156 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

V=

A( x )x
p

dengan A(x ) adalah luas rata-rata irisan antara A(x) dan A(x+x).
Apabila x cukup tipis dan kita mengambil A(x) sebagai pengganti A(x )
maka kita memperoleh pendekatan dari nilai V, yaitu
q

A( x)x
p

Jika x menuju nol dan A(x) kontinyu antara p dan q maka


q

A( x)x = p A( x)dx
x o

V = lim

(12.28)

Rotasi Bidang Segitiga Pada Sumbu-x.


Satu kerucut dapat dibayangkan sebagai
P
y
segitiga yang berputar sekitar salah satu
sisinya. Sigitiga ini akan menyapu satu
volume kerucut seperti terlihat pada
O
Q
x
Gb.12.9. Segitiga OPQ, dengan OQ
x
berimpit dengan sumbu-x, berputar
mengelilingi sumbu-x.
Gb.12.9. Rotasi Segitiga OPQ
mengelilingi sumbu-x
Formula (12.28) dapat kita terapkan disini. Dalam hal ini A(x) adalah
luas lingkaran dengan jari-jari r(x); sedangkan r(x) memiliki persamaan
garis OP.

V=

0 A( x)dx = 0 [r ( x)] dx = 0 m x dx
2

2 2

(12.29)

dengan m adalah kemiringan garis OP dan h adalah jarak O-Q. Formula


(12.29) akan memberikan volume kerucut

m 2 h3 (PQ/OQ)2 h3
h
=
= r 2
3
3
3
dengan OQ = h dan r adalah nilai PQ pada x = h.
Vkerucut =

(12.30)

Bagaimanakah jika OQ tidak berimpit dengan sumbu-x? Kita akan


memiliki kerucut yang terpotong di bagian puncak. Volume kerucut
157

terporong demikian ini diperoleh dengan menyesuaikan persamaan garis


OP. Jika semula persamaan garis ini berbentuk y = mx berubah menjadi

y = mx + b dengan b adalah perpotongan garis OP dengan sumbu-y.


Rotasi Bidang Sembarang. Jika f(x)
kontinyu pada a x b , rotasi bidang
antara kurva fungsi ini dengan sumbu-x
antara a x b sekeliling sumbu-x akan
membangun suatu volume benda yang
dapat dihitung menggunakan relasi (12.10).

f(x)

0 a

Gb.12.10. Rotasi bidang


mengelilingi sumbu-x
Dalam menghitung integral (12.28) penyesuaian harus dilakukan pada
A(x) dan batas-batas integrasi.

A( x) = (r ( x) )2 = ( f ( x) )2
sehingga

V=

a ( f ( x)) dx
2

Gabungan Fungsi Linier. Jika f(x) pada


(12.31) merupakan gabungan fungsi linier,
kita akan mendapatkan situasi seperti pada
Gb.12.11.

(12.31)
y

2000

0 a

Gb.12.11. Fungsi f(x) merupakan


gabungan fungsi linier.
Fungsi f(x) kontinyu bagian demi bagian. Pada Gb.12.11. terdapat tiga
rentang x dimana fungsi linier kontinyu. Kita dapat menghitung volume
total sebagai jumlah volume dari tiga bagian.

Fungsi f(x) Memotong Sumbu-x. Formula (12.29) menunjukkan bahwa


dalam menghitung volume, f(x) dikuadratkan. Oleh karena itu jika ada
bagian fungsi yang bernilai negatif, dalam penghitungan volume bagian
ini akan menjadi positif.
12.4. Panjang Kurva Pada Bidang Datar
Jika kurva y = f (x) kita bagi dalam n segmen masing-masing selebar
x, maka l dalam segmen tersebut adalah
158 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

l = PQ = x 2 + y 2
Salah satu segmen diperlihatkan pada Gb.12.12.
Ada satu titik P yang terletak pada kurva di segmen ini yang terletak
antara P dan Q di mana turunan fungsi y ( P ) , yang merupakan garis
singgung di P, sejajar dengan PQ. Menggunakan pengertian y(P) ini,
l dapat dinyatakan sebagai

l = x 2 + [( y(P) )x]2 = 1 + ( y(P) )2 x


y = f(x)

Q
P

x
x
a
b
Gb.12.12. Salah satu segmen pada kurva y = f (x) .
Setiap segmen memiliki y(P) masing-masing yaitu y k , dan l
masing-masing yaitu lk . Jika n dibuat menuju , panjang kurva dari x =
a ke x = b adalah
n

lab = lim

lk = lim

k =1

x 0

k =1

lab =

atau

1 + ( yk )2 x = lim

1 + ( yk )2 x

k =1

dy
1 + dx
dx

(12.32)

Perlu kita ingat bahwa panjang suatu kurva tidak tergantung dari posisi
sumbu koordinat. Oleh karena itu (12.32) dapat ditulis juga sebagai
b

dx
lab =
1 + dy
a
dy
bebas.

dengan a dan b adalah batas-batas peubah

159

12.5. 4ilai Rata-Rata Suatu Fungsi


Untuk fungsi y = f (x) yang kontinyu dalam rentang p x q nilai
rata-rata fungsi ini didefinisikan sebagai
q
1
( yrr ) x =
f ( x)dx
(12.33)
q p p

(Penulisan (yrr)x untuk menyatakan nilai rata-rata fungsi x)


Definisi (12.33) dapat kita tuliskan

( y rr ) x (q p) =

p f ( x)dx

(12.34)

Ruas kanan (12.34) adalah luas bidang antara kurva fungsi y = f (x)
dengan sumbu-x mulai dari x = p sampai x = q. Ruas kiri (12.34) dapat
ditafsirkan sebagai luas segi empat dengan panjang (q p) dan lebar
(yrr)x. Namun kita perlu hati-hati sebab dalam menghitung ruas kanan
(12.34) sebagai luas bidang antara kurva fungsi y = f (x) dengan sumbux bagian kurva yang berada di bawah sumbu-x memberi kontribusi positif
pada luas bidang yang dihitung; sedangkan dalam menghitung nilai ratarata (12.33) kontibusi tersebut adalah negatif.
Sebagai contoh, kita ambil fungsi y = x 3 12 x .

Luas bidang antara

y = x 12 x dengan sumbu-x dari x = 3 sampai x = +3 adalah positif,


A pq = 67,5

(telah pernah kita hitung). Sementara itu jika kita

menghitung nilai rata-rata fungsi ini dari x = 3 sampai x = +3 hasilnya


adalah (yrr)x = 0 karena bagian kurva yang berada di atas dan di bawah
sumbu-x akan saling meniadakan.

160 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Bab 13
Integral (2)
(Integral Tak Tentu)
Dalam bab sebelumnya kita telah mengenal macam-macam perhitungan
integral. Salah satu cara mudah untuk menghitung integral adalah dengan
pendekatan numerik, walaupun cara ini memberikan hasil yang
mengandung error. Namun error dalam pendekatan numerik bisa ditekan
sampai pada batas-batas toleransi. Dalam bab ini kita akan melihat
perhitungan integral tak tentu secara analitis dari macam-macam fungsi.

13.1. Integral Fungsi Tetapan:

adx = ax + K

adx

karena dax = adx

Contoh: y = 2dx = 2 x + K
13.2. Integral Fungsi Mononom:

x dx
n

Karena dx n = x n 1dx dengan syarat n 1, maka

Contoh: y = 2 x 2 dx = 2 x 2 dx =
13.3. Integral Fungsi Polinom

(x

x n dx =

x n +1
+K
n +1

2 3
x +K
3

+ x m )dx

Polinom merupakan jumlah terbatas dari mononom. Integral suatu


polinom sama dengan jumlah integral mononom yang menyusunnya.
Karena d ( x n + x m ) = x n dx + x m dx maka

( x n + x m )dx =

x n +1 x m +1
+
+ K,
n +1 m +1

dengan syarat n 1, m 1

Soal-Soal : Carilah integral tak tentu berikut ini.

5dx ; 2 xdx; 4 x dx; (2 x + 5)dx ;


1 2
3
2
0 ( x 2 x + 4)dx ; (4 x + 6 x + 4 x + 2)dx
4

161

13.4. Integral Fungsi Pangkat Dari Fungsi:


Jika v adalah polinom, maka

v n dv =

dx
v n +1
dv + K
n +1

karena

v n +1
= v n dv dengan syarat n 1. Formulasi ini digunakan untuk
n +1

mencari

v dx .
n

Contoh: Hitunglah y = (2 x + 1) 2 dx
Misalkan v = 2 x + 1 dv = 2dx dx =

dv
2

8 x 3 + 12 x 2 + 6 x + 1
v2
v3
dv =
+K=
+K
2
6
6
4
1
= x3 + 2 x 2 + x + + K
3
6
Kita coba untuk meyakinkan hasil ini dengan hasil yang akan
diperoleh jika polinom kita kuadratkan lebih dulu.

y = (2 x + 1) 2 dx =

4 x3 4 x 2
+
+ x + K
3
2
Hasil perhitungan sama dengan hasil sebelumnya,

y = (2 x + 1) 2 dx = (4 x 2 + 4 x + 1)dx =

K = K + 1/ 6 .
Contoh: Hitunglah y =

3x

dx
1 x2
dv
dv
Misalkan 1 x 2 = v
= 2 x dx =
dx
2x
y=

3x
1 x 2

dx =

dv
3 1 / 2
3 v1/ 2
=
= 3 1 x 2
v
dv =
1/ 2 2x
2
2
1
/
2
v
3x

Soal-Soal : Carilah integral tak tentu berikut ini.

( x + 1)

dx ;

4 x + 1dx ;

2 + 5 x dx ;

(3x + 2)2 dx ;

x
2 x2 + 1

dx

162 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

dv

13.5. Integral Fungsi Berpangkat -1:


Karena

d (ln v) =

dv
,
v

dv

maka

= ln v + K .

Integrasi

memecahkan masalah persyaratan n 1 pada integrasi

Contoh: Carilah integral y =

ini

v dx .
n

2x

x 2 + 1 dx

dv
dv
= 2 x dx =
2x
dx
2x
2 x dv
dx =
= ln v + K = ln( x 2 + 1) + K
2
v 2x
x +1

Misalkan v = x 2 + 1

y=

Soal-Soal: Carilah integral tak tentu berikut ini.

dx
;
2x + 3

x 2 dx

dx

xdx

xdx

xdx

4 x3 ; 2 3x ; x + 1 ; 1 x 2 ; 4 x 2 + 1

13.6. Integral Fungsi Eksponensial: ev dv


Karena dev = ev dv maka

e dv = e
v

+K

Soal-Soal:

e 2 x dx ;

xe x dx ;

e x dx

1 + 2e x

e x / 3dx ;

13.7. Integral Tetapan Berpangkat Fungsi : a v dv


Karena da v = a v ln adv maka

a v dv =

av
+K
ln a

Contoh: Carilah y = 32 x dx

dv
dv
= 2 dx =
Misalkan v = 2x
dx
2

y = 32 x dx =

3v
1 32 x
dv =
+K
2
2 ln 3
163

13.8. Integral Fungsi Trigonometri

cos vdx = sin v + K


Karena d cos v = sin vdx maka sin vdx = cos v + K

Karena d sin v = cos vdv maka

Relasi diferensial dan integral fungsi trigonometri yang lain


termuat dalam Tabel-13.1.

