Anda di halaman 1dari 16

SKENARIO 1 BLOK RESPIRATORY

Nn Nunu, 45 tahun diantar anaknya kerumah sakit dikabupaten didekat


kawasan rumah mereka karena mengalami batuk darah. Batuk darah ini baru
pertama kali dialami Nn Nunu yang sebelumnya Nn Nunu tidak mengalami
keluhan apapun. Riwayat penggunaan insulin (+) DM (+) lebih kurang 15
thn.

Data tambahan yang diperoleh :


Dari hasil pemeriksaan dokternya terdapat riwayat batuk darah baru pertama
kali, batuk darah tidak berhubungan dengan siklus menstruasi. Terlihat
wajahnya ketakutan dan pucat. Pada pemeriksaan fisik ditemukan sistem
tremitus suara mengeras pada lapangan bawah paru kanan, disertai perkusi
sonor memendek dan suara pernafasan vesikuler mengeras. Tidak ditemukan
wheezing lokal. Suara tambahan murmur diastolis pada pemeriksaan
auskultasi. Pemeriksaan foto toraks ditemukan bayangan perselubungan
pada lapangan bawah kanan.
Pemeriksaan darah tepi :
LED : 25mm/jam
HB : 10,5 gr%, Leukosit : 7000/mm³, Trombosit : 350.000/mm³
Hitung jenis leukosit : EOS 1%, Baso 2%, Neutrofil batang 4%
Neutrofil segmen
TERMINOLOGI :
Insulin : Hormon protein yang disekresi
oleh sel beta pulau-pulau pankreas,
berfungsi sebagai sinyal hormonal
pada keadaan telah makan,
disekresi sebagai respon terhadap
peningkatan kadar glukosa dan
asam amino dalam darah.
DM (diabetes milletus) :
IDENTIFIKASI MASALAH

1.Kenapa pada penderita TB mengalami batuk berdarah ?

2. Apakah hubungan TB dengan DM?


ANALISA MASALAH

1. Batuk berdarah mungkin terjadi karena robekan/rupture aneurisme


arteri pulmonare misalnya yang terdapat pada dinding kavitas
(aneurisma rassmusen) atau karena pecahnya anastomosis yang
membesar.

2. ya, karena DM menyebabkan defek pada fungsi sel imun penyakit


TB dapat menyerang penderita DM.
Nn Nunu - 85

Nn Nunu - 85

Pemeriksaan Lab Pemeriksaan Diagnosa


Pemeriksaan Normal

DD

DX

Komplikasi

Definisi Diagnosa

Etiologi Patogen penatalaksanaan


BELAJAR MANDIRI

Definisi :
Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu faktor resiko
paling penting dalam terjadinya perburukan TB. Pada permulaan
abad-20, para klinis telah mengamati adanya hubungan antara DM
dengan TB, meskipun masih sulit untuk ditentukan apakah DM yang
mendahului TB atau TB yang menimbulkan manifestasi klinis DM.
Istilah DM menggambarkan suatu kelainan metabolik dngan
berbagai etiologi yang ditandai oleh hiperglikemia kronis dengan
gangguan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak sebagai
akibat defek pada sekresi insulin, atau keduanya. Dalam dua dekade
terakhir terjadi peningkatan prevalensi DM, terutama DM tipe II. Hal
ini disebabkan oleh perubahan gaya hidup,meningkatnya obesitas,
dan berkurannya aktivitas yang umumnya terjadi pada negara-
negara yang mengalami industrialisasi. Peningkatan prevalensi DM
sebagai faktor resiko TB juga disertai dengan peningkatan
prevalensi TB.
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit tertua
menginfeksi manusia. Penyakit ini menjadi masalah kesehatan di
seluruh dunia dan menyebabkan angka kematian yang tinggi.
Penyakit ini disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang
berbentuk batang, tidak membentuk spora, bersifat aerob dan
tahan asam. TB umumnya terjadi pada paru, tetapi dapat pula
menyerang organ lain seperti kasus. Walaupun telah mendapat
pengobatan TB yang efektif, penyakit ini tetap menginfeksi hampir
sepertiga populasi dunia., dan setiap tahunnya menimbulkan
penyakit pada sekitar 8,8 juta orang, serta membunuh 1,6 juta
pasiennya. Indonesia masih menempati posisi ke-5 didunia untuk
jumlah kasus TB.
Peningkatan kasus TB pada pasien DM juga terjadi di
indosenia. Cukup banyak pasien DM yang mengalami TB dan hal
tersebut meningkatan morbiditas maupun mortalitas TB maupun
DM.
ETIOLOGI :
Prevalensi TB meningkat seiring dengan
peningkatanprevalensi DM. Frekuesni DM pada pasien TB
dilaporkan sekitar 10-15% dan prevalensi penyakit infeksi ini 2-5
kali lebih tinggi pada pasien diabetes dibandingkan dengan kontrol
yang non-diabetes. Dalam studi terbaru ditaiwan disebutkan
bahwa diabestes merupakan komorbid dasar tersering pada pasien
TB yang telah dikonfirmasi dengan kultur, terjadi pada sekitar
21,5% pasien. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Alisjahbana
di Indonesia pada tahun 2001-2005, DM lebih banyak ditemukan
pada pasien TB paru dibandingkan dengan non TB.
PATOGENESIS

Kemungkinan penyebab meningkatnya insiden tuberculosis


paru pada pengidap diabetes dapat berupa defek pada fungsi-
fungsi sel imun dan mekanisme pertahanan pejamu. Mekanisme
yang mendasari terjadinya hal tersebut masih belum bisa dipahami
sampai saat ini, meskipun telah terdapat sejumlah hipotesis
mengenai peran sitokin sebagai suatu molekul yang penting dalam
mekanisme pertahanan manusia terhadap TB. Selain itu,
ditemukan juga aktivitas bakterisidal leukosit yang berkurang pada
pasien DM, terutama pada mereka yang memiiki kontrol gula
darah yang buruk. Penularan TB umumnya terjadi melalui droplet,
yang dikeluarkan dengan cara batuk, bersin, atau percikan ludah
orang bisa terinfeksi TB paru.
Meningkatnya resiko TB pada pasien DM diperkirakan
disebabkan oleh defek pada makrofag alveolar pada limfosit T.
Wang mengemukakan adanya peningkatan jumlah makrofag
alveolar matur pada pasien TB paru aktif. Namun, tidak
ditemukan perbedaaan jumlah limfosit T yang signfikan antara
pasien TB dengan DM dan pasien TB saja.
Pada percobaan eksperimental yang dilakukan stalenhoef. Pada
plasma darah manusia didapatkan bahwa tidak ada perbedaan produksi
sitokin antara pasien TB dengan atau tanpa DM. Jika pasien dengan DM
tipe 2 dibandingkan dengan kontrol yang sehat, produksi IFN-Ɣ spesifik
M. Tuberculosis sama saja, tetapi produksi IFN-Ɣ yang non-spesifik
menunjukkan adanya defek pada respon imun alamiah yang berperan
pada meningkatnya resiko pada pasien DM untuk mengalami TB aktif.
Penelitian lain yang dilakukan loleh Alisjahbana menemukan
adanya beberapa perbedaan manifestasi klinis yang lebih banyak dan
keadaan umum yang lebih buruk (menggunakan indeks karnofsky).
Pada penelitian ini juga didapatkan pengaruh negatif dari DM terhadap
hasil akhir pengobatan anti tuberculosis. DM secara signifikan berkaitan
dengan kultur sputum yang masih positif setelah enam bulan
pengobatan.
Berdasarkan ketiga penelitian diatas tidak ditemukan adanya
perbedaan yang signifikan manifestasi klinis antara psaien TB yang
menderita DM maupun pasen TB tanpa DM. Dengan demikian pada
pasien TB yang juga menderita DM dapat ditemukan gejala seperti
batuk, batuk berdarah, sesak nafas, demam, keringat malam, dan
penurununan berat badan, namun gejala cenderung lebih banyak dan
keadaan umum lebih buruk. Sedangkan gambaran hasil radiologi tidak
menunjukkan perbedaan.
PENATALAKSANAAN
Pada masa sebelum diterapkannya insulin, sebagian besar
pasien DM akan meninggal karena TB paru bila mereka berhasil bertahan
dari koma diabetes.setelah diperkenalkan terapi insulin pada tahum 1992,
TB masih tetap masih tetap menjadi ancaman yang serius pada pasien DM.
Namun, dengan pengobatan anti TB yang efektif, prognosisnya akan jauh
lebih baik.
Prinsip pengobatan TB paru pada pasien DM serupa dengan yang
bukan pasien DM, dengan syarat kadar gula darah terkontrol. Prinsip
pengobatan dengan obat anti tuberkulosi (OAT) dibagi menjadi ua fase.
Yaitu fase intensif yang berlangsung selama 2-3 bulan dan dilanjutkan
dengan fase lanjutan 4-6 bulan. Terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam memberikan pengobatan TB paru pada pasien DM, salah
satunya adalah kontrol kadar gula darah dan efek samping OAT. Obat ini
peratama yang biasa digunakan adalahn isoniazid, rimfampisin, pirazinamid,
etambutol, dn streptomicyn.
Keadaan yang perlu diperhatikan adalah pemberian rimfampisin pada
pasien DM yang menggunkan obat oral antidiabetes, khususnya sulfonilurea.
Sehingga pada pasien DM, sulfonilurea harus dengan dosis yang
ditingkatkan. Sedangkan pada pemberian etambutol, pasien DM harus hati-
hati karena efek sampingnya terhadap mata.
DIAGNOSA
Secara klinis, berbagai keluhan dapat ditemukan pada psien DM, baik keluhan
klasik maupun keluhan tambahan. Kecurigaan adanya DM perlu difikirkan bila
adanya keluhn klasik DM seperti poliuria, polidipsia, polfagia, dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Keluhan tambahan lainnya berupa
lemah badan, kesemutan, gatal, pandangan kabur, dan disfungsi ereksi pada pria,
serta pruritus vulva pada wanita.
Diagnosa DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika keluhan klasik
ditemukan maka peeriksaan glukosa darah sewaktu ≥200mg/dL meneggakkan
diagnosa DM. Kedua, bila keluhan klasik ditemukan dan pemeriksaan glukosa darah
puasa ≥126 mg/dL, maka pasien dapat didiagnosa DM. Ketiga, dengan Tes
Toleransi Glukos Oral (TTGO).
Berdasarkan standart WHO, tes tersebut dilakukan setelah pasien puasa
minimal delapan jam lalu diberikan beban glukosa 75 gram yang dilarutkan dalam
250 ml air dan diminum dalam lima menit. Bila pemeriksaan glukosa darah setelah
dua jam pemberian glukosa ini ≥200mg/dL, maka diagnosa DM dapat ditegakkan.
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan bakteriologi, radiologi, dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Gejala klinis yang dapat timbul, antara laindemam dan keringat malam, penurunan
berat badan, batuk lebih dari 2 minggu, batuk darah, sesak nafas, dan nyeri dada.
Pada pemeriksaan gisik daapt ditemukan suara nafas bronkial, amforik, suara nafas
yang melemah, dan rhonki basah.
Diagnosa pasti tuberkulosis paru adalah dengan menemukan kuman
Mycobacterium tuberculosis dalam sputum atau jaringan paru biakan. Pemeriksaan
lain yang dpat dilakukan adalah dengan pencitraan radiologi, pemeriksaan
BACTEC, PCR, (Polymerase Chain Reaction), ICT (Immunochromatographic
Tuberculosis). Mycodot, PAP (Peroksidase Anti Peroksidase) dan IgGTB.
KOMPLIKASI
DM merupakan salah satu faktor resiko terpenting dalam hal
terjadinya TB paru . Peningkatan prevalensi DM diindonesia disertai dengan
peningkatan prevalensi TB paru. Peningkatan prevalens ini cenderung lebih tinggi
seiring bertambahnya usia.
Dalam hal manifestasi klinis, tidak ditemukan adanya perbedaan
yang signifikan antara pasien TB paru yang juga menderita DM dengan yang tidak
DM, hanya saja gejala yang muncul cenderung lebi banyak dan keadaan umum lebih
buruk pada yang menderita DM. Namun, dari gambarn Rdiologi dan bakteriologi,
kedua jensi pasien TB ini tidak ada yang lebih buruk dibandingkan satu sama lain.
prinsif pengobatan DM pada TB atau non TB tidak berbeda, tetapi
harus diperhatikan adanya antituberkulosis dan obat oral untuk DM. Pengontrolan
gula darah yang baik merupakan hal terpenting dan utama yang harus diperhatikan
demi keberhasilan pengobatan TB paru pada pasien DM.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai