Anda di halaman 1dari 12

MANIFESTO KAMMI UNTUK INDONESIA

Gambar

Naskah Manifesto ini dirumuskan di Jakarta, diselesaikan di Yogyakarta, dan dideklarasikan di Malang.

I. KAMMI DAN SEMANGAT KEINDONESIAAN

Lima belas tahun silam, ratusan mahasiswa berkumpul dan membentuk sebuah perkumpulan aksi, yang
kemudian bertransformasi menjadi sebuah organisasi pergerakan mahasiswa, yang bernama Kesatuan
AKsi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI).

KAMMI telah men-tanfidz-kan diri sebagai wadah perjuangan permanen yang akan melahirkan kader-
kader pemimpin dalam upaya mewujudkan bangsa dan negara Indonesia yang Islami. Dari visi tersebut,
KAMMI dengan sadar menyatakan diri sebagai putera dan puteri bangsa. KAMMI lahir, tumbuh, dan
berkembang bersama bangsa Indonesia. Kammi lahir dari proses reformasi yang mencoba untuk
menyelamatkan bangsa ini dari jurang keterpurukan, untuk menjadi bangsa yang benar-benar matang
sebagai bangsa yang berdaulat.

KAMMI Menginsyafi bahwa Islam adalah bagian tak terpisahkan dari bangsa Indonesia… KAMMI
menyatakan diri sebagai bagian tak terpisahkan dari umat Islam, yang kehadirannya membentuk karakter
dan nafas kebangsaan. KAMMI tersusun atas tiga batu pijak: Mahasiswa, Muslim, dan Indonesia. KAMMI
adalah mahasiswa, yang diberi amanah oleh bangsa ini untuk belajar menjadi pemimpin bangsa di masa
depan. KAMMI adalah umat Islam, yang menjadi bagian terbesar dari entitas bangsa Indonesia. Dan
KAMMI adalah bagian dari bangsa Indonesia yang telah berjuang untuk merebut kemerdekaan dan
kedaulatannya selama berabad-abad dari penjajahan bangsa lain.

KAMMI sadar bahwa mahasiswa adalah tulang punggung perbaikan Bangsa dan negara Indonesa.
Kehadiran KAMMI adalah untuk berbakti dan memperbaiki bangsa Indonesia. Denyut nadi KAMMI
adalah denyut nadi rakyat Indonesia. Luka bangsa ini adalah luka bagi KAMMI. Oleh sebab itu, KAMMI
menyatakan bahwa jati diri KAMMI adalah jati diri bangsa Indonesia.
Dengan dasar itulah, maka dalam momentum lima belas tahun gerakan ini, KAMMI ingin menegaskan
semangat dan jiwa keindonesiaannya dalam sebuah manifesto. Tanpa semangat keindonesiaan, KAMMI
hanya akan menjadi makhluk tanpa hati nurani. Langkah gerak KAMMI adalah untuk pengabdian kepada
rakyat. Dan pengabdian kepada rakyat, tak lebih dan tak kurang dari pengabdian kami yang tulus kepada
bangsa Indonesia.

II. SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA

Sejarah perjuangan bangsa Indonesia tak lepas dari sejarah perjuangan para mahasiswa muslim yang
bergerak di dalamnya. Dalam sejarah perjuangan bangsa, mahasiswa selalu menjadi penentu perubahan-
perubahan yang ada. Kesadaran nasional yang pertama takkan bisa terlepaskan dari semangat
pembaharuan mahasiswa Muslim yang belajar dan mendirikan organisasi pergerakan. Budi Utomo lahir
dari sebuah kampus STOVIA, hadir mendobrak kekakuan masyarakat Indonesia yang hidup dalam
hegemoni pemerintah kolonial belanda.