Contoh: Carilah integral tak tentu y = sin 2 xdx

dv
dv
= 2 dx =
dx
2
sin v
cos v
cos 2 x
y = sin 2 xdx =
dv =
=
2
2
2

Misalkan v = 2 x

Soal-Soal : Carilah integral tak tentu berikut ini.

sin 4 xdx ; cos(2 x + 2)dx ; 4 cos 3xdx .


2
2 sin x cos xdx ; sin x cos xdx .
2
2
sin xdx ; cos axdx
sin 2 x
2
cos x sin xdx ; 2 cos 2 x dx .
13.9. Integral Fungsi Hiperbolik

cosh vdv = sinh v + K


Karena d (cosh v ) = sinh vdv maka sinh vdv = cosh v + K

Karena d (sinh v) = cosh v maka

Relasi diferensial dan integral fungsi hiperbolik yang lain termuat


dalam Tabel-13.1.

Contoh: Carilah y = cosh(2 x + 1)dx

dv
dv
= 2 dx =
dx
2
1
1
cosh(v)dv = sinh v + K
y = cosh(2 x + 1)dx =
2
2
1
= sinh(2 x + 1) + K
2

Misalkan v = 2 x + 1

164 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Soal-Soal: Carilah integral berikut

sinh x

dx ;

tanh xdx ; cosh

2 xdx ;

sinh x

cosh 4 x dx ; tanh

xdx

13.10. Integral Menghasilkan Fungsi Trigonometri Inversi


Integral fungsi-fungsi yang berbentuk

dv

1 v2

dv

dan setrusnya mulai nomer 20


v2 1
menghasilkan fungsi-fungsi trigonometri inversi.

Contoh: Carilah y =

sampai

31,

dx
1 4x 2

Jika kita membuat pemisalan v = 1 4 x 2 maka

dx =

dv

1 + v2 ,

dv
= 8 x atau
dx

dv
. Kalau pemisalan ini kita masukkan dalam persoalan
8x

integral yang diberikan, kita akan mendapatkan bentuk

1 / 2

dv
8x

yang tidak dapat diproses lebih lanjut; persoalan integral tidak dapat
ter-transformasi menjadi integral dalam peubah v.
Namun bentuk

dx

ini dapat kita transformasi menjadi bentuk

1 4x2

yang termuat dalam Tabel-13.1, yaitu nomer 20. Kita misalkan v = 2x


dv
dv
= 2 atau dx =
. Persoalan integral kita
yang akan memberikan
2
dx
menjadi
dx
dv
1
dv
y=
=
=
2
2
2
1 4x
2 1 v
1 v2

yang menghasilkan

y=

1 1
1
sin v + K = sin 1 (2 x) + K
2
2

Soal-Soal: Carilah integral tak tentu berikut ini.


dx
dx
dx
dx
;
;
;
;
x 4 + x2
1 + 4x2
1 x2
4 + x2

dx

1 x2
165

13.9. Relasi Diferensial dan Integral


Berikut ini daftar formula untuk deferensial beserta pasangan integralnya.
Beberapa di antaranya perlu untuk diingat, misalnya formula 1 sampai 9
dan 16, 17 yang sering kita temui.
Tabel-13.1.

dv
dx
dx
2. d (kv) = kdv

1. dv = v + K

3. d (v + w) = dv + dw

3. (dv + dw) = dv + dw

1. dv =

4. dv n = nv n 1dv
5. d (ln v) =

dv
v

6. dev = ev dv
7. da v = a v ln adv
8. d (sin v) = cos vdv
9. d (cos v) = sin vdv
10. d (tan v) = sec2 vdv
11. d (cot v) = csc2 vdv
12. d (sec v) = sec v tan vdv
13. d (csc v) = csc v cot vdv
14. d (sinh v) = cosh v
15. d (cosh v) = sinh vdv
16. d (tanh v) = sec h 2vdv

2.

kdv = k dv

4. v n dv =

n +1

v
+ C ; n1
n +1

dv

v = ln v + K
6. ev dv = ev + K
5.

av
+K
ln a

8. cos vdv = sin v + K


9. sin vdv = cos v + K
10. sec2 vdv = tan v + K
11. csc2 vdv = cot v + K
12. sec tan vdv = sec v + K
13. csc cot vdv = csc v + K
14. cosh vdv = sinh v + K
15. sinh vdv = cosh v + K
16. sec h 2vdv = tanh v + K
7. a v dv =

166 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

17. d (coth v) = csc h 2vdv


18. d (sechv) = sec hv tanh vdv
19. d (cschv) = csc hv coth vdv

dv

20. d (sin 1 v) =

20.

1 v2
dv

21. d (cos 1 v) =

1 v
22. d tan 1 v =
23. d cot 1 v =
24. d sec1 v =

18. sec hv tanh vdv = sechv + K


19. cschv coth vdv = coshv + K
17. csc h 2vdv = coth v + K

21.
2

dv
2

1+ v
dv

1+ v
dv
2

dv
v v 1

26. d (sinh

dv

v) =

27. d (cosh 1 v) =

1+ v2
dv

29. d (coth 1 v) =
30. d (sec h 1v) =

1 v
dv

1 v
dv
v 1 v

31. d (csc h 1v) =

dv
v 1+ v

dv

24.

dv

26.
27.

= cos 1 v + K

1 v2

1 + v2 = cot

dv

dv

23.

v 1
28. d (tanh 1 v) =

1 v

= sin 1 v + K

1 + v 2 = tan

25.

dv

22.

v v 1
25. d csc1 v =

dv

v+K

= sec1 v + K , v >0

v 1

dv
v v2 1
dv
1+ v
2

= sinh 1 v + K

dv

= csc 1 v + K , v >0

= cosh 1 v + K

v 1

dv

28.

1 v 2 = tanh

29.

1 v2 = coth

30.

31.

v+K

dv

dv
1 v

dv
1+ v

v + K ; jika |v|<1

v + K ; jika |v|>1

= sec h 1 v + K ;
= csc h 1 v + K ;

167

Catatan Tentang Isi Tabel-13.1.


Dengan menggunakan relasi-relasi dalam Tabel-13.1 kita dapat
melakukan proses integrasi fungsi-fungsi mencakup:
Fungsi mononom dan polinom:
Fungsi polinom berpangkat:

vdv
dv

v dv ; v
n

e dv ; a dv
Fungsi trigonometri: cos vdv ; sin vdv ; sec2 vdv ; csc2 vdv ;
sec tan vdv ; csc cot vdv .
tetapi tidak: tan vdv ; cot vdv ; sec vdv ; csc vdv .
2
Fungsi hiperbolik:
cosh vdv ; sinh vdv ; sec h vdv ;
2
csc h vdv ; sec hv tanh vdv ; cschv coth vdv .
tetapi tidak: tanh vdv ; coth vdv ; sec hvdv ; csc hvdv .
v

Fungsi exponensial:

Integrasi fungsi aljabar yang menghasilkan fungsi trigonometri


inversi dan fungsi hiperbolik inversi, seperti

dv

1 v

dv

v2 1

dv

1 + v2 ; v
1 v2 ; v
dv

dv

v 1
dv
1 v2

dv

1 + v2

dv
1 + v2

tetapi tidak mengintegrasi fungsi inversi seperti

sin

vdv ;

tan

xdx ; sinh

vdv ;

tanh

vdv

Tabel-13.1 tidak memuat relasi integrasi fungsi-fungsi aljabar yang


berbentuk

dv

a2 + v2 ;

a 2 v 2 dv;

v 2 a 2 dv; dsb

168 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Bab 14
Integral (3)
(Integral Tentu)
14.1. Luas Sebagai Suatu Integral. Integral Tentu
Integral tentu merupakan integral yang batas-batas integrasinya jelas.
Konsep dasar dari integral tertentu adalah luas bidang yang dipandang
sebagai suatu limit.
Kita akan menghitung luas bidang yang dibatasi oleh suatu kurva y =
f(x), sumbu-x, garis vertikal x = p, dan x = q, yaitu luas bagian yang
diarsir pada Gb.14.1.a.
Sebutlah luas bidang ini Apq. Bidang ini kita bagi dalam n segmen dan
kita akan menghitung luas setiap segmen dan kemudian
menjumlahkannya untuk memperoleh Apq.
Jika penjumlahan luas segmen kita lakukan dengan menghitung luas
segmen seperti tergambar pada Gb.14.1.b, kita akan memperoleh luas
yang lebih kecil dari dari luas yang kita harapkan; sebutlah jumlah luas
segmen ini Apqb (jumlah luas segmen bawah).
Jika penjumlahan luas segmen kita lakukan dengan menghitung luas
segmen seperti tergambar pada Gb.14.1.c, kita akan memperoleh luas
yang lebih besar dari dari luas yang kita harapkan; sebutlah jumlah luas
segmen ini Apqa (jumlah luas segmen atas).
Kedua macam perhitungan tersebut di atas akan mengakibatkan
terjadinya galat (error). Antara mereka ada selisih seperti digambarkan
pada Gb.14.1.d.
Jika x0k adalah suatu nilai x di antara kedua batas segmen ke-k, yaitu
antara xk dan (xk+x), maka berlaku

f ( xk ) f ( x0k ) f ( xk + x)

(14.1)

Jika pertidaksamaan (14.1) dikalikan dengan xk yang yang cukup kecil


dan bernilai positif, maka

f ( xk )xk f ( x0k )xk f ( xk + x)xk

(14.2)

169

(a)

(b)

(c)

0 p
y

0 p
y

0 p
y

y = f(x)

x2

xk+1

xn q

xk xk+1

xn q

xk xk+1

xn q

xk

y = f(x)

x2

y = f(x)

x2

y = f(x)

xk xk+1
xn q x
(d) 0 p x2
Gb.14.1. Menghitung luas bidang di bawah kurva.

170 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Sekarang luas segmen di ruas kiri, tengah, dan kanan dari (14.2) kita
jumlahkan dari 1 sampai n (yaitu sebanyak jumlah segmen yang kita
buat), kita akan memperoleh
n

f ( xk )xk

k =1

f ( x0 k )xk

k =1

f ( xk + x)xk

(14.3)

k =1

Ruas paling kiri adalah jumlah luas segmen bawah, Apqb; ruas paling
kanan adalah jumlah luas segmen atas, Apqa; ruas yang di tengah adalah
jumlah luas segmen pertengahan, kita namakan An. Jelaslah bahwa

A pqb An A pqa

(14.4)

Nilai An dapat dipakai sebagai pendekatan pada luas bidang yang kita
cari. Galat (error) yang terjadi sangat tergantung dari jumlah segmen, n.
Jika n kita perbesar menuju tak hingga, seraya menjaga agar semua xk
menuju nol, maka luas bidang yang kita cari adalah

Apq = lim A pqb = lim An = lim Apqa

(14.5)

Jadi apabila kita menghitung limitnya, kita akan memperoleh nilai limit
yang sama, apakah kita menggunakan penjumlahan segmen bawah, atau
atas, atau pertengahannya. Limit yang sama ini disebut integral tertentu,
dituliskan

Apq =

p f ( x)dx

(14.6)

Integral tertentu (14.6) ini terkait dengan integral tak tentu (9.12)

Apq =

p f ( x)dx = F ( x)]p = F (q) F ( p)


q

(14.7)

Jadi untuk memperoleh limit bersama dari penjumlahan segmen bawah,


penjumlahan segmen atas, maupun penjumlahan segmen pertengahan
dari fungsi f(x) dalam rentang p x q, kita cukup melakukan:

f ( x)dx ;

a.

integrasi untuk memperoleh F ( x) =

b.
c.
d.

masukkan batas atas x = q untuk mendapat F(q);


masukkan batas bawah x = p untuk mendapat F(p);
kurangkan perolehan batas bawah dari batas atas, F(q) F(p).

171

Walaupun dalam pembahasan di atas kita mengambil contoh fungsi yang


bernilai positif dalam rentang p x q , namun pembahasan itu berlaku
pula untuk fungsi yang dalam rentang p x q sempat bernilai negatif.
Kita hanya perlu mendefinisikan kembali apa yang disebut dengan Apx
dalam pembahasan sebelumnya. Pendefinisian yang baru ini akan
berlaku umum, yaitu
Apx adalah luas bidang yang dibatasi oleh y = f (x) dan sumbu-x
dari p sampai x, yang merupakan jumlah luas bagian yang berada di
atas sumbu-x dikurangi dengan luas bagian yang di bawah sumbu-x.
Agar lebih jelas kita mengambil contoh pada Gb 14.2.

y
y = x312x 20
10

0
-4

-3

-2

-1

-10
-20

Gb.14.2. Kurva y = x 3 12 x
Kita akan menghitung luas antara y = x 3 12 x dan sumbu-x dari x = 3
sampai x = +3. Bentuk kurva diperlihatkan pada Gb.14.2
Di sini terlihat bahwa dari x = 3 sampai 0 kurva berada di atas sumbu-x
dan antara x = 0 sampai +3 kurva ada di bawah sumbu-x. Untuk bagian
yang di atas sumbu-x kita mempunyai luas

x4
Aa =
( x 12 x)dx =
6x2
3
4

= 0 (20,25 54) = 33,75


Untuk kurva yang di bawah sumbu-x kita dapatkan

Ab =

( x3 12 x)dx =

x4
6x2
4

= 20,25 54 (0) = 33,75


172 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Luas yang kita cari adalah luas bagian yang berada di atas sumbu-x
dikurangi dengan luas bagian yang di bawah sumbu-x

Apq = Aa Ab = 33,75 (33,755) = 67,5


Contoh ini menunjukkan bahwa dengan pengertian yang baru mengenai
Apx, formulasi

A=

p f ( x)dx = F (q) F ( p))

tetap berlaku untuk kurva yang memiliki bagian baik di atas maupun di
bawah sumbu-x.
Dengan demikian maka untuk bentuk kurva seperti pada Gb.14.3. kita
dapatkan

Apq = A1 + A2 A3 + A4
yang kita peroleh dari

Apq =

p f ( x)dx = F (q) F ( p))

y
y = f(x)
A2

p
A1

A4
A3

Gb.14.3. Kurva memotong sumbu-x di beberapa titik.

173

14.2. Luas Bidang Di Antara Dua Kurva


Kita akan menghitung luas bidang di antara kurva y1 = f1( x) dan

y2 = f 2 ( x) pada batas antara x = p dan x = q . Kurva yang kita hadapi


sudah barang tentu harus kontinyu dalam rentang p x q . Kita
tetapkan bahwa kurva y1 = f1( x) berada di atas y2 = f 2 ( x) meskipun
mungkin mereka memiliki bagian-bagian yang berada di bawah sumbu-x.
Perhatikan Gb.14.4.
Rentang p x q kita bagi dalam n segmen, yang salah satunya
diperlihatkan pada Gb.14.4. dengan batas kiri x dan batas kanan (x+x),
dimana x = (q p ) / n .
y

y1

Apx
p

x+x

y2

Gb.14.4. Menghitung luas bidang antara dua kurva.


Luas segmen dapat didekati dengan

Asegmen = { f1 ( x) f 2 ( x)}x

(14.8)

yang jika kita jumlahkan seluruh segmen akan kita peroleh


x = q x

Asegmen =

{ f1( x) f 2 ( x)}x

(14.9)

x= p

Dengan membuat n menuju tak hingga sehingga x menuju nol kita


sampai pada suatu limit
n

Apq = lim

Asegmen = p { f1( x) f 2 ( x)}dx

(14.10)

Kita akan melihat beberapa contoh

Contoh 1: Jika y1 = 4 dan y 2 = 2 berapakah luas bidang antara y1


dan y2 dari x1 = p = 2 sampai x2 = q = +3.

Apq =

+3

2 ({4 (2)}dx = 6 x]2 = 18 (12) = 30


+3

174 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Hasil ini dengan mudah dijakinkan menggunakan planimetri. Luas


yang dicari adalah luas persegi panjang dengan lebar y1 y2 = 6
dan panjang x2 x1 = 5 .

Contoh 2: Jika y1 = x 2 dan y 2 = 4 berpakah luas bidang yang dibatasi


oleh y1 dan y2.
Terlebih dulu kita cari batas-batas integrasi yaitu nilai x pada
perpotongan antara y1 dan y2.

y1 = y2 x 2 = 4
x1 = p = 2, x2 = q = 2
Perhatikan bahwa y1 adalah fungsi pangkat dua dengan titik puncak
minimum yang berada pada posisi [0,0]. Oleh karena itu bagian
kurva y1 yang membatasi bidang yang akan kita cari luasnya, berada
di di bawah y2 = 4.
2

Apq

x 3
(4 x )dx == 4 x
=

2
3

-2

8
8 16 16 32

=
8 8
=
3
3 3
3
3

Jika kita terbalik dalam memandang posisi y1 terhadap y2 kita akan


melakukan kesalahan:
2

x3
( x 4)dx =
4 x
Apq * =

3
2
- 2

8
8
16 + 16
+ 8 =

=0
8
3
3
3
3

Contoh 3: Jika y1 = x 2 + 2 dan y2 = x berapakah luas bidang yang


dibatasi oleh y1 dan y2.
Terlebih dulu kita perhatikan karakter fungsi-fungsi ini. Fungsi y1
adalah fungsi kuadrat dengan titik puncak maksimum yang
memotong sumbu-y di y = 2. Fungsi y2 adalah garis lurus melalui
titik asal [0,0] dengan kemiringan negatif 1, yang berarti ia
menurun pada arah x positif. Dengan demikian maka bagian kurva y1
yang membatasi bidang yang akan kita cari luasnya berada di atas y2.
175

Batas integrasi adalah nilai x pada perpotongan kedua kurva.

y1 = y2 x 2 + 2 = x atau x 2 + x + 2 = 0
x1 = p =

1 + 12 + 8
1 12 + 8
= 1; x2 = q =
=2
2
2
2

x3 x 2
= ( x + 2 + x)dx =
+
+ 2 x

3
1
2
1

Apq

8
1 1

= + 2 + 4
+ 2 = 4,5
3
3
2

14.3. Penerapan Integral


Pembahasan di atas terfokus pada penghitungan luas bidang di bawah
suatu kurva. Demikian juga di bab sebelumnya. Hal tersebut dilakukan
untuk memudahkan visualisasi. Dalam praktek kita tidak selalu
menghitung luas melainkan menghitung berbagai besaran fisis yang
berubah terhadap waktu misalnya. Perubahan besaran fisis ini dapat pula
divisualisasi dengan membuat absis dengan satuan waktu dan ordinat
dengan satuan besaran fisis yang dimaksud. Dengan demikian seolaholah kita menghitung luas bidang di bawah kurva. Berikut ini dua contoh
dalam kelistrikan.

Contoh 1: Sebuah piranti menyerap daya 100 W pada tegangan konstan


200V. Berapakah energi yang diserap oleh piranti ini selama 8 jam ?
Daya adalah laju perubahan energi. Jika daya diberi simbol p dan
energi diberi simbol w, maka

p=

dw
yang memberikan w =
dt

pdt

Perhatikan bahwa peubah bebas di sini adalah waktu, t. Kalau batas


bawah dari waktu kita buat 0, maka batas atasnya adalah 8, dengan
satuan jam. Dengan demikian maka energi yang diserap selama 8
jam adalah

w=

pdt = 100dt = 100t 0

= 800 Watt.hour [Wh] = 0,8 kilo Watt hour [kWh]


176 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Contoh 2: Arus yang melalui suatu piranti berubah terhadap waktu


sebagai i(t) = 0,05 t ampere. Berapakah jumlah muatan yang dipindahkan
melalui piranti ini antara t = 0 sampai t = 5 detik ?
Arus i adalah laju perubahan transfer muatan, q.

i=

dq
sehingga q = idt
dt

Jumlah muatan yang dipindahkan dalam 5 detik adalah


5

q = idt =

0,05tdt =

0,05 2
t
2

=
0

1,25
= 0,625 coulomb
2

14.4. Pendekatan 4umerik


Dalam pembahasan mengenai integral tentu, kita fahami bahwa langkahlangkah dalam menghitung suatu integral adalah:
1.

Membagi rentang f(x) ke dalam n segmen; agar proses


perhitungan menjadi sederhana buat segmen yang sama lebar,
x.

2.

Integral dalam rentang p x q dari f(x) dihitung sebagai


q

f ( x)dx = lim

x 0

f ( xk )xk
k =1

dengan f(xk) adalah nilai f(x) dalam interval xk yang besarnya akan
sama dengan nilai terendah dan tertinggi dalam segmen xk jika x
menuju nol.
Dalam aplikasi praktis, kita tentu bisa menetapkan suatu nilai x
sedemikian rupa sehingga jika kita mengambil f(xk) sama dengan nilai
terendah ataupun tertinggi dalam xk, hasil perhitungan akan lebih rendah
ataupun lebih tinggi dari nilai yang diharapkan. Namun error yang terjadi
masih berada dalam batas-batas toleransi yang dapat kita terima. Dengan
cara ini kita mendekati secara numerik perhitungan suatu integral, dan
kita dapat menghitung dengan bantuan komputer.
Sebagai ilustrasi kita akan menghitung kembali luas bidang yang dibatasi
oleh kurva y = x 3 12 x dengan sumbu-x antara x = 3 dan x = +3. Lauas

177

ini telah dihitung dan menghasilkan Apq = 67,5 . Kali ini kita melakukan
perhitungan pendekatan secara numerik dengan bantuan komputer.

Apq =

3 ( x

12 x)dx

Karena yang akan kita hitung adalah luas antara kurva dan sumbu-x,
maka bagian kurva yang berada di bawah sumbu-x harus dihitung sebagai
positif. Jika kita mengambil nilai x = 0,15 maka rentang 3 x 3
akan terbagi dalam 40 segmen. Perhitungan menghasilkan
40

A pq =

( xk 3 12 xk ) = 67,39875 67,4
k =1

Error yang terjadi adalah sekitar 0,15%.


Jika kita mengambil x = 0,05 maka rentang 3 x 3 akan terbagi
dalam 120 segmen. Perhitungan menghasilkan
120

Apq =

( xk 3 12 xk ) = 67,48875 67,5
k =1

Error yang terjadi adalah sekitar 0,02%.


Jika kita masih mau menerima hasil perhitungan dengan error 0,2%,
maka hasil pendekatan numerik sebesar 67,4 cukup memadai.
Perhitungan numerik di atas dilakukan dengan menghitung luas setiap
segmen sebagai hasilkali nilai minimum ataupun nilai maksimum
masing-masing segmen dengan x. Satu alternatif lain untuk menghitung
luas segmen adalah dengan melihatnya sebagai sebuah trapesium. Luas
setiap segmen menjadi

Asegmen = ( f ( xk min ) + f ( xkmaks ) ) x / 2

(14.13)

Perhitungan pendekatan numerik ini kita lakukan dengan bantuan


komputer. Kita bisa memanfaatkan program aplikasi yang ada, ataupun
menggunakan spread sheet jika fungsi yang kita hadapi cukup sederhana.

