DOSEN PENGAMPU :
Disusun Oleh:
JURUSAN FISIKA
MEDAN
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya, akhirnya penulis
dapat menyelesaikan makalah fungsi khusus dalam integral Dalam Fisika, program studi S1
Pendidikan Fisika. Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya serta penghargaan
kepada Dr.Nurdin Siregar, M.Si sebagai dosen pengampu mata kuliah ini yang telah banyak
memberikan bimbingan dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis
sangat mengharapkan saran dan kritikan dosen mata kuliah untuk perbaikan tulisan ini. Akhir
kata saya mengucapkan banyak terimakasih dan berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi
penulis dan pembaca.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Pada makalah ini akan dibahas perumusan mengenai beberapa fungsi-fungsi khusus yang
didefinisikan baik dalam bentuk integral maupun deret. Fungsi-fungsi ini kerap muncul dalam
Fisika sebagai solusi bagi suatu persamaan diferensial tertentu atau bagi keperluan lainnya.
Secara umum fungsi-fungsi ini tidak memiliki bentuk eksak yang tertutup dan nilainya telah
dihitung secara aproksimatif dan disajikan dalam bentuk tabel. Tujuan pembahasan dalam bab
ini bukan untuk mendalami secara detail sifat-sifat fungsi tersebut, tetapi lebih ditekankan pada
pengenalan definisinya.l
1.untuk mengetahui bagaimana bentuk dan formula dari masing masing fungsi khusus integral
2.untuk mengetahui bagaimana cara penyelesaian soal soal dari masing masing fungsi khusus
integral seperti fungsi gamma ,beta dan fungsi eror maupun yang lainnya
1.supaya mahasiswa dapat lebih luas dalam mengerti bagaimana pengaplikasian fungsi khusus
integral dalam fisika
BAB II
PEMBAHASAN
1.FUNGSI FAKTORIAL
Dalam kalkulus dasar kita telah mempelajari perhitungan sebuah fungsi. Sekarang kita
akan membahas integral tertentu di bawah ini
∞
∫ e−αx dx
0
∫ e−αx dx= −1
∝
(e ¿ ¿−α ∞−e−α 0 )¿
0
∫ e−αx dx= ∝1
0
∫−xe−αx dx= −1
∝2
0
atau
∞
Turunan selanjutnya,
∞
d
∫ x 2 e−αx dx= 1.2
dα 0 ∝ 3
2!
= 3
∝
∞
∫ x 3 e−αx dx = 1.2∝4.3 = ∝3 !4
0
∫ x n e−αx dx = ∝n!
( n +1) !
0
∫ x n e−αx dx = ∝n!
( n +1) !
0
Dengan demikian, terdapat integral tertentu yang nilainya n! ( dibaca “n faktorial), dengan n
bilangan bulat positif. Yang dikenal sebagai fungsi faktorial.
∫ x 0 e−x dx=0 !
0
CONTOH SOAL
∞ 5 −x
Tentukan nilai dari ∫ 0
x e dx
Pembahasan
Diketahui:
n= 5 ; α = 1
∞ n!
∫0 x n e−αx dx=
α ( n+1)
∞ 5!
∫0 x 5 e− x dx= ( 5+1 )
=5 !=5. 4 .3 . 2. 1=120
1
LATIHAN SOAL
Tentukan nilai dari
∞ 9 −x
1. ∫
0
x e dx
∞ 7 −2x
2. ∫ 0
x e dx
Pembahasan
1. Diketahui:
n= 9 ; α=1
∞ n!
∫0 x n e−αx dx= ( n+1)
α
∞ 9!
∫0 x 9 e− x dx= ( 9+1)
=9!=362880
1
2. Diketahui:
n= 7 ; α=2
∞ n!
