Anda di halaman 1dari 22

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahhirobilalamin atas rahmat dan ridho dariNYA sehingga penulis


dapat menyelesaikan paper dengan judul “PID (Pelvic Inflammatory Disease)”.
Proses penulisan ini dapat terselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak, maka tidak
lupa saya mengucapkan terimakasih kepada :
1. dr. Taufik Mahdi, Sp.OG selaku pembimbing dalam melaksanakan
Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) SMF Ilmu Kedokteran Kebidanan dan
Kandungan Rs. Umum Haji Medan, Sumatera Utara
2. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan paper ini baik secara
langsung ataupun tidak langsung
Penulis menyadari bahwa penulisan paper ini masih jauh dari kata sempurna,
oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Medan, Januari 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar ............................................................................................................... 1


Daftar Isi......................................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi...................................................................................................... 5
2.2 Epidemiologi ............................................................................................. 6
2.3 Etiologi ..................................................................................................... 7
2.4 Faktor Resiko ……. ................................................................................. 8
2.5 Patofisiologi ……. ................................................................................... 8
2.6 Manifestasi Klinis .................................................................................... 9
2.7 Diagnosis ……. ........................................................................................ 10
2.8 Diagnosis Banding ……. ........................................................................ 13
2.9 Penatalaksanaan ....................................................................................... 17
2.10 Komplikasi Dan Prognosis ..................................................................... 18
2.11 Pencegahan .............................................................................................. 19

BAB III KESIMPULAN


3.1 Kesimpulan ............................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelvic Inflammatory Disease (PID) adalah infeksi rahim (rahim), saluran

tuba (saluran yang membawa telur dari ovarium ke rahim) dan organ reproduksi

lainnya yang menyebabkan gejala seperti nyeri perut bagian bawah. Ini

merupakan komplikasi serius dari beberapa penyakit menular seksual (PMS),

terutama klamidia dan gonore. PID dapat merusak saluran tuba dan jaringan di

dan dekat uterus dan ovarium. PID dapat menyebabkan konsekuensi serius,

termasuk kemandulan, kehamilan ektopik (kehamilan di tuba fallopi atau di

tempat lain di luar rahim), pembentukan abses, dan nyeri panggul kronis.

Seberapa sering PID?

Setiap tahun di Amerika Serikat, diperkirakan bahwa lebih dari 750.000

wanita mengalami sebuah episode PID akut. Lebih dari 75.000 wanita mungkin

menjadi subur setiap tahun sebagai akibat dari PID, dan sebagian besar kehamilan

ektopik terjadi setiap tahun disebabkan konsekuensi dari PID.

Bagaimana perempuan mendapatkan PID? PID terjadi ketika bakteri

bergerak ke atas dari vagina perempuan atau leher rahim (membuka rahim) ke

organ-organ reproduksi nya. Banyak organisme yang berbeda dapat menyebabkan

PID, tapi banyak kasus yang berhubungan dengan gonore dan klamidia, dua PMS

bakteri yang sangat umum. Sebuah episode sebelum PID meningkatkan risiko

episode lain karena organ reproduksi dapat rusak selama pertarungan awal infeksi.

3
Seksual perempuan yang aktif pada tahun-tahun melahirkan anak mereka

adalah yang paling berisiko, dan mereka yang di bawah umur 25 lebih mungkin

untuk mengembangkan PID daripada mereka yang lebih tua dari 25. Hal ini

sebagian karena leher rahim gadis remaja dan perempuan muda tidak sepenuhnya

matang, meningkatkan kerentanan mereka terhadap PMS yang terkait dengan

PID.

Para mitra seks lebih seorang wanita, semakin besar risiko nya

mengembangkan PID. Juga, seorang wanita yang pasangannya memiliki lebih dari

satu pasangan seks yang berisiko lebih besar terkena PID, karena potensi lebih

banyak eksposur terhadap agen infeksi. Wanita yang douche mungkin memiliki

risiko lebih tinggi terkena PID dibandingkan dengan wanita yang tidak douche.