178 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Bab 15
Persamaan Diferensial
(Orde Satu)
15.1. Pengertian
Persamaan diferensial adalah suatu persamaan di mana terdapat satu atau
lebih turunan fungsi. Persamaan duferensial diklasifikasikan sebagai:
1. Menurut jenis atau tipe: ada persamaan diferensial biasa dan
persamaan diferensial parsial. Jenis yang kedua tidak kita
pelajari di buku ini, karena kita hanya meninjau fungsi dengan
satu peubah bebas.
2. Menurut orde: orde persamaan diferensial adalah orde tertinggi
turunan fungsi yang ada dalam persamaan.
tiga;
3.

d2y
2

adalah orde dua;

d3y
dx3

adalah orde

dy
adalah orde satu.
dx

dx
Menurut derajat: derajat suatu persamaan diferensial adalah
pangkat tertinggi dari turunan fungsi orde tertinggi.
2

d3y d 2 y
y
Sebagai contoh: 3 + 2 + 2
= e x adalah persamaan
dx dx
+
x
1

diferensial biasa, orde tiga, derajat dua.


Dalam buku ini kita hanya akan membahas persamaan diferensial biasa,
orde satu dan orde dua, derajat satu.

15.2. Solusi
Suatu fungsi y = f(x) dikatakan merupakan solusi suatu persamaan
diferensial jika persamaan tersebut tetap terpenuhi dengan digantikannya
y dan turunannya dalam persamaan tersebut oleh f(x) dan turunannya.
Kita ambil satu contoh:

179

y = ke x adalah solusi dari persamaan dy + y = 0 karena turunan


y = ke

dt
dy

x
adalah
= ke , dan jika ini kita masukkan dalam
dt

persamaan akan kita peroleh ke x + ke x = 0


Persamaan terpenuhi.
Pada contoh di atas kita lihat bahwa persamaan diferensial orde satu
mempunyai solusi yang melibatkan satu tetapan sembarang yaitu k. Pada
umumnya suatu persamaan orde n akan memiliki solusi yang
mengandung n tetapan sembarang. Pada persamaan diferensial orde dua
yang akan kita bahas di bab berikutnya, kita akan menemukan solusi
dengan dua tetapan sembarang. Nilai dari tetapan ini ditentukan oleh
kondisi awal.

15.3. Persamaan Diferensial Orde Satu Dengan Peubah Yang Dapat


Dipisahkan
Solusi suatu persamaan diferensial bisa diperoleh apabila peubah-peubah
dapat dipisahkan; pada pemisahan peubah ini kita mengumpulkan semua
y dengan dy dan semua x dengan dx. Jika hal ini bisa dilakukan maka
persamaan tersebut dapat kita tuliskan dalam bentuk

f ( y )dy + g ( x)dx = 0

(15.1)

Apabila kita lakukan integrasi kita akan mendapatkan solusi umum


dengan satu tetapan sembarang K, yaitu

f ( y)dy + g ( x)dx) = K

(15.2)

Kita ambil dua contoh.


1).

dy e x
dy
=
= ex y .
Persamaan ini dapat kita tuliskan
dx e y
dx
sehingga kita dapatkan persamaan dengan peubah terpisah
e y dy e x dx = 0 dan

e dy e dx = K
y

sehingga e y e x = K atau e y = e x + K

180 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

2).

dy 1
=
. Pemisahan peubah akan memberikan bentuk
dx xy
ydy

sehingga

dx
= 0 dan
x

dx

ydy x

=K

y2
ln x = K atau y = ln x 2 + K
2

15.4. Persamaan Diferensial Homogen Orde Satu


Suatu persamaan disebut homogen jika ia dapat dituliskan dalam bentuk

dy
y
= F
dx
x

(15.3)

Persamaan demikian ini dapat dipecahkan dengan membuat peubah


bebas baru
y
v=
x
Dengan peubah baru ini maka
dy
dv
y = vx dan
=v+ x
dx
dx
Persamaan (14.2) menjadi
dv
v+x
= F (v )
(15.4)
dx
yang kemudian dapat dicari solusinya melalui pemisahan peubah.

dx
dv
+
=0
x v F (v )

(15.5)

Solusi persamaan aslinya diperoleh dengan menggantikan v dengan y/x


setelah persamaan terakhir ini dipecahkan.
Kita ambil contoh: ( x 2 + y 2 )dx + 2 xydy = 0
2
Persamaan ini dapat kita tulis x 2 (1 + y )dx + 2 xydy = 0 atau
2

181

(1 +

y2
x2

)dx = 2

y
dy
1 + ( y / x) 2
dy sehingga
=
= F ( y / x)
x
dx
2( y / x )

yang merupakan bentuk persamaan homogen.


Peubah baru v = y/x memberikan

y = vx dan

dy
dv
=v+ x
dx
dx

dan membuat persamaan menjadi

v+x

1 + v2
1 + 3v 2
1 + v2
dv
dv
atau x
=
= v
=
2v
2v
2v
dx
dx

Dari sini kita dapatkan

dv
2

(1 + 3v ) / 2v

dx
x

atau

dx
2vdv
+
=0
x 1 + 3v 2

Kita harus mencari solusi persamaan ini untuk mendapatkan v


sebagai fungsi x. Kita perlu pengalaman untuk ini.
Kita tahu bahwa

d (ln x) 1
= . Kita coba hitung
dx
x

d ln(1 + 3x 2 ) d ln(1 + 3x 2 ) d (1 + 3 x 2 )
1
=
=
(6 x )
2
dx
dx
d (1 + 3x )
1 + 3x 2
Kembali ke persamaan kita. Dari percobaan perhitungan di atas
kita dapatkan solusi dari
dx
2vdv
+
=0
x 1 + 3v 2
1
1
adalah ln x + ln(1 + 3v 2 ) = K = ln K atau
3
3

3 ln x + ln(1 + 3v 2 ) = K = ln K sehingga x 3 (1 + 3v 2 ) = K
Dalam x dan y solusi ini adalah

x 3 1 + 3( y / x) 2 = K atau x x 2 + 3 y 2 = K

182 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

15.5. Persamaan Diferensial Linier Orde Satu


Dalam persamaan diferensial linier, semua suku berderajat satu atau nol.
Dalam menentukan derajat ini kita harus memperhitungkan pangkat dari
peubah dan turunannya; misal y(dy/dx) adalah berderajat dua karena y
dan dy/dx masing-masing berpangkat satu dan harus kita jumlahkan
untuk menentukan derajat dari y(dy/dx).
Persamaan diferensial orde satu yang juga linier dapat kita tuliskan
dalam bentuk

dy
+ Py = Q
dx

(15.6)

dengan P dan Q merupakan fungsi x atau tetapan. Persamaan diferensial


bentuk inilah selanjutnya akan kita bahas dan kita akan membatasi pada
situasi dimana P adalah suatu tetapan. Hal ini kita lakukan karena kita
akan langsung melihat pemanfaatan praktis dengan contoh yang terjadi
pada analisis rangkaian listrik.
Dalam analisis rangkaian listrik, peubah fisis seperti tegangan dan arus
merupakan fungsi waktu. Oleh karena itu persamaan diferensial yang
akan kita tinjau kita tuliskan secara umum sebagai

dy
+ by = f (t )
dt

(15.7)

Persamaan diferensial linier orde satu seperti ini biasa kita temui pada
peristiwa transien (atau peristiwa peralihan) dalam rangkaian listrik. Cara
yang akan kita gunakan untuk mencari solusi adalah cara pendugaan.
Peubah y adalah keluaran rangkaian (atau biasa disebut tanggapan
rangkaian) yang dapat berupa tegangan ataupun arus sedangkan nilai a
dan b ditentukan oleh nilai-nilai elemen yang membentuk rangkaian.
Fungsi f(t) adalah masukan pada rangkaian yang dapat berupa tegangan
ataupun arus dan disebut fungsi pemaksa atau fungsi penggerak.
Persamaan diferensial seperti (15.7) mempunyai solusi total yang
merupakan jumlah dari solusi khusus dan solusi homogen. Solusi khusus
adalah fungsi yang dapat memenuhi persamaan (15.7) sedangkan solusi
homogen adalah fungsi yang dapat memenuhi persamaan homogen

dy
+ by = 0
dt

(15.8)

183

Hal ini dapat difahami karena jika f1(t) memenuhi (15.7) dan fungsi f2(t)
memenuhi (15.8), maka y = (f1+f2) akan memenuhi (15.7) sebab

dy
d ( f1 + f 2 )
+ by = a
+ b( f1 + f 2 )
dt
dt
df
df
df
= a 1 + bf1 + a 2 + bf 2 = a 1 + bf1 + 0
dt
dt
dt

Jadi y = (f1+f2) adalah solusi dari (15.7), dan kita sebut solusi total yang
terdiri dari solusi khusus f1 dari (15.7) dan solusi homogen f2 dari (15.8).

Peristiwa Transien. Sebagaimana telah disebutkan, persamaan


diferensial seperti (14.7) dijumpai dalam peristiwa transien, yaitu selang
peralihan dari suatu keadaan mantap ke keadaan mantap yang lain..
Peralihan kita anggap mulai terjadi pada t = 0 dan peristiwa transien yang
kita tinjau terjadi dalam kurun waktu setelah mulai terjadi perubahan
yaitu dalam kurun waktu t > 0. Sesaat setelah mulai perubahan kita beri
tanda t = 0+ dan sesaat sebelum terjadi perubahan kita beri tanda t = 0.
Solusi Homogen. Persamaan (15.8) menyatakan bahwa y ditambah
dengan suatu koefisien konstan kali dy/dt, sama dengan nol untuk semua
nilai t. Hal ini hanya mungkin terjadi jika y dan dy/dt berbentuk sama.
Fungsi yang turunannya mempunyai bentuk sama dengan fungsi itu
sendiri adalah fungsi eksponensial. Jadi kita dapat menduga bahwa solusi
dari (15.8) mempunyai bentuk eksponensial y = K1est . Jika solusi dugaan
ini kita masukkan ke (15.8), kita peroleh

aK1se st + bK1e st = 0

atau

K1(as + b ) y = 0

(15.9)

Peubah y tidak mungkin bernilai nol untuk seluruh t dan K1 juga tidak
boleh bernilai nol karena hal itu akan membuat y bernilai nol untuk
seluruh t. Satu-satunya cara agar persamaan (15.9) terpenuhi adalah

as + b = 0

(15.10)

Persamaan (15.10) ini disebut persamaan karakteristik sistem orde


pertama. Persamaan ini hanya mempunyai satu akar yaitu s = (b/a). Jadi
solusi homogen yang kita cari adalah

ya = K1e st = K1e (b / a ) t

(15.11)

Nilai K1 masih harus kita tentukan melalui penerapan suatu persyaratan


tertentu yang kita sebut kondisi awal yaitu kondisi pada t = 0+ sesaat
184 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

setelah mulainya perubahan keadaan. Ada kemungkinan bahwa y telah


mempunyai nilai tertentu pada t = 0+ sehingga nilai K1 haruslah
sedemikian rupa sehingga nilai y pada t = 0+ tersebut dapat dipenuhi.
Akan tetapi kondisi awal ini tidak dapat kita terapkan pada solusi
homogen karena solusi ini baru merupakan sebagian dari solusi. Kondisi
awal harus kita terapkan pada solusi total dan bukan hanya untuk solusi
homogen saja. Oleh karena itu kita harus mencari solusi khusus lebih
dulu agar solusi total dapat kita peroleh untuk kemudian menerapkan
kondisi awal.

Solusi khusus. Solusi khusus dari (15.7) tergantung dari bentuk fungsi
pemaksa f(t). Seperti halnya dengan solusi homogen, kita dapat
melakukan pendugaan pada solusi khusus. Bentuk solusi khusus haruslah
sedemikian rupa sehingga jika dimasukkan ke persamaan (15.7) maka
ruas kiri dan ruas kanan persamaan itu akan berisi bentuk fungsi yang
sama. Jika solusi khusus kita sebut yp, maka yp dan turunannya harus
mempunyai bentuk sama agar hal tersebut terpenuhi. Untuk berbagai
bentuk f(t), solusi khusus dugaan yp adalah sebagai berikut.

Jika f (t ) = 0 , maka y p = 0
Jika f (t ) = A = konstan, maka y p = konstan = K
Jika f (t ) = Aet = eksponensial, maka
y p = eksponensial = Ket
Jika f (t ) = A sin t , atau f (t ) = A cos t , maka
y p = K c cos t + K s sin t
Perhatikan : y = K c cos t + K s sin t adalah
bentuk umum fungsi sinus maupun cosinus .
Solusi total. Jika solusi khusus kita sebut yp, maka solusi total adalah

y = y p + ya = y p + K1e s t

(15.12)

Pada solusi lengkap inilah kita dapat menerapkan kondisi awal yang akan
memberikan nilai K1.

Kondisi Awal. Kondisi awal adalah kondisi pada awal terjadinya


perubahan yaitu pada t = 0+. Dalam menurunkan persamaan diferensial
pada peristiwa transien kita harus memilih peubah yang disebut peubah
185

status. Peubah status harus merupakan fungsi kontinyu. Nilai peubah ini,
sesaat sesudah dan sesaat sebelum terjadi perubahan harus bernilai sama.
Jika kondisi awal ini kita sebut y(0+) maka

y (0 + ) = y ( 0 )

(15.13)

Jika kondisi awal ini kita masukkan pada dugaan solusi lengkap (14.12)
akan kita peroleh nilai K1.

y (0 + ) = y p (0 + ) + K1 K1 = y (0 + ) y p (0 + )

(15.14)

yp(0+) adalah nilai solusi khusus pada t = 0+. Nilai y(0+) dan yp(0+) adalah
tertentu (yaitu nilai pada t = 0+). Jika kita sebut

y (0+ ) y p (0 + ) = A0

(15.15)

y = y p + A0 e s t

(15.16)

maka solusi total menjadi

15.6. Solusi Pada Berbagai Fungsi Pemaksa


Tanpa Fungsi Pemaksa, f(t) = 0. Jika f(t) =0 maka solusi yang akan kita
peroleh hanyalah solusi homogen saja. Walaupun demikian, dalam
mencari soluai kita akan menganggap bahwa fungsi pemaksa tetap ada,
akan tetapi bernilai nol. Hal ini kita lakukan karena kondisi awal harus
diterapkan pada solusi total, sedangkan solusi total harus terdiri dari
solusi homogen dan solusi khusus (walaupun mungkin bernilai nol).
Kondisi awal tidak dapat diterapkan hanya pada solusi homogen saja
atau solusi khusus saja.
Contoh: Dari suatu analisis rangkaian diperoleh persamaan
dv
+ 1000v = 0
dt
untuk t > 0. Kondisi awal adalah v(0+) = 12 V.

Persamaan karakteristik : s + 1000 = 0 s = 1000


Dugaan solusi homogen : va = A0e 1000t
Dugaan solusi khusus : v p = 0 (karena tidak ada fungsi pemaksa)
Dugaan solusi total : v = v p + A0e st = 0 + A0e 1000t
186 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Kondisi awal : v (0 + ) = v(0 ) = 12 V.


Penerapan kondisi awal pada dugaan solusi total
memberikan : 12 = 0 + A0 A0 = 12
Solusi total menjadi : v = 12 e 1000 t V
Contoh: Pada kondisi awal v(0+) = 10
menghasilkan persamaan
dv
+ 3v = 0
dt

V, analisis transien

Persamaan karakteristik : s + 3 = 0 s = 3
Dugaan solusi homogen : va = A0 e 3 t
Dugaan solusi khusus : v p = 0
Dugaan solusi total : v = v p + A0 e 3t
Kondisi awal : v (0 + ) = 10 V
Penerapan kondisi awal memberikan : 10 = 0 + A0
Solusi total menjadi : v = 10 e 3t V
Fungsi Pemaksa Berbentuk Anak Tangga. Kita telah mempelajari
bahwa fungsi anak tangga adalah fungsi yang bernilai 0 untuk t < 0 dan
bernilai konstan untuk t > 0. Jadi jika kita hanya meninjau keadaan
untuk t > 0 saja, maka fungsi pemaksa anak tangga dapat kita tuliskan
sebagai f(t) = A (tetapan).
Contoh: Suatu analisis rangkaian memberikan persamaan

103

dv
+ v = 12
dt

dengan kondisi awal v(0+) = 0 V.

Persamaan karakteristik : 103 s + 1 = 0 s = 1 / 10 3 = 1000


Dugaan solusi homogen : va = A0e 1000 t

187

Karena f(t) = 12 konstan, kita dapat menduga bahwa solusi khusus


akan bernilai konstan juga karena turunannya akan nol sehingga
kedua ruas persamaan tersebut dapat berisi suatu nilai konstan.

Dugaan solusi khusus : v p = K


Masukkan v p dugaan ini ke persamaan : 0 + K = 12 v p = 12
Dugaan solusi total : v = 12 + A0e 1000 t V
Kondisi awal : v(0 + ) = v(0) = 0.
Penerapan kondisi awal memberikan : 0 = 12 + A0 A0 = 12
Solusi total menjadi : v = 12 12 e 1000t V
Contoh: Pada kondisi awal v(0+) = 11 V, analisis transien
menghasilkan persamaan

dv
+ 5v = 200
dt
Persamaan karakteristik : s + 5 = 0 s = 5
Dugaan solusi homogen : va = A0 e 5 t
Dugaan solusi khusus : v p = K 0 + 5K = 200 v p = 40
Dugaan solusi lengkap : v = v p + A0 e 5t = 40 + A0 e 5t
Kondisi awal : v(0 + ) = 11 V. Penerapan kondisi awal memberikan :
11 = 40 + A0 A0 = 29
Tanggapan total : v = 40 29 e 5t V.
Fungsi Pemaksa Berbentuk Sinus. Berikut ini kita akan mencari solusi
jika fungsi pemaksa berbentuk sinus. Karena solusi homogen tidak
tergantung dari bentuk fungsi pemaksa, maka pencarian solusi homogen
dari persamaan ini sama seperti apa yang kita lihat pada contoh-contoh
sebelumnya. Jadi dalam hal ini perhatian kita lebih kita tujukan pada
pencarian solusi khusus.
Dengan pengertian bahwa kita hanya memandang kejadian pada t > 0,
bentuk umum dari fungsi sinus yang muncul pada t = 0 kita tuliskan
y = A cos(t + )
188 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Melalui relasi

y = A cos(t + ) = A{cos t cos sin t sin }


bentuk umum fungsi sinus dapat kita tuliskan sebagai

y = Ac cos t + As sin t
dengan Ac = A cos dan

As = A sin

Dengan bentuk umum seperti di atas kita terhindar dari perhitungan


sudut fasa , karena sudut fasa ini tercakup dalam koefisien Ac dan As.
Koefisien Ac dan As tidak selalu ada. Jika sudut fasa = 0 maka As = 0
dan jika = 90o maka Ac = 0. Jika kita memerlukan nilai sudut fasa dari
fungsi sinus yang dinyatakan dengan pernyataan umum, kita dapat
A
menggunakan relasi tan = s .
Ac
Turunan fungsi sinus akan berbentuk sinus juga. Oleh karena itu,
penjumlahan y = sint dan turunannya akan berbentuk fungsi sinus juga.

y = Ac cos t + As sin t ;
dy
= Ac sin t + As cos t ;
dt
d2y
dt

= Ac 2 cos t As 2 sin t

Contoh: Pada kondisi awal v(0+) = 0 V suatu analisis transien


dv
+ 5v = 100 cos10t
menghasilkan persamaan
dt

Persamaan karakteristik : s + 5 = 0 s = 5
Dugaan solusi homogen : va = A0e 5 t
Fungsi pemaksa berbentuk sinus. Solusi khusus kita duga akan
berbentuk sinus juga.

189

Dugaan solusi khusus :


v p = Ac cos10t + As sin 10t
Substitusi solusi khusus ini ke persamaan memberikan :
10 Ac sin 10t + 10 As cos 10t + 5 Ac cos 10t + 5 As sin 10t = 100 cos10t
10 Ac + 5 As = 0 dan 10 As + 5 Ac = 100
As = 2 Ac 20 Ac + 5 Ac = 100

Ac = 4 dan As = 8

Solusi khusus : v p = 4 cos 10t + 8 sin 10t


Dugaan solusi total : v = 4 cos 10t + 8 sin 10t + A0 e 5 t
Kondisi awal v(0 + ) = 0.
Penerapan kondisi awal : 0 = 4 + A0 A0 = 4
Jadi : v = 4 cos 10t + 8 sin 10t 4e 5t V
Contoh: Apabila kondisi awal adalah v(0+) = 10 V, bagaimanakah
solusi pada contoh sebelum ini?
Solusi total telah diperoleh; hanya kondisi awal yang berubah.
Solusi total : v = 4 cos 10t + 8 sin 10t + A0 e 5t
Kondisi awal v(0 + ) = 10 10 = 4 + A0 A0 = 6
Jadi : v = 4 cos 10t + 8 sin 10t + 6 e 5 t V

Ringkasan. Solusi total terdiri dari solusi khusus dan solusi homogen.
Solusi homogen merupakan bagian transien dengan konstanta waktu
yang ditentukan oleh tetapan-tetapan dalam persamaan, yang dalam hal
rangkaian listrik ditentukan oleh nilai-nilai elemen rangkaian. Solusi
khusus merupakan solusi yang tergantung dari bentuk fungsi pemaksa,
yang dalam hal rangkaian listrik ditentukan oleh masukan dari luar;
solusi khusus merupakan bagian mantap atau kondisi final.

190 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

y = y p (t ) + A0 e t /

Solusi khusus :
 ditentukan oleh fungsi pemaksa.
 merupakan komponen mantap;
tetap ada untuk t .

Solusi homogen :
 tidak ditentukan oleh fungsi pemaksa.
 merupakan komponen transien; hilang pada t
; sudah dapat dianggap hilang pada t = 5.
 konstanta waktu = a/b pada (14.10)

Soal-Soal:
1.

2.

Carilah solusi persamaan diferensial berikut.


dv
a).
+ 10v = 0 , v(0 + ) = 10 ;
dt
dv
b).
+ 15v = 0 , v (0 + ) = 5
dt
Carilah solusi persamaan diferensial berikut.
di
a).
+ 8i = 0 , i (0 + ) = 2 ;
dt
di
b).
+ 10 4 i = 0 , i (0 + ) = 0,005
dt

191

3.

4.

