Anda di halaman 1dari 127

FISIKA MATEMATIKA 1

ALJABAR LINEAR

Oleh
Kelompok 3
Pendidikan Fisika 3B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2018 M
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................ i


BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
BAB II ALJABAR LINEAR .................................................................................. 2
1. PENDAHULUAN ....................................................................................... 2
2. MATRIKS : PENGURANGAN BARIS ..................................................... 4
3. DETERMINAN : ATURAN CRAMER.................................................... 11
4. VEKTOR ................................................................................................... 20
5. GARIS DAN BIDANG ............................................................................. 31
6. perk MATRIKS .......................................................................................... 40
7. KOMBINASI LINEAR, FUNGSI LINEAR, LINEAR OPERATOR....... 51
8. LINEAR DEPENDENT DAN INDEPENDENT ...................................... 61
9. MATRIKS KHUSUS DAN RUMUS ........................................................... 65
10. RUANG VEKTOR LINEAR ...................................................................... 69
11. NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN, DIAGONALISASI MATRIKS . 76
12. APLIKASI DARI DIAGONALISASI ........................................................ 92
13. PENGENALAN SINGKAT MENGENAI HIMPUNAN ....................... 107
14. RUANG VEKTOR UMUM ...................................................................... 116
BAB III PENUTUP ............................................................................................ 125
1. Kesimpulan .............................................................................................. 125

i
BAB I

PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Aljabar adalah cabang ilmu matematika yang mempelajari prinsip-
prinsip penyederhanaaan atau pemecahan masalah dan huruf-huruf tertentu.
Aljabar terdiri dari tiga komponen, yaitu koefisien, konstanta dan variabel.
Contoh : 3 𝑥 + 2 𝑦 = 6

koefisien
Konstanta
variabel
Dalam bab ini, kita akan mendiskusikan hubungan dari aljabar
dengan geometri yang berperan penting dalam banyak aplikasi. Kita ketahui
bahwa banyak permasalahan dalam bidang sains dan matematika
melibatkan penyelesaian persamaan linier. ini terdengar seperti aljabar,
tetapi memiliki banyak kegunaan interpretasi geometri. Misalkan Anda
telah menyelesaikan dua persamaan linear bersamaan dan telah menemukan
x = 2 dan y = −3. Kita dapat menganggap x = 2, y = -3 sebagai titik (2, −3)
dalam bidang (x, y). Karena dua persamaan linear mewakili dua garis lurus,
solusinya adalah titik perpotongan dari garis. Geometri membantu kita
untuk memahaminya kadang-kadang tidak ada penyelesaian (garis sejajar)
dan kadang-kadang ada banyak solusi akhir (kedua persamaan mewakili
garis yang sama).
Suatu matriks tersusun atas baris dan kolom, jika matriks tersusun
atas m baris dan n kolom maka dikatakan matriks tersebut berukuran (
berordo ) m x n. Penulisan matriks biasanya menggunakan huruf besar A,
B, C dan seterusnya, sedangkan penulisan matriks beserta ukurannya
(matriks dengan m baris dan n kolom ) adalah Amxn, Bmxn dan seterusnya.

1
BAB II

ALJABAR LINEAR
1. PENDAHULUAN
Dalam bab ini, kita akan mendiskusikan hubungan dari aljabar
dengan geometri yang berperan penting dalam banyak aplikasi. Kita ketahui
bahwa banyak permasalahan dalam bidang sains dan matematika
melibatkan penyelesaian persamaan linier. ini terdengar seperti aljabar,
tetapi memiliki banyak kegunaan interpretasi geometri. Misalkan Anda
telah menyelesaikan dua persamaan linear bersamaan dan telah menemukan
x = 2 dan y = −3. Kita dapat menganggap x = 2, y = -3 sebagai titik (2, −3)
dalam bidang (x, y). Karena dua persamaan linear mewakili dua garis lurus,
solusinya adalah titik perpotongan dari garis. Geometri membantu kita
untuk memahaminya kadang-kadang tidak ada penyelesaian (garis sejajar)
dan kadang-kadang ada banyak solusi akhir (kedua persamaan mewakili
garis yang sama).
Bahasa vektor sangat berguna dalam mempelajari bagian persamaan
simultan. Anda akrab dengan kuantitas seperti kecepatan suatu benda, gaya
yang bekerja di atasnya, atau medan magnet pada suatu titik, yang memiliki
besar dan arah. Kuantitas semacam itu disebut vektor, bandingkan dengan
kuantitas seperti massa, waktu, atau suhu, yang memiliki magnitude saja
dan disebut scalar. Sebuah vector dapat diwakili oleh panah dan diberi label
oleh huruf tebal (A pada Gambar 1.1; juga lihat Bagian 4). Panjang panah
memberi tahu kita besarnya vektor dan arah panah memberi tahu kita arah
vektor. Itu tidak perlu menggunakan sumbu koordinat seperti pada Gambar
1.1; kita dapat, misalnya, mengarahkan jari untuk memberi tahu seseorang
yang menuju ke kota tanpa mengetahui arah utara. Ini adalah metode
geometrik untuk membahas vektor (lihat Bagian 4). Namun, jika kita
menggunakan sistem koordinat seperti pada gambar 1.1, kita dapat
menentukan vektor dengan memberikan komponennya Ax dan Ay yang
merupakan proyeksi vektor pada sumbu x dan sumbu y. Dengan demikian
kita memiliki dua metode yang berbeda untuk mendefinisikan dan

2
mengerjakan dengan vektor. Sebuah vektor dapat berupa entitas geometris
(panah), atau mungkin sekumpulan angka (komponen relatif terhadap
sebuah sistem koordinat) yang kita gunakan secara aljabar. Seperti yang
akan kita lihat, penafsiran ganda atas semua hal yang kita lakukan
penggunaan vektor sebuah alat yang sangat kuat dalam aplikasi.
Salah satu keuntungan besar dari rumus vektor adalah bahwa mereka
tidak bergantung pada pilihan sistem koordinat. Sebagai contoh, anggaplah
kita sedang mendiskusikan gerakan massa m meluncur ke bawah bidang
miring. Hukum kedua Newton F = ma adalah persamaan yang benar tidak
peduli bagaimana kita memilih sumbu kita. Kita bisa, katakanlah, ambil
sumbu x horisontal dan sumbu y vertikal, atau alternatifnya kita mungkin
mengambil sumbu x sepanjang bidang miring dan sumbu y tegak lurus
terhadap bidang. Fx akan, tentu saja, berbeda dalam dua kasus, tetapi untuk
kasus yang lain akan benar bahwa Fx = max dan Fy = may, yaitu, persamaan
vektor F = ma akan benar
Seperti yang baru saja kita lihat, persamaan vektor dalam dua
dimensi setara dengan dua persamaan komponen. Dalam tiga dimensi,
persamaan vektor setara dengan tiga persamaan komponen. Kita akan
menemukan itu berguna untuk menggeneralisasi ini ke n dimensi dan
pikirkan satu bagian persamaan n dalam n tidak dikenal sebagai komponen
persamaan untuk pemilih persamaan dalam ruang dimensi n (Bagian 10).
Kita juga akan tertarik pada bagian persamaan linear yang dapat
Anda pikirkan sebagai perubahan variabel, katakanlah

𝑥 ′ = 𝑎𝑥 + 𝑏𝑦
(1.1) {
𝑦 ′ = 𝑐𝑥 + 𝑑𝑦
di mana a, b, c, d, adalah konstanta. Dengan kemungkinan, kita dapat
menganggap (1.1) secara geometris sebagai memberitahu kita untuk
memindahkan setiap titik (x, y) ke titik lain (𝑥 ′ , 𝑦 ′ ), operasi yang akan kita
sebut sebagai transformasi bidang. Atau jika kita menganggap (x, y) dan
3
(𝑥 ′ , 𝑦 ′ ). Sebagai komponen vektor dari titik asal ke titik yang diberikan,
maka (1.1) memberi tahu kita bagaimana mengubah setiap vektor dalam
bidang ke vektor lain. Persamaan (1.1) juga bisa sesuai dengan perubahan
sumbu (katakanlah rotasi sumbu di sekitar titik asal) di mana (x, y) dan
(𝑥 ′ , 𝑦 ′ ). Adalah koordinat titik yang sama relatif terhadap sumbu yang
berbeda. Kita akan belajar (Bagian 11 dan 12) bagaimana memilih sistem
atau rangkaian koordinat terbaik variabel yang digunakan dalam
memecahkan berbagai masalah. Metode dan alat yang sama (seperti matriks
dan determinan) yang dapat digunakan untuk memecahkan set persamaan
numerik adalah apa yang kita butuhkan untuk bekerja dengan transformasi
dan perubahan sistem koordinat. Setelah mempertimbangkan ruang 2 dan 3
dimensi, kita akan memperluas ide-ide ini ke ruang n-dimensi dan akhirnya
ke ruang di mana "vektor" berfungsi. Generalisasi ini sangat penting dalam
aplikasi.

2. MATRIKS : PENGURANGAN BARIS


Matriks (jamak: matriks) hanyalah susunan persegi panjang
kuantitas, biasanya tertutup dalam tanda kurung besar, seperti
1 5 −2
(2.1) 𝐴=( )
−3 0 6
Kita biasanya akan menunjukkan matriks dengan huruf roman seperti A
(atau B, C, M, r, dll.), Tetapi huruf tersebut tidak memiliki nilai numerik;
itu hanya terdiri dari susunan. Untuk menunjukkan nomor dalam susunan,
kita akan menulis 𝐴𝐼𝐽 di mana i adalah bilangan baris dan 𝑗 adalah bilangan
kolom. Sebagai contoh, dalam (2.1), 𝐴11 = 1, 𝐴12 = 5, 𝐴13 = −2, 𝐴21 = −3,
𝐴22 = 0, 𝐴23 = 6. Kita akan menyebut matriks dengan m baris dan n kolom
dan m oleh n matriks . Jadi matriks (2.1) adalah matriks 2 oleh 3, dan matriks
dalam (2.2) di bawah ini adalah matriks 3 oleh 2.
Tranpose pada sebuah matriks. Kita tulis
1 −3
(2.2) 𝐴𝑇 = ( 5 0)
−2 6

4
dan menyebut 𝐴𝑇 transpose dari matriks 𝐴 di (2.1). Untuk memindahkan
transpose sebuah matriks, kita cukup tulis baris sebagai kolom, artinya, kita
mengganti baris dan kolom. Catatan itu, dengan menggunakan notasi
indeks, kita mempunyai (𝐴𝑇 )𝐼𝐽 = 𝐴𝐽𝐼 . Anda akan menemukan ringkasan
notasi matriks dalam Bagian 9.
Set persamaan linear Sejarah Aljabar Linear tumbuh dari upaya untuk
menemukan metode yang efisien untuk memecahkan set persamaan linear.
Seperti yang telah kita katakan, subjeknya telah berkembang jauh di luar
penyelesaian dari set persamaan numerik (yang mudah dipecahkan oleh
komputer), tetapi ide dan metode dikembangkan untuk tujuan itu diperlukan
dalam menyelesaikan selanjutnya. Cara sederhana untuk mempelajari
teknik-teknik ini adalah dengan menggunakannya untuk memecahkan
beberapa masalah numerik dengan manual. Di bagian ini dan selanjutnya
kita akan mengembangkan metode bekerja dengan set persamaan linear, dan
memperkenalkan definisi dan notasi yang akan berguna nanti. Juga, seperti
yang akan Anda lihat, kita akan menemukan caranya untuk mengetahui
apakah seperangkat persamaan tertentu memiliki solusi atau tidak.
Contoh 1. Mempertimbangkan set persamaan
𝟐𝒙 − 𝒛 = 𝟐
{𝟔𝒙 + 𝟓𝒚 + 𝟑𝒛 = 𝟕
𝟐𝒙 − 𝒚 = 𝟒
Mari kita sepakat selalu menulis set persamaan dalam bentuk standar
ini dengan x istilah baris dalam kolom (dan juga untuk variabel lain), dan
dengan konstanta di sisi kanan persamaan. Lalu ada beberapa matriks yang
menarik terhubung dengan persamaan ini. Pertama adalah matriks dari
koefisien yang akan kita sebut M:
2 0 −1
(2.4) 𝑀 = (6 5 3)
2 −1 0

Lalu disini ada dua matriks 3 dengan 1 yang kita sebut r dan k :

5
𝑥 2
(2.5) 𝑦
𝑟 = ( ) , 𝑘 = (7)
𝑧 4

Jika kita menggunakan notasi indeks dan mengganti x, y, z, dengan


x1, x2 , x3, dan menyebut konstanta k1, k2, k3, maka kita bisa menulis
persamaan (2.3) dalam bentuk (Soal 1)

(2.6)

∑ 𝑀𝑖𝑗 𝑥𝑗 = 𝑘𝑖 , 𝑖 = 1,2,3 … 𝑑𝑠𝑡


𝑗=1

Sangat menarik untuk dicatat bahwa, seperti yang akan kita lihat di Bagian
6, ini persis bagaimana matriks dikalikan, jadi kita akan belajar menulis set
persamaan seperti (2.3) sebagai Mr = k.
Untuk saat ini kita perhatikan pada fakta bahwa kita dapat
menampilkan semua angka penting dalam persamaan (2.3) sebagai matriks
yang dikenal dengan matriks augmented yang kita sebut A. Perhatikan
bahwa tiga kolom pertama dari A hanya kolom dari M, dan kolom keempat
adalah kolom konstanta di sisi kanan persamaan.
2 0 −1 2
(2.7) 𝐴 = (6 5 3 7)
2 −1 0 4
Alih-alih bekerja dengan satu set persamaan dan menulis semua
variabel, kita bisa bekerja dengan matriks (2.7). Proses yang akan kita
tunjukkan disebut pengurangan baris dan pada dasarnya adalah cara
komputer Anda memecahkan serangkaian persamaan linear. Pengurangan
baris hanyalah cara sistematis mengambil kombinasi linear dari persamaan
yang diberikan untuk menghasilkan kumpulan persamaan yang lebih
sederhana namun setara. Kita akan menunjukkan proses, menulis secara
berdampingan persamaan dan matriks yang sesuai dengannya.
(a). Langkah pertama adalah menggunakan persamaan pertama pada
(2.3) untuk mengeliminasi suku x pada dua persamaan lainnya. Operasi

6
matriks yang sesuai pada (2.7) adalah mengurangi 3 kali baris pertama dari
baris kedua dan mengurangkan baris pertama dari baris ketiga. Ini memberi:
2𝑥 − 𝑧 = 2, 2 0 -1 2
{ 5𝑦 + 6𝑧 = 1, (0 5 6 1)
−𝑦 + 𝑧 = 2. 0 -1 1 2

(b) sekarang akan lebih mudah untuk mengubah persamaan kedua


dan ketiga untuk mendapatkan:

2𝑥 − 𝑧 = 2, 2 0 -1 2
{ −𝑦 + 𝑧 = 2, (0 -1 1 2)
5𝑦 + 6𝑧 = 1. 0 5 6 2

(c) selanjutnya kita gunakan persamaan kedua untuk mengeliminasi


suku y dari persamaan lainnya :

2𝑥 − 𝑧 = 2, 2 0 -1 2
{ −𝑦 + 𝑧 = 2, ( 0 -1 1 2 )
11𝑧 = 11. 0 0 11 11
(d) terakhir, kita membagi persamaan ketiga dengan 11 dan
kemudian menggunakannya untuk menghilangkan suku z dari persamaan
lainnya
2𝑥 = 3, 2 0 0 3
{ −𝑦 = 1, (0 -1 0 1)
𝑧 = 1. 0 0 1 1
Merupakan suatu kebiasaan untuk membagi setiap persamaan
dengan koefisien terkemuka sehingga persamaan membaca x = 3/2, y = 1, z
= 1. Baris matriks yang dikurangi kemudian:
1 0 0 3/2
(0 1 0 −1 )
0 0 1 1
Hal yang penting untuk dipahami di sini adalah bahwa dalam
menemukan baris matriks yang dikurangi kita baru saja mengambil
kombinasi linear dari persamaan asli. Proses ini reversibel, sehingga
persamaan sederhana akhir setara dengan yang asli. Mari kita rangkum
operasi yang dibolehkan dalam baris yang mengurangi matriks (disebut
operasi baris elementer).

7
(2.8) i. pertukaran dua baris [lihat langkah (b)]
ii. mengalikan (atau membagi) baris dengan (bukan nol) konstanta
[lihat langkah (d)]
iii. tambahkan kelipaatan satu baris ke baris lainnya: ini termasuk
mengurangkan yaitu, menggunakan beberapa negatif [lihat
langkah (a) dan (c)]
Contoh 2. Tulis dan buatlah matrix perkalian dari persamaan

𝑥 − 𝑦 + 4𝑧 = 5,
(2.9) { − 3𝑦 + 8𝑧 = 4,
2𝑥
𝑥 − 2𝑦 + 4𝑧 = 9

Kali ini kita tidak akan mengubah persamaan, hanya perkalian matrix.

Ingat aturan: Gunakan baris pertama untuk menghapus sisa kolom


pertama; gunakan baris kedua baru untuk menghapus sisa kolom kedua; dll.
Juga, karena matriks hanya sama jika identik, kita tidak akan menggunakan
tanda yang sama di antara mereka. Mari gunakan panah.

1 -1 4 5 1 -1 4 5 1 0 4 11
(2 -3 8 4) → (0 -1 0 -6) → ( 0 -1 0 -6 )
1 -2 4 9 0 -1 0 4 0 0 0 -20

Kita tidak perlu melangkah lebih jauh! Baris terakhir mengatakan 0 · z =


−20 yang tidak benar untuk nilai z yang terbatas. Sekarang Anda berpikir
bahwa perhitungan Anda tidak memberikan jawaban — tidak ada. kita
mengatakan bahwa persamaan tidak konsisten. Jika ini terjadi untuk
serangkaian persamaan yang Anda tulis untuk masalah fisika, Anda tahu
untuk mencari kesalahan.

Baris pada matriks ada cara lain untuk membahas Contoh 2


menggunakan definisi berikut: Jumlah baris tidak nol yang tersisa ketika
matriks dikurangi baris disebut baris dari matriks. (Ini adalah teorema
bahwa baris AT sama dengan baris A.) Sekarang lihat perkalian matriks
yang dikurangi untuk Contoh 2; ia memiliki 3 baris bukan nol sehingga
barisnya adalah 3. Tetapi matriks M (matriks koefisien = pertama tiga

8
kolom A) hanya memiliki 2 baris bukan nol sehingga barisnya adalah 2.
Perhatikan bahwa (baris M) <(baris A ) dan persamaannya tidak konsisten.

Contoh 3 membandingkan persamaan

𝑥 + 2𝑦 − 𝑧 = 4,
(2.10) { 2𝑥 − 𝑧 = 1,
𝑥 − 2𝑦 = −3,

Baik dengan manual atau dengan komputer

1
1 2 -1 4 1 0 -
1/2
2
(2 0 -1 1) → 1
1 -2 0 3 0 1 - 7/4
4
(0 0 0 0 )

Baris terakhir dari nol memberitahu kita bahwa ada banyak cara
yang lebih baik. Untuk setiap z kita temukan dari dua baris pertama bahwa
x = (z +1) / 2 dan y = (z +7) / 4. Di sini kita melihat bahwa baris M dan baris
A keduanya 2 tetapi jumlah yang tidak diketahui adalah 3, dan kita dapat
menemukan dua yang tidak diketahui dalam hal ketiga.

Untuk membuat ini semua sangat jelas, mari kita lihat beberapa
contoh sederhana di mana hasilnya jelas. kita menulis tiga set persamaan
bersama dengan baris matriks yang dikurangi:

𝑥 + 𝑦 = 2, 1 1 2
(2.11) { ( )
𝑥 + 𝑦 = 5. 0 0 3

𝑥 + 𝑦 = 2, 1 1 2
(2.12) { ( )
2𝑥 + 2𝑦 = 4. 0 0 0

𝑥 + 𝑦 = 2, 1 0 3
(2.13) { ( )
𝑥 − 𝑦 = 4. 0 1 -1

Di (2.11), karena x + y tidak dapat sama dengan 2 dan 5, jelas bahwa


tidak ada solusi; persamaan tidak konsisten. Perhatikan bahwa baris terakhir
dari matriks yang dikurangi adalah semua nol kecuali untuk entri terakhir
dan sebagainya (baris M) < (baris A). Di (2.12), persamaan kedua hanya

9
dua kali yang pertama sehingga mereka benar-benar persamaan yang sama;
kita mengatakan bahwa persamaan dependen. Ada satu set penyelesaian
yang tak terbatas, yaitu semua titik pada garis y = 2 − x. Perhatikan bahwa
baris terakhir dari matriks adalah semua nol; ini menunjukkan
ketergantungan linear.

Kita mempunyai (baris A) = (baris M) = 1, dan kita dapat


memecahkan untuk yang tidak diketahui dalam hal yang lain. Akhirnya
pada (2.13) kita mempunyai satu set persamaan dengan satu solusi, x = 3, y
= −1, dan kita lihat bahwa matriks yang dikurangi baris memberikan hasil
ini. Perhatikan bahwa (peringkat A) = (peringkat M) = jumlah tidak
diketahui = 2.

Sekarang mari kita pertimbangkan masalah umum memecahkan


persamaan m dalam n tidak dikenal. Kemudian M memiliki m baris (sesuai
dengan persamaan m) dan n kolom (sesuai dengan n tidak diketahui) dan A
memiliki satu kolom lagi (konstanta). Ringkasan berikut menguraikan
kemungkinan kasus.

a. Jika (baris M) < (baris A),


persamaan tidak konsisten dan
tidak ada solusi
b. Jika (baris M) = ( baris A) = n
(angka yang belum diketahui)
(2.14)
ada satu solusi
c. Jika (baris M) = ( baris A) =
R<n, maka R tidak diketahui
dapat ditemukan dalam hal sisa
n - R yang tidak diketahui.
Contoh 4. Berikut ini adalah kumpulan persamaan dan baris matriks yang
dikurangi:

10
x + y - z = 7, 1 0 -2 3
2x - y - 5z = 2, 0 1 1 4
(2.15) { ( )
-5x + 4y + 14z = 1, 0 0 0 0
3x - y - 7z = 5, 0 0 0 0

Dari matriks yang dikurangi, penyelesaiannya adalah x = 3 + 2z, y


= 4 - z. Kita melihat bahwa ini adalah contoh (2.14c) dengan m = 4 (jumlah
persamaan), n = 3 (jumlah tidak diketahui), (baris M) = (baris A) = R = 2
<n = 3. Kemudian oleh (2.14c), kita memecahkan R = 2 tidak diketahui (x
dan y) dalam hal n - R = 1 tidak diketahui (z).

3. DETERMINAN : ATURAN CRAMER


Kita telah mengatakan bahwa matriks merupakan himpunan angka
angka yang tidak memiliki nilai numerik. Dalam matriks persegi, terdapat
bilangan yang disebut determinan dari matriks. Meskipun mesin hitung
akan dengan cepat memberikan nilai determinan, perlu kita ketahui apakah
nilai tersebut dapat digunakan dari cara yang ada didalam
aplikasi.[Lihat, misalnya, persamaan (4.19), (6.24)dan (8.5)] kita juga
perlu tahu bagaimana cara kerja dengan determinan. Cara mudah untuk
mempelajari hal-hal ini yaitu dengan memecahkan beberapa masalah
numerik secara manual. Kita akan menguraikan beberapa fakta tentang
determinan tanpa bukti (untuk lebih jelasnya, lihat teks aljabar linier).
Untuk mengevaluasi Determinan dapat ditunjukkan bahwa matriks
persegi A (ditulis det A), kami mengganti tanda kurung besar dalam
penutupan A oleh bar tunggal. Nilai detA jika A adalah matriks 1 dari 1
hanyalah nilai dari elemen tunggal. Nilai detA jika A adalah matriks 1 kali
1 jika dari nilai elemen tunggal. Untuk matriks 2 kali 2,
𝑎 𝑏 𝑎 𝑏
(3.1) A=( ) , det A=| | = 𝑎𝑑 − 𝑏𝑐 .
𝑐 𝑑 𝑐 𝑑
Persamaan (3.1) memberikan nilai determinan urutan kedua. Kita
akan menjelaskan bagaimana menilai determinan dari orde yang lebih
tinggi. Pertama kita membutuhkan beberapa notasi dan definisi. Lebih
mudah untuk menulis perintah 𝑛𝑡ℎ determinan seperti ini :

11
𝑎11 𝑎21 𝑎13 ⋯ 𝑎1𝑛
𝑎21 𝑎22 𝑎23 ⋯ 𝑎2𝑛
(3.2) | 𝑎31 𝑎23 𝑎33 ⋯ 𝑎3𝑛 ||
|
⋮ ⋱ ⋮
𝑎𝑛1 𝑎𝑛2 𝑎𝑛3 ⋯ 𝑎𝑛𝑛
Perhatikan bahwa 𝑎23 adalah elemen di baris kedua dan kolom
ketiga, subscript pertama adalah jumlah baris dan subscript kedua adalah
jumlah kolom tempat elemen berada. Dengan demikian elemen 𝑎𝑖𝑗 berada
di baris 𝑖 dan kolom 𝑗. Sebagai singkatan untuk determinan di (3.2), kita
terkadang menulis hanya |𝑎𝑖𝑗 | yaitu determinan yang elemen-elemennya
adalah 𝑎𝑖𝑗 . Dalam bentuk ini terlihat tepat nilai dari elemen aij dan kita harus
tahu makna dari konteks yang di maksudkannya.

Jika kita menghilangkan satu baris dan satu kolom dari urutan
determinan n , kita memiliki determinan dengan urutan 𝑛 − 1. Mari kita
hilangkan baris dan kolom yang berisi unsur 𝑎𝑖𝑗 dan sebut saja 𝑀𝑖𝑗 sebagai
determinan yang tersisa. Determinan 𝑀𝑖𝑗 ini yang disebut minor dari 𝑎𝑖𝑗 .
Misalnya, di determinan

1 −5 2
|7 3 4|
2 1 5

Minor dari suku 𝑎23 adalah 4

1 −5
𝑀23 = | |
2 1

Diperoleh dengan memotong baris dan kolom yang berisi 4. Minor


bertanda adalah (−1)𝑖+𝑗 𝑀𝑖𝑗 , dan disebut kofaktor dari 𝑎𝑖𝑗 . Di (3.3), suku 4
adalah baris ke dua (𝑖 = 2) dan kolom ketiga ( 𝑗 = 3), jadi 𝑖 + 𝑗 = 5, dan
kofaktor dari 4 adalah (−1)5 𝑀23 = −11. Sangat mudah untuk
mendapatkan tanda yang tepat (plus atau minus) untuk faktor (−1)𝑖+𝑗
dengan memikirkan kotak-kotak tanda plus dan minus seperti ini:

12
+ − + −
− + − +
|+ − + − 𝑒𝑡𝑐. |
− + − +
| 𝑒𝑡𝑐 ⋱ |
+ −
− +

Maka tanda (−1)i+j akan dilekatkan pada 𝑀𝑖𝑗 hanyalah tanda kotak
di papan posisi yang sama dengan 𝑎𝑖𝑗 . Untuk elemen 𝑎23 , kita dapat melihat
tanda di papan posisi yaitu minus.

Sekarang kita dapat dengan mudah mengatakan bagaimana menemukan


nilai determinan : kalikan masing-masing elemen satu baris (atau satu
kolom) oleh kofaktornya dan tambahkan hasilnya. Hal itu bisa
menunjukkan bahwa kita mendapatkan jawaban yang sama dari baris
atau kolom yang kita gunakan .
Contoh 1. Mari kita mencari nilai determinan dari (3.3) menggunakan
elemen dari kolom ketiga.

Kita mendapatkan

1 −5 2
7 3 1 −5 1 −5
|7 3 4| = 2 | | −4| | + 5| |
2 1 2 1 7 3
2 1 5
= 2 ∙ 1 − 4 ∙ 11 + 5 ∙ 38 = 148.

Untuk mengecek, gunakan elemen dari baris pertama, maka kita


mendapatkan

3 4 7 4 7 3
1| | + 5| | + 2| | = 11 + 135 + 2 = 148.
1 5 2 5 2 1

Metode evaluasi determinan yang telah kita uraikan di sini adalah


satu bentuk proses determinan dari Laplace. Jika determinannya adalah orde
keempat (atau lebih tinggi), dengan menggunakan proses Laplace kita mulai
mengumpulkan determinan dari satu ordo ; Kemudian kami menggunakan
proses Laplace di mana-mana lagi untuk belajar , dan seterusnya hingga kita

13
mendapatkan determinan dari orde kedua yang kita ketahui cara
mengevaluasinya. Ini jelas banyak penyelesaian ! Kita akan melihat cara
menyederhanakan perhitungan ini. Sebuah kata Petunjuk untuk siapa saja
yang telah mempelajari tentang metode khusus untuk nilai determinan pada
orde ketiga dengan mengalikan kolom ke kanan dan mengalikan
diagonalnya: metode ini tidak berlaku untuk orde keempat (dan lebih
tinggi).

Fakta yang berguna tentang Determinan. Kita dapat menyatakan


fakta-fakta ini tanpa bukti. (Lihat buku aljabar untuk pembuktian).

1. Jika setiap elemen dari satu baris (atau satu kolom) determinan
dikalikan dengan angka k, nilai determinannya juga dikalikan
dengan k.
2. Nilai determinannya nol jika
(a) Semua elemen dari satu baris (atau kolom) adalah nol; atau
jika
(b) Dua baris (atau dua kolom) sama ; atau jika
(c) Dua baris (atau dua kolom) sebanding.
3. Jika dua baris (atau dua kolom) determinan saling tukar menukar,
maka nilai dari determinannya akan berubah
4. Nilai determinan tidak berubah jika
(a) Baris ditulis sebagai kolom dan kolom sebagai baris; atau jika
(b) Kita menambahkan ke setiap elemen dari satu baris, k dikali
elemen yang sesuai
dari baris lain, di mana k adalah angka apa pun (dan
pernyataannya juga serupa untuk
kolom).
Mari kita lihat beberapa contoh penggunaan fakta-fakta ini.

Contoh 2. Temukan persamaan bidang melalui tiga titik yang diberikan (0,
0, 0), (1, 2, 5), dan (2, −1, 0).

14
Kita akan memverifikasi bahwa jawaban dalam bentuk determinan adalah

𝑥 𝑦 𝑧 1
0 0 0 1
| |=0
1 2 5 1
2 −1 0 1

Dengan proses Laplace yang menggunakan elemen dari baris


pertama, kita akan menemukan bahwa persamaan ini linear dalam x, y, z;
jadi ini mewakili sebuah bidang. Kita perlu menunjukkan tiga titik yang
berada di bidang.

Misalkan (x, y, z) = (0, 0, 0); kemudiam yang pertama dua baris


determinannya sama dan pada faktanya determinan 2𝑏 adalah nol.
Demikian pula jika titik (x, y, z) adalah salah satu dari titik yang
diberikannya , dua baris determinannya sama dan determinannya nol. Jadi
ketiga poin itu terletak di bidang.

Contoh 3. Evaluasilah determinan

0 𝑎 −𝑏
𝐷 = |−𝑎 0 𝑐 |.
𝑏 −𝑐 0

Jika kita mengubah baris dan kolom di D, kemudian dengan pembuktian 4a


dan 1 yang kita miliki

0 −𝑎 𝑏 0 𝑎 −𝑏
3
𝐷=| 𝑎 0 −𝑐 | = (−1) |−𝑎 0 𝑐 |,
−𝑏 𝑐 0 𝑏 −𝑐 0

dimana pada langkah terakhir kita telah memfaktorkan −1 dari setiap kolom
dengan pembuktian 1. Jadi kita memiliki D = −D, jadi D = 0.

Kita dapat menggunakan pembuktian 1 sampai 4 untuk


memudahkan mencari nilai determinan. Pertama kita perika pembuktian 2a,
2b, 2c jika determinannya adalah sama dengan nol. Kemudian kita mencoba
untuk mendapatkan nol sebanyak mungkin dalam beberapa baris atau kolom
untuk memiliki lebih sedikit suku dalam proses Laplace. Kita lihat pada

15
baris (atau kolom) yang mana dapat dikombinasikan (menggunakan
pembuktian 4b) untuk mendapatkan nol. Meskipun ini adalah sesuatu
seperti pengurangan baris, kita dapat beroperasi dengan kolom dan baris.
Namun, kita tidak dapat meniadakan suatu angka dari baris (atau kolom);
dengan pembuktian 1 kita harus menyimpannya sebagai faktor dalam
jawaban kita. Dan kita harus melacak setiap deretan baris (atau kolom)
karena pembuktian 3 setiap pertukaran mengalikan determinan oleh (−1).

Contoh 4 mengevaluasi determinan

4 3 0 1
9 7 2 3
D= | |
4 0 2 1
3 -1 4 0

Kurangi 4 kali kolom ke 4 dari kolom pertama, dan kurangi 2 kali ke-4 dari
kolom ke-3 sehingga memperoleh

0 3 -2 1
-3 7 -4 3
D= | |
0 0 0 1
3 -1 4 0

Gunakan proses laplace menggunakan baris ketiga.

0 3 -2
(3.5) 𝐷 = (−1) |-3 7 -4|
3 -1 4

Masukkan baris kedua ke baris ketiga.

0 3 -2
𝐷 = (−1) |-3 7 -4|
0 6 0

Gunakan proses laplace menggunakan kolom pertama.

3 −2
𝐷 = (−1)(−1)(−3) | | = (−3)[0 − 6(−2)] = 36.
6 0

Ini merupakan jawaban tetapi kita mungkin akan mencari


penyelesaian yang lebih singkat. Misalnya, pertimbangkan determinan (3.5)

16
diatas. Jika kita langsung melakukan proses laplace lainnya mengguakan
baris pertama, minor 3 pada baris pertama, kolom kedua adalah;

-3 -4
| |
3 4

Tanpa mengevaluasinya, kita harus mengetahui dari fakta 2c bahwa


itu nol. Maka dari itu berdasarkan proses laplace (3.5) menggunakan baris
pertama hanya memberikan.

-3 7
𝐷 = (−1)(−2) | | = 2(3 − 21) = −36. Seperti diatas
3 -1

Sekarang kita memiliki berbagai pertanyaan mengapa kita harus


mempelajari tentang ini ketika komputer kita akan melakukannya untuk
kita. Misalkan kita memiliki determinan dengan elemen-elemen yang
merupakan ekspresi aljabar, dan kita ingin menulisnya dalam bentuk
berbeda. Maka kita perlu tahu manipulasi apa yang dapat kita lakukan tanpa
mengubah nilainya dan juga, jika kita mengetahui aturannya, kita mungkin
melihat bahwa determinan adalah nol tanpa mengevaluasinya. Cara mudah
untuk mempelajari hal hal seperti ini adalah dengan mengevaluasi beberapa
determinan numerik sederhana dengan tangan.