Penelitian telah menunjukkan bahwa douching mengubah flora vagina (organisme

yang hidup dalam vagina) dengan cara yang merugikan, dan dapat memaksa

bakteri ke organ reproduksi bagian atas dari vagina.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Pelvic Inflammatory Disease (Salpingitis, PID, Penyakit Radang

Panggul) adalah suatu proses peradangan infeksius organ kelamin wanita yang

terdapat di rongga panggul termasuk tuba fallopii (salpingitis), atau ovarium

(ooforitis) maupun sekitarnya termasuk peritonium. PID disebut juga dengan

salpingitis atau endometritis.

Pelvic inflammatory disease (PID) merupakan salah satu komplikasi

penyakit menular seksual yang serius. PID adalah infeksi pada traktus genitalis

wanita bagian atas yang mencakup endometritis, salpingitis, salpingo-oophoritis,

tubo-ovarian abscess (TOA), dan pelvic peritonitis. Diagnosa dan penatalaksanaan

yang tepat dan cepat sangat diperlukan dalam kasus ini karena komplikasi PID

dapat mengancam kehidupan dan kesuburan seorang wanita.

5
2.2 Epidemiologi

PID menyerang lebih dari 1 juta wanita di Amerika dalam satu tahun dan

rata-rata menghabiskan biaya 4,2 milyar dollar. Per tahunnya hampir 250.000

wanita masuk rumah sakit akibat PID dan 100.000 orang mengalami prosedur

bedah, sisanya menjalani rawat jalan. Penyakit ini merupakan penyebab

ginekologis tersering bagi pasien untuk masuk departemen emergensi

(350.000/tahun). Meskipun PID dapat terjadi dalam rentang usia berapapun,

namun wanita dewasa yang aktif secara seksual dan wanita kurang dari 25 tahun

mempunyai resiko lebih besar.

2.3 Etiologi

Penyebab paling sering dari penyakit ini adalah infeksi chlamydia

trachomatis (60%) atau Neisseria gonorrhoeae (30-80%) pada serviks atau vagina

yang menyebar ke dalam endometrium, tuba fallopi, ovarium, dan struktur yang

berdekatan. Tetapi selain itu ada beberapa penyebab lain diantaranya :

a. Infeksi Gardnerella vaginalis

6
b. Infeksi Bacteroides

 Bacterial vaginosis

 Streptococcus Group B

 Escherichia coli

 Actinomycosis

 Enterococcus

Meskipun sangat jarang, dapat pula diisolasi golongan virus seperti:

 Coxsackie B5

 ECHO 6

 Herpes type 2

 Haemophilus influenzae.

2.4 Faktor Resiko

a. wanita kurang dari 25 tahun yang aktif secara seksual

b. adanya riwayat chlamydia atau penyakit menular seksual lain

c. episode pelvic inflammatory disease sebelumnya

d. banyaknya jumlah seksual partner

e. pemakaian kondom yang tidak teratur

f. hubungan seksual pada usia yang sangat muda

g. wanita pekerja seks

h. pemakaian IUD

7
2.5 Patofisiologi

Terjadinya radang panggul dipengaruhi beberapa factor yang memegang

peranan, yaitu :

a. Tergangunya barier fisiologik.

Secara fisiologik penyebaran kuman ke atas ke dalam genetalia interna, akan

mengalami hambatan :

1. Di ostium uteri eksternum.

2. Di kornu tuba.

3. Pada waktu haid, akibat adanya deskuamasi endometrium maka kuman

kuman pada endometrium turut terbuang.

Pada ostium uteri eksternum, penyebaran asenden kuman-kuman dihambat

secara : mekanik, biokemik dan imunologik. Pada keadaan tertentu barier

fisiologik ini dapat terganggu, misalnya pada saat persalinan, abortus,

instrumentasi pada kanalis servikalis dan insersi alat kontrasepsi dalam rahim

(AKDR).

b. Adanya organisme yang berperan sebagai vektor.

Trikomonas vaginalis dapat menembus barier fisiologik dan bergerak sampai

tuba falopii. Kuman-kuman sebagai penyebab infeksi dapat melekat pada

trikomonas vaginalis yang berfungsi sebagai vektor dan terbawa sampai tuba

Falopii dan menimbulkan peradangan ditempat tersebut. Spermatozoa juga

terbukti berperan sebagai vector untuk kuman-kuman N.gonore, Ureaplasma

8
ureoltik, C.trakomatis dan banyak kuman-kuman aerobik dan anaerobik

lainnya.

c. Aktivitas seksual.

Pada waktu koitus, bila wanita orgasme, maka akan terjadi kontraksi uterus yang

dapat menarik spermatozoa dan kuman-kuman memasuki kanilis servikalis.

d. Peristiwa haid.

Radang panggul akibat N. gonore mempunyai hubungan dengan siklus haid.

Peristiwa haid yang siklik, berperan penting dalam terjadinya radang panggul

gonore.

Periode yang paling rawan terjadinya radang panggul adalah pada minggu

pertama setelah haid. Cairan haid dan jaringan nekrotik merupakan media

yang sangat baik untuk tumbuhannya kuman-kuman N. gonore. Pada saat itu

penderita akan mengalami gejala-gejala salpingitis akut disertai panas badan.

Oleh karena itu gejala ini sering juga disebut sebagai “ Febrile Menses”.

2.6 Manifestasi Klinis

Gejala klinis PID bervariasi dan tidak spesifik, hanya 3% yang

mempunyai gejala akut abdomen sehingga membutuhkan operasi emergensi.

Secara klinik dapat ditemukan duh tubuh vaginal yang abnormal (sering berupa

pus), nyeri perut bawah, demam lebih dari 380 C, perdarahan bercak (spotting)

diantara siklus haid atau siklus yang tidak teratur, nyeri berkemih, dispareni, mual

dan muntah terutama pada kasus yang berat. Beberapa kasus mengeluhkan

proktitis bahkan nyeri perut kuadran kanan atas, mengevaluasi 773 wanita

9
terdiagnosis PID (1991-1997) dan mendapatkan keluhan terbanyak adalah fluor

albus (68%), nyeri perut bawah (65%), dispareni (57%); sedangkan temuan klinis

yang paling sering adalah nyeri adneksa (83%), nyeri goyang serviks (75%) dan

servisitis (56%).

2.7 Diagnosis

PID sulit untuk mendiagnosis karena gejalanya sering halus dan ringan.

Banyak episode PID tidak terdeteksi karena wanita atau penyedia layanan

kesehatan dia gagal untuk mengenali implikasi dari gejala-gejala ringan atau

spesifik. Karena tidak ada tes yang tepat untuk PID, diagnosis biasanya

berdasarkan temuan klinis. Jika gejala seperti sakit perut bagian bawah hadir,

penyedia layanan kesehatan harus melakukan pemeriksaan fisik untuk

menentukan sifat dan lokasi rasa sakit dan memeriksa demam, cairan vagina atau

leher rahim normal, dan untuk bukti infeksi gonorrheal atau klamidia. Jika temuan

menunjukkan PID, pengobatan diperlukan. Penyedia layanan kesehatan juga dapat

memerintahkan tes untuk mengidentifikasi organisme penyebab infeksi (misalnya,

infeksi klamidia atau gonorrheal) atau untuk membedakan antara PID dan

masalah lain dengan gejala yang sama.

Sebuah USG panggul adalah prosedur membantu untuk mendiagnosa

PID. USG dapat melihat daerah panggul untuk melihat apakah saluran tuba yang

diperbesar atau apakah abses hadir. Dalam beberapa kasus, laparoskopi mungkin

diperlukan untuk mengkonfirmasikan diagnosis. laparoskopi adalah prosedur

pembedahan di mana suatu tabung, tipis kaku dengan ujung menyala dan kamera

10
(laparoskop) dimasukkan melalui sayatan kecil di perut. Prosedur ini

memungkinkan dokter untuk melihat organ panggul internal dan untuk

mengambil spesimen untuk penelitian laboratorium, jika diperlukan.