Carilah solusi persamaan diferensial berikut.


dv
a).
+ 10v = 10u (t ) , v(0 + ) = 0 ;
dt
dv
b).
+ 10v = 10u (t ) , v(0 + ) = 5
dt
Carilah solusi persamaan diferensial berikut.

di
+ 10 4 i = 100u (t ) , i(0 + ) = 0 ;
dt
di
b).
+ 10 4 i = 100u (t ) , i (0 + ) = 0,02
dt

a).

5.

Carilah solusi persamaan diferensial berikut.

dv
+ 5v = 10 cos(5t )u (t ) , v (0 + ) = 0 ;
dt
dv
b).
+ 10v = 10 cos(5t )u (t ) , v (0 + ) = 5
dt

a).

192 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Bab 16
Persamaan Diferensial (2)
(Orde Dua)
16.1. Persamaan Diferensial Linier Orde Dua
Secara umum persamaan diferensial linier orde dua berbentuk

d2y
dt

+b

dy
+ cy = f (t )
dt

(16.1)

Pada persamaan diferensial orde satu kita telah melihat bahwa solusi
total terdiri dari dua komponen yaitu solusi homogen dan solusi khusus.
Hal yang sama juga terjadi pada persamaan diferensial orde dua yang
dengan mudah dapat ditunjukkan secara matematis seperti halnya pada
persamaan orde pertama. Perbedaan dari kedua macam persamaan ini
terletak pada kondisi awalnya. Pada persamaan orde dua terdapat dua
kondisi awal dan kedua kondisi awal ini harus diterapkan pada dugaan
solusi total. Dua kondisi awal tersebut adalah

y (0+ ) = y (0 ) dan

dy +
(0 ) = y ' (0 )
dt

(16.2)

Solusi homogen. Solusi homogen diperoleh dari persamaan rangkaian


dengan memberikan nilai nol pada ruas kanan dari persamaan (4.25),
sehingga persamaan menjadi

d2y
dt

+b

dy
+ cy = 0
dt

(16.3)

Agar persamaan ini dapat dipenuhi, y dan turunannya harus mempunyai


bentuk sama sehingga dapat diduga y berbentuk fungsi eksponensial ya =
Kest dengan nilai K dan s yang masih harus ditentukan. Kalau solusi
dugaan ini dimasukkan ke (16.3) akan diperoleh :

aKs 2e st + bKse st + cKe st = 0 atau

Ke st as 2 + bs + c = 0

(16.4)

193

Fungsi est tidak boleh nol untuk semua nilai t . Kondisi K = 0 juga tidak
diperkenankan karena hal itu akan berarti ya = 0 untuk seluruh t. Satusatunya jalan agar persamaan ini dipenuhi adalah

as 2 + bs + c = 0

(16.4)

Persamaan ini adalah persamaan karakteristik persamaan diferensial


orde dua. Secara umum, persamaan karakteristik yang berbentuk
persamaan kwadrat itu mempunyai dua akar yaitu:

s1, s2 =

b b 2 4ac
2a

(16.5)

Akar-akar persamaan ini mempunyai tiga kemungkinan nilai, yaitu: dua


akar riil berbeda, dua akar sama, atau dua akar kompleks konjugat.
Konsekuensi dari masing-masing kemungkinan nilai akar ini terhadap
bentuk solusi akan kita lihat lebih lanjut. Untuk sementara ini kita
melihat secara umum bahwa persamaan karakteristik mempunyai dua
akar.
Dengan adanya dua akar tersebut maka kita mempunyai dua solusi
homogen, yaitu:

ya1 = K1e s1t

dan

ya 2 = K 2 e s 2 t

(16.6)

Jika ya1 merupakan solusi dan ya2 juga merupakan solusi, maka jumlah
keduanya juga merupakan solusi. Jadi solusi homogen yang kita cari
akan berbentuk

ya = K1e s1t + K 2e s 2t

(16.7)

Konstanta K1 dan K2 kita cari melalui penerapan kondisi awal pada


solusi total.

Solusi Khusus. Sulusi khusus kita cari dari persamaan (16.1). Solusi
khusus ini ditentukan oleh bentuk fungsi pemaksa, f(t). Cara menduga
bentuk solusi khusus sama dengan apa yang kita pelajari pada persamaan
orde satu. Kita umpamakan solusi khusus ykhusus = yp.
Solusi Total. Dengan solusi khusus yp maka solusi total menjadi

y = y p + ya = y p + K1e s1t + K 2e s 2t

(16.8)

194 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

16.2. Tiga Kemungkinan Bentuk Solusi


Sebagaimana disebutkan, akar-akar persamaan karakteristik yang
berbentuk umum as2 + bs + c = 0 dapat mempunyai tiga kemungkinan
nilai akar, yaitu:
a). Dua akar riil berbeda, s1 s2, jika {b2 4ac } > 0;
b). Dua akar sama, s1 = s2 = s , jika {b24ac } = 0
c). Dua akar kompleks konjugat s1 , s2 = j , jika {b24ac } < 0.
Tiga kemungkinan nilai akar tersebut akan memberikan tiga
kemungkinan bentuk solusi yang akan kita lihat berikut ini, dengan
contoh solusi pada persamaan diferensial tanpa fungsi pemaksa.

Dua Akar yata Berbeda. Kalau kondisi awal y(0+) dan dy/dt (0+) kita
terapkan pada solusi total (16.8), kita akan memperoleh dua persamaan
yaitu

y (0 + ) = y p (0 + ) + K1 + K 2 dan y ' (0+ ) = yp (0+ ) + s1K1 + s2 K 2 (16.9)


yang akan menentukan nilai K1 dan K2. Jika kita sebut

A0 = y (0 + ) y p (0 + )

dan

B0 = y(0 + ) yp (0 + )

dan

s1K1 + s2 K 2 = B0

(16.10)

maka kita peroleh

K1 + K 2 = A0
dan dari sini kita memperoleh
s A B0
K1 = 2 0
s2 s1

dan

s A B0
K2 = 1 0
s1 s2

sehingga solusi total menjadi

s A B0 s1t s1 A0 B0 s2 t
y = yp + 2 0
e +
e
s2 s1
s1 s2

(16.11)

Berikut ini kita lihat suatu contoh. Seperti halnya pada persamaan orde
pertama, pada persamaan orde dua ini kita juga mengartikan solusi
persamaan sebagai solusi total. Hal ini didasari oleh pengertian tentang
kondisi awal, yang hanya dapat diterapkan pada solusi total. Persamaan
yang hanya mempunyai solusi homogen kita fahami sebagai persamaan
dengan solusi khusus yang bernilai nol.

195

Contoh: Dari analisis transien suatu rangkaian listrik diperoleh


persamaan

d 2v
2

dt
dengan kondisi awal

+ 8,5 103

dv
+ 4 106 v = 0
dt

v(0+)=15 V dan dv/dt(0+) = 0

Persamaan karkteristik : s 2 + 8,5 103 s + 4 106 = 0


akar - akar : s1 , s2 = 4250 103 (4,25) 2 4
s1 = 500,

s2 = 8000 ( dua akar riil berbeda).

Dugaan solusi total : v = 0 + K1e 500t + K 2 e 8000t


(solusi homogen nol)
Kondisi awal :
a). v(0 + ) = v(0 ) = 15 V 15 = K1 + K 2 K 2 = 15 K1
b).

dv +
(0 ) = 0 0 = K1s1 + K 2 s2 = K1s1 + (15 K1 ) s2
dt
15(8000)
15s2
= 16 K 2 = 15 K1 = 1
=
K1 =
s1 s2 500 + 8000

Solusi total : v = 16e 500 t e 8000 t V


(hanya terdiri dari solusi homogen).

Dua Akar yata Sama Besar. Kedua akar yang sama besar tersebut
dapat kita tuliskan sebagai

s1 = s dan s2 = s + ; dengan 0
Dengan demikian maka solusi total dapat kita tulis sebagai
y = y p + K1e s1t + K 2e s 2t
= y p + K1e st + K 2e( s + )t

(16.12)

(16.13)

Kalau kondisi awal pertama y(0+) kita terapkan, kita akan memperoleh

y (0+ ) = y p (0+ ) + K1 + K 2
K1 + K 2 = y (0 + ) y p (0+ ) = A0
Jika kondisi awal kedua dy/dt (0+) kita terapkan, kita peroleh

196 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

y(0 + ) = yp (0+ ) + K1s + K 2 ( s + )


( K1 + K 2 ) s + K 2 = y(0+ ) y p (0+ ) = B0
Dari kedua persamaan ini kita dapatkan

B A0 s
A0 s + K 2 = B0 K 2 = 0

B A0 s
K1 = A0 0

(16.14)

Solusi total menjadi

B A0 s st B0 A0 s ( s + )t

y = y p + A0 0
e
e +

B A0 s B0 A0 s t st
= y p + A0 0
e e
+

(16.15.a)

1 e t st
e
= y p + A0 + ( B0 A0 s) +

Karena

t
1 e t
= lim e 1 = t
lim +
0
0

maka solusi total dapat kita tulis

y = y p + [A0 + ( B0 A0 s) t ] e st

(16.15.b)

Solusi total seperti dinyatakan oleh (16.15.b) merupakan bentuk khusus


yang diperoleh jika persamaan karakteristik mempunyai dua akar sama
besar. A0 dan B0 mempunyai nilai tertentu yang ditetapkan oleh kondisi
awal. Dengan demikian kita dapat menuliskan (16.15.b) sebagai

y = y p + [K a + K b t ] e st

(16.15.c)

dengan nilai Ka yang ditentukan oleh kondisi awal, dan nilai Kb


ditentukan oleh kondisi awal dan s. Dalam rangkaian listrik, nilai s
tergantung dari elemen-elemen yang membentuk rangkaian dan tidak ada
kaitannya dengan kondisi awal. Dengan kata lain, jika kita mengetahui
bahwa persamaan karakteristik rangkaian mempunyai akar-akar yang
sama besar (akar kembar) maka bentuk tanggapan rangkaian akan seperti
yang ditunjukkan oleh (16.15.c).
197

Contoh: Pada kondisi awal v(0+)=15 V dan dv/dt(0+)=0, analisis


transien rangkaian listrik memberikan persamaan
d 2v
dt

+ 4 103

dv
+ 4 106 v = 0
dt

Persamaan karakteristik : s 2 + 4000s + 4 106 = 0


akar - akar : s1, s2 = 2000 4 106 4 106 = 2000 = s
Di sini terdapat dua akar sama besar; oleh karena itu
solusi total akan berbentuk :
v = v p + (K a + Kb t ) e st = 0 + (K a + K b t ) e st , karena v p = 0.
Aplikasi kondisi awal pertama pada solusi total ini memberikan
v(0+ ) = 15 = K a .
Aplikasi kondisi awal kedua

dv +
(0 ) = 0
dt

dv
= Kb e st + (K a + Kbt ) s e st
dt
dv +

(0 ) = 0 = K b + K a s K b = K a s = 30000
dt

memberikan

Jadi : v = (15 + 30000t ) e 2000 t V

Akar-Akar Kompleks Konjugat. Kita belum membahas bilangan


kompleks di buku ini. Kita baru memandang fungsi-fungsi yang
memiliki nilai bilangan nyata. Namun agar pembahasan menjadi
lengkap, berikut ini diberikan solusinya.
Dua akar kompleks konjugat dapat dituliskan sebagai

s1 = + j

dan

s2 = j

Solusi total dari situasi ini adalah

y = y p + K1e ( + j) t + K 2e( j) t

= y p + K1e + j t + K 2e j t e t

(16.16)