∫0 x n e−αx dx= ( n+1)
α
∞ 7! 7 ! 5040
∫0 x 7 e−2 x dx= (7+1)
= =
28 256
2
2.FUNGSI GAMMA
Fungsi Gamma merupakan generalisasi dari fungsi faktorial, yaitu n tidak selalu bilangan
bulat positif. Biasanya kita mengatakan fungsi faktorial jika n bilangan bulat positif dan funsi
Gamma () jika n bukan bilangan bulat. Dalam kasus ini n boleh benilai sembarang, kita
menggantikan n dengan p sehingga fungsi Gamma didefinisikan sebagai
∞
( p )=∫ x p−1 e−x dx , p>0
0
Untuk 0 < p < 1akan menjadi integral tak sebenarnya, sebab x p−1 menjadi tak hingga
pada batas bawah meskipun demikian dapat dibuktikan bahwa untuk sembarang p > 0
integralnya konvergen. Untuk p ≤ 0 integralnya divergen sehingga tidak dapat digunakan
untuk mendefinisikan ( p ) . Pada pembahsan selanjutnya kita akan melihat cara menentukan
(p) untuk p ≤ 0. Hubungan antara fungsi faktorial dan fungsi Gamma dapat diperoleh
melalui persamaan sebagai berikut:
∞
( n ) =∫ x n−1 e−x dx=( n−1 ) !
0
∞
( n+1 ) =∫ xn e− x dx=( n ) !
0
Dengan demikian,
(1)= 0!=1, (2)=1!=1, (3)=2!=2 dan seterusnya
Mengganti p dengan (p+1), kita akan memperoleh
∞
( p+1 )=∫ x p e−x dx=( p ) ! , p>−1
0
( p+1 )=¿
∞
( p+1 )= p ∫ x p−1 e− x dx
0
( p+1 )= p( p)
Jadi,
( p+1 )= p( p) disebut hubungan rekursif
Dengan menggunakan hubungan rekursif, kita dapat menghitung fungsi gamma pecahan
Γ ( p+1)
Γ( p )=
p
CONTOH SOAL
Pembahasan
Diketahui n=7
∞ n-1 − x
Γ(n)=∫ 0
x e dx=(n−1)!
Γ(n)=(n−1)!
Γ(7)=(7−1 )!=6 !=6 .5 .4.3 .2 .1=720
LATIHAN SOAL
1. Γ (102 )
Γ (9)
2.
3. Γ (363 )
Pembahasan
1. Diketahui n=5
10
Γ ( )
2
=Γ (5)
∞
Γ(n)=∫0 x n-1 e− x dx=(n−1)!
Γ(n)=(n−1)!
Γ(5)=(5−1)!=4!=24
2. Diketahui n=9
∞
Γ(n)=∫0 x n-1 e− x dx=(n−1)!
Γ(n)=(n−1)!
Γ(9)=(9−1 )!=8 !=40320
3. Diketahui n=12
Γ (363 )=Γ(12)
∞
Γ(n)=∫0 x n-1 e− x dx=(n−1)!
Γ(n)=(n−1 )!
Γ(12)=(12−1 )!=11!=39916800
A. NILAI (1/2)
Khusus untuk p = 1/2 , kita dapat menghitungnya secara analitis sebagai berikut.
Berdasarkan definisinya:
∞ ∞
1 1 −x 1
() =∫
2 0 √x
e dx=∫ e−t dt
0 √t
∞
1 1
() =∫ e−t dt
2 0 √t
∞
( 12 )=∫ t e dt
0
−t / 2 −t
( 12 )=∫ ( y1) e 2 y dy
2
−y
2 1/ 2
0
∞
1
()
2
=2 ∫ e− y dy
2 0
Misal y2 = x2
∞
1
()
2
=2 ∫ e− x dx
2 0
Dengan mengalikan kedua peryataan (1/2) diatas, diperoleh integral lipat dua, yaitu
¿
¿
Ini merupakan integral pada kuadran pertama dalam sistem koordinat kartesian. Dengan
melakukan transformasi ke dalam sistem koordinat polar, integral di atas menjadi
¿
Misal:
u = r2
du = 2r dr
du
=r dr
2
Jadi
¿
¿
¿
¿
¿
¿
¿
¿
¿
Dengan demikian
(1/2)=√ π
CONTOH SOAL
Γ( −32 )= −23 .− 21 Γ ( 12 )
−3 4
Γ(
2 ) 3
= √π
LATIHAN SOAL
1. Tentukan nilai dari
3. Γ ( 43 ) . Γ (− 52 )
1
Γ( )
3
Pembahasan
1.