Sejarah perjuangan bangsa Indonesia tak terlepas dari semangat para pejuang yang berasal dari
pesantren, kemudian tampil membentuk Sarekat Islam dan organisasi-organisasi pergerakan lainnya.
Pada tahun 1925, Jong Islamieten Bond, perkumpulan mahasiswa Islam yang pertama, berdiri dan tiga
tahun kemudian tampil dalam Sumpah Pemuda.. Kehadiran Jong Islamieten Bond tak sekadar menaungi
aspirasi kaum muda Islam Indonesia, tetapi juga mempertemukan semangat Islam dan semangat
kebangsaan yang menjadi faktor pembentuk dari sejarah bangsa Indonesia. Jong Islamieten Bond adalah
organisasi pergerakan mahasiswa Islam pertama yang hadir dalam tubuh bangsa Indonesia.

Jong Islamieten Bond tampil untuk menegaskan bahwa Islam hadir untuk bangsa Indonesia. Semangat
Islam harus mampu bergandengan tangan dengan semangat keindonesiaan. Raden Samsurrijal, Ketua
Umum Jong Islamieten Bond pertama pernah berkata, “: “Allah SWT mewajibkan kami tidak hanya
berjuang untuk bangsa dan negara kita, tetapi juga untuk umat Islam di seluruh dunia. Hanya, hendaknya
di samping aliran-aliran Islam, kita selalu memberi tempat kepada aliran-aliran nasionalistis. Selain
kewajiban yang utama ini, kami wajib berjuang untuk umat Islam seluruhnya, sebab kami orang Islam
adalah hamba Allah SWT. dan kami hanya mengabdi kepada-Nya, Yang Maha-kuasa, Maha-arief, Maha-
tahu, Raja alam semesta. “

Pernyataan Samsurrijal telah membuka mata bangsa Indonesia bahwa Islam, sebagai salah satu faktor
pembentuk identitas masyarakat Indonesia, tak perlu dipertentangkan dengan nasionalisme. Sebab,
Islam juga menghargai nasionalisme dan menyuruh umatnya untuk berjuang merebut kemerdekaan.
Sebab, Islam adalah agama perlawanan. Islam tidak tunduk pada kekuatan manapun yang ingin
menguasainya. Oleh sebab itu, penjajahan, yang sangat bertentangan dengan nasionalisme, harus segera
dihentikan. Islam bergandengan tangan dengan segenap komponen bangsa Indonesia lain untuk
memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia, sebab untuk itulah Jong Islamieten Bond hadir di
Indonesia.

Tan Malaka pernah berkata dalam sebuah pidatonya yang terkenal, “Saat ini, Pan-Islamisme berarti
perjuangan untuk pembebasan nasional, karena bagi kaum Muslim Islam adalah segalanya: tidak hanya
agama, tetapi juga Negara, ekonomi, makanan, dan segalanya. Dengan demikian Pan-Islamisme saat ini
berarti persaudaraan antar sesama Muslim, dan perjuangan kemerdakaan bukan hanya untuk Arab
tetapi juga India, Jawa dan semua Muslim yang tertindas”. Semangat yang mempersatukan Islam dan
bangsa Indonesia adalah semangat untuk melawan penindasan. Penjajahan adalah bentuk konkret
penindasan di muka bumi ini. Dan oleh sebab itulah, semua harus melawan. Tak terkecuali umat Islam.