Aplikasikan kondisi awal yang pertama, y(0+),


198 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

y (0+ ) = y p (0+ ) + (K1 + K 2 )


K1 + K 2 = y (0 + ) y p (0+ ) = A0
dv +
(0 ) = y(0+ ) ,
Aplikasi kondisi awal yang kedua,
dt
dy dy p
=
+ jK1e jt j K 2e jt e t
dt
dt

+ K1e jt + K 2e jt et
Kita akan memperoleh
dy +
(0 ) = y (0 + ) = yp (0 + ) + ( jK1 jK 2 ) + (K1 + K 2 )
dt
j(K1 K 2 ) + (K1 + K 2 ) = y(0 + ) yp (0 + ) = B0

K1 + K 2 = A0
B A0
j(K1 K 2 ) + (K1 + K 2 ) = B0 K1 K 2 = 0
j

K1 =

A0 + ( B0 A0 ) / j
2

K2 =

A0 ( B0 A0 ) / j
2

Solusi total menjadi

A + ( B0 A0 ) / j + j t A0 ( B0 A0 ) / j j t t
+
y = yp + 0
e
e
e
2
2

e + j t + e j t ( B0 A0 ) e + j t e j t
= y p + A0
+

2
2j

t
e

( B A0 )
sin t et
= y p + A0 cos t + 0

(16.17)
A0 dan B0 mempunyai nilai tertentu yang ditetapkan oleh kondisi awal
sedangkan dan memiliki nilai tertentu (dalam rangkaian listrik
ditentukan oleh nilai elemen rangkaian). Dengan demikian solusi total
dapat kita tuliskan sebagai

y = y p + (K a cos t + K b sin t ) et

(16.18)
199

dengan Ka dan Kb yang masih harus ditentukan melalui penerapan


kondisi awal. Ini adalah bentuk solusi total khusus untuk persamaan
diferensial yang memiliki persamaan karakteristik dengan dua akar
kompleks konjugat.
Persamaan (16.8) menunjukkan bahwa bila persamaan karakteristik
memberikan dua akar kompleks konjugat, maka solusi persamaan
diferensial orde dua akan terdiri dari solusi khusus yp ditambah fungsi
sinus yang teredam.

Soal-Soal:
1.

Carilah solusi persamaan diferensial berikut.


d 2v

a).

dt 2

d 2v

b).

dt 2
d 2v

c).

dt

2.

dv
dv +
+ 10v = 0 ; v(0 + ) = 0,
(0 ) = 15
dt
dt

+4

dv
dv +
+ 4 v = 0 ; v (0 + ) = 0 ,
(0 ) = 10
dt
dt

+4

dv
dv +
+ 5v = 0 ; v(0 + ) = 0 ,
(0 ) = 5
dt
dt

Carilah solusi persamaan diferensial berikut.


d 2v

a).

dt 2

b).
c).

3.

+7

+ 10

d 2v
dt 2
d 2v
dt 2

dv
dv(0)
+ 24v = 100u (t ) ; v(0 + ) = 5,
= 25
dt
dt

+ 10
+8

dv
dv(0)
+ 25v = 100u (t ); v(0 + ) = 5,
= 10
dt
dt

dv
dv(0)
+ 25v = 100u (t ); v(0 + ) = 5,
= 10
dt
dt

Carilah solusi persamaan diferensial berikut.


a).
b).

c).

d 2v
dt 2
d 2v
dt 2

d 2v
dt 2

+6

dv
dv +
+ 8v = 100[cos 1000 t ] u (t ) , v(0 + ) = 0,
(0 ) = 0
dt
dt

+6

dv
dv +
+ 9v = 100[cos 1000 t ] u (t ) , v(0 + ) = 0,
(0 ) = 0
dt
dt

+2

dv
dv +
+ 10v = 100[cos 1000 t ] u (t ) , v(0 + ) = 0,
(0 ) = 0
dt
dt

200 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Bab 17
Koordinat Polar
Sampai dengan Bab-16 kita membicarakan fungsi dengan kurva-kurva
yang digambarkan dalam koordinat sudut-siku, x-y. Di bab ini kita akan
melihat sistem koordinat polar.

17.1. Relasi Koordinat Polar dan Koordinat Sudut-siku


Pada pernyataan posisi satu titik P[xP,yP] pada sistem koordinat sudutsiku terdapat hubungan

yP = r sin ; xP = r cos

(17.1)

dengan r adalah jarak antara titik P dengan titik-asal [0,0] dan adalah
sudut yang dibentuk oleh arah r dengan sumbu-x, seperti terlihat pada
Gb. 17.1.
y

P[r,]

yP
r

[0,0]

xP

Gb.17.1. Posisi titik P pada sistem koordinat polar.


Dalam koordinat polar, r dan inilah yang digunakan untuk menyatakan
posisi titik P. Posisi titik P seperti pada Gb. 17.1. dituliskan sebagai
P[r,].

17.2. Persamaan Kurva Dalam Koordinat Polar


Di Bab-5 kita telah melihat persamaan lingkaran berjari-jari c berpusat di
O[a,b] dalam koordinat sudut-siku, yaitu

( x a ) 2 + ( y b) 2 = c 2
201

Kita dapat menyatakan lingkaran ini dalam koordinat polar dengan


mengganti x dan y menurut relasi (17.1), yaitu

(r cos a) 2 + (r sin b) 2 = c 2

(17.2.a)

yang dapat dituliskan sebagai

(r 2 cos 2 2ra cos + a 2 ) + (r 2 sin 2 2rb sin + b 2 ) c 2 = 0

(r

2r (a cos + b sin ) + a 2 + b 2 c 2 = 0

r (r 2(a cos + b sin ) ) + a 2 + b 2 c 2 = 0


(17.2.b)
dengan bentuk kurva seperti Gb.17.2.a
Jika lingkaran ini berjari-jari c = a dan berpusat di O[a,0] maka
persamaan (17.2.b) menjadi
r (r 2a cos ) = 0

(17.2.c)

Pada faktor pertama, jika kita mengambil r = 0 , kita menemui titik


pusat. Faktor ke-dua adalah

r 2a cos = 0

(17.2.d)

merupakan persamaan lingkaran dengan bentuk kurva seperti pada


Gb.17.2.b.
y

P[r,]

P[r,]

[0,0]

[0,0]

x
a

(a)

(b)
Gb.17.2. Lingkaran

Berikut ini tiga contoh bentuk kurva dalam koordinat bola.

202 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Contoh: r = 2(1 cos ) . Bentuk kurva fungsi ini terlihat pada Gb.17.3
yang disebut kardioid (cardioid) karena bentuk yang seperti hati.
3

P[r,]

0
-3

-5

-1

1 x

-1
-2
-3

Gb.17.3 Kurva kardioid, r = 2(1 cos )


Perhatikan bahwa pada = 0, r = 0; pada = /2 , r = 2; pada = ,
r = 4; pada = 1,5, r = 2.

Contoh: r 2 = 16 cos . Bentuk kurva fungsi ini terlihat pada Gb.17.4


3

y
P[r,]

0
-5

-3

-1

-1
-2
-3

Gb.17.4 Kurva r 2 = 16 cos


Perhatikan bahwa pada = 0, r = 4; pada = /2 , r = 0; pada = ,
r = 4; pada = 1,5, r = 0.

Contoh: r = 2 . Untuk > 0 bentuk kurva fungsi ini terlihat pada


Gb.17.5

203

0,5
0

-1

y=2

P[r,]

1,5

0
-0,5
= = 3
-1

= 4 = 2

Gb.17.5 Kurva r = 2
Pada persamaan kurva ini jika = 0 maka 0 = 2; suatu hal yang tidak
benar. Ini berarti bahwa tidak ada titik pada kurva yang bersesuaian
dengan = 0. Akan tetapi jika mendekati nol maka r mendekati ;
garis y = 2 merupakan asimptot dari kurva ini. Perhatikanlah bahwa
perpotongan kurva dengan sumbu-x tidak berarti = 0 dan terjadi pada
= , 2, 3, 4, dst.

17.3. Persamaan Garis Lurus


Salah satu cara untuk menyatakan persamaan kurva dalam koordinat
polar adalah menggunakan relasi (17.1) jika persamaan dalam koordinat
sudut-siku diketahui. Hal ini telah kita lakukan misalnya pada persamaan
lingkaran (17.2.a) menjadi (17.2.b) atau (17.2.c). Berikut ini kita akan
menurunkan persamaan kurva dalam koordinat polar langsung dari
bentuk / persyaratan kurva.
Gb.17.6 memperlihatkan kurva dua garis lurus l1 sejajar sumbu-x dan l2
sejajar sumbu-y.
y

l1

y
l2

P[r,]

r
O

P[r,]

Gb.17.6 Garis lurus melalui titik-asal [0,0].


Garis l1 berjarak a dari titik-asal; setiap titik P yang berada pada garis ini
harus memenuhi
204 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

r cos = a

(17.3)

Inilah persamaan garis l1.


Garis l2 berjarak b dari titik-asal; setiap titik P yang berada pada garis ini
harus memenuhi

r sin = b

(17.4)

Inilah persamaan garis l2.


Kita lihat sekarang garis l3 yang berjarak a dari titik asal dengan
kemiringan positif seperti terlihat pada Gb.17.7. Karena garis memiliki
kemiringan tertentu maka sudut antara garis tegak-lurus ke l3, yaitu
juga tertentu. Kita manfaatkan untuk mencari persamaan garis l3. Jika
titik P harus terletak pada l3 maka
r cos( ) = a

(17.5)

Inilah persamaan garis l3.


P[r,]

y
l3
A

Gb.17.7. Garis lurus l3 berjarak a dari [0,0], memiliki kemiringan positif.


Jika kita bandingkan persamaan ini dengan persamaan (17.3) terlihat
bahwa persamaan (17.5) ini adalah bentuk umum dari (17.3), yang akan
kita peroleh jika kita melakukan perputaran sumbu. Jika perputaran kita
lakukan sedemikian rupa sehingga memperoleh kemiringan garis positif,
maka akan kita peroleh persamaan garis seperti (17.5). Apabila
perputaran sumbu kita lakukan sehingga garis yang kita hadapi, l4,
memiliki kemiringan negatif, seperti pada Gb.17.8., maka persamaan
garis adalah
(17.6)
r cos( ) = a

205

y
P[r,]

l4

r a

Gb.17.8. Garis lurus l4 berjarak a dari [0,0], kemiringan negatif.

17.4. Parabola, Elips, Hiperbola


Ketiga bangun geometris ini telah kita lihat pada Bab-5 dalam koordinat
sudut-siku. Kita akan melihatnya sekarang dalam koordinat polar.

Eksentrisitas. Pengertian sehari-hari dari istilah eksentrik adalah


menyimpang dari yang umum. Dalam matematika, eksentrisitas adalah
rasio antara jarak suatu titik P terhadap titik tertentu dengan jarak antara
titik P terhadap garis tertentu. Titik tertentu itu disebut titik fokus dan
garis tertentu itu disebut direktriks; kedua istilah ini telah kita kenal pada
waktu pembahasan mengenai parabola di Bab-5. Sesungguhnya, dengan
pengertian eksentrisitas ini kita dapat membahas sekaligus parabola,
elips, dan hiperbola.
Perhatikan Gb.17.8. Jika es adalah eksentrisitas, maka

es =

PF
PD

(17.7)
y

P[r,]

k
direktriks

Gb.17.8. Titik fokus dan garis direktriks.


