A. Pengertian Tumor
Dalam pengertian umum tumor adalah benjolan atau pembengkakan
dalam tubuh. Dalam pengertian khusus tumor adalah benjolan yang disebabkan
oleh neoplasma.1
Tumor coli adalah setiap massa yang di dapat baik kongenital maupun di
dapat yang timbul di segitiga anterior atau posterior leher antara klavikula pada
bagian inferior dan mandibula serta dasar tengkorak pada bagian superior.1
B. Etiologi
1. Karsinogen kimiawi
Karsinogen yang memerlukan perubahan metobolisme agar menjadi
karsinogen aktif , sehingga, misalnya Aflatoksin B1 pada kacang, vinylklorida
pada industri plastik, benzoapiran pada asap kendaraan bermotor, kemoterapi
dalam kesehatan.
2. Karsinogen fisik
Berkaitan dengan ultraviolet kangker kulit, karena terkana sinar.radiasi UV
yang dapat menimbulkan dimmer yang merusak rangka fasfodiester DNA,
misalnya sinar ionisasi pada nuklir, sinar radioaktif, sinar ultraviolet
3. Hormon
Hormon merupkan zat yang dihasilkan kelenjer tubuh yang berfungsi
mengatur organ-organ tubuh, pemberian hormone tertentu secara berlebihan dapat
menyebabkan peningkatan terjadinya beberapa kangker.
4. Gaya hidup
Gaya hidup yang tidak sehat merupakan salah satu factor pendukukng
kanker, misalnya diet, merokok, alcohol
5. Genetik
Walaupun tumor tidak termasuk tumor genetic tetapi kerentangan
terhadap tumor pada kelompok masyarakat tertentu relative menonjol dan
agregasi familiar. Analisis korelasi menunjukan gen HLA (human
leukocyteantigen) mungkin bertanggung jawab atas aktivasi metabolik yang
terkait karsinogen
6. Kelainan kongenital
Adalah kelainan yang dibawa sejak lahir, benjolannya dapat berupa benjolan
yang timbul sejak lahir atau timbul pada usia kanak-kanak bahkan terkadang
muncul setelah usia dewasa. Pada kelainan ini ,benjolan yang paling sering
terletak di leher samping bagian kiri atau kanan di sebelah atas , dan juga di
tengah-tengah di bawah dagu. Ukuran benjolan bisa kecil beberapa cm tetapi bisa
juga besar seperti bola tenis
7. Penurunan imunitas
Pada saat system imun menurun menyebabkan terjadinya gangguan sistem
kekebalan tubuh yang menyebabkan terjadinya peningkatan kerentanan terhadap
infeksi, dan perlambatan proses penyembuhan penyakit.
C. Klasifikasi Tumor
1. Neoplasma dapat bersifat ganas atau jinak. Neoplasma ganas atau kanker
terjadi karena timbul dan berkembang biaknya sel-sel secara tidak
terkendali sehingga sel-sel ini tumbuh terus merusak bentuk dan organ
tempat tumbuh kanker.
2. Neoplasma jinak tumbuh dengan batas tegas dan tidak menyusup, tidak
merusak tetapi membesar dan menekan jaringan sekitarnya (ekspansif) dan
umumnya tidak bermetastase
3. Klassifikasi patologik tumor dibuat berdasarkan hasil pemeriksaan
mikroskopis pada jaringan dan tumor.2
D. Patofisiologi
Kelainan kongenital, rangsangan fisik yang berulang, hormon,
korsinogenik dan gaya hidup dapat menimbulkan berkembangnya sel tumor.
Sel tubuh mengalami transformasi dan tubuh secara autonom lepas dari
kendali pertumbuhan pertumbuhan sel normal, sehingga sel ini beda dengan sel
normal dalam hal bentuk dan struktur. Perbedaan sifat tumor bergantung pada
besar penyimpanan (bentuk dan fungsi) autonominya dalam pertumbuhan
kemampuan dalam berinfiltrasi dan menyebabkan metastase.
Tumor tumbuh di suatu sel pada suatu tempat, atau dari beberapa sel
dalam satu organ atau dari beberapa organ pada waktu bersamaan atau berbeda.
Selama pertumbuhan tumor masih terbatas, pola bagian organ tempat asalnya di
sebut tumor pada tahap lokal. Namun jika mencapai infiltrasi di sekitarnya
dikatakan tahap invasif atau infiltratif.Sel tumor bersifat terus tumbuh dan
membesar serta mendesak jaringan sekitarnya. Pada neoplasma sel tumbuh dan
menyusup serta merembes ke jaringan sekitar dan dapat meninggalkan sel induk
masuk ke pembuluh darah atau pembulu limfe sehingga penyebaran hemotogen
rinifogen.2
E. Manifestasi Klinis
1. Terapat lesi pada organ yang biasanya tidak nyeri terfiksasi dan keras
dengan batas yang tidak teratur.