Pada tahun 1945, Jepang menyerah kalah dan Belanda siap-siap kembali mencaplok bangsa ini. Pada
saat itulah dengan gagah berani sekelompok anak muda menyatakan ‘Indonesia harus merdeka dalam
tempo yang sesingkat-singkatnya!’ Bung Karno dan Bung Hatta diculik, dan akhirnya, oleh sebab
semangat untuk memerdekakan diri, Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan pada
tanggal 17 Agustus 1945. Umat Islam, kembali bergandengan dengan segenap komponen bangsa
Indonesia, segera menyusun agenda untuk mempertahankan bangsa Indonesia. Dua kali agresi Belanda
dilakukan ke jantung ibukota negara kita, dua kali pula agresi itu ditangkis dengan gigih oleh bangsa
Indonesia. Tahun 1947, mahasiswa-mahasiswa Islam berkumpul di Yogyakarta, masih dengan semangat
yang sama untuk mempertahankan dan membela semangat juang bangsa Indonesia. Lahirlah Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI), yang menjadi organisasi mahasiswa Islam pertama di Indonesia, yang membawa
semangat kepentingan umat Islam agar bangsa Indonesia benar-benar merdeka seutuhnya, tanpa dibagi-
bagi. Pada tahun 1949, konferensi pengakuan kedaulatan bangsa Indonesia telah mengakhiri konflik
berkepanjangan, menyerahkan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia untuk mengelola dirinya sendiri
secara mandiri dan berdaulat.

Bagi KAMMI, HMI, IMM, PMII, dan segenap organisasi lain yang hadir mendahului KAMMI adalah “kakak
kandung seperjuangan”. Kami berdua lahir dari rahim identitas yang sama, lahir dalam semangat
perjuangan dan perlawanan yang sama, yaitu identitas Islam dan Indonesia. Oleh sebab itu, semangat
perjuangan mahasiswa muslim Indonesia sudah tidak layak lagi dikotak-kotakkan oleh perjuangan yang
bersifat kebenderaan. Kita harus bersatu dalam perjuangan kebangsaan yang tuntas.
Perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia sampai pada fase dimana bangsa ini harus mengalami krisis
yang berkepanjangan, akibat rezim otoriter Orde Baru yang berkuasa selama 32 tahun. Titik kulminasi
dari krisis itu adalah kegagalan pemerintah dalam mengelola perekonomian, yang berakibat pada
demonstrasi dan kerusuhan di mana-mana. Mahasiswa, yang punya peran sejarah sebagai penentu
perubahan sosial, dituntut untuk hadir. Dan akhirnya, pada tanggal 29 Maret 1998, perwakilan aktivis
mahasiswa muslim dari berbagai daerah berkumpul di Malang, mendiskusikan berbagai permasalahan
bangsa. Disepakati, selepas penutupan pertemuan Forum Silaturrahmi Lembaga Dakwah Kampus
Nasional X, dibentuklah Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) yang berasas Islam,
bernafas keindonesiaan, dan bervisi sebagai “wadah perjuangan permanen yang akan melahirkan kader-
kader pemimpin dalam upaya mewujudkan bangsa dan negara Indonesia yang Islami”.

KAMMI hadir tak lepas dari perlawanan terhadap rezim otoriter yang menindas bangsa Indonesia.
Serikat buruh ditindas dan dipaksa untuk ikut hanya dalam satu organisasi tunggal. Para petani di Kedung
Ombo kehilangan tanahnya untuk proyek pembangunan. Sementara itu, perekonomian Indonesia
dikuasai oleh oligarki pemilik modal yang membangun imperium bisnis atas perlindungan dari rezim
Soeharto dan kroni-kroninya. Kekecewaan dan kebencian rakyat memuncak pada tahun 1998, di mana
mahasiswa, yang mengemban amanah rakyat, akhirnya turun ke jalan dan menyuarakan reformasi.

Dengan demikian, sejarah perjuangan bangsa Indonesia dipenuhi oleh semangat juang mahasiswa dalam
memperjuangkan aspirasi rakyatnya. Dan sebab itu, benarlah jika Muqaddimah Anggaran Dasar KAMMI
menyatakan, “mahasiswa adalah entitas intelektual yang menempati posisi strategis dalam perjalanan
sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Mahasiswa adalah agen-agen pengubah, pilar-pilar keadilan dan
kebenaran, teladan perjuangan, dan aset masa depan bangsa Indonesia. Kaum muslimin adalah bagian
terbesar bangsa Indonesia, sehingga masa depan bangsa Indonesia akan ditentukan oleh peran-peran
sejarah kaum muslimin. Sementara itu, sejarah Indonesia adalah sejarah tirani, penindasan, dan
kedzaliman atas rakyatnya yang mustadh’afin, termiskinkan, dan terpinggirkan”.

Dan artinya, sudah menjadi tugas KAMMI-lah, saat ini, ketika gerakan sudah berumur 15 tahun, untuk
memperbaikinya.

III. PERMASALAHAN BANGSA INDONESIA

Bangsa Indonesia, di tahun 2013, sudah akan berusia 68 tahun. Tentu saja, usia itu bukanlah usia yang
lagi muda. Bangsa-bangsa lain yang usianya lebih muda dari bangsa Indonesia, sudah menjadi bangsa
baik dengan tingkat kemajuan yang lebih mapan. Hal ini memerlukan refleksi dan penelaahan yang lebih
matang. Mengapa selama 68 tahun ini bangsa Indonesia seakan mengalami kesulitan untuk menjadi
bangsa yang unggul? Mengapa selama 68 tahun ini bangsa Indonesia masih saja dihantui oleh krisis dan
keterbelakangan?

Selama 68 tahun kemerdekaan Indonesia, kit dihadapkan pada banyak sekali persoalan. Perekonomian
kita masih dikuasai oleh segelintir orang. Data dari majalah Forbes tahun 2010 menyebutkan, sekitar 40
orang kaya-raya Indonesia menguasai 10% dari Produk Domestik Bruto (PDB) yang berjumlah Rp 6.254
triliun. Jumlah ini ironis, sebab ada sekitar 230 juta orang yang harus hidup dalam subordinat orang-
orang kaya tersebut. Kita masih dihantui oleh ketimpangan yang luar biasa. Dari data BPS, 29,13 Juta
masyarakat Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan, belum dari data yang dimiliki oleh lembaga-
lembaga lain seperti UNDP atau Bank Dunia.

Jumlah orang miskin di Indonesia ini tidak setimpal oleh kekayaan alam yang dimiliki oleh bangsa
Indonesia. Sebesar 40% hutan tropis dunia berada di Indonesia. Hasil bumi Indonesia menghasilkan lebih
dari 300 Juta barrel minyak per harinya (data tahun 2009), menjadikan Indonesia sebagai negara dengan
cadangan minyak dan gas bumi terbesar di Asia Tenggara. Ada 9,4 Miliar barrel cadangan minyak plus
196 Triliun kaki kubik cadangan gas yang tertanam di bumi Indonesia pada data tahun 2007. Belum lagi
wilayah yang belum sempat tereksplorasi.

Dengan kekayaan alam ini, seharusnya Indonesia memiliki kesempatan untuk memajukan kesejahteraan
rakyatnya. Namun, mengapa masih banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan? Harus diakui,
kapitalisme di Indonesia masih dengan hegemonik menguasai kehidupan berbangsa. Sejak tampilnya
VOC yang merupakan perusahaan dagang Belanda di Indonesia, kapitalisme tumbuh, mengakar, dan
menjalar dalam setiap gerak langkah kebijakan pemerintah Indonesia. Kecuali ketika zaman Soekarno di
tahun 1950an dan 1960an, kebijakan pemerintah tak lepas dari denyut darah kapitalisme. Masuknya
Orde Baru segera diikuti oleh dibentuknya IGGI, Inter-Governmental Group on Indonesia yang menjadi
lembaga konsultasi antarnegara untuk menanamkan benih kapitalisme di Indonesia. Perusahaan
Freeport, yang hingga kini masih bercokol dengan gagahnya di bumi Papua, muncul sebagai konsekuensi
dari liberalisasi ekonomi yang dilindungi oleh kebijakan negara Orde Baru. Modal masuk dan mengalir ke
kas-kas negara, dikuasai oleh dan untuk segelintir orang yang diuntungkan oleh proses pembangunan
Orde Baru.

Oleh sebab itu, tak salah kiranya jika Vedi Hadiz, seorang intelektual Indonesia di Australia, menyatakan
bahwa kapitalisme yang hadir di Indonesia adalah kapitalisme yang dikuasai oleh orang-seorang.
Kapitalisme jenis ini segera runtuh ketika gelombang reformasi yang dinakhodai oleh mahasiswa,
menggilas rezim Orde Baru. Namun, ketika Orde Baru runtuh, apakah dengan demikian kapitalisme bisa
dienyahkan? Ternyata tidak. Kapitalisme segera berubah –bertransformasi— menjadi jenisnya yang baru.
Kapitalisme tidak lagi beroperasi dalam perlindungan negara, tetapi justru dengan membajak negara itu
sendiri. Kehadiran IMF dan Bank Dunia tahun 1998 memberikan sebuah resep yang menyesatkan untuk
mengobati krisis ekonomi Indonesia: jika ingin sembuh, lepaskanlah campur tangan negara dari sektor-
sektor perekonomian, dan biarkan para pengusaha bekerja sesuai mekanismenya tersendiri sesuai logika
pasar.

Kita kemudian mengenal istilah “The Washington Consensus”, pola kebijakan pembangunan ekonomi-
politik yang digencarkan oleh lembaga-lembaga keuangan internasional yang berpusat di Washington,
Amerika Serikat. Ada sepuluh kebijakan Washington Consensus di Indonesia, di antaranya ialah
liberalisasi perdagangan, privatisasi BUMN, hingga kebijakan-kebijakan yang berorientasi pada pasar
bebas. Pada tahun 2003, pemerintah memprivatisasi Indosat yang membuat kepemilikan sahamnya
langsung dikuasai oleh SingTel, perusahaan telekomunikasi Singapura. Begitu juga dengan perusahaan-
perusahaan lain. Bank Dunia menawarkan resep ‘reformasi pendidikan tinggi’ pada tahun 2000, yang
kemudian mengakibatkan mahalnya biaya pendidikan di kampus-kampus negeri ternama di Indonesia.

Kapitalisme kini tidak hanya menjadi ideologi yang ditawarkan oleh negara-negara besar. Kapitalisme,
bahkan, kini telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari yang dikemas dengan nama ‘gaya hidup’.
Rezim lifestyle dan budaya populer telah membuat kapitalisme bahkan merambah ke sendi kehidupan
kita yang paling kecil. Namun, bukan berarti penindasan yang dilakukan oleh kapitalisme tersebut
berakhir. Di saat orang-orang kaya di perkotaan asyik dengan kehidupan glamour-nya, orang-orang
miskin di pedesaan kehilangan tanah. Buruh mendapatkan upah murah dan tak layak. Dan pedagang-
pedagang kecil kehilangan tempat berjualan akibat tata kota yang tidak berpihak pada kaum miskin.

Di sisi lain, kita juga dihadapkan oleh semakin maraknya korupsi. Sejak didirikannya KPK pada tahun
2002, korupsi bukan berarti sirna dari bumi Indonesia. Justru, jumlahnya semakin besar. Di sektor pajak,
terjadi korupsi dan pencucian uang. Di sektor anggaran, semakin banyak calo, broker, dan orang-orang
yang menggunakan anggaran untuk keuntungan pribadi atau partainya. Di pemerintahan daerah, hal
yang sama juga terjadi. Upaya pemberantasan korupsi menghadapi pelemahan-pelemahan. Tahun 2009,
terjadi kriminalisasi komisioner KPK karena menangani kasus di kepolisian. Pada tahun 2012, kantor KPK
diserang oleh oknum kepolisian akibat penyidikan kasus korupsi yang dilakukan oleh perwira tinggi Polri.
Korupsi telah menjadi kejahatan yang luar biasa, yang memerlukan perlawanan tidak hanya oleh KPK
atau Kejaksaan, tetapi juga oleh mahasiswa dan masyarakat sipil.

Di sektor politik, kita harus menghadapi partai-partai yang tidak menggunakan kekuasaannya dengan
benar. Pembuatan UU seringkali tertunda dan bermasalah. Politisi korup dan politisi busuk, yang telah
ditolak sejak tahun 1999, sampai saat ini masih hadir dan menghiasi gedung parlemen kita. Partai politik
tidak menampilkan kredibilitas yang diharapkan.

Banyaknya permasalahan bangsa tersebut mengharuskan gerakan mahasiswa, sebagai entitas yang hadir
dalam perubahan sosial bangsa Indonesia, untuk kembali merespons. Indonesia harus diselamatkan.
Agenda-mendesak bangsa ini, meminjam istilah Profesor Amien Rais, adalah menyelamatkan Indonesia
dari jurang keterpurukan. Menyelamatkan bangsa ini, berarti merumuskan solusi, merumuskan tawaran-
tawaran perbaikan, dan bekerjasama dengan elemen-elemen lain untuk merealisasikan tawaran-tawaran
tersebut.

Kehadiran KAMMI sebagai bagian tak terpisahkan dari rakyat Indonesia, dituntut untuk hadir
memberikan solusi atas kondisi-kondisi yang terjadi saat ini. Karena KAMMI adalah putera dan puteri
bangsa Indonesia, dan menyatakan diri sebagai bagian tak terpisahkan dari bangsa Indonesia, maka
KAMMI perlu menegaskan posisinya di tengah ketidakpastian yang melanda bangsa ini.

IV. POSISI KAMMI DAN APA YANG AKAN KAMMI LAKUKAN

KAMMI telah menyatakan dalam prinsip gerakannya bahwa Solusi Islam adalah tawaran perjuangan
KAMMI dan Perbaikan adalah tradisi perjungan KAMMI; Prinsip gerakan tersebut berarti mengharuskan
KAMMI untuk memberikan tawaran-tawaran dan rencana perbaikan kepada bangsa Indonesia. KAMMI
hadir dan bergerak dengan tiga identitas utama: Mahasiswa, Muslim, dan Indonesia. Mahasiswa
memiliki ciri khas intelektualitas yang tajam. Islam memberikan moral spiritual yang mencerahkan.
Sementara identitas keindonesiaan memberikan semangat juang yang tinggi untuk melakukan agenda-
agenda perubahan.

Deklarasi KAMMI di Malang memberikan tiga dasar pijakan mengapa KAMMI dilahirkan. Pertama,
keprihatinan mendalam terhadap krisis nasional yang melanda negeri ini; Kedua, tanggung jawab moral
terhadap penderitaan rakyat yang masih terus berlangsung; Ketiga, itikad baik untuk berperan aktif
dalam proses perubahan dan perbaikan. Deklarasi tersebut menyatakan bahwa KAMMI lahir untuk
merasakan penderitaan rakyat dan perjuangan untuk melakukan perubahan atas krisis nasional yang
sedang terjadi. Ketika krisis nasional masih saja terjadi dengan berbagai bentuknya, maka KAMMI masih
akan terus hadir, berjuang, bergerak, melawan, dan melakukan perubahan kepada bangsa Indonesia.
Lantas, dengan kondisi 15 tahun reformasi ini, apa yang akan KAMMI lakukan? Kita sudah bersama-sama
mengetahui masalah apa yang terjadi pada bangsa Indonesia saat ini. Maka dari itu, kita perlu
merumuskan langkah-langkah apa saja yang relevan untuk dilakukan oleh KAMMI saat ini.

Dalam paradigma gerakan KAMMI yang disusun pada tahun 2004, KAMMI menyatakan diri berpijak pada
empat paradigma gerakan, yaitu (1) Gerakan Dakwah Tauhid; (2) Gerakan Intelektual Profetik; (3)
Gerakan Sosial Independen; dan (4) Gerakan Politik Ekstraparlementer. Keempat gerakan ini menjiwai
seluruh langkah gerak yang akan KAMMI lakukan ke depan.

Sebagai gerakan dakwah tauhid, KAMMI adalah gerakan yang menjalankan peran agama secara
transformatif dalam menjawab persoalan-persoalan bangsa. Tauhid yang dipahami KAMMI adalah
Tauhid Sosial, yang berpijak di atas nalar pembebasan manusia dari berbagai bentuk penghambaan
terhadap materi. Gerakan dakwah tauhid yang dipahami adalah gerakan perjuangan berkelanjutan untuk
menegakkan nilai kebaikan universal dan meruntuhkan tirani. Artinya, KAMMI mentransformasikan
agama, bukan hanya sekadar ritus-ritus yang dilakukan di Mesjid, tetapi juga mengajarkannya kepada
masyarakat untuk perubahan sosial. KAMMI menggiatkan pengkajian-pengkajian agama serta
menyebarluaskan ajaran-ajaran agama tersebut dalam berbagai aktivitas geraknya yang konkret. KAMMI
akan mencetak para pendakwah dan pengkaji-pengkaji agama yang mampu mencerahkan dan
membebaskan umat dari masalahnya saat ini.

Sebagai gerakan intelektual profetik, KAMMI adalah gerakan yang memiliki dedikasi pada pengembangan
pengetahuan. Akan tetapi, pengetahuan yang dipahami KAMMI bukan sekadar pengetahuan yang
positivistik, yang hanya menjadi cara untuk mengokohkan struktur sosial yang ada, tetapi pengetahuan
yang bersifat transformatif, yakni memiliki kontribusi untuk mengubah fenomena-fenomena sosial yang
ada. Pengetahuan yang dikembangkan oleh KAMMI berpijak di atas tiga pilar profetik: transendensi,
liberasi, dan humanisasi. KAMMI akan mencetak para pemikir, penulis, dan ilmuwan yang ulung, yang
memiliki semangat perubahan dan dipandu oleh moralitas agama.

Sebagai gerakan sosial independen, KAMMI adalah gerakan yang memahami masalah-masalah rakyat,
bergumul sehari-hari dengan permasalahan rakyat, merasakan penderitaan rakyat, dan memiliki solusi
atas masalah tersebut. Artinya, gerakan KAMMI adalah gerakan kerakyatan. Memahami masalah-
masalah sosial masyarakat, baik itu secara kultural maupun struktural, adalah keharusan. KAMMI akan
mencetak aktivis sosial, advokat, dan agen-agen pemberdayaan yang mampu memecahkan persoalan riil
rakyat serta memberdayakan mereka menjadi masyarakat yang mandiri.
Sebagai gerakan politik ekstraparlementer, KAMMI adalah gerakan yang bergerak untuk mengawal isu-
isu kebijakan secara independen, lepas dari tarikan-tarikan politik yang membebani dengan kekuatan
politik manapun. Independensi politik KAMMI bulat utuh tanpa intervensi partai politik manapun. Setiap
kebijakan pemerintah yang menyakiti hati rakyat Indonesia, adalah sesuatu yang harus dilawan dan
diperjuangkan perbaikannya oleh KAMMI. Gerakan KAMMI adalah gerakan masyarakat sipil. Maka dari
itu, KAMMI bergerak bersama-sama kekuatan masyarakat sipil lain untuk mengkritik kebijakan
pemerintah maupun mengkritik kondisi sosial-politik bangsa saat ini. KAMMI akan mencetak politikus,
demonstran, ahli-ahli hukum serta ahli-ahli politik yang mampu memperjuangkan aspirasi masyarakat
tanpa harus terikat pada kepentingan politik apapun.

Perlawanan-perlawanan kebangsaan saat ini berfokus pada penyelesaian masalah-masalah korupsi,


perlawanan terhadap kapitalisme global, dan perbaikan kualitas hidup masyarakat Indonesia. Posisi
KAMMI adalah bersatu dengan rakyat