ALJABAR LINEAR
Oleh
Kelompok 3
Pendidikan Fisika 3B
i
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Aljabar adalah cabang ilmu matematika yang mempelajari prinsip-
prinsip penyederhanaaan atau pemecahan masalah dan huruf-huruf tertentu.
Aljabar terdiri dari tiga komponen, yaitu koefisien, konstanta dan variabel.
Contoh : 3 𝑥 + 2 𝑦 = 6
koefisien
Konstanta
variabel
Dalam bab ini, kita akan mendiskusikan hubungan dari aljabar
dengan geometri yang berperan penting dalam banyak aplikasi. Kita ketahui
bahwa banyak permasalahan dalam bidang sains dan matematika
melibatkan penyelesaian persamaan linier. ini terdengar seperti aljabar,
tetapi memiliki banyak kegunaan interpretasi geometri. Misalkan Anda
telah menyelesaikan dua persamaan linear bersamaan dan telah menemukan
x = 2 dan y = −3. Kita dapat menganggap x = 2, y = -3 sebagai titik (2, −3)
dalam bidang (x, y). Karena dua persamaan linear mewakili dua garis lurus,
solusinya adalah titik perpotongan dari garis. Geometri membantu kita
untuk memahaminya kadang-kadang tidak ada penyelesaian (garis sejajar)
dan kadang-kadang ada banyak solusi akhir (kedua persamaan mewakili
garis yang sama).
Suatu matriks tersusun atas baris dan kolom, jika matriks tersusun
atas m baris dan n kolom maka dikatakan matriks tersebut berukuran (
berordo ) m x n. Penulisan matriks biasanya menggunakan huruf besar A,
B, C dan seterusnya, sedangkan penulisan matriks beserta ukurannya
(matriks dengan m baris dan n kolom ) adalah Amxn, Bmxn dan seterusnya.
1
BAB II
ALJABAR LINEAR
1. PENDAHULUAN
Dalam bab ini, kita akan mendiskusikan hubungan dari aljabar
dengan geometri yang berperan penting dalam banyak aplikasi. Kita ketahui
bahwa banyak permasalahan dalam bidang sains dan matematika
melibatkan penyelesaian persamaan linier. ini terdengar seperti aljabar,
tetapi memiliki banyak kegunaan interpretasi geometri. Misalkan Anda
telah menyelesaikan dua persamaan linear bersamaan dan telah menemukan
x = 2 dan y = −3. Kita dapat menganggap x = 2, y = -3 sebagai titik (2, −3)
dalam bidang (x, y). Karena dua persamaan linear mewakili dua garis lurus,
solusinya adalah titik perpotongan dari garis. Geometri membantu kita
untuk memahaminya kadang-kadang tidak ada penyelesaian (garis sejajar)
dan kadang-kadang ada banyak solusi akhir (kedua persamaan mewakili
garis yang sama).
Bahasa vektor sangat berguna dalam mempelajari bagian persamaan
simultan. Anda akrab dengan kuantitas seperti kecepatan suatu benda, gaya
yang bekerja di atasnya, atau medan magnet pada suatu titik, yang memiliki
besar dan arah. Kuantitas semacam itu disebut vektor, bandingkan dengan
kuantitas seperti massa, waktu, atau suhu, yang memiliki magnitude saja
dan disebut scalar. Sebuah vector dapat diwakili oleh panah dan diberi label
oleh huruf tebal (A pada Gambar 1.1; juga lihat Bagian 4). Panjang panah
memberi tahu kita besarnya vektor dan arah panah memberi tahu kita arah
vektor. Itu tidak perlu menggunakan sumbu koordinat seperti pada Gambar
1.1; kita dapat, misalnya, mengarahkan jari untuk memberi tahu seseorang
yang menuju ke kota tanpa mengetahui arah utara. Ini adalah metode
geometrik untuk membahas vektor (lihat Bagian 4). Namun, jika kita
menggunakan sistem koordinat seperti pada gambar 1.1, kita dapat
menentukan vektor dengan memberikan komponennya Ax dan Ay yang
merupakan proyeksi vektor pada sumbu x dan sumbu y. Dengan demikian
kita memiliki dua metode yang berbeda untuk mendefinisikan dan
2
mengerjakan dengan vektor. Sebuah vektor dapat berupa entitas geometris
(panah), atau mungkin sekumpulan angka (komponen relatif terhadap
sebuah sistem koordinat) yang kita gunakan secara aljabar. Seperti yang
akan kita lihat, penafsiran ganda atas semua hal yang kita lakukan
penggunaan vektor sebuah alat yang sangat kuat dalam aplikasi.
Salah satu keuntungan besar dari rumus vektor adalah bahwa mereka
tidak bergantung pada pilihan sistem koordinat. Sebagai contoh, anggaplah
kita sedang mendiskusikan gerakan massa m meluncur ke bawah bidang
miring. Hukum kedua Newton F = ma adalah persamaan yang benar tidak
peduli bagaimana kita memilih sumbu kita. Kita bisa, katakanlah, ambil
sumbu x horisontal dan sumbu y vertikal, atau alternatifnya kita mungkin
mengambil sumbu x sepanjang bidang miring dan sumbu y tegak lurus
terhadap bidang. Fx akan, tentu saja, berbeda dalam dua kasus, tetapi untuk
kasus yang lain akan benar bahwa Fx = max dan Fy = may, yaitu, persamaan
vektor F = ma akan benar
Seperti yang baru saja kita lihat, persamaan vektor dalam dua
dimensi setara dengan dua persamaan komponen. Dalam tiga dimensi,
persamaan vektor setara dengan tiga persamaan komponen. Kita akan
menemukan itu berguna untuk menggeneralisasi ini ke n dimensi dan
pikirkan satu bagian persamaan n dalam n tidak dikenal sebagai komponen
persamaan untuk pemilih persamaan dalam ruang dimensi n (Bagian 10).
Kita juga akan tertarik pada bagian persamaan linear yang dapat
Anda pikirkan sebagai perubahan variabel, katakanlah
𝑥 ′ = 𝑎𝑥 + 𝑏𝑦
(1.1) {
𝑦 ′ = 𝑐𝑥 + 𝑑𝑦
di mana a, b, c, d, adalah konstanta. Dengan kemungkinan, kita dapat
menganggap (1.1) secara geometris sebagai memberitahu kita untuk
memindahkan setiap titik (x, y) ke titik lain (𝑥 ′ , 𝑦 ′ ), operasi yang akan kita
sebut sebagai transformasi bidang. Atau jika kita menganggap (x, y) dan
3
(𝑥 ′ , 𝑦 ′ ). Sebagai komponen vektor dari titik asal ke titik yang diberikan,
maka (1.1) memberi tahu kita bagaimana mengubah setiap vektor dalam
bidang ke vektor lain. Persamaan (1.1) juga bisa sesuai dengan perubahan
sumbu (katakanlah rotasi sumbu di sekitar titik asal) di mana (x, y) dan
(𝑥 ′ , 𝑦 ′ ). Adalah koordinat titik yang sama relatif terhadap sumbu yang
berbeda. Kita akan belajar (Bagian 11 dan 12) bagaimana memilih sistem
atau rangkaian koordinat terbaik variabel yang digunakan dalam
memecahkan berbagai masalah. Metode dan alat yang sama (seperti matriks
dan determinan) yang dapat digunakan untuk memecahkan set persamaan
numerik adalah apa yang kita butuhkan untuk bekerja dengan transformasi
dan perubahan sistem koordinat. Setelah mempertimbangkan ruang 2 dan 3
dimensi, kita akan memperluas ide-ide ini ke ruang n-dimensi dan akhirnya
ke ruang di mana "vektor" berfungsi. Generalisasi ini sangat penting dalam
aplikasi.
4
dan menyebut 𝐴𝑇 transpose dari matriks 𝐴 di (2.1). Untuk memindahkan
transpose sebuah matriks, kita cukup tulis baris sebagai kolom, artinya, kita
mengganti baris dan kolom. Catatan itu, dengan menggunakan notasi
indeks, kita mempunyai (𝐴𝑇 )𝐼𝐽 = 𝐴𝐽𝐼 . Anda akan menemukan ringkasan
notasi matriks dalam Bagian 9.
Set persamaan linear Sejarah Aljabar Linear tumbuh dari upaya untuk
menemukan metode yang efisien untuk memecahkan set persamaan linear.
Seperti yang telah kita katakan, subjeknya telah berkembang jauh di luar
penyelesaian dari set persamaan numerik (yang mudah dipecahkan oleh
komputer), tetapi ide dan metode dikembangkan untuk tujuan itu diperlukan
dalam menyelesaikan selanjutnya. Cara sederhana untuk mempelajari
teknik-teknik ini adalah dengan menggunakannya untuk memecahkan
beberapa masalah numerik dengan manual. Di bagian ini dan selanjutnya
kita akan mengembangkan metode bekerja dengan set persamaan linear, dan
memperkenalkan definisi dan notasi yang akan berguna nanti. Juga, seperti
yang akan Anda lihat, kita akan menemukan caranya untuk mengetahui
apakah seperangkat persamaan tertentu memiliki solusi atau tidak.
Contoh 1. Mempertimbangkan set persamaan
𝟐𝒙 − 𝒛 = 𝟐
{𝟔𝒙 + 𝟓𝒚 + 𝟑𝒛 = 𝟕
𝟐𝒙 − 𝒚 = 𝟒
Mari kita sepakat selalu menulis set persamaan dalam bentuk standar
ini dengan x istilah baris dalam kolom (dan juga untuk variabel lain), dan
dengan konstanta di sisi kanan persamaan. Lalu ada beberapa matriks yang
menarik terhubung dengan persamaan ini. Pertama adalah matriks dari
koefisien yang akan kita sebut M:
2 0 −1
(2.4) 𝑀 = (6 5 3)
2 −1 0
Lalu disini ada dua matriks 3 dengan 1 yang kita sebut r dan k :
5
𝑥 2
(2.5) 𝑦
𝑟 = ( ) , 𝑘 = (7)
𝑧 4
(2.6)
Sangat menarik untuk dicatat bahwa, seperti yang akan kita lihat di Bagian
6, ini persis bagaimana matriks dikalikan, jadi kita akan belajar menulis set
persamaan seperti (2.3) sebagai Mr = k.
Untuk saat ini kita perhatikan pada fakta bahwa kita dapat
menampilkan semua angka penting dalam persamaan (2.3) sebagai matriks
yang dikenal dengan matriks augmented yang kita sebut A. Perhatikan
bahwa tiga kolom pertama dari A hanya kolom dari M, dan kolom keempat
adalah kolom konstanta di sisi kanan persamaan.
2 0 −1 2
(2.7) 𝐴 = (6 5 3 7)
2 −1 0 4
Alih-alih bekerja dengan satu set persamaan dan menulis semua
variabel, kita bisa bekerja dengan matriks (2.7). Proses yang akan kita
tunjukkan disebut pengurangan baris dan pada dasarnya adalah cara
komputer Anda memecahkan serangkaian persamaan linear. Pengurangan
baris hanyalah cara sistematis mengambil kombinasi linear dari persamaan
yang diberikan untuk menghasilkan kumpulan persamaan yang lebih
sederhana namun setara. Kita akan menunjukkan proses, menulis secara
berdampingan persamaan dan matriks yang sesuai dengannya.
(a). Langkah pertama adalah menggunakan persamaan pertama pada
(2.3) untuk mengeliminasi suku x pada dua persamaan lainnya. Operasi
6
matriks yang sesuai pada (2.7) adalah mengurangi 3 kali baris pertama dari
baris kedua dan mengurangkan baris pertama dari baris ketiga. Ini memberi:
2𝑥 − 𝑧 = 2, 2 0 -1 2
{ 5𝑦 + 6𝑧 = 1, (0 5 6 1)
−𝑦 + 𝑧 = 2. 0 -1 1 2
2𝑥 − 𝑧 = 2, 2 0 -1 2
{ −𝑦 + 𝑧 = 2, (0 -1 1 2)
5𝑦 + 6𝑧 = 1. 0 5 6 2
2𝑥 − 𝑧 = 2, 2 0 -1 2
{ −𝑦 + 𝑧 = 2, ( 0 -1 1 2 )
11𝑧 = 11. 0 0 11 11
(d) terakhir, kita membagi persamaan ketiga dengan 11 dan
kemudian menggunakannya untuk menghilangkan suku z dari persamaan
lainnya
2𝑥 = 3, 2 0 0 3
{ −𝑦 = 1, (0 -1 0 1)
𝑧 = 1. 0 0 1 1
Merupakan suatu kebiasaan untuk membagi setiap persamaan
dengan koefisien terkemuka sehingga persamaan membaca x = 3/2, y = 1, z
= 1. Baris matriks yang dikurangi kemudian:
1 0 0 3/2
(0 1 0 −1 )
0 0 1 1
Hal yang penting untuk dipahami di sini adalah bahwa dalam
menemukan baris matriks yang dikurangi kita baru saja mengambil
kombinasi linear dari persamaan asli. Proses ini reversibel, sehingga
persamaan sederhana akhir setara dengan yang asli. Mari kita rangkum
operasi yang dibolehkan dalam baris yang mengurangi matriks (disebut
operasi baris elementer).
7
(2.8) i. pertukaran dua baris [lihat langkah (b)]
ii. mengalikan (atau membagi) baris dengan (bukan nol) konstanta
[lihat langkah (d)]
iii. tambahkan kelipaatan satu baris ke baris lainnya: ini termasuk
mengurangkan yaitu, menggunakan beberapa negatif [lihat
langkah (a) dan (c)]
Contoh 2. Tulis dan buatlah matrix perkalian dari persamaan
𝑥 − 𝑦 + 4𝑧 = 5,
(2.9) { − 3𝑦 + 8𝑧 = 4,
2𝑥
𝑥 − 2𝑦 + 4𝑧 = 9
Kali ini kita tidak akan mengubah persamaan, hanya perkalian matrix.
1 -1 4 5 1 -1 4 5 1 0 4 11
(2 -3 8 4) → (0 -1 0 -6) → ( 0 -1 0 -6 )
1 -2 4 9 0 -1 0 4 0 0 0 -20
8
kolom A) hanya memiliki 2 baris bukan nol sehingga barisnya adalah 2.
Perhatikan bahwa (baris M) <(baris A ) dan persamaannya tidak konsisten.
𝑥 + 2𝑦 − 𝑧 = 4,
(2.10) { 2𝑥 − 𝑧 = 1,
𝑥 − 2𝑦 = −3,
1
1 2 -1 4 1 0 -
1/2
2
(2 0 -1 1) → 1
1 -2 0 3 0 1 - 7/4
4
(0 0 0 0 )
Baris terakhir dari nol memberitahu kita bahwa ada banyak cara
yang lebih baik. Untuk setiap z kita temukan dari dua baris pertama bahwa
x = (z +1) / 2 dan y = (z +7) / 4. Di sini kita melihat bahwa baris M dan baris
A keduanya 2 tetapi jumlah yang tidak diketahui adalah 3, dan kita dapat
menemukan dua yang tidak diketahui dalam hal ketiga.
Untuk membuat ini semua sangat jelas, mari kita lihat beberapa
contoh sederhana di mana hasilnya jelas. kita menulis tiga set persamaan
bersama dengan baris matriks yang dikurangi:
𝑥 + 𝑦 = 2, 1 1 2
(2.11) { ( )
𝑥 + 𝑦 = 5. 0 0 3
𝑥 + 𝑦 = 2, 1 1 2
(2.12) { ( )
2𝑥 + 2𝑦 = 4. 0 0 0
𝑥 + 𝑦 = 2, 1 0 3
(2.13) { ( )
𝑥 − 𝑦 = 4. 0 1 -1
9
dua kali yang pertama sehingga mereka benar-benar persamaan yang sama;
kita mengatakan bahwa persamaan dependen. Ada satu set penyelesaian
yang tak terbatas, yaitu semua titik pada garis y = 2 − x. Perhatikan bahwa
baris terakhir dari matriks adalah semua nol; ini menunjukkan
ketergantungan linear.
10
x + y - z = 7, 1 0 -2 3
2x - y - 5z = 2, 0 1 1 4
(2.15) { ( )
-5x + 4y + 14z = 1, 0 0 0 0
3x - y - 7z = 5, 0 0 0 0
11
𝑎11 𝑎21 𝑎13 ⋯ 𝑎1𝑛
𝑎21 𝑎22 𝑎23 ⋯ 𝑎2𝑛
(3.2) | 𝑎31 𝑎23 𝑎33 ⋯ 𝑎3𝑛 ||
|
⋮ ⋱ ⋮
𝑎𝑛1 𝑎𝑛2 𝑎𝑛3 ⋯ 𝑎𝑛𝑛
Perhatikan bahwa 𝑎23 adalah elemen di baris kedua dan kolom
ketiga, subscript pertama adalah jumlah baris dan subscript kedua adalah
jumlah kolom tempat elemen berada. Dengan demikian elemen 𝑎𝑖𝑗 berada
di baris 𝑖 dan kolom 𝑗. Sebagai singkatan untuk determinan di (3.2), kita
terkadang menulis hanya |𝑎𝑖𝑗 | yaitu determinan yang elemen-elemennya
adalah 𝑎𝑖𝑗 . Dalam bentuk ini terlihat tepat nilai dari elemen aij dan kita harus
tahu makna dari konteks yang di maksudkannya.
Jika kita menghilangkan satu baris dan satu kolom dari urutan
determinan n , kita memiliki determinan dengan urutan 𝑛 − 1. Mari kita
hilangkan baris dan kolom yang berisi unsur 𝑎𝑖𝑗 dan sebut saja 𝑀𝑖𝑗 sebagai
determinan yang tersisa. Determinan 𝑀𝑖𝑗 ini yang disebut minor dari 𝑎𝑖𝑗 .
Misalnya, di determinan
1 −5 2
|7 3 4|
2 1 5
1 −5
𝑀23 = | |
2 1
12
+ − + −
− + − +
|+ − + − 𝑒𝑡𝑐. |
− + − +
| 𝑒𝑡𝑐 ⋱ |
+ −
− +
Maka tanda (−1)i+j akan dilekatkan pada 𝑀𝑖𝑗 hanyalah tanda kotak
di papan posisi yang sama dengan 𝑎𝑖𝑗 . Untuk elemen 𝑎23 , kita dapat melihat
tanda di papan posisi yaitu minus.
Kita mendapatkan
1 −5 2
7 3 1 −5 1 −5
|7 3 4| = 2 | | −4| | + 5| |
2 1 2 1 7 3
2 1 5
= 2 ∙ 1 − 4 ∙ 11 + 5 ∙ 38 = 148.
3 4 7 4 7 3
1| | + 5| | + 2| | = 11 + 135 + 2 = 148.
1 5 2 5 2 1
13
mendapatkan determinan dari orde kedua yang kita ketahui cara
mengevaluasinya. Ini jelas banyak penyelesaian ! Kita akan melihat cara
menyederhanakan perhitungan ini. Sebuah kata Petunjuk untuk siapa saja
yang telah mempelajari tentang metode khusus untuk nilai determinan pada
orde ketiga dengan mengalikan kolom ke kanan dan mengalikan
diagonalnya: metode ini tidak berlaku untuk orde keempat (dan lebih
tinggi).
1. Jika setiap elemen dari satu baris (atau satu kolom) determinan
dikalikan dengan angka k, nilai determinannya juga dikalikan
dengan k.
2. Nilai determinannya nol jika
(a) Semua elemen dari satu baris (atau kolom) adalah nol; atau
jika
(b) Dua baris (atau dua kolom) sama ; atau jika
(c) Dua baris (atau dua kolom) sebanding.
3. Jika dua baris (atau dua kolom) determinan saling tukar menukar,
maka nilai dari determinannya akan berubah
4. Nilai determinan tidak berubah jika
(a) Baris ditulis sebagai kolom dan kolom sebagai baris; atau jika
(b) Kita menambahkan ke setiap elemen dari satu baris, k dikali
elemen yang sesuai
dari baris lain, di mana k adalah angka apa pun (dan
pernyataannya juga serupa untuk
kolom).
Mari kita lihat beberapa contoh penggunaan fakta-fakta ini.
Contoh 2. Temukan persamaan bidang melalui tiga titik yang diberikan (0,
0, 0), (1, 2, 5), dan (2, −1, 0).
14
Kita akan memverifikasi bahwa jawaban dalam bentuk determinan adalah
𝑥 𝑦 𝑧 1
0 0 0 1
| |=0
1 2 5 1
2 −1 0 1
0 𝑎 −𝑏
𝐷 = |−𝑎 0 𝑐 |.
𝑏 −𝑐 0
0 −𝑎 𝑏 0 𝑎 −𝑏
3
𝐷=| 𝑎 0 −𝑐 | = (−1) |−𝑎 0 𝑐 |,
−𝑏 𝑐 0 𝑏 −𝑐 0
dimana pada langkah terakhir kita telah memfaktorkan −1 dari setiap kolom
dengan pembuktian 1. Jadi kita memiliki D = −D, jadi D = 0.
15
baris (atau kolom) yang mana dapat dikombinasikan (menggunakan
pembuktian 4b) untuk mendapatkan nol. Meskipun ini adalah sesuatu
seperti pengurangan baris, kita dapat beroperasi dengan kolom dan baris.
Namun, kita tidak dapat meniadakan suatu angka dari baris (atau kolom);
dengan pembuktian 1 kita harus menyimpannya sebagai faktor dalam
jawaban kita. Dan kita harus melacak setiap deretan baris (atau kolom)
karena pembuktian 3 setiap pertukaran mengalikan determinan oleh (−1).
4 3 0 1
9 7 2 3
D= | |
4 0 2 1
3 -1 4 0
Kurangi 4 kali kolom ke 4 dari kolom pertama, dan kurangi 2 kali ke-4 dari
kolom ke-3 sehingga memperoleh
0 3 -2 1
-3 7 -4 3
D= | |
0 0 0 1
3 -1 4 0
0 3 -2
(3.5) 𝐷 = (−1) |-3 7 -4|
3 -1 4
0 3 -2
𝐷 = (−1) |-3 7 -4|
0 6 0
3 −2
𝐷 = (−1)(−1)(−3) | | = (−3)[0 − 6(−2)] = 36.
6 0
16
diatas. Jika kita langsung melakukan proses laplace lainnya mengguakan
baris pertama, minor 3 pada baris pertama, kolom kedua adalah;
-3 -4
| |
3 4
-3 7
𝐷 = (−1)(−2) | | = 2(3 − 21) = −36. Seperti diatas
3 -1
Aturan Cramer ini merupakan rumus dalam hal determinan untuk solusi n
persamaan linear dalam n tidak diketahui ketika ada tepat satu solusi.
Seperti yang dikatakan pada buku ini, untuk pengurangan baris dan untuk
mengevaluasi determinan, komputer kita akan secara cepat memberi solusi
dari satu set persamaan linear ketika ada. Namun, untuk fungsi teoritis, kita
menggunakan rumus aturan kaidah cramer, dan cara sederhana untuk
mempelajarinya adalah menggunakannya untuk memecahkan rangakian
kuasi liniear dengan koefisien numerik. Pertama kita tunjukkan penggunaan
aturan cramer untuk menyelesaikan dua hal yang tidak diketahui. Maka kita
akan menggeneralisasikannya ke n kedalam persamaan yang tidak
diketahui. Amati persamaan berikut:
17
𝑎1 𝑥 + 𝑏1 𝑦 = 𝑐1 ,
(3.6) {
𝑎2 𝑥 + 𝑏2 𝑦 = 𝑐2
𝑐 𝑏 −𝑐 𝑏
(3.7a) 𝑥 = 𝑎1 𝑏2 −𝑎2 𝑏1
1 2 2 1
𝑐1 𝑏1 𝑎1 𝑐1
𝑐 𝑏 𝑎 𝑐2
(3.8) 𝑥= |𝑎21 𝑏21 | , 𝑦= |𝑎12 𝑏1 |
𝑎2 𝑏2 𝑎2 𝑏2
2𝑥 + 3𝑦 = 3,
{
𝑥 − 2𝑦 = 5.
Kita temukan
18
2 3
𝐷=| | = −4 − 3 = −7
1 -2
1 3 3 −6 − 15
𝑥= | |= =3
𝐷 5 -2 −7
1 2 3 10 − 3
𝑦= | |= = −1
𝐷 1 5 −7
Metode penyelesaian dari persamaan linear ini disebut aturan Cramer. Ini dapat
digunakan untuk menyelesaikan persamaan n yang tidak diketahui jika D≠0,
solusinya kemudian terdiri dari satu nilai untuk setiap tidak diketahui. Penentu
denominator D adalah n oleh n penentu koefisien ketika persamaan disusun dalam
bentuk umum. Penentu pembilang untuk setiap tidak diketahui adalah determinan
yang diperoleh dengan mengganti kolom koefisien yang tidak diketahui dalam D
oleh konstanta dari sisi kanan persamaan. Kemudian untuk menemukan hal yang
tidak diketahui, kita harus mengevaluasi setiap determinan dan membagi.
Baris pada matrix, disini ada cara lain untuk menemukan baris dari matriks
(Bagian 2). Submatrix berarti matriks yang tersisa jika kita menghilangkan
beberapa baris dan / atau menghilangkan beberapa kolom dari matriks asli.
Untuk menemukan baris matriks, kita melihat semua submandaan persegi
dan menemukan determinannya. Urutan determinan nol terbesar adalah
baris pada matriks.
1 -1 2 3
(-2 2 -1 0)
4 -4 5 6
19
dalam tanda kolom pertama mereka, jadi kita hanya perlu melihat salah satu
dari mereka, katakan:.
1 2 3
(-2 -1 0)
4 5 6
Jika sekarang kita kurangi dua kali baris pertama dari baris ketiga, kita
punya
1 2 3
(-2 -1 0)
2 1 0
Dapat kita lihat dari fakta 2c bahwa hasil determinannya adalah nol. Jadi
baris pada matrik kurang dari 3. Untuk menunjukkan bahwa itu adalah 2,
kita hanya perlu menemukan satu 2 oleh 2 submatrix dengan determinan
bukan nol. Ada beberapa di antaranya; temukan satu. Jadi baris pada matriks
adalah 2. (Jika kita perlu untuk menunjukkan bahwa baris adalah 1, kita
harus menunjukkan bahwa semua 2 oleh 2 submatrices memiliki determinan
sama dengan nol.)
4. VEKTOR
NOTASI Kami akan menunjukkan vektor dengan huruf tebal
(misalnya, A) dan komponen dari vektor oleh
subscript (misalnya Ax adalah komponen x dari A),
seperti pada Gambar 4.1. Karena tidak mudah untuk
menulis huruf tebal, Anda harus menulis vektor
⃗ ). Sangat
dengan tanda panah di atasnya (misalnya,𝑨 Gambar 4.1
Penambahan Vektor Ada dua cara untuk mendapatkan jumlah dua vector.
Salah satunya adalah dengan hukum jajaran genjang: Untuk menemukan A
+ B, letakkan panah ekor B di panah kepala A dan tarik vektor dari panah
ekor A ke panah kepala B seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.3 dan
4.4.
Dengan kata lain, vektor dapat ditambahkan bersama oleh hukum aljabar
yang biasa.
Tampaknya masuk akal untuk menggunakan simbol 𝟑𝑨 untuk
vektor 𝑨 + 𝑨 + 𝑨. Dengan metode penambahan vektor di atas, kita dapat
mengatakan bahwa vektor 𝑨 + 𝑨 + 𝑨 vektor tiga kali selama 𝑨 dan dalam
arah yang sama dengan 𝑨 dan bahwa setiap komponen 3A adalah tiga kali
komponen yang sesuai dari A. Sebagai perpanjangan alami dari fakta-fakta
ini kita mendefinisikan vektor 𝑐𝑨(di mana c adalah bilangan positif yang
nyata) untuk menjadi vektor 𝑐 kali sepanjang 𝑨 dan dalam arah yang sama
dengan 𝑨; setiap komponen 𝑐𝑨 kemudian 𝑐 kali komponen yang sesuai dari
𝑨 (Gambar 4.5).
Negatif dari vektor didefinisikan sebagai vektor dengan besaran
yang sama tetapi dalam arah yang berlawanan. Kemudian (Gambar 4.6)
setiap komponen −B adalah negatif dari komponen B yang sesuai. Kita
sekarang dapat mendefinisikan pengurangan vektor dengan
22
Vektor nol (yang mungkin timbul 𝑨=𝑩−𝑩=
𝟎, 𝒂𝒕𝒂𝒖 𝒔𝒆𝒃𝒂𝒈𝒂𝒊 𝑨 = 𝒄𝑩 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝒄 = 𝟎) adalah vektor dari besaran nol;
komponennya semuanya nol dan tidak memiliki arah. Vektor panjang atau
besar 1 disebut vektor satuan. Kemudian untuk 𝑨 ≠ 𝟎, 𝑣𝑒𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑨⁄|𝑨|
adalah vektor satuan. Dalam Contoh 1, 𝑭⁄5adalah vektor satuan.
Kita baru saja melihat bahwa ada dua cara untuk menggabungkan
vektor: geometrik (kepala ke tambahan ekor), dan aljabar (menggunakan
komponen). Mari kita pertama-tama melihat contoh metode geometrik;
maka kita akan mempertimbangkan metode aljabar. Contoh 2 di bawah ini
menggambarkan metode geometrik. Dengan bukti serupa, banyak fakta
geometri dasar dapat dengan mudah dibuktikan menggunakan vektor, tanpa
referensi ke komponen atau sistem koordinat. (Lihat Masalah 3 hingga 8.)
Contoh 2. Buktikan bahwa median dari sebuah segitiga berpotongan pada
suatu titik dua pertiga jalan dari titik manapun ke titik tengah sisi yang
berlawanan.
Untuk membuktikan ini, kita sebut dua sisi segitiga A dan B. Sisi
ketiga dari segitiga kemudian A + B oleh hukum jajaran genjang, dengan
arah A, B, dan A + B seperti ditunjukkan pada Gambar 4.7. Jika kita
1
menambahkan vektor 2 B ke vektor A (kepala ke ekor seperti pada Gambar
4.7b), kita memiliki vektor dari titik O ke titik tengah sisi berlawanan dari
segitiga, yaitu, kita memiliki median ke sisi B. Selanjutnya, ambil dua
2 1 2
pertiga dari vektor ini; kita sekarang memiliki vektor 3 (𝑨 + 𝑩) = 3 𝑨 +
2
𝟏
𝑩 memanjang dari 𝑂 ke 𝑃 pada Gambar 4.7b. Kami ingin menunjukkan
𝟑
2
bahwa 𝑃 adalah titik persimpangan dari tiga median dan juga" 3 titik" untuk
dua sisi segitiga, buktinya berlaku untuk ketiga median. Vektor dari 𝑅 ke
1 2
𝑄 (Gambar 4.7c) adalah 2 𝑨 + 𝑩; ini adalah median untuk A. " 3 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘" pada
23
median ini adalah titik 𝑷′ (Gambar 4.7d); vektor dari 𝑅 ke 𝑃 sama
1 1 1
dengan 3 (2 𝑨 + 𝑩). Kemudian vektor dari 𝑂 ke 𝑃′ adalah 𝑨+
2
𝟏 𝟏 𝟐
( 𝑨 + 𝑩) = 𝟑 𝑩. Jadi 𝑃 dan 𝑃’ adalah titik yang sama dan ketiga median
𝟑 𝟐
2
memiliki " 3 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘"mereka di sana. Perhatikan bahwa kita tidak membuat
Gambar 4.7
Kita sudah pernah membahas beberapa detail metode geometri dengan
menambahkan vektor-vektor (hukum paralel atau penjumlahan kepala pada
ekor) dan kepentingannya dalam menyatakan dan membuktikan tentang
geometri dan fakta nyata tanpa adanya gangguan/campur tangan dari sistem
koordinat spesial. Bagaimanapun juga, terdapat banyak soal dimana metode
aljabar (menggunakan komponen yang berhubungan dengan sistem
koordinat tertentu) adalah yang lebih baik. Kita akan membahas ini
selanjutnya.
Vektor dalam Suku pada Komponen-Komponen Kita membayangkan
sebuah sumbu segi panjang seperti pada Gambar 4.8. Buatlah vektor i
menjadi satuan vektor pada arah x positif (diluar kertas yang menghadap
kamu), dan buatlah j dan k menjadi satuan-satuan vektor pada arah y dan z
positif. Apabila Ax dan Ay adalah komponen skalar dari vektor pada bidang
24
(x,y), maka iAz dan jAy merupakan komponen vektornya, dan hasil jumlah
mereka adalah vektor A (Gambar 4.9).
𝐀 = 𝐢𝐴𝑥 + 𝐣𝐴𝑦 .
Ini adalah hal yang mudah untuk menambah (atau mengurangi) vektor dalam
bentuk ini: Apabila A dan B adalah vektor dua dimensi, maka
25
Produk Skalar
Dalam artian, produk skalar A dan B (ditulis 𝐀 ∙ 𝐁) adalah skalar yang setara
besarnya perkalian A dan besarnya perkalian B dengan cos dari sudut θ
diantara A dan B:
(4.3) 𝐀 ∙ 𝐁 = 𝐁 ∙ 𝐀.
|𝐁| = 8, |𝐀| = 6.
Proyeksi dari B pada 𝐀 = 4;
𝐀 ∙ 𝐁 = 6 ∙ 4 = 24.
Atau, proyeksi dari A pada 𝐁 = 3;
𝐁 ∙ 𝐀 = 3 ∙ 8 = 24.
Gambar 4.10
Karena |𝐁| cos 𝜃 adalah proyeksi dari B pada A, bisa kita tulis
Terkadang yang ditulis adalah A2, bukan |𝐀|2 atau 𝐴2 : kamu harus mengerti
bahwa persegi empat dari sebuah vektor selalu sama dengan persegi empat
dari besarnya tersebut atau produk skalarnya dengan dirinya sendiri.
26
Gambar 4.11
Dari gambar 4.11 kita bisa melihat dari proyeksi dari 𝐁 + 𝐂 pada A setara
dengan proyeksi dari B pada A ditambah proyeksi dari C pada A. Kemudian
dari (4.4)
Ini adalah hukum distribusi untuk perkalian skalar. Dari (4.3) kita juga dapat
(4.7) (𝐁 + 𝐂) ∙ 𝐀 = 𝐁 ∙ 𝐀 + 𝐂 ∙ 𝐀 = 𝐀 ∙ 𝐁 + 𝐀 ∙ 𝐂.
(4.10) 𝐀 ∙ 𝐁 = 𝐴x 𝐵x + 𝐴y 𝐵y + 𝐴z 𝐵z .
27
Persamaan (4.10) adalah rumus penting yang harus kamu hafalkan. Ada
beberapa penggunaan langsung untuk rumus ini dan produk skalar.
Sudut Diantara Dua Vektor
Dengan vektor yang diberikan, kita bisa menemukan sudut diantara mereka
dengan menggunakan keduanya (4.2) dan (4.10) dan menyelesaikan untuk
cos 𝜃.
Contoh 3. Temukan sudut diantara vektor 𝐀 = 3𝐢 + 6𝐣 + 9𝐤 dan 𝐁 =
−2𝐢 + 3𝐣 + 𝐤. Melalui (4.2) dan (4.10) dan kita dapatkan
28
Magnitude dari A X B adalah
Mungkin hasil yang hampir benar dari definisi produk vektor adalah A × B
dan B × A tidak sama; sebenarnya, A × B = −B × A. Dalam bahasa
matematika, perkalian vektor tidaklah komutatif.
Kami menemukan dari (4.14) bahwa produk silang dari dua paralel (atau
antiparalel) vektor memiliki magnitudo | A × B | = AB sin 0◦ = 0 (atau AB
sin 180◦ = 0). Demikian
(4.16) i× i = j× j = k ×k = 0.
Juga dari (4.14) yang kita menemukan
| i × j | = | i | | j | sin 90◦ = 1 · 1 · 1 = 1,
dan juga untuk besarnya perkalian silang dari dua vektor satuan yang
berbeda i, j, k. Dari aturan tangan kanan dan Gambar 4.13, kita melihat
29
bahwa arah i x j adalah k, dan karena besarnya adalah 1, kita memiliki i × j
= k; Namun, j × i = −k. Demikian pula dengan hasil produk silang lainnya,
kita menemukan
(4.17) i × j =k j × k =i k× i = j.
j× i = −k k× j = −i i×k = −j.
Cara yang baik untuk mengingat ini adalah dengan menulis secara siklis
(sekitar lingkaran seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.14). Membaca
di sekeliling lingkaran berlawanan arah jarum jam (positif) arah), kita
mendapatkan hasil positif (misalnya, i × j = k); membaca dengan cara yang
lain kita mendapatkan produk negatif (misalnya, i × k = −j).
Gambar 4.14
Gambar 4.13
Perlu dicatat bahwa hasil (4, 17) tergantung pada cara bagaimana kita
memberi label sumbu pada gambar (4. 13). Kami telah mengatur sumbu ( x,
y, z) sehingga rotasi sumbu x menuju ke sumbu y (hampir 90°) sesuai
dengan rotasi sekrup tangan kanan maju kearah z positif. Sistem koordinat
seperti ini disebut tangan kanan sistem. Jika kita menggunakan sistem kidal
(katakanlah bertukar dengan x dan y), maka semua persamaan dalam (4. 17)
akan memiliki tanda-tanda mereka berubah. Ini akan membingungkan ;
akibatnya, kita selalu menggunakan sistem koordinat tangan kanan, dan kita
juga harus berhati-hati tentang hal ini dalam menggambar diagram (Lihat
bab 10, bagian 6) untuk menulis A X B dalam bentuk komponen kita
membutuhkan hukum distributif, yaitu
(4. 18) 𝑨 𝑿 (𝑩 + 𝑪) = 𝑨 𝑿 𝑩 + 𝑨 𝑿 𝑪
30
(Lihatlah soal 7. 18)
Baris kedua di (4. 19) diperoleh dengan cara mengalikan baris pertama
(mendapatkan 9 produk ) dan menggunakan (4. 16) dan (4.17). Determinan
dalam (4. 19) adalah cara yang paling nyaman untuk mengingat bentuk
komponen dari produk vektor. Kamu seharusnya memeriksa bahwa
mengalikan determinan menggunakan elemen dari baris pertama hasilnya
adalah baris diatasnya.
Ketika A X B adalah vektor yang tegak lurus terhadapa A dan B, kita dapat
menggunakan (4. 19) untuk menemukan sebuah vektor yang tegak lurus
terhadap dua vektor yang diberikan.
𝑖 𝑗 𝑘
𝑨 𝑿 𝑩 = |2 1 −1| = 𝑖(−2 + 3) − 𝑗(−4 + 1) + 𝑘(6 − 1)
1 3 −2
= 𝑖 + 3𝑗 + 5𝑘
Gambar.5.1
Dengan demikian kita memiliki dua cara persamaan vektor; kita
dapat memiliki yang kita sukai. Perhatikan penulisan yang tepat (1, 0, −2)
untuk i − 2k; karena nol secara eksplisit ditulis, ada sedikit kemungkinan
secara tidak diketahui tidak bisa membedakan i − 2k dengan i − 2j = (1, −2,
0). Di sisi lain, 5j lebih sederhana daripada (0, 5, 0).
Pada dua dimensi, kita menulis persamaan pada garis lurus melalui
(xo,yo) dengan kemiringan m sebagai
𝑦−𝑦0
(5.1) = 𝑚.
𝑥−𝑥0
Gambar 5.2
32
Seharusnya, sebagai ganti dari kemiringan , kita memberi vektor
pada garis secara langsung , seperti pada 𝐴 = 𝑖𝑎 + 𝑗𝑏 (gambar 5.2).
kemudian garis melewati (𝑥0 , 𝑦0 ) dan pada garis A adalah determinan, dan
kita harus bisa menulis perhitugannya. Garis langsung pada bagian dari
(𝑥0 , 𝑦0 ) untuk poin yang lain (x,y) pada garis vektor 𝑟 − 𝑟0 dengan
komponen (𝑥, 𝑥0 ) 𝑑𝑎𝑛 (𝑦, 𝑦0 ) :
(5.2) 𝑟 − 𝑟0 = 𝑖 (𝑥, 𝑥0 ) + 𝑗 (𝑦, 𝑦0 ) .
vektor ini adalah sejajar untuk 𝐴 = 𝑖𝑎 + 𝑗𝑏. Sekarang jika 2 vektor
sejajar, maka komponennya adalah proporsional . dan kita dapat menulis
(untuk a,b ≠ 0)
𝑥−𝑥0 𝑦−𝑦0 𝑦−𝑦0 𝑏
(5.3) = 𝑎𝑡𝑎𝑢 =𝑎
𝑎 𝑏 𝑥−𝑥0
persamaan ini memberi garis lurus . seperti yang telah di cek, kita
melihat kemiringan garis m= 𝑏⁄𝑎, jadi (5,3) sama dengan (5,1).
Selain itu untuk menulis persamaan untuk berkata jika 𝑟 − 𝑟0 dan A
adalah vektor sejajar, satunya yaitu sebuah skalar multiple yang lain. Yakni
(5.4) 𝑟 − 𝑟0 = 𝐴𝑡, 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑟 = 𝑟0 + 𝐴𝑡
Dimana t adalah perkalian skalar. Kita bisa berfikir bahwa t adalah
parameter komponen dari (5.4) ini adalah aturan perhitungan parametik
pada garis. Yakni
(5.5) 𝑥 − 𝑥0 = 𝑎𝑡, atau, 𝑥 = 𝑥0 + 𝑎𝑡
𝑦 − 𝑦0 = 𝑏𝑡, atau, 𝑦 = 𝑦0 + 𝑏𝑡
Eliminasi t menghasilkan perhitungan seperti (5.3).
Pada tiga dimensi, ide yang sama bisa digunakan. Kita ingin
perhitungan garis lurus memberi hasil (𝑥0 , 𝑦0 , 𝑧0 ). Dan paralel memberikan
vektor A=ai+bj+ck jika (x,y,z) adalah poin lain pada garis, vektornya
mengikuti (𝑥0 , 𝑦0 , 𝑧0 ) dan (x,y,z) adalah sejajar pada A. kemudian
komponen ini 𝑥 − 𝑥0 , 𝑦 − 𝑦0 , 𝑧 − 𝑧0 adalah komponen proporsional untuk
komponen a,b,c pada A yang kita punya.
33
Jika c, misalnya, terjadi menjadi nol, kita harus menulis (5,6) dalam bentuk
𝑥−𝑥0 𝑦−𝑦0
(5.7) = , 𝑧(𝑝𝑒𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑠𝑖𝑚𝑒𝑡𝑟𝑖𝑘 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑔𝑎𝑟𝑖𝑠 𝑙𝑢𝑟𝑢𝑠 𝑘𝑒𝑡𝑖𝑘𝑎 𝑐 = 0)
𝑎 𝑏
Pada kasus dua dimensi , perhitungan (5.6) dan (5.7) harus ditulis
𝑟 − 𝑟0 = (𝑥 − 𝑥0 )𝐢 + ( 𝑦 − 𝑦0 )𝐣
Berada pada garis. Sekarang waktunya kita ingin vektor ini tegak lurus pada
N ; mengingat 2 vektor ini tegak lurus jika dot product nya adalah 0. Untuk
membuat dot product dari N dan 𝑟 − 𝑟0 menghitung dengan hasil 0
𝑦−𝑦0 𝑎
(5.9) 𝑎(𝑥 − 𝑥0 ) + 𝑏( 𝑦 − 𝑦0 ) = 0 𝑎𝑡𝑎𝑢 = −𝑏
𝑥−𝑥0
34
Persamaan ini merupakan perhitungan yang menentukan garis lurus L tegak
lurus dengan N. dengan memeriksa, catatan dari gambar (5.4) itu lekukan
dari garis lurus berbentuk L adalah
tan 𝜃 = − cot ∅ = − 𝑎⁄𝑏
(5.10) 𝑎(𝑥 − 𝑥0 ) + 𝑏( 𝑦 − 𝑦0 ) + 𝑐( 𝑧 − 𝑧0 ) = 0,
atau 𝑎𝑥 + 𝑏𝑦 + 𝑐𝑧 = 𝑑 (Persamaan pada bidang)
dimana 𝑑 = 𝑎𝑥0 + 𝑏𝑦0 + 𝑐𝑧0
Jika kita memberi perhitungan seperti diatas kita bisa juga mencari
A atau N. kemudian kita dapat mengatakan bahwa perhitungan
(5.6),(5.7),(5.8) adalah perhitungan dari garis lurus yang sejajar dengan
vektor A= ai+bj+ck dan perhitungan di (5.10) adalah perhitungan bidang
yang tegak lurus pada vektor N = ai+bj+ck
Contoh 1. Temukan perhitungan pada bidang latar yang melewati tiga titik
A(-1,1,1), B (2,3,0), C (0,1,-2).
35
Vektor mengikuti setiap pasangan yang memiliki poin pada bidang.
⃗⃗⃗⃗⃗ = (2,3,0) − (−1,1,1) = (3,2, −1)𝑑𝑎𝑛 𝐴𝐶
Dua serupa itu adalah 𝐴𝐵 ⃗⃗⃗⃗⃗ =
(1,0, −3). Cross product pada dua vektor ini adalah tegak lurus dengan
bidang . Ini menunjukkan :
𝑖 𝑗 𝑘
⃗⃗⃗⃗⃗ × 𝐴𝐶
𝑁 = 𝐴𝐵 ⃗⃗⃗⃗⃗ = 3 2 −1 = −6𝑖 + 8𝑗 − 2𝑘
1 0 −3
Sekarang kita menulis perhitungan pada bidang datar dengan normal
direksi N melalui satu dari beberapa poin yang diberikan, katakan saja B ,
menggunakan (5.10):
−6(𝑥 − 2) + 8(𝑦 − 3) − 2𝑧 = 0 𝑎𝑡𝑎𝑢 3𝑥 − 4𝑦 + 𝑧 + 6 = 0
Catatan kita harus mendefinisikan N dari -2 untuk menyimpan aritmatik.
Contoh 2. Temukan persamaan pada garis yang melalui (1,0,-2) dan tegak
lurus pada bidang datar seperti contoh 1.
Vektornya 3i-4j+k adalah tegak lurus pada bidang datar seperti
contoh 1 dan sejajar pada garis yang diinginkan. Melihat dari (5.6),
persamaan simetrik pada garis adalah
(𝑥 − 1) 𝑦 𝑧+2
= =
3 −4 1
Dari (5.8) persamaan parametric pada garis r = i-2k+ (3i-4j+k) atau jika
kamu suka, r= (1,0,-2)+(3,-4,1).
Vektor memberi kita banyak jalan yang tidak menyulitkan untuk
menemukan jarak antara titik dan garis atau bidang. Bagaimanapun kita
ingin mendapatkan jarak (tegak lurus) dari a titik P
Gambar 5.6
36
ke bidang (5.10). (Lihat Gambar 5.6.) Kita ambil sembarang titik Q pada
bidang (lihat persamaan pada bidang dan beri penomoran sederhana yang
memenuhi x, y, z).Jarak PR adalah yang kita cari. PR tegak lurus terhadap RQ
(karena PR tegak lurus terhadap bidang), kita lihat dari Gambar 5.6.
(5.11) 𝑃𝑅 = 𝑃𝑄 cos 𝜃
⃗⃗⃗⃗⃗
PQ = (1, 2, 0) − (1, −2, 3) = (0, 4, −3) = 𝟒𝐣 − 𝟑𝐤
𝐍 = 𝟑𝐢 − 𝟐𝐣 + 𝐤
Kita dapat menentukan jarak dari titik P ke garis dengan cara yang
sama. Pada Gambar 5.7 kita akan mencari jarak PR yang tegak lurus dengan
garis. Kita pilih persamaan garis]; sebut titik ini Q. Maka (lihat Gambar 5.7)
𝑃𝑅 = 𝑃𝑄 sin 𝜃. Garis A merupakan vektor di sepanjang garis dan u adalah
vektor satuan di sepanjang garis (diperoleh dengan membagi A dengan
magnitudonya). Maka
37
⃗⃗⃗⃗⃗ × 𝐮| = |𝑃𝑄| sin 𝜃,
|𝑃𝑄
⃗⃗⃗⃗⃗ × 𝐮|.
|𝑃𝑅| = |𝑃𝑄
Contoh 4. Tentukan jarak dari 𝑃(1, 2, −1) ke garis bantu 𝑃1 (0, 0, 0) dan
𝑃2 (−1, 0, 2). Misal 𝐀 = ⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗
𝑃1 𝑃2 = −𝐢 + 𝟐𝐤; merupakan vektor di
sepanjang garis. Maka vektor satuan sepanjang garis adalah 𝐮 =
(1⁄√5)(−𝐢 + 𝟐𝐤). Misal kita ambil Q menjadi 𝑃1 (0, 0, 0). Maka
⃗⃗⃗⃗⃗
𝑃𝑄 = −𝐢 − 𝟐𝐣 + 𝐤, jadi kita dapatkan jarak |𝑃𝑅|:
1 1
|𝑃𝑅| = |(−𝐢 − 𝟐𝐣 + 𝐤) × (−𝐢 + 𝟐𝐤)| = |−𝟒𝐢 + 𝐣 − 𝟐𝐤| = √21⁄5.
√5 √5
Ini juga digunakan untuk menentukan jarak di antara dua garis yang
tidak simetris (dan jika Anda sangat ingin memahami vektor, cukup mencari
perhitungan ini dalam buku geometri analisis yang tidak menggunakan
vektor!). Ambil dua titik P dan Q, satu di setiap garis (Gambar 5.8). Maka
⃗⃗⃗⃗⃗ . 𝐧|, dimana n merupakan vektor satuan yang tegak lurus terhadap kedua
|𝑃𝑄
garis, adalah jarak yang kita cari. Sekarang jika A dan B merupakan vektor di
kedua garis, maka 𝐀 × 𝐁 tegak lurus terhadap kedua garis, dan n adalah 𝐀 ×
𝐁 dibagi dengan |𝐀 × 𝐁 |.
Gambar 5.8
38
Contoh 5. Tentukan jarak antara garis 𝐫 = 𝐢 − 𝟐𝐣 + (𝐢 − 𝐤)𝑡 dan 𝐫 = 𝟐𝐣 −
𝐤 + (𝐣 − 𝐢)𝑡. Jika kita tulis garis pertama sebagai 𝐫 = 𝒓𝟎 + 𝐀𝑡, maka 𝒓𝟎
adalah pemisalan sederhana untuk P, jadi kita peroleh
𝑥 − 2𝑦 + 3𝑧 = 4 dan 2𝑥 + 𝑦 − 𝑧 = 5.
Contoh 7. Tentukan cos dari sudut antara kedua bidang pada Contoh 6.
Sudut antara kedua bidang sama dengan sudut antara vektor normal
terhadap bidang. Kemudian tugas kita adalah menentukan sudut antara vektor
𝐀 = 𝐢 − 𝟐𝐣 + 𝟑𝐤 dan 𝐁 = 𝟐𝐢 + 𝐣 − 𝐤. Karena 𝐀 ∙ 𝐁 = |𝐀||𝐁| cos 𝜃, kita
39
6. OPERASI MATRIKS
Dalam Bagian 2 kita menggunakan matriks sederhana sebagai
susunan angka. Sekarang kita ingin melangkah lebih jauh ke persoalan dan
mendiskusikan pengertian serta menggunakan perkalian matriks dengan
angka dan mengkombinasikan matriks dengan penjumlahan, pengurangan,
perkalian, dan bahkan pembagian. Kita akan melihat bahwa kita mungkin
bisa menentukan fungsi matriks seperti 𝑒 𝑀 . Ini, tentu saja, semua
pertanyaan tentang definisi, tetapi kita akan menunjukkan beberapa aplikasi
yang mungkin masuk akal; atau kemungkinan lain, diberikan definisi, kita
akan melihat aplikasi apa yang bisa kita buat dari operasi matriks.
Persamaan Matriks. Mari kita pertama-tama menekankan lagi bahwa dua
matriks adalah sama hanya jika keduanya identik. Maka persamaan
matriksnya
x r u 2 1 -5
(y s v) = (3 -7i 1-i
)
40
2
A=( ) disebut matriks kolom atau vektor kolom,
3
atau
1 3
− 1 4 −6
dan ( 2 4 5) = − 8 ( )
−1 − 8 8 5
41
1 3 −2 2 −1 4 1+2 3−1 −2 + 4
(6.1) ( )+( )=( )
4 7 1 3 −7 −2 4+3 7−7 1−2
3 2 2
=( )
7 0 −1
1 3 −2 2 −1
A= ( ) dan B= ( )
4 7 1 3 5
Dalam hal ini kita tidak dapat menjumlahkan A dan B, kita menganggap
bahwa jumlahnya tidak terdefinisi atau tidak ada.
Perkalian Matriks Mari kita mulai dengan mendefinisikan hasil kali dua
matriks dan kemudian kita lihat apakah berguna untuk proses perkalian
matriks tersebut. Terdapat contoh sederhana untuk menunjukkan perkalian
matriks dengan hasil kali AB = C dari dua matriks A dan B:
𝑎 𝑏 𝑒 𝑓 𝑎𝑒 + 𝑏𝑔 𝑎𝑓 + 𝑏ℎ
(6.2a) AB = ( )( )=( )=C
𝑐 𝑑 𝑔 ℎ 𝑐𝑒 + 𝑑𝑔 𝑐𝑓 + 𝑑ℎ
Perhatikan bahwa pada hasil kali matriks C, elemen baris pertama dan
kolom pertama diperoleh dengan mengalikan setiap elemen baris pertama
matriks A dengan elemen kolom pertama matriks B dan hasilnya
dijumlahkan. Ini sebagai acuan perkalian “baris dan kolom”; ketika kita
menghitung ae + bg, kita katakan bahwa kita “mengalikan baris pertama
matriks A dengan kolom pertama matriks B”. Selanjutnya periksa elemen
af + bh dalam baris pertama dan kolom kedua matriks C; ini adalah “baris
42
pertama matriks A dikali kolom kedua matriks B”. Begitu juga dengan ce +
dg dalam baris kedua dan kolom pertama matriks C adalah “baris kedua
matriks A dikali kolom pertama matriks B”, dan cf + dh dalam baris kedua
dan kolom kedua matriks C adalah “baris kedua matriks A dikali kolom
kedua matriks B”. Semua elemen matriks C diperoleh dengan menggunakan
aturan sederhana berikut:
4 2 1 5 3
A=( ) B=( )
−3 1 2 7 −4
4 2 1 5 3
AB = ( )( )
−3 1 2 7 −4
8 34 4
=( )
−1 −8 −13
43
Perhatikan bahwa kolom ketiga matriks B membuat kita tidak
kesulitan dalam mengikuti aturan yang telah ditetapkan; kita dengan mudah
mengalikan setiap baris matriks A dengan kolom ketiga matriks B untuk
mendapatkan elemen-elemen dalam kolom ketiga matriks AB. Tetapi
misalkan kita mencoba untuk menentukan hasil kali BA. Baris pada matriks
B memiliki 3 elemen, sementara kolom pada matriks A hanya memiliki 2
elemen; maka kita tidak bisa menerapkan metode “baris kali kolom”. Bila
itu terjadi, kita katakan bahwa B tidak sesuai dengan A, dan hasil kali BA
tidak terdefinisi (yaitu hasil kalinya tidak ada dan kita tidak
menggunakannya).