2. Terjadi retraksi pada organ, karena tumor membesar sehingga terjadi
penerikan pada organ-organ yang berada dekat dengan tumor tersebut.
3. Pembengkakan organ yang terkena, dikarenakan pertumbuhan tumor yang
secara progresif dan invasive sehinga dapat merusak atau mengalami
pembengkakan,organ-organ di sekitar tumor.
4. Terjadi eritema atau pembengkakan lokal, di karenakan terjadinya
peradangan pada tumor sehingga daerah sekitar tumor akan mengalami
eritema
5. Pada penyakit yang sudah stadium lanjut dapat terjadi pecahnya benjolan-
benjolan pada kulit atau ulserasi.
Gejala tumor coli
Tumor leher yang di sebabkan oleh Karsinoma Nasofaring (KNF) adalah
tumor ganas yang berasal dari sel epitel yang melapisi nasofaring.
Pembesaran tumor leher adalah penyebaran secara limfogen (terdekat)
dan penyebaran jauh ke hati, paru-paru, tulang pinggul, os. Sacrum, dll.
F. Pemeriksaan
a. Laboratorium
- Pemeriksaan kadar untuk menilai fungsi tiroid
- Bagi pasien yang di curagai kasinoma harus di periksa kadar
kalsitonin.
b. Radiologi
- Foto polus leher dan lateran dengan metode soft tissue
technigue dengan posisi leher hiperekstensi, bila tumornya
besar. Untuk melihat ada tidaknya kalsifikasi.
- Di lakukan pemeriksaan foto thoraks untuk menilai ada atau
tidaknya metestasi dan pendesakan trakea.
- Esofagogram di lakukan jika ada tanda-tanda klinis adanya
infiltrasi ke esophagus.
- Pembuatan foto tulang belakang bila di curigai adanya tanda-
tanda metastase ke tulang belakang yang bersangkutan. Ct
scan dan MRI mengevaluasi staging dari tearsinoma.
c. Ultrasonografi
Untuk mendeteksi nodul yang kecil atau yang berada di posterior
yang secara klinis belum dapat di palpasi dan mendeteksi modul
dan multipel. Dan juga dapat membedakan yang padat dan klasik
serta dapat di manfaatkan untuk penuntun dalam tindakan
d. Scanning
Pemerikasaan scanning dapat memberikan beberapa gambaran
aktivitas, bentuk dan besar kelenjar.
e. Pemeriksaan potong beku, untuk membedakan jinak atau ganas
tumor tersebut.
G. Penatalaksaan
1. Pembedahan (colli otomi, tiroidektomi)
- Harus melaksakan pemerikasaan klinis untuk menentukan nodul benigna
atau maligna
- Eksisi tidak hanya terbatas pada bagian utama tumor, tapi eksisi juga harus
di lakukan terhadap jaringan normal sekitar jaringan tumor. Cara ini
memberikan hasil operasi yang lebih baik.
- Metastase ke kelanjar geteh bening umumnya terjadi pada setiap tumor
sehingga pengangkatan, kelenjar di anjurkan pada tindakan bedah.
- Satu hal mutlak di lakukan sebelum bedah adalah menentukan stadium
tumor dan melihat pola pertumbuhan (growth pattern) tumor tersebut.
- Tirodektomi adalah sebuah operasi yang dilakukan pada kelenjar.
- Colliotomi adalah operasi yang dilakukan pada leher yang terkena tumor.3
2. Obat-obatan
- Immunoterapy : interleukin 1 dan alpha interferon
- Kemoterapi : kemampuan dalam mengobati beberapa jenis tumor
- Radioterapy : membenul sel kanker dan sel jaringan normal, dengan
tujuan, meninggikan kemampuan untuk membunuh sel tumor dengan
kerusakan serendah mungkin pada sel normal.3
H. Komplikasi
- Perdarahan
- Resiko perdarahan minuman, namun hati-hati mengamankan hemostatis
dan penggunaan desain setelah operasi.
- Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara.
- Trauma pada nervus laringues rekurens, dapat menimbulkan paralisis
sebagian atau total.
- Sepsis yang meluas ke mediastinum.
- Hipokalsemi, karena terangkatnya kelenjarparatiroid saat operasi.
Anestesi Umum (General Anestesi)
f. Memberikan keadaan pemulihan yang halus cepat dan tidak menimbulkan ESO
yang berlangsung lama.