Aturan Cramer ini merupakan rumus dalam hal determinan untuk solusi n
persamaan linear dalam n tidak diketahui ketika ada tepat satu solusi.
Seperti yang dikatakan pada buku ini, untuk pengurangan baris dan untuk
mengevaluasi determinan, komputer kita akan secara cepat memberi solusi
dari satu set persamaan linear ketika ada. Namun, untuk fungsi teoritis, kita
menggunakan rumus aturan kaidah cramer, dan cara sederhana untuk
mempelajarinya adalah menggunakannya untuk memecahkan rangakian
kuasi liniear dengan koefisien numerik. Pertama kita tunjukkan penggunaan
aturan cramer untuk menyelesaikan dua hal yang tidak diketahui. Maka kita
akan menggeneralisasikannya ke n kedalam persamaan yang tidak
diketahui. Amati persamaan berikut:

17
𝑎1 𝑥 + 𝑏1 𝑦 = 𝑐1 ,
(3.6) {
𝑎2 𝑥 + 𝑏2 𝑦 = 𝑐2

Jika kita ingin mengalikan persamaan pertama dengan 𝑏2 yang kedua 𝑏1 ,


dan kemudian kurangi hasilnya dan dapat diselesaikan untuk x, kita peroleh
(jika 𝑎1 𝑏2 − 𝑎2 𝑏1 ≠ 0).

𝑐 𝑏 −𝑐 𝑏
(3.7a) 𝑥 = 𝑎1 𝑏2 −𝑎2 𝑏1
1 2 2 1

Mengatasi pada y dengan cara yang sama, kita peroleh


𝑎 𝑐 −𝑎 𝑐
(3.7b) 𝑦 = 𝑎 1𝑏2 −𝑎2 𝑏1
1 2 2 1

Menggunakan definisi (3.1) kedua urutan determinan, kita dapat menulis


solusi (3.7) dari (3.6) dalam

𝑐1 𝑏1 𝑎1 𝑐1
𝑐 𝑏 𝑎 𝑐2
(3.8) 𝑥= |𝑎21 𝑏21 | , 𝑦= |𝑎12 𝑏1 |
𝑎2 𝑏2 𝑎2 𝑏2

Akan sangat membantu dalam mengingat (3.8) untuk mengatakan


dalam kata bagaimana kita menemukan determinan yang benar. Pertama,
persamaan yang harus ditulis adalah bentuk umum seperti pada
pengurangan baris (Bagian 2). Kemudian jika kita hanya menulis koefisien
array pada sisi kiri (3.6), ini membentuk penentu denominator dalam (3.8).
determinan ini (yang akan kita nyatakan oleh D) disebut determinan
koefisien. Untuk menemukan penentu pembilang untuk x, mulai dengan D,
hapus koefisien x 𝑎1 𝑑𝑎𝑛 𝑎2, dan gantilah dengan konstanta 𝑐1 𝑑𝑎𝑛 𝑐1 dari
bagian sisi kanan. Demikian pula, kita mengganti koefisien y dalam D
dengan istilah konstan untuk menemukan penentu pembilang dalam y.

Contoh 5. Gunakan (3.8) untuk menyelesaiakan set persamaan

2𝑥 + 3𝑦 = 3,
{
𝑥 − 2𝑦 = 5.

Kita temukan

18
2 3
𝐷=| | = −4 − 3 = −7
1 -2

1 3 3 −6 − 15
𝑥= | |= =3
𝐷 5 -2 −7

1 2 3 10 − 3
𝑦= | |= = −1
𝐷 1 5 −7

Metode penyelesaian dari persamaan linear ini disebut aturan Cramer. Ini dapat
digunakan untuk menyelesaikan persamaan n yang tidak diketahui jika D≠0,
solusinya kemudian terdiri dari satu nilai untuk setiap tidak diketahui. Penentu
denominator D adalah n oleh n penentu koefisien ketika persamaan disusun dalam
bentuk umum. Penentu pembilang untuk setiap tidak diketahui adalah determinan
yang diperoleh dengan mengganti kolom koefisien yang tidak diketahui dalam D
oleh konstanta dari sisi kanan persamaan. Kemudian untuk menemukan hal yang
tidak diketahui, kita harus mengevaluasi setiap determinan dan membagi.

Baris pada matrix, disini ada cara lain untuk menemukan baris dari matriks
(Bagian 2). Submatrix berarti matriks yang tersisa jika kita menghilangkan
beberapa baris dan / atau menghilangkan beberapa kolom dari matriks asli.
Untuk menemukan baris matriks, kita melihat semua submandaan persegi
dan menemukan determinannya. Urutan determinan nol terbesar adalah
baris pada matriks.

Contoh 6: Mencari baris pada matriks.

1 -1 2 3
(-2 2 -1 0)
4 -4 5 6

Kita perlu untuk meninjau empat 3 dari 3 determinan yang mengandung


kolom 1,2,3 atau 1,2,4 atau 1,3,4 atau 2,3,4. Kita mencatat bahwa dua kolom
pertama adalah negatif satu sama lain, sehingga oleh Fakta 2c dua pertama
dari determinan ini keduanya nol. Dua determinan terakhir hanya berbeda

19
dalam tanda kolom pertama mereka, jadi kita hanya perlu melihat salah satu
dari mereka, katakan:.

1 2 3
(-2 -1 0)
4 5 6

Jika sekarang kita kurangi dua kali baris pertama dari baris ketiga, kita
punya

1 2 3
(-2 -1 0)
2 1 0

Dapat kita lihat dari fakta 2c bahwa hasil determinannya adalah nol. Jadi
baris pada matrik kurang dari 3. Untuk menunjukkan bahwa itu adalah 2,
kita hanya perlu menemukan satu 2 oleh 2 submatrix dengan determinan
bukan nol. Ada beberapa di antaranya; temukan satu. Jadi baris pada matriks
adalah 2. (Jika kita perlu untuk menunjukkan bahwa baris adalah 1, kita
harus menunjukkan bahwa semua 2 oleh 2 submatrices memiliki determinan
sama dengan nol.)

4. VEKTOR
NOTASI Kami akan menunjukkan vektor dengan huruf tebal
(misalnya, A) dan komponen dari vektor oleh
subscript (misalnya Ax adalah komponen x dari A),
seperti pada Gambar 4.1. Karena tidak mudah untuk
menulis huruf tebal, Anda harus menulis vektor
⃗ ). Sangat
dengan tanda panah di atasnya (misalnya,𝑨 Gambar 4.1

penting untuk menunjukkan dengan jelas apakah huruf mewakili vektor,


karena, seperti yang akan kita lihat di bawah ini, huruf yang sama dicetak
miring (bukan tebal) sering digunakan dengan arti yang berbeda.
Besaran Vektor. Panjang panah yang mewakili vector A disebut
panjang atau besarnya A(Ditulis |𝑨| 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐴) atau ( lihat bagian 10)
Biasanya A(ditulis ‖𝑨‖. Perhatikan penggunaan A untuk mengartikan
besarnya dari A; untuk alasan ini penting untuk memperjelas apakah yang
20
kita maksud vektor atau besarnya (yang merupakan skalar). Dengan
teorema Pythagoras, kita menemukan

𝐴 = |𝑨| = √𝐴𝑥2 + 𝐴2𝑦 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑑𝑢𝑎 𝑑𝑖𝑚𝑒𝑛𝑠𝑖, 𝑎𝑡𝑎𝑢


(4.1)
𝐴 = |𝑨|√𝐴2𝑥 + 𝐴𝑦2 + 𝐴2𝑦 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑡𝑖𝑔𝑎 𝑑𝑖𝑚𝑒𝑛𝑠𝑖

Contoh 1. Pada Gambar 4.2 gaya F memiliki komponen x dari 4 lb dan


komponen y dari 3 lb. Kemudian kita menulis
𝐹𝑥 = 4 lb,
𝐹𝑦 = 3 lb,
|𝑭| = 5 lb,
3
𝜃 = arctan
4 Gambar 4.2

Penambahan Vektor Ada dua cara untuk mendapatkan jumlah dua vector.
Salah satunya adalah dengan hukum jajaran genjang: Untuk menemukan A
+ B, letakkan panah ekor B di panah kepala A dan tarik vektor dari panah
ekor A ke panah kepala B seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.3 dan
4.4.

Gambar 4.3 Gambar 4.4


Cara kedua untuk menemukan A + B adalah dengan menambahkan
komponen: A + B memiliki komponen 𝐴𝑥 + 𝐵𝑥 𝑑𝑎𝑛 𝐴𝑦 + 𝐵𝑦 . Kita harus
memuaskan diri kita dari Gambar 4.3 bahwa kedua metode untuk
menemukan A + B ini setara. Dari Gambar 4.4 dan definisi dari
penambahan vektor, maka itu

𝑨 + 𝑩 = 𝑩 + 𝑨 (ℎ𝑢𝑘𝑢𝑚 𝑘𝑜𝑚𝑢𝑡𝑎𝑡𝑖𝑓 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑝𝑒𝑛𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛).


21
(𝑨 + 𝑩) + 𝑪 = 𝑨 + (𝑩 + 𝑪) (ℎ𝑢𝑘𝑢𝑚 𝑎𝑠𝑜𝑠𝑖𝑎𝑠𝑖 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑡𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛).

Dengan kata lain, vektor dapat ditambahkan bersama oleh hukum aljabar
yang biasa.
Tampaknya masuk akal untuk menggunakan simbol 𝟑𝑨 untuk
vektor 𝑨 + 𝑨 + 𝑨. Dengan metode penambahan vektor di atas, kita dapat
mengatakan bahwa vektor 𝑨 + 𝑨 + 𝑨 vektor tiga kali selama 𝑨 dan dalam
arah yang sama dengan 𝑨 dan bahwa setiap komponen 3A adalah tiga kali
komponen yang sesuai dari A. Sebagai perpanjangan alami dari fakta-fakta
ini kita mendefinisikan vektor 𝑐𝑨(di mana c adalah bilangan positif yang
nyata) untuk menjadi vektor 𝑐 kali sepanjang 𝑨 dan dalam arah yang sama
dengan 𝑨; setiap komponen 𝑐𝑨 kemudian 𝑐 kali komponen yang sesuai dari
𝑨 (Gambar 4.5).
Negatif dari vektor didefinisikan sebagai vektor dengan besaran
yang sama tetapi dalam arah yang berlawanan. Kemudian (Gambar 4.6)
setiap komponen −B adalah negatif dari komponen B yang sesuai. Kita
sekarang dapat mendefinisikan pengurangan vektor dengan

Gambar 4.5 Gambar 4.6


mengatakan bahwa A − B berarti jumlah dari vektor A dan −B.
Setiap komponen A − B kemudian diperoleh dengan mengurangi komponen
yang sesuai dari A dan B, yaitu, (𝑨 − 𝑩)𝒙 = 𝑨𝒙 − 𝑩𝒙 , dll. Seperti halnya,
pengurangan vektor dapat dilakukan secara geometris (oleh hukum jajaran
genjang) atau secara aljabar dengan mengurangkan komponen (Gambar
4.6).

22
Vektor nol (yang mungkin timbul 𝑨=𝑩−𝑩=
𝟎, 𝒂𝒕𝒂𝒖 𝒔𝒆𝒃𝒂𝒈𝒂𝒊 𝑨 = 𝒄𝑩 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝒄 = 𝟎) adalah vektor dari besaran nol;
komponennya semuanya nol dan tidak memiliki arah. Vektor panjang atau
besar 1 disebut vektor satuan. Kemudian untuk 𝑨 ≠ 𝟎, 𝑣𝑒𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑨⁄|𝑨|
adalah vektor satuan. Dalam Contoh 1, 𝑭⁄5adalah vektor satuan.
Kita baru saja melihat bahwa ada dua cara untuk menggabungkan
vektor: geometrik (kepala ke tambahan ekor), dan aljabar (menggunakan
komponen). Mari kita pertama-tama melihat contoh metode geometrik;
maka kita akan mempertimbangkan metode aljabar. Contoh 2 di bawah ini
menggambarkan metode geometrik. Dengan bukti serupa, banyak fakta
geometri dasar dapat dengan mudah dibuktikan menggunakan vektor, tanpa
referensi ke komponen atau sistem koordinat. (Lihat Masalah 3 hingga 8.)
Contoh 2. Buktikan bahwa median dari sebuah segitiga berpotongan pada
suatu titik dua pertiga jalan dari titik manapun ke titik tengah sisi yang
berlawanan.

Untuk membuktikan ini, kita sebut dua sisi segitiga A dan B. Sisi
ketiga dari segitiga kemudian A + B oleh hukum jajaran genjang, dengan
arah A, B, dan A + B seperti ditunjukkan pada Gambar 4.7. Jika kita
1
menambahkan vektor 2 B ke vektor A (kepala ke ekor seperti pada Gambar

4.7b), kita memiliki vektor dari titik O ke titik tengah sisi berlawanan dari
segitiga, yaitu, kita memiliki median ke sisi B. Selanjutnya, ambil dua
2 1 2
pertiga dari vektor ini; kita sekarang memiliki vektor 3 (𝑨 + 𝑩) = 3 𝑨 +
2
𝟏
𝑩 memanjang dari 𝑂 ke 𝑃 pada Gambar 4.7b. Kami ingin menunjukkan
𝟑
2
bahwa 𝑃 adalah titik persimpangan dari tiga median dan juga" 3 titik" untuk

masing-masing. Kami membuktikan ini dengan menunjukkan bahwa


2
𝑃 adalah " 3 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘" pada median ke sisi A; maka karena A dan B mewakili

dua sisi segitiga, buktinya berlaku untuk ketiga median. Vektor dari 𝑅 ke
1 2
𝑄 (Gambar 4.7c) adalah 2 𝑨 + 𝑩; ini adalah median untuk A. " 3 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘" pada

23
median ini adalah titik 𝑷′ (Gambar 4.7d); vektor dari 𝑅 ke 𝑃 sama
1 1 1
dengan 3 (2 𝑨 + 𝑩). Kemudian vektor dari 𝑂 ke 𝑃′ adalah 𝑨+
2
𝟏 𝟏 𝟐
( 𝑨 + 𝑩) = 𝟑 𝑩. Jadi 𝑃 dan 𝑃’ adalah titik yang sama dan ketiga median
𝟑 𝟐
2
memiliki " 3 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘"mereka di sana. Perhatikan bahwa kita tidak membuat

referensi ke sistem koordinat atau komponen dalam bukti ini.

Gambar 4.7
Kita sudah pernah membahas beberapa detail metode geometri dengan
menambahkan vektor-vektor (hukum paralel atau penjumlahan kepala pada
ekor) dan kepentingannya dalam menyatakan dan membuktikan tentang
geometri dan fakta nyata tanpa adanya gangguan/campur tangan dari sistem
koordinat spesial. Bagaimanapun juga, terdapat banyak soal dimana metode
aljabar (menggunakan komponen yang berhubungan dengan sistem
koordinat tertentu) adalah yang lebih baik. Kita akan membahas ini
selanjutnya.
Vektor dalam Suku pada Komponen-Komponen Kita membayangkan
sebuah sumbu segi panjang seperti pada Gambar 4.8. Buatlah vektor i
menjadi satuan vektor pada arah x positif (diluar kertas yang menghadap
kamu), dan buatlah j dan k menjadi satuan-satuan vektor pada arah y dan z
positif. Apabila Ax dan Ay adalah komponen skalar dari vektor pada bidang

24
(x,y), maka iAz dan jAy merupakan komponen vektornya, dan hasil jumlah
mereka adalah vektor A (Gambar 4.9).
𝐀 = 𝐢𝐴𝑥 + 𝐣𝐴𝑦 .

Gambar 4.8 Gambar 4.9

Sama halnya, pada tiga dimensi

𝐀 = 𝐢𝐴𝑥 + 𝐣Ay + 𝐤𝐴𝑧 .

Ini adalah hal yang mudah untuk menambah (atau mengurangi) vektor dalam
bentuk ini: Apabila A dan B adalah vektor dua dimensi, maka

𝐀 + 𝐁 = (𝐢𝐴𝑥 + 𝐣𝐴𝑦 ) + (𝐢𝐵𝑥 + 𝐣𝐵𝑦 ) = 𝐢(𝐴𝑥 + 𝐵𝑥 ) + 𝐣(𝐴𝑦 + 𝐵𝑦 ).

Ini adalah hasil lumrah dari menambahkan komponen-komponen; satuan


vektor i dan j digunakan untuk menyesuaikan komponen yang terpisah dan
memperbolehkan kita untuk menulis A sebagai satuan lambang aljabar.
Vektor-vektor i, j, k disebut satuan dasar vektor.
Perkalian pada Vektor
Ada dua macam jenis dari dua vektor. Satu, disebut produk skalar,
memberikan hasil yaitu skalar; yang satunya lagi, disebut produk vektor,
memberikan hasil yaitu vektor.

25
Produk Skalar
Dalam artian, produk skalar A dan B (ditulis 𝐀 ∙ 𝐁) adalah skalar yang setara
besarnya perkalian A dan besarnya perkalian B dengan cos dari sudut θ
diantara A dan B:

(4.2) 𝐀 ∙ 𝐁 = |𝐀||𝐁| cos θ.

Kita seharusnya mengobservasi dari (4.2) bahwa hukum komutatif (4.3)


meyakini perkalian skalar:

(4.3) 𝐀 ∙ 𝐁 = 𝐁 ∙ 𝐀.

Sebuah interpretasi dari produk skalar ditunjukan pada gambar 4.10.

|𝐁| = 8, |𝐀| = 6.
Proyeksi dari B pada 𝐀 = 4;
𝐀 ∙ 𝐁 = 6 ∙ 4 = 24.
Atau, proyeksi dari A pada 𝐁 = 3;
𝐁 ∙ 𝐀 = 3 ∙ 8 = 24.

Gambar 4.10

Karena |𝐁| cos 𝜃 adalah proyeksi dari B pada A, bisa kita tulis

(4.4) 𝐀 ∙ 𝐁 = |𝐀| kali (proyeksi dari B pada A),

Atau, kemungkinan lainnya,

𝐀 ∙ 𝐁 = |𝐁| kali (proyeksi dari A pada B).

Kita juga bisa temukan dari (4.2) bahwa

(4.5) 𝐀 ∙ 𝐀 = |𝐀|2 cos 0° = |𝐀|2 = 𝐴2 .

Terkadang yang ditulis adalah A2, bukan |𝐀|2 atau 𝐴2 : kamu harus mengerti
bahwa persegi empat dari sebuah vektor selalu sama dengan persegi empat
dari besarnya tersebut atau produk skalarnya dengan dirinya sendiri.

26
Gambar 4.11

Dari gambar 4.11 kita bisa melihat dari proyeksi dari 𝐁 + 𝐂 pada A setara
dengan proyeksi dari B pada A ditambah proyeksi dari C pada A. Kemudian
dari (4.4)

(4.6) 𝐀 ∙ (𝐁 + 𝐂) = |𝐀| kali (proyeksi dari (B + C) pada A)


= |𝐀| kali (proyeksi dari B pada A + proyeksi dari C pada A)
= 𝐀 ∙ 𝐁 + 𝐀 ∙ 𝐂.

Ini adalah hukum distribusi untuk perkalian skalar. Dari (4.3) kita juga dapat

(4.7) (𝐁 + 𝐂) ∙ 𝐀 = 𝐁 ∙ 𝐀 + 𝐂 ∙ 𝐀 = 𝐀 ∙ 𝐁 + 𝐀 ∙ 𝐂.

Komponen dari bentuk 𝐀 ∙ 𝐁 itu sangat berguna. Kita tulis

(4.8) 𝐀 ∙ 𝐁 = (𝐢𝐴x + 𝐣𝐴y + 𝐤𝐴z ) ∙ (𝐢𝐵x + 𝐣𝐵y + 𝐤𝐵z ).

Berdasarkan hukum distribusi kita bisa mengalikan dan mendapatkan


sembilan suku seperti 𝐴x 𝐵x 𝐢 ∙ 𝐢, 𝐴x 𝐵y 𝐢 ∙ 𝐣, dan seterusnya. Menggunakan
definisi dari produk skalar, kita bisa temukan

(4.9) 𝐢 ∙ 𝐢 = |𝐢| ∙ |𝐢| cos 0° = 1 ∙ 1 ∙ 1 = 1, dan demikian pula, 𝐣 ∙ 𝐣 = 1, 𝐤 ∙


𝐤 = 1;
𝐢 ∙ 𝐣 = |𝐢| ∙ |𝐣| cos 90° = 1 ∙ 1 ∙ 0 = 0, dan demikian pula, 𝐢 ∙ 𝐤 = 0, 𝐣 ∙ 𝐤 =
0.

Menggunakan (4.9) dalam (4.8), kita dapat

(4.10) 𝐀 ∙ 𝐁 = 𝐴x 𝐵x + 𝐴y 𝐵y + 𝐴z 𝐵z .

27
Persamaan (4.10) adalah rumus penting yang harus kamu hafalkan. Ada
beberapa penggunaan langsung untuk rumus ini dan produk skalar.
Sudut Diantara Dua Vektor
Dengan vektor yang diberikan, kita bisa menemukan sudut diantara mereka
dengan menggunakan keduanya (4.2) dan (4.10) dan menyelesaikan untuk
cos 𝜃.
Contoh 3. Temukan sudut diantara vektor 𝐀 = 3𝐢 + 6𝐣 + 9𝐤 dan 𝐁 =
−2𝐢 + 3𝐣 + 𝐤. Melalui (4.2) dan (4.10) dan kita dapatkan

𝐀 ∙ 𝐁 = |𝐀||𝐁| cos 𝜃 = 3 ∙ (−2) + 6 ∙ 3 + 9 ∙ 1 = 21,


(4.11) |𝐀| = √32 + 62 + 92 = 3√14, |𝐁| = √22 + 32 + 12 = √14,
1
3√14√14 cos 𝜃 = 21. cos 𝜃 = 2, 𝜃 = 60° .

Vektor Tegak Lurus dan Sejajar


Apabila dua vektor adalah tegak lurus, maka cos 𝜃 = 0, maka

(4.12) 𝐴x 𝐵x + 𝐴y 𝐵y + 𝐴z 𝐵z = 0 apabila A dan B adalah vektor


tegak lurus.

Apabila dua vektor adalah sejajar, komponennya adalah sebanding; dengan


demikian (ketika tidak ada komponen bernilai nol)
𝐴𝑥 𝐴𝑦 𝐴
(4.13) = 𝐵 = 𝐵𝑧 jika A dan B adalah vektor sejajar
𝐵𝑧 𝑦 𝑧

(tentunya, jika 𝐵𝑧 = 0, lalu 𝐴𝑧 = 0 dan seterusnya)

Vektor Product perkalian yang menghasilkan vektor dikenal sebagai cross


product atau perkalian silang. Cross product antara vektor A dan vektor B
dinyatakan dengan A X B. Besar vektor C yang merupakan hasil perkalian
silang antara A dan B adalah sebagai berikut

28
Magnitude dari A X B adalah

(4.14) |𝐴 𝑥 𝐵| = |𝐴||𝐵| 𝑠𝑖𝑛𝜃


di mana θ adalah sudut positif (≤ 180◦) antara A dan
B. Arah A × B tegak lurus terhadap bidang A dan B Gambar 4.12
dan dalam arti C dari arah depan tangan kanan diputar
dari A ke B seperti pada Gambar 4.12.

Lebih mudah untuk menemukan arah C = A × B dengan aturan tangan kanan


berikut. Pikirkan tentang menggenggam garis C (atau obeng yang mengatur
sekrup tangan kanan di arah C) dengan tangan kanan. Jari-jari tersebut
kemudian melengkung ke arah rotasi A ke B (panah pada Gambar 4.12) dan
titik ibu jari sepanjang C = A × B.

Mungkin hasil yang hampir benar dari definisi produk vektor adalah A × B
dan B × A tidak sama; sebenarnya, A × B = −B × A. Dalam bahasa
matematika, perkalian vektor tidaklah komutatif.

Kami menemukan dari (4.14) bahwa produk silang dari dua paralel (atau
antiparalel) vektor memiliki magnitudo | A × B | = AB sin 0◦ = 0 (atau AB
sin 180◦ = 0). Demikian

(4.15) A× B = 0 if A dan B sejajar ataukah tidak sejajar,


A× A = 0 untuk A
Kita dapat menentukan hasilnya

(4.16) i× i = j× j = k ×k = 0.
Juga dari (4.14) yang kita menemukan

| i × j | = | i | | j | sin 90◦ = 1 · 1 · 1 = 1,

dan juga untuk besarnya perkalian silang dari dua vektor satuan yang
berbeda i, j, k. Dari aturan tangan kanan dan Gambar 4.13, kita melihat

29
bahwa arah i x j adalah k, dan karena besarnya adalah 1, kita memiliki i × j
= k; Namun, j × i = −k. Demikian pula dengan hasil produk silang lainnya,
kita menemukan

(4.17) i × j =k j × k =i k× i = j.
j× i = −k k× j = −i i×k = −j.

Cara yang baik untuk mengingat ini adalah dengan menulis secara siklis
(sekitar lingkaran seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.14). Membaca
di sekeliling lingkaran berlawanan arah jarum jam (positif) arah), kita
mendapatkan hasil positif (misalnya, i × j = k); membaca dengan cara yang
lain kita mendapatkan produk negatif (misalnya, i × k = −j).

Gambar 4.14
Gambar 4.13

Perlu dicatat bahwa hasil (4, 17) tergantung pada cara bagaimana kita
memberi label sumbu pada gambar (4. 13). Kami telah mengatur sumbu ( x,
y, z) sehingga rotasi sumbu x menuju ke sumbu y (hampir 90°) sesuai
dengan rotasi sekrup tangan kanan maju kearah z positif. Sistem koordinat
seperti ini disebut tangan kanan sistem. Jika kita menggunakan sistem kidal
(katakanlah bertukar dengan x dan y), maka semua persamaan dalam (4. 17)
akan memiliki tanda-tanda mereka berubah. Ini akan membingungkan ;
akibatnya, kita selalu menggunakan sistem koordinat tangan kanan, dan kita
juga harus berhati-hati tentang hal ini dalam menggambar diagram (Lihat
bab 10, bagian 6) untuk menulis A X B dalam bentuk komponen kita
membutuhkan hukum distributif, yaitu

(4. 18) 𝑨 𝑿 (𝑩 + 𝑪) = 𝑨 𝑿 𝑩 + 𝑨 𝑿 𝑪

30
(Lihatlah soal 7. 18)

Kita menemukan bahwa

(4. 19) 𝐴 𝑋 𝐵 = (𝑖𝐴𝑥 + 𝑗𝐴𝑦 + 𝑘𝐴𝑧 ) 𝑋 (𝑖𝐵𝑧 + 𝑗𝐵𝑦 + 𝑘𝐵𝑧 )


= 𝑖(𝐴𝑦 𝐵𝑧 + 𝐴𝑧 𝐵𝑦 ) + 𝑗(𝐴𝑧 𝐵𝑥 − 𝐴𝑥 𝐵𝑧 ) + 𝑘(𝐴𝑥 𝐵𝑦 − 𝐴𝑦 𝐵𝑥 )
𝑖 𝑗 𝑘
𝐴
=| 𝑥 𝐴𝑦 𝐴𝑧 |
𝐵𝑥 𝐵𝑦 𝐵𝑧

Baris kedua di (4. 19) diperoleh dengan cara mengalikan baris pertama
(mendapatkan 9 produk ) dan menggunakan (4. 16) dan (4.17). Determinan
dalam (4. 19) adalah cara yang paling nyaman untuk mengingat bentuk
komponen dari produk vektor. Kamu seharusnya memeriksa bahwa
mengalikan determinan menggunakan elemen dari baris pertama hasilnya
adalah baris diatasnya.

Ketika A X B adalah vektor yang tegak lurus terhadapa A dan B, kita dapat
menggunakan (4. 19) untuk menemukan sebuah vektor yang tegak lurus
terhadap dua vektor yang diberikan.

Contoh 4. Carilah vektor yang tegak lurus ke kedua 𝐴 = 2𝑖 + 𝑗 − 𝑘 dan


𝐵 = 𝑖 + 3𝑗 − 2𝑘

𝑖 𝑗 𝑘
𝑨 𝑿 𝑩 = |2 1 −1| = 𝑖(−2 + 3) − 𝑗(−4 + 1) + 𝑘(6 − 1)
1 3 −2
= 𝑖 + 3𝑗 + 5𝑘

5. GARIS DAN BIDANG


Banyak geometri analitik dapat disederhanakan dengan
menggunakan vector. Hal-hal seperti persamaan garis dan bidang, dan jarak
antar titik atau antara garis dan bidang sering terjadi dalam fisika dan sangat
berguna untuk dapat menemukannya dengan cepat. Kita akan berbicara
tentang ruang tiga dimensi sebagian besar waktu meskipun ide-ide berlaku
31
juga utuk dua dimensi. Dalam geometri analitik adalah seperangkat tiga
koordinat (x,y,z); kita anggap titik ini sebagai kepala vektor 𝐫 = 𝐢𝐱 + 𝐣𝒚 +
𝐤 𝐳 dengan ekor pada titik asal. Sebagian besar waktu vector akan berada di
latar belakang pikiran kita dan kita tidak akan memplot titik (x,y,z) yang
merupakan kepala vektor, dengan kata lain, titik (x,y,z) dan vektor r akan
sama. Kita juga akan menggunakan vektor yang menghubungkan dua titik.
Pada gambar 5.1, vektor A dari (1,2,3) menjadi (x,y,z) adalah
𝑨 = 𝑟 − 𝐶 = (𝑥, 𝑦, 𝑧) − (1,2,3) = (𝑥 − 1, 𝑦 − 2, 𝑧 − 3)
𝑨 = 𝑖𝑥 + 𝑖𝑥 + 𝑖𝑥 − (𝑖 + 𝑖𝑥 + 𝑖𝑥 ) = 𝑖(𝑥 − 1) + 𝑗(𝑦 − 2) + 𝑘(𝑧 − 3)

Gambar.5.1
Dengan demikian kita memiliki dua cara persamaan vektor; kita
dapat memiliki yang kita sukai. Perhatikan penulisan yang tepat (1, 0, −2)
untuk i − 2k; karena nol secara eksplisit ditulis, ada sedikit kemungkinan
secara tidak diketahui tidak bisa membedakan i − 2k dengan i − 2j = (1, −2,
0). Di sisi lain, 5j lebih sederhana daripada (0, 5, 0).
Pada dua dimensi, kita menulis persamaan pada garis lurus melalui
(xo,yo) dengan kemiringan m sebagai
𝑦−𝑦0
(5.1) = 𝑚.
𝑥−𝑥0

Gambar 5.2

32
Seharusnya, sebagai ganti dari kemiringan , kita memberi vektor
pada garis secara langsung , seperti pada 𝐴 = 𝑖𝑎 + 𝑗𝑏 (gambar 5.2).
kemudian garis melewati (𝑥0 , 𝑦0 ) dan pada garis A adalah determinan, dan
kita harus bisa menulis perhitugannya. Garis langsung pada bagian dari
(𝑥0 , 𝑦0 ) untuk poin yang lain (x,y) pada garis vektor 𝑟 − 𝑟0 dengan
komponen (𝑥, 𝑥0 ) 𝑑𝑎𝑛 (𝑦, 𝑦0 ) :
(5.2) 𝑟 − 𝑟0 = 𝑖 (𝑥, 𝑥0 ) + 𝑗 (𝑦, 𝑦0 ) .
vektor ini adalah sejajar untuk 𝐴 = 𝑖𝑎 + 𝑗𝑏. Sekarang jika 2 vektor
sejajar, maka komponennya adalah proporsional . dan kita dapat menulis
(untuk a,b ≠ 0)
𝑥−𝑥0 𝑦−𝑦0 𝑦−𝑦0 𝑏
(5.3) = 𝑎𝑡𝑎𝑢 =𝑎
𝑎 𝑏 𝑥−𝑥0

persamaan ini memberi garis lurus . seperti yang telah di cek, kita
melihat kemiringan garis m= 𝑏⁄𝑎, jadi (5,3) sama dengan (5,1).
Selain itu untuk menulis persamaan untuk berkata jika 𝑟 − 𝑟0 dan A
adalah vektor sejajar, satunya yaitu sebuah skalar multiple yang lain. Yakni
(5.4) 𝑟 − 𝑟0 = 𝐴𝑡, 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑟 = 𝑟0 + 𝐴𝑡
Dimana t adalah perkalian skalar. Kita bisa berfikir bahwa t adalah
parameter komponen dari (5.4) ini adalah aturan perhitungan parametik
pada garis. Yakni
(5.5) 𝑥 − 𝑥0 = 𝑎𝑡, atau, 𝑥 = 𝑥0 + 𝑎𝑡
𝑦 − 𝑦0 = 𝑏𝑡, atau, 𝑦 = 𝑦0 + 𝑏𝑡
Eliminasi t menghasilkan perhitungan seperti (5.3).
Pada tiga dimensi, ide yang sama bisa digunakan. Kita ingin
perhitungan garis lurus memberi hasil (𝑥0 , 𝑦0 , 𝑧0 ). Dan paralel memberikan
vektor A=ai+bj+ck jika (x,y,z) adalah poin lain pada garis, vektornya
mengikuti (𝑥0 , 𝑦0 , 𝑧0 ) dan (x,y,z) adalah sejajar pada A. kemudian
komponen ini 𝑥 − 𝑥0 , 𝑦 − 𝑦0 , 𝑧 − 𝑧0 adalah komponen proporsional untuk
komponen a,b,c pada A yang kita punya.