3. Γ ( 43 ) . Γ (− 52 )
1
Γ( )
3
1 1 5
3. Γ
3 3
.Γ −
2 ( ) ( ) =Γ − 5
=
1
Γ( )
( 2)
3
( p+1 )
( p )=
p
−5 2
+
−5 2 2
Γ
2 ( )
=Γ
−5
2
Γ ( −52 )= −25 .− 23 Γ − 12
−1 2
+
−5 −2 2 2 2
Γ
2 ( )
=
5
.− Γ
3 −1
2
Γ( −52 )= −25 .− 23 − 21 Γ 12
−5 −8
Γ(
2 ) 15
= √π
Γ( −112 )= −211 .− 29 .− 27 .− 25 .− 23 .− 21 Γ 12
−11 −64
Γ( )= √π
2 10395
3.FUNGSI BETA
DEFINISI 1
1
B( p , q)=∫ x p−1 (1−x )q−1 dx
0
y dx 1
X= =
a dy a
1
B ( p , q )=∫ x p−1 (1−x)q −1 dx
0
a p −1 q−1
y y 1
¿∫
0
() (
a
1−
a ) a
dy
a p −1 q−1
y a− y 1
¿∫
0
() (
a a ) a
dy
a q−1
y p−1 (a− y ) 1
¿∫
0
( )(
a p −1
a q−1
a
dy )
a
y p−1 .( a− y )q−1 .1
B ( p , q )=∫ dy
0 a( p−1)+( q−1)+1
a
y p−1(a− y )q−1
¿∫ dy
0 a p+ q+1
a
1
¿
a
p+ q−1 ∫ y p−1 (a− y)q−1 dy
0
Pembuktian :
1
B ( p , q )=∫ x p−1 (1−x)q −1 dx
0
π /2
¿ ∫ ( sin2 θ) p−1 (1−sin2 θ)q−1 2 sinθ cosθ dθ
0
π /2
p−1 q−1
¿ ∫ ( ( sinθ )2 ) ( cos2 θ ) 2 sinθ cosθ dθ
0
π /2
(sin2 θ) p (cos 2 θ)q
¿∫ 2 sinθcosθ dθ
0 (sin2 θ)1 (cos 2 θ)1
π /2
(sin 2 θ) p (cos 2 θ)q
¿∫ 2 sinθ cosθ dθ
0 ( sinθ . cosθ)( cosθ . cosθ)
π /2
(sin 2 θ) p (cos 2 θ)2
¿∫ 2 dθ
0 sinθ cosθ
π/2
¿ 2 ∫ (sin 2 θ) p−1 (cos2 θ)q−1 dθ
0
1
B ( p , q )=∫ x p−1 (1−x)q −1 dx
0
π /2
¿ ∫ ( sin2 θ) p−1 (1−sin2 θ)q−1 dx
0
π /2
2 p−1
¿ ∫ (( sin 2 θ ) ) ( cos2 θ )q −1 2 sinθ cosθ dθ
0
π /2
¿ ∫ sinθ 2 p . sin−2 θ .cosθ 2 q .cos−2 θ .2 sinθ cosθ dθ
0
π /2
1
¿ ∫ sinθ 2 p cosθ 2 q 2 2
2 sinθ cosθ dθ
0 sin θ .cos θ
π /2
1
¿ ∫ sinθ 2 p cosθ 2 q 2 sinθ cosθ dθ
0 ( sinθ . sinθ)(cosθ . cosθ)
π/2
¿ 2 ∫ sinθ 2 p cosθ2 q ( sinθ )−1 (cosθ)−1 dθ
0
π/2
¿ 2 ∫ sinθ 2 p−1 cosθ2 q−1 dθ
0
Contoh Soal :
π /2
Penyelesaian :
2p – 1 = 3 p=2
2q – 1 = 1 q=1
π/2
B ( p , q )=2 ∫ ( sin θ )2 p−1 ( cos θ )2q −1 dθ
0
π/2
1
B ( p , q )=∫ ( sin θ )2 p−1 ( cos θ )2 q−1 dθ
2 0
Jadi,
π /2
Г (2)Г (1) 1 1! 0! 1
∫ sin3 x cos xdx= 12 B ( 2,1 )= 12 Г (3)
=
2 2!