Kontraindikasi mutlak dilakukan anestesi umum yaitu dekompresi kordis
derajat III – IV, AV blok derajat II – total (tidak ada gelombang P). Kontraindikasi
Relatif berupa hipertensi berat/tak terkontrol (diastolik >110), DM tak terkontrol,
infeksi akut, sepsis, GNA. Tergantung pada efek farmakologi pada organ yang
mengalami kelainan. Pada pasien dengan gangguan hepar, harus dihindarkan
pemakaian obat yang bersifat hepatotoksik. Pada pasien dengan gangguan
jantung, obat – obatan yang mendepresi miokard atau menurunkan aliran koroner
harus dihindari atau dosisnya diturunkan. Pasien dengan gangguan ginjal, obat –
obatan yang diekskresikan melalui ginjal harus diperhatikan. Pada paru, hindarkan
obat yang memicu sekresi paru, sedangkan pada bagian endokrin hindari obat
yang meningkatkan kadar gula darah, obat yang merangsang susunan saraf
simpatis pada penyakit diabetes basedow karena dapat menyebabkan peningkatan
kadar gula darah. Sedangkan komplikasi kadang – kadang tidak terduga walaupun
tindakan anestesi telah dilakukan dengan sebaik – baiknya. Komplikasi dapat
dicetuskan oleh tindakan anestesi ataupun kondisi pasien sendiri.
Komplikasi dapat timbul pada waktu pembedahan ataupun setelah pembedahan.
Komplikasi kardiovaskular berupa hipotensi dimana tekanan sistolik kurang dari
70 mmHg atau turun 25 % dari sebelumnya, hipertensi dimana terjadi peningkatan
tekanan darah pada periode induksi dan pemulihan anestesi. Komplikasi ini dapat
membahayakan khususnya pada penyakit jantung karena jantung bekerja keras
dengan kebutuhan – kebutuhan miokard yang meningkat yang dapat
menyebabkan iskemik atau infark apabila tidak tercukupi kebutuhannya.
Komplikasi lain berupa gelisah setelah anestesi, tidak sadar , hipersensitifitas
ataupun adanya peningkatan suhu tubuh. 1
IV. PERSIAPAN UNTUK ANESTESI UMUM
Dari hasil kunjungan ini dapat diketahui kondisi pasien dan dinyatakan
dengan status anestesi menurut The American Society Of Anesthesiologist (ASA).
ASA II : Pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang baik karena
penyakit bedah maupun penyakit lain. Contohnya : pasien batu ureter dengan
hipertensi sedang terkontrol, atau pasien appendisitis akut dengan lekositosis dan
febris.
ASA III : Pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat yang diakibatkan
karena berbagai penyebab. Contohnya: pasien appendisitis perforasi dengan
septisemia, atau pasien ileus obstrukstif dengan iskemia miokardium.
Gol. Antikolinergik
Atropin. Diberikan untuk mencegah hipersekresi kelenjar ludah, antimual dan
muntah, melemaskan tonus otot polos organ – organ dan menurunkan spasme
gastrointestinal. Dosis 0,4 – 0,6 mg IM bekerja setelah 10 – 15 menit.
Gol. Transquilizer
Diazepam (Valium). Merupakan golongan benzodiazepine. Pemberian dosis
rendah bersifat sedatif sedangkan dosis besar hipnotik. Dosis premedikasi dewasa
0,2 mg/kgBB IM
Stadium I
Stadium I (St. Analgesia/ St. Disorientasi) dimulai dari saat pemberian
zat anestetik sampai hilangnya kesadaran. Pada stadium ini pasien masih dapat
mengikuti perintah dan terdapat analgesi (hilangnya rasa sakit). Tindakan
pembedahan ringan, seperti pencabutan gigi dan biopsi kelenjar, dapat dilakukan
pada stadium ini. Stadium ini berakhir dengan ditandai oleh hilangnya reflekss
bulu mata (untuk mengecek refleks tersebut bisa kita raba bulu mata).
Stadium II
Stadium II (St. Eksitasi; St. Delirium) Mulai dari akhir stadium I dan
ditandai dengan pernapasan yang irreguler, pupil melebar dengan reflekss cahaya
(+), pergerakan bola mata tidak teratur, lakrimasi (+), tonus otot meninggi dan
diakhiri dengan hilangnya reflekss menelan dan kelopak mata.
Stadium III
Stadium III yaitu stadium sejak mulai teraturnya lagi pernapasan hingga
hilangnya pernapasan spontan. Stadia ini ditandai oleh hilangnya pernapasan
spontan, hilangnya reflekss kelopak mata dan dapat digerakkannya kepala ke kiri
dan kekanan dengan mudah.
Stadium IV
Ditandai dengan kegagalan pernapasan (apnea) yang kemudian akan
segera diikuti kegagalan sirkulasi/ henti jantung dan akhirnya pasien meninggal.
Pasien sebaiknya tidak
mencapai stadium ini karena itu berarti terjadi kedalaman anestesi yang
berlebihan.
TANDA REFLEKS PADA MATA 2
Refleks pupil
Pada keadaan teranestesi maka refleks pupil akan miosis apabila
anestesinya dangkal, midriasis ringan menandakan anestesi reaksinya cukup dan
baik/ stadium yang paling baik untuk dilakukan pembedahan, midriasis maksimal
menandakan pasien mati.
Refleks cahaya
Untuk refleks cahaya yang kita lihat adalah pupilnya, ada / tidak respon
saat kita beri rangsangan cahaya.
Indikasi :
Tindakan singkat ( ½ - 1 jam)
Keadaan umum baik (ASA I – II)
Lambung harus kosong
Prosedur :
Siapkan peralatan dan kelengkapan obat anestetik
Pasang infuse (untuk memasukan obat anestesi)
Premedikasi + / - sedasi/anti-anxiety :benzodiazepine; analgesia: opioid,
non opioid, dll
Induksi
Pemeliharaan
Teknik Intubasi
1. Pastikan semua persiapan dan alat sudah lengkap
2. Induksi sampai tidur, berikan suksinil kolin → fasikulasi (+)
3. Bila fasikulasi (-) → ventilasi dengan O2 100% selama kira - kira 1 mnt
4. Batang laringoskopi pegang dengan tangan kiri, tangan kanan mendorong
kepala sedikit ekstensi → mulut membuka
5. Masukan laringoskop (bilah) mulai dari mulut sebelah kanan, sedikit demi
sedikit, menyelusuri kanan lidah, menggeser lidah kekiri.
6. Cari epiglottis tempatkan bilah didepan epiglotis (pada bilah bengkok) atau
angkat epiglotis ( pada bilah lurus )
7. Cari rima glotis ( dapat dengan bantuan asisten menekan trakea dar luar )
8. Temukan pita suara → warnanya putih dan sekitarnya merah
9. Masukan ET melalui rima glottis
10. Hubungkan pangkal ET dengan mesin anestesi dan atau alat bantu napas ( alat
resusitasi )
Klasifikasi Mallampati :
Mudah sulitnya dilakukan intubasi dilihat dari klasifikasi Mallampati.
1. Anestesi intravena
Penggunaan :-
Untuk induksi
Sedasi
Cara pemberian :
Diteteskan perinfus
Obat anestetik intravena meliputi :
a. Benzodiazepine
Sifat : hipnotik – sedative, amnesia anterograd, atropine like effect, pelemas otot
ringan, cepat melewati barier plasenta.
Kontraindikasi : porfiria dan hamil.
Dosis : Diazepam : induksi 0,2 – 0,6 mg/kg IV, Midazolam : induksi : 0,15 – 0,45
mg/kg IV.
b. Propofol
Merupakan salah satu anestetik intravena yang sangat penting. Propofol dapat
menghasilkan anestesi kecepatan yang sama dengan pemberian barbiturat secara
inutravena, dan waktu pemulihan yang lebih cepat. Dosis : 2 – 2,5 mg/kg IV.
c. Ketamin
Ketamin adalah suatu rapid acting nonbarbiturat general anaesthetic. Indikasi
pemakaian ketamin adalah prosedur dengan pengendalian jalan napas yang sulit,
prosedur diagnosis, tindakan ortopedi, pasien resiko tinggi dan asma. Dosis
pemakaian ketamin untuk bolus 1- 2 mg/kgBB dan pada pemberian IM 3 – 10
mg/kgBB.
d. Thiopentone Sodium
Merupakan bubuk kuning yang bila akan digunakan dilarutkan dalam air menjadi
larutan 2,5%atau 5%. Indikasi pemberian thiopental adalah induksi anestesi
umum, operasi singkat, sedasi anestesi regional, dan untuk mengatasi kejang.
Keuntungannya :induksi mudah, cepat, tidak ada iritasi mukosa jalan napas. Dosis
5 mg/kg IV, hamil 3 mg/kg IV.