Jika kita mengambil titik fokus F sebagai titik asal, maka

PF = r
206 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

dan dengan (17.7) menjadi r = es PD ; sedangkan

PD = AB = AF + FB = k + r cos
sehingga r = es (k + r cos ) = es k + es r cos
Dari sini kita dapatkan

r=

es k
1 es cos

(17.8)

Nilai es menentukan persamaan bangun geometris yang kita akan


peroleh.

Parabola. Jika es = 1 , yang berarti PF = PD, maka

r=

k
1 cos

(17.9)

Inilah persamaan parabola.


Perhatikan bahwa jika mendekati nol, maka r mendekati tak hingga.
Jika = /2 maka r = k. Jika = titik P akan mencapai puncak kurva
dan r = k/2, yang berarti bahwa puncak parabola berada di tegah-tengah
antara garis direktriks dan titik fokus. Hal ini telah kita lihat di Bab-5.

Elips. Jika es < 1, misalnya es = 0,5 , PF = PD/2, maka

r=

k
2 cos

(17.10)

Inilah persamaan elips.


maka penyebut
pada
Perhatikan bahwa karena 1 cos +1
persamaan (17.10) tidak akan pernah nol. Oleh karena itu r selalu
mempunyai nilai untuk semua nilai . Jika = 0 maka r = k, titik P
mencapai jarak terjauh dari F. dan jika = /2 maka r = k/2 . Jika =
maka r = k/3, titik P mencapai jarak terdekat dengan F.

Hiperbola. Jika es > 1 , misal es = 2 , berarti PF = 2 PD , maka

r=

2k
1 2 cos

(17.11)

Inilah persamaan hiperbola.


207

Jika mendekati /3 maka r menuju tak hingga. Jika = / 2 maka r =


2k. Jika = , titik P ada di puncak kurva, dan r = k/3 = PF.

17.4. Lemniskat dan Oval Cassini


Di laut Aegea di hadapan selat Dardanella, terdapat sebuah pulau yang
penting dalam mitologi Yunani yaitu pulau Lemnos atau Limnos. Pulau
vulkanik ini berbentuk tak beraturan dengan dua teluk yang menjorok
dalam ke daratan di pantai utara dan pantai selatan.
Giovanni Domenico Cassini dikenal juga dengan nama Jean Dominique
Cassini (1625 1712) adalah astronom Italia. Cassini menemukan empat
di antara sembilan atau sepuluh satelit planet Saturnus. Ia pula yang
menemukan celah cincin Saturnus, antara cincin terluar dengan cincin
ke-dua yang paling terang; celah itu kemudian disebut Cassinis division.
Bangun-geometris yang disebut lemniskat dan oval Cassini merupakan
situasi khusus dari kurva yang merupakan tempat kedudukan titik-titik
yang hasil kali jaraknya terhadap dua titik tertentu bernilai konstan.
Misalkan dua titik tertentu tersebut adalah F1[a,] dan F2[a,0]. Lihat
Gb.17.9.
= /2

P[r,]

r
=

F1[a,]

F2[a,0]

=0

Gb.17.9. Menurunkan persamaan kurva dengan


persyaratan PF1PF2 = konstan
Dari Gb.17.9. kita dapatkan

(PF1 )2 = (r sin )2 + (a + r cos )2


= r 2 + a 2 + 2ar cos

(PF2 )2 = (r sin )2 + (a r cos )2


= r 2 + a 2 2ar cos
Misalkan hasil kali PF1 PF2 = b 2 , maka kita peroleh relasi

208 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

)(

b 4 = r 2 + a 2 + 2ar cos r 2 + a 2 2ar cos

= r 4 + a 4 + 2a 2 r 2 (2ar cos ) 2
4

2 2

(17.12)

= r + a + 2a r (1 2 cos )
Kita manfaatkan identitas trigonometri

cos 2 = cos2 sin 2 = 2 cos 2 1


untuk menuliskan (17.12) sebagai

b 4 = r 4 + a 4 2a 2 r 2 cos 2

(17.13)

Jika b kita buat ber-relasi dengan a yaitu b = ka maka persamaan (17.13)


ini dapat kita tuliskan

0 = r 4 2a 2 r 2 cos 2 + a 4 (1 k 4 )
Untuk r > 0, persamaan ini menjadi

r 2 = a 2 cos 2 a 2 cos 2 2 (1 k 4 )

(17.14)

Lemniskat. Bentuk kurva yang disebut lemniskat ini diperoleh pada


kondisi khusus (17.14) yaitu k = 1, yang berarti b = a atau

PF1 PF2 = a 2 . Pada kondisi ini persamaan (17.14) menjadi


0 = r 2 (r 2 2a 2 cos 2)
Faktor pertama r = 0 akan memberikan sebuah titik. Faktor yang ke-dua
memberikan persamaan

r 2 = 2a 2 cos 2
Dengan mengambil a = 1, kurva dari persamaan ini terlihat pada
Gb.17.10.

209

= /2
0,6

0,2

=
-1,5

-1

-0,5
0
-0,2

=0
0,5

1,5

-0,6

Gb.17.10. Kurva persamaan (17.14), k = 1 = a.


Bentuk lemniskat masih akan diperoleh pada k > 1, misalnya k = 1,1.
Pada keadaan ini, dengan tetap mengambil a = 1, bentuk kurva yang
akan diperoleh terlihat seperti pada Gb.17.11.
= /2
1,5
1
0,5

=
-2

=0

0
-1

-0,5
-1
-1,5

Gb.17.11. Kurva persamaan (17.14), k = 1,1 & a = 1.

Oval Cassini. Kondisi khusus yang ke-tiga adalah k < 1, misalkan k =


0,8. Dengan tetap mengambil a = 1, bentuk kurva yang diperoleh adalah
seperti pada Gb.17.12, yang disebut oval Cassini. Kurva ini terbelah
menjadi dua bagian, mengingatkan kita pada Cassinis division di planet
Saturnus.

210 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

= /2
1,5
1
0,5

=
-2

=0

0
0

-1

-0,5
-1
-1,5

Gb.17.12. Kurva persamaan (17.14), k = 0,8 & a = 1.

17.5. Luas Bidang Dalam Koordinat Polar


Kita akan menghitung luas bidang yang dibatasi oleh suatu kurva dan
dua garis masing-masing mempunyai sudut kemiringan dan . Lihat
Gb.17.12
y

=
x

Gb.17.12. Mencari luas bidang antara kurva dan dua garis.


Antara dan kita bagi dalam n segmen.

=
n
Luas setiap segmen bisa didekati dengan luas sektor lingkaran. Antara
dan ( + ) ada suatu nilai k sedemikian rupa sehingga luas sektor
lingkaran adalah

Ak = (rk 2 ) / 2
Luas antara = dan = menjadi

211

A =

(rk 2) / 2 = ( f (k ))2 / 2

Jika n menuju , menuju nol, kita dapat menuliskan luas bidang


menjadi

A = lim
=
atau

0
1

(rk 2) / 2 = lim
[ f ()]2 / 2
0

[ f ()] d
2

A =

r2

2 d

(17.15)

Penutup
Bab-17 adalah bab terakhir tulisan ini. Penulis rasa cukup
ringan untuk dibaca. Sudah barang tentu untuk memahami
lebih jauh kalkulus pembaca perlu mempelajari buku-buku
referensi matematika yang memang ditujukan untuk
belajar matematika; bahkan mengikuti kuliah matematika.

212 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

I4DEKS
a
akar kompleks 198
akar nyata 195, 196
anak tangga 27, 187
antilogaritma 97
b
banyak 11, 12
c
cardioid 203
cosecan 72, 76, 81
cosinus 70, 74, 78, 85
cotangent 71, 75, 80
d
diferensial 166
domain 2
e
eksentrisitas 206
eksponensial 97, 98, 140,
163
elips 61, 207
f
fungsi 1
fungsi pemaksa 186, 187
g
garis lurus 15, 204
garis singgung 113, 118
geometris 55
gigi gergaji 32
h
hiperbola 63, 207
hiperbolik 100, 101, 164

i
implisit 7
integral 141, 143, 145, 147,
153, 156, 161, 166, 169, 176
inversi 77, 82, 136, 165
k
kekontinyuan 5
kemiringan 15
kondisi awal 185
kurva 2
l
lebar pita 88, 92
lemniskat 208
lingkaran 59, 202
linier 15
logarithma natural 95
logaritmik 133, 139
luas bidang 174, 211
m
mononom 37, 39, 41, 42, 48,
107, 161
nilai puncak 112
nilai rata-rata 160
numerik 141, 177
o
orde dua 193, 195
orde satu 179, 181, 183
oval cassini 210

213

p
parabola 58, 207
parametrik 14
pergeseran 16, 87
perpotongan 21
persamaan diferensial 179,
193
peubah 1
peubah-bebas 1, 12
peubah-tak-bebas 1
polar 13, 201
polinom 37, 43, 48, 110, 161
pulsa 29, 31
r
ramp 29, 31
rantai 127
rasional 124
rentang 2

s
secan 72, 76, 81
simetri 6
sinus 70, 73, 77, 85, 88, 188
spektrum 88, 91
t
tangent 71, 74, 79
tetapan 15, 161
trigonometri 69, 164, 165
tunggal 9
turunan 105, 136, 139

214 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik Diferensial dan Integral

Referensi
1.

2.

3.
4.
5.

Catatan-catatan penulis dalam kuliah matematika di Institut


Teknologi Bandung, tahun 1963 1964, sebagai bahan utama tulisan
dalam buku ini.
George B Thomas, Calculus And Analytic Geometry, addison
Wesley, 1956, buku pegangan dalam mengikuti kuliah matematika
di ITB, tahun 1963 - 1964.
Sudaryatno Sudirham: Analisis Rangkaian Listrik, Penerbit ITB,
ISBN 979-9299-54-3, 2002.
Sudaryatno Sudirham: Analisis Rangkaian Elektrik, e-book, 2010.
Sudaryatno Sudirham, Mengenal Sifat Material 1, e-book, 2010.

215

Biodata Penulis
Nama: Sudaryatno Sudirham
Lahir: di Blora pada 26 Juli 1943
Istri: Ning Utari
Anak: Arga Aridarma
Aria Ajidarma.
1971 : Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung.
1972 2008 : Dosen Institut Teknologi Bandung.
1974 : Tertiary Education Research Center UNSW Australia
1979 : EDF Paris Nord dan Fontainbleu Perancis
1981 : INPT - Toulouse Perancis; DEA 1982; Doktor 1985.
Mata Kuliah yang pernah diberikan: Pengukuran Listrik; Pengantar
Teknik Elektro; Pengantar Rangkaian Elektrik; Material
Elektroteknik; Phenomena Gas Terionisasi; Dinamika Plasma;
Dielektrika; Material Biomedika.
Buku dan Artikel: Analisis Rangkaian Listrik, Penerbit ITB, 2002,
2005; Metoda Rasio TM/TR Untuk Estimasi Susut Energi Jaringan
Distribusi; Penerbit ITB, 2009; Fungsi dan Grafik, Diferensial Dan
Integral; Penerbit ITB, Penerbit ITB, 2009, e-book 2010; Analisis
Rangkaian Elektrik (1), e-book, 2010; Analisis Rangkaian Elektrik
(2), e-book, 2010; Mengenal Sifat Material (1), e-book, 2010;

216 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik Diferensial dan Integral

Fungsi dan Grafik


Diferensial dan Integral
217

Anda mungkin juga menyukai