=
2
0
3. Pernyataan nisbah
Bila kita mengambil x = y/(y+1), kita peroleh :
∞
y p−1
B( p , q)=∫ dy
0 (1+ y ) p+q
Pembuktian :
1
Substitusi x = y/(y+1) maka dx= 2
dy
( 1+ y)
Batas x = 0 y=0
x=1 y=∞
1
B ( p , q )=∫ x p−1 (n−x )q−1 dx
0
∞ p−1 q−1
y y 1
¿∫
0
( ) (
y +1
1−
y +1 ) (1+ y )2
dy
∞
y p−1 q −1
y +1− y 1
¿∫
0 ( y +1)
p−1
y+1 ( ) ( y +1)2
dy
∞
y p−1 (1)q−1 1
¿∫ dy
( y +1) ( y+ 1) ( y+1)2
p−1 q −1
0
∞
y p−1 . 1q−1 .1
¿∫ dy
0 ( y +1)( p−1)+( q−1) +2
y p−1
¿ dy
( y +1)( p−1)+ (q−1) +2
Contoh Soal.
Hitunglah integral berikut ini.
∞
y3
∫ (1+ y )5 dy
0
Penyelesaian :
P–1=3 p=4
P+q=5 q=1
Jadi,
∞ 3
Г (4 )Г ( 1) 3! 0! 1
∫ (1+y y )5 dy =B ( 4,1 )= Г (5)
=
4!
=
2
0
4. Sifat simetri
Dapat diperlihatkan bahwa fungsi beta memiliki sifat simetri :
B ( p , q )=B(q , p)
Pembuktian :
Dengan substitusi 1- x = y maka dx = -dy
0
B ( p , q )=∫ (1− y) p −1 ( y )q−1 dy
1
0
¿−∫ (1− y) p−1 y q−1 dy
1
1
¿ ∫ (1− y) p −1 ( y )q−1 dy
0
1
B ( p , q )=∫ y q−¿ (1− y ) p−1 dy
0
Contoh Soal.
∫ x 2 (1−x )3 dx
0
Penyelesaian :
P–1=2 p=3
Q–1=3 q=4
Jadi,
1
Г (3) Г (4 ) 2 ! 3 ! 1
∫ x 2 (1−x )3 dx=B ( 3,4 )= Г (7)
=
6!
=
60
0
Fungsi beta ternyata dapat pula diungkapkan dalam fungsi gamma. Hubungannya
adalah :
Г ( p)Г (q)
B ( p , q )=
Г ( p+ q)
Dari persamaan diatas kita dapat menghitung pula nilai fungsi beta untuk p<0, dan q<0.
Pembuktiannya dapat kita perlihatkan dengan memanipulasi ruas kanan. Untuk itu kita tinjau
kembali definisi integral tentu dari fungsi gamma.
Pembuktiannya menggunakan teknik seperti yang kita terapkan untuk menghitung nilai
Г(1/2). dengan melakukan substitusi x = u2 ke dalam Persamaan kita peroleh :
∞
2
Karena u adalah variabel integral, sehingga dapat diganti dengan huruf apa saja, maka :
∞
2
Dengan memperkalikan kedua pernyataan ini kemudian ubah integral lipat duanya
kedalam koordinat polar (r,θ) :
∞ ∞
2 2
∞ π /2
2
2 p−1
(r sinƟ )2q −1 rdrdƟ
−r
= 4 ∫ ∫ e (r cosƟ)
0 0
∞ π
2
Dengan menggunakan definisi fungsi gamma, pada integral pertama, dan pernyataan
trigonometri fungsi beta pada integral kedua, kita peroleh :
∞ ∞
2 2
Dengan demikian, dari tabel nilai fungsi gamma, kita dapat pula menghitung nilai fungsi
beta yang bersangkutan. Dengan selalu mengingat bentuk – bentuk fungsi beta yang kita
sajikan di atas, kita dapat langsung menghitung beraneka macam integral yang terkait.
5.FUNGSI ERROR
Persamaan umum:
x
2 2
Terdapat beberapa bentuk integral yang berkaitan dengan persamaan (3.37). nilai dari
bentuk-bentuk integral ini dapat dibaca pada tabel. Untuk menentukan nilai fungsi kesalahan
menggunakan tabel dari integral yang berkaitan. Beberapa bentuk integral yang berkaitan
dengan (3.37) adalah sebagai berikut. Pertama fungsi Gaussian atau distribusi normal
standart yang didefinisikan sebagai,
x −t
1 1 1
p (−∞ , x )= ∫
√ 2 π −∞
e 2 dt= + erf
2 2 ( √x2 )
Pembuktian :
2
x −t
1 1 1 x
P (−∞ , x )= ∫e
√ 2 π −∞
2
dt = + erf
2 2 ( )
√2
x −t
1
P (−∞ , x )= ∫ e 2 dt
√ 2 π −∞
x
Misalkan: t=√ 2u dan t 2=2 u2 , dt = √2 du, u= , dengan t=x
√2
Sehingga,
x
√2
1 2
P (−∞ , x )= ∫ e−u √2 du
√ 2 π −∞
x
√2
1 2
¿ √ 2 ∫ e−u du
√2 π −∞
x
√2
1 2
¿ ∫ e−u du
π
√ −∞
x
¿
1
√π [ 0
2
∫ e−u +∫ e−u
−∞
√2
0
2
] du
x
√2
∫ e−u du= √2π erf √x2
2
0
( )
erf (−∞ )=1
1 √ π + √ π erf x
Jadi, ¿
√π [ 2 2 √2 ( )]
1
¿
2[1+erf ( √x2 )]
1 1
¿ + erf
2 2 ( √x2 )
Untuk P(0,x)
x −t
1 1
p(0 , x)= ∫
√2 π 0
e 2 dt= erf
2 ( √x2 )
Untuk P(a,b)yaitu
b
d 2 −t 2
erf ( x )= e
dt √π
Sehingga,
b b
a a
π
¿ √ [ erf ( b )−erf ( a ) ]
2
∞
1 2
erfc ( x )= ∫ e−t dt
π
√ x
0 ∞
¿
2
√π [ −t 2
∫ e +∫ e−t
x 0
2
] dt
x ∞
√ [ ]
2 −t −t 2 2
¿ − e +∫ e dt
∫
π 0 0
2 √ π erf ( x )+1
¿ –
√π 2 [ ]
¿ 1−erf ( x )
Atau,
∞ −t
2 x
√ ∫
π x
e 2 dt=erfc
√2 ( )
Dengan mengingat tabel distribusi normal standart diperoleh, (dari 3.39)
1 x 2
erf ( x )=2 P ( 0 , x √ 2 )=2
2( ( √√ ))
erf
2
=erf ( x )
1 1 x 2
erf ( x )=2 P (−∞ , x 2 −1=2 √ ) ( ( √√ ) )
+ erf
2 2 2
−1
∞
2 2
Karena variabel t pada 3.43 merupakan variabel dami sehingga boleh sembarang diganti.
2 1 1
erf ( ∞ ) = Γ
√π 2 2 ()
=1
Pembuktian:
∞
2 2
erf ( ∞ ) = ∫ e−t dt
√π 0
∞
1
()
2
Gamma Γ =2∫ e− y dy
2 0
Ket: Γ ( 12 )=√ π
Agar nilainya tetap maka:
2 1 1
erf ( ∞ ) = Γ
√π 2 2 ()
2 1
erf ( ∞ ) = √ π =1
√π 2
Untuk x yang sangat kecil atau dibawah tabel, dapat diuraikan dalam deret pangkat
dengan mengganti nilai x=-t2
x x2 x3
e =1+x+ + +…,
2! 3!
Maka,
x 2 t 4 x6
e =1−t + − +…,
2 ! 3!
x
2 t 4 x6
(
Erf ( x ) = ∫ 1−t 2+ − + … , dt
√π 0 2! 3! )
2 x3 x 5 x7
¿
√π (
x− + −
3 5.2! 7.3 !
+… , )
1−erf ( x ) =erfc ( x )
Hitunglah:
2
2
a. ∫ e−x dx
0
∞
2 2
b. ∫ e−x dx
√ π 1,5
Penyelesaian
Dari tabel distribusi normal standart, kita dapat menentukan P(0, 2,83). Caranya pada
x=2,8 baca nilainya pada kolom angka 3. Kita memperoleh P(0, 2,83) = 0,4976 jadi,
2
∞
2 2
∞
2 2
Bagian pertama yang merupakan formula Stirling merupakan pendekatan yang baik digunakan
untuk 𝑧 bernilai besar dan bagian keduanya dapat digunakan untuk memperkirakan kesalahan
relatif fungsi tersebut. Bentuk yang sering dijumpai dalam formula Stirling adalah nilai ln 𝑧!
dengan nilai 𝑧 besar. Pada kasus ini, formula Stirling memberikan hubungan :
B.Persamaan legendre
Format di atas adalah suatu kasus khusus yang disebut " persamaan diferensial legendre yang
dihubungkan" sesuai dengan kasus m=0. Persamaan diferensial Legendre Telah teratur poin
Tunggal di persamaan diferensial Legendre mempunyai poin-poin bentuk tunggal reguler pada,
-1, dan, 1, dan .