Diagnosis radang panggul berdasarkan kriteria dari “Infectious Disease

Society for Obstetrics & Gynecology”, USA. ialah :

a. Ketiga gejala klinik dibawah ini harus ada :

1. Nyeri tekan pada abdomen, dengan atau tanpa rebound.

2. Nyeri bila servik uteri digerakkan.

3. Nyeri pada adneksa.

b. Bersamaan dengan satu atau lebih tanda-tanda dibawah ini :

1. Negatif gram diplokok pada secret endoserviks.

2. Suhu diatas 38º C.

3. Lekositosis lebih dari 10.000 per mm³.

4. Adanya pus dalam kavum peritonei yang didapat dengan kuldosentesis

maupun laparaskopi.

5. Adanya abses pelvic dengan pemeriksaan bimanual maupun USG.

Berdasarkan rekomendasi “Infectious Disease Society for Obstetrics &

Gynecology”, USA, Hager membagi derajat radang panggul menjadi :

 Derajat I : Radang panggul tanpa penyulit (terbatas pada tuba dan ovarium),

dengan atau tanpa pelvio – peritonitis.

11
 Derajat II : Radang panggul dengan penyulit (didapatkan masa radang, atau

abses pada kedua tuba ovarium) dengan atau tanpa pelvio – peritonitis.

 Derajat III : Radang panggul dengan penyebaran diluar organ-organ pelvik,

misal adanya abses tubo ovarial.

2.8 Diagnosis Banding

Beberapa diagnosis banding dari PID :

a. Tumor adnexa

b. Appendicitis

c. Servisitis

d. Kista ovarium

e. Torsio ovarium

f. Aborsi spontan

g. Infeksi saluran kemih

h. Kehamilan ektopik

i. endometriosis

2.9 Penatalaksanaan

PID dapat disembuhkan dengan beberapa jenis antibiotik. Penyedia

perawatan kesehatan akan menentukan dan resep terapi yang terbaik. Namun,

pengobatan antibiotik tidak membalik setiap kerusakan yang telah terjadi pada

organ reproduksi. Jika seorang wanita memiliki rasa sakit panggul dan gejala lain

dari PID, sangat penting bahwa dia mencari pelayanan segera. Pengobatan

12
antibiotik dapat mencegah kerusakan parah pada organ reproduksi. Semakin lama

seorang wanita penundaan pengobatan untuk PID, semakin besar kemungkinan

dia adalah menjadi subur atau kehamilan ektopik memiliki masa depan karena

kerusakan pada saluran tuba.

Karena kesulitan dalam mengidentifikasi organisme menginfeksi organ

reproduksi internal dan karena lebih dari satu organisme mungkin bertanggung

jawab untuk sebuah episode dari PID, PID biasanya dirawat dengan setidaknya

dua antibiotik yang efektif terhadap berbagai agen menular. Antibiotik ini dapat

diberikan melalui mulut atau injeksi. Gejala mungkin akan pergi sebelum infeksi

sembuh. Bahkan jika gejala pergi, wanita itu harus selesai mengambil semua obat

yang diresepkan. Ini akan membantu mencegah infeksi dari kembali.

Wanita yang sedang dirawat untuk PID harus kembali dievaluasi oleh

penyedia layanan kesehatan mereka dua sampai tiga hari setelah memulai

pengobatan untuk memastikan antibiotik bekerja untuk mengobati infeksi. Selain

itu, pasangan seks wanita harus ditangani untuk mengurangi risiko infeksi ulang,

bahkan jika pasangan tidak memiliki gejala. Meskipun pasangan seks mungkin

tidak memiliki gejala, mereka masih mungkin terinfeksi dengan organisme yang

dapat menyebabkan PID.