Hasil kali AB (secara urut) dapat ditentukan jika dan hanya jika jumlah
elemen baris matriks A sama dengan jumlah elemen kolom matriks B;
matriks A, B secara urut disebut conformable. (Perhatikan bahwa jumlah
baris matriks A dan kolom matriks B tidak ada hubungannya dengan
pertanyaan apakah kita dapat menentukan AB atau tidak.)
3 −1 5 2
A=( ), B=( )
−4 2 −7 3
3 -1 5 2
AB = ( )( )
-4 2 -7 3
3 ∙ 5 − 1(-7) 3 ∙2 − 1 ∙ 3 23 3
=( )=( )
-4 ∙ 5 + 2 (-7) -4 ∙ 2 + 2 ∙ 3 -34 -2
5 2 3 -1
BA = ( )( )
-7 3 -4 2
5∙3+2(-4) 5(-1)+2 . 2 7 −1
=( )=( )
-7 . 3+3 (-4) -7(-1)+ 3 . 2 −33 13
44
Amati bahwa AB tidak sama dengan BA. Kita mengatakan bahwa perkalian
matriks tidak komutatif, atau, secara umum, matriks tidak mengalami
perubahan di bawah perkalian. (Tentu saja, dua matriks tertentu dapat
terjadi perubahan.) kita mendefinisikan komutator dari matriks A dan B
yaitu dengan
(𝐴 − 𝐵)(𝐴 + 𝐵) = 𝐴2 + 𝐴𝐵 − 𝐵𝐴 − 𝐵 2 = 𝐴2 − 𝐵 2 + [𝐴, 𝐵]
Ini tidak sama dengan A2 − B2 saat A dan B tidak berubah. Lihat juga
penyelesaian (6.17). Di sisi lain, sifat asosiatif berlaku, yaitu, A (BC) = (AB)
C, sehingga kita dapat menulis hanya sebagai ABC. Demikian juga sifat
distributif: A (B + C) = AB + AC dan (A + B) C = AC + BC seperti yang
telah kita anggap di atas. (Lihat Bagian 9.)
Matriks Nol. Matriks nol atau nol berarti satu dengan semua elemennya
sama dengan nol. Sering disingkat 0, tetapi kita harus teliti tentang hal ini.
Sebagai contoh:
2 −4 0 0
(6.4) jika M=( ) , kemudian 𝑀2 = ( )
1 −2 0 0
45
1 0 0
(6.5) (0 1 0)
0 0 1
adalah satuan atau matriks identitas 3 susunan (yaitu, tiga baris dan tiga
kolom). Identitas atau matriks satuan disebut 1 atau I atau U atau E dalam
berbagai referensi. kita harus meyakinkan diri sendiri bahwa dalam
perkalian, matriks satuan bertindak seperti angka 1, yaitu jika A adalah
matriks sembarang dan I adalah matriks yang selaras dengan A dalam urutan
di mana kita mengalikan, maka IA = AI = A (Masalah 11 ).
Lihatlah Contoh 2 di atas untuk melihat bahwa (6.6) benar, bahkan ketika
matriks AB dan BA tidak sama, yaitu ketika A dan B tidak berubah.
1 0 −1 𝑥 5
(6.7) (−2 3 𝑦
0 )( ) = ( 1 )
1 −3 2 𝑧 −10
𝑥−𝑧 5
(6.8) ( −2𝑥 + 3𝑦 ) = ( 1 )
𝑥 − 3𝑦 + 2𝑧 −10
Sekarang ingat bahwa dua matriks sama hanya jika keduanya identik. Jadi
(6.8) adalah himpunan tiga persamaan
46
𝑥 − 𝑧 =5
(6.9) { −2𝑥 + 3𝑦 =1
𝑥 − 3𝑦 + 2𝑧 = −10
1 0 -1 𝑥 5
(6.10) 𝑀 = (-2 3 0 ) , 𝑟 = (𝑦 ) , 𝐾 = ( 1 )
1 -3 2 𝑧 −10
(6.11) Mr = k
(6.12) r = M −1 k
Karena M adalah matriks, persamaan (6.12) hanya masuk akal jika kita
dapat memberi arti pada M-1 bahwa (6.12) memberikan solusi (6.7) atau
(6.9) mari coba lakukan ini.
Invers dari Matriks. Kebalikan atau invers dari sejumlah x adalah x-1
adalah sedemikian rupa sehingga menghasilkan xx-1 = 1. Kita
mendefinisikan invers dari matriks M ( jika memiliki satu) sebagai matriks
M-1 sedemikian rupa sehingga MM-1 dan M-1M keduanya sama dengan
47
matriks satuan I. Perhatikan bahwa hanya matriks persegi yang dapat
memiliki invers (jika kita tidak mengalikan keduanya MM-1 dan M-1M).
Sebenarnya, beberapa matriks persegi juga tidak memiliki invers. Kita dapat
melihat dari (6.6) bahwa jika M-1M = I, maka (det M-1) (det M) = det I = 1.
Jika kedua jumlahnya memiliki hasil = 1, maka tak satupun dari mereka dari
matriks tersebut adalah nol, sehingga det M ≠ 0 adalah persyaratan untuk M
memiliki invers.
1
(6.13) 𝑀−1 = det M CT dimana Ci j = kofaktor dari mi j
Meskipun (6.13) sangat berguna dalam pekerjaan teoritis, kita harus berlatih
menggunakannya (seperti yang dikatakan untuk aturan Cramer) pada
masalah numerik sederhana untuk mempelajari rumusnya.
1 0 −1
𝑀 = (−2 3 0)
1 −3 2
48
3 0 -2 0 −2 3
baris 1: | | = 6, −| | = 4, | |=3
-3 2 1 2 1 −3
0 -1 1 −1 1 0
baris 2: −| | = 6, | | = 3, −| |=3
-3 2 1 2 1 −3
0 −1 1 −1 1 0
baris 3: | | = 3, −| | = 2, | |=3
3 0 −2 0 −2 3
Kemudian
6 4 3 6 3 3
1 1
𝐶 = (3 3 3) jadi 𝑀−1 = det 𝑀 𝐶 𝑇 = 3 (4 3 2)
3 2 3 3 3 3
𝑥 1 6 3 3 5 1
( 𝑦 ) = (4 3 2) ( 1 ) = ( 1 )
𝑧 3
3 3 3 −10 −4
Rotasi Matriks Sebagai contoh lain dari perkalian matriks, mari kita
pertimbangkan kasus dimana kita tahu jawabannya, hanya untuk melihat
bahwa definisi kita tentang matriks adalah cara yang kita inginkan. Kita
mungkin tahu persamaan rotasi untuk referensi, lihat bagian berikutnya,
persamaan (7.12) dan gambar 7.4. Persamaan (7.12) memberikan matriks
yang memutar vektor r = ix + jy melalui sudut θ untuk menjadi vektor R =
iX + jY. Misalkan kita lebih lanjut memutar R melalui sudut ϕ menjadi 𝑹′ =
𝒊𝑿′ + 𝒋𝒀′. Kita bisa menulis persamaan matriks untuk rotasi dalam bentuk
R = Mr dan 𝑹′ = 𝑀′𝑅 dimana M dan M′ adalah matriks rotasi (7.12) untuk
rotasi melalui sudut θ + ϕ. Kemudian memecahkan R′ dalam hal r, kita
mendapatkan R′ = M′Mr. kita mengharapkan hasil matriks M′M untuk
memberi kami matriks untuk rotasi melalui sudut θ + ϕ, yang kami harapkan
untuk ditemukan
49
𝑐𝑜𝑠 𝜙 −𝑠𝑖𝑛 𝜙 𝑐𝑜𝑠 𝜃 −𝑠𝑖𝑛 𝜃 cos(θ + 𝜙) − sin(θ + 𝜙)
(6.14) ( )( )= ( )
sin 𝜙 𝑐𝑜𝑠 𝜙 sin 𝜃 𝑐𝑜𝑠 𝜃 sin (θ + 𝜙) cos(θ + 𝜙)
Sangat mudah untuk mengalikan dua matriks (masalah 25) dan
membuktikan ( dengan menggunakan identitas trigonometri) bahwa (6.14)
benar. Perhatikan bahwa dua rotasi komutasi (yaitu, rotasi melalui sudut θ
dan kemudian melalui sudut P memberikan hasil yang sama seperti rotasi
melalui ϕ diikuti oleh rotasi θ). Ini benar dalam masalah ini dalam dua
dimensi. Seperti yang akan kita lihat dibagian 7. Matriks rotasi dalam tiga
demensi tidak dalam keadaan komutasi umum jika dua sumbu rotasi
berbeda, (lihat masalah 7.30 dan 7.31) tetapi rotasi dalam (x,y) pesawat
rotasi tentang sumbu z sehingga mereka bolak-balik.
Contoh 4.
(6.15) Jika A =(
1 √2 ) , maka 𝐴2 = (−1 0 ) = -I,
−√2 −1 0 −1
(pengujian pangkat ini dan fakta bahwa pangkat yang lebih tinggi cukup
ulangi keempat hasil ini: A,-I,-A,I, berulang-ulang). Kemudian kita dapat
menemukan (persoalan 28)
0 √2 )
= 3𝐼 + 2𝐼 + 𝐴 − 5𝐼 − 𝐼 = 𝐴 − 𝐼 = (
−√2 −2
𝑘 2 𝐴2 𝑘 3 𝐴3 𝑘 4 𝐴4 𝑘5𝑘6
(6.17) 𝑒 𝑘𝐴 = 1 + 𝑘𝐴 + + + + +⋯
2! 3! 4! 5!
𝑘2 𝑘4 𝑘3 𝑘5
= (1 − + + ⋯ ) 𝐼 + (𝑘 − + )A
2! 4! 3! 5!
51
Sebuah fungsi vektor, yaitu 𝑓(𝒓) dapat dikatakan linear jika
52
Sebagai contoh, F (r) = br (di mana b adalah skalar) adalah fungsi vektor
linear dari r.
𝑑 𝑑 𝑑
(7.3) [𝑓(𝑥) + 𝑔(𝑥)] = 𝑓(𝑥) + 𝑑𝑥 𝑔(𝑥) dan
𝑑𝑥 𝑑𝑥
𝑑 𝑑
[𝑘𝑓(𝑥)] = 𝑘 𝑓(𝑥),
𝑑𝑥 𝑑𝑥
Dimana k nya adalah sebuah angka, dan A dan B merupakan angka, fungsi,
vektor, dan seterusnya. Banyak orang yang membuat hasilnya error terjadi
karena mereka menganggap itu merupakan operasi linear padahal bukan
(lihat problem)
53
Dimana a, b, c, d, konstan. untuk setiap titik (x,y) persamaan ini memberi
kita suatu titik (X,Y). Jika kita berpikir setiap titik dari (x,y) bidang
berpindah ke titik lainnya (dengan beberapa titik seperti titik asal tidak ikut
berpindah), kita dapat menyebut proses ini dengan pemetaan atau
transformasi dari bidang itu sendiri. Seluruh informasi mengenari
transformasi ini terdapat dalam matriks M. kita mengatakan bahwa matriks
ini adalah sebuah operasi linear yang dipetakan dalam bidangnya sendiri.
Setiap matriks dapat kita anggap sebagai suatu operasi pada (sesuai) matriks
kolom r. Karena
(7.6) M(𝑟1 + 𝑟2 ) = M𝑟1 + 𝑀𝑟2 dan M(𝑘r) = 𝑘(Mr),
Matriks M merupakan sebuah operasi linear.
Persamaan (7.5) dapat diinterpretasikan secara geometri dengan dua cara.
Pada Gambar 7.2, kita memiliki koordinat sumbu dan vector r telah berubah
menjadi vektor R oleh transformasi (7.5). pada Gambar 7.3, kita memiliki
dua koordinat sumbu,
54
Transformasi Orthogonal kita harus sangat tertarik dalam kasus yang
istimewa dari sebuah trnasformasi linear yang mempertahankan panjang
vektor. Kita menyebut (7.7) suatu transformasi ortogonal jika
(7.8) 𝑥′2 + 𝑦′2 = 𝑥 2 + 𝑦 2 ,
Dan kesamaan untuk (7.5). kita dapat melihat dari gambar bahwa syarat ini
mengatakan panjang sebuah vektor tidak berubah oleh transformasi
ortogonal. Dalam gambar 7.2, vektor akan berputar (atau mungkin
tercerminkan) dengan panjangnya yang sudah tetap (itu merupakan R = r
untuk tranformasi ortogonal). Dalam gambar 7.3, sumbunya diputar (atau
dicerminkan), sedangkan vektornya tetap. Matiks M dari sebuah
transformasi ortogonal disebut matriks ortogonal. Kita tunjukkan bahwa
invers dari matriks ortogonal sama dengan perubahan urutannya; dalam
simbol
(7.9) M-1 = MT, M ortogonal.
Dari (7.8) dan (7.7) kita memiliki
2 2
𝑥 ′ + 𝑦 ′ = (𝑎𝑥 + 𝑏𝑦)2 + (𝑐𝑥 + 𝑑𝑦)2
= (𝑎2 + 𝑐 2 )𝑥 2 + 2(𝑎𝑏 + 𝑐𝑑)𝑥𝑦 + (𝑏 2 + 𝑑 2 )𝑦 2 ≡ 𝑥 2 + 𝑦 2 .
Maka kita haru memiliki 𝑎2 + 𝑐 2 = 1, 𝑏 2 + 𝑑 2 = 1, 𝑎𝑏 + 𝑐𝑑 = 0. Maka
55
Sekarang jika kita menuliskan persamaan (7.9) sebagai 𝑀𝑇 𝑀 = 𝐼 dan
menggunakan fakta pada sub 3 bahwa det(𝑀𝑇 𝑀) = (det 𝑀𝑇 )(det 𝑀) dan
det 𝑀𝑇 = det 𝑀, maka kita dapatkan ( det𝑀)2 = det(𝑀𝑇 𝑀) = det I = 1, jadi
Ini benar untuk M dari semua orde karena kita hanya menggunakan
persamaan (7.9) dari matriks orthogonal dan beberapa sifat deteminan.
Seperti yang kita lihat, det M = 1 sesuai secara geometrik dengan rotasi, dan
det M = −1 berarti bahwa refleksi terlibat.
𝑋 cos 𝜃 − sin 𝜃 𝑥
(7.12) ( )=( ) (𝑦), rotasi vector
𝑌 sin 𝜃 cos 𝜃
Pada gambar 7.5, kita menggambar dua sumbu dengan merotasi sumbu asli
sejauh 𝜃 tanpa mengubah nilai dari sumbu asli tersebut. Sebuah vektor r =
(x,y) dan sebuah vektor r’ = (x’,y’) adalah vektor yang sama, tetapi
komponen sumbunya relatif berbeda. Komponen dapat dihubungkan
dengan persamaan (masalah 20)
𝑥′ cos 𝜃 sin 𝜃 𝑥
(7.13) ( )=( ) ( ), sumbu berotasi
𝑦′ −sin 𝜃 cos 𝜃 𝑦
56
Kedua persamaan (7.12) dan (7.13) menunjukkan sebagai “persamaan
rotasi” dan sebuah matriks 𝜃 disebut sebagai rotasi matriks. Untuk
membedakan kedua persamaan tersebut, kita menyebut persamaan 7.12
sebagai transformasi aktif (rotasi vektor) dan persamaan 7.13 sebagai
transformasi pasif (nilai vektor tidak berubah tetapi komponennya berubah
karena rotasi sumbu). Persamaan (7.7) atau (7.13) menunjukkan sebagai
pengubah dasar (basis). (ingat bahwa kita menyebutkan i, j, k adalah
anggota dari vektor basis; di sini kita telah mengubah dari basis i, j, k
menjadi basis i’, j’, k’. Lihat juga bagian 10.) Amatilah bahwa matriks
dalam (7.12) dan (7.13) adalah kebalikan satu sama lain. Kita dapat melihat
dari gambar mengapa ini harus demikian. Rotasi dalam vektor, katakanlah,
arahnya berlawanan arah jarum jam menghasilkan hasil yang sama seperti
rotasi sumbu dalam arah berlawanan (searah jarum jam).
1 −1 √3 1 0
(7.14) 𝐴 = 2 ( ), 𝐵=( ), 𝐶 = 𝐴𝐵, 𝐷 = 𝐵𝐴.
−√3 −1 0 −1
maka ini adalah sebuah rotasi sejauh 2400 (atau -1200). Alternatifnya, kita
57
bisa bertanya apa yang terjadi pada vektor i. Jika kita mengalikan matriks A
1
kali matriks kolom ( ) dan mendapatkan
0
1 −1 √3 1 1 −1 1
( )( ) = ( ) 𝑎𝑡𝑎𝑢 − (𝑖 + 𝑗√3),
2 −√3 −1 0 2 −√3 2
𝑥
Sekarang B beroperasi pada (𝑦), biarkan x tetap dan mengubah
1 −1 −√3 1 −1 √3
(7.15) 𝐶 = 𝐴𝐵 = 2 ( ). 𝐷 = 𝐵𝐴 2 ( )
−√3 1 √3 1
Kita tahu bahwa refleksi ini terjadi selama matriks memiliki determinan = -
1. Untuk menemukan garis yang melaluinya bidang itu direfleksikan, kita
menyadari bahwa vektor sepanjang garis itu tidak berubah oleh refleksi, jadi
kita ingin menemukan x dan y, yaitu vektor r, yang dipetakan sendiri oleh
transformasi. Untuk matriks C kita menulis Cr = r.
1 −1 −√3 𝑥 𝑥
(7.16) ( ) ( 𝑦 ) = ( 𝑦),
2 −√3 1
kita dapat memverifikasi (Soal 21) bahwa dua persamaan dalam (7.16)
benar-benar persamaan yang sama, yaitu y = -x√3. Vektor di sepanjang garis
ini, katakanlah i− j√3, tidak diubah oleh refleksi [lihat (7.17)] jadi ini adalah
garis pantulan. Sebagai penjelasan lebih lanjut kita dapat menunjukkan
[lihat (7.17)] bahwa sebuah vektor yang tegak lurus terhadap garis ini,
katakanlah i√3 + j, diubah menjadi negatifnya, yaitu, ia direfleksikan
melalui garis.