Karena Legendre adalah suatu persamaan diferensial orde kedua persamaan diferensial biasa, ,
itu memiliki dua solusi independen linear. Solusi A solution yang biasa di titik-titik yang
terbatas disebut fungsi Legendre jenis pertama, sementara solusi yang singular adalah
tunggal di disebut fungsi Legendre jenis kedua. Jikafungsi legendre adalah bilangan bulat,
fungsi jenis pertama polinom tereduksi menjadi dikenal sebagai polinomial Legendre.
a + 2 a x +3 a x + 4 a x +. ..+n a x
2 3 ( n−1)
y ' ( x )= 1 2 3 4 n
a +2 .3 a x +3 . 4 a x +. . .+( n−1) n a x
2 ( n−2)
y ''( x )=1. 2 2 3 4 n
2x a 2a a a ax
( n−1 )
1 2 3 3 4 4 n n
l(l+1 )
64
a1 =
120
15
a1 =
8
15 28 504 5
p5 =
8 (
x− x 3 +
6 120
x )
1
p5 = ( 15 x−70 x3 +63 x 5 )
8
1
p5 = ( 63 x 5−70 x 3 +15 x )
8
Aturan Lebniz
Notasi Leibniz Terdapat berbagai macam notasi matematika yang dapat digunakan untuk
menyatakan turunan, meliputi notasi Leibniz, notasi Lagrange, notasi Newton, dan notasi Euler.
Notasi Leibniz diperkenalkan oleh Gottfried Leibniz dan merupakan salah satu notasi yang
paling awal digunakan. Ia sering digunakan terutama ketika hubungan antar y = ƒ(x) dipandang
sebagai hubungan fungsional antara variabel bebas dengan variabel terikat. Turunan dari fungsi
dy df d
, ( x) f (x)
tersebut terhadap x ditulis sebagai: dx dx ataupun dx
Notasi leibniz digunakan
dalam aturan rantai karena dapat mempermudah dan memperjelas pengoperasiannya dalam
dy
aturan rantai, seperti dx adalah turunan y terhadap x.
1. Teorema A
Andaikan 𝑥=𝑥(𝑡) dan 𝑦=𝑦(𝑡) dapat di deferensial kan di t dan andaikan 𝑧=𝑓(𝑥,𝑦) dapat
dideferensialkan di (𝑥,(𝑡),𝑦(𝑡) Maka 𝑧=𝑓(𝑡) dapat didefernsialkan di 𝑡 dan
dz ∂ z ∂ x ∂ z ∂ y
= +
dt ∂ x ∂t ∂ y ∂t
2. Teorema B
Misalkan 𝑥=𝑥(𝑠,𝑡) dan 𝑦=𝑦(𝑠,t) mempunyai turunan pertama di (𝑠,𝑡) dan misalkan
𝑧=𝑓(𝑥,𝑦) dapat didiferensialkan di (𝑥,(𝑠,𝑡),𝑦(𝑠,𝑡) Maka 𝑧=𝑓(𝑥(𝑠,𝑡), 𝑦(𝑠,t) mempunyai
turunan parsial pertama yang diberikan oleh
∂z ∂z ∂ x ∂z ∂ y
= +
i. ∂ s ∂ x ∂ s ∂ y ∂s
∂z ∂z ∂ x ∂z ∂ y
= +
ii. ∂t ∂ x ∂t ∂ y ∂t
Formulanya dapat ditulis sebagai berikut:
Contoh soal 1
6
d 2
6
( x cos x ) jawab
dx
u = x2 v = cos x
u’ = 2x v’ = - sin x
u’’ = 2 v’’ = - cos x
u’’’ = 0 v’’’= sin x
v’’’’ = cos x
Dan mengikuti pola selanjutnya
6
d 2 x2 d 6 6 d d5 6(6−1) d 2 2 d 4
6
( x cos x ) = ¿ 6 ( cos x ) + ⋅ ( 2 x )⋅ 5 ( cos x ) + ⋅ 2 ( x ) ¿ 4 ( cos x )
dx 0 ! dx 1 ! dx dx 2! dx dx
6
d
6
( x 2 cos x ) =x2 (−cos x ) +6⋅( 2 x )⋅(−sin x ) + ( 15 )⋅( 2 )⋅( 0 )
dx
2
=−x cos x−12 x sin x
Formula Rodrigues merupakan suatu bentuk umum untuk mendefinisikan suatu polynomial.