Indikasi untuk dilakukan rawat inap yaitu :

1. Diagnosis yang tidak jelas

2. Abses pelvis pada ultrasonografi

3. Kehamilan

13
4. Gagal merespon dengan perawatan jalan

5. Ketidakmampuan untuk bertoleransi denganregimen oral

6. Sakit berat atau mual muntah

7. Imunodefisiensi

8. Gagal untuk membaik secara klinis setelah 72 jam terapi rawat jalan

terapi dimulai dengan antibiotik empiric berspectrum luas. Jika

terdapat AKDR harus segera dilepas setelah antibiotik empiris

pertama.

Berdasar derajat radang panggul, maka pengobatan dibagi menjadi :

a. Pengobatan rawat jalan

Pengobatan rawat jalan dilakukan kepada penderita radang panggul derajat I.

Obat yang diberikan ialah :

 Regimen A : berikan ceftriaxone 250 mg im dosis tunggal tambah

doxisiklin 100 mg per oral 2 kali sehari selama 14 hari , dengan atau

tanpa metronidazole 500 mg per oral 2 kali sehari selama 14 hari.

 Regimen B : berikan cefoxitin 2 gr im dosis tunggal dan proibenecid 1

gr per oral dosis tunggal atau dosis tunggal chepalosphoringenerasi

ketiga ditambah dozisiklin 100 mg per oral 2 kali sehari selama 14 hari

dengan atau tanpa metronidazole 500 mg per oral 2 kali sehari selama

4 hari.

b. Pengobatan rawat inap

14
Pelvic Inflammatory Disesase dapat diobati dengan beberapa macam

antibiotika. Namun pemberian antibiotika ini tidak sepenuhnya

mengembalikan kondisi pasien apabila telah terjadi kerusakan pada organ

reproduksi wanita ini. Jika seorang wanita memiliki nyeri pelvis dan keluhan

PID yang lain, sebaiknya segera berobat ke dokter. Pemberian antibiotika

yang tepat akan dapat mencegah kerusakan lebih lanjut pada saluran

reproduksi wanita. Seorang wanita yang menunda pengobatan PID, akan lebih

besar kemungkinannya untuk menderita infertilitas atau dapat terjadi

kehamilan ektopik oleh karena kerusakan tuba fallopii. Karena sulitnya untuk

mengidentifikasi organisme yang menyerang organ reproduksi internal dan

juga kemungkinan lebih dari satu organisme sebagai penyebab PID, maka PID

biasanya diobati dengan sedikitnya dua macam antibiotika yang memiliki

efektivitas yang baik di dalam mematikan organisme penyebab tersebut.

Antibiotika ini dapat diberikan secara oral maupun secara injeksi. Antibiotika

yang dapat digunakan antara lain: ofloxacin, metronidazole, dan doxycycline.

Di mana lamanya pengobatan biasanya ± 14 hari.

Pengobatan yang tepat dan sesuai dapat mencegah komplikasi PID.

Tanpa pengobatan yang tepat PID dapat menyebabkan kerusakan permanen

dari organ reproduksi wanita. Organisme penyebab PID dapat menginvasi

tuba fallopii dan menyebabkan terbentuknya jaringan parut (scar tissue).

Jaringan parut yang terbentuk ini akan menghambat pergerakan sel telur ke

uterus. Dan jika tuba fallopii diblok secara total, sperma tidak akan dapat

15
membuahi sel telur dan tidak akan terjadi kehamilan. Sekitar satu di antara

sepuluh wanita dengan PID dapat menjadi infertil dan kemungkinan ini akan

bertambah besar jika wanita tersebut telah sering menderita PID. Blok tuba

fallopii yang disebabkan oleh jaringan parut tersebut, dapat juga terjadi secara

parsial atau mengalami kerusakan ringan saja, di mana menyebabkan sel telur

yang dibuahi oleh sel sperma akan tumbuh di daerah tuba, sehingga

menyebabkan suatu kehamilan ektopik. Dalam perkembangannya, sebuah

kehamilan ektopik dapat menyebabkan ruptur tuba fallopii sehingga

mengakibatkan timbulnya nyeri berat, perdarahan, bahkan kematian. Jaringan

parut pada tuba fallopii dan struktur lainnya juga dapat menyebabkan rasa

nyeri yang bersifat kronis. Sehingga dapat dikatakan bahwa wanita dengan

episode PID yang berulang akan lebih besar kemungkinannya untuk menderita

infertilitas, mengalami kehamilan ektopik, atau rasa nyeri yang bersifat

kronik.