𝑥−𝑥0 𝑦−𝑦0 𝑧−𝑧0


(5.6) = = (persamaan simetrik pada garis lurus a,b,c ≠ 0).
𝑎 𝑏 𝑐

33
Jika c, misalnya, terjadi menjadi nol, kita harus menulis (5,6) dalam bentuk

𝑥−𝑥0 𝑦−𝑦0
(5.7) = , 𝑧(𝑝𝑒𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑠𝑖𝑚𝑒𝑡𝑟𝑖𝑘 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑔𝑎𝑟𝑖𝑠 𝑙𝑢𝑟𝑢𝑠 𝑘𝑒𝑡𝑖𝑘𝑎 𝑐 = 0)
𝑎 𝑏

Pada kasus dua dimensi , perhitungan (5.6) dan (5.7) harus ditulis

𝑥 = 𝑥0 + 𝑎𝑡, (perhitungan parametric pada


(5.8) 𝑟 = 𝑟0 + 𝐴𝑡, 𝑎𝑡𝑎𝑢 {𝑦 = 𝑦0 + 𝑏𝑡,
𝑧 = 𝑧0 + 𝑐𝑡 garis lurus)

Persamaan parametrik (5.8) utamanya


memiliki kegunaan menginterpretasi ketika
parameter t berarti waktu. Mengingat partikel
m (elektron, bola bilyard, bintang) berpindah
secara lurus pada garis L, seperti gambar (5.3).
posisikan pada asalnya, dan melihat m
berpindah dari 𝑝0 𝑘𝑒 𝑝 berbentuk L. garis
peglihatanmu adalah vektor r , ini membelok Gambar 5.3
dari 𝑟0 pada t = 0 untuk 𝑟 = 𝑟0 + 𝐴𝑡 dengan t
adalah waktu. Catatan bahwa semua
kecepatan pada m adalah 𝑑𝑥⁄𝑑𝑡 = 𝐴; 𝐴 adalah
vektor dari menunjukkan garis gerakan.
Kembali ke dua dimensi, misalkan kita menginginkan persamaan
garis lurus melalui titik (x0, y0) dan tegak lurus terhadap vektor yang
diberikanN = ai + bj. Seperti di atas, vector

𝑟 − 𝑟0 = (𝑥 − 𝑥0 )𝐢 + ( 𝑦 − 𝑦0 )𝐣
Berada pada garis. Sekarang waktunya kita ingin vektor ini tegak lurus pada
N ; mengingat 2 vektor ini tegak lurus jika dot product nya adalah 0. Untuk
membuat dot product dari N dan 𝑟 − 𝑟0 menghitung dengan hasil 0
𝑦−𝑦0 𝑎
(5.9) 𝑎(𝑥 − 𝑥0 ) + 𝑏( 𝑦 − 𝑦0 ) = 0 𝑎𝑡𝑎𝑢 = −𝑏
𝑥−𝑥0

34
Persamaan ini merupakan perhitungan yang menentukan garis lurus L tegak
lurus dengan N. dengan memeriksa, catatan dari gambar (5.4) itu lekukan
dari garis lurus berbentuk L adalah
tan 𝜃 = − cot ∅ = − 𝑎⁄𝑏

Gambar 5.4 Gambar 5.5

Pada tiga dimensi, kita menggunakan metode ini untuk menulis


perhitungan pada suatu bidang. Jika (𝑥0 , 𝑦0 , 𝑧0 ) memberikan hasil pada
bidang dan (x,y,z) adalah beberapa poin pada bidang lain pada vektor
(gambar 5.5)
𝑟 − 𝑟0 = (𝑥 − 𝑥0 )𝑖 + ( 𝑦 − 𝑦0 )𝑗 + ( 𝑧 − 𝑧0 )𝑘
Adalah pada bidang . Jika N =ai+bj+ck adalah normal (tegak lurus) pada
bidang , kemudian N dan 𝑟 − 𝑟0 adalah tegak lurus , maka perhitungan pada
bidang adalah 𝑁 ∙ ( 𝑟 − 𝑟0 ) = 0 atau

(5.10) 𝑎(𝑥 − 𝑥0 ) + 𝑏( 𝑦 − 𝑦0 ) + 𝑐( 𝑧 − 𝑧0 ) = 0,
atau 𝑎𝑥 + 𝑏𝑦 + 𝑐𝑧 = 𝑑 (Persamaan pada bidang)
dimana 𝑑 = 𝑎𝑥0 + 𝑏𝑦0 + 𝑐𝑧0

Jika kita memberi perhitungan seperti diatas kita bisa juga mencari
A atau N. kemudian kita dapat mengatakan bahwa perhitungan
(5.6),(5.7),(5.8) adalah perhitungan dari garis lurus yang sejajar dengan
vektor A= ai+bj+ck dan perhitungan di (5.10) adalah perhitungan bidang
yang tegak lurus pada vektor N = ai+bj+ck
Contoh 1. Temukan perhitungan pada bidang latar yang melewati tiga titik
A(-1,1,1), B (2,3,0), C (0,1,-2).

35
Vektor mengikuti setiap pasangan yang memiliki poin pada bidang.
⃗⃗⃗⃗⃗ = (2,3,0) − (−1,1,1) = (3,2, −1)𝑑𝑎𝑛 𝐴𝐶
Dua serupa itu adalah 𝐴𝐵 ⃗⃗⃗⃗⃗ =
(1,0, −3). Cross product pada dua vektor ini adalah tegak lurus dengan
bidang . Ini menunjukkan :
𝑖 𝑗 𝑘
⃗⃗⃗⃗⃗ × 𝐴𝐶
𝑁 = 𝐴𝐵 ⃗⃗⃗⃗⃗ = 3 2 −1 = −6𝑖 + 8𝑗 − 2𝑘
1 0 −3
Sekarang kita menulis perhitungan pada bidang datar dengan normal
direksi N melalui satu dari beberapa poin yang diberikan, katakan saja B ,
menggunakan (5.10):
−6(𝑥 − 2) + 8(𝑦 − 3) − 2𝑧 = 0 𝑎𝑡𝑎𝑢 3𝑥 − 4𝑦 + 𝑧 + 6 = 0
Catatan kita harus mendefinisikan N dari -2 untuk menyimpan aritmatik.
Contoh 2. Temukan persamaan pada garis yang melalui (1,0,-2) dan tegak
lurus pada bidang datar seperti contoh 1.
Vektornya 3i-4j+k adalah tegak lurus pada bidang datar seperti
contoh 1 dan sejajar pada garis yang diinginkan. Melihat dari (5.6),
persamaan simetrik pada garis adalah
(𝑥 − 1) 𝑦 𝑧+2
= =
3 −4 1
Dari (5.8) persamaan parametric pada garis r = i-2k+ (3i-4j+k) atau jika
kamu suka, r= (1,0,-2)+(3,-4,1).
Vektor memberi kita banyak jalan yang tidak menyulitkan untuk
menemukan jarak antara titik dan garis atau bidang. Bagaimanapun kita
ingin mendapatkan jarak (tegak lurus) dari a titik P

Gambar 5.6
36
ke bidang (5.10). (Lihat Gambar 5.6.) Kita ambil sembarang titik Q pada
bidang (lihat persamaan pada bidang dan beri penomoran sederhana yang
memenuhi x, y, z).Jarak PR adalah yang kita cari. PR tegak lurus terhadap RQ
(karena PR tegak lurus terhadap bidang), kita lihat dari Gambar 5.6.

(5.11) 𝑃𝑅 = 𝑃𝑄 cos 𝜃

Dari persamaan pada bidang, kita dapat menentukan vektor N normal


terhadap bidang. Jika kita membagi N dengan magnitudonya, kita memiliki
vektor satuan normal terhadap bidang; kita tandai vektor satuan ini sebagai n.
⃗⃗⃗⃗⃗ . 𝐧| = (𝑃𝑄) cos 𝜃, diperlukan dalam (5.11) untuk mencari PR.
Maka |𝑃𝑄
⃗⃗⃗⃗⃗ | harus negatif, dimana
(Kita telah memperoleh tanda nilai mutlak karena |𝑃𝑄
(𝑃𝑄) cos 𝜃, dengan 𝜃 positif pada Gambar 5.6.)

Contoh 3. Tentukan jarak dari titik P(1, -2, 3) terhadap bidang 3𝑥 − 2𝑦 +


𝑧 + 1 = 0. Salah satu titik pada bidang adalah (1, 2, 0); sebut titik ini
Q. Vektor dari P ke Q adalah

⃗⃗⃗⃗⃗
PQ = (1, 2, 0) − (1, −2, 3) = (0, 4, −3) = 𝟒𝐣 − 𝟑𝐤

Dari persamaan pada bidang kita peroleh vektor normal

𝐍 = 𝟑𝐢 − 𝟐𝐣 + 𝐤

Kita dapatkan n dengan membagi N oleh |𝐍| = √14 . Maka

⃗⃗⃗⃗⃗ . 𝐧| = |(𝟒𝐣 − 𝟑𝐤) . (𝟑𝐢 − 𝟐𝐣 + 𝐤)⁄√14|


|𝑃𝑅| = |𝑃𝑄

= |(−8 − 3)⁄√14| = 11⁄√14

Kita dapat menentukan jarak dari titik P ke garis dengan cara yang
sama. Pada Gambar 5.7 kita akan mencari jarak PR yang tegak lurus dengan
garis. Kita pilih persamaan garis]; sebut titik ini Q. Maka (lihat Gambar 5.7)
𝑃𝑅 = 𝑃𝑄 sin 𝜃. Garis A merupakan vektor di sepanjang garis dan u adalah
vektor satuan di sepanjang garis (diperoleh dengan membagi A dengan
magnitudonya). Maka

37
⃗⃗⃗⃗⃗ × 𝐮| = |𝑃𝑄| sin 𝜃,
|𝑃𝑄

jadi kita peroleh

⃗⃗⃗⃗⃗ × 𝐮|.
|𝑃𝑅| = |𝑃𝑄

Contoh 4. Tentukan jarak dari 𝑃(1, 2, −1) ke garis bantu 𝑃1 (0, 0, 0) dan
𝑃2 (−1, 0, 2). Misal 𝐀 = ⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗
𝑃1 𝑃2 = −𝐢 + 𝟐𝐤; merupakan vektor di
sepanjang garis. Maka vektor satuan sepanjang garis adalah 𝐮 =
(1⁄√5)(−𝐢 + 𝟐𝐤). Misal kita ambil Q menjadi 𝑃1 (0, 0, 0). Maka
⃗⃗⃗⃗⃗
𝑃𝑄 = −𝐢 − 𝟐𝐣 + 𝐤, jadi kita dapatkan jarak |𝑃𝑅|:

1 1
|𝑃𝑅| = |(−𝐢 − 𝟐𝐣 + 𝐤) × (−𝐢 + 𝟐𝐤)| = |−𝟒𝐢 + 𝐣 − 𝟐𝐤| = √21⁄5.
√5 √5

Ini juga digunakan untuk menentukan jarak di antara dua garis yang
tidak simetris (dan jika Anda sangat ingin memahami vektor, cukup mencari
perhitungan ini dalam buku geometri analisis yang tidak menggunakan
vektor!). Ambil dua titik P dan Q, satu di setiap garis (Gambar 5.8). Maka
⃗⃗⃗⃗⃗ . 𝐧|, dimana n merupakan vektor satuan yang tegak lurus terhadap kedua
|𝑃𝑄
garis, adalah jarak yang kita cari. Sekarang jika A dan B merupakan vektor di
kedua garis, maka 𝐀 × 𝐁 tegak lurus terhadap kedua garis, dan n adalah 𝐀 ×
𝐁 dibagi dengan |𝐀 × 𝐁 |.

Gambar 5.8

38
Contoh 5. Tentukan jarak antara garis 𝐫 = 𝐢 − 𝟐𝐣 + (𝐢 − 𝐤)𝑡 dan 𝐫 = 𝟐𝐣 −
𝐤 + (𝐣 − 𝐢)𝑡. Jika kita tulis garis pertama sebagai 𝐫 = 𝒓𝟎 + 𝐀𝑡, maka 𝒓𝟎
adalah pemisalan sederhana untuk P, jadi kita peroleh

𝑃 = (1, −2, 0) dan 𝐀 = 𝐢 − 𝐤

Dengan cara yang sama, dari garis kedua kita dapatkan

𝑄 = (0, 2, −1) dan 𝐁 = 𝐣 − 𝐢.

Maka 𝐀 × 𝐁 = 𝐢 + 𝐣 + 𝐤 dan 𝐧 = (1⁄√3)( 𝐢 + 𝐣 + 𝐤). Begitu juga

⃗⃗⃗⃗⃗ = (0, 2, −1) − (1, −2, 0) = (−1, 4, −1) = −𝐢 + 𝟒𝐣 − 𝐤.


𝑃𝑄

Kemudian kita peroleh jarak antara dua garis

⃗⃗⃗⃗⃗ . 𝐧| = |(−𝐢 + 𝟒𝐣 − 𝐤) ∙ (𝐢 + 𝐣 + 𝐤)⁄√3| = |−1 + 4 − 1|⁄√3 =


|𝑃𝑄
2⁄√3.

Contoh 6. Tentukan arah garis pertemuan pada bidang

𝑥 − 2𝑦 + 3𝑧 = 4 dan 2𝑥 + 𝑦 − 𝑧 = 5.

Garis yang diinginkan terletak di kedua bidang, dan tegak lurus


terhadap kedua vektor normal terhadap bidang, yaitu 𝐢 − 𝟐𝐣 + 𝟑𝐤 dan 𝟐𝐢 +
𝐣 − 𝐤. Maka arah garisnya merupakan cross product dari vektor normla ini;
yaitu −𝐢 + 𝟕𝐣 + 𝟓𝐤.

Contoh 7. Tentukan cos dari sudut antara kedua bidang pada Contoh 6.

Sudut antara kedua bidang sama dengan sudut antara vektor normal
terhadap bidang. Kemudian tugas kita adalah menentukan sudut antara vektor
𝐀 = 𝐢 − 𝟐𝐣 + 𝟑𝐤 dan 𝐁 = 𝟐𝐢 + 𝐣 − 𝐤. Karena 𝐀 ∙ 𝐁 = |𝐀||𝐁| cos 𝜃, kita

peroleh −3 = √14√6 cos 𝜃, dan cos 𝜃 = −√3⁄28. Ini merupakan sudut


tumpul antara bidang; memiliki kemiripan dengan sudut 𝜋 − 𝜃, atau

𝑎𝑟𝑐 cos √3⁄28.

39
6. OPERASI MATRIKS
Dalam Bagian 2 kita menggunakan matriks sederhana sebagai
susunan angka. Sekarang kita ingin melangkah lebih jauh ke persoalan dan
mendiskusikan pengertian serta menggunakan perkalian matriks dengan
angka dan mengkombinasikan matriks dengan penjumlahan, pengurangan,
perkalian, dan bahkan pembagian. Kita akan melihat bahwa kita mungkin
bisa menentukan fungsi matriks seperti 𝑒 𝑀 . Ini, tentu saja, semua
pertanyaan tentang definisi, tetapi kita akan menunjukkan beberapa aplikasi
yang mungkin masuk akal; atau kemungkinan lain, diberikan definisi, kita
akan melihat aplikasi apa yang bisa kita buat dari operasi matriks.
Persamaan Matriks. Mari kita pertama-tama menekankan lagi bahwa dua
matriks adalah sama hanya jika keduanya identik. Maka persamaan
matriksnya
x r u 2 1 -5
(y s v) = (3 -7i 1-i
)

merupakan himpunan dari enam persamaan


𝑥 = 2, 𝑦 = 3, 𝑟 = 1, 𝑠 = −7𝑖, 𝑢 = −5, 𝑣 = 1 − 𝑖.

(Ingat kembali keadaan serupa yang pernah kita temui sebelumnya:


Persamaan 𝑧 = 𝑥 + 𝑖𝑦 = 2 − 3𝑖 setara dengan dua persamaan nyata 𝑥 = 2,
𝑦 = −3; persamaan vektor dalam dimensi tiga setara dengan tiga
persamaan komponen.) Dalam persoalan rumit yang melibatkan banyak
angka atau variabel, seringkali dimungkinkan untuk menyimpan banyak
penulisan dengan menggunakan persamaan matriks tunggal untuk
menggantikan keseluruhan persamaan biasa. Setiap saat memungkinkan
untuk menyingkat penulisan persamaan matematika (seperti menggunakan
satu huruf untuk kurung yang rumit) yang tidak hanya menghemat waktu
tetapi sering memungkinkan kita untuk berpikir lebih jernih.
Perkalian Matriks dengan Angka. Cara mudah untuk menampilkan
komponen-komponen vektor 𝐀 = 𝟐𝐢 + 𝟑𝐣 adalah dengan menulisnya
sebagai elemen matriks, salah satunya

40
2
A=( ) disebut matriks kolom atau vektor kolom,
3

atau

AT = (2 3) disebut matriks baris atau vektor baris.


Matriks baris AT merupakan pengubahan urutan dari matriks kolom A.
Amati notasi yang kita gunakan: Kita seringkali menggunakan huruf yang
sama untuk vektor dan matriks kolomnya, tetapi kita biasanya menulis huruf
yang merepresentasikan matriks sebagai A (romawi, bukan cetak tebal),
vektor sebagai A, dan panjang vektor sebagai A.
Sekarang anggaplah kita menginginkan vektor A dua kali
panjangnya dan dalam arah yang sama; kita menuliskannya sebagai 𝟐𝐀 =
𝟒𝐢 + 𝟔𝐣. Kemudian kita menuliskannya sebagai representasi matriks
2 4
2A = 2 ( ) = ( ) , 2AT = 2(2 3) = (4 6).
3 6
Ini merupakan cara yang benar dalam mengalikan sebuah matriks dengan
angka. Maka
𝑎 𝑐 𝑒 𝑘𝑎 𝑘𝑐 𝑘𝑒
𝑘 (𝑏 𝑑 𝑓 ) = (𝑘𝑏 )
𝑘𝑑 𝑘𝑓

1 3
− 1 4 −6
dan ( 2 4 5) = − 8 ( )
−1 − 8 8 5

Perhatikan bahwa perbedaan antara determinan dan matriks: ketika mengalikan


matriks dengan k berarti mengalikan setiap elemen matriks tersebut dengan k,
tetapi ketika hanya mengalikan satu baris determinan dengan k berarti
mengalikan determinan dengan k. Maka det(kA) = k2 det A untuk matriks ordo
(2x2), det(kA) = k3 det A untuk matriks ordo (3x3), dan seterusnya.

Penjumlahan Matriks Ketika kita menjumlahkan vektor secara


aljabar, kita menjumlahkan vektor tersebut dengan komponen-
komponennya. Matriks dijumlahkan dengan cara yang sama, dengan
menjumlahkan elemen-elemen yang terkait. Sebagai contoh,

41
1 3 −2 2 −1 4 1+2 3−1 −2 + 4
(6.1) ( )+( )=( )
4 7 1 3 −7 −2 4+3 7−7 1−2

3 2 2
=( )
7 0 −1

Perhatikan bahwa jika kita menjumlahkan A + A kita akan mendapatkan 2A


sesuai dengan definisi kedua matriks di atas. Misalkan kita mempunyai

1 3 −2 2 −1
A= ( ) dan B= ( )
4 7 1 3 5

Dalam hal ini kita tidak dapat menjumlahkan A dan B, kita menganggap
bahwa jumlahnya tidak terdefinisi atau tidak ada.

Dalam aplikasinya, matriks berguna untuk mewakili objek yang


dijumlahkan dengan komponen-komponennya. Sebagai contoh, dalam
persamaan (6.1), kolom mewakili perpindahan dari tiga partikel. Partikel
pertama berpindah sejauh i + 4j (kolom pertama dari matriks pertama) dan
partikel terakhir berpindah sejauh 2i + 3j (kolom pertama dari penjumlahan
matriks). Begitu pula dengan kolom kedua dan ketiga mewakili perpindahan
partikel kedua dan ketiga.

Perkalian Matriks Mari kita mulai dengan mendefinisikan hasil kali dua
matriks dan kemudian kita lihat apakah berguna untuk proses perkalian
matriks tersebut. Terdapat contoh sederhana untuk menunjukkan perkalian
matriks dengan hasil kali AB = C dari dua matriks A dan B:

𝑎 𝑏 𝑒 𝑓 𝑎𝑒 + 𝑏𝑔 𝑎𝑓 + 𝑏ℎ
(6.2a) AB = ( )( )=( )=C
𝑐 𝑑 𝑔 ℎ 𝑐𝑒 + 𝑑𝑔 𝑐𝑓 + 𝑑ℎ

Perhatikan bahwa pada hasil kali matriks C, elemen baris pertama dan
kolom pertama diperoleh dengan mengalikan setiap elemen baris pertama
matriks A dengan elemen kolom pertama matriks B dan hasilnya
dijumlahkan. Ini sebagai acuan perkalian “baris dan kolom”; ketika kita
menghitung ae + bg, kita katakan bahwa kita “mengalikan baris pertama
matriks A dengan kolom pertama matriks B”. Selanjutnya periksa elemen
af + bh dalam baris pertama dan kolom kedua matriks C; ini adalah “baris
42
pertama matriks A dikali kolom kedua matriks B”. Begitu juga dengan ce +
dg dalam baris kedua dan kolom pertama matriks C adalah “baris kedua
matriks A dikali kolom pertama matriks B”, dan cf + dh dalam baris kedua
dan kolom kedua matriks C adalah “baris kedua matriks A dikali kolom
kedua matriks B”. Semua elemen matriks C diperoleh dengan menggunakan
aturan sederhana berikut:

Elemen dalam baris i dan kolom j dari hasil kali matriks AB


sama dengan baris i matriks A dikali kolom j matriks B. Dalam
notasi indeks
(6.2b)
(AB)𝑖𝑗 = ∑ 𝐴𝑖𝑘 𝐵𝑘𝑗
𝑘

Terdapat cara lain untuk menggambarkannya: Anggaplah elemen


dalam baris (atau kolom) matriks sebagai komponen vektor. Maka perkalian
baris dan kolom untuk hasil kali matriks AB bisa juga untuk menentukan
dot product dari vektor baris A dan vektor kolom B.

Matriks tidak perlu berbentuk persegi agar kita bisa mengalikannya.


Perhatikan contoh berikut.

Contoh 1. Tentukan hasil kali matriks A dan B jika

4 2 1 5 3
A=( ) B=( )
−3 1 2 7 −4

Mengikuti aturan yang kita tetapkan, kita dapatkan

4 2 1 5 3
AB = ( )( )
−3 1 2 7 −4

4∙1+2∙2 4∙5+2∙7 4 ∙ 3 + 2(−4)


=( )
−3 ∙ 1 + 1 ∙ 2 −3 ∙ 5 + 1 ∙ 7 −3 ∙ 3 + 1(−4)

8 34 4
=( )
−1 −8 −13

43
Perhatikan bahwa kolom ketiga matriks B membuat kita tidak
kesulitan dalam mengikuti aturan yang telah ditetapkan; kita dengan mudah
mengalikan setiap baris matriks A dengan kolom ketiga matriks B untuk
mendapatkan elemen-elemen dalam kolom ketiga matriks AB. Tetapi
misalkan kita mencoba untuk menentukan hasil kali BA. Baris pada matriks
B memiliki 3 elemen, sementara kolom pada matriks A hanya memiliki 2
elemen; maka kita tidak bisa menerapkan metode “baris kali kolom”. Bila
itu terjadi, kita katakan bahwa B tidak sesuai dengan A, dan hasil kali BA
tidak terdefinisi (yaitu hasil kalinya tidak ada dan kita tidak
menggunakannya).

Hasil kali AB (secara urut) dapat ditentukan jika dan hanya jika jumlah
elemen baris matriks A sama dengan jumlah elemen kolom matriks B;
matriks A, B secara urut disebut conformable. (Perhatikan bahwa jumlah
baris matriks A dan kolom matriks B tidak ada hubungannya dengan
pertanyaan apakah kita dapat menentukan AB atau tidak.)

Contoh 2. Tentukan AB dan BA, diberikan

3 −1 5 2
A=( ), B=( )
−4 2 −7 3

Perhatikan bahwa di sini matriks dapat disesuaikan di kedua susunan, jadi


kita dapat menentukan AB dan BA.

3 -1 5 2
AB = ( )( )
-4 2 -7 3

3 ∙ 5 − 1(-7) 3 ∙2 − 1 ∙ 3 23 3
=( )=( )
-4 ∙ 5 + 2 (-7) -4 ∙ 2 + 2 ∙ 3 -34 -2

5 2 3 -1
BA = ( )( )
-7 3 -4 2

5∙3+2(-4) 5(-1)+2 . 2 7 −1
=( )=( )
-7 . 3+3 (-4) -7(-1)+ 3 . 2 −33 13

44
Amati bahwa AB tidak sama dengan BA. Kita mengatakan bahwa perkalian
matriks tidak komutatif, atau, secara umum, matriks tidak mengalami
perubahan di bawah perkalian. (Tentu saja, dua matriks tertentu dapat
terjadi perubahan.) kita mendefinisikan komutator dari matriks A dan B
yaitu dengan

(6.3) [A, B] = AB − BA = komutator A dan B

(Komutator penting pada mekanika klasik dan kuantum.) Karena matriks


tidak dalam keadaan umum, berhati-hatilah untuk tidak mengubah urutan
faktor dalam produk matriks kecuali jika kita tahu matriks tersebut berubah.
Sebagai contoh

(𝐴 − 𝐵)(𝐴 + 𝐵) = 𝐴2 + 𝐴𝐵 − 𝐵𝐴 − 𝐵 2 = 𝐴2 − 𝐵 2 + [𝐴, 𝐵]

Ini tidak sama dengan A2 − B2 saat A dan B tidak berubah. Lihat juga
penyelesaian (6.17). Di sisi lain, sifat asosiatif berlaku, yaitu, A (BC) = (AB)
C, sehingga kita dapat menulis hanya sebagai ABC. Demikian juga sifat
distributif: A (B + C) = AB + AC dan (A + B) C = AC + BC seperti yang
telah kita anggap di atas. (Lihat Bagian 9.)

Matriks Nol. Matriks nol atau nol berarti satu dengan semua elemennya
sama dengan nol. Sering disingkat 0, tetapi kita harus teliti tentang hal ini.
Sebagai contoh:

2 −4 0 0
(6.4) jika M=( ) , kemudian 𝑀2 = ( )
1 −2 0 0

Jadi kita memiliki M2 = 0, tapi M ≠ 0. Lihat juga soal 9 dan 10.

Matriks Identittas atau Satuan Matriks. adalah matriks persegi dengan


setiap elemen diagonal utama (kiri atas ke kanan bawah) sama dengan 1 dan
semua elemen lainnya sama dengan nol. Sebagai contoh

45
1 0 0
(6.5) (0 1 0)
0 0 1

adalah satuan atau matriks identitas 3 susunan (yaitu, tiga baris dan tiga
kolom). Identitas atau matriks satuan disebut 1 atau I atau U atau E dalam
berbagai referensi. kita harus meyakinkan diri sendiri bahwa dalam
perkalian, matriks satuan bertindak seperti angka 1, yaitu jika A adalah
matriks sembarang dan I adalah matriks yang selaras dengan A dalam urutan
di mana kita mengalikan, maka IA = AI = A (Masalah 11 ).

Operasi dengan Determinan. Kita tidak mendefinisikan penjumlahan


untuk determinan. Namun, perkalian berguna; kita mengalikan determinan
dengan cara yang sama seperti mengalikan matriks. Dapat ditunjukkan
bahwa jika A dan B adalah matriks persegi dengan urutan yang sama, maka

(6.6) det AB = det BA = (det A) . (det B)

Lihatlah Contoh 2 di atas untuk melihat bahwa (6.6) benar, bahkan ketika
matriks AB dan BA tidak sama, yaitu ketika A dan B tidak berubah.

Aplikasi Perkalian Matriks. Sekarang kita dapat menulis himpunan


persamaan linear secara bersamaan dalam bentuk yang sangat sederhana
dengan menggunakan matriks. tinjau persamaan matriks berikut

1 0 −1 𝑥 5
(6.7) (−2 3 𝑦
0 )( ) = ( 1 )
1 −3 2 𝑧 −10

Jika kita mengalikan dua matriks pertama, kita peroleh

𝑥−𝑧 5
(6.8) ( −2𝑥 + 3𝑦 ) = ( 1 )
𝑥 − 3𝑦 + 2𝑧 −10

Sekarang ingat bahwa dua matriks sama hanya jika keduanya identik. Jadi
(6.8) adalah himpunan tiga persamaan

46
𝑥 − 𝑧 =5
(6.9) { −2𝑥 + 3𝑦 =1
𝑥 − 3𝑦 + 2𝑧 = −10

Karena persamaan (6.7) adalah bentuk matriks untuk himpunan persamaan


(6.9). Dengan cara ini kita dapat menulis himpunan persamaan linear dalam
bentuk matriks. Jika kita menggunakan huruf untuk mewakili matriks dalam
persamaan (6.7),

1 0 -1 𝑥 5
(6.10) 𝑀 = (-2 3 0 ) , 𝑟 = (𝑦 ) , 𝐾 = ( 1 )
1 -3 2 𝑧 −10

Kemudian kita dapat menulis persamaan (6.7) atau (6.9) sebagai

(6.11) Mr = k

Atau, dalam indeks notasi kita dapat menulis ∑ j Mi j xj = ki . [tinjau bagian


2, persamaan (2.3) sampai (2.6).] Perhatikan bahwa persamaan (6.11)
mewakili sejumlah persamaan atau tidak diketahui (katakanlah 100
persamaan dalam 100 tidak diketahui!). dengan demikian kita
menyederhanakannya dalam bentuk notasi yang dapat membantu kita untuk
berpikir lebih jernih tentang suatu masalah. Sebagai contoh, jika persamaan
(6.11) adalah persamaan aljabar biasa, kita akan menyelesaikannya untuk
mendapatkan r

(6.12) r = M −1 k

Karena M adalah matriks, persamaan (6.12) hanya masuk akal jika kita
dapat memberi arti pada M-1 bahwa (6.12) memberikan solusi (6.7) atau
(6.9) mari coba lakukan ini.

Invers dari Matriks. Kebalikan atau invers dari sejumlah x adalah x-1
adalah sedemikian rupa sehingga menghasilkan xx-1 = 1. Kita
mendefinisikan invers dari matriks M ( jika memiliki satu) sebagai matriks
M-1 sedemikian rupa sehingga MM-1 dan M-1M keduanya sama dengan
47
matriks satuan I. Perhatikan bahwa hanya matriks persegi yang dapat
memiliki invers (jika kita tidak mengalikan keduanya MM-1 dan M-1M).
Sebenarnya, beberapa matriks persegi juga tidak memiliki invers. Kita dapat
melihat dari (6.6) bahwa jika M-1M = I, maka (det M-1) (det M) = det I = 1.
Jika kedua jumlahnya memiliki hasil = 1, maka tak satupun dari mereka dari
matriks tersebut adalah nol, sehingga det M ≠ 0 adalah persyaratan untuk M
memiliki invers.

Jika matriks memiliki invers kita mengatakan bahwa itu dapat


dibalik: jika tidak memiliki invers, disebut singular. Untuk matriks numerik
sederhana, kita akan dengan mudah menghitungnya dengan menghasilkan
invers matriks yang dapat dibalik. Namun, untuk tujuan teoritis kita
memerlukan rumus untuk inversnya; mari kita bahas ini. kofaktor elemen
dalam matriks persegi M berarti sama persis dengan kofaktor unsur dalam
det M [lihat (3.3) dan (3.4)]. Jadi, kofaktor Ci j dari semua elemen m i j di
baris i dan kolom j adalah angka yang sama dengan (-1)i + j dikali nilai
determinan yang tersisa ketika kita memotong baris i dan kolom j.
Kemudian untuk menemukan M-1: temukan kofaktor Ci j dari semua elemen,
tulis matriks C yang elemen-elemennya Ci j, Transpose itu (susunan baris
dan kolom), dan bagi dengan det M. (lihat Masalah 23.)

1
(6.13) 𝑀−1 = det M CT dimana Ci j = kofaktor dari mi j

Meskipun (6.13) sangat berguna dalam pekerjaan teoritis, kita harus berlatih
menggunakannya (seperti yang dikatakan untuk aturan Cramer) pada
masalah numerik sederhana untuk mempelajari rumusnya.

Contoh 3 Untuk matriks M dari koefisien dalam persamaan (6.7) atau


(6.9). temukan M-1

1 0 −1
𝑀 = (−2 3 0)
1 −3 2

kita temukan det M = 3, Kofaktor dari elemen-elemenya adalah

48
3 0 -2 0 −2 3
baris 1: | | = 6, −| | = 4, | |=3
-3 2 1 2 1 −3

0 -1 1 −1 1 0
baris 2: −| | = 6, | | = 3, −| |=3
-3 2 1 2 1 −3

0 −1 1 −1 1 0
baris 3: | | = 3, −| | = 2, | |=3
3 0 −2 0 −2 3

Kemudian

6 4 3 6 3 3
1 1
𝐶 = (3 3 3) jadi 𝑀−1 = det 𝑀 𝐶 𝑇 = 3 (4 3 2)
3 2 3 3 3 3

Sekarang kita dapat menggunakan M-1 untuk menyelesaikan persamaan


(6.9). dengan (6.12), solusinya adalah dengan memberikan matriks kolom r
= M-1k, jadi kita memiliki

𝑥 1 6 3 3 5 1
( 𝑦 ) = (4 3 2) ( 1 ) = ( 1 )
𝑧 3
3 3 3 −10 −4

Atau 𝑥 = 1, 𝑦 = 1, 𝑧 = −4. (lihat masalah 12.)

Rotasi Matriks Sebagai contoh lain dari perkalian matriks, mari kita
pertimbangkan kasus dimana kita tahu jawabannya, hanya untuk melihat
bahwa definisi kita tentang matriks adalah cara yang kita inginkan. Kita
mungkin tahu persamaan rotasi untuk referensi, lihat bagian berikutnya,
persamaan (7.12) dan gambar 7.4. Persamaan (7.12) memberikan matriks
yang memutar vektor r = ix + jy melalui sudut θ untuk menjadi vektor R =
iX + jY. Misalkan kita lebih lanjut memutar R melalui sudut ϕ menjadi 𝑹′ =
𝒊𝑿′ + 𝒋𝒀′. Kita bisa menulis persamaan matriks untuk rotasi dalam bentuk
R = Mr dan 𝑹′ = 𝑀′𝑅 dimana M dan M′ adalah matriks rotasi (7.12) untuk
rotasi melalui sudut θ + ϕ. Kemudian memecahkan R′ dalam hal r, kita
mendapatkan R′ = M′Mr. kita mengharapkan hasil matriks M′M untuk
memberi kami matriks untuk rotasi melalui sudut θ + ϕ, yang kami harapkan
untuk ditemukan
49
𝑐𝑜𝑠 𝜙 −𝑠𝑖𝑛 𝜙 𝑐𝑜𝑠 𝜃 −𝑠𝑖𝑛 𝜃 cos(θ + 𝜙) − sin(θ + 𝜙)
(6.14) ( )( )= ( )
sin 𝜙 𝑐𝑜𝑠 𝜙 sin 𝜃 𝑐𝑜𝑠 𝜃 sin (θ + 𝜙) cos(θ + 𝜙)
Sangat mudah untuk mengalikan dua matriks (masalah 25) dan
membuktikan ( dengan menggunakan identitas trigonometri) bahwa (6.14)
benar. Perhatikan bahwa dua rotasi komutasi (yaitu, rotasi melalui sudut θ
dan kemudian melalui sudut P memberikan hasil yang sama seperti rotasi
melalui ϕ diikuti oleh rotasi θ). Ini benar dalam masalah ini dalam dua
dimensi. Seperti yang akan kita lihat dibagian 7. Matriks rotasi dalam tiga
demensi tidak dalam keadaan komutasi umum jika dua sumbu rotasi
berbeda, (lihat masalah 7.30 dan 7.31) tetapi rotasi dalam (x,y) pesawat
rotasi tentang sumbu z sehingga mereka bolak-balik.

Fungsi dari Matriks , yang kita ketahui bagaimana cara mengalikan


matriks dan menambahkannya, kita dapat mengevaluasi pangkat apapun
dari matriks A dan mengevaluasi polinomial matriksA. Konstanta c atau
𝑐𝐴0 dalam polinomial didefinisikan sebagai c dikali matriks I (Lihat gambar
6.16 di bawah).

Contoh 4.

(6.15) Jika A =(
1 √2 ) , maka 𝐴2 = (−1 0 ) = -I,
−√2 −1 0 −1

𝐴3 = −𝐴, 𝐴4 = 𝐼, dan seterusnya.