1 −1 −√3 1 1
(7.17) ( ) ( ) = ( ),
2 −√3 1 −√3 −√3
58
1 −1 −√3 √3
( ) ( ) = (−√3).
2 −√3 1 1 −1
cos 𝜃 − sin 𝜃 0
(7.18) A = ( sin 𝜃 cos 𝜃 0)
0 0 1
cos 𝜃 − sin 𝜃 0
(7.19) B = ( sin 𝜃 cos 𝜃 0)
0 0 −1
cos 𝜃 0 sin 𝜃
(7.20) F=( 0 1 0 )
− sin 𝜃 0 cos 𝜃
Kita harus meyakinkan diri sendiri bahwa yang termasuk − sin 𝜃 berada di
tempat yang tepat untuk transformasi yang aktif. Biarkan 𝜃 = 90°;
kemudian matriks F dalam (7.20) memetakan vektor 𝐢 = (1,0,0) ke vektor
−𝐤 = (0,0, −1); ini benar untuk rotasi 90° di sekitar sumbu y.Periksa
bahwa (0,0,1) dipetakan ke (1,0,0).
0 0 1 0 0 1
(7,21) G = (0 −1 0) , K = (−1 0 0) .
1 0 0 0 −1 0
60
0 −1 0
L = (−1 0 0)
0 0 1
Karena det L = −1, ini adalah refleksi melalui beberapa bidang. Vektor tegak
lurus terhadap bidang refleksi dibalik oleh refleksi, jadi kita menanyakan
vektor yang meyakinkan Lr = −r. Baik dengan memecahkan persamaan
ini atau dengan meninjaunya kita menemukan 𝐫 = (1, 1,0) = 𝐢 + 𝐣.
Bidang bayangan adalah bidang yang melalui asal tegak lurus terhadap
vektor ini, yaitu bidang 𝑥 + 𝑦 = 0 (lihat Bagian 5).
61
menggabungkan dua vektor (9,0,7) dan (0, −9,13) untuk mendapatkan
masing-masing dari empat vektor asli (masalah 1) . Hanya ada dua vektor
independent di (8.1); kita mengacu pada vektor independent ini sebagai
vektor basis karena semua vektor asli dapat ditulis dalam bentuknya (lihat
Bagian 10). Perhatikan bahwa baris (lihat Bagian 2) dari matriks dalam
(8.2) sama dengan jumlah vektor independent atau vektor basis
Fungsi Independent Linear Dengan definisi yang mirip dengan
vektor,dapat dikatakan bahwa fungsi 𝑓1 (𝑥), 𝑓2 (𝑥), ⋯ , 𝑓𝑛 (𝑥) secara linear
bergantung jika beberapa kombinasi linear dari beberapa fungsi tersebut
identik nol, yaitu jika ada beberapa konstanta 𝑘1 , 𝑘2 , ⋯ , 𝑘𝑛 , tidak semua
bernilai nol, seperti itu.
(8.3) 𝑘1 𝑓1 (𝑥) + 𝑘2 𝑓2 (𝑥) + ⋯ + 𝑘𝑛 𝑓𝑛 (𝑥) ≡ 0
Sebagai contoh, 𝑠𝑖𝑛2 𝑥 dan (1 − 𝑐𝑜𝑠 2 𝑥) adalah keterikatan linear, sejak
𝑠𝑖𝑛2 𝑥 − (1 − 𝑐𝑜𝑠 2 𝑥) ≡ 0
Tetapi sin 𝑥 dan cos 𝑥 adalah kebebasan linear selama tidak ada angka pada
konstanta 𝑘1 dan 𝑘2 , tidak keduanya bernilai nol, seperti itu.
(8.4) 𝑘1 sin 𝑥 + 𝑘2 cos 𝑥
bernilai nol untuk semua variable x (permasalahan 8).
Kita akan sangat tertarik saat mengetahui bahwa serangkaian fungsi adalah
independent linear. Untuk tujuan ini, teorema dibawah ini sangat berguna
(Permasalahan 8 sampai 16, dan Bab 8, bagian 5)
Jika 𝑓1 (𝑥), 𝑓2 (𝑥), ⋯ , 𝑓𝑛 (𝑥) memiliki turunan dari susunan 𝑛 − 1, dan jika
determinannya
𝑓1 (𝑥) 𝑓2 (𝑥) ⋯ 𝑓𝑛 (𝑥)
𝑓′1 (𝑥) 𝑓′2 (𝑥) ⋯ 𝑓′𝑛 (𝑥)
| |
(8.5) 𝑊 = 𝑓′′1 (𝑥) 𝑓′′2 (𝑥) ⋯ 𝑓′′𝑛 (𝑥) ≢ 0
| |
⋮ ⋮ ⋱ ⋮
(𝑛−1) (𝑛−1)
𝑓1 (𝑥) 𝑓2 (𝑥) ⋯ 𝑓𝑛 (𝑛−1) (𝑥)
62
Contoh 1. Menggunakan (8.5), menunjukkan bahwa fungsi 1, 𝑥,
sin 𝑥, merupakan independent linear.
Kita tulis dan nilai dari 𝑊𝑟𝑜𝑛𝑠𝑘𝑖𝑎𝑛,
1 𝑥 sin 𝑥
𝑊 = |0 1 cos 𝑥 | = − sin 𝑥.
0 0 − sin 𝑥
Selama - sin x tidak identik sama dengan nol, maka fungsi nya adalah
independent linear.
Contoh 2. Sekarang mari kita hitung 𝑊𝑟𝑜𝑛𝑠𝑘𝑖𝑎𝑛 untuk kasus ketika fungsi
nya dependent linear.
𝑥 sin 𝑥 2𝑥 − 3 sin 𝑥 𝑥 sin 𝑥 2𝑥
𝑊 = |1 cos 𝑥 2 − 3 cos 𝑥 | = |1 cos 𝑥 2 | = (sin 𝑥)(2𝑥 − 2𝑥) ≡ 0
0 − sin 𝑥 3 sin 𝑥 0 − sin 𝑥 0
Seperti yang sudah kita harapkan. Namun, perhatikan “fungsi dependent”
artinya 𝑊 ≡ 0, tetapi 𝑊 ≡ 0 belum tentu diartikan “fungsi dependent”
(Lihat Permasalahan 16).
𝑥+𝑦 =0 1 0 0
(8.6) { ( )
𝑥−𝑦 =0 0 1 0
𝑥+𝑦 =0 1 1 0
(8.7) { ( )
2𝑥 + 2𝑦 = 0 0 0 0
Kita dapat menarik beberapa kesimpulan dari contoh-contoh ini. Perhatikan
bahwa di (8.6) satu-satunya penyelesaiannya adalah 𝑥 = 𝑦 = 0; pangkat
dari matriks tersebut bernilai 2, sama dengan jumlah yang tidak diketahui.
Pada (8.7), pangkat dari matriks tersebut bernilai 1; ini kurang dari jumlah
yang tidak diketahui tersebut. Ini mencerminkan apa yang telah kita lihat
63
pada (8.7) bahwa kita benar-benar hanya memiliki satu persamaan dalam
dua persamaan yang tidak diketahui; semua titik pada 𝑥 + 𝑦 = 0. Pada (8.8)
kita rangkum fakta untuk persamaan-persamaan homogen:
Kasus khusus yang sangat penting adalah ketika satu set 𝑛 di dalam
persamaan homogen tidak diketahui. Pada (8.8), persamaan ini hanya
memiliki solusi yang sepele kecuali pangkat dari matriks kurang dari 𝑛. Ini
berarti bahwa setidaknya satu baris dari baris pada matriks dikurangi oleh
matriks 𝑛 dari koefisien matriks yang barisnya bernilai 0. Tetapi kemudian,
determinan matriks D koefisiennya bernilai 0. Dengan demikian kita
memiliki hasil yang penting (Lihat Permasalahan 21 sampai 25; lihat juga
bagian 11):
64
Kumpulan dari penyelesaian ini terdiri dari semua titik pada garis yang
merupakan perpotongan dari dua taraf. Sebuah cara yang menarik untuk
menulis penyelesaian dalam bentuk vector
(8.11) 𝒓 = (𝑥, 𝑦, 𝑧) = (3 + 2𝑧, 4 − 𝑧, 𝑧) = (3,4,0) + (2, −1,1)𝑧.
65
Simetrik A = 𝐴𝑇 , A real (matrik = di
transposekan)
Skew Simetrik atau Antisimetrik A = -𝐴𝑇 , A real
Orthogonal 𝐴−1 = 𝐴𝑇 , A real (inver =
transpos)
Imajiner murni A=-Ā
Hermitian A = 𝐴† (matrik = di transpos
konjugasi)
Anti-hermitian 𝐴−1 = -𝐴†
Uniter 𝐴−1= 𝐴† (inver = transpos
konjugasi)
Normal A𝐴† =𝐴† A (A dan 𝐴†
komutatif/pertukaran)
Sekarang mari kita pertimbangkan beberapa contoh dan bukti dengan
mengunakan syarat ini.
Notasi Indeks Kita akan membutuhkan notasi indeks dalam mengerjakan
beberapa pekerjaan di bawah ini, maka dari itu untuk referensi kita terapkan
aturan pada (6.2b) untuk perkalian matriks.
(9.3) (AB)ij = ∑ Aik Bkj
𝑘
Pelajari dengan seksama notasi indeks untuk perkaliaan “baris kali kolom”.
Untuk mendapatkan elemen pada baris 𝑖 dan kolom 𝑗 dari hasil matrik AB,
kita mengalikan baris i pada A dengan kolom j pada B. Perhatikan bahwa k
(jumlah dari k) ialah berdampingan satu sama lain (9.3) jika kita
mempunyai persamaan ∑𝑘 𝐴𝑖𝑘 𝐵𝑘𝑗 , maka kita harus menulis kembali
∑𝑘 𝐴𝑖𝑘 𝐵𝑘𝑗 (dengan k yang bersebelahan) untuk mengenali sebagai elemen
dari matrik AB (bukan BA). Kita akan melihat contoh (9.10) di bagian
bawah.
Kronecker 𝜹 kronecker 𝛿 didefinisikan sebagai
66
1, 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑖 = 𝑗,
(9.4) 𝛿𝑖𝑗 = {
0 , 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑖 ≠ 𝑗.
Untuk contoh, 𝛿11 = 1, 𝛿12 = 0, 𝛿22 = 1, 𝛿31 = 0, dan seterusnya. Dalam
notasi ini, matriks adalah elemen dari 𝛿𝑖𝑗 sehingga kita dapat menulisnya
(9.5) I = (𝛿𝑖𝑗 ).
(lihat juga bab 10, bagian 5). Notasi kronector 𝛿 memiliki kegunaan yang
lain. Misalnya, setelah ( untuk bilangan bulat positif 𝑚 dan 𝑛 )
𝜋 𝜋, 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑚 = 𝑛,
(9.6a) ∫−𝜋 cos 𝑛𝑥 cos 𝑚𝑥 𝑑𝑥 = {
0, 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑚 ≠ 𝑛,
Kita dapat menuliskannya
𝜋
(9.6b) ∫−𝜋 cos 𝑛𝑥 cos 𝑚𝑥 𝑑𝑥 = 𝜋 . 𝛿𝑛𝑚.
Seperti yang terdapat pada (9.6a) karena 𝛿𝑛𝑚 = 0 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑚 ≠ 𝑛 dan 𝛿𝑛𝑚 =
1 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑚 = 𝑛.
Menggunakan kronecker 𝛿, kita dapat memberikan bukti bahwa untuk
setiap matriks M dapat disesuaikan dengan matrik unit 𝑖, dengan hasil kali
I dan M hanya M. Menggunakan notasi indeks dan persamaan (9.3) dan
(9.4), kita mendapatkan
(9.7) (𝐼𝑀)𝑖𝑗 = ∑𝑘 𝛿𝑖𝑘 𝑀𝑘𝑗 = 𝑀𝑖𝑗 atau 𝐼𝑀 = 𝑀
karena 𝛿𝑖𝑘 = 0 kecuali 𝑘 = 𝑖
Dengan menggunakan teorema. Mari gunakan notasi indeks untuk
membuktikan hukum asosiatif untuk perkalian matriks, yaitu
(9.8) A(BC) = (AB)C = ABC.
Pertama kita menulikan (𝐵𝐶)𝑘𝑗 = ∑𝑙 𝐵𝑘𝑙 𝐶𝑙𝑗 . Dari itu kita mempunyai
(9.9) [𝐴(𝐵𝐶)]𝑖𝑗 = ∑𝑘 𝐴𝑖𝑘 (𝐵𝐶)𝑘𝑗 = ∑𝑘 𝐴𝑖𝑘 ∑𝑙 𝐵𝑘𝑙 𝐶𝑙𝑗
= ∑𝑘 ∑𝑙 𝐴𝑖𝑘 𝐵𝑘𝑙 𝐶𝑙𝑗 = (𝐴𝐵𝐶)𝑖𝑗
Yang merupakan notasi indeks untuk A (BC) = ABC seperti di (9.8). kita
dapat membuktikan (AB)C = ABC sama seperti yang dituliskan pada (Soal
1).
Di dalam rumus mungkin kita dapat mengubah hasil kali dari dua matriks.
Pertama tuliskan bahwa 𝐴𝑇𝑖𝑘 = 𝐴𝑘𝑖 [𝑙𝑖ℎ𝑎𝑡 (2.1) 𝑎𝑡𝑎𝑢 (9.1)]. Maka
67
(𝐴𝐵)𝑇𝑖𝑘 = (𝐴𝐵)𝑘𝑖 𝑇 𝑇
= ∑ 𝐴𝑘𝑗 𝐵𝑗𝑖 = ∑ 𝐴𝑗𝑘 𝐵𝑖𝑗
𝑗 𝑗
𝑇 𝑇
(9.10) = ∑𝑗 𝐵𝑖𝑗 𝐴𝑗𝑘 = (𝐵 𝑇 𝐴𝑇 )𝑖𝑘, 𝑎𝑡𝑎𝑢,
(𝐴𝐵)𝑇 = 𝐵 𝑇 𝐴𝑇 .
Teorema ini berlaku untuk hasil kali dari sejumlah matriks (lihat Soal 8b).
Sebagai contoh
(9.11) (𝐴𝐵𝐶𝐷)𝑇 = 𝐷𝑇 𝐶 𝑇 𝐵 𝑇 𝐴𝑇 .
Hasil transpose matriks sama dengan hasil transisinya dengan urutan yang
terbalik
Teorema yang sama berlaku untuk hasil kali invers (lihat Bagian 6, Masalah
18).
69
angka yang disusun, tiga komponen posisi partikel dan tiga komponen
momentumnya; dengan demikian ruang fase partikel adalah ruang 𝑉6 6
dimensi.
Dalam kasus seperti itu, kita tidak dapat mempresentasikan variabel
sebagai titik koordinat dalam ruang fisik karena ruang fisik hanya memiliki
3 dimensi. Tetapi itu sesuai dan lazim untuk mengembangkan terminologi
geometris kita. Jadi kita menggunakan ketentuan variabel dan koordinat
secara bergantian dan menyatakannya, misalnya, dari “titik dalam ruang 5
dimensi,” yang berarti himpunan nilai lima variabel yang diurutkan, dan
untuk sejumlah variabel. Dalam tiga dimensi, kita berpikir titik koordinat
sebagai komponen vektor dari titik asal. Dengan analogi, kita menyebut
himpunan lima angka yang telah terurut sebagai “vektor dalam ruang 5
dimensi” atau himpunan n angka yang terurut sebagai “vektor dalam ruang
n-dimensi.”
Banyak terminologi geometri yang dikenal dalam dua dan tiga
dimensi dapat dikembangkan ke dalam soal n dimensi (yaitu, n variabel)
dengan menggunakan aljabar yang sejajar dengan geometri. Misalnya, jarak
dari titik asal ke titik (𝑥, 𝑦, 𝑧) adalah √𝑥 2 + 𝑦 2 + 𝑧 2 . Dengan analogi dalam
soal lima variabel x, y, z, u, v, kita menetapkan jarak asalnya (0, 0, 0, 0, 0)
ke titik (x, y, z, u, v) sebagai √𝑥 2 + 𝑦 2 + 𝑧 2 + 𝑢2 + 𝑣 2 . Dengan
menggunakan aljabar yang sesuai dengan geometri, kita dapat dengan
mudah mengembangkan ide seperti panjang vektor, hasil kali titik dari dua
vektor, dan sudut antara vektor dan gambaran dari orthogonality, dll. Kita
lihat di Bagian 7 , bahwa transformasi ortogonal dalam dua atau tiga dimensi
sesuai dengan rotasi. Dengan demikian kita dapat mengatakan, dalam
masalah variabel n, bahwa transformasi linear (yang merupakan perubahan
variabel linear) yang memenuhi "jumlah kuadrat variabel baru = jumlah
kuadrat variabel lama" [bandingkan (7.8)] yang sesuai dengan "Rotasi di
ruang n-dimensi."
Contoh 1. Temukan jarak antara titik (3, 0, 5, -2, 1) dan (0, 1, -2, 3, 0).
70
Samaratakan apa yang akan kita lakuakan dalam tiga dimensi, kita
temukan 𝑑 2 = (3 − 0)2 + (0 − 1)2 + (5 + 2)2 + (−2 − 3)2 + (1 −
0)2 = 9 + 1 + 49 + 25 + 1 = 85, 𝑑 = √85.
Demikian pula, generalisasi dari (4.1), kita dapat menentukan panjang atau
norm vektor di 𝑛 dimensi dengan rumus:
73
lurus), dan setiap vektor adalah normal (yaitu normanya adalah satu — ia
memiliki satuan panjang). Misalnya, vektor i, j, k, membentuk himpunan
orthonormal. Jika kita memiliki seperangkat vektor basis untuk suatu ruang,
seringkali kita lebih mudah untuk mengambil gabungan dari mereka untuk
membentuk basis ortonormal. Metode Gram-Schmidt adalah proses
sistematis untuk melakukan hal ini. Ini ide yang sangat sederhana,
meskipun detail pelaksanaannya bisa berantakan. Misalkan kita memiliki
basis vektor A, B, C. Normalkan A untuk mendapatkan vektor pertama dari
serangkaian vektor basis ortonormal. Untuk mendapatkan vektor basis
kedua, kurangi komponen B sepanjang A, dan yang tersisa adalah ortogonal
terhadap A. [Lihat persamaan (4.4) dan Gambar 4.10.] Normalkan sisanya
untuk menemukan vektor kedua dari basis ortonormal. Demikian pula,
kurangi dari komponen C sepanjang A dan B untuk mencari vektor ketiga
orthogonal kedua, A dan B demham menormalkan vektor ketiga ini. Kita
sekarang memiliki 3 vektor satuan yang saling orthogonal; vektor ini adalah
himpunan vektor ortonormal yang diinginkan. Dalam ruang dimensi yang
lebih tinggi, tahap ini dapat diselesaikan. (Kita akan melihat penggunaan
metode ini pada Bagian 11; lihat degenerasi, di halaman 152–153).
Contoh 4. Diberikan basis vector A, B, C, dibawah, gunaan metode Gram
– Schmidt untuk mendapatkan basis orthonormal dari vector e1, e2, e3.
Ikutilah garis besar di atas, kita tentukan
A = (0, 0, 5, 0); e1 = A / 𝐴 = (0,0,1,0);
𝑒1 = (1,0,0,0);
= (0,1,0,3);
(0,1,0,3)
𝑒3 =
√10
74
Ruang Euclidean Kompleks Dalam aplikasi ini berguna untuk
memungkinkan komponen vektor menjadi kompleks. Sebagai contoh,
dalam tiga dimensi kita mungkin mempertimbangkan vektor seperti (5 +
2𝑖, 3 − 𝑖, 1 + 𝑖). Mari lihatlah kembali modifikasi apa yang diperlukan
dalam kasus ini. Di (10.2), kita ingin kuantitas di bawah tanda akar kuadrat
menjadi positif. Untuk meyakinkan ini, kita mengganti kuadrat Ai dengan
kuadrat mutlak Ai, yaitu dengan |𝐴𝑖 |2 = 𝐴∗𝑖 𝐴𝑖 di mana 𝐴∗𝑖 adalah konjugat
kompleks dari 𝐴𝑖 (lihat Bab 2). Demikian pula, di (10.1) dan (10.3), kita
mengganti 𝐴𝑖 𝐵𝑖 oleh 𝐴∗𝑖 𝐵𝑖 . Dengan demikian kita mendefinisikannya
Perhatikan bahwa kita dapat menulis perkalian dalam bentuk matriks. Jika
A adalah matriks kolom dengan elemen 𝐴𝑖 , maka perubahan matriks
konjugasi A† adalah matriks baris dengan elemen 𝐴∗𝑖 . Menggunakan notasi
ini kita bisa menulis ∑ 𝐴∗𝑖 𝐵𝑖 = A†B (Soal 9).
75
Perhatikan bahwa, |4 − 4𝑖| = 4√2 < √29√17 sesuai dengan
Pertidaksamaan Schwarz (10.9).
𝑋 5 −2 𝑥
(11.1) ( ) = ( ) (𝑦).
𝑌 −2 2
𝑋 5 −2 𝑥 𝑥 λ𝑥
( )=( ) (𝑦) = λ (𝑦) = ( )
𝑌 −2 2 λ𝑦
76
Persamaan ini homogen. Ingat dari (8.9) bahwa satu persamaan homogen
memiliki solusi selain x = y = 0 hanya jika determinan dari koefisien adalah
nol. Demikian yang kita inginkan
5 − λ −2
(11.3) | | = 0.
−2 2 − λ
(11.4) (5 − λ)(2 − λ) − 4 = λ2 − 7λ + 6 = 0,
λ = 1 atau λ = 6.
Vektor Eigen Mengganti nilai λ dari (11.4) menjadi (11.2), dari hasil
tersebut kita dapat:
Gambar 11.1
Diagonalisasi Matriks Selanjutnya kita menulis (11.2) satu kali dengan λ
= 1, dan lagi dengan λ = 6, menggunakan subskrip 1 dan 2 untuk
mengidentifikasi vektor eigen yang sesuai:
(11.6) 5x1 – 2y1 = x1 , 5x2 – 2y2 = 6x2,
Buat pemisalan matriks ini dengan abjad (huruf) yang bisa di tulis
MC = CD, dimana
78
(11.11) C-1MC = D
Matriks D memiliki elemen yang berbeda dari nol hanya di bagian bawah
diagonal utama; ini disebut matriks diagonal. Matriks D disebut mirip
dengan Matriks M, dan ketika kita memperoleh D yang diberikan M, kita
mengatakan bahwa kita telah mendiagonalisasi M dengan transformasi
kesamaan.
1 −2
5 −2 1 0
(11.10) M=( ), C = ( √52 √5
1 ), D=( )
−2 2 − 0 6
√5 √5
79
Arti dari C dan D Untuk melihat lebih jelas makna dari (11.11) mari kita
temukan apa arti matriks C dan D secara fisik. Kami menganggap dua set
sumbu (x, y) dan (x’, y’) dengan (x, y) diputar melalui θ dari (x, y) (Gambar
11.2). Koordinat (x, y) dan (x’, y’) dari satu
titik (atau komponen dari satu vektor r = r’) relatif terhadap dua sistem ini
terkait
dengan (7.13).
𝑐𝑜𝑠𝜃 −𝑠𝑖𝑛𝜃
(11.14) 𝑟 = 𝐶𝑟′ dimana 𝐶=( ).
𝑠𝑖𝑛𝜃 𝑐𝑜𝑠𝜃
(11.15) 𝑅 = 𝐶𝑅 ′ .
(11.16) 𝑅 = 𝑀𝑟
(11.18)
𝑥1 𝑥2 𝑐𝑜𝑠𝜃 −𝑠𝑖𝑛𝜃
𝐶 = (𝑦 𝑦2 ) = ( 𝑠𝑖𝑛𝜃 ).
1 𝑐𝑜𝑠𝜃
81
Relatif untuk sumbu baru, diagonal matriks D menjelaskan perubahan suatu
titik.
𝑌′ 1 0 𝑥′
𝑅 ′ − 𝐷𝑟 ′ 𝑎𝑡𝑎𝑢 ( ′ ) = ( ) ( ) 𝑎𝑡𝑎𝑢
𝑋 0 6 𝑦′
(11.19) 𝑋′ = 𝑥′, 𝑌 ′ = 6𝑦 ′ .
82
Ingat bahwa C adalah matriks dari sautan vektor eigen; jika ini tegak lurus,
maka C adalah matriks orthogonal (Soal 6). Dapat ditunjukkan bahwa ini
akan menjadi kasus jika dan hanya jika matriks M adalah simetris. [Lihat
persamaan (11.27) dan diskusi sebelum itu. Lihat juga Masalah 33 hingga
35, dan Soal 15.25.]
Degenerasi Untuk matriks simetris, kita telah melihat bahwa vektor eigen
yang bersesuaian dengan nilai eigen yang berbeda bersifat ortogonal. Jika
dua (atau lebih) nilai eigen sama, maka eigenvalue itu disebut degenerasi.
Degenerasi berarti bahwa dua (atau lebih) vektor eigen tidak terikat sesuai
dengan nilai eigen yang sama.
1 −4 2
(11.20) M = (−4 1 −2).
2 −2 −2
Nilai eigen dari M adalah, 𝜆 = 6, −3, −3, dan vektor eigen yang sesuai
untuk 𝜆 = 6 adalah (2, -2, 1) (soal 36). Untuk 𝜆 = −3, kondisi vektor eigen
adalah 2𝑥 − 2𝑦 + 𝑧 = 0. Ini adalah bidang ortogonal terhadap vektor eigen
𝜆 = 6, dan vektor apa pun dalam bidang ini adalah vektor eigen yang
bersesuaian dengan 𝜆 = −3. Yaitu, 𝜆 = −3 ruang eigen adalah sebuah
bidang. Lebih mudah untuk memilih dua vektor eigen ortogonal sebagai
basis vektor dalam hal ini 𝜆 = −3 bidang eigen, misalnya (1, 1, 0) dan (−1,
1, 4). (Lihat Soal 36.)
83
(lihat Bagian 10), maka kita perlu metode lain. Seandainya pertama-tama
kita menuliskan hanya dua (berbeda) vector pada bidang eigen tidak
membuatnya orthogonal. Kemudian kita dapat menggunakan metode Gram-
Schmidt (lihat Bagian 10) untuk menemukan satu set ortogonal. Misalnya,
dalam masalah di atas, anggaplah kita telah memikirkan (atau komputer kita
telah memberi kita) vektor A = (1, 1, 0) dan B = (−1, 0, 2) yang merupakan
vektor di λ = −3 eigenplane tetapi tidak orthogonal satu sama lain.
Mengikuti metode Gram-Schmidt, kita temukan
−1 −1 1
𝑩 − (𝑒 · 𝚩)e = (−1, 0, 2) − (1, 1, 0) = ( , 2 , 2),
2 2
Atau (−1, 1, 4) seperti yang kita miliki di atas. Untuk sub ruang yang
berdegenerasi dari dimensi m> 2, kita hanya perlu menuliskan vektor eigen
bebas linear, dan kemudian menemukan sebuah orthogonal dengan metode
Gram-Schmidt.
(11. 24) 𝑟1† Hr2 = λ1𝑟1† r2 = λ2𝑟1† r2, atau (λ1 - λ2) 𝑟1† r2 = 0.
Jadi jika λ1 ≠ Λ2, maka produk bagian dalam r1 dan r2 nol, begitulah
orthogonal [lihat (10.8)]. Kita juga dapat membuktikan bahwa jika matriks
Mhas nilai eigen nyata dan dapat didiagonalkan oleh transformasi kesamaan
kesatuan, maka itu adalah Hermitian. Dalam simbol, kami menulis U −
1MU = D, dan temukan konjugasi transpose persamaan ini untuk
mendapatkan (Soal 38)
85
(11.26) Matriks memiliki nilai eigen yang nyata dan dapat
didiagonalkan oleh transformasi kesamaan kesatuan jika dan hanya jika
itu adalah Hermitian.
Karena matriks Hermitian nyata adalah matriks simetris dan matriks
kesatuan yang nyata adalah matriks ortogonal, pernyataan yang sesuai untuk
matriks simetrik adalah (soal 39).
2 3−𝑖
(11.29) 𝐻=( ).
3+𝑖 −1
(2 − ℷ)(−1 − ℷ) − (3 + 𝑖)(3 − 𝑖) = 0
ℷ2 − ℷ − 12 = 0 , ℷ = −3, 4 .
5 3−𝑖 𝑥
( ) (𝑦) = 0 atau
3+𝑖 2
5𝑥 + (3 − 𝑖) 𝑦 = 0 , (3 + 𝑖)𝑥 + 2𝑦 = 0
86
Persamaan ini didapat dengan 𝑥 = 2, 𝑥 = (−3 − 𝑖), sebuah pilihan untuk
satuan vektor eigen adalah (2, −3 − 𝑖)/√14 . untuk ℷ = 4, kita
menemukan persamaan pada suatu persamaan
1 2 3−𝑖 1 2 −3 + 𝑖
𝑈= ( ), 𝑈𝑡 = ( )
√14 −3 − 𝑖 2 √14 3 + 𝑖 2
−3 0
(11.30) 𝑈 −1 𝐻𝑈 = 𝑈 𝑡 𝐻𝑈 = ( ),
0 4
1 √2 1 −2 −1 −2
1 1
(11.31) 𝐴 = 2 (−√2 0 √2 ) , 𝐵 = ( 2 −2 −1)
3
1 −√2 1 1 2 −2
1 0 1 0 1 1
1 −1
(11.32) C = ( 0 √2 0) , 𝐶 AC =(−1 0 0)
√2
−1 0 1 0 0 1
88
Membandingkan hasil ini dengan (7.18) kita lihat bahwa cos 𝜃 = 0 dan sin
𝜃 = -1, jadi rotasinya adalah -90° disekitar sumbu i + k ( atau jika kamu
lebih suka diatas +90° sekitar –i – k).
1 1 1
−1 −√3
√6 √2 √3 0
−1 1 −1 2 2
−1
(11.33) C= , 𝐶 𝐴𝐵 = √3 −1
√6 √2 √3 0
−2 1 2 2
0 (0 0 −1)
(√6 √3 )
1 √3
Bandingkan ini dengan (7.19) dengan mendapatkan cos 𝜃 = − 2, sin 𝜃 = 2
89
digunakan transformasi kesamaan untuk menampilkan relatif
terhadap sumbu yang diputar.) Namun, ketika semua nilai eigen dari
matriks ortogonal adalah riil (lihat Soal 48), maka proses ini menghasilkan
matriks terdiagonalkan dengan nilai eigen di bawah diagonal utama.
2 6 3
1
(11.34) F = (6 −3 2 ).
7
3 2 −6
Kita dapat memeriksa (Soal 49) bahwa det F = 1, sumbu rotasi (vektor
eigen yang sesuai dengan nilai eigen λ = 1) adalah 3𝐢 + 2𝐣 + 𝐤, dan bahwa
dua nilai eigen lainnya adalah −1, −1. Kemudian F yang didiagonalkan
(relatif terhadap sumbu yang baru dengan sumbu z sepanjang sumbu rotasi)
adalah
−1 0 0
(11.35) ( 0 −1 0).
0 0 1
Membandingkan hal ini dengan persamaan (7.18), kita melihat bahwa cos θ
= −1, sin θ = 0, sehingga F menghasilkan rotasi 180◦ sekitar 3𝐢 + 2𝐣 + 𝐤.
Cara yang lebih mudah untuk menemukan sudut rotasi dalam
masalah ini adalah dengan menggunakan langkah F (Soal 50). Dari (7.18)
dan (11.34) kita memiliki 2cos θ + 1 = −1. Jadi cos θ = −1, θ = 180◦ seperti
sebelumnya. Metode ini memberikan cos θ untuk setiap matriks rotasi atau
matriks refleksi, akan tetapi kecuali cos θ = ± 1, kita juga membutuhkan
lebih banyak informasi (katakanlah nilai sin θ) untuk menentukan apakah θ
positif atau negatif.
Pangkat dan Fungsi Matriks Pada Bagian 6 kita menemukan
fungsi dari beberapa matriks A yang mudah untuk menemukan pangkatnya
karena mereka berulang secara berkala [lihat persamaan (6.15) hingga
(6.17)]. Ketika ini tidak terjadi, tidak mudah untuk mendapatkan pangkat
secara langsung (Soal 58). Tetapi mudah untuk menentukan pangkat dari
matriks diagonal, dan kita juga dapat menunjukkan bahwa (soal 57)
90
(11.36) 𝑀𝑛 = 𝐶𝐷𝑛 𝐶 −1 , dimana 𝐶 −1 𝑀𝐶 = 𝐷, D
diagonal.
Hasil ini berguna tidak hanya untuk mengevaluasi pangkat dan fungsi
matriks numerik tetapi juga untuk membuktikan teorema (Soal 60).
91
= λr. Kalikan ini di sebelah kiri oleh G dan gunakan GF = FG (matriks
commute) untuk mendapatkan
Hal ini mengatakan bahwa Gr adalah vektor eigen dari F yang sesuai
dengan nilai eigen λ. Jika λ tidak menurun (yaitu jika hanya ada satu vektor
eigen yang sesuai dengan λ) maka Gr pasti sama dengan vektor sebagai r
(kecuali mungkin untuk yang panjang), yaitu, Gr adalah kelipatan dari r,
atau Gr = λ’r. Ini adalah persamaan vektor eigen untuk G; mengatakan
bahwa r adalah vektor eigen dari G. Jika semua nilai eigen dari F tidak
terdegenerasi, maka F dan G memiliki himpunan vektor eigen yang sama,
dan dengan demikian dapat didiagonalkan oleh matriks C yang sama.
Contoh 8. Sekarang anggaplah bahwa ada dua (atau lebih) vektor eigen
linear yang bersesuaian dengan nilai eigen λ dari F. Kemudian setiap vektor
dalam jarak eigen terdegenerasi yang berhubungan dengan λ adalah vektor
eigen dari matriks F (lihat pembahasan tentang degenerasi di atas).
Selanjutnya pertimbangkan matriks G. Sesuai dengan semua nilai eigen
non-degenerasi kita sudah memiliki bagaian yang sama pada vektor eigen
untuk G seperti F. Jadi kita hanya menemukan vektor eigen dari G dalam
jarak eigen yang terdegenerasi F. Karena semua vektor dalam bagian ruang
ini adalah Vektor eigen F, kita bebas untuk menentukan vektor eigen dari
G. Jadi kita sekarang memiliki bagian dari vector eigen yang sama untuk
kedua matriks, dan kita dapat menempatkan matriks C yang akan
mendiagonalkan F dan G. Untuk sebaliknya, lihat soal 62
(12.1) 𝐴𝑥 2 + 2𝐻𝑥𝑦 + 𝐵𝑦 2 = 𝐾,
92
dimana A, B, H dan K adalah konstan. Dalam bentuk matriks ini dapat
ditulis
(𝑥 𝑦) ( 𝐴 𝐻 𝑥 𝑥
(12.2) ) ( ) = 𝐾 atau (𝑥 𝑦)𝑀 ( ) = 𝐾
𝐻 𝐵 𝑦 𝑦
𝐴 𝐻
( )=𝑀
𝐻 𝐵
𝑥 𝑐𝑜𝑠𝜃 −𝑠𝑖𝑛𝜃 𝑥′ 𝑥 𝑥′
(12.3) (𝑦) = ( ) ( ) atau (𝑦) = 𝐶 ( ) .
𝑠𝑖𝑛𝜃 𝑐𝑜𝑠𝜃 𝑦′ 𝑦′
𝑥′
(12.5) (𝑥′ 𝑦′)𝐶 −1 𝑀𝐶 ( ) = 𝐾
𝑦′
(12.6) 5𝑥 2 − 4𝑥𝑦 + 2𝑦 2 = 30 .
93
Dalam bentuk matriks dapat ditulis
𝑥
(12.7) (𝑥 𝑦) ( 5 −2) ( ) = 30.
−2 2 𝑦
5 −2
𝑀=( ),
−2 2
yang nilai eigennya kita temukan pada Bagian 11. Di bagian itu kita
menemukan C seperti ini
1 0
𝐶 −1 𝑀𝐶 = 𝐷 = ( ).
0 6
1 0 𝑥′
(12.8) (𝑥′ 𝑦′) ( ) ( ) = 𝑥′2 + 6𝑦′2 = 30.
0 6 𝑦′
1 3 0 𝑥
(𝑥 𝑦 𝑧) (3 −2 −1) (𝑦) = 24.
0 −1 1 𝑧
1−λ 3 0
| 3 −2 − λ −1 | = 0 = −λ3 + 13λ − 12
0 −1 1−λ
λ = 1, λ = - 4, λ=3
Relatif terhadap sumbu utama (𝑥’, 𝑦’, 𝑧’) persamaan kuadrat menjadi
1 0 0 𝑥′
(𝑥’, 𝑦’, 𝑧’) (0 −4 0) (𝑦 ′ ) = 24 .
0 0 3 𝑧′
atau
𝑥 ′2 − 4𝑦 ′2 + 3𝑧 ′2 = 24.
Dari persamaan ini kita dapat mengidentifikasi persamaan kuadrat
(hiperboloid dari satu lembar) dan membuat sketsa bentuk dan ukurannya
menggunakan sumbu (𝑥’, 𝑦’, 𝑧’) tanpa menemukan hubungannya dengan
95
sumbu asalnya (𝑥, 𝑦, 𝑧). Bagaimanapun, jika kita ingin mengetahui
hubungan antara dua sumbu, kita mendapati matriks C dengan cara berikut.
Ingatlah pada Bagian 11 bahwa C adalah matriks yang kolomnya
merupakan komponen dari satuan vektor eigen. Salah satu vektor eigen
dapat ditemukan dengan mensubstitusi nilai eigen λ = 1 ke dalam persamaan
1 3 0 𝑥 λ𝑥
(3 −2 −1) (𝑦) = (λ𝑦)
0 −1 1 𝑧 λ𝑧
Dan memecahkan x, y, z. Kemudian ix + jy + kz adalah sebuah vektor eigen
yang berhubungan dengan λ = 1, dan dengan membaginya dengan besarnya
kita dapatkan sebuah satuan vektor eigen (soal 8). Ulangi cara ini untuk
setiap nilai λ, kita dapat mengikuti tiga satuan vektor eigen
1 3
( , 0, ) Saat λ = 1;
√10 √10
−3 5 1
( , , ) Saat λ = -4;
√35 √35 √35
−3 −2 1
( , , ) Saat λ = 3
√14 √14 √14
Gambar 12.
96
Misalkan x dan y menjadi koordinat dari dua massa saat waktu t relatif pada
posisi setimbangannya, sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 12.1.
Kita ingin menuliskan rumus gerakan (massa kali percepatan = gaya) untuk
dua massa (lihat Bab 2, di akhir bagian 16). Kita hanya dapat menuliskan
gaya dengan memeriksanya seperti yang kita lakukan pada Bab 2, tetapi
untuk persoalan yang lebih rumit itu berguna untuk memperoleh sebuah
metode yang sistematis. Pertama tuliskan energi potensial; untuk pegas ini
1
adalah 𝑉 = 2 𝑘𝑦 2 dimana y adalah tekanan atau perpanjangan pegas dari
panjang setimbangnya. Maka gaya yang diberikan pada massa yang melekat
pada pegas adalah –ky = –dV/dy. Jika V adalah sebuah fungsi dari dua (atau
lebih) variabel, katakan x dan y pada Gambar 12.1 , lalu gaya pada kedua
massa adalah –∂V/∂x dan –∂V/∂y (dan seterusnya untuk variabel yang lebih).
Untuk Gambar 12.1, perpanjangan atau tekanan pada tengah pegas adalah x
1
– y jadi energi potensialnya adalah 2 𝑘(𝑥 − 𝑦)2 . Untuk dua pegas lainnya,
1 1
energi potensialnya adalah 𝑘𝑥 2 dan 𝑘𝑦 2 . Jadi total energi potensial
2 2
adalah
1 1 1
(12.10) 𝑉= 𝑘𝑥 2 + 2 𝑘(𝑥 − 𝑦)2 + 2 𝑘𝑦 2 = k (𝑥 2 − xy + 𝑦 2 ).
2
97
(12.12) 𝑥̈ = −𝜔2 𝑥, dan 𝑦̈ = −𝜔2 𝑦.
Dengan mensubstitusikan (12.12) ke dalam (12.11), kita memperoleh
(Persoalan 10)
−𝑚𝜔2 𝑥 = −2𝑘𝑥 + 𝑘𝑦
(12.13) {
−𝑚𝜔2 𝑦 = 𝑘𝑥 − 2𝑘𝑦.
Dalam bentuk matriks, persamaan ini adalah
𝑥 2 −1 𝑥 𝑚𝜔 2
(12.14) λ (𝑦) = ( )( ) dengan λ=
−1 2 𝑦 𝑘
Perhatikan bahwa ini adalah suatu persoalan nilai eigen (lihat bagian 11).
Untuk menemukan nilai eigen λ, kita tuliskan
2 − λ −1
(12.15) | |=0
−1 2 − λ
dan memecahkan λ untuk menemukan λ = 1 atau λ = 3. Dengan demikian,
[dengan definisi dari λ pada (12.14)] karakteristik frekuensinya adalah
𝑘 3𝑘
(12.16) 𝜔1 = √𝑚 dan 𝜔2 = √ 𝑚 .
Vektor eigen (tidak dinormalkan) sesuai dengan nilai eigen ini adalah:
𝑥 𝑘 4 −3 𝑥
(12.20) 𝜔2 (𝑦) = 𝑚 ( ) (𝑦).
−2 3
Dengan λ = 𝑚𝜔2 /𝑘, nilai eigen dari matriks persegi adalah λ = 1 dan λ =
6. Demikian karakteristik frekuensi getaran adalah
𝑘 6𝑘
(12.21) 𝜔1 = √𝑚 dan 𝜔2 = √ 𝑚 .
𝑋 𝑘 4 −√6 𝑋
(12.24) 𝜔2 ( ) = 𝑚 ( ) ( ).
𝑌 −√6 3 𝑌
(3√2, 2√3).
Contoh 5. Mari kita hitung model molekul triatomic linear yang kita
perkirakan gaya antara atom-atom yang disebabkan oleh gaya pada pegas.
(Gambar 12.2)
Gambar 12.2
1 1 1
(12.26) 𝑉 = 2 𝑘(𝑥 − 𝑦)2 + 2 𝑘(𝑦 − 𝑧)2 = 2 𝑘(𝑥 2 + 2𝑦 2 + 𝑧 2 − 2𝑥𝑦 − 2𝑦𝑧),
𝜕𝑉
𝑚𝑥̈ = − = −𝑘(𝑥 − 𝑦)
𝜕𝑥
𝜕𝑉
𝑚𝑦̈ = − = −𝑘(2𝑦 − 𝑥 − 𝑧)
𝜕𝑦
𝜕𝑉
{ 𝑚𝑧̈ = − = −𝑘(𝑧 − 𝑦)
𝜕𝑧
atau
−𝑚𝜔2 𝑥 = −𝑘(𝑥 − 𝑦)
(12.27) {−𝑀𝜔2 𝑦 = −𝑘(2𝑦 − 𝑥 − 𝑧)
−𝑚𝜔2 𝑧 = −𝑘(𝑧 − 𝑦)
101
digunakan. Pertama-tama, jika kita menambahkan tiga persamaan yang kita
dapatkan
𝑚 𝑚
(12.30) −𝑚𝜔2 𝑥 = −𝑘 (1 + 𝑀 ) 𝑥 − 𝑘 𝑀 𝑧,
𝑚 𝑚
−𝑚𝜔2 𝑧 = −𝑘 𝑥 − 𝑘 (1 + ) 𝑧,
𝑀 𝑀
𝑘 𝑘 2𝑚
(12.32) 𝜔1 = √𝑚 , 𝜔2 = √𝑚 (1 + )
𝑀
frekuensi 𝜔1, pusat massa M sedang berhenti dan dua massa m bergetar
dalam arah yang berlawanan seperti ini ← 𝑚 𝑀 𝑚 → dan kemudian seperti
ini 𝑚 → 𝑀 ← 𝑚 Pada frekuensi yang lebih tinggi 𝜔2 massa pusat M
102
bergerak dalam satu arah sementara dua massa m bergerak ke arah yang
berlawanan, pertama seperti ini 𝑚 →← 𝑀 𝑚 →kemudian seperti ini ←
𝑚 𝑀 →← 𝑚 .
𝑥 1 −1 0 𝑥
2 𝑘 −𝑚 2𝑚 −𝑚
(12.33) 𝜔 (𝑦) = 𝑚 ( 𝑀 𝑀 𝑀
) ( 𝑦).
𝑧 0 −1 1 𝑧
2𝑚 2𝑚
Untuk 𝜆 = 1 + , 𝑟 = (1, − , 1) ;
𝑀 𝑀
𝑀 𝑀
(12.36) (1, √𝑚 , 1), ( 1,0, −1), (1, −2√𝑚 , 1)
1 8 −6
(12.37) 𝑉 = 2 𝑘𝑟 𝑇 𝑉𝑟 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎 𝑉=( ) , 𝑟 = (𝑦𝑥 ) , 𝑟 𝑇 = (𝑥, 𝑦)
−6 9
1
Demikian pula energi kinetik T = 2 (2𝑚𝑥̇ 2 + 2𝑚𝑦̇ 2 ) dapat ditulis sebagai
1 2 0
(12.38) 𝑇 = 2 𝑚𝑟̇ 𝑇 𝑇𝑟̇ di mana 𝑉=( ) , 𝑟̇ = (𝑦̇𝑥̇ ) , 𝑟̇ 𝑇 = (𝑥̇ , 𝑦̇ )
0 3
2 0 𝑥 8 −6 𝑥
𝑚𝜔2 ( ) (𝑦) = 𝑘 ( )( ) atau
0 3 −6 9 𝑦
𝑚𝜔 2
(12.39) 𝜆𝑇𝑟 = 𝑉𝑟 dimana 𝜆= .
𝑘
104
Kita dapat menganggap (12.39) sebagai persamaan nilai eigen dasar. Jika T
adalah matriks satuan, maka kita hanya memiliki λr = Vr seperti pada
(12.14). Jika tidak, maka kita dapat mengalikan (12.39) dengan 𝑇 −1 untuk
mendapatkan
(12.40) 𝜆𝑟 = 𝑇 −1 𝑉𝑟 = (1/2 0
0 1/3
8 −6
) (−6 9
4 −3
)𝑟 = (−2 3
) (𝑦𝑥 )
seperti pada (12.20). Bagaimanapun, kita lihat bahwa matriks ini tidak
simetris dan maka vektor eigen tidak akan ortogonal. Jika kita ingin vektor
eigen menjadi ortogonal seperti pada (12.23), kita memilih variabel baru
sehingga matriks T adalah matriks satuan, yaitu variabel X dan Y sehingga
1 1
(12.41) 𝑇 = 2 (2𝑚𝑥̇ 2 + 3𝑚𝑦̇ 2 ) = 2 𝑚(𝑋̇ 2 + 𝑌̇ 2 ).
𝑋 𝑥√2 0 𝑥
𝑅=( )=( ) = (√2 ) ( ) = 𝑇 1/2 𝑟
𝑌 𝑦√3 0 √3 𝑦
atau
0 𝑋
(12.42) 𝑟 = 𝑇 −1/2 𝑅 = (1/√2 ) ( ).
0 1/√3 𝑌
2𝑥𝑦 + 𝑦 2 ).
Matriks yang terkait adalah [lihat persamaan (12.37) dan
(12.38)]:
4 0 4 −1
(12.45) 𝑇=( ), 𝑉 = ( )
0 1 −1 1
Seperti dalam persamaan (12.40), kita menemukan T-1V
dan nilai eigen dan vektor eigennya.
1/4 0 4 −1 1 −1/4
𝑇 −1 𝑉 = ( )( )=( ),
0 1 −1 1 −1 1 Gambar 12.3
2
𝑚𝜔 1 3
𝜆= = , .
𝑘 2 2
𝑘 3𝑘
(12.46) untuk 𝜔 = √2𝑚 , 𝑟 = (1, 2); untuk 𝜔 = √2𝑚 ,
𝑟 = (1, −2).
107
2. Hukum Asosiatif: Hukum kombinasi memenuhi hukum asosiatif: (AB) C
= A (BC).
3. unsur unit: Ada unsur unit I dengan properti yang IA = AI = A
4. kebalikan: Setiap elemen dari suatu himpunan memiliki kebalikan dalam
himpunannya; yaitu, untuk setiap elemen A ada elemen B sehingga AB =
BA = I.
Kita dapat dengan mudah memverifikasi bahwa keempat keadaan ini
terpenuhi untuk golongan ± 1, ± i pada perkalian.
1. Kita telah selesai membahas penutupan.
2. Perkalian angka bersifat asosiatif.
3. Unsur unit adalah 1.
4. Angka-angka i dan − i adalah invers karena hasilnya adalah 1; −1 adalah
kebalikannya sendiri, dan 1 adalah kebalikannya sendiri.
Dengan demikian set ± 1, ± i, pada operasi perkalian, adalah himpunan.
Urutan himpunan bilangan terbatas adalah bilangan dalam himpunan
tersebut. Ketika elemen-elemen dari suatu kelompok ordo n adalah dari
bentuk A, A2, A3, ···, An = 1, ini disebut himpunan siklik. Jadi himpunan ±
1, ± i, pada perkalian, adalah himpunan siklik dari orde 4 seperti yang kami
sebut di atas.
Bagian dari himpunan adalah sub kumpulan yang juga merupakan
himpunan. Semua himpunan, atau elemen unit, disebut bagian himpunan
trivial ; setiap himpunan lain disebut sub himpunan yang tepat. Kelompok
± 1, ± i memiliki sub himpunan yang tepat ± 1.
Hasil, Tabel Perkalian Dalam definisi kelompok dan dalam diskusi sejauh
ini, kami telah menggunakan istilah "hasil" dan telah menulis AB untuk
kombinasi dua elemen. Namun, istilah seperti "hasil" atau "perkalian"
digunakan di sini dalam arti umum untuk merujuk pada apa pun operasi
tersebut untuk menggabungkan bagian himpunan. Dalam aplikasi, unsur-
unsur himpunan seringnya matriks dan operasi perkalian matriks. Dalam
teori grup matematika umum, operasi mungkin, misalnya, penambahan dua
elemen, dan itu terdengar membingungkan untuk mengatakan "hasil" ketika
108
kita mengartikan jumlah! Lihatlah salah satu contoh pertama yang kita
diskusikan, yaitu rotasi vektor dengan sudut π / 2, π, 3π / 2, 2π atau 0. Jika
bagian himpunan adalah matriks rotasi, maka kita mengalikannya, tetapi
jika bagian himpunan adalah sudut-sudutnya, lalu kita tambahkan. Tetapi
untuk masalah fisiknya kedua kasus tersebut sama persis. Jadi ingat bahwa
perkalian himpunan mengacu pada hukum kombinasi untuk himpunan,
bukan hanya untuk perkalian biasa dalam aritmatika.
Tabel perkalian untuk himpunan sangat berguna; persamaan (13.1), (13.2),
dan (13.4) menunjukkan beberapa contoh. Lihatlah (13,1) untuk kelompok
± 1, ± i. Kolom depan dan baris atas (menggabungkan menurut garis)
mencantumkan bagian himpunan. Keenam belas produk yang mungkin dari
unsur-unsur ini ada di bagian dalam meja. Perhatikan bahwa setiap bagian
himpunan muncul tepat satu kali di setiap baris dan di setiap kolom
(Masalah 3). Pada persimpangan baris yang dimulai dengan i dan kolom
yang diawali oleh −i, Anda menemukan hasil (i) (- i) = 1, dan juga untuk
hasil lainnya.
(13.1)
1 𝑖 -1 -𝑖
1 1 𝑖 -1 -𝑖
𝑖 𝑖 -1 -𝑖 1
-1 -1 −𝑖 1 𝑖
−𝑖 −𝑖 1 𝑖 -1
109
Di (13.2) di bawah ini, perhatikan bahwa kamu menambahkan sudut-sudut
seperti yang kita diskusikan di atas. Namun, itu tidak hanya sekadar
menambahkan — ini benar-benar proses yang biasa untuk menambahkan
sudut hingga Anda mendapat 2π dan kemudian memulai kembali dari nol.
Dalam bahasa matematika ini disebut menambahkan (mod 2π) dan kami
menulis π / 2 + 3π / 2 ≡ 0 (mod 2 π). Jam pada jam biasa menambahkan
dengan cara yang sama. Jika jam 10 dan kemudian 4 jam berlalu, jam
menunjukkan jam 2 siang. Kami menulis 10 + 4≡2 (mod 12). (Lihat
Masalah 6 dan 7 untuk lebih banyak contoh. (13.2)
0 π/2 π 3π/2
0 0 π/2 π 3π/2
π/2 π/2 π 3π/2 0
Π Π 3π/2 0 π/2
3π/2 3π/2 0 π/2 Π
Dua himpunan disebut isomorfik jika tabel perkalian mereka identik kecuali
untuk nama yang kita lampirkan pada bagian-bagian [bandingkan (13.1) dan
(13.2)]. Jadi semua himpunan bagian 4 yang telah kita diskusikan sejauh ini
adalah isomorfik satu sama lain, yaitu, mereka benar-benar semua
himpunan yang sama. Namun, ada dua himpunan urutan yang berbeda 4,
kelompok siklik yang telah kita diskusikan, dan himpunan lain yang disebut
himpunan ke 4 (lihat Soal 4).
I A B F G H
I I A B F G H
A A B I G H F
(13.4) B B I A H F G
F F H G I B A
G G G H A I B
H H F F B A I
Perhatikan di sini bahwa GF = A, tetapi FG = B, tidak mengherankan karena
kami tahu bahwa matriks tidak selalu berubah. Dalam teori grup, jika setiap
111
dua elemen grup melakukan perjalanan, grup tersebut disebut Abelian.
Contoh-contoh kelompok kami sebelumnya semuanya adalah Abelian,
tetapi kelompok dalam (13.4) bukanlah Abelian.
Ini hanyalah salah satu contoh dari kelompok simetri. Teori grup sangat
penting dalam aplikasi karena menawarkan cara sistematis menggunakan
simetri masalah fisik untuk menyederhanakan solusi. Seperti yang telah kita
lihat, kelompok dapat diwakili oleh set matriks, dan ini banyak digunakan
dalam aplikasi.
Elemen Konjugasi, Kelas, Karakter Dua elemen grup A dan B disebut
elemen konjugasi jika ada elemen grup C sehingga C − 1AC = B. Dengan
membiarkan C berturut-turut satu elemen grup setelah yang lain, kita dapat
menemukan semua elemen grup berkonjugasi. ke A. Kumpulan elemen
konjugat ini disebut kelas. Ingat dari Bagian 11 bahwa jika A adalah matriks
yang menggambarkan transformasi (seperti rotasi atau semacam pemetaan
ruang ke dirinya sendiri), maka B = C − 1AC menggambarkan pemetaan
yang sama tetapi relatif terhadap rangkaian sumbu yang berbeda (berbeda
dasar). Dengan demikian semua elemen kelas benar-benar menggambarkan
pemetaan yang sama, hanya relatif terhadap basis yang berbeda.
Contoh 2. Temukan kelas untuk kelompok di (13,3) dan (13,4). Kami
menemukan unsur-unsur berkonjugasi ke F sebagai berikut [gunakan (13,4)
untuk menemukan invers dan hasil]:
I-1FI = F;
A-1FA = BFA = BH = G;
(13.5) B-1FB = AFB = AG = H;
F-1FF = F;
G-1FG = GFG = GB = H;
H-1FH = HFH = HA = G.
Perhatikan di sini bahwa GF = A, tetapi FG = B, tidak mengherankan karena
kami tahu bahwa matriks tidak selalu berubah. Dalam teori grup, jika setiap
dua elemen grup melakukan pertukaran, grup tersebut disebut Abelian.
Semua contoh sebelumnya adalah abelian, tetapi kelompok dalam (13.4)
112
bukanlah Abelian. Ini hanyalah salah satu contoh dari kelompok simetri.
Teori grup sangat penting dalam aplikasi karena menawarkan cara
sistematis menggunakan simetri masalah fisik untuk menyederhanakan
solusi. Seperti yang telah kita lihat, kelompok dapat diwakili oleh set
matriks, dan ini banyak digunakan dalam aplikasi.
Ingat dari (9.13) dan Soal 11.10 bahwa sisa matriks (jumlah elemen
diagonal) tidak diubah oleh transformasi kesamaan. Jadi semua matriks
kelas memiliki sisa yang sama. Amati bahwa ini benar untuk kelompok
(13.3): Matriks x memiliki sisa = 2, A dan B memiliki sisa = −1/2 − 1/2 =
−1, dan F, G, dan H memiliki sisa = 0. Dalam hubungan ini, tanda matriks
disebut karakternya, jadi kita melihat bahwa semua matriks kelas memiliki
karakter yang sama. Juga perhatikan bahwa kita dapat menulis matriks
(13.3) dalam (tanpa batas) banyak cara lain dengan memutar sumbu
referensi, yaitu dengan melakukan transformasi kesamaan. Tetapi karena
transformasi kesamaan tidak mengubah tanda, yaitu karakter, kita sekarang
memiliki nomor yang melekat pada setiap kelas yang tidak bergantung pada
pilihan khusus sistem koordinat (basis). Kelas dan karakter yang terkait
sangat penting dalam aplikasi teori grup.
Satu lagi angka penting di sini, dan itu adalah dimensi representasi. Di
(13.3), kita menggunakan 2 dari 2 matriks (2 dimensi), tetapi akan
memungkinkan untuk mengerjakan dalam 3 dimensi. Kemudian, misalnya,
matriks A akan menggambarkan rotasi 120o di sekitar sumbu z dan akan
1 √3
-2 - 2
0
(13.6) √3 1
0
2 2
(0 0 1)
dan matriks-matriks lain dalam (13.3) akan memiliki bentuk yang serupa,
yang disebut blok terdeagonalkan. Tapi sekarang jejak semua matriks
meningkat 1. Untuk menghindari ambiguitas tentang karakter, kita
menggunakan apa yang disebut "representasi tak dapat diperkecil" dalam
menemukan karakter; mari kita bahas ini.
113
Representasi tak dapat diperkecil A 2-dimensi representasi disebut dapat
diperkecil jika semua matriks grup dapat didiagonalkan oleh transformasi
kesamaan transformasi yang sama (yaitu, perubahan dasar yang sama).
Sebagai contoh, matriks dalam Soal 1 dan matriks dalam Soal 4 keduanya
memberikan representasi 2-dimensi yang dapat dikurangi dari kelompok
mereka (lihat Masalah 13, 15, dan 16). Di sisi lain, matriks dalam (13,3)
tidak dapat didiagonalisasi secara simultan (lihat Soal 13), sehingga (13,3)
disebut sebagai representasi 2 dimensi yang tidak dapat diperkecil dari
kelompok simetri segitiga sama sisi. Jika kelompok 3 oleh 3 matriks semua
bisa baik didiagonalisasi atau dimasukkan ke dalam bentuk (13,6) (blok
didiagonalkan) oleh transformasi persamaan kemiripan yang sama, maka
representasi disebut reducible; jika tidak, itu adalah representasi 3-dimensi
pengurangan. Untuk matriks yang lebih besar, bayangkan blok matriks
diagonalkan dengan balok sepanjang diagonal utama yang merupakan
matriks representasi yang tak dapat diperkecilkan.
Dengan demikian kita melihat bahwa setiap representasi terdiri dari
representasi yang tidak dapat kurangi. Untuk setiap representasi yang tak
dapat diperkecilkan, kita menemukan karakter masing-masing kelas. Daftar
tersebut dikenal sebagai tabel karakter, tetapi konstruksinya berada di luar
jangkauan kita.
Kelompok tak hingga Disini kita selidiki beberapa contoh kelompok tak
hingga serta beberapa pasangan yang bukan grup.
(1.37)
(a) Himpunan semua bilangan bulat, positif, negatif, dan nol, di bawah
tambahan biasa, adalah kelompok. Buktinya: Jumlah dua bilangan bulat
adalah bilangan bulat. Penambahan biasa mematuhi hukum asosiatif. Unsur
unit adalah 0. Inversi dari N adalah −N karena N + (- N) = 0.
(b) Pasangan yang sama di bawah perkalian biasa bukan grup karena 0 tidak
memiliki invers. Tetapi jika kita menghilangkan 0, invers dari bilangan
bulat lainnya adalah pecahan yang tidak di dalam pasangan.
114
(c) operasi perkalian biasa, Himpunan dari semua bilangan rasional kecuali
nol, adalah suatu himpunan. Bukti: hasil dari dua bilangan rasional adalah
bilangan rasional. Perkalian biasa adalah asosiatif. Unit elemen adalah 1,
dan invers dari bilangan rasional adalah hanya timbal balik.
Demikian pula, kamu bisa menunjukan bahwa himpunan yang
diikuti adalah himpunan dibawah perkalian biasa (soal 17): semua bilangan
riil kecuali nol, semua bilangan kompleks 𝑟𝑒 𝑖𝜃 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑟 = 1.
(d) pengurangan biasa atau pembagian tidak bisa menjadi operasi himpunan
karena mereka tidak memenuhi hukum asosiatif; contoh, 𝑥 − (𝑦 − 𝑧) ≠
(𝑥 − 𝑦) − 𝑧. (soal 18)
(e) Himpunan dari semua ortogonal 2x2 matriks dibawah perkalian matriks
adalah suatu himpunan disebut O(2). Jika matriks diharuskan untuk menjadi
matriks rotasi, itu adalah mempunyai determinan +1, himpunan tersebut
disebut SO(2) (S berdiri khusus). Demikian pula, himpunan yang diikuti
oleh matriks adalah himpunan dibawah perkalian matriks. Himpunan dari
semua orthogonal 3x3 matriks, disebut O (3); itu disebut subhimpunan SO
(3) dengan determinan = 1; atau hubungan antara himpunan dari matriks
orthogonal dengan banyak dimensi n, disebut O(n) dan SO(n). (masalah 19)
(f) himpunan dari semua unit n x n matriks, n=1,2,3, ..., disebut U(n) adalah
suatu himpunan dibawah perkalian matriks, dan itu disebut sub himpunan
SU(n) unit matriks dengan determinan = 1 disebut juga himpunan. Bukti:
kita mempunyai catatan berulang kali bahwa matriks perkalian adalah
asosiatif dan bahwa himpunan matriks adalah Unit elemen dari suatu
himpunan matriks. Jadi kita hanya butuh memeriksa akhir dan invers. Hasil
dari dua matriks adalah unit (lihat section 9). Jika dua matriks mempunyai
determinan = 1, hasil dari kedua matriks tersebut mempunyai determinan =
1 [lihat persamaan (6.6)]. Invers dari matriks unit adalah unit (lihat masalah
9.25).
115
14. RUANG VEKTOR UMUM
Pada bagian ini kita akan memperkenalkan suatu vektor ruang yang sangat
penting di aplikasi. Ini hanya akan menjadi awal karena topik disini akan
digunakan oleh banyak bab yang akan kamu temukan. Topik umum akan
dipersiapkan secara garis besar yang diperlukan untuk 3 dimensi ruang
vektor (saat kita mendengar syarat untuk suatu himpunan), lalu menunjukan
3 dimensi syarat ruang vektor adalah dipenuhi oleh himpunan seperti fungsi
atau matriks yang mana kita tidak akan berpikir secara umum terhadap
vektor.
Definisi dari ruang vektor. Suatu ruang vektor adalah himpunan dari elemen
{U, V, W, ...} disebut vektor, dengan dengan dua operasi: penambahan
vektor, dan perkalian dari suatu verktor oleh suatu skalar (yang tujuan kami
akan menjadi nyata atau sebuah bilangan kompleks). Dan subjek diikuti:
1. Akhiran : jumlah dari dua vektor adalah vektor di ruang.
2. Penambahan vektor adalah:
a) Komutatif: U+V = V+U
b) Asosiatif: (U+V) + W = U + (V+W)
3. (a) Terdapat vektor nol seperti 0 + V = V + 0 untuksetiap elemen V di
ruang.
(b) setiap elemen V mempunyai penambahan invers (- V) seperti V+ (-
V) = 0
4. Perkalian vektor oleh skalar mempunyai komponen yang diharapkan:
(a) k (U + V) =kU + kV;
(b) (k1 + k2)V = k1V + k2V;
(c) (k1k2) V = k1 (k2V);
(d) 0 .V = 0 dan 1 . V = V
Kamu harus membahas ini dan meyakinkan diri sendiri bahwa semua
itu benar untuk dua dan tiga dimensi ruang vektor biasa. Sekarang mari
lihat bebarapa contoh yang kita tidak biasanya berpikir sebagai vektor,
namun, memenuhi kebutuhan diatas.
116
Contoh 1.Mengingat aturan dari suku banyak berderajat tiga atau
lainnya merupakan bentuk dari fungsi 𝑓(𝑥) = 𝑎0 +𝑎1 𝑥+𝑎2 𝑥 2 + 𝑎3 𝑥 3 .
Apakah ini ruang vektor? Jika demikian, carilah basisnya. Apa yang
dimaksud dimensi dari ruang?
117
aturan dari fungsi-fungsi linear bebas yang terdapat pada ruang. Kita
perlu ingat bahwa semua fungsi yang diberikan belum tentu fungsi
linear bebas, seperti fungsi 𝑒 𝑖𝑥 dan 𝑒 −𝑖𝑥 yang merupakan fungsi
kombinasi linear dari sin 𝑥 dan cos 𝑥 (bab 2, subbab 4). Namun aturan
fungsi {sin 𝑥, cos 𝑥, 𝑥 sin 𝑥} merupakan aturan fungsi linear bebas dan
dapat merentang ruang. Jadi kemungkinan basis dan dimensi ruangnya
adalah 3. Kemungkinan lain yang akan menjadi basis adalah
{𝑒 𝑖𝑥 , 𝑒 −𝑖𝑥 , 𝑥 sin 𝑥}. Anda akan memenuhi aturan-aturan dari fungsi-
fungsi seperti ini sebagai penyelesaian dari persamaan turunan (lihat
Bab 8, kasus 5.13 hingga 5,18).
118
Contoh 5. Pertimbangkan semua aturan dari 2 oleh 3 matriks dengan
penambahan matriks sebagai hukum kombinasinya, dan perkalian
dengan bilangan skalar yang dijabarkan dalam bagian 6. Ingat bahwa
Anda menjumlahkan matriks dengan menjumlahkan unsur yang sesuai.
Oleh karena itu penjumlahan dari 2 oleh 3 matriks merupakan 2 oleh 3
matriks lainnya. Untuk penjumlahan matriks dan perkalian dilakukan
oleh bilangan skalar, sangat mudah untuk menunjukkan bahwa selain
persyaratan yang tercantum di atas merupakan kepuasan (kasus 1).
Sebagai basis,kita dapat menggunakan 6 matriks.
1 0 0 0 1 0 0 0 1
( ) ( ) ( )
0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0
( ) ( ) ( )
1 0 0 0 1 0 0 0 1
𝑏
(14.1) [ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑖𝑛𝑡𝑖 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝐴(𝑥)𝑑𝑎𝑛 𝐵(𝑥)] = ∫𝑎 𝐴∗ (𝑥)𝐵(𝑥)𝑑𝑥,
119
𝑏
(14.2) [𝑎𝑡𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝐴(𝑥)] = ‖𝐴(𝑥)‖ = √∫𝑎 𝐴∗ (𝑥)𝐵(𝑥)𝑑𝑥,
Mari sekarang samakan pemahaman kita (14.1) tentang hasil inti lebih
jauh lagi. Biarkan 𝐴, 𝐵, 𝐶, … menjadi unsur dari besaran vektor, dan
biarkan 𝑎, 𝑏, 𝑐, … menjadi besaran skalar. Kita menggunakan tanda
kurung ⟨𝐴|𝐵⟩ bertujuan untuk hasil inti dari 𝐴 𝑑𝑎𝑛 𝐵. Besaran vector
ini disebut besaran hasil inti jika hasil inti merupakan pengertian yang
bergantung pada kondisi maka:
(lihat kasus 11) kasus tersebut mengikuti dari (14.4) bahwa (kasus
12)
120
pelajari dengan seksama penggunaan notasi braket kami di bagian
selanjutnya dan lakukan Masalah 11 hingga 14.
(14.9) 𝑏 2 𝑏 𝑏
∗ (𝑥)𝐵(𝑥)𝑑𝑥
|∫ 𝐴 | ≤ (∫ 𝐴∗ (𝑥)𝐴(𝑥)𝑑𝑥) (∫ 𝐵 ∗ (𝑥)𝐵(𝑥)𝑑𝑥)
𝑎 𝑎 𝑎
121
memiliki norma 1. Sering kali nyaman untuk melakukannya tulis
fungsi ruang vektor dalam basis ortonormal (bandingkan menulis
vektor biasa dalam tiga dimensi dalam hal i, j, k). Mari kita lihat
bagaimana Metode Gram-Schmidt berlaku untuk ruang vektor
fungsi dengan produk dalam, norma, dan ortogonalitas ditentukan
oleh (14.1) menjadi (14.3). (Bandingkan Bagian 10, Contoh 4 dan
paragraf sebelumnya.)
Kemudian untuk sisa fungsi yang ada, kurangi 𝑓𝑖 pada tiap tiap 𝑒𝑗
terlebih dahulu multiple dari produk yang berada di dalam 𝑒𝑗 dan 𝑓𝑖 ,
dari ini, ditemukan
1
(14.10) 𝑝𝑖 = 𝑓𝑖 − ∑𝑗<𝑖 𝑒𝑗 〈𝑒𝑗 |𝑓𝑖 〉 = 𝑓𝑖 − ∑𝑗<𝑖 𝑒𝑗 ∫−1 𝑒𝑗 𝑓𝑖 𝑑𝑥
122
daya dari x adalah orthogonal untuk angka ganjiil berpangkat.
Melihat 𝑓𝑖 berurutan dan daya berpangkat x. kemudian kamu bisa
melihat bahwa posisi 𝑝𝑖 dan 𝑒𝑖 akan juga melibatkan diri sendiri
=atau daya pangkat dari x. metode gram- Schmidt memberi
penyelesaian (masalah 16)
1
1
𝑓𝑜 = 1 = 𝑝𝑜 , ||𝑝𝑜 ||2 = ∫ 12 𝑑𝑥 = 2, 𝑒𝑜 =
−1 √2
𝑓1 = 𝑥; 𝑝1 = 𝑥 𝑘𝑎𝑟𝑒𝑛𝑎 𝑥 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑟𝑡ℎ𝑜𝑔𝑜𝑛𝑎𝑙 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑒𝑜 .
1
2 3
||𝑝1 ||2 = ∫ 𝑑𝑥, 𝑒1 = 𝑥√
−1 3 2
1
1 2 8 5
||𝑝2 ||2 = ∫ (𝑥 2 − ) 𝑑𝑥 = , 𝑒2 = (3𝑥 2 − 1)√
−1 3 45 8
3 1 3 3
𝑝3 = 𝑥 3 − 𝑥√ ∫ 𝑥√ 𝑥 3 𝑑𝑥 = 𝑥 3 − 𝑥
2 −1 2 5
2
1
3
3 2 8 7
||
||𝑝3 = ∫ (𝑥 − 𝑥) 𝑑𝑥 = , 𝑒3 = (5𝑥 3 − 3𝑥)√
−1 5 145 8
Proses ini harus dilanjutkan dengan vektor jarak dengan basis 1,x,𝑥 2 , … , 𝑥 𝑁 .
(tapi ini tidak terlalu efisien). Fungsi orthonormal 𝑒𝑖 adalah fungsi yang
sering disebut (membuat normal ) Legenre Polinomials. Di capter 12 dan
13, kita akan menemukan fungsi solusi dari perhitungan diferensial, dan
melihat aplikasi pada problem fisika.
Spasi Dimensi Tak Terbatas Jika ruang vektor tidak memiliki basis terbatas,
ia disebut ruang vektor dimensi tak terbatas. Ini di luar jangkauan kami
untuk masuk ke studi matematika rinci tentang ruang-ruang tersebut.
Namun, Anda harus tahu bahwa, dengan analogi dengan ruang vektor
123
dimensi terbatas, kita masih menggunakan fungsi dasar istilah untuk set
fungsi (seperti 𝑥 𝑛 atausin 𝑛 𝑥 ) dalam hal kita dapat memperluas fungsi
terbatas yang sesuai dalam seri tak berhingga. Sejauh ini kita hanya
membahas rangkaian daya (Bab 1). Dalam bab-bab selanjutnya Anda akan
menemukan banyak perangkat fungsi lain yang menyediakan basis yang
berguna dalam aplikasi: sinus dan cosinus dalam Bab 7, berbagai fungsi
khusus dalam Bab 12 dan 13. Ketika kita memasukkannya, kita akan
mendiskusikan pertanyaan dari konvergensi seri tak berhingga, dan
kelengkapan set fungsi dasar .
124
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
1. Aljabar linear banyak digunakan dalam berbagai kasus kehidupan,
termasuk kasus fisika. Seperti, pegas yang disusun seri
2. Matriks memiliki banyak jenis, diantaranya matriks bujur sangkar,
matriks ortogonal
125