l
1 d 2
P1 ( x )= l ( x −1 )
Untuk polynomial Legendre, formula Rodrigues nya adalah : 2 l ! dx l
2 l ' 2 l−1
Hal ini dapat dibuktikan dengan memisalkan u=( x −1 ) , sehingga u =2 lx( x −1 )
2 '
( x −1 )u −2lxu=0
2 l+2 l+1 l
( x −1 )u +2 xu −l(l+1 )u =0
Mengganti tanda dari persamaan tersebut, didapatkan bentuk yang identic dengan persamaan
l
Legendre dengan u sebagai variabel terikat. Agar dapat sesuai dengan formula Rodrigues,
kita dapat mengambil bentuk :
ul ( x )=c 1 p 1 ( x )
Dimana konstanta c1 bergatung pada l. Nilai I didapatkan dengan memperhatikan bahwa bagian
2 l
dimana turunan ke Idari ( x −1 ) tidak memiliki sebuah faktor x 2−1 , sehingga tidak hilang
l
pada x = 1, adalah (2 x ) l !( x −1)
2 0
. Mengambil, x = 1, pl (1)=1 sehingga c l=2l l ! yang
melengkapi formula Rodrigues.
Contoh soal
5
1 d ( 2 )5
p5 = x −1
2 5 ! dx 5
5
1 d5 ( 10
= 5 5
x −5 x 8 +10 x 6 −10 x 4 +5 x 2 −1 )
2 5 ! dx
1 d4 (
¿ 4
10 x 9−40 x7 +60 x 5−40 x3 +10 x )
32. 120 dx
1 d3
¿ ( 90 x 8−28 x 6 +300 x 4 −120 x 2 +10 )
3840 d 3
1 d2
¿ 2
( 720 x 7 −1680 x 5 +1200 x 3−240 x )
3840 dx
1 d
¿ ( 5040 x 6−8400 x 4 +3600 x 2 −240 )
3840 dx
1 ( 30240 x 5−31600 x 3 +7200 )
¿
3840
1
¿ ( 63 x 5−70 x 3 +15 x )
8
untuk p 3 ( x )
1
p3 ( x )= ( 3 x 2 −1 )
2
1 d3
p3 ( x )= 3 . 3 ( x 2 −1 )
2 . 3 ! dx
1 d3 ( 6
= . x −3 x 4 +3 x 2−1 )
8 . 6 dx 3
1 d2
¿ . 2 ( 6 x 2−12 x 2 +6 x )
48 dx
1 d
¿ . ( 30 x 4 −36 x2 +6 )
48 dx
1
¿ ( 120 x 3 −72 x ) :4
48
1
p3 ( x )= ( 5 x 3−3 x )
2
untuk p 4 ( x )
1 d4 2 4
p4 ( x )= ( x −1 )
24 . 4 ! dx 4
4
1 d
. 4 ( x 8 −4 x 6 +6 x 4 −4 x 2 +1 )
= 16 .24 ! dx
3
1 d
. 3 ( 8 x 7 −24 x 5 + 24 x3 −8 x )
= 16 .24 ! dx
1 d2
. ( 56 x 6−120 x 4 +72 x 2 −8 x )
= 16 .24 ! dx 2
1 d
. ( 336 x5 −480 x 3 +144 x ) : 4
= 384 dx
1
( 35 x 4 −30 x 2 +3 )
= 8
DAFTAR PUSTAKA
https://id.123dok.com/document/qokp865y-buku-pelengkap-fisika-matematika-1-buku-
pelengkap-fisika-matematika-1.html
https://www.scribd.com/document/321146509/Makalah-Fungsi-Fungsi-Khusus-Integral
https://docplayer.info/30674969-Fungsi-khusus-dalam-bentuk-integral.html