2. Anestetik inhalasi
a. N2O
Nitrogen monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau,
tidak berasa dan lebih berat daripada udara. N2O biasanya tersimpan dalam bentuk
cairan bertekanan tinggi dalam baja, tekanan penguapan pada suhu kamar ± 50
atmosfir. N2O mempunyai efek analgesic yang baik, dengan inhalasi 20% N2O
dalam oksigen efeknya seperti efek 15 mg morfin. Kadar optimum untuk
mendapatkan efek analgesic maksimum ± 35% . gas ini sering digunakan pada
partus yaitu diberikan 100% N2O pada waktu kontraksi uterus sehingga rasa sakit
hilang tanpa mengurangi kekuatan kontraksi dan 100% O2 pada waktu relaksasi
untuk mencegah terjadinya hipoksia. Anestetik tunggal N2O digunakan secara
intermiten untuk mendapatkan analgesic pada saat proses persalinan dan
pencabutan gigi. H2O digunakan secara umum untuk anestetik umum, dalam
kombinasi dengan zat lain.
b. Halotan
Merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar dan
tidak mudah meledak meskipun dicampur dengan oksigen. Halotan bereaksi
dengan perak, tembaga, baja, magnesium, aluminium, brom, karet dan plastic.
Karet larut dalam halotan, sedangkan nikel, titanium dan polietilen tidak sehingga
pemberian obat ini harus dengan alat khusus yang disebut fluotec. Efek analgesik
halotan lemah tetapi relaksasi otot yang ditimbulkannya baik. Dengan kadar yang
aman waktu 10 menit untuk induksi sehingga mempercepat digunakan kadar
tinggi (3-4 volume %). Kadar minimal untuk anestesi adalah 0,76% volume.
c. Isofluran
Merupakan eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Secara kimiawi
mirip dengan efluran, tetapi secara farmakologi berbeda. Isofluran berbau tajam
sehingga membatasi kadar obat dalam udara yang dihisap oleh penderita karena
penderita menahan nafas dan batuk. Setelah pemberian medikasi preanestetik
stadium induksi dapat dilalui dengan lancer dan sedikit eksitasi bila diberikan
bersama N2O dan O2. Isofluran merelaksasi otot sehingga baik untuk intubasi.
Tendensi timbul aritmia amat kecil sebab isofluran tidak menyebabkan sensiitisasi
jantung terhadap ketokolamin. Peningkatan frekuensi nadi dan
takikardiadihilangkan dengan pemberian propanolol 0,2-2 mg atau dosis kecil
narkotik (8-10 mg morfin atau 0,1 mg fentanil), sesudah hipoksia atau hipertemia
diatasi terlebih dulu. Penurunan volume semenit dapat diatasi dengan mengatur
dosis. Pada anestesi yang dalam dengan isofluran tidak terjadi perangsangan SSP
seperti pada pemberian enfluran. Isofluran meningkatkan aliran darah otak pada
kadar labih dari 1,1 MAC (minimal Alveolar Concentration) dan meningkatkan
tekanan intrakranial.
d. Sevofluran
Obat anestesi ini merupakan turunan eter berhalogen yang paling disukai
untuk induksi inhalasi.6
A. Aldrete Score
Nilai Warna
Merah muda, 2
Pucat, 1
Sianosis, 0
Pernapasan
Dapat bernapas dalam dan batuk, 2
Dangkal namun pertukaran udara adekuat, 1
Apnoea atau obstruksi, 0
Sirkulasi
Tekanan darah menyimpang <20% dari normal, 2
Tekanan darah menyimpang 20-50 % dari normal, 1
Tekanan darah menyimpang >50% dari normal, 0
Kesadaran
Sadar, siaga dan orientasi, 2
Bangun namun cepat kembali tertidur, 1
Tidak berespons, 0
Aktivitas
Seluruh ekstremitas dapat digerakkan, 2
Dua ekstremitas dapat digerakkan,1
Tidak bergerak, 0
Pergerakan
Gerak bertujuan 2
Tidak bergerak 0
Pernafasan
Batuk, menangis 2
Perlu bantuan 0
Kesadaran
Menangis 2
Tidak bereaksi 0
DAFTAR PUSTAKA
1. Aru Sudoyo dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi IV.
Jakarta: IPD Press
2. Efiaty Arsyad dkk. 2007. Buku Ajar THT Edisi 6. Jakarta: UI Press
3. Theopilus B. dkk. 2008. Buku Ajar Anatomi Umum. Makassar: Bagian
Anatomi FK Unhas
4. Wan Desen. 2008. Buku Ajar Onkologi. Jakarta: UI Press
5. Latief SA, Suryadi KA. Petunjuk Praktis Anestesiologi, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia 2009.
6. Omuigui . The Anaesthesia Drugs Handbook, 2nd ed, Mosby year Book Inc,
1995.
7. Dachlan, R.,dkk. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi
dan Terapi FK UI. Jakarta