Pengobatan rawat inap dilakukan kepada penderita radang panggul derajat II

dan III. Obat yang diberikan ialah :

 Regimen A : berikan cefoxitin 2 gr iv atau cefotetan 2 gr iv per 12

jam ditambah doxisiklin 100 mg per oral atau iv per 12 jam.

Lanjutkan regimen ini selama 24 jam setelah pasien membaik

secara klinis, lalu mulai doxisiklin 100 mg per oral 2 kali sehari

selama 14 hari. Jika terdapat abses tubaovarian, gunakan

metronidazole atau klindamisin untuk menutupi bakteri anaerob.

16
 Regimen B : berikan clindamisin 900 mg iv per 8 jam tambah

gentamisin 2 mg/kgBB dosis awal iv dengan dosis lanjutan 1,5

mg/kgBB per 8 jam. Terapi iv dihentikan 24 jam setelah pasien

membaik secara klinis, dan terapi per oral 100 mg doxisiklin 2

kali sehari selama 14 hari.

c. Pembedahan

Pasien yang tidak mengalami perbaikan setelah 72 jam terapi harus dievaluasi

ulang bila mungkin laparoskopi dan intervensi pembedahan. Laparotomi

digunakan untuk kegawatdaruratan seperti rupture abses, abses yang tidak

respon terhadap pengobatan, drainase laparoskopi. Penanganan dapat pula

berupa salpingooforektomi, histerektomi, dan bilateral salpingooforektomi.

2.10 Komplikasi Dan Prognosis

Komplikasi

a. Infertilitas

Satu dari sepuluh wanita dengan PID mengalami infertilitas. PID dapat

menyebabkan perlukaan pada tuba fallopi. Luka yang kemudian menjadi scar

yang menghalangi tuba dan mencegah terjadinya fertilisasi sel telur.

b. Ektopik pregnancy

Scar yang terbentuk oleh PID juga dapat menghalangi telur yang sudah

difertilisasi berpindah ke uterus. Sehingga, telur tersebut justru tumbuh dalam

tuba fallopii. Tuba dapat mengalami rupture dan menyebabkan perdarahan

17
yang mengancam nyawa. Operasi darurat dapat dilakukan bila kehamilan

ektopik ini tidak terdiagnosa sebelumnya. Rasio kehamilan ektopik 12-15%

lebih tinggi pada wanita yang mempunyai episode PID.

c. Nyeri pelvis kronis

Scar juga dapat terbentuk di tempat lain dalam abdomen dan menyebabkan

nyeri pelvis yang berlangsung berbulan-bulan atau hingga bertahun-tahun.

d. PID berulang

Kondisi ini terjadi jika penyebab infeksi tidak seluruhnya teratasi atau karena

pasangan seksualnya belum mendapat perawatan yang sesuai. Jika pada

episode PID sebelumnya terjadi kerusakan servik, maka bakteri akan lebih

mudah untuk masuk ke dalam organ reproduksi lain dan membuat wanita

tersebut rentan terkena PID berulang. Episode PID berulang ini seringkali

dihubungkan dengan resiko infertilitas.

e. Abses

Terkadang PID menyebabkan abses pada bibir vagina, juga pada tuba fallopii

dan ovarium. Abses ini adalah kumpulan dari cairan yang terinfeksi.

Penggunaan antibiotik dibutuhkan untuk menangani abses ini, jika tidak

berhasil maka operasi biasanya merupakan pilihan yang disarankan oleh

dokter. Penanganan abses tersebut sangat penting karena abses yang pecah

dapat membahayakan.

18
Prognosis

Prognosis pada umumnya baik jika didiagnosis dan diterapi segera.

Terapi dengan antibiotik memiliki anggka keberhasilan sebesar 33-75 %.

Terapi pembedahan lebih lanjut dibutuhkan pada 15-20 % kasus. Nyeri pelvic

kronis timbul pada 25 % penderita dengan riwayat PID. Nyeri ini disangka

berhubungan dengan perubahan siklus menstruasi , tetpi dapat juga terjadi

akibat perlengketan. Gangguan infertilitas adlah masalah terbesar pada wanita

dengan riwayat PID. Rerata infertilitas meningkat seiring dengan peningkatan

frekuensi infeksi. Kehamilan ektopik meningkat pada wanita dengan riwayat

PID sebagai akibat kerusakan langsung pada tuba fallopi.

2.11 Pencegahan

a. Peningkatan edukasi masyarakat, penapisan rutin, diagnosis dini, serta

penanganan yang tepat terhadap infeksi Chlamydia berpengaruh besar dalam

menurunkan angka PID.

b. Adanya program penapisan penyakit seksual dapat mencegah terjadinya PID

pada wanita. Adanya program penapisan pada pria untuk mencegah

penularan kepada wanita.

c. Pasien yang telah didiagnosis dengan PID dan penyakit menular seksual

harus diterapi dengan tuntas, dan terapi juga dilakukan pada pasangannya

untuk mencegahpenularan kembali.

d. Wanita usia remaja harus menghindari aktivitas seksual hingga usia 16 tahun

atau lebih.

19
e. Kontrasepsi oral dikatakan dapat mengurangi resiko PID.

f. Wanita berusia 25 tahun keatas harus dilakukan penapisan chlamydia tanpa

memandang faktor resiko.

20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Pelvic Inflammatory Disease (Salpingitis, PID, Penyakit Radang

Panggul) adalah suatu proses peradangan infeksius traktus genitalis wanita bagian

atas yang meliputi endometritis, salpingitis, salpingo-oophoritis, tubo-ovarian

abscess (TOA), dan pelvic peritonitis yang disebabkan chlamydia trachomatis

(60%) atau Neisseria gonorrhoeae (30-80%), selain itu juga terdapat beberapa

organisme lain seperti Gardnerella vaginalis, Bacteroides, Bacterial vaginosis.

PID menyerang lebih dari 1 juta wanita di Amerika dalam satu tahun dan

rata-rata menghabiskan biaya 4,2 milyar dollar. Per tahunnya hampir 250.000

wanita masuk rumah sakit akibat PID dan 100.000 orang mengalami prosedur

bedah, sisanya menjalani rawat jalan.

Sehingga PID memerlukan penanganan cepat dan tepat antara lain

analgesik, antibiotik serta pengobatan bagi pasangan seksual pasien agar PID

tidak berulang kembali.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Sarwono Prawirohardjo, Prof, dr, DSOG dan Hanifa Wiknjosastro, Prof, dr, DSOG;

Ilmu Kandungan, YBP-SP,Edisi ke dua, estacan ke tiga, FKUI, Yakarta; 1999, Hal

271 -27-2.

2. Robbins L., M.D; Buku Ajar Patologi II, Edisi ke empat, cetakan pertama. Penerbit

Buku Kedokteran EGC,Jakarta; 1995, Hal. 372-377.3.

3. Djuanda Adhi, Prof. DR. Hamzah Mochtar, Dr. Aisah Siti,DR ; Ilmu Penyakit Kulit

dan Kelamin, Edisi ke tiga,cetakan pertama, FKUI, Jakarta ; 1987, Hal. 103-106,

358-364.4.

4. Winkosastro Hanifa, Prof, dr, DSOG ; Ilmu Kebidanan YBP-SP, Edisi ketiga,

cetakan ke enam, FKUI,Jakarta ; 2002. Hal:406-410.5.

5. Cuningham, Macdonald Gant : William Obstetri, Edisi 18, EGC, Jakarta; 1995,

Hal: 1051-1057.6.

22

Anda mungkin juga menyukai