(pengujian pangkat ini dan fakta bahwa pangkat yang lebih tinggi cukup
ulangi keempat hasil ini: A,-I,-A,I, berulang-ulang). Kemudian kita dapat
menemukan (persoalan 28)

(6.16) 𝑓(𝐴) = 3 − 2𝐴2 − 𝐴3 − 5𝐴4 + 𝐴6

0 √2 )
= 3𝐼 + 2𝐼 + 𝐴 − 5𝐼 − 𝐼 = 𝐴 − 𝐼 = (
−√2 −2

Kita dapat mengembangkan ini ke fungsi lain dengan mengembangkan


fungsi yang diberikan 𝑓(𝑥) dalam deret pangkat jika semua deret kita
50
gunakan untuk menyatukan. Misalnya, deret untuk 𝑒 𝑧 menyatu untuk semua
z, sehingga kita dapat menemukan 𝑒 𝑘𝐴 ketika A adalah matriks yang
diberikan dan k adalah bilangan riil atau kompleks. A menjadi matriks di
persamaan (6.15). Kemudian (Masalah 28), kita temukan

𝑘 2 𝐴2 𝑘 3 𝐴3 𝑘 4 𝐴4 𝑘5𝑘6
(6.17) 𝑒 𝑘𝐴 = 1 + 𝑘𝐴 + + + + +⋯
2! 3! 4! 5!

𝑘2 𝑘4 𝑘3 𝑘5
= (1 − + + ⋯ ) 𝐼 + (𝑘 − + )A
2! 4! 3! 5!

cos 𝑘 + sin 𝑘 √2 sin 𝑘 )


= (cos 𝑘)𝐼 + (sin 𝑘)𝐴 = (
−√2 sin 𝑘 cos 𝑘 − sin 𝑘

peringatan untuk fungsi dua matriks ketika A dan B tidak berubah:


rumus yang sudah dikenal dapat menimbulkan kesalahpahaman; lihat (6.3)
dan diskusikan hal tersebut. Pastikan untuk menulis (𝐴 + 𝐵)2 = 𝐴2 +
𝐴𝐵 + 𝐵𝐴 + 𝐵 2; jangan menulis 2AB. Kita dapat menunjukkan bahwa 𝑒 𝐴+𝐵
tidak sama dengan 𝑒 𝐴 𝑒 𝐵 ketika A dan B tidak berubah (lihat masalah 29
dan masalah 15.34).

7. KOMBINASI LINEAR, FUNGSI LINEAR, LINEAR OPERATOR


Diberikann dua vektor 𝐀 dan 𝐁, vektor 3𝐀 − 2𝐁 disebut kombinasi
linear dari 𝐀 dan 𝐁. Secara umum, kombinasi linear antara 𝐀 dengan 𝐁
berbentuk 𝑎𝐀 + 𝑏𝐁, di mana 𝑎 dan 𝑏 adalah skalar. Secara geometri,
apabila 𝐀 dan 𝐁 mempunyai ekor di posisi yang sama dan tidak segaris,
kemudian kita menentukan bidang. Kita harus yakin bahwa semua
kombinasi linear dari A dan B kemudian ditempatkan pada bidang. Benar
bahwa setiap vektor pada bidang dapat ditulis sebagai kombinasi linear dari
A dan B; kita akan ingat dalam Sesi 8. Vektor 𝐫 = 𝐢x + 𝐣y + 𝐤z dengan
ekor pada titik asal (dimana kita menggunakannya dalam menuliskan
pesamaan garis dan bidang) merupakan kombinasi linear dari tiga satuan
basis vektor 𝐢, 𝐣, 𝐤.

51
Sebuah fungsi vektor, yaitu 𝑓(𝒓) dapat dikatakan linear jika

(7.1) 𝑓(𝒓1 + 𝒓2 ) = 𝑓(𝒓1) + 𝑓(𝒓2 ), 𝑑𝑎𝑛 𝑓(𝑎𝒓) = 𝑎 𝑓(𝒓),

Di mana 𝑎 adalah scalar


Sebagai contoh, jika 𝐀 = 2𝐢 + 3𝐣 − 𝐤 adalah vektor yang diberikan, maka
𝑓(𝐫) = 𝐀. 𝐫 = 2x + 3y − z adalah fungsi linear karena

𝑓 (𝒓𝟏 + 𝒓𝟐 ) = 𝐀. (𝐫𝟏 + 𝐫𝟐 ) = 𝐀. 𝐫𝟏 + 𝐀. 𝐫𝟐 = 𝑓(𝐫𝟏 ) + 𝑓(𝐫𝟐 ), dan


𝑓(𝑎𝐫) = 𝐀 ∙ 𝑎𝐫 = 𝑎 𝑓(𝐫)
Di sisi lain, 𝑓(𝐫) = |𝐫| bukan fungsi linear, karena panjang jumlah
dua vektor umumnya bukan jumlah panjangnya. Itu adalah,

𝑓(𝒓1 + 𝒓2 ) = |𝒓1 + 𝒓2 | ≠ |𝒓1 | + |𝒓2 | = 𝑓(𝒓1 ) + 𝑓(𝒓2 )

seperti yang Anda lihat dari Gambar 7.1. Juga


perhatikan bahwa meskipun kita sebut 𝑦 = 𝑚𝑥 + 𝑏
persamaan linear (ini adalah persamaan dari a garis
lurus), fungsi 𝑓(𝑥) = 𝑚𝑥 + 𝑏 tidak linear (kecuali b = Gambar 7.1
0) karena

𝑓(𝑥1 + 𝑥2 ) = 𝑚(𝑥1 + 𝑥2 ) + 𝑏 ≠ (𝑚𝑥1 + 𝑏) + (𝑚𝑥2 + 𝑏) = 𝑓(𝑥1 ) + 𝑓(𝑥2 ).

Kita juga dapat mempertimbangkan fungsi vektor dari vektor r.


Medan magnet masing-masing titik (x, y, z), yaitu, di kepala vektor r, adalah
vektor 𝐵 = 𝑖𝐵𝑥 + 𝑖𝐵𝑦 + 𝑖𝐵𝑧 . Komponen Bx, By, Bz dapat bervariasi dari
titik ke pint, yaitu fungsi dari (x, y, z) atau r. Kemudian

F (r) adalah fungsi vektor linear jika

(7.2) 𝐅(𝒓𝟏 + 𝒓𝟐 ) = 𝐅(𝒓𝟏 ) + 𝑭(𝒓𝟐 ) dan 𝐅(𝐚𝐫) = a 𝐅 (𝐫),

di mana adalah skalar.

52
Sebagai contoh, F (r) = br (di mana b adalah skalar) adalah fungsi vektor
linear dari r.

kamu tahu dari kalkulus bahwa

𝑑 𝑑 𝑑
(7.3) [𝑓(𝑥) + 𝑔(𝑥)] = 𝑓(𝑥) + 𝑑𝑥 𝑔(𝑥) dan
𝑑𝑥 𝑑𝑥

𝑑 𝑑
[𝑘𝑓(𝑥)] = 𝑘 𝑓(𝑥),
𝑑𝑥 𝑑𝑥

Dimana k nya konstan. kita menjelaskan bahwa d/dx merupaka suatu


“operasi linear” [bandingkan (7.3 dengan (7.1) dan (7.2)]. Suatu “operasi”
secara sederhana artinya aturan atau semacam instruksi yang menjelaskan
apa yang harus kita lakukan dengan apapun yang mengikutinya. Dalam
artian, suatu operasi linear merupakan sebuah fungsi linear. Maka

merupakan operasi linear jika

(7.4) 𝑂(𝐴 + 𝐵) = 𝑂(𝐴) + 𝑂(𝐵) dan 𝑂(𝑘𝐴) = 𝑘𝑂(𝐴),

Dimana k nya adalah sebuah angka, dan A dan B merupakan angka, fungsi,
vektor, dan seterusnya. Banyak orang yang membuat hasilnya error terjadi
karena mereka menganggap itu merupakan operasi linear padahal bukan
(lihat problem)

Contoh 1. Apakah akar kuadrat merupakan operasi linear? Kita


menanyakan apakah √𝐴 + 𝐵 sama dengan √𝐴 + √𝐵? Jawabannya adalah
bukan; mengambil akar kuadrat bukan operasi linear
Contoh 2. Apakah konjugat kompleks sebuah operasi linear? Kita ingin
𝐴 + 𝐵 = 𝐴̅ + 𝐵̅ dan ̅̅̅̅
mengetahui apakah ̅̅̅̅̅̅̅̅ 𝑘𝐴 = 𝑘𝐴̅. Persamaan pertama
benar; persamaan kedua benar jika kita membatasi k untuk bilangan riil.
Operasi Matriks, Transformasi Linear meninjau bagian dari persamaan
𝑋 = 𝑎𝑥 + 𝑏𝑦,
(7.5) { atau (𝑋𝑌) = (𝑎𝑐 𝑑𝑏) (𝑦𝑥 ), atau R = Mr,
𝑌 = 𝑐𝑥 + 𝑑𝑦,

53
Dimana a, b, c, d, konstan. untuk setiap titik (x,y) persamaan ini memberi
kita suatu titik (X,Y). Jika kita berpikir setiap titik dari (x,y) bidang
berpindah ke titik lainnya (dengan beberapa titik seperti titik asal tidak ikut
berpindah), kita dapat menyebut proses ini dengan pemetaan atau
transformasi dari bidang itu sendiri. Seluruh informasi mengenari
transformasi ini terdapat dalam matriks M. kita mengatakan bahwa matriks
ini adalah sebuah operasi linear yang dipetakan dalam bidangnya sendiri.
Setiap matriks dapat kita anggap sebagai suatu operasi pada (sesuai) matriks
kolom r. Karena
(7.6) M(𝑟1 + 𝑟2 ) = M𝑟1 + 𝑀𝑟2 dan M(𝑘r) = 𝑘(Mr),
Matriks M merupakan sebuah operasi linear.
Persamaan (7.5) dapat diinterpretasikan secara geometri dengan dua cara.
Pada Gambar 7.2, kita memiliki koordinat sumbu dan vector r telah berubah
menjadi vektor R oleh transformasi (7.5). pada Gambar 7.3, kita memiliki
dua koordinat sumbu,

Gambar 7.2 Gambar 7.3


(x,y) dan (x’,y’), dan satu vektor r = r’ dengan koordinat relatif terhadapt
setiap sumbu. Kali ini transformasinya
𝑥′ = 𝑎𝑥 + 𝑏𝑦, 𝑥′
(7.7) { atau (𝑦′ ) = (𝑎𝑐 𝑑𝑏) (𝑦𝑥 ), atau r’ = Mr,
𝑦′ = 𝑐𝑥 + 𝑑𝑦,

Beritahu kita bagaimana cara untuk memperoleh komponen vektor r = r’


telatif terhadap sumbu (x’,y’) saat kita mengetahui komponennya realatif
terhadap sumbu (x,y).

54
Transformasi Orthogonal kita harus sangat tertarik dalam kasus yang
istimewa dari sebuah trnasformasi linear yang mempertahankan panjang
vektor. Kita menyebut (7.7) suatu transformasi ortogonal jika
(7.8) 𝑥′2 + 𝑦′2 = 𝑥 2 + 𝑦 2 ,
Dan kesamaan untuk (7.5). kita dapat melihat dari gambar bahwa syarat ini
mengatakan panjang sebuah vektor tidak berubah oleh transformasi
ortogonal. Dalam gambar 7.2, vektor akan berputar (atau mungkin
tercerminkan) dengan panjangnya yang sudah tetap (itu merupakan R = r
untuk tranformasi ortogonal). Dalam gambar 7.3, sumbunya diputar (atau
dicerminkan), sedangkan vektornya tetap. Matiks M dari sebuah
transformasi ortogonal disebut matriks ortogonal. Kita tunjukkan bahwa
invers dari matriks ortogonal sama dengan perubahan urutannya; dalam
simbol
(7.9) M-1 = MT, M ortogonal.
Dari (7.8) dan (7.7) kita memiliki
2 2
𝑥 ′ + 𝑦 ′ = (𝑎𝑥 + 𝑏𝑦)2 + (𝑐𝑥 + 𝑑𝑦)2
= (𝑎2 + 𝑐 2 )𝑥 2 + 2(𝑎𝑏 + 𝑐𝑑)𝑥𝑦 + (𝑏 2 + 𝑑 2 )𝑦 2 ≡ 𝑥 2 + 𝑦 2 .
Maka kita haru memiliki 𝑎2 + 𝑐 2 = 1, 𝑏 2 + 𝑑 2 = 1, 𝑎𝑏 + 𝑐𝑑 = 0. Maka

(7.10) M 𝑇 M = (𝑎𝑏 𝑑𝑐 )(𝑎𝑐 𝑑𝑏 )


2 2
𝑎 +𝑐 𝑎𝑏+𝑐𝑑 10
= (𝑎𝑏+𝑐𝑑 2
𝑏 +𝑑 2 ) = ( 01
).

Selama 𝑀𝑇 𝑀 adalah satuan matriks, M dan MT merupakan invers matriks


seperti yang telah ditunjukkan dalam (7.9). Kita dapat mendefinisikan
sebuah transformasi orthogonal dalam dua dimensi dan telah membuktikan
persamaan (7.9) untuk kasus dimensi-2. Bagaimanapun, matriks persegi
dengan urutan apa pun disebut orthogonal jika persamaan (7.9) terpenuhi
dan kamu dapat dengan mudah menunjukkan kesesuaian transformasi
dengan mempertahankan panjang vektor (Soal 9.24).

55
Sekarang jika kita menuliskan persamaan (7.9) sebagai 𝑀𝑇 𝑀 = 𝐼 dan
menggunakan fakta pada sub 3 bahwa det(𝑀𝑇 𝑀) = (det 𝑀𝑇 )(det 𝑀) dan
det 𝑀𝑇 = det 𝑀, maka kita dapatkan ( det𝑀)2 = det(𝑀𝑇 𝑀) = det I = 1, jadi

(7.11) det 𝑀 = ±1, M orthogonal

Ini benar untuk M dari semua orde karena kita hanya menggunakan
persamaan (7.9) dari matriks orthogonal dan beberapa sifat deteminan.
Seperti yang kita lihat, det M = 1 sesuai secara geometrik dengan rotasi, dan
det M = −1 berarti bahwa refleksi terlibat.

Gambar 7.4 Gambar 7.5


Rotasi dalam 2 Dimensi. Pada Gambar 7.4, telah ada sketsa vektor r = (x,
y), dan vektor R = (X,Y) yang merupakan vektor r yang diputar sejauh θ.
Kita dapat menulis persamaan tersebut ke dalam komponen matriks r dan
R. (masalah 19)

𝑋 cos 𝜃 − sin 𝜃 𝑥
(7.12) ( )=( ) (𝑦), rotasi vector
𝑌 sin 𝜃 cos 𝜃

Pada gambar 7.5, kita menggambar dua sumbu dengan merotasi sumbu asli
sejauh 𝜃 tanpa mengubah nilai dari sumbu asli tersebut. Sebuah vektor r =
(x,y) dan sebuah vektor r’ = (x’,y’) adalah vektor yang sama, tetapi
komponen sumbunya relatif berbeda. Komponen dapat dihubungkan
dengan persamaan (masalah 20)

𝑥′ cos 𝜃 sin 𝜃 𝑥
(7.13) ( )=( ) ( ), sumbu berotasi
𝑦′ −sin 𝜃 cos 𝜃 𝑦

56
Kedua persamaan (7.12) dan (7.13) menunjukkan sebagai “persamaan
rotasi” dan sebuah matriks 𝜃 disebut sebagai rotasi matriks. Untuk
membedakan kedua persamaan tersebut, kita menyebut persamaan 7.12
sebagai transformasi aktif (rotasi vektor) dan persamaan 7.13 sebagai
transformasi pasif (nilai vektor tidak berubah tetapi komponennya berubah
karena rotasi sumbu). Persamaan (7.7) atau (7.13) menunjukkan sebagai
pengubah dasar (basis). (ingat bahwa kita menyebutkan i, j, k adalah
anggota dari vektor basis; di sini kita telah mengubah dari basis i, j, k
menjadi basis i’, j’, k’. Lihat juga bagian 10.) Amatilah bahwa matriks
dalam (7.12) dan (7.13) adalah kebalikan satu sama lain. Kita dapat melihat
dari gambar mengapa ini harus demikian. Rotasi dalam vektor, katakanlah,
arahnya berlawanan arah jarum jam menghasilkan hasil yang sama seperti
rotasi sumbu dalam arah berlawanan (searah jarum jam).

Kita mencatat bahwa det 𝑀 = cos 2𝜃 + sin 2𝜃 = 1 untuk matriks rotasi.


Setiap 2 matriks orthogonal dengan determinan 1 sesuai dengan rotasi, dan
setiap 2 matriks orthogonal dengan determinan = - 1 sesuai dengan refleksi
melalui garis.

Contoh 3. Temukan apa transformasi sesuai dengan masing-masing matriks


berikut.

1 −1 √3 1 0
(7.14) 𝐴 = 2 ( ), 𝐵=( ), 𝐶 = 𝐴𝐵, 𝐷 = 𝐵𝐴.
−√3 −1 0 −1

Pertama kita dapat menunjukkan bahwa semua matriks tersebut adalah


matriks orthogonal, dan det A = 1, tetapi determinan ketiga matriks yang
lain adalah -1 (Soal 21). Demikian bahwa A adalah sebuah rotasi dan B, C
dan D adalah refleksi. Lihatlah ini merupakan sebuah transformasi aktif
(sumbu yang tetap, vektor diputar atau direfleksikan). Kemudian dengan
1 1
membandingkan A dengan (7.12), kita punya cos 𝜃 = − 2 , sin 𝜃 = − 2 √3,

maka ini adalah sebuah rotasi sejauh 2400 (atau -1200). Alternatifnya, kita

57
bisa bertanya apa yang terjadi pada vektor i. Jika kita mengalikan matriks A
1
kali matriks kolom ( ) dan mendapatkan
0

1 −1 √3 1 1 −1 1
( )( ) = ( ) 𝑎𝑡𝑎𝑢 − (𝑖 + 𝑗√3),
2 −√3 −1 0 2 −√3 2

yang diputar dengan 240◦ seperti yang kita miliki sebelumnya.

𝑥
Sekarang B beroperasi pada (𝑦), biarkan x tetap dan mengubah

tanda y (lihat ini); yaitu, B sesuai dengan refleksi melalui sumbu x.

Kami menemukan C = AB dan D = BA dengan mengalikan matriks


(Soal 21).

1 −1 −√3 1 −1 √3
(7.15) 𝐶 = 𝐴𝐵 = 2 ( ). 𝐷 = 𝐵𝐴 2 ( )
−√3 1 √3 1

Kita tahu bahwa refleksi ini terjadi selama matriks memiliki determinan = -
1. Untuk menemukan garis yang melaluinya bidang itu direfleksikan, kita
menyadari bahwa vektor sepanjang garis itu tidak berubah oleh refleksi, jadi
kita ingin menemukan x dan y, yaitu vektor r, yang dipetakan sendiri oleh
transformasi. Untuk matriks C kita menulis Cr = r.

1 −1 −√3 𝑥 𝑥
(7.16) ( ) ( 𝑦 ) = ( 𝑦),
2 −√3 1

kita dapat memverifikasi (Soal 21) bahwa dua persamaan dalam (7.16)
benar-benar persamaan yang sama, yaitu y = -x√3. Vektor di sepanjang garis
ini, katakanlah i− j√3, tidak diubah oleh refleksi [lihat (7.17)] jadi ini adalah
garis pantulan. Sebagai penjelasan lebih lanjut kita dapat menunjukkan
[lihat (7.17)] bahwa sebuah vektor yang tegak lurus terhadap garis ini,
katakanlah i√3 + j, diubah menjadi negatifnya, yaitu, ia direfleksikan
melalui garis.

1 −1 −√3 1 1
(7.17) ( ) ( ) = ( ),
2 −√3 1 −√3 −√3

58
1 −1 −√3 √3
( ) ( ) = (−√3).
2 −√3 1 1 −1

Komentar : Solusi persamaan Cr = r adalah contoh dari nilai eigen, masalah


eigenvector. Kita akan membahas masalah-masalah tersebut secara rinci di
Bagian 11.

Kita dapat menganalisis transformasi D dengan cara yang sama


seperti yang kita lakukan C untuk menemukan (Soal 21) bahwa garis
refleksi adalah y = x√3. Perhatikan bahwa matriks A dan B tidak berubah
dan transformasi C dan D berbeda.

Rotasi dan Refleksi dalam 3 Dimensi Mari kita pertimbangkan setiap 3


matriks ortogonal sebagai transformasi aktif yang memutar atau
merefleksikan vektor r = (𝑥, 𝑦, 𝑧). Bentuk sederhana untuk matriks rotasi
adalah

cos 𝜃 − sin 𝜃 0
(7.18) A = ( sin 𝜃 cos 𝜃 0)
0 0 1

Kita harus meyakinkan diri sendiri bahwa transformasi ini menghasilkan


rotasi vektor tentang sumbu 𝑧 melalui sudut 𝜃. Kita kemudian dapat
menemukan sudut rotasi dari (7.12) seperti yang kita lakukan dalam 2
dimensi. Demikian pula matriks

cos 𝜃 − sin 𝜃 0
(7.19) B = ( sin 𝜃 cos 𝜃 0)
0 0 −1

menghasilkan rotasi tentang sumbu z dari sudut θ bersama dengan refleksi


melalui bidang (𝑥, 𝑦), dan lagi-lagi kita dapat menemukan sudut rotasi
seperti dalam 2 dimensi.

Kita akan menunjukkan dalam Bagian 11 bahwa setiap 3 bagian dari


3 matriks ortogonal dengan determinan = 1 dapat ditulis dalam bentuk
(7.18) dengan memilih sumbu 𝑧 sebagai sumbu rotasi, dan setiap 3 bagian
dari 3 matriks ortogonal dengan determinan = −1 dapat ditulis dalam
59
formulir (7.19). Untuk saat ini, mari kita lihat beberapa masalah sederhana
yang dapat kita lakukan hanya dengan mempertimbangkan bagaimana
matriks memetakan vektor tertentu.

Contoh 4. Matriks untuk rotasi tentang sumbu y adalah

cos 𝜃 0 sin 𝜃
(7.20) F=( 0 1 0 )
− sin 𝜃 0 cos 𝜃

Kita harus meyakinkan diri sendiri bahwa yang termasuk − sin 𝜃 berada di
tempat yang tepat untuk transformasi yang aktif. Biarkan 𝜃 = 90°;
kemudian matriks F dalam (7.20) memetakan vektor 𝐢 = (1,0,0) ke vektor
−𝐤 = (0,0, −1); ini benar untuk rotasi 90° di sekitar sumbu y.Periksa
bahwa (0,0,1) dipetakan ke (1,0,0).

Contoh 5. Temukan pemetaan yang dihasilkan oleh matriks

0 0 1 0 0 1
(7,21) G = (0 −1 0) , K = (−1 0 0) .
1 0 0 0 −1 0

Pertama-tama kita menemukan bahwa determinannya adalah 1 jadi ini


adalah rotasi. Untuk G, baik dengan meninjau atau dengan menyelesaikan
Gr = r seperti pada (7.16), kita menemukan bahwa vektor (1,0,1) tidak
berubah dan jadi 𝐢 + 𝐤 adalah sumbu rotasi. Sekarang G2 adalah matriks
identitas (sesuai dengan rotasi 360°); jadi sudut rotasi untuk G adalah 180°.

Demikian pula untuk K, kita menemukan bahwa vektor (1, −1,1)


tidak berubah oleh transformasi jadi 𝐢 − 𝐣 + 𝐤 adalah sumbu rotasi.
Sekarang memeriksa bahwa K memetakan i ke -j, dan -j ke k, and k to i
(atau, alternatifnya K 3 adalah matriks identitas) sehingga sudut rotasi untuk
K 3 adalah ± 360°. Dari geometri kita melihat bahwa rotasi 𝐢 → −𝐣 →
𝐤 → 𝐢 adalah sebuah rotasi dari −120° terhadap 𝐢 − 𝐣 + 𝐤. (Lihat juga
Bagian 11.)

Contoh 6. Temukan pemetaan yang dihasilkan oleh matriks

60
0 −1 0
L = (−1 0 0)
0 0 1

Karena det L = −1, ini adalah refleksi melalui beberapa bidang. Vektor tegak
lurus terhadap bidang refleksi dibalik oleh refleksi, jadi kita menanyakan
vektor yang meyakinkan Lr = −r. Baik dengan memecahkan persamaan
ini atau dengan meninjaunya kita menemukan 𝐫 = (1, 1,0) = 𝐢 + 𝐣.
Bidang bayangan adalah bidang yang melalui asal tegak lurus terhadap
vektor ini, yaitu bidang 𝑥 + 𝑦 = 0 (lihat Bagian 5).

8. LINEAR DEPENDENT DAN INDEPENDENT


Kita katakan bahwa tiga vektor 𝐀 = 𝐢 + 𝐣, 𝐁 = 𝐢 + 𝐤, dan 𝐂 = 𝟐𝐢 + 𝐣 + 𝐤
linear dependent karena 𝐀 + 𝐁 − 𝐂 = 𝟎. Dua vektor i dan j adalah linear
independent karena tidak ada bilangan a dan b (keduanya tidak 0) sehingga
kombinasi linear a𝐢 + b𝐣 adalah nol. Secara umum, satu bagian vektor
secara linear bergantung jika beberapa kombinasi linier dari mereka adalah
nol (dengan tidak semua koefisien sama dengan nol). Dalam contoh
sederhana di atas, mudah untuk melihat dengan meninjau apakah vektor
secara linear independent atau tidak. Dalam kasus yang lebih rumit, kita
membutuhkan metode penentuan linear dependent. Pertimbangkan bagian
vektor ini.
(8.1) (1,4, −5), (5,2,1), (2, −1,3), dan (3, −6,11);
Kita ingin mengetahui apakah mereka dependent secara linier, dan jika
demikian, kita ingin menemukan bagian linear independent yang lebih kecil.
Mari kita mengurangi baris matriks yang barisnya adalah vektor yang
diberikan (lihat Bagian 2):
1 4 −5 9 0 7
(8.2) (5 2 1 ) → (0 −9 13)
2 −1 3 0 0 0
3 −6 11 0 0 0
Dalam pengurangan baris, kita membentuk kombinasi linear dari baris oleh
operasi baris dasar [lihat (2.8)]. Semua operasi ini dapat dibalik, sehingga
jika kita suka kita dapat, , membalikkan perhitungan kita dan

61
menggabungkan dua vektor (9,0,7) dan (0, −9,13) untuk mendapatkan
masing-masing dari empat vektor asli (masalah 1) . Hanya ada dua vektor
independent di (8.1); kita mengacu pada vektor independent ini sebagai
vektor basis karena semua vektor asli dapat ditulis dalam bentuknya (lihat
Bagian 10). Perhatikan bahwa baris (lihat Bagian 2) dari matriks dalam
(8.2) sama dengan jumlah vektor independent atau vektor basis
Fungsi Independent Linear Dengan definisi yang mirip dengan
vektor,dapat dikatakan bahwa fungsi 𝑓1 (𝑥), 𝑓2 (𝑥), ⋯ , 𝑓𝑛 (𝑥) secara linear
bergantung jika beberapa kombinasi linear dari beberapa fungsi tersebut
identik nol, yaitu jika ada beberapa konstanta 𝑘1 , 𝑘2 , ⋯ , 𝑘𝑛 , tidak semua
bernilai nol, seperti itu.
(8.3) 𝑘1 𝑓1 (𝑥) + 𝑘2 𝑓2 (𝑥) + ⋯ + 𝑘𝑛 𝑓𝑛 (𝑥) ≡ 0
Sebagai contoh, 𝑠𝑖𝑛2 𝑥 dan (1 − 𝑐𝑜𝑠 2 𝑥) adalah keterikatan linear, sejak
𝑠𝑖𝑛2 𝑥 − (1 − 𝑐𝑜𝑠 2 𝑥) ≡ 0
Tetapi sin 𝑥 dan cos 𝑥 adalah kebebasan linear selama tidak ada angka pada
konstanta 𝑘1 dan 𝑘2 , tidak keduanya bernilai nol, seperti itu.
(8.4) 𝑘1 sin 𝑥 + 𝑘2 cos 𝑥
bernilai nol untuk semua variable x (permasalahan 8).
Kita akan sangat tertarik saat mengetahui bahwa serangkaian fungsi adalah
independent linear. Untuk tujuan ini, teorema dibawah ini sangat berguna
(Permasalahan 8 sampai 16, dan Bab 8, bagian 5)

Jika 𝑓1 (𝑥), 𝑓2 (𝑥), ⋯ , 𝑓𝑛 (𝑥) memiliki turunan dari susunan 𝑛 − 1, dan jika
determinannya
𝑓1 (𝑥) 𝑓2 (𝑥) ⋯ 𝑓𝑛 (𝑥)
𝑓′1 (𝑥) 𝑓′2 (𝑥) ⋯ 𝑓′𝑛 (𝑥)
| |
(8.5) 𝑊 = 𝑓′′1 (𝑥) 𝑓′′2 (𝑥) ⋯ 𝑓′′𝑛 (𝑥) ≢ 0
| |
⋮ ⋮ ⋱ ⋮
(𝑛−1) (𝑛−1)
𝑓1 (𝑥) 𝑓2 (𝑥) ⋯ 𝑓𝑛 (𝑛−1) (𝑥)

Lalu, fungsinya menjadi independent linear. (Lihat Permasalahan 16.) Determinan


𝑊 dapat disebut fungsi dari 𝑊𝑟𝑜𝑛𝑠𝑘𝑖𝑎𝑛.

62
Contoh 1. Menggunakan (8.5), menunjukkan bahwa fungsi 1, 𝑥,
sin 𝑥, merupakan independent linear.
Kita tulis dan nilai dari 𝑊𝑟𝑜𝑛𝑠𝑘𝑖𝑎𝑛,
1 𝑥 sin 𝑥
𝑊 = |0 1 cos 𝑥 | = − sin 𝑥.
0 0 − sin 𝑥
Selama - sin x tidak identik sama dengan nol, maka fungsi nya adalah
independent linear.
Contoh 2. Sekarang mari kita hitung 𝑊𝑟𝑜𝑛𝑠𝑘𝑖𝑎𝑛 untuk kasus ketika fungsi
nya dependent linear.
𝑥 sin 𝑥 2𝑥 − 3 sin 𝑥 𝑥 sin 𝑥 2𝑥
𝑊 = |1 cos 𝑥 2 − 3 cos 𝑥 | = |1 cos 𝑥 2 | = (sin 𝑥)(2𝑥 − 2𝑥) ≡ 0
0 − sin 𝑥 3 sin 𝑥 0 − sin 𝑥 0
Seperti yang sudah kita harapkan. Namun, perhatikan “fungsi dependent”
artinya 𝑊 ≡ 0, tetapi 𝑊 ≡ 0 belum tentu diartikan “fungsi dependent”
(Lihat Permasalahan 16).

Persamaan Homogen Pada bagian dua, kita mempertimbangkan


tentang sekumpulan dari persamaan linear. Disini kita akan
mempertimbangkan tentang kasus khusus seperti persamaan yang konstanta
di sisi kanan nya nol; persamaan ini disebut juga dengan persamaan
homogen. Kita menulis persamaan homogen yang berhubungan dengan
(2.12) dan (2.13) bersamaan dengan baris dikurangi matriks:

𝑥+𝑦 =0 1 0 0
(8.6) { ( )
𝑥−𝑦 =0 0 1 0
𝑥+𝑦 =0 1 1 0
(8.7) { ( )
2𝑥 + 2𝑦 = 0 0 0 0
Kita dapat menarik beberapa kesimpulan dari contoh-contoh ini. Perhatikan
bahwa di (8.6) satu-satunya penyelesaiannya adalah 𝑥 = 𝑦 = 0; pangkat
dari matriks tersebut bernilai 2, sama dengan jumlah yang tidak diketahui.
Pada (8.7), pangkat dari matriks tersebut bernilai 1; ini kurang dari jumlah
yang tidak diketahui tersebut. Ini mencerminkan apa yang telah kita lihat

63
pada (8.7) bahwa kita benar-benar hanya memiliki satu persamaan dalam
dua persamaan yang tidak diketahui; semua titik pada 𝑥 + 𝑦 = 0. Pada (8.8)
kita rangkum fakta untuk persamaan-persamaan homogen:

(8.8) Persamaan homogen tidak pernah tidak konsisten; mereka


selalu memiliki penyelesaian “Semua yang tidak diketahui
= 0” (sering disebut “solusi sepele”). Jika jumlah
persamaan independen, yaitu pangkat matriks) sama
dengan jumlah yang tidak diketahui, maka ini adalah
solusi satu-satunya. Jika pangkat matriks kurang dari
jumlah yang tidak diketahui, maka pastinya banyak cara
untuk menyelesaikan ini.

Kasus khusus yang sangat penting adalah ketika satu set 𝑛 di dalam
persamaan homogen tidak diketahui. Pada (8.8), persamaan ini hanya
memiliki solusi yang sepele kecuali pangkat dari matriks kurang dari 𝑛. Ini
berarti bahwa setidaknya satu baris dari baris pada matriks dikurangi oleh
matriks 𝑛 dari koefisien matriks yang barisnya bernilai 0. Tetapi kemudian,
determinan matriks D koefisiennya bernilai 0. Dengan demikian kita
memiliki hasil yang penting (Lihat Permasalahan 21 sampai 25; lihat juga
bagian 11):

(8.9) Sistem n pada persamaan homogen n dalam n tidak


diketahui memiliki penyelesaian lain selain penyelesaian
biasa jika dan hanya jika, determinan dari koefisiennya
bernilai nol.

Solusi dalam Bentuk Vektor Secara geometris, solusi dari


kumpulan persamaan linear dapat berupa titik, garis, atau bidang.
Contoh 3. Pada bagian 2, contoh 4, kita menyelesaikan sebuah persamaan
(2.14):
(8.10) 𝑥 = 3 + 2𝑧, 𝑦 = 4−𝑧

64
Kumpulan dari penyelesaian ini terdiri dari semua titik pada garis yang
merupakan perpotongan dari dua taraf. Sebuah cara yang menarik untuk
menulis penyelesaian dalam bentuk vector
(8.11) 𝒓 = (𝑥, 𝑦, 𝑧) = (3 + 2𝑧, 4 − 𝑧, 𝑧) = (3,4,0) + (2, −1,1)𝑧.

9. MATRIKS KHUSUS DAN RUMUS


Pada bagian ini kita akan membahas berbagai istilah yang digunakan dalam
mengerjakan matriks, dan membuktikan beberapa rumus penting. Pertama
kita daftar referensi yang diperlukan dan fakta tentang matriks.
Terdapat beberapa matriks khusus yang terkait dengan matriks A.
Kita garis bawahi di (9.1) yang mana ini disebut matriks, notasi apa yang
akan digunakan, serta bagaimana cara untuk mendapatkan A

(9.1) Nama Matriks Notasinya Bagaimana


mendapatkannya dari A
Transpos dari A AT atau à atau A’ atau At Pertukaran baris dan kolom
atau A transpos A
Konjugat Ā atau A∗ Ambil konjugasi
Kompleks dari A kompleksnya dari masing-
masing elemen
Transpose A† (A tanda palang) Ambil konjugasi
Konjugat, kompleksnya dari masing-
Konjugat masing elemen dan
Hermitian, transpose.
Adjoint[ (soal 9),
Adjoint Hermitian.
Invers dari A A−1 Lihat rumus (6.13)
Terdapat satu nama untuk matriks jenis khusus. Pada (9.2), kita membuat
daftar ini untuk dijadikan referensi.
( 9.2 ) Sebuah matriks disebut Jika memenuhi kondisi (s)
Real A=Ā

65
Simetrik A = 𝐴𝑇 , A real (matrik = di
transposekan)
Skew Simetrik atau Antisimetrik A = -𝐴𝑇 , A real
Orthogonal 𝐴−1 = 𝐴𝑇 , A real (inver =
transpos)
Imajiner murni A=-Ā
Hermitian A = 𝐴† (matrik = di transpos
konjugasi)
Anti-hermitian 𝐴−1 = -𝐴†
Uniter 𝐴−1= 𝐴† (inver = transpos
konjugasi)
Normal A𝐴† =𝐴† A (A dan 𝐴†
komutatif/pertukaran)
Sekarang mari kita pertimbangkan beberapa contoh dan bukti dengan
mengunakan syarat ini.
Notasi Indeks Kita akan membutuhkan notasi indeks dalam mengerjakan
beberapa pekerjaan di bawah ini, maka dari itu untuk referensi kita terapkan
aturan pada (6.2b) untuk perkalian matriks.
(9.3) (AB)ij = ∑ Aik Bkj
𝑘

Pelajari dengan seksama notasi indeks untuk perkaliaan “baris kali kolom”.
Untuk mendapatkan elemen pada baris 𝑖 dan kolom 𝑗 dari hasil matrik AB,
kita mengalikan baris i pada A dengan kolom j pada B. Perhatikan bahwa k
(jumlah dari k) ialah berdampingan satu sama lain (9.3) jika kita
mempunyai persamaan ∑𝑘 𝐴𝑖𝑘 𝐵𝑘𝑗 , maka kita harus menulis kembali
∑𝑘 𝐴𝑖𝑘 𝐵𝑘𝑗 (dengan k yang bersebelahan) untuk mengenali sebagai elemen
dari matrik AB (bukan BA). Kita akan melihat contoh (9.10) di bagian
bawah.
Kronecker 𝜹 kronecker 𝛿 didefinisikan sebagai
66
1, 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑖 = 𝑗,
(9.4) 𝛿𝑖𝑗 = {
0 , 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑖 ≠ 𝑗.
Untuk contoh, 𝛿11 = 1, 𝛿12 = 0, 𝛿22 = 1, 𝛿31 = 0, dan seterusnya. Dalam
notasi ini, matriks adalah elemen dari 𝛿𝑖𝑗 sehingga kita dapat menulisnya
(9.5) I = (𝛿𝑖𝑗 ).
(lihat juga bab 10, bagian 5). Notasi kronector 𝛿 memiliki kegunaan yang
lain. Misalnya, setelah ( untuk bilangan bulat positif 𝑚 dan 𝑛 )
𝜋 𝜋, 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑚 = 𝑛,
(9.6a) ∫−𝜋 cos 𝑛𝑥 cos 𝑚𝑥 𝑑𝑥 = {
0, 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑚 ≠ 𝑛,
Kita dapat menuliskannya
𝜋
(9.6b) ∫−𝜋 cos 𝑛𝑥 cos 𝑚𝑥 𝑑𝑥 = 𝜋 . 𝛿𝑛𝑚.
Seperti yang terdapat pada (9.6a) karena 𝛿𝑛𝑚 = 0 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑚 ≠ 𝑛 dan 𝛿𝑛𝑚 =
1 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑚 = 𝑛.
Menggunakan kronecker 𝛿, kita dapat memberikan bukti bahwa untuk
setiap matriks M dapat disesuaikan dengan matrik unit 𝑖, dengan hasil kali
I dan M hanya M. Menggunakan notasi indeks dan persamaan (9.3) dan
(9.4), kita mendapatkan
(9.7) (𝐼𝑀)𝑖𝑗 = ∑𝑘 𝛿𝑖𝑘 𝑀𝑘𝑗 = 𝑀𝑖𝑗 atau 𝐼𝑀 = 𝑀
karena 𝛿𝑖𝑘 = 0 kecuali 𝑘 = 𝑖
Dengan menggunakan teorema. Mari gunakan notasi indeks untuk
membuktikan hukum asosiatif untuk perkalian matriks, yaitu
(9.8) A(BC) = (AB)C = ABC.
Pertama kita menulikan (𝐵𝐶)𝑘𝑗 = ∑𝑙 𝐵𝑘𝑙 𝐶𝑙𝑗 . Dari itu kita mempunyai
(9.9) [𝐴(𝐵𝐶)]𝑖𝑗 = ∑𝑘 𝐴𝑖𝑘 (𝐵𝐶)𝑘𝑗 = ∑𝑘 𝐴𝑖𝑘 ∑𝑙 𝐵𝑘𝑙 𝐶𝑙𝑗
= ∑𝑘 ∑𝑙 𝐴𝑖𝑘 𝐵𝑘𝑙 𝐶𝑙𝑗 = (𝐴𝐵𝐶)𝑖𝑗
Yang merupakan notasi indeks untuk A (BC) = ABC seperti di (9.8). kita
dapat membuktikan (AB)C = ABC sama seperti yang dituliskan pada (Soal
1).
Di dalam rumus mungkin kita dapat mengubah hasil kali dari dua matriks.
Pertama tuliskan bahwa 𝐴𝑇𝑖𝑘 = 𝐴𝑘𝑖 [𝑙𝑖ℎ𝑎𝑡 (2.1) 𝑎𝑡𝑎𝑢 (9.1)]. Maka

67
(𝐴𝐵)𝑇𝑖𝑘 = (𝐴𝐵)𝑘𝑖 𝑇 𝑇
= ∑ 𝐴𝑘𝑗 𝐵𝑗𝑖 = ∑ 𝐴𝑗𝑘 𝐵𝑖𝑗
𝑗 𝑗
𝑇 𝑇
(9.10) = ∑𝑗 𝐵𝑖𝑗 𝐴𝑗𝑘 = (𝐵 𝑇 𝐴𝑇 )𝑖𝑘, 𝑎𝑡𝑎𝑢,
(𝐴𝐵)𝑇 = 𝐵 𝑇 𝐴𝑇 .
Teorema ini berlaku untuk hasil kali dari sejumlah matriks (lihat Soal 8b).
Sebagai contoh

(9.11) (𝐴𝐵𝐶𝐷)𝑇 = 𝐷𝑇 𝐶 𝑇 𝐵 𝑇 𝐴𝑇 .
Hasil transpose matriks sama dengan hasil transisinya dengan urutan yang
terbalik
Teorema yang sama berlaku untuk hasil kali invers (lihat Bagian 6, Masalah
18).

(9.12) (ABCD)−1 = D−1 C−1 B−1 A−1 .


Invers dari perkalian matriks sama dengan hasil kali dari invers yang
urutannya terbalik
Mengurutkan tanda matriks (atau mengacu pada) matriks persegi A (ditulis
Tr A) yang merupakan jumlah elemen pada diagonal utama. Jadi tanda dari
matriks n per n adalah n, dan tanda matriks M pada (6. 10) adalah 6.
Teorema ini menandakan perkalian matriks tidak mengubah urutannya
dalam urutan siklik. Sebagai contoh
(9. 13) Tr(ABC) = Tr(BCA) = Tr(CAB)
Kita dapat membuktikannya sebagai berikut:

Tr(ABC) = ∑(ABC)ii = ∑ ∑ ∑ Aij Bjk Cki


i i j k

= ∑ ∑ ∑ Bjk Cki Aij = Tr(BCA)


i j k

= ∑ ∑ ∑ Cki Aij Bjk = Tr(CAB).


i j k

Peringatan: Tr(ABC) secara umum tidak sama dengan Tr(ACB).


Teorema: Jika H adalah matriks Hermitian, maka U = eiH adalah matriks
kesatuan. (Ini ada hubungannya dengan mekanika kuantum.) Dari (9.2) kita
perlu membuktikan bahwa U † = U −1 jika H † = H. Pertama, 𝑒 𝑖𝐻 𝑒 −𝑖𝐻 =
68
𝑒 𝑖𝐻−𝑖𝐻 karena H komutatif dengan sendirinya.. Lihat Soal 6.29. Tetapi 𝑒 0
yang merupakan matriks kesatuan [lihat bagian 6] jadi 𝑈 −1 = 𝑒 −𝑖𝐻 . Untuk
menemukan U † = (𝑒 𝑖𝐻 )† , kita mengembangkan U = 𝑒 𝑖𝐻 dalam deret
pangkat untuk mendapatkan 𝑈 = ∑𝑘(𝑖𝐻)𝑘 /𝑘! dan kemudian menggunakan
transpose konjugat. Untuk melakukan hal ini kita hanya perlu memahami
bahwa tranpose jumlah matriks adalah jumlah transpose, dan tranpose dari
pangkat matriks, sebut saja (𝑀𝑛 )𝑇 sama dengan (𝑀𝑇 )𝑛 (Soal 9. 21).
Mengingat kembali dari bab 2 bahwa anda menemukan konjugat kompleks
dari suatu pernyataan dengan mengubah semua tanda-tanda pada i. Ini
berarti bahwa (𝑖𝐻)† = 𝑖𝐻 † = −𝑖𝐻 karena H adalah Hermitian. Kemudian
dengan menjumlahkan deret kita mendapatkan U † = 𝑒 −𝑖𝐻 , yang hanya kita
temukan untuk 𝑈 −1 di atas. Jadi U † = U −1 , maka U adalah matriks
kesatuan. (Lihat juga Soal 11.61.)

10. RUANG VEKTOR LINEAR


Kita telah menggunakan secara ekstensif vektor 𝑟 = 𝑖𝑥 + 𝑗𝑦 + 𝑘𝑧 berarti
vektor dari titik asal ke titik (𝑥, 𝑦, 𝑧). Terdapat korespondensi satu-ke-satu
di antara vektor 𝑟 dan titik (𝑥, 𝑦, 𝑧); kumpulan dari semua titik-titik atau
semua vektor membentuk ruang 3 dimensi ini sering disebut 𝑅3 (R untuk
bil. Real), 𝑉3 (V untuk vektor), 𝐸3 (E untuk euclidean). Demikian, kita dapat
menghitung ruang 2 dimensi 𝑉2 dari vektor 𝑟 = 𝑖𝑥 + 𝑗𝑦 atau titik (x, y) yang
membentuk bidang (x, y). 𝑉2 juga bisa berarti bidang apapun yang melalui
titik asal. Dan 𝑉1 berarti semua vektor dari titik asal ke titik yang mengenai
suatu garis melalui titik asalnya.
Kita juga menggunakan variabel x, y, z yang tidak diketahui dalam
soal. Sekarang dalam soal sering melibatkan lebih dari tiga variabel. Dengan
adanya gambaran dari 𝑉3, akan lebih mudah untuk menyebut angka n yang
berurut dari suatu titik atau vektor n dalam ruang 𝑉𝑛 dimensi. Sebagai
contoh, 4-vektor pada relativitas khusus adalah himpunan empat angka; kita
mengatakan bahwa ruang waktu adalah 4 dimensi. Titik ruang fase yang
digunakan dalam mekanika klasik dan kuantum adalah seperangkat enam

69
angka yang disusun, tiga komponen posisi partikel dan tiga komponen
momentumnya; dengan demikian ruang fase partikel adalah ruang 𝑉6 6
dimensi.
Dalam kasus seperti itu, kita tidak dapat mempresentasikan variabel
sebagai titik koordinat dalam ruang fisik karena ruang fisik hanya memiliki
3 dimensi. Tetapi itu sesuai dan lazim untuk mengembangkan terminologi
geometris kita. Jadi kita menggunakan ketentuan variabel dan koordinat
secara bergantian dan menyatakannya, misalnya, dari “titik dalam ruang 5
dimensi,” yang berarti himpunan nilai lima variabel yang diurutkan, dan
untuk sejumlah variabel. Dalam tiga dimensi, kita berpikir titik koordinat
sebagai komponen vektor dari titik asal. Dengan analogi, kita menyebut
himpunan lima angka yang telah terurut sebagai “vektor dalam ruang 5
dimensi” atau himpunan n angka yang terurut sebagai “vektor dalam ruang
n-dimensi.”
Banyak terminologi geometri yang dikenal dalam dua dan tiga
dimensi dapat dikembangkan ke dalam soal n dimensi (yaitu, n variabel)
dengan menggunakan aljabar yang sejajar dengan geometri. Misalnya, jarak
dari titik asal ke titik (𝑥, 𝑦, 𝑧) adalah √𝑥 2 + 𝑦 2 + 𝑧 2 . Dengan analogi dalam
soal lima variabel x, y, z, u, v, kita menetapkan jarak asalnya (0, 0, 0, 0, 0)
ke titik (x, y, z, u, v) sebagai √𝑥 2 + 𝑦 2 + 𝑧 2 + 𝑢2 + 𝑣 2 . Dengan
menggunakan aljabar yang sesuai dengan geometri, kita dapat dengan
mudah mengembangkan ide seperti panjang vektor, hasil kali titik dari dua
vektor, dan sudut antara vektor dan gambaran dari orthogonality, dll. Kita
lihat di Bagian 7 , bahwa transformasi ortogonal dalam dua atau tiga dimensi
sesuai dengan rotasi. Dengan demikian kita dapat mengatakan, dalam
masalah variabel n, bahwa transformasi linear (yang merupakan perubahan
variabel linear) yang memenuhi "jumlah kuadrat variabel baru = jumlah
kuadrat variabel lama" [bandingkan (7.8)] yang sesuai dengan "Rotasi di
ruang n-dimensi."

Contoh 1. Temukan jarak antara titik (3, 0, 5, -2, 1) dan (0, 1, -2, 3, 0).

70
Samaratakan apa yang akan kita lakuakan dalam tiga dimensi, kita
temukan 𝑑 2 = (3 − 0)2 + (0 − 1)2 + (5 + 2)2 + (−2 − 3)2 + (1 −
0)2 = 9 + 1 + 49 + 25 + 1 = 85, 𝑑 = √85.

Jika kita mulai dengan beberapa vektor, dan menemukan kombinasi


linear dari mereka dalam cara aljabar (dengan komponen), maka kita
katakan bahwa himpunan asli vektor dan semua kombinasi liniernya
membentuk ruang vektor linear (atau hanya ruang vektor atau ruang linier).
Perhatikan bahwa jika r adalah salah satu vektor yang kita miliki , maka 𝒓 −
𝒓 = 𝟎 adalah salah satu dari kombinasi linear; jadi vektor nol (yaitu asal)
harus menjadi titik di setiap ruang vektor. Garis atau bidang yang tidak
melewati titik asal bukanlah ruang vektor.

Sub Ruang, Jangkauan (Rentang), Basis, Dimensi Misalkan kita mulai


dengan empat vektor pada (8.1). Kita menunjukkan dalam (8.2) bahwa
mereka semua adalah kombinasi linear dari dua vektor (9, 0, 7) dan (0, −9,
13). Sekarang dua vektor linear bebas (ingat ekor mereka berada di titik asal)
tentukan sebuah ruang; semua kombinasi linear dari dua vektor yang
terletak di ruang. [Ruang yang kita bicarakan dalam contoh ini adalah
bidang yang melalui tiga titik (9, 0, 7), (0, −9, 13), dan asal.] Karena semua
vektor yang menyusun ruang 𝑉2 juga bagian dari ruang 3-dimensi 𝑉3, maka
kita sebut 𝑉2 sub ruang dari 𝑉3. Demikian pula setiap garis yang terletak di
bidang ini dan melewati asal adalah subruang 𝑉2 dan 𝑉3. Kita mengatakan
bahwa baik empat vektor asli atau dua vektor bebas merentang ruang 𝑉2;
satu himpunan vektor mencakup ruang jika semua vektor dapat dikatakan
rentang mebentuk kombinasi linear dari tentang tersebut. Satu satuan vektor
linear yang menjangkau ruang vektor disebut basis. Di sini vektor (9, 0, 7)
dan (0, -9, 13) adalah salah satu dasar untuk ruang 𝑉2; pilihan lain yaitu akan
menjadi dua vektor dari (8.2) dan tidak ada dua vektor yang bergantung.
Dimensi ruang vektor sama dengan jumlah vektor basis. Pernyataan
ini mengandung arti (tepatnya lihat soal 8) bahwa tidak masalah bagaimana
anda memilih vector basis untuk ruang vektor yang diberikan, karena selalu
71
ada jumlah yang sama dengan mereka. Angka ini adalah dimensi ruang.
Dalam 3 dimensi, kita sering menggunakan satuan dasar vektor i, j, k yang
juga dapat ditulis sebagai (1,0,0) (0,1,0) (0,0,1). Kemudian, misalnya 5
dimensi, satu satuan dasar yang sesuai dengan vektor akan menjadi
(1,0,0,0,0), (0,1,0,0,0), (0,0,1,0,0), (0,0,0,1,0) , (0,0,0,0,1). Anda harus
meyakinkan diri sendiri bahwa kelima vektor linear bebas dan rentangnya
5 dimensi ruang.
Contoh 2: Cari dimensi ruang yang memiliki rentang oleh vektor-vektor
berikut, dan basis untuk ruang: (1, 0, 1, 5, -2), (0, 1, 0, 6, -3), (2, -1, 2, 4, 1),
(3, 0, 3, 15, -6).
Kita menulis matriks yang baris barisnya adalah komponen dari vektor dan
pengurangan baris untuk menemukan bahwa ada tiga vektor bebas linear:
(1, 0, 1, 5, 0), (0, 1, 0, 6, 0), (0, 0, 0, 0, 1). Ketiga vektor ini adalah dasar
untuk ruang sehingnya dimensi yang dimiliki adalah 3-dimensi.
Hasil kali dalam , Norm, Ortogonal
Ingat kembali dari (4.10) bahwa skalar (atau dot atau inner) hasil
dari dua vektor A = (𝐴1 , 𝐴2 , 𝐴3 ) dan B = (𝐵1, 𝐵2, 𝐵3) adalah
𝐴1 𝐵1+𝐴2 𝐵2 +𝐴3 𝐵3 = ∑𝑛𝑖=1 𝐴𝑖 𝐵𝑖 . Hal ini sangat mudah untuk
menggeneralisasi kepada dimensi 𝑛
Menurut definisi, produk dalam dari dua vektor dimensi 𝑛 diberikan oleh
(10.1) A.B = (Hasil kali dalam dari A dan B) = ∑𝑛𝑖=1 𝐴𝑖 𝐵𝑖

Demikian pula, generalisasi dari (4.1), kita dapat menentukan panjang atau
norm vektor di 𝑛 dimensi dengan rumus:

(10.2) A = Norm dari A = ||A||= √𝑨 ∙ 𝑨 = √∑𝒏𝒊=𝟏 𝑨𝟐𝒊


Dalam 3 dimensi, kita juga menulis hasil skalar sebagai 𝐴𝐵 = 𝐴𝐵 cos 𝜃
[lihat (4.2)] jadi jika dua vektor orthogonal (tegak lurus) hasil skalar mereka
adalah AB cos π/2 = 0. Kita generalisasikan ini ke n dan dimensi
menyatakan bahwa dua vektor di n dimensi orthogonal maka hasil perkalian
mereka adalah nol.
(10.3) A dan B adalah orthogonal jika ∑𝑛𝑖=1 𝐴𝑖 𝐵𝑖 = 0
72
Pertidaksamaan Schwarz Dalam 2 atau 3 dimensi kita dapat menemukan
sudut antara dua vektor [lihat (4.11)] dari rumus A·B = AB cos θ. Dengan
menggunakan rumus yang sama di n dimensi, tapi sebelum kita
melakukannya kita harus yakin bahwa nilai 𝑐𝑜𝑠 𝜃 yang dihasilkan yaitu |
cosθ | ≤ 1, dirumuskan sebagai berikut:

(10.4) | A • B | ≤ 𝐴𝐵, 𝑎𝑡𝑎𝑢 | ∑𝑛𝑖=1 𝐴𝑖 𝐵𝑖 | ≤ √∑𝒏𝒊=𝟏 𝑨𝟐𝒊 √∑𝒏𝒊=𝟏 𝑩𝟐𝒊

Inilah yang disebut pertidaksamaan Schwarz (untuk ruang Euclidean n-


dimensi). Kita dapat membuktikannya sebagai berikut. Pertama perhatikan
bahwa jika B = 0, (10.4) katakan saja 0 ≤ 0 yang memang benar. Untuk B
≠ 𝟎, kita menganggap vektor 𝑪 = 𝐵𝑨 − (𝐀 ∙ 𝐁)𝐁/𝐵, dan mendapatkan 𝐂 ∙
𝐂. Sekarang, 𝐂 ∙ 𝐂 = ∑ 𝑪𝟐𝒊 ≥ 𝟎, jadi kita memiliki
(10.5) 𝒄 ∙ 𝒄 = 𝐵 𝟐 (𝐀 ∙ 𝐀) − 2𝐵 (𝐀 ∙ 𝐀)(𝐀 ∙ 𝐁)/ 𝐵 + (𝐀 ∙ 𝐁)2 (𝐁 ∙ 𝐁)/𝐵2
= 𝐴2 𝐵 2 − 2(𝐀 ∙ 𝐁)2 + (𝐀 ∙ 𝐁)2 = 𝐴2 𝐵 2 − (𝐀 ∙ 𝐁)2 = 𝐶 2 ≥ 0,
Disampaikan pada (10.4). Jadi, jika kita suka, kita dapat menentukan
consinus dari sudut antara dua vektor dalam n-dimensi oleh cos 𝜃 = 𝐀 ∙
𝐁 /(𝐴𝐵). Perhatikan bahwa persamaan yang berlaku dalam Pertidaksamaan
Schawarz’s ini jika dan hanya jika cos 𝜃 = ±1, yaitu ketika A dan B sejajar
atau tidak sejajar. Katakan B = kA.
Contoh 3. Temukan cosinus dari sudut disetiap pasangan dari 3 basis vektor
yang kita temukan dalam Contoh 2.
Pada (10.2) kita menemukan bahwa norm dari dua vektor basis pertama
adalah √1 + 1 + 25 = √27 dan√1 + 36 = √37. Pada (10.1), hasil dalam
dari kedua vektor ini 1 · 0 + 0 · 1 + 1 · 0 + 5 · 6 + 0 · 0 = 30.
Jadi 𝑐𝑜𝑠 𝜃 = 30/(√27 · 37) ≃ 0,949, yang mana kita mencatat bahwa
< 1 seperti yang dikatakan dalam pertidaksamaan Schwarz’s . Vektor basis
ketiga dalam Contoh 2 bersifat ortogonal terhadap dua lainnya karena
hasilnya adalah nol, yaitu, cos θ = 0.
Dasar Orthonormal; Metode Gram-Schmidt Kita menyebut satu
himpunan vektor orthonormal jika mereka semua saling orthogonal (tegak

73
lurus), dan setiap vektor adalah normal (yaitu normanya adalah satu — ia
memiliki satuan panjang). Misalnya, vektor i, j, k, membentuk himpunan
orthonormal. Jika kita memiliki seperangkat vektor basis untuk suatu ruang,
seringkali kita lebih mudah untuk mengambil gabungan dari mereka untuk
membentuk basis ortonormal. Metode Gram-Schmidt adalah proses
sistematis untuk melakukan hal ini. Ini ide yang sangat sederhana,
meskipun detail pelaksanaannya bisa berantakan. Misalkan kita memiliki
basis vektor A, B, C. Normalkan A untuk mendapatkan vektor pertama dari
serangkaian vektor basis ortonormal. Untuk mendapatkan vektor basis
kedua, kurangi komponen B sepanjang A, dan yang tersisa adalah ortogonal
terhadap A. [Lihat persamaan (4.4) dan Gambar 4.10.] Normalkan sisanya
untuk menemukan vektor kedua dari basis ortonormal. Demikian pula,
kurangi dari komponen C sepanjang A dan B untuk mencari vektor ketiga
orthogonal kedua, A dan B demham menormalkan vektor ketiga ini. Kita
sekarang memiliki 3 vektor satuan yang saling orthogonal; vektor ini adalah
himpunan vektor ortonormal yang diinginkan. Dalam ruang dimensi yang
lebih tinggi, tahap ini dapat diselesaikan. (Kita akan melihat penggunaan
metode ini pada Bagian 11; lihat degenerasi, di halaman 152–153).
Contoh 4. Diberikan basis vector A, B, C, dibawah, gunaan metode Gram
– Schmidt untuk mendapatkan basis orthonormal dari vector e1, e2, e3.
Ikutilah garis besar di atas, kita tentukan
A = (0, 0, 5, 0); e1 = A / 𝐴 = (0,0,1,0);

B = (2,0,3,0); 𝐵 − (𝑒1 . 𝐵)𝑒1 = 𝐵 − 3𝑒1 = (2,0,0,0);

𝑒1 = (1,0,0,0);

𝐶 = (7,1, −5,3); 𝐶 − (𝑒1 . 𝐶)𝑒1 − (𝑒2 . 𝐶)𝑒2 = 𝐶 − (−5)𝑒1 − 7𝑒2

= (0,1,0,3);

(0,1,0,3)
𝑒3 =
√10

74
Ruang Euclidean Kompleks Dalam aplikasi ini berguna untuk
memungkinkan komponen vektor menjadi kompleks. Sebagai contoh,
dalam tiga dimensi kita mungkin mempertimbangkan vektor seperti (5 +
2𝑖, 3 − 𝑖, 1 + 𝑖). Mari lihatlah kembali modifikasi apa yang diperlukan
dalam kasus ini. Di (10.2), kita ingin kuantitas di bawah tanda akar kuadrat
menjadi positif. Untuk meyakinkan ini, kita mengganti kuadrat Ai dengan
kuadrat mutlak Ai, yaitu dengan |𝐴𝑖 |2 = 𝐴∗𝑖 𝐴𝑖 di mana 𝐴∗𝑖 adalah konjugat
kompleks dari 𝐴𝑖 (lihat Bab 2). Demikian pula, di (10.1) dan (10.3), kita
mengganti 𝐴𝑖 𝐵𝑖 oleh 𝐴∗𝑖 𝐵𝑖 . Dengan demikian kita mendefinisikannya

(10.6) (Hasil Kali dalam A dan B) = ∑𝑛𝑖=1 𝐴∗𝑖 𝐵𝑖

(10.7) (Aturan A) = ||𝐴|| = √∑𝑛𝑖=1 𝐴∗𝑖 𝐴𝑖

(10.8) (A dan B adalah tegak lurus jika ∑𝑛𝑖=1 𝐴∗𝑖 𝐵𝑖 = 0.

Ketidaksetaraan Schwarz menjadi (lihat Soal 6)

(10.9) |∑𝑛𝑖=1 𝐴∗𝑖 𝐵𝑖 | ≤ √∑𝑛𝑖=1 𝐴∗𝑖 𝐴𝑖 √∑𝑛𝑖=1 𝐵𝑖∗ 𝐵𝑖 .

Perhatikan bahwa kita dapat menulis perkalian dalam bentuk matriks. Jika
A adalah matriks kolom dengan elemen 𝐴𝑖 , maka perubahan matriks
konjugasi A† adalah matriks baris dengan elemen 𝐴∗𝑖 . Menggunakan notasi
ini kita bisa menulis ∑ 𝐴∗𝑖 𝐵𝑖 = A†B (Soal 9).

Contoh 5. Diberikan A = (3𝑖, 1 − 𝑖, 2 + 3𝑖, 1 + 2𝑖), 𝐵 = (−1,1 + 2𝑖, 3 −


𝑖, 𝑖), 𝐶 = (−2𝑖, 2 − 𝑖, 1, 𝑖 − 2), kita tentukan dengan (10.6) ke (10.8):

(Perkalian dalam A dan B) = (−3𝑖)(−1) + (1 + 𝑖)(1 + 2𝑖) + (2 −


3𝑖)(3 − 𝑖) + (1 − 2𝑖)𝑖 = 4 − 4𝑖.

(𝑁𝑜𝑟𝑚𝑎 𝐴)2 = (-3i)(3i)+(1+i)(1-i)+2-3i)(2+3i)+1-2i)(1+2i


= 9 + 2 + 13 + 5 = 29, ||𝐴|| = √29.

(𝑁𝑜𝑟𝑚𝑎 𝐵)2 = 1 + 5 + 10 + 1 = 17, ||𝐵|| = √17.

75
Perhatikan bahwa, |4 − 4𝑖| = 4√2 < √29√17 sesuai dengan
Pertidaksamaan Schwarz (10.9).

(Perkalian dalam B dan C) = (−1)(4 − 2𝑖) + (1 − 2𝑖)(2 − 𝑖) + (3 +


𝑖)(1) + (−𝑖)(𝑖 − 2) = −4 + 2𝑖 − 5𝑖 + 3 + 𝑖 + 1 + 2𝑖 = 0.

Jadi dengan (10.8), B dan C bersifat Tegak lurus.

11. NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN, DIAGONALISASI


MATRIKS
Kita dapat memberikan interpretasi fisik berikut pada Gambar 7.2 dan
persamaan (7.5). Misalkan (x, y) bidang ditutupi oleh membran elastis yang
dapat direntangkan, menyusut, atau diputar (dengan difiksasi awal).
Kemudian setiap titik (x, y) dari membran menjadi titik (X, Y) setelah
deformasi, dan kita dapat mengatakan bahwa matriks M menggambarkan
deformasi. Sekarang mari kita tanyakan apakah ada vektor seperti R = λr di
mana λ = const. Vektor tersebut disebut vektor eigen (atau vektor
karakteristik) dari transformasi, dan nilai λ disebut nilai eigen (atau nilai
karakteristik) dari transformasi matriks M.

Nilai eigen Untuk menggambarkan nilai eigen, mari kita pertimbangkan


transformasi

𝑋 5 −2 𝑥
(11.1) ( ) = ( ) (𝑦).
𝑌 −2 2

Kondisi eigen vector R = λr, dalam notasi matrik,

𝑋 5 −2 𝑥 𝑥 λ𝑥
( )=( ) (𝑦) = λ (𝑦) = ( )
𝑌 −2 2 λ𝑦

Atau ditulis dalam bentuk persamaan:

(11.2) 5𝑥 − 2𝑦 = λx, atau (5 − λ)x − 2y = 0,

−2𝑥 + 2𝑦 = λy, atau −2𝑥 + (2 − λ)y = 0.

76
Persamaan ini homogen. Ingat dari (8.9) bahwa satu persamaan homogen
memiliki solusi selain x = y = 0 hanya jika determinan dari koefisien adalah
nol. Demikian yang kita inginkan

5 − λ −2
(11.3) | | = 0.
−2 2 − λ

Ini disebut persamaan karakteristik dari matriks M, dan determinan dalam


(11.3) disebut determinan sekuler.

Untuk mendapatkan persamaan bentuk dari matriks M, kita kurangi λ dari


elemen-elemen diagonal utama pada M, dan kemudian pasangkan
determinan dari matriks yang dihasilkan sama dengan nol.
Kita memecahkan (11,3) untuk λ hingga menemukan nilai-nilai bentuk ari
M:

(11.4) (5 − λ)(2 − λ) − 4 = λ2 − 7λ + 6 = 0,

λ = 1 atau λ = 6.

Vektor Eigen Mengganti nilai λ dari (11.4) menjadi (11.2), dari hasil
tersebut kita dapat:

(11.5) 2𝑥 − 𝑦 = 0 dari salah satu persamaan (11.2) ketika λ


= 1;
𝑥 + 2𝑦 = 0 dari salah satu persamaan (11,2) ketika λ = 6;
Kami mencari vektor r = ix + jy sehingga transformasi (11.1)
akan memberikan R paralel ke r. Apa yang telah kita temukan adalah bahwa
setiap vektor r dengan komponen x dan y yang memenuhi salah satu
persamaan (11.5) memiliki properti ini . Karena persamaan (11.5) adalah
persamaan garis lurus melalui titik asal, vektor tersebut terletak di sepanjang
garis ini (Gambar 11.1). Maka persamaan (11.5) menunjukkan bahwa setiap
vektor r dari titik asal ke titik pada x + 2y = 0 diubah oleh transformasi
(11.1) menjadi vektor ke arah yang sama tetapi enam kali lebih panjang, dan
vektor lain dari asal menuju ke titik pada 2x - y = 0 tidak berubah oleh
transformasi (11.1). Vektor-vektor ini (sepanjang x + 2y = 0 dan 2x - y = 0)
77
adalah vektor eigen transformasi. Sepanjang dua arah ini (dan hanya ini),
deformasi dari membran elastis adalah peregangan murni tanpa pergeseran
(rotasi).

Gambar 11.1
Diagonalisasi Matriks Selanjutnya kita menulis (11.2) satu kali dengan λ
= 1, dan lagi dengan λ = 6, menggunakan subskrip 1 dan 2 untuk
mengidentifikasi vektor eigen yang sesuai:
(11.6) 5x1 – 2y1 = x1 , 5x2 – 2y2 = 6x2,

-2x1 + 2y1 = y1 , -2x2 + 2y2 = 6y2,

Keempat persamaan ini dapat ditulis sebagai satu persamaan


matriks, karena Anda dapat dengan mudah memverifikasi dengan
mengalikan kedua sisi (Soal 1):
5 −2 𝑥1 𝑥2 𝑥1 𝑥2 1 0
(11.7) ( ) (𝑦 𝑦2 ) = (𝑦1 𝑦2 ) (0 )
−2 2 1 6
Semua bisa kita bilang tentang (𝑥1 , 𝑦1 ) adalah 2𝑥1 − 𝑦1 = 0; namun, lebih
mudah untuk memilih nilai numerik dari 𝑥1 dan 𝑦1 untuk membuat 𝑟1 =
(𝑥1 , 𝑦1 ) vector satuan, dan juga untuk 𝑟2 = (𝑥2 , 𝑦2 ). Lalu kita punya
1 2 −2 1
(11.8) 𝑥1 = , 𝑦1 = , 𝑥2 = , 𝑦2 =
√5 √5 √5 √5

Dan (11.7) menjadi


1 −2 1 −2
5 −2 1 0
(11.9) ( ) (√5
2
√5
1) = (√5
2
√5
1) ( )
−2 2 0 6
√5 √5 √5 √5

Buat pemisalan matriks ini dengan abjad (huruf) yang bisa di tulis
MC = CD, dimana

78
(11.11) C-1MC = D
Matriks D memiliki elemen yang berbeda dari nol hanya di bagian bawah
diagonal utama; ini disebut matriks diagonal. Matriks D disebut mirip
dengan Matriks M, dan ketika kita memperoleh D yang diberikan M, kita
mengatakan bahwa kita telah mendiagonalisasi M dengan transformasi
kesamaan.
1 −2
5 −2 1 0
(11.10) M=( ), C = ( √52 √5
1 ), D=( )
−2 2 − 0 6
√5 √5

Jika, seperti di sini, determinan C tidak nol, maka C memiliki kebalikan C-


1
, mari kita kalikan (11.10) dengan C-1 dan ingat bahwa C-1 C adalah matriks
satuan, kemudian C-1MC = C-1CD = D.
Kita akan segera melihat bahwa ini secara fisik
menyederhanakan masalah dengan pilihan dari variabel yang lebih baik.
Misalnya, dalam masalah membran, lebih mudah untuk mendeskripsikan
deformasi jika kita menggunakan sumbu sepanjang vektor eigen. Nanti kita
akan melihat lebih banyak contoh penggunaan proses diagonalisasi.
Amatilah bahwa mudah untuk menemukan D; kita hanya perlu
menyelesaikan persamaan karakteristik M. Kemudian D adalah matriks
dengan nilai-nilai karakteristik ini turun diagonal utama dan nol di tempat
lain. Kita juga dapat menemukan C (dengan lebih banyak pekerjaan), tetapi
untuk banyak tujuan hanya D yang diperlukan.
Perhatikan bahwa urutan nilai eigen turun diagonal utama D
adalah berubah-ubah; misalnya kita bisa menulis (11.6) seperti
5 −2 𝑥2 𝑥1 𝑥2 𝑥1 6 0
(11.12) ( ) (𝑦 𝑦 ) = (𝑦 𝑦 ) ( )
−2 2 2 1 2 1 0 1
Bukannya (11.7). Kemudian (11.11) masih memegang, dengan C yang
berbeda, tentu saja, dan dengan
6 0
D=( )
0 1

Sebagai ganti (11.10) (Soal 1).

79
Arti dari C dan D Untuk melihat lebih jelas makna dari (11.11) mari kita
temukan apa arti matriks C dan D secara fisik. Kami menganggap dua set
sumbu (x, y) dan (x’, y’) dengan (x, y) diputar melalui θ dari (x, y) (Gambar
11.2). Koordinat (x, y) dan (x’, y’) dari satu

titik (atau komponen dari satu vektor r = r’) relatif terhadap dua sistem ini
terkait

dengan (7.13).

Menyelesaikan (7.13) untuk x dan y, kami


punya

(11.13) 𝑥 = 𝑥 ′ 𝑐𝑜𝑠𝜃 − 𝑦 ′ 𝑠𝑖𝑛𝜃,


Gambar 11.2
𝑦 = 𝑥 ′ 𝑠𝑖𝑛𝜃 + 𝑦 ′ 𝑐𝑜𝑠𝜃,

Atau dengan notasi matriks

𝑐𝑜𝑠𝜃 −𝑠𝑖𝑛𝜃
(11.14) 𝑟 = 𝐶𝑟′ dimana 𝐶=( ).
𝑠𝑖𝑛𝜃 𝑐𝑜𝑠𝜃

Persamaan ini benar untuk beberapa vektor tunggal dengan bagian-bagian


menghasilkan dua sistem. Andaikan kita mempunya vektor lain R=R’
(Gambar 11.2) dengan bagian-nagian X,Y dan X’,Y’; bagian-bagian ini
berkaitan dengan

(11.15) 𝑅 = 𝐶𝑅 ′ .

Sekarang biarkan matriks M menjelaskan perubahan dari (x,y) sistem.


Dengan persamaan

(11.16) 𝑅 = 𝑀𝑟

Katakan vektor r menjadi vektor R setelah perubahan, kedua vektor relatif


menghasilkan untuk sumbu (x,y). Mari kita tanyakan bagaimana
mendeskripsikan perubahan dalam (x’,y’) sistem, apakah matriks
meyebarkan r’ kedalam R? Kita mensubtitusi (11,14) dan (11.15) kedalam
(11.16) dan menghasilkan CR’=MCr’ atau
80
(11.17) 𝑅 ′ = 𝐶 −1 𝑀𝐶𝑟′

Jadi jawaban dari pertanyaan ini adalah

D = 𝐶 −1 𝑀𝐶 adalah matriks yang menggambarkan didalam (x’,y’) sistem


deformasi yang sama yang dijelaskan M dalam sistem (x,y).

Selanjutnya kita ingin menunjukkan jika matriks


C memutuskan untuk membuat D = 𝐶 −1 𝑀𝐶
sebuah diagonal matriks, maka sumbu baru
(x’,y’) adalah sepanjang arah dari fungsi vektor
dari M. Mengingat dari (11.10) sumbu dari C
adalah komponen dari kesatuan fungsi vektor.
Jika fungsi vektor adalah tegak lurus, seperti
Gambar 11.3
dalam contoh ( lihat soal 2) kemudian sumbu baru (x’,y’)
sepanjang vektor eigen adalah

seperangkat sumbu tegak lurus.dari sumbu (x,y) oleh

beberapa sudut 𝜃 (gambar 11.3). kesatuan vektor eigen 𝒓1 𝑑𝑎𝑛 𝒓2 adalah


memperlihatkan dari gambar 11.3; dari gambar kita dapat mendapatkan

𝑥𝟏 = |𝒓𝟏 |𝑐𝑜𝑠𝜃 = 𝑐𝑜𝑠𝜃, 𝑥2 = −|𝒓𝟐 |𝑠𝑖𝑛𝜃 = −𝑠𝑖𝑛𝜃

𝑦1 = |𝒓𝟏 |𝑠𝑖𝑛𝜃 = 𝑠𝑖𝑛𝜃, 𝑦2 = |𝒓𝟐 |𝑐𝑜𝑠𝜃 = 𝑐𝑜𝑠𝜃;

(11.18)

𝑥1 𝑥2 𝑐𝑜𝑠𝜃 −𝑠𝑖𝑛𝜃
𝐶 = (𝑦 𝑦2 ) = ( 𝑠𝑖𝑛𝜃 ).
1 𝑐𝑜𝑠𝜃

Dengan demikian, matriks C yang mendiagonalisasi M adalah rotasi


matriks C dalam (11.14) dimana sumbu (x’,y’) sepanjang arah vektor
eigen dari M

81
Relatif untuk sumbu baru, diagonal matriks D menjelaskan perubahan suatu
titik.

Untuk itu kita lihat contoh

𝑌′ 1 0 𝑥′
𝑅 ′ − 𝐷𝑟 ′ 𝑎𝑡𝑎𝑢 ( ′ ) = ( ) ( ) 𝑎𝑡𝑎𝑢
𝑋 0 6 𝑦′

(11.19) 𝑋′ = 𝑥′, 𝑌 ′ = 6𝑦 ′ .

Penjelasan (11,19) mengatakan bahwa [dalam sistem (x, y)] setiap


titik (x, y) memiliki koordinat x tidak berubah dan koordinat y dikalikan
dengan 6, perubahan hanyalah peregangan dalam arah y. Ini adalah
deskripsi perubahan yang lebih sederhana dan lebih jelas secara fisik
daripada penjelasan yang diberikan oleh (11.1).

Anda dapat melihat sekarang


mengapa urutan nilai eigen di bawah
daripada diagonal utama di D adalah
berubah-ubah dan mengapa (11.12)
sama dengan (11.7). Sumbu baru (x’,
y’) berada di sepanjang vektor eigen, Gambar 11.4
tetapi tidak penting vektor eigen mana yang kita sebut x’ dan yang kita sebut
y’. Dalam melakukan suatu masalah kita hanya memilih D dengan nilai
eigen dari M dalam beberapa perintah (arbitrary) ke arah diagonal utama.
Pilihan D kami kemudian menentukan arah vektor eigen mana yang disebut
sumbu x’ dan yang disebut y’.
Itu tidak perlu pembahasan di atas untuk menghasilkan sumbu x dan y
tegak lurus, meskipun ini adalah kasus yang paling berguna. Jika r = Cr’
tetapi C adalah sembarang matriks (nonsingular) [belum tentu matriks rotasi
ortogonal seperti (11.14)], maka (11.17) masih mengikuti. Artinya, 𝐶 −1MC
menggambarkan perubahan menggunakan sumbu (x’, y’). Tapi jika C bukan
matriks orthogonal, maka (x, y) sumbu tidak tegak lurus (Gambar 11.4)
dan 𝑥 2 + 𝑦 2 ≠ 𝑥 ′2 + 𝑦 ′2 , artinya, transformasi bukanlah rotasi sumbu.

82
Ingat bahwa C adalah matriks dari sautan vektor eigen; jika ini tegak lurus,
maka C adalah matriks orthogonal (Soal 6). Dapat ditunjukkan bahwa ini
akan menjadi kasus jika dan hanya jika matriks M adalah simetris. [Lihat
persamaan (11.27) dan diskusi sebelum itu. Lihat juga Masalah 33 hingga
35, dan Soal 15.25.]

Degenerasi Untuk matriks simetris, kita telah melihat bahwa vektor eigen
yang bersesuaian dengan nilai eigen yang berbeda bersifat ortogonal. Jika
dua (atau lebih) nilai eigen sama, maka eigenvalue itu disebut degenerasi.
Degenerasi berarti bahwa dua (atau lebih) vektor eigen tidak terikat sesuai
dengan nilai eigen yang sama.

Contoh 1. Pertimbangkan matriks berikut:

1 −4 2
(11.20) M = (−4 1 −2).
2 −2 −2

Nilai eigen dari M adalah, 𝜆 = 6, −3, −3, dan vektor eigen yang sesuai
untuk 𝜆 = 6 adalah (2, -2, 1) (soal 36). Untuk 𝜆 = −3, kondisi vektor eigen
adalah 2𝑥 − 2𝑦 + 𝑧 = 0. Ini adalah bidang ortogonal terhadap vektor eigen
𝜆 = 6, dan vektor apa pun dalam bidang ini adalah vektor eigen yang
bersesuaian dengan 𝜆 = −3. Yaitu, 𝜆 = −3 ruang eigen adalah sebuah
bidang. Lebih mudah untuk memilih dua vektor eigen ortogonal sebagai
basis vektor dalam hal ini 𝜆 = −3 bidang eigen, misalnya (1, 1, 0) dan (−1,
1, 4). (Lihat Soal 36.)

Anda mungkin bertanya bagaimana Anda menemukan vektor eigen


ortogonal ini kecuali dengan inspeksi. Ingat bahwa hasil kali dua vektor
tegak lurus terhadap keduanya. Demikian dalam kasus ini kita bisa memilih
satu vektor dalam bidang eigen 𝜆 = −3 dan kemudian kalikan dengan 𝜆 =
6 vektor eigen. Ini memberikan vektor kedua dalam λ = −3 bidang eigen,
tegak lurus dengan yang pertama kita pilih. Namun, ini hanya bekerja dalam
tiga dimensi; jika kita berurusan dengan ruang dimensi yang lebih tinggi

83
(lihat Bagian 10), maka kita perlu metode lain. Seandainya pertama-tama
kita menuliskan hanya dua (berbeda) vector pada bidang eigen tidak
membuatnya orthogonal. Kemudian kita dapat menggunakan metode Gram-
Schmidt (lihat Bagian 10) untuk menemukan satu set ortogonal. Misalnya,
dalam masalah di atas, anggaplah kita telah memikirkan (atau komputer kita
telah memberi kita) vektor A = (1, 1, 0) dan B = (−1, 0, 2) yang merupakan
vektor di λ = −3 eigenplane tetapi tidak orthogonal satu sama lain.
Mengikuti metode Gram-Schmidt, kita temukan

𝑨 = (1, 1, 0), 𝑒 = 𝑨/𝐴 = (1, 1, 0)/√2,

−1 −1 1
𝑩 − (𝑒 · 𝚩)e = (−1, 0, 2) − (1, 1, 0) = ( , 2 , 2),
2 2

Atau (−1, 1, 4) seperti yang kita miliki di atas. Untuk sub ruang yang
berdegenerasi dari dimensi m> 2, kita hanya perlu menuliskan vektor eigen
bebas linear, dan kemudian menemukan sebuah orthogonal dengan metode
Gram-Schmidt.

Diagonal Matriks Hetermia Kita telah melihat cara mendiagonalkan


simetris matriks oleh transformasi kesamaan ortogonal. Analog yang
kompleks dari matriks simetrik (ST = S) adalah matriks Hermitian (H † =
H) dan kompleks analog matriks ortogonal (OT = O − 1) adalah matriks
uniter (U † = U − 1). Begitu mari kita bahas diagonal matriks Hermitian
dengan transformasi kesamaan kemiripan. Ini sangat penting dalam
mekanika kuantum.

Meskipun matriks Hermitian mungkin memiliki elemen off-


diagonal yang kompleks, nilai eigen dari matriks Hermitian selalu nyata.
Mari buktikan ini. (Lihat Bagian 9 untuk definisi dan teorema sesuai
kebutuhan.) Biarkan H menjadi matriks Hermitian, dan biarkan r menjadi
matriks kolom dari vektor eigen non-nol H yang sesuai dengan nilai eigen
λ. Kemudian kondisi vektor eigen adalah Hr = λr. Kami ingin mengambil
konjugat transpose (belati) dari persamaan ini. Menggunakan konjugasi
persamaan kompleks (9.10), kita dapatkan (Hr) † = r † H † = r † H sejak H
84
† = H untuk matriks Hermitian. Konjugat transpose λr adalah λ ∗ r † (karena
λ adalah angka, kita hanya perlu mengambil konjugasi kompleksnya).
Sekarang kita memiliki dua persamaan,

(11. 21) Hr = 𝜆𝑟 dan r†H = λ∗r†.

Kalikan persamaan pertama di (11.21) di sebelah kiri [lihat diskusi berikut



(10.9)] oleh matriks baris r dan persamaan kedua di sebelah kanan oleh
matriks kolom r untuk mendapatkan,

(11. 22) r†Hr = λr†r dan r†Hr = λ∗r†r.

Mengurangkan dua persamaan yang kita temukan (λ − λ ∗) r † r = 0. Karena


kita mengasumsikan r ≠ 0, kita memiliki λ ∗ = λ, artinya λ adalah nyata.
Kita juga dapat menunjukkan bahwa untuk matriks Hermitian, vektor eigen
bersesuaian dua nilai eigen berbeda bersifat ortogonal. Mulai dengan dua
kondisi vektor eigen,

(11. 23) Hr1 = λ1r1 dan Hr2 = λ2r2.

Dari ini kita dapat menunjukkan (Soal 37)

(11. 24) 𝑟1† Hr2 = λ1𝑟1† r2 = λ2𝑟1† r2, atau (λ1 - λ2) 𝑟1† r2 = 0.

Jadi jika λ1 ≠ Λ2, maka produk bagian dalam r1 dan r2 nol, begitulah
orthogonal [lihat (10.8)]. Kita juga dapat membuktikan bahwa jika matriks
Mhas nilai eigen nyata dan dapat didiagonalkan oleh transformasi kesamaan
kesatuan, maka itu adalah Hermitian. Dalam simbol, kami menulis U −
1MU = D, dan temukan konjugasi transpose persamaan ini untuk
mendapatkan (Soal 38)

(11. 25) (U− 1 MU)† = U − 1M† U = D† = D.

Jadi U− 1MU = D = U−1 M† U, jadi M = M†, yang mengatakan bahwa M


adalah Hermitian. Jadi kita telah membuktikan hal itu

85
(11.26) Matriks memiliki nilai eigen yang nyata dan dapat
didiagonalkan oleh transformasi kesamaan kesatuan jika dan hanya jika
itu adalah Hermitian.
Karena matriks Hermitian nyata adalah matriks simetris dan matriks
kesatuan yang nyata adalah matriks ortogonal, pernyataan yang sesuai untuk
matriks simetrik adalah (soal 39).

(11.27) Matriks memiliki nilai eigen yang nyata dan dapat


didiagonalkan oleh transformasi kesamaan ortogonal jika dan hanya jika
simetris
Ingat dari (9.2) dan Soal 9.22 bahwa matriks normal termasuk simetris,
Hermitian, matriks ortogonal, dan matriks kesatuan (serta beberapa
lainnya). Mungkin berguna untuk itu tahu teorema umum berikut yang kita
nyatakan tanpa bukti [lihat, misalnya, Am. J. Phys. 52, 513–515 (1984)].

(11.28) Matriks dapat didiagonalkan oleh transformasi sejenis jika dan


hanya jika itu normal.

Contoh 2. Untuk menjelaskan diagonal matriks hermitian dari sebuah


satuan persamaan transformasi, kita mempertimbangkan matriks

2 3−𝑖
(11.29) 𝐻=( ).
3+𝑖 −1

(membuktikan bahwa H adalah Hermitian). Kita mengikuti kebiasaan yang


sama digunakan untuk mendapatkan nilai eigen dan vektor eigen dari
sebuah matriks yang simetris. Nilai eigen didapat dari

(2 − ℷ)(−1 − ℷ) − (3 + 𝑖)(3 − 𝑖) = 0

ℷ2 − ℷ − 12 = 0 , ℷ = −3, 4 .

Untuk ℷ = −3 sebuah vector eigen memenuhi persamaan

5 3−𝑖 𝑥
( ) (𝑦) = 0 atau
3+𝑖 2

5𝑥 + (3 − 𝑖) 𝑦 = 0 , (3 + 𝑖)𝑥 + 2𝑦 = 0
86
Persamaan ini didapat dengan 𝑥 = 2, 𝑥 = (−3 − 𝑖), sebuah pilihan untuk
satuan vektor eigen adalah (2, −3 − 𝑖)/√14 . untuk ℷ = 4, kita
menemukan persamaan pada suatu persamaan

−2𝑥 + (3 − 𝑖)𝑦 = 0 , (3 + 𝑖)𝑥 − 5𝑦 = 0

Yang didapat dari 𝑦 = 2, 𝑥 = 3 − 𝑖 , jadi sebuah satuan vector eigen adalah


(3 − 𝑖, 2) /√14 . kita dapat membuktikan bahwa dua vector eigen bersifat
ortogonal (sebagaimana telah kita buktikan) dari mendapatkan inti atau
produk dalamnya. ( lihat 10.8) adalah (2, −3 − 𝑖) . (3 − 𝑖, 2) = 2(3 − 𝑖) +
2(−3 + 𝑖) = 0. Sebagaimana dalam (11.10) kita menulis satuan vektor
eigen sebagai kolom dari matriks U yang mendiagonalisasi H dengan
sebuah persamaan transformasi.

1 2 3−𝑖 1 2 −3 + 𝑖
𝑈= ( ), 𝑈𝑡 = ( )
√14 −3 − 𝑖 2 √14 3 + 𝑖 2

Kamu bisa dengan mudah membuktikan bahwa 𝑈 𝑡 𝑈= Satuan matriks, jadi


𝑈 −1 = 𝑈 𝑡 . Lalu (Soal 40)

−3 0
(11.30) 𝑈 −1 𝐻𝑈 = 𝑈 𝑡 𝐻𝑈 = ( ),
0 4

H didiagonalkan oleh satuan persamaan transformasi

Transformasi Ortogonal Dalam 3 Dimensi didalam bagian 7, kita


memperhatikan tentang rotasi aktif dan atau refleksi dari vektor r yang
dihasilkan dengan diberikan 3 oleh 3 matriks ortogonal. Belajar persamaan
(7.18) dan (7.19) hati-hati untuk melihat itu, pada sebuah kolom vektor r,
mereka memutar vektor dengan sudut 𝜃 sekitar sumbu z dan atau
memantulkan melalui bidang (x,y). Kita sekarang ingin melihat bagaimana
menemukan efek atau matriks ortogonal yang lebih rumit. Kita dapat
mengerjakan ini dengan menggunakan sebuah persamaan ortogonal
transformasi untuk menulis yang diberikan matriks ortogonal relatif untuk
sebuah sistem koordinat baru dimana sumbu rotasi adalah sumbu z, dan atau
bidang (x, y) mengambarkan bidang (dalam ruang vektor, ini adalah sebuah
87
perubahan dasar). Lalu sebuah perbandingan dengan (7.18) atau (7.19)
memberikan sudut rotasi. Kita mengingat kembali bagaimana membangun
sebuah matriks C agar menjadi 𝐶 −1 MC menggambarkan transformasi
relatif yang sama terhadap sumbu baru dari M relatif untuk sumbu asli.
Kolom matriks C adalah komponen dari vektor satuan sepanjang sumbu
baru. (lihat (11.18) dan gambar 11.3).

Contoh 3. Perhatikan matriks berikut.

1 √2 1 −2 −1 −2
1 1
(11.31) 𝐴 = 2 (−√2 0 √2 ) , 𝐵 = ( 2 −2 −1)
3
1 −√2 1 1 2 −2

Kamu dapat membuktikan A dan B keduanya adalah ortogonal, dan det A=


1 , det B = -1 (Soal 45). Demikian A adalah sebuah rotasi matriks sementara
B melibatkan pemantulan ( dan mungkin juga sebuah rotasi). Untuk A ,
sebuah vektor sepanjang sumbu rotasi tidak terpegaruh oleh transformasi
sehingga kita menemukan sumbu rotasi dengan menyelesaikan persamaan
Ar = r. Kita telah melakukan ini dalam bagian 7, tetapi sekarang kamu dapat
kenali ini sebagai persamaan vektor eigen. Kita ingin vektor eigen yang
bersesuaian dengan nilai eigen 1. Dengan tangan atau komputer (soal 45)
kita menemukan bahwa eigen vektor dari A bersesuaian dengan ℷ = 1
adalah ( 1, 0, 1 ) atau i + k ; ini adalah sumbu rotasi. Kita menginginkan
sumbu baru z untuk berada disepanjang arah ini. Jadi kita mengambil
elemen dari tiga kolom matriks C untuk menjadi komponen satuan vektor u
= ( 1, 0, 1)/√2. Untuk kolom pertama (sumbu baru x ) kami memilih satuan
vektor tegak lurus dengan sumbu rotasi, katakan v = ( 1, 0, 1)/ √2, dan untuk
kolom kedua ( sumbu baru y) , kita menggunakan kali silang atau cross
product u × v = (0, 1, 0) (sehingga sumbu baru dari bagian kanan tritunggal/
triad ortogonal). (Soal 45)

1 0 1 0 1 1
1 −1
(11.32) C = ( 0 √2 0) , 𝐶 AC =(−1 0 0)
√2
−1 0 1 0 0 1

88
Membandingkan hasil ini dengan (7.18) kita lihat bahwa cos 𝜃 = 0 dan sin
𝜃 = -1, jadi rotasinya adalah -90° disekitar sumbu i + k ( atau jika kamu
lebih suka diatas +90° sekitar –i – k).

Contoh 4. Untuk matriks B, sebuah vektor tegak lurus dengan bidang


pantulan dengan arahnya adalah kebalikan dari pantulan . Jadi kita ingin
menyelesaikan persamaann Br = - r, yaitu untuk menemukan persamaan
vektor eigen yang sesuai ℷ = -1. Kamu dapat membuktikan (soal 45) bahwa
ini adalah vektor (1, -1, 1) atau i + j + k. Pantulannya melalui bidang −𝑦 +
𝑧 = 0 , dan rotasi vektor 𝑖 − 𝑗 + 𝑘. Sebagaiman yang kita lakukan untuk
matriks A, kita membangun matriks C dari vektor dua vektor yang tegak
lurus, (soal 45)

1 1 1
−1 −√3
√6 √2 √3 0
−1 1 −1 2 2
−1
(11.33) C= , 𝐶 𝐴𝐵 = √3 −1
√6 √2 √3 0
−2 1 2 2
0 (0 0 −1)
(√6 √3 )

1 √3
Bandingkan ini dengan (7.19) dengan mendapatkan cos 𝜃 = − 2, sin 𝜃 = 2

, jadi matriks B menghasilkan rotasi 120° sekitar 𝑖 − 𝑗 + 𝑘 dan pantulan


melalui bidang 𝑥 − 𝑦 + 𝑧 = 0

Kamu mungkin telah menemukan bahwa matriks A dan B memiliki


dua nilai eigen yang rumit, (lihat soal 46) eigen vektor sesuai juga
kompleks, dan kita tidak menggunakannya karena akan membawa kita
keruang vektor yang lebih rumit (lihat bagian 10, dan soal 47) dan masalah
rotasi dan pantulan dalam kenyataan yang riil 3 ruang dimensi. (perhatikan
juga bahwa kita tidak mendiagonalkan A dan B, tetapi juga menggunakan
persamaan transformasi untuk menampilkan sumbu relatif terhadap sumbu
rotasi). Bagaimanapun ketika semua nilai eigen dari matriks ortogonal
adalah riil (soal 48) , lalu ini proses hasil matriks diagonal dengan nilai eigen
dibagian bawah diagonal utama.

89
digunakan transformasi kesamaan untuk menampilkan relatif
terhadap sumbu yang diputar.) Namun, ketika semua nilai eigen dari
matriks ortogonal adalah riil (lihat Soal 48), maka proses ini menghasilkan
matriks terdiagonalkan dengan nilai eigen di bawah diagonal utama.

Contoh 5.Bandingkan Matriks

2 6 3
1
(11.34) F = (6 −3 2 ).
7
3 2 −6

Kita dapat memeriksa (Soal 49) bahwa det F = 1, sumbu rotasi (vektor
eigen yang sesuai dengan nilai eigen λ = 1) adalah 3𝐢 + 2𝐣 + 𝐤, dan bahwa
dua nilai eigen lainnya adalah −1, −1. Kemudian F yang didiagonalkan
(relatif terhadap sumbu yang baru dengan sumbu z sepanjang sumbu rotasi)
adalah

−1 0 0
(11.35) ( 0 −1 0).
0 0 1

Membandingkan hal ini dengan persamaan (7.18), kita melihat bahwa cos θ
= −1, sin θ = 0, sehingga F menghasilkan rotasi 180◦ sekitar 3𝐢 + 2𝐣 + 𝐤.
Cara yang lebih mudah untuk menemukan sudut rotasi dalam
masalah ini adalah dengan menggunakan langkah F (Soal 50). Dari (7.18)
dan (11.34) kita memiliki 2cos θ + 1 = −1. Jadi cos θ = −1, θ = 180◦ seperti
sebelumnya. Metode ini memberikan cos θ untuk setiap matriks rotasi atau
matriks refleksi, akan tetapi kecuali cos θ = ± 1, kita juga membutuhkan
lebih banyak informasi (katakanlah nilai sin θ) untuk menentukan apakah θ
positif atau negatif.
Pangkat dan Fungsi Matriks Pada Bagian 6 kita menemukan
fungsi dari beberapa matriks A yang mudah untuk menemukan pangkatnya
karena mereka berulang secara berkala [lihat persamaan (6.15) hingga
(6.17)]. Ketika ini tidak terjadi, tidak mudah untuk mendapatkan pangkat
secara langsung (Soal 58). Tetapi mudah untuk menentukan pangkat dari
matriks diagonal, dan kita juga dapat menunjukkan bahwa (soal 57)
90
(11.36) 𝑀𝑛 = 𝐶𝐷𝑛 𝐶 −1 , dimana 𝐶 −1 𝑀𝐶 = 𝐷, D
diagonal.

Hasil ini berguna tidak hanya untuk mengevaluasi pangkat dan fungsi
matriks numerik tetapi juga untuk membuktikan teorema (Soal 60).

Contoh 6.Kita bisa menunjukkan bahwa jika, seperti diatas, 𝐶 −1 𝑀𝐶 = 𝐷,


maka

(11.37) det 𝑒 𝑀 = 𝑒 𝑇𝑟(𝑀) .

Seperti pada (6.17) kita mendefinisikan 𝑒 𝑀 berdasarkan deret


pangkatnya. Untuk setiap suku dari deret 𝑀𝑛 = 𝐶𝐷𝑛 𝐶 −1 oleh (11.36), lalu
𝑒 𝑀 = 𝐶𝑒 𝐷 𝐶 −1 . Dengan (6.6), determinan dari suatu perkalian = perkalian
dari determinan, dan det𝐶𝐶 −1 = 1, jadi kita memiliki det 𝑒 𝑀 = det 𝑒 𝐷 .
Sekarang matriks 𝑒 𝐷 adalah diagonal dan elemen diagonalnya adalah 𝑒 λi di
mana λi adalah nilai eigen dari M. Jadi det 𝑒 𝐷 = 𝑒 λi 𝑒 λ2 𝑒 λ3··· = 𝑒 TrD . Tetapi
dengan (9.13), TrD = Tr (CC-1 M) = TrM, jadi kita mempunyai persamaan
(11.37).

Diagonalisasi Bersamaan. Bisakah kita mendiagonalisaskan dua


(atau lebih) matriks menggunakan transformasi persamaan yang sama?
Terkadang kita bisa, artinya jika, dan hanya jika, mereka bisa di bolak-balik.
Mari kita lihat mengapa hal ini benar. Ingat bahwa matriks C yang
diagonalkan memiliki kolom yang ortogonal satu sama lain satuan nilai
eigennya menjadi terdiagonalkan. Misalkan kita dapat menemukan
seperangkat vektor eigen yang sama untuk dua matriks F dan G; maka C
yang sama akan mendiagonalkan keduanya. Jadi masalah jumlah untuk
menunjukkan bagaimana menentukan seperangkat vektor eigen yang pada
umum untuk F dan G jika vector eigen bekerja.

Contoh 7. Mari kita mulai dengan mendiagonalisasi F. Misalkan r (kolom


matris) adalah vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen λ, yaitu, Fr

91
= λr. Kalikan ini di sebelah kiri oleh G dan gunakan GF = FG (matriks
commute) untuk mendapatkan

(11.38) GFr = λGr, atau F (Gr) = λ (Gr).

Hal ini mengatakan bahwa Gr adalah vektor eigen dari F yang sesuai
dengan nilai eigen λ. Jika λ tidak menurun (yaitu jika hanya ada satu vektor
eigen yang sesuai dengan λ) maka Gr pasti sama dengan vektor sebagai r
(kecuali mungkin untuk yang panjang), yaitu, Gr adalah kelipatan dari r,
atau Gr = λ’r. Ini adalah persamaan vektor eigen untuk G; mengatakan
bahwa r adalah vektor eigen dari G. Jika semua nilai eigen dari F tidak
terdegenerasi, maka F dan G memiliki himpunan vektor eigen yang sama,
dan dengan demikian dapat didiagonalkan oleh matriks C yang sama.

Contoh 8. Sekarang anggaplah bahwa ada dua (atau lebih) vektor eigen
linear yang bersesuaian dengan nilai eigen λ dari F. Kemudian setiap vektor
dalam jarak eigen terdegenerasi yang berhubungan dengan λ adalah vektor
eigen dari matriks F (lihat pembahasan tentang degenerasi di atas).
Selanjutnya pertimbangkan matriks G. Sesuai dengan semua nilai eigen
non-degenerasi kita sudah memiliki bagaian yang sama pada vektor eigen
untuk G seperti F. Jadi kita hanya menemukan vektor eigen dari G dalam
jarak eigen yang terdegenerasi F. Karena semua vektor dalam bagian ruang
ini adalah Vektor eigen F, kita bebas untuk menentukan vektor eigen dari
G. Jadi kita sekarang memiliki bagian dari vector eigen yang sama untuk
kedua matriks, dan kita dapat menempatkan matriks C yang akan
mendiagonalkan F dan G. Untuk sebaliknya, lihat soal 62

12. APLIKASI DARI DIAGONALISASI


Selanjutnya kita memikirkan beberapa contoh dari penggunaan
proses diagonal. Sebuah pusat bagian irisan kerucut (elips atau hiperbola)
dengan pusat pada titik asal yang memiliki persamaan

(12.1) 𝐴𝑥 2 + 2𝐻𝑥𝑦 + 𝐵𝑦 2 = 𝐾,

92
dimana A, B, H dan K adalah konstan. Dalam bentuk matriks ini dapat
ditulis

(𝑥 𝑦) ( 𝐴 𝐻 𝑥 𝑥
(12.2) ) ( ) = 𝐾 atau (𝑥 𝑦)𝑀 ( ) = 𝐾
𝐻 𝐵 𝑦 𝑦

Jika kita menyebutnya

𝐴 𝐻
( )=𝑀
𝐻 𝐵

(karena kamu dapat membuktikan dengan mengalikan matriks). Kita ingin


memilih sumbu utama dari irisan kerucut sebagai sumbu acuan kita untuk
menulis persamaan dalam bentuk yang lebih sederhana. Melihat dari
gambar 11.2, biarkan sumbu (𝑥 ′ , 𝑦 ′ ) dirotasikan oleh beberapa sudut  dari
(x, y). Maka koordinat (𝑥, 𝑦) dan (𝑥 ′ , 𝑦 ′ ) dari sebuah titik berhubungan
dengan (11.13) atau (11.14):

𝑥 𝑐𝑜𝑠𝜃 −𝑠𝑖𝑛𝜃 𝑥′ 𝑥 𝑥′
(12.3) (𝑦) = ( ) ( ) atau (𝑦) = 𝐶 ( ) .
𝑠𝑖𝑛𝜃 𝑐𝑜𝑠𝜃 𝑦′ 𝑦′

Menurut (9.11) transpos dari (12.3) adalah

(𝑥 𝑦) = (𝑥′ 𝑐𝑜𝑠𝜃 𝑠𝑖𝑛𝜃


(12.4) 𝑦′) ( ) atau
−𝑠𝑖𝑛𝜃 𝑐𝑜𝑠𝜃

(𝑥 𝑦) = (𝑥′ 𝑦′)𝐶 𝑇 = (𝑥′ 𝑦′)𝐶 −1

karena C adalah matriks ortogonal. Subsitusi (12.3) dan (12.4) ke dalam


(12.2), kita mendapatkan

𝑥′
(12.5) (𝑥′ 𝑦′)𝐶 −1 𝑀𝐶 ( ) = 𝐾
𝑦′

Jika C adalah matriks diagonalnya M, maka (12.5) adalah persamaan dari


irisan kerucut relatif terhadap sumbu utamanya.

Contoh 1. Carilah irisan kerucutnya

(12.6) 5𝑥 2 − 4𝑥𝑦 + 2𝑦 2 = 30 .

93
Dalam bentuk matriks dapat ditulis

𝑥
(12.7) (𝑥 𝑦) ( 5 −2) ( ) = 30.
−2 2 𝑦

Kita memiliki matriks yang sama

5 −2
𝑀=( ),
−2 2

yang nilai eigennya kita temukan pada Bagian 11. Di bagian itu kita
menemukan C seperti ini

1 0
𝐶 −1 𝑀𝐶 = 𝐷 = ( ).
0 6

Kemudian persamaan (12.5) dari irisan kerucut relatif terhadap sumbu


utama adalah

1 0 𝑥′
(12.8) (𝑥′ 𝑦′) ( ) ( ) = 𝑥′2 + 6𝑦′2 = 30.
0 6 𝑦′

Amati bahwa mengubah urutan 1 dan 6 di D akan memberikan


6𝑥′2 + 𝑦′2 = 30 persamaan baru dari elips sebagai ganti (12.8). Bilangan
ini sederhana untuk menukar tempat sumbu 𝑥′ dan 𝑦′.
Dengan membandingkan matriks C dari satuan vektor eigen pada
(11.10) dengan matriks rotasi dalam (11.14), kita melihat bahwa sudut rotasi
𝜃 (Gambar 11.3) dari sumbu awal (𝑥 , 𝑦) ke sumbu utama(𝑥 ′ , 𝑦′) adalah
1
(12.9) 𝜃 = 𝑎𝑟𝑐 𝑐𝑜𝑠 .
√5

Perhatikan bahwa dalam menulis persamaan irisan kerucut dalam


bentuk matriks (12.2) dan (12.7), kita membagi suku 𝑥𝑦 secara merata
antara dua elemen nondiagonal dari matriks; ini membuat M simetris.
Mengingat (akhir bagian 11) bahwa M dapat didiagonalkan oleh persamaan
transformasi 𝐶 −1 𝑀𝐶 dengan C sebuah orthogonal matriks (yaitu, oleh rotasi
sumbu) jika dan hanya jika M adalah simetris. Kita memilih M simetris
(dengan memisahkan suku xy menjadi dua) untuk membuat proses kita
bekerja.
94
Meskipun untuk persamaan kita telah bekerja dalam dua dimensi,
ide yang sama berlaku untuk tiga (atau lebih) dimensi (yaitu, tiga variabel
atau lebih). Seperti yang telah dikatakan (Bagian 10), meskipun kita hanya
dapat menggambarkan tiga koordinat dalam ruang fisik, sangat mudah
untuk menggunakan terminologi geometri yang sama meskipun jumlah
variabelnya lebih besar dari tiga. Jadi jika kita mendiagonalkan matriks
apapun, kita masih menggunakan istilah nilai eigen, vektor eigen, sumbu
utama, rotasi sumbu utama, dll.
Contoh 2. Rotasikan ke sumbu utama kuadrat

𝑥 2 + 6𝑥𝑦 − 2𝑦 2 − 2𝑦𝑧 + 𝑧 2 = 24.

Persamaan ini dalam bentuk matriks adalah

1 3 0 𝑥
(𝑥 𝑦 𝑧) (3 −2 −1) (𝑦) = 24.
0 −1 1 𝑧

Persamaan karakteristik dari matriks ini adalah

1−λ 3 0
| 3 −2 − λ −1 | = 0 = −λ3 + 13λ − 12
0 −1 1−λ

= −(λ − 1)(λ + 4)(λ − 3).

Karakteristik nilainya adalah

λ = 1, λ = - 4, λ=3
Relatif terhadap sumbu utama (𝑥’, 𝑦’, 𝑧’) persamaan kuadrat menjadi
1 0 0 𝑥′
(𝑥’, 𝑦’, 𝑧’) (0 −4 0) (𝑦 ′ ) = 24 .
0 0 3 𝑧′
atau
𝑥 ′2 − 4𝑦 ′2 + 3𝑧 ′2 = 24.
Dari persamaan ini kita dapat mengidentifikasi persamaan kuadrat
(hiperboloid dari satu lembar) dan membuat sketsa bentuk dan ukurannya
menggunakan sumbu (𝑥’, 𝑦’, 𝑧’) tanpa menemukan hubungannya dengan

95
sumbu asalnya (𝑥, 𝑦, 𝑧). Bagaimanapun, jika kita ingin mengetahui
hubungan antara dua sumbu, kita mendapati matriks C dengan cara berikut.
Ingatlah pada Bagian 11 bahwa C adalah matriks yang kolomnya
merupakan komponen dari satuan vektor eigen. Salah satu vektor eigen
dapat ditemukan dengan mensubstitusi nilai eigen λ = 1 ke dalam persamaan
1 3 0 𝑥 λ𝑥
(3 −2 −1) (𝑦) = (λ𝑦)
0 −1 1 𝑧 λ𝑧
Dan memecahkan x, y, z. Kemudian ix + jy + kz adalah sebuah vektor eigen
yang berhubungan dengan λ = 1, dan dengan membaginya dengan besarnya
kita dapatkan sebuah satuan vektor eigen (soal 8). Ulangi cara ini untuk
setiap nilai λ, kita dapat mengikuti tiga satuan vektor eigen
1 3
( , 0, ) Saat λ = 1;
√10 √10
−3 5 1
( , , ) Saat λ = -4;
√35 √35 √35
−3 −2 1
( , , ) Saat λ = 3
√14 √14 √14

Maka rotasi dari matriks C adalah


1 −3 −3
√10 √35 √14
5 −2
𝐶= 0
√35 √14
3 1 1
(√10 √35 √14)
Angka-angka di dalam C merupakan kosinus dari sembilan sudut antara
sumbu (x, y, z) dan (𝑥’, 𝑦’, 𝑧’). (Bandingkan gambar 11.3 dan diskusikanlah.)
Penerapan fiska dari metode ini terdapat pada pembahasan getaran. Kita
gambarkan ini dengan permasalahan sederhana.
Contoh 3. Temukan karakteristik frekuensi getaran untuk sistem masa dan
pegas yang ditunjukkan pada Gambar 12.1.

Gambar 12.
96
Misalkan x dan y menjadi koordinat dari dua massa saat waktu t relatif pada
posisi setimbangannya, sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 12.1.
Kita ingin menuliskan rumus gerakan (massa kali percepatan = gaya) untuk
dua massa (lihat Bab 2, di akhir bagian 16). Kita hanya dapat menuliskan
gaya dengan memeriksanya seperti yang kita lakukan pada Bab 2, tetapi
untuk persoalan yang lebih rumit itu berguna untuk memperoleh sebuah
metode yang sistematis. Pertama tuliskan energi potensial; untuk pegas ini
1
adalah 𝑉 = 2 𝑘𝑦 2 dimana y adalah tekanan atau perpanjangan pegas dari

panjang setimbangnya. Maka gaya yang diberikan pada massa yang melekat
pada pegas adalah –ky = –dV/dy. Jika V adalah sebuah fungsi dari dua (atau
lebih) variabel, katakan x dan y pada Gambar 12.1 , lalu gaya pada kedua
massa adalah –∂V/∂x dan –∂V/∂y (dan seterusnya untuk variabel yang lebih).
Untuk Gambar 12.1, perpanjangan atau tekanan pada tengah pegas adalah x
1
– y jadi energi potensialnya adalah 2 𝑘(𝑥 − 𝑦)2 . Untuk dua pegas lainnya,
1 1
energi potensialnya adalah 𝑘𝑥 2 dan 𝑘𝑦 2 . Jadi total energi potensial
2 2

adalah

1 1 1
(12.10) 𝑉= 𝑘𝑥 2 + 2 𝑘(𝑥 − 𝑦)2 + 2 𝑘𝑦 2 = k (𝑥 2 − xy + 𝑦 2 ).
2

Pada penulisan rumus gaya cocoknya menggunakan sebuah titik untuk


menunjukkan turunan waktu (sebagaimana yang sering kita gunakan
sebagai dasar untuk mengartikan turunan x). Demikian 𝑥̇ = 𝑑𝑥/𝑑𝑡, 𝑥̈ =
𝑑2 𝑥/𝑑2 𝑡, dan lain-lain. Lalu persamaan dari gerak adalah
𝑚𝑥̈ = −𝜕𝑉/𝜕𝑥 = −2𝑘𝑥 + 𝑘𝑦
(12.11) {
𝑚𝑦̈ = −𝜕𝑉/𝜕𝑦 = 𝑘𝑥 − 2𝑘𝑦
Secara normal atau mode karakteristik dari getaran, getaran x dan y
memiliki frekuensi yang sama. Sebagaimana dalam Bab 2, persamaan
(16.22), kita asumsikan penyelesaian 𝑥 = 𝑥0 𝑒 𝑖𝜔𝑡 , 𝑦 = 𝑦0 𝑒 𝑖𝜔𝑡 , dengan
frekuensi ω yang sama untuk kedua x dan y. [Atau, jika kamu lebih suka,
kita bisa mengganti 𝑒 𝑖𝜔𝑡 dengan sin ωt atau cos ωt atau sin(ωt + α), dan
lain-lain.] Perhatikan bahwa (untuk setiap penyelesaian ini),

97
(12.12) 𝑥̈ = −𝜔2 𝑥, dan 𝑦̈ = −𝜔2 𝑦.
Dengan mensubstitusikan (12.12) ke dalam (12.11), kita memperoleh
(Persoalan 10)
−𝑚𝜔2 𝑥 = −2𝑘𝑥 + 𝑘𝑦
(12.13) {
−𝑚𝜔2 𝑦 = 𝑘𝑥 − 2𝑘𝑦.
Dalam bentuk matriks, persamaan ini adalah
𝑥 2 −1 𝑥 𝑚𝜔 2
(12.14) λ (𝑦) = ( )( ) dengan λ=
−1 2 𝑦 𝑘

Perhatikan bahwa ini adalah suatu persoalan nilai eigen (lihat bagian 11).
Untuk menemukan nilai eigen λ, kita tuliskan
2 − λ −1
(12.15) | |=0
−1 2 − λ
dan memecahkan λ untuk menemukan λ = 1 atau λ = 3. Dengan demikian,
[dengan definisi dari λ pada (12.14)] karakteristik frekuensinya adalah

𝑘 3𝑘
(12.16) 𝜔1 = √𝑚 dan 𝜔2 = √ 𝑚 .

Vektor eigen (tidak dinormalkan) sesuai dengan nilai eigen ini adalah:

(12.17) Untuk λ = 1 ∶ 𝑦 = 𝑥 atau 𝒓 = (1, 1); untuk λ = 3: 𝑦 =


−𝑥 atau 𝐫 = (1, −1).

Jadi pada frekuensi 𝜔1 (dengan y = x), dua massa berosilasi bolak-


balik bersama seperti ini →→ lalu seperti ini ←←. Pada frekuensi 𝜔2
(dengan 𝑦 = −𝑥) mereka berosilasi kearah berlawanan seperti ini ←→ lalu
seperti ini →←. Keduanya adalah cara-cara sederhana dimana sistem dapat
bergetar, masing-masing hanya melibatkan satu frekuensi getaran, disebut
mode karakteristik getaran (atau normal); frekuensi yang sesuai disebut
karakteristik frekuensi (atau normal) dari sistem.
Soal yang baru saja kita lakukan menunjukan metode penting yang
dapat digunakan dalam banyak aplikasi yang berbeda. Ada banyak contoh
soal getaran dibidang fisika−dalam akustik. Getaran dari senar alat musik,
bagian ujung drum, udara di badan pipa atau di ruangan; dalam mekanika
dan teknik pengaplikasiannya: getaran sistem mekanis sepanjang dari
98
pendulum sederhana sampai struktur rumit seperti jembatan dan peseta
terbang; dalam listrik: getaran gelombang radio, arus listrik dan tegangan
seperti pada radio yang disetel; dan lainnya. Dalam masalah seperti ini,
seringkali berguna untuk mencari karakter sistem frekuensi getaran dalam
perhitungan dan karakteristik mode getaran.
Contoh 4. Dalam contoh 3 dan gambar 12.1, dua massa yang sama besar
dan semua konstanta pegas yang sama. Mengubah konstanta pegas ke nilai
yang berbeda tidak meyebabkan masalah tetapi ketika massanya berbeda,
ada kemungkinan kesulitan yang ingin kita bahas. Perhitungkan sebuah
susunan massa dan pegas seperti gambar 12.1 tetapi dengan massa dan
konstanta pegas berikut: 2k, 2m, 6k, 3m, 3k. Kita ingin mencari karakteristik
frekuensi dan mode getaran. Berikut cara kita pada contoh 3, kita menulis
energi potensial V, mencari gaya, menuliskan persamaan gerak, dan
mensubstitusi 𝑥̈ = −𝜔2 𝑥, dan 𝑦̈ = −𝜔2 𝑦, dalam rangka untuk mencari
karakteristik frekuensi. (Lakukan secara rinci: Soal 11.)
1 1 1 1
(12.18) 𝑉 = 2𝑘𝑥 2 + 2 6𝑘(𝑥 − 𝑦)2 + 2 3𝑘𝑦 2 = 2 𝑘(8𝑥 2 − 12𝑥𝑦 + 9𝑦 2 )
2

2𝑚𝑥̈ = −𝜕𝑉⁄𝜕𝑥 , −2𝑚𝜔2 𝑥 = −𝑘(8𝑥 − 6𝑦),


(12.19) { atau {
3𝑚𝑦̈ = −𝜕𝑉⁄𝜕𝑦 , −3𝑚𝜔2 𝑦 = −𝑘(−6𝑥 + 9𝑦).

Selanjutnya bagi setiap persamaan dengan besarannya dan tulis persamaan


dalam bentuk matriks.

𝑥 𝑘 4 −3 𝑥
(12.20) 𝜔2 (𝑦) = 𝑚 ( ) (𝑦).
−2 3

Dengan λ = 𝑚𝜔2 /𝑘, nilai eigen dari matriks persegi adalah λ = 1 dan λ =
6. Demikian karakteristik frekuensi getaran adalah

𝑘 6𝑘
(12.21) 𝜔1 = √𝑚 dan 𝜔2 = √ 𝑚 .

Vektor Eigen yang sesuai adalah:

(12.22) Untuk λ = 1: 𝑦 = 𝑥 atau 𝒓 = (1, 1); untuk λ = 6: 3𝑦 = −2𝑥


atau 𝒓 = (3, −2).
99
Jadi pada frekuensi 𝜔1, dua massa berosilasi bolak-balik bersama-sama
dengan amplitudo sama seperti ini ←← dan kemudian seperti ini →→. Pada
frekuensi 𝜔2 dua massa berosilasi kearah yang berlawanan dengan
amplitudo dalam rasio 3 sampai 2 seperti ini ←→ dan kemudian seperti ini
→←.
Sekarang sepertinya kita telah memecahkan soal; dimana kesulitannya?
Perhatikan bahwa matriks persegi di (12.20) tidak simetris [dan bandingkan
dengan (12.14) dimana matriks persegi adalah simetris]. Dalam Bagian 11
kita membahas fakta bahwa (untuk matriks real) hanya matriks simetris
yang memiliki vektor eigen ortogonal dan dapat didiagonalkan oleh
transformasi ortogonal. Disini perhatikan bahwa vektor eigen dalam Contoh
3 adalah ortogonal [produk skalar dari (1, 1) dan (1, −1) adalah nol] tetapi
vektor eigen untuk (12.20) bukan ortogonal [produk skalar (1, 1) dan (3, −2)
bukan nol]. Jika kita ingin vektor eigen ortogonal, kita dapat membuat
perubahan variabel (lihat juga Contoh 6)
(12.23) 𝑋 = 𝑥√2, 𝑌 = 𝑦√3,

dimana konstantanya adalah akar kuadrat dari faktor numerik dalam


besaran 2m dan 3m. (Perhatikan bahwa secara geometri ini hanya perubahan
bilangan ke skala yang berbeda sepanjang dua sumbu, bukan untuk rotasi).
Kemudian (12.20) menjadi

𝑋 𝑘 4 −√6 𝑋
(12.24) 𝜔2 ( ) = 𝑚 ( ) ( ).
𝑌 −√6 3 𝑌

Dengan inspeksi kita melihat bahwa persamaan karakteristik untuk


matriks persegi pada (12.24) sama dengan persamaan karakteristik (12.20)
sehingga nilai eigen dan karakteristik frekuensi adalah sama seperti
sebelumnya (karena harus dengan alasan fisik). Namun matriks (12.24)
adalah simetris dan yang kita ketahui bahwa vektor eigennya adalah
ortogonal. Dengan substitusi langsung (12.23) ke dalam (12.22), [atau
dengan memecahkan ke vektor eigen dalam matriks (12.24)] kita
menemukan vektor eigen dalam koordinat X, Y:
100
(12.25) Untuk λ = 1: R = (X, Y) = (√2, −√3); untuk λ = 6: R =

(3√2, 2√3).

Seperti yang diharapkan, vektor Eigen ini bersifat ortogonal.

Contoh 5. Mari kita hitung model molekul triatomic linear yang kita
perkirakan gaya antara atom-atom yang disebabkan oleh gaya pada pegas.
(Gambar 12.2)

Gambar 12.2

Seperti dalam Contoh 3, buatlah x, y, z menjadi koordinat dari tiga massa


relatif terhadap posisi kesetimbangannya. Kita ingin mencari karakteristik
frekuensi getaran dari molekul. Mengikuti pekerjaan kita pada Contoh 3 dan
4, kita menemukan (Soal 12)

Melihat pengerjaan di Contoh 3 dan 4, kami menemukan (masalah 12)

1 1 1
(12.26) 𝑉 = 2 𝑘(𝑥 − 𝑦)2 + 2 𝑘(𝑦 − 𝑧)2 = 2 𝑘(𝑥 2 + 2𝑦 2 + 𝑧 2 − 2𝑥𝑦 − 2𝑦𝑧),
𝜕𝑉
𝑚𝑥̈ = − = −𝑘(𝑥 − 𝑦)
𝜕𝑥
𝜕𝑉
𝑚𝑦̈ = − = −𝑘(2𝑦 − 𝑥 − 𝑧)
𝜕𝑦
𝜕𝑉
{ 𝑚𝑧̈ = − = −𝑘(𝑧 − 𝑦)
𝜕𝑧

atau

−𝑚𝜔2 𝑥 = −𝑘(𝑥 − 𝑦)
(12.27) {−𝑀𝜔2 𝑦 = −𝑘(2𝑦 − 𝑥 − 𝑧)
−𝑚𝜔2 𝑧 = −𝑘(𝑧 − 𝑦)

Kami akan mempertimbangkan beberapa cara berbeda untuk


memecahkan masalah ini untuk mempelajari beberapa teknik yang dapat

101
digunakan. Pertama-tama, jika kita menambahkan tiga persamaan yang kita
dapatkan

( 12.28) 𝑚𝑥̈ + 𝑀𝑦̈ + 𝑚𝑧̈ = 0

Secara fisik (12.28) mengatakan bahwa pusat massa sedang berhenti


atau bergerak dengan kecepatan konstan (artinya memiliki akselerasi nol).
Selama kita tidak menghiraukan padagetaran yang terjadi, mari kita
asumsikan bahwa pusat massa berhenti pada titik awal. Kemudian kita
memiliki mx + My + mz = 0. Memecahkan persamaan ini untuk y yang
berikan
𝑚
(12.29) 𝑦= (𝑥 − 𝑧)
𝑀

Substitusikan (12.29) ke dalam set persamaan kedua di (12.27) untuk


mendapatkan persamaan z dan x

𝑚 𝑚
(12.30) −𝑚𝜔2 𝑥 = −𝑘 (1 + 𝑀 ) 𝑥 − 𝑘 𝑀 𝑧,

𝑚 𝑚
−𝑚𝜔2 𝑧 = −𝑘 𝑥 − 𝑘 (1 + ) 𝑧,
𝑀 𝑀

Pada persamaan matriks (12.30) maka menjadi sebanding (12 14)


𝑚 𝑚
1+𝑀 𝑚𝜔 2
(12.31) 𝜆 (𝑦𝑥 ) = ( 𝑚
𝑀 𝑥
𝑚) (𝑦) 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝜆=
1+𝑀 𝑘
𝑀

Kami memecahkan masalah nilai eigen ini untuk menemukan

𝑘 𝑘 2𝑚
(12.32) 𝜔1 = √𝑚 , 𝜔2 = √𝑚 (1 + )
𝑀

Untuk 𝜔1 kita menemukan 𝑧 = −𝑥. dan akibatnya,dari (12.29), y= 0 –


−2𝑚
Untuk 𝜔2 kita menemukan 𝑧 = 𝑥 sehingga 𝑦 = 𝑥. Jadi pada
𝑀

frekuensi 𝜔1, pusat massa M sedang berhenti dan dua massa m bergetar
dalam arah yang berlawanan seperti ini ← 𝑚 𝑀 𝑚 → dan kemudian seperti
ini 𝑚 → 𝑀 ← 𝑚 Pada frekuensi yang lebih tinggi 𝜔2 massa pusat M

102
bergerak dalam satu arah sementara dua massa m bergerak ke arah yang
berlawanan, pertama seperti ini 𝑚 →← 𝑀 𝑚 →kemudian seperti ini ←
𝑚 𝑀 →← 𝑚 .

Sekarang anggaplah bahwa kita belum memikirkan tentang menghilangkan


gerakan translasi dan telah mengatur masalah ini sebagai 3 masalah variabel
Mari kita kembali ke bagian kedua persamaan dalam (12.27), dan membagi
persamaan x dan z dengan m dan persamaan y oleh M. Kemudian dalam
bentuk matriks persamaan ini dapat dituliskan sebagai

𝑥 1 −1 0 𝑥
2 𝑘 −𝑚 2𝑚 −𝑚
(12.33) 𝜔 (𝑦) = 𝑚 ( 𝑀 𝑀 𝑀
) ( 𝑦).
𝑧 0 −1 1 𝑧

Dengan 𝜆 = 𝑚𝜔2 /𝑘 nilai eigen dari matriks persegi adalah 𝜆 = (0,1,1) +


2𝑚
dan vektor eigen yang sesuai adalah (periksa ini)
𝑀

(12.34) untuk 𝜆 = 0, 𝑟 = (1,1,1);

Untuk 𝜆 = 1, 𝑟 = (1,0, −1);

2𝑚 2𝑚
Untuk 𝜆 = 1 + , 𝑟 = (1, − , 1) ;
𝑀 𝑀

Kita ketahui 𝜆 = 0 sebagai solusi yang berhubungan dengan


translasi karena 𝜔 = 0 (jadi tidak ada getaran), dan karena r = (1,1,1)
mengatakan bahwa setiap gerakan adalah sama untuk semua tiga massa.
Dua mode getaran lainnya sama dengan yang kami miliki sebelumnya.
Kami mencatat bahwa matriks kuadrat pada (12.33) tidak simetris dan,
seperti yang diharapkan, vektor eigen dalam (12.34) bukan himpunan
ortogonal. Namun, dua terakhir (yang berhubungan dengan getaran) adalah
orthogonal jadi jika kita hanya tertarik pada mode getaran kita dapat
mengabaikan vektor eigen pada translasi. Jika kita ingin memperhatikan
semua gerakan molekul sepanjang porosnya (baik translasi dan getaran),
dan menginginkan rangkaian vektor eigen ortogonal, kita dapat membuat
perubahan variabel yang dibahas dalam Contoh 4, yaitu
103
𝑀
(12.35) 𝑋=𝑥 𝑌 = 𝑦√𝑚 𝑍=𝑧
Kemudian vektor eigen menjadi

𝑀 𝑀
(12.36) (1, √𝑚 , 1), ( 1,0, −1), (1, −2√𝑚 , 1)

yang merupakan himpunan ortogonal. Vektor eigen pertama (yang


berhubungan dengan translasi) mungkin tampak membingungkan. Terlihat
seolah-olah massa pusat M tidak bergerak dengan yang lain (sebagaimana
mestinya untuk translasi murni). Tetapi ingatlah dari Contoh 4 bahwa
perubahan variabel seperti (12.23) dan (12.35) sesuai dengan perubahan
skala, sehingga dalam sistem 𝑋𝑌𝑍 kita tidak menggunakan tongkat
pengukur yang sama untuk menemukan posisi pusat massa seperti untuk
dua massa lainnya. . Pergeseran fisik sebenarnya semua sama

Contoh 6. Mari kita memperhatikan kembali Contoh 4 kembali untuk


menggambarkan bentuk yang sangat ringkas untuk persamaan nilai eigen.
Yakinkan diri Anda (Soal 13) bahwa kita dapat menulis energi potensial V
dalam (12.18) sebagai

1 8 −6
(12.37) 𝑉 = 2 𝑘𝑟 𝑇 𝑉𝑟 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎 𝑉=( ) , 𝑟 = (𝑦𝑥 ) , 𝑟 𝑇 = (𝑥, 𝑦)
−6 9
1
Demikian pula energi kinetik T = 2 (2𝑚𝑥̇ 2 + 2𝑚𝑦̇ 2 ) dapat ditulis sebagai

1 2 0
(12.38) 𝑇 = 2 𝑚𝑟̇ 𝑇 𝑇𝑟̇ di mana 𝑉=( ) , 𝑟̇ = (𝑦̇𝑥̇ ) , 𝑟̇ 𝑇 = (𝑥̇ , 𝑦̇ )
0 3

(Perhatikan bahwa matriks T adalah diagonal dan merupakan matriks satuan


ketika massanya setara; jika tidak T memiliki faktor massa sepanjang
diagonal utama dan nol di tempat lain.) Sekarang menggunakan matriks T
dan V, kita dapat menulis persamaan dari gerak (12,19) sebagai

2 0 𝑥 8 −6 𝑥
𝑚𝜔2 ( ) (𝑦) = 𝑘 ( )( ) atau
0 3 −6 9 𝑦

𝑚𝜔 2
(12.39) 𝜆𝑇𝑟 = 𝑉𝑟 dimana 𝜆= .
𝑘

104
Kita dapat menganggap (12.39) sebagai persamaan nilai eigen dasar. Jika T
adalah matriks satuan, maka kita hanya memiliki λr = Vr seperti pada
(12.14). Jika tidak, maka kita dapat mengalikan (12.39) dengan 𝑇 −1 untuk
mendapatkan

(12.40) 𝜆𝑟 = 𝑇 −1 𝑉𝑟 = (1/2 0
0 1/3
8 −6
) (−6 9
4 −3
)𝑟 = (−2 3
) (𝑦𝑥 )

seperti pada (12.20). Bagaimanapun, kita lihat bahwa matriks ini tidak
simetris dan maka vektor eigen tidak akan ortogonal. Jika kita ingin vektor
eigen menjadi ortogonal seperti pada (12.23), kita memilih variabel baru
sehingga matriks T adalah matriks satuan, yaitu variabel X dan Y sehingga

1 1
(12.41) 𝑇 = 2 (2𝑚𝑥̇ 2 + 3𝑚𝑦̇ 2 ) = 2 𝑚(𝑋̇ 2 + 𝑌̇ 2 ).

Tetapi cara ini yang kita inginkan 𝑋 2 = 2𝑥 2 dan 𝑌 2 = 3𝑦 2 seperti dalam


(12.33), atau dalam bentuk matriks

𝑋 𝑥√2 0 𝑥
𝑅=( )=( ) = (√2 ) ( ) = 𝑇 1/2 𝑟
𝑌 𝑦√3 0 √3 𝑦
atau

0 𝑋
(12.42) 𝑟 = 𝑇 −1/2 𝑅 = (1/√2 ) ( ).
0 1/√3 𝑌

Substitusi (12.42) ke (12.39), kita dapatkan 𝜆𝑇𝑇 −1/2 𝑅 = 𝑉𝑇 −1/2 𝑅.


Kemudian kalikan di sebelah kiri dengan 𝑇 −1/2 dan catat bahwa
𝑇 −1/2 𝑇𝑇 −1/2 = 1, kita mempunyai

(12.43) 𝜆𝑅 = 𝑇 −1/2 𝑉𝑇 −1/2 𝑅

sebagai persamaan nilai eigen dalam hal variabel-variabel baru X dan Y.


Mensubstitusi 𝑇 −1/2 dari (12.42) ke (12.43) memberikan hasil yang kita
miliki pada (12.24).
Kita hanya menunjukkan bahwa (12,39) dan (12,43) memberikan bentuk
padat dari persamaan nilai eigen untuk Contoh 4. Namun, sangat mudah
untuk menunjukkan bahwa persamaan ini hanyalah ringkasan padat dari
105
persamaan gerak untuk setiap masalah getaran serupa, dalam jumlah
variabel, hanya dengan menulis matriks energi potensial dan kinetik dan
membandingkan persamaan gerak dalam bentuk matriks.
Contoh 7. Temukan frekuensi karakteristik dan karakteristik mode getaran
untuk sistem massa dan pegas yang ditunjukkan pada Gambar 12.3, di mana
gerakan berada di sepanjang garis vertikal.
Mari gunakan metode yang disederhanakan dari Contoh 6 untuk masalah
ini. Pertama tama kita tulis ungkapan untuk energi kinetik dan energi
potensial seperti pada contoh sebelumnya. (Perhatikan dengan seksama
bahwa kita mengukur x dan y dari posisi kesetimbangan massa ketika
mereka tergantung pada tumpuan; maka gaya gravitasi sudah seimbang dan
energi potensial gravitasi tidak muncul dalam ekspresi untuk V.)
1
(12.44) 𝑇 = 2 𝑚(4𝑥̇ 2 + 𝑦̇ 2 ),
1 1
𝑉 = 2 𝑘[3𝑥 2 + (𝑥 − 𝑦)2 ] = 2 𝑘(4𝑥 2 −

2𝑥𝑦 + 𝑦 2 ).
Matriks yang terkait adalah [lihat persamaan (12.37) dan
(12.38)]:
4 0 4 −1
(12.45) 𝑇=( ), 𝑉 = ( )
0 1 −1 1
Seperti dalam persamaan (12.40), kita menemukan T-1V
dan nilai eigen dan vektor eigennya.
1/4 0 4 −1 1 −1/4
𝑇 −1 𝑉 = ( )( )=( ),
0 1 −1 1 −1 1 Gambar 12.3
2
𝑚𝜔 1 3
𝜆= = , .
𝑘 2 2
𝑘 3𝑘
(12.46) untuk 𝜔 = √2𝑚 , 𝑟 = (1, 2); untuk 𝜔 = √2𝑚 ,

𝑟 = (1, −2).

Seperti yang diharapkan (karena 𝑇 −1 V tidak simetris), vektor eigennya


tidak ortogonal. Jika kita ingin vektor eigen ortogonal, kita membuat
perubahan variabel 𝑋 = 2𝑥, 𝑌 = 𝑦, untuk menemukan vektor eigen 𝑹 =
106
(1, 1) dan 𝑹 = (1, −1) yang orthogonal. Kemungkinan lainnya, kita dapat
menemukan matriks 𝑇 −1/2 𝑉𝑇 −1/2
1/2 0 4 −1 1/2 0 1 −1/2
(12.47) ( )( )( )=( ),
0 1 −1 1 0 1 −1/2 1

dan menemukan nilai eigen dan vektor eigennya.

13. PENGENALAN SINGKAT MENGENAI HIMPUNAN


Kita tidak akan pergi terlalu jauh ke dalam teori himpunan— ada
banyak buku tentang masalah ini serta pada aplikasinya dalam fisika. Tetapi
karena begitu banyak gagasan maka kita berdiskusi dalam bab ini, menarik
untuk dibahas sekilas.
Contoh 1. Pikirkan tentang empat angka ± 1, ± i. Perhatikan bahwa disini
tidak memperdulikan perkalian dan pangkat yang kita hitung, kita tidak
pernah mendapatkan angka selain empat ini. Ciri ini dari elemen dengan
hukum kombinasi yang disebut pengakhiran. Sekarang pikirkan tentang
angka-angka yang ditulis dalam bentuk polar : eiπ / 2, eiπ, e3iπ / 2, e2iπ =
1, atau rotasi yang sesuai dari vektor (dalam bidang xy dengan bagian
belakang pada titik asal), atau kumpulan matriks rotasi sesuai dengan rotasi
90 berturut-turut dari sebuah vektor (Masalah 1). Perhatikan juga bahwa
angka-angka ini adalah empat akar keempat dari 1, jadi kita dapat
menuliskannya sebagai A, A2, A3, A4 = 1. Semua bagian ini adalah contoh
himpunan , atau lebih tepatnya, mereka semua representasi dari kelompok
yang sama yang dikenal sebagai siklik kelompok denngan orde 4. Kami
akan sangat tertarik pada kelompok-kelompok matriks, yaitu, dalam
representasi matriks himpunan, karena ini sangat penting dalam aplikasi.
Sekarang apa itu himpunan?
Definisi himpunan Himpunan A adalah seperangkat elemen {A, B, C, ···}
—yang mungkin menjadi angka, matriks, operasi (seperti rotasi di atas) -
bersama dengan hukum kombinasi dua elemen (sering disebut "hasil" dan
ditulis sebagai AB — lihat diskusi di bawah) pada empat kondisi berikut.
1. Penutupan: Kombinasi dari dua unsur adalah unsur dari himpunan.

107
2. Hukum Asosiatif: Hukum kombinasi memenuhi hukum asosiatif: (AB) C
= A (BC).
3. unsur unit: Ada unsur unit I dengan properti yang IA = AI = A
4. kebalikan: Setiap elemen dari suatu himpunan memiliki kebalikan dalam
himpunannya; yaitu, untuk setiap elemen A ada elemen B sehingga AB =
BA = I.
Kita dapat dengan mudah memverifikasi bahwa keempat keadaan ini
terpenuhi untuk golongan ± 1, ± i pada perkalian.
1. Kita telah selesai membahas penutupan.
2. Perkalian angka bersifat asosiatif.
3. Unsur unit adalah 1.
4. Angka-angka i dan − i adalah invers karena hasilnya adalah 1; −1 adalah
kebalikannya sendiri, dan 1 adalah kebalikannya sendiri.
Dengan demikian set ± 1, ± i, pada operasi perkalian, adalah himpunan.
Urutan himpunan bilangan terbatas adalah bilangan dalam himpunan
tersebut. Ketika elemen-elemen dari suatu kelompok ordo n adalah dari
bentuk A, A2, A3, ···, An = 1, ini disebut himpunan siklik. Jadi himpunan ±
1, ± i, pada perkalian, adalah himpunan siklik dari orde 4 seperti yang kami
sebut di atas.
Bagian dari himpunan adalah sub kumpulan yang juga merupakan
himpunan. Semua himpunan, atau elemen unit, disebut bagian himpunan
trivial ; setiap himpunan lain disebut sub himpunan yang tepat. Kelompok
± 1, ± i memiliki sub himpunan yang tepat ± 1.
Hasil, Tabel Perkalian Dalam definisi kelompok dan dalam diskusi sejauh
ini, kami telah menggunakan istilah "hasil" dan telah menulis AB untuk
kombinasi dua elemen. Namun, istilah seperti "hasil" atau "perkalian"
digunakan di sini dalam arti umum untuk merujuk pada apa pun operasi
tersebut untuk menggabungkan bagian himpunan. Dalam aplikasi, unsur-
unsur himpunan seringnya matriks dan operasi perkalian matriks. Dalam
teori grup matematika umum, operasi mungkin, misalnya, penambahan dua
elemen, dan itu terdengar membingungkan untuk mengatakan "hasil" ketika
108
kita mengartikan jumlah! Lihatlah salah satu contoh pertama yang kita
diskusikan, yaitu rotasi vektor dengan sudut π / 2, π, 3π / 2, 2π atau 0. Jika
bagian himpunan adalah matriks rotasi, maka kita mengalikannya, tetapi
jika bagian himpunan adalah sudut-sudutnya, lalu kita tambahkan. Tetapi
untuk masalah fisiknya kedua kasus tersebut sama persis. Jadi ingat bahwa
perkalian himpunan mengacu pada hukum kombinasi untuk himpunan,
bukan hanya untuk perkalian biasa dalam aritmatika.
Tabel perkalian untuk himpunan sangat berguna; persamaan (13.1), (13.2),
dan (13.4) menunjukkan beberapa contoh. Lihatlah (13,1) untuk kelompok
± 1, ± i. Kolom depan dan baris atas (menggabungkan menurut garis)
mencantumkan bagian himpunan. Keenam belas produk yang mungkin dari
unsur-unsur ini ada di bagian dalam meja. Perhatikan bahwa setiap bagian
himpunan muncul tepat satu kali di setiap baris dan di setiap kolom
(Masalah 3). Pada persimpangan baris yang dimulai dengan i dan kolom
yang diawali oleh −i, Anda menemukan hasil (i) (- i) = 1, dan juga untuk
hasil lainnya.
(13.1)

1 𝑖 -1 -𝑖

1 1 𝑖 -1 -𝑖

𝑖 𝑖 -1 -𝑖 1

-1 -1 −𝑖 1 𝑖

−𝑖 −𝑖 1 𝑖 -1

109
Di (13.2) di bawah ini, perhatikan bahwa kamu menambahkan sudut-sudut
seperti yang kita diskusikan di atas. Namun, itu tidak hanya sekadar
menambahkan — ini benar-benar proses yang biasa untuk menambahkan
sudut hingga Anda mendapat 2π dan kemudian memulai kembali dari nol.
Dalam bahasa matematika ini disebut menambahkan (mod 2π) dan kami
menulis π / 2 + 3π / 2 ≡ 0 (mod 2 π). Jam pada jam biasa menambahkan
dengan cara yang sama. Jika jam 10 dan kemudian 4 jam berlalu, jam
menunjukkan jam 2 siang. Kami menulis 10 + 4≡2 (mod 12). (Lihat
Masalah 6 dan 7 untuk lebih banyak contoh. (13.2)

0 π/2 π 3π/2
0 0 π/2 π 3π/2
π/2 π/2 π 3π/2 0
Π Π 3π/2 0 π/2
3π/2 3π/2 0 π/2 Π
Dua himpunan disebut isomorfik jika tabel perkalian mereka identik kecuali
untuk nama yang kita lampirkan pada bagian-bagian [bandingkan (13.1) dan
(13.2)]. Jadi semua himpunan bagian 4 yang telah kita diskusikan sejauh ini
adalah isomorfik satu sama lain, yaitu, mereka benar-benar semua
himpunan yang sama. Namun, ada dua himpunan urutan yang berbeda 4,
kelompok siklik yang telah kita diskusikan, dan himpunan lain yang disebut
himpunan ke 4 (lihat Soal 4).

Himpunan Simetri Segitiga Sama Sisi. mengingat


tiga atom identik di sudut-sudut segitiga sama sisi
dalam bidang xy, dengan pusat segitiga di asalnya
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 13.1. Rotasi
dan bayangan vektor apa di bidang xy (seperti dalam
Bagian 7) akan menghasilkan susunan atom yang Gambar 13.1
identik? Dengan melihat Gambar 13.1, kita melihat
bahwa ada tiga kemungkinan rotasi: 0◦, 120◦, 240◦,
dan tiga bayangan yang memungkinkan, melalui tiga
110
garis F, G, H (garis sepanjang ketinggian segitiga).
Pikirkan untuk memindahkan hanya segitiga (yaitu
atom), meninggalkan sumbu dan garis F, G, H
perbaiki di latar belakang. Seperti dalam Bagian 7,
kita dapat menulis matriks rotasi 2 atau 2 atau refleksi
untuk masing-masing dari enam transformasi ini dan
mengatur tabel perkalian untuk menunjukkan bahwa
mereka membentuk himpunan urutan 6.himpunan ini
disebut himpunan simetri segitiga sama sisi . Kami
menemukan (Soal 8)
Identitas, rotasi 0o 1 0
I=( )
0 1
Rotasi 120o
A = 2 (−1 −√3)
1
√3 −1
Rotasi 240o
B = 2 ( −1 √3 )
1
−√3 −1
(13.3) bayangan melalui garis F (sumbu −1 0
F=( )
0 1
y)
bayangan melalui garis G
G=2( 1 −√3)
1
−√3 −1
bayangan melalui garis H
H = 2 ( 1 √3 )
1
√3 −1
Tabel Perkalian kelompok adalah

I A B F G H
I I A B F G H
A A B I G H F
(13.4) B B I A H F G
F F H G I B A
G G G H A I B
H H F F B A I
Perhatikan di sini bahwa GF = A, tetapi FG = B, tidak mengherankan karena
kami tahu bahwa matriks tidak selalu berubah. Dalam teori grup, jika setiap

111
dua elemen grup melakukan perjalanan, grup tersebut disebut Abelian.
Contoh-contoh kelompok kami sebelumnya semuanya adalah Abelian,
tetapi kelompok dalam (13.4) bukanlah Abelian.
Ini hanyalah salah satu contoh dari kelompok simetri. Teori grup sangat
penting dalam aplikasi karena menawarkan cara sistematis menggunakan
simetri masalah fisik untuk menyederhanakan solusi. Seperti yang telah kita
lihat, kelompok dapat diwakili oleh set matriks, dan ini banyak digunakan
dalam aplikasi.
Elemen Konjugasi, Kelas, Karakter Dua elemen grup A dan B disebut
elemen konjugasi jika ada elemen grup C sehingga C − 1AC = B. Dengan
membiarkan C berturut-turut satu elemen grup setelah yang lain, kita dapat
menemukan semua elemen grup berkonjugasi. ke A. Kumpulan elemen
konjugat ini disebut kelas. Ingat dari Bagian 11 bahwa jika A adalah matriks
yang menggambarkan transformasi (seperti rotasi atau semacam pemetaan
ruang ke dirinya sendiri), maka B = C − 1AC menggambarkan pemetaan
yang sama tetapi relatif terhadap rangkaian sumbu yang berbeda (berbeda
dasar). Dengan demikian semua elemen kelas benar-benar menggambarkan
pemetaan yang sama, hanya relatif terhadap basis yang berbeda.
Contoh 2. Temukan kelas untuk kelompok di (13,3) dan (13,4). Kami
menemukan unsur-unsur berkonjugasi ke F sebagai berikut [gunakan (13,4)
untuk menemukan invers dan hasil]:

I-1FI = F;
A-1FA = BFA = BH = G;
(13.5) B-1FB = AFB = AG = H;
F-1FF = F;
G-1FG = GFG = GB = H;
H-1FH = HFH = HA = G.
Perhatikan di sini bahwa GF = A, tetapi FG = B, tidak mengherankan karena
kami tahu bahwa matriks tidak selalu berubah. Dalam teori grup, jika setiap
dua elemen grup melakukan pertukaran, grup tersebut disebut Abelian.
Semua contoh sebelumnya adalah abelian, tetapi kelompok dalam (13.4)
112
bukanlah Abelian. Ini hanyalah salah satu contoh dari kelompok simetri.
Teori grup sangat penting dalam aplikasi karena menawarkan cara
sistematis menggunakan simetri masalah fisik untuk menyederhanakan
solusi. Seperti yang telah kita lihat, kelompok dapat diwakili oleh set
matriks, dan ini banyak digunakan dalam aplikasi.
Ingat dari (9.13) dan Soal 11.10 bahwa sisa matriks (jumlah elemen
diagonal) tidak diubah oleh transformasi kesamaan. Jadi semua matriks
kelas memiliki sisa yang sama. Amati bahwa ini benar untuk kelompok
(13.3): Matriks x memiliki sisa = 2, A dan B memiliki sisa = −1/2 − 1/2 =
−1, dan F, G, dan H memiliki sisa = 0. Dalam hubungan ini, tanda matriks
disebut karakternya, jadi kita melihat bahwa semua matriks kelas memiliki
karakter yang sama. Juga perhatikan bahwa kita dapat menulis matriks
(13.3) dalam (tanpa batas) banyak cara lain dengan memutar sumbu
referensi, yaitu dengan melakukan transformasi kesamaan. Tetapi karena
transformasi kesamaan tidak mengubah tanda, yaitu karakter, kita sekarang
memiliki nomor yang melekat pada setiap kelas yang tidak bergantung pada
pilihan khusus sistem koordinat (basis). Kelas dan karakter yang terkait
sangat penting dalam aplikasi teori grup.
Satu lagi angka penting di sini, dan itu adalah dimensi representasi. Di
(13.3), kita menggunakan 2 dari 2 matriks (2 dimensi), tetapi akan
memungkinkan untuk mengerjakan dalam 3 dimensi. Kemudian, misalnya,
matriks A akan menggambarkan rotasi 120o di sekitar sumbu z dan akan
1 √3
-2 - 2
0
(13.6) √3 1
0
2 2
(0 0 1)
dan matriks-matriks lain dalam (13.3) akan memiliki bentuk yang serupa,
yang disebut blok terdeagonalkan. Tapi sekarang jejak semua matriks
meningkat 1. Untuk menghindari ambiguitas tentang karakter, kita
menggunakan apa yang disebut "representasi tak dapat diperkecil" dalam
menemukan karakter; mari kita bahas ini.

113
Representasi tak dapat diperkecil A 2-dimensi representasi disebut dapat
diperkecil jika semua matriks grup dapat didiagonalkan oleh transformasi
kesamaan transformasi yang sama (yaitu, perubahan dasar yang sama).
Sebagai contoh, matriks dalam Soal 1 dan matriks dalam Soal 4 keduanya
memberikan representasi 2-dimensi yang dapat dikurangi dari kelompok
mereka (lihat Masalah 13, 15, dan 16). Di sisi lain, matriks dalam (13,3)
tidak dapat didiagonalisasi secara simultan (lihat Soal 13), sehingga (13,3)
disebut sebagai representasi 2 dimensi yang tidak dapat diperkecil dari
kelompok simetri segitiga sama sisi. Jika kelompok 3 oleh 3 matriks semua
bisa baik didiagonalisasi atau dimasukkan ke dalam bentuk (13,6) (blok
didiagonalkan) oleh transformasi persamaan kemiripan yang sama, maka
representasi disebut reducible; jika tidak, itu adalah representasi 3-dimensi
pengurangan. Untuk matriks yang lebih besar, bayangkan blok matriks
diagonalkan dengan balok sepanjang diagonal utama yang merupakan
matriks representasi yang tak dapat diperkecilkan.
Dengan demikian kita melihat bahwa setiap representasi terdiri dari
representasi yang tidak dapat kurangi. Untuk setiap representasi yang tak
dapat diperkecilkan, kita menemukan karakter masing-masing kelas. Daftar
tersebut dikenal sebagai tabel karakter, tetapi konstruksinya berada di luar
jangkauan kita.
Kelompok tak hingga Disini kita selidiki beberapa contoh kelompok tak
hingga serta beberapa pasangan yang bukan grup.
(1.37)
(a) Himpunan semua bilangan bulat, positif, negatif, dan nol, di bawah
tambahan biasa, adalah kelompok. Buktinya: Jumlah dua bilangan bulat
adalah bilangan bulat. Penambahan biasa mematuhi hukum asosiatif. Unsur
unit adalah 0. Inversi dari N adalah −N karena N + (- N) = 0.
(b) Pasangan yang sama di bawah perkalian biasa bukan grup karena 0 tidak
memiliki invers. Tetapi jika kita menghilangkan 0, invers dari bilangan
bulat lainnya adalah pecahan yang tidak di dalam pasangan.

114
(c) operasi perkalian biasa, Himpunan dari semua bilangan rasional kecuali
nol, adalah suatu himpunan. Bukti: hasil dari dua bilangan rasional adalah
bilangan rasional. Perkalian biasa adalah asosiatif. Unit elemen adalah 1,
dan invers dari bilangan rasional adalah hanya timbal balik.
Demikian pula, kamu bisa menunjukan bahwa himpunan yang
diikuti adalah himpunan dibawah perkalian biasa (soal 17): semua bilangan
riil kecuali nol, semua bilangan kompleks 𝑟𝑒 𝑖𝜃 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑟 = 1.

(d) pengurangan biasa atau pembagian tidak bisa menjadi operasi himpunan
karena mereka tidak memenuhi hukum asosiatif; contoh, 𝑥 − (𝑦 − 𝑧) ≠
(𝑥 − 𝑦) − 𝑧. (soal 18)

(e) Himpunan dari semua ortogonal 2x2 matriks dibawah perkalian matriks
adalah suatu himpunan disebut O(2). Jika matriks diharuskan untuk menjadi
matriks rotasi, itu adalah mempunyai determinan +1, himpunan tersebut
disebut SO(2) (S berdiri khusus). Demikian pula, himpunan yang diikuti
oleh matriks adalah himpunan dibawah perkalian matriks. Himpunan dari
semua orthogonal 3x3 matriks, disebut O (3); itu disebut subhimpunan SO
(3) dengan determinan = 1; atau hubungan antara himpunan dari matriks
orthogonal dengan banyak dimensi n, disebut O(n) dan SO(n). (masalah 19)
(f) himpunan dari semua unit n x n matriks, n=1,2,3, ..., disebut U(n) adalah
suatu himpunan dibawah perkalian matriks, dan itu disebut sub himpunan
SU(n) unit matriks dengan determinan = 1 disebut juga himpunan. Bukti:
kita mempunyai catatan berulang kali bahwa matriks perkalian adalah
asosiatif dan bahwa himpunan matriks adalah Unit elemen dari suatu
himpunan matriks. Jadi kita hanya butuh memeriksa akhir dan invers. Hasil
dari dua matriks adalah unit (lihat section 9). Jika dua matriks mempunyai
determinan = 1, hasil dari kedua matriks tersebut mempunyai determinan =
1 [lihat persamaan (6.6)]. Invers dari matriks unit adalah unit (lihat masalah
9.25).

115
14. RUANG VEKTOR UMUM
Pada bagian ini kita akan memperkenalkan suatu vektor ruang yang sangat
penting di aplikasi. Ini hanya akan menjadi awal karena topik disini akan
digunakan oleh banyak bab yang akan kamu temukan. Topik umum akan
dipersiapkan secara garis besar yang diperlukan untuk 3 dimensi ruang
vektor (saat kita mendengar syarat untuk suatu himpunan), lalu menunjukan
3 dimensi syarat ruang vektor adalah dipenuhi oleh himpunan seperti fungsi
atau matriks yang mana kita tidak akan berpikir secara umum terhadap
vektor.
Definisi dari ruang vektor. Suatu ruang vektor adalah himpunan dari elemen
{U, V, W, ...} disebut vektor, dengan dengan dua operasi: penambahan
vektor, dan perkalian dari suatu verktor oleh suatu skalar (yang tujuan kami
akan menjadi nyata atau sebuah bilangan kompleks). Dan subjek diikuti:
1. Akhiran : jumlah dari dua vektor adalah vektor di ruang.
2. Penambahan vektor adalah:
a) Komutatif: U+V = V+U
b) Asosiatif: (U+V) + W = U + (V+W)
3. (a) Terdapat vektor nol seperti 0 + V = V + 0 untuksetiap elemen V di
ruang.
(b) setiap elemen V mempunyai penambahan invers (- V) seperti V+ (-
V) = 0
4. Perkalian vektor oleh skalar mempunyai komponen yang diharapkan:
(a) k (U + V) =kU + kV;
(b) (k1 + k2)V = k1V + k2V;
(c) (k1k2) V = k1 (k2V);
(d) 0 .V = 0 dan 1 . V = V
Kamu harus membahas ini dan meyakinkan diri sendiri bahwa semua
itu benar untuk dua dan tiga dimensi ruang vektor biasa. Sekarang mari
lihat bebarapa contoh yang kita tidak biasanya berpikir sebagai vektor,
namun, memenuhi kebutuhan diatas.

116
Contoh 1.Mengingat aturan dari suku banyak berderajat tiga atau
lainnya merupakan bentuk dari fungsi 𝑓(𝑥) = 𝑎0 +𝑎1 𝑥+𝑎2 𝑥 2 + 𝑎3 𝑥 3 .
Apakah ini ruang vektor? Jika demikian, carilah basisnya. Apa yang
dimaksud dimensi dari ruang?

Kita akan membahas persyaratan yang tercantum diatas:

1. Penjumlahan dari dua suku banyak berderajat ≤ 3 merupakan


aturan suku banyak berderajat ≤ 3 dan begitu juga suku lainnya.
2. Penjumlahan dari sifat aljabar adalah komutatif dan asosiatif
3. “vektor nol” merupakan suku banyak dimana semua koefisien
𝑎1 sama dengan 0, dan menambahkannya ke suku banyak yang
lain hanya akan menghasilkan suku banyak lainnya. Invers
aditif dari fungsi 𝑓(𝑥) hanya −𝑓(𝑥), dan −𝑓(𝑥) + 𝑓(𝑥) = 0
sebagaimana yang diperlukan dalam ruang vektor.
4. Semua aturan yang umum hanyalah sesuatu yang kita lakukan
tiap kali saat kita bertemu dengan sifat aljabar.

Akhirnya kita mempunyai ruang vektor! Sekarang mari kita coba


temukan basisnya. Mengingat aturan dari fungsi: {1, 𝑥, 𝑥 2 , 𝑥 3 }. Fungsi
tersebut merentang ruang karena tiap suku banyak berderajat ≤ 3
merupakan kombinasi linear dari fungsi itu sendiri. Kamu dapat dengan
mudah menunjukkan (kasus 1) dengan menghitung menggunakan
{persamaan(8.5) yang menyatakan bahwa persamaan tersebut
merupakan persamaan linear bebas. Oleh sebab itu persamaan tersebut
adalah basisnya, dan karena ada 4 basis vektor, maka dimensi ruangnya
adalah 4

Contoh 2. Mengingat aturan kombinasi linear dari suatu fungsi-fungsi

{𝑒 𝑖𝑥 , 𝑒 −𝑖𝑥 , sin 𝑥, cos 𝑥, 𝑥 sin 𝑥}

Sangat mudah untuk menguji bahwa semua persyaratan di atas terpenuhi


(contohnya pada kasus 1). Untuk mencari basis, kita harus mencari

117
aturan dari fungsi-fungsi linear bebas yang terdapat pada ruang. Kita
perlu ingat bahwa semua fungsi yang diberikan belum tentu fungsi
linear bebas, seperti fungsi 𝑒 𝑖𝑥 dan 𝑒 −𝑖𝑥 yang merupakan fungsi
kombinasi linear dari sin 𝑥 dan cos 𝑥 (bab 2, subbab 4). Namun aturan
fungsi {sin 𝑥, cos 𝑥, 𝑥 sin 𝑥} merupakan aturan fungsi linear bebas dan
dapat merentang ruang. Jadi kemungkinan basis dan dimensi ruangnya
adalah 3. Kemungkinan lain yang akan menjadi basis adalah
{𝑒 𝑖𝑥 , 𝑒 −𝑖𝑥 , 𝑥 sin 𝑥}. Anda akan memenuhi aturan-aturan dari fungsi-
fungsi seperti ini sebagai penyelesaian dari persamaan turunan (lihat
Bab 8, kasus 5.13 hingga 5,18).

Contoh 3. Mengubah contoh 1 untuk mengingat aturan dari suku


banyak berderajat ≤ 3 dengan 𝑓(1) = 1. Apakah ini ruang vektor?
Misalkan kita menambahkan 2 suku banyak; lalu nilai dari penjumlahan
di 𝑥 = 1 adalah 2, jadi itu bukan unsur dari aturannya. Karena
persyaratan 1 tidak memenuhi syarat maka hal tersebut bukan
merupakan ruang vektor. Perhatikan bahwa sub-aturan vektor dari ruang
vektor tidak selalu merupakan sub ruangnya. Di samping itu, jika kita
mengingat suku banyak berderajat ≤ 3 dengan 𝑓(1) = 0, maka
penjumlahan dari keduanya adalah 0 di 𝑥 = 1; inilah ruang vektor. Anda
dapat dengan mudah membuktikan (kasus 1) bahwa hal tersebut adalah
sub ruangnya dari dimensi 3 dan kemungkinan basisnya adalah {𝑥 −
1, 𝑥 2 − 1, 𝑥 3 − 1}.

Contoh 4. Mengingat aturan dari suku banyak ditiap pangkat ≤ N.


Penjumlahan dari suku banyak berpangkat ≤ N merupakan suku banyak
yang seperti itu, dan Anda dapat dengan mudah membuktikan (kasus 1)
bahwa sisa dari persyaratanya akan terpenuhi, lalu ini merupakan ruang
vektor. Pilihan sederhana dari basis adalah pengaturan pangkat 𝑥 nya
dari 𝑥 0 = 1 ke 𝑥 𝑁 . Oleh karena itu dimensi ruangnya adalah 𝑁 + 1.

118
Contoh 5. Pertimbangkan semua aturan dari 2 oleh 3 matriks dengan
penambahan matriks sebagai hukum kombinasinya, dan perkalian
dengan bilangan skalar yang dijabarkan dalam bagian 6. Ingat bahwa
Anda menjumlahkan matriks dengan menjumlahkan unsur yang sesuai.
Oleh karena itu penjumlahan dari 2 oleh 3 matriks merupakan 2 oleh 3
matriks lainnya. Untuk penjumlahan matriks dan perkalian dilakukan
oleh bilangan skalar, sangat mudah untuk menunjukkan bahwa selain
persyaratan yang tercantum di atas merupakan kepuasan (kasus 1).
Sebagai basis,kita dapat menggunakan 6 matriks.

1 0 0 0 1 0 0 0 1
( ) ( ) ( )
0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0
( ) ( ) ( )
1 0 0 0 1 0 0 0 1

Yakinkan dirimu bahwa matriks ini merupakan fungsi linear


bebas dan matriks yang terdapat pada ruang (yaitu, anda dapat menulis
2 × 3 sebagai kombinasi linear dari keenam matriks diatas). Karena ada
6 basis vektor, maka dimensi ruangnya adalah 6.

Hasil Inti,aturan, ortogonal pengertian dari istilah ini butuh


menyamaratakan ketika “vektor-vektor” merupakan fungsi, maka dari
itu kami ingin menyamaratakan persamaan (10.1) ke (10.3). penyamaan
secara alami dari suatu penjumlahan adalah integral, lalu kami mungkin
cukup mengganti ∑ 𝐴𝑖 𝐵𝑖 dengan ∫ 𝐴(𝑥)𝐵(𝑥)𝑑𝑥, dan ∑2𝑖 𝐴 dengan
∫[𝐴(𝑥)]2 𝑑𝑥. Namun dalam penerapannya kita sering
mempertimbangkan fungsi-fungsi kompleks dari variabel nyata
𝑥(untuk contoh, fungsi 𝑒 𝑖𝑥 seperti dalam contoh 2). Oleh karena itu
fungsi-fungsi yang diberikan 𝐴(𝑥) dan 𝐵(𝑥) dalam 𝑎 ≤ 𝑥 ≤ 𝑏 kita
artikan

𝑏
(14.1) [ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑖𝑛𝑡𝑖 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝐴(𝑥)𝑑𝑎𝑛 𝐵(𝑥)] = ∫𝑎 𝐴∗ (𝑥)𝐵(𝑥)𝑑𝑥,

119
𝑏
(14.2) [𝑎𝑡𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝐴(𝑥)] = ‖𝐴(𝑥)‖ = √∫𝑎 𝐴∗ (𝑥)𝐵(𝑥)𝑑𝑥,

(14.3) 𝐴(𝑥)𝑑𝑎𝑛 𝐵(𝑥) merupakan orthogonal dalam (𝑎, 𝑏) jika


𝑏
∫𝑎 𝐴∗ (𝑥)𝐵(𝑥)𝑑𝑥 = 0.

Mari sekarang samakan pemahaman kita (14.1) tentang hasil inti lebih
jauh lagi. Biarkan 𝐴, 𝐵, 𝐶, … menjadi unsur dari besaran vektor, dan
biarkan 𝑎, 𝑏, 𝑐, … menjadi besaran skalar. Kita menggunakan tanda
kurung ⟨𝐴|𝐵⟩ bertujuan untuk hasil inti dari 𝐴 𝑑𝑎𝑛 𝐵. Besaran vector
ini disebut besaran hasil inti jika hasil inti merupakan pengertian yang
bergantung pada kondisi maka:

(14.4a) ⟨𝐴|𝐵⟩ ∗ = ⟨𝐵|𝐴⟩,

(14.4b) ⟨𝐴|𝐴⟩ ≥ 0, ⟨𝐴|𝐴⟩ = 0 jika dan hanya jika 𝐴 = 0

(14.4c) ⟨𝐶|𝑎𝐴 + 𝑏𝐵⟩ = 𝑎⟨𝐶|𝐴⟩ + 𝑏⟨𝐶|𝐵⟩

(lihat kasus 11) kasus tersebut mengikuti dari (14.4) bahwa (kasus
12)

(14.5a) ⟨𝑎𝐴 + 𝑏𝐵|𝐶′⟩ = 𝑎∗ ⟨𝐴|𝐶⟩ + 𝑏 ∗ ⟨𝐵|𝐶⟩, dan

(14.5b) ⟨𝑎𝐴|𝑏𝐵⟩ = 𝑎∗ 𝑏⟨𝐴|𝐵⟩.

Anda akan menemukan berbagai notasi lainnya untuk produk dalam,


seperti (𝐴, 𝐵) atau [𝐴, 𝐵] atau ⟨𝐴|𝐵⟩. Notasi ⟨𝐴|𝐵⟩ digunakan dalam
mekanika kuantum. Kebanyakan buku matematika meletakan
konjugasi kompleks dalam faktor kedua di (14.1) dan membuat
perubahan yang sesuai dalam (14.4) dan (14.5). Sebagian besar buku
fisika dan metode matematika menangani konjugasi kompleks
seperti yang kita miliki. Jika Anda bingung dengan notasi dan
persamaan ini (14.4) dan (14.5), terus kembali ke (14.1) di mana A
| B = ∫ A ∗ B hingga Anda terbiasa dengan notasi braket. Juga

120
pelajari dengan seksama penggunaan notasi braket kami di bagian
selanjutnya dan lakukan Masalah 11 hingga 14.

Ketidaksamaan Schwarz Dalam Bagian 10 kita membuktikan


ketidaksamaan Schwarz untuk ruang Euclidean dimensi. Untuk
ruang produk dalam yang memuaskan (14.4), itu menjadi
[bandingkan (10.9)]

(14.6) |⟨𝐴|𝐵⟩|2 ≤ ⟨𝐴|𝐴⟩⟨𝐵|𝐵⟩.

Untuk membuktikan ini, pertama kita perhatikan bahwa benar jika


B = 0, untuk B≠0, biarkan C= A – 𝜇𝐵, dimana 𝜇 = ⟨𝐵|𝐴⟩/⟨𝐵|𝐵⟩,
dan cari ⟨𝐶|𝐶⟩ yang mana ≥ 0 dari (14.4b). gunakan (14.4) dan
(14.5). kita tulis

(14.7) ⟨𝐴 − 𝜇𝐵|𝐴 − 𝜇𝐵⟩ = ⟨𝐴|𝐴⟩ − 𝜇 ∗ ⟨𝐵|𝐴⟩ − 𝜇⟨𝐴|𝐵⟩ + 𝜇 ∗ 𝜇⟨𝐵|𝐵⟩ ≥ 0


Sekarang subtitusikan nilai 𝜇 dan 𝜇 ∗ untuk mendapatkan (lihat
persoalan 13)

(14.8) ⟨𝐴|𝐵⟩ ⟨𝐵|𝐴⟩ ⟨𝐴|𝐵⟩ ⟨𝐵|𝐴⟩


⟨𝐴|𝐴⟩ − ⟨𝐵|𝐴⟩ − ⟨𝐴|𝐵⟩ + ⟨𝐵|𝐵⟩
⟨𝐵|𝐵⟩ ⟨𝐵|𝐵⟩ ⟨𝐵|𝐵⟩ ⟨𝐵|𝐵⟩
⟨𝐴|𝐵⟩⟨𝐴|𝐵⟩∗ |⟨𝐴|𝐵⟩|2
= ⟨𝐴|𝐴⟩ − = ⟨𝐴|𝐴⟩ − ≥0
⟨𝐵|𝐵⟩ ⟨𝐵|𝐵⟩
Yang mana menggunakan (14.6)

Untuk fungsi ruang seperti pada (14.1) higga


(14.3),ketidaksamaan Schwarz menjadi (lihat soal 14):

(14.9) 𝑏 2 𝑏 𝑏
∗ (𝑥)𝐵(𝑥)𝑑𝑥
|∫ 𝐴 | ≤ (∫ 𝐴∗ (𝑥)𝐴(𝑥)𝑑𝑥) (∫ 𝐵 ∗ (𝑥)𝐵(𝑥)𝑑𝑥)
𝑎 𝑎 𝑎

Dasar Orthonormal; Metode Gram-Schmidt Dua fungsi disebut


orthogonal jika mereka memenuhi perssyaratan (14,3); suatu fungsi
dinormalkan jika normalnya dalam (14.2) adalah 1. Dengan
kombinasi dari dua kata, kita menyebut satu set fungsi ortonormal
jika mereka semuanya saling orthogonal dan mereka semua

121
memiliki norma 1. Sering kali nyaman untuk melakukannya tulis
fungsi ruang vektor dalam basis ortonormal (bandingkan menulis
vektor biasa dalam tiga dimensi dalam hal i, j, k). Mari kita lihat
bagaimana Metode Gram-Schmidt berlaku untuk ruang vektor
fungsi dengan produk dalam, norma, dan ortogonalitas ditentukan
oleh (14.1) menjadi (14.3). (Bandingkan Bagian 10, Contoh 4 dan
paragraf sebelumnya.)

Contoh 6. Dalam Contoh 1, kami menemukan bahwa himpunan


semua polinomial derajat ≤ 3 adalah a

ruang vektor dimensi 4 dengan basis 1, x, x2, x3. Mari kita


pertimbangkan polinomial ini pada interval −1 ≤ x ≤ 1 dan
membangun basis ortonormal. Untuk terus melacak apa yang kita
lakukan, biarkan f0, f1, f2, f3 = 1, x, x2, x3; biarkan p0, p1, p2, p3
menjadi yang sesuai ortogonal dasar (yang kami temukan dengan
metode Gram-Schmidt); dan biarkan e0, e1, e2,e3, menjadi dasar
ortonormal (yang kita dapatkan dengan normalisasi fungsi pi).
Penarikan rutin Gram-Schmidt (lihat Bagian 10, Contoh 4):
Normalisasikan fungsi pertama

Kemudian untuk sisa fungsi yang ada, kurangi 𝑓𝑖 pada tiap tiap 𝑒𝑗
terlebih dahulu multiple dari produk yang berada di dalam 𝑒𝑗 dan 𝑓𝑖 ,
dari ini, ditemukan

1
(14.10) 𝑝𝑖 = 𝑓𝑖 − ∑𝑗<𝑖 𝑒𝑗 〈𝑒𝑗 |𝑓𝑖 〉 = 𝑓𝑖 − ∑𝑗<𝑖 𝑒𝑗 ∫−1 𝑒𝑗 𝑓𝑖 𝑑𝑥

Akhirnya, untuk mendapatkan 𝑒𝑖 berasal dari 𝑝𝑖 .

Kita dapat menghemat upaya dengan mencatat di awal


bahwa banyak produk di dalam yang dibutuhkan untuk
mendapatkan nol. Kamu bisa mempermudah melihatnya (masalah
15). Dimana integral dari angka ganjil berpagkat pada x dari x= -1
untuk 1 adalah nol, dan sebagai konsekuensinya banyak terdapat

122
daya dari x adalah orthogonal untuk angka ganjiil berpangkat.
Melihat 𝑓𝑖 berurutan dan daya berpangkat x. kemudian kamu bisa
melihat bahwa posisi 𝑝𝑖 dan 𝑒𝑖 akan juga melibatkan diri sendiri
=atau daya pangkat dari x. metode gram- Schmidt memberi
penyelesaian (masalah 16)

1
1
𝑓𝑜 = 1 = 𝑝𝑜 , ||𝑝𝑜 ||2 = ∫ 12 𝑑𝑥 = 2, 𝑒𝑜 =
−1 √2
𝑓1 = 𝑥; 𝑝1 = 𝑥 𝑘𝑎𝑟𝑒𝑛𝑎 𝑥 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑟𝑡ℎ𝑜𝑔𝑜𝑛𝑎𝑙 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑒𝑜 .
1
2 3
||𝑝1 ||2 = ∫ 𝑑𝑥, 𝑒1 = 𝑥√
−1 3 2

𝑓2 = 𝑥 2 . 𝑠𝑒𝑗𝑎𝑘 𝑥 2 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑟𝑡ℎ𝑜𝑔𝑜𝑛𝑎𝑙 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑒1 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝𝑖 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑒𝑜


1
2
1 1 1
𝑝2 = 𝑥 − ∫ 𝑥 2 𝑑𝑥 = 𝑥 2 −
√2 −1 √2 3

1
1 2 8 5
||𝑝2 ||2 = ∫ (𝑥 2 − ) 𝑑𝑥 = , 𝑒2 = (3𝑥 2 − 1)√
−1 3 45 8

𝑓3 = 𝑥 2 𝑠𝑒𝑗𝑎𝑘 𝑥 2 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑟𝑡ℎ𝑜𝑔𝑜𝑛𝑎𝑙 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑒𝑜 𝑑𝑎𝑛 𝑒2

3 1 3 3
𝑝3 = 𝑥 3 − 𝑥√ ∫ 𝑥√ 𝑥 3 𝑑𝑥 = 𝑥 3 − 𝑥
2 −1 2 5

2
1
3
3 2 8 7
||
||𝑝3 = ∫ (𝑥 − 𝑥) 𝑑𝑥 = , 𝑒3 = (5𝑥 3 − 3𝑥)√
−1 5 145 8

Proses ini harus dilanjutkan dengan vektor jarak dengan basis 1,x,𝑥 2 , … , 𝑥 𝑁 .
(tapi ini tidak terlalu efisien). Fungsi orthonormal 𝑒𝑖 adalah fungsi yang
sering disebut (membuat normal ) Legenre Polinomials. Di capter 12 dan
13, kita akan menemukan fungsi solusi dari perhitungan diferensial, dan
melihat aplikasi pada problem fisika.
Spasi Dimensi Tak Terbatas Jika ruang vektor tidak memiliki basis terbatas,
ia disebut ruang vektor dimensi tak terbatas. Ini di luar jangkauan kami
untuk masuk ke studi matematika rinci tentang ruang-ruang tersebut.
Namun, Anda harus tahu bahwa, dengan analogi dengan ruang vektor

123
dimensi terbatas, kita masih menggunakan fungsi dasar istilah untuk set
fungsi (seperti 𝑥 𝑛 atausin 𝑛 𝑥 ) dalam hal kita dapat memperluas fungsi
terbatas yang sesuai dalam seri tak berhingga. Sejauh ini kita hanya
membahas rangkaian daya (Bab 1). Dalam bab-bab selanjutnya Anda akan
menemukan banyak perangkat fungsi lain yang menyediakan basis yang
berguna dalam aplikasi: sinus dan cosinus dalam Bab 7, berbagai fungsi
khusus dalam Bab 12 dan 13. Ketika kita memasukkannya, kita akan
mendiskusikan pertanyaan dari konvergensi seri tak berhingga, dan
kelengkapan set fungsi dasar .

124
BAB III

PENUTUP
1. Kesimpulan
1. Aljabar linear banyak digunakan dalam berbagai kasus kehidupan,
termasuk kasus fisika. Seperti, pegas yang disusun seri
2. Matriks memiliki banyak jenis, diantaranya matriks bujur sangkar,
matriks ortogonal

125

Anda mungkin juga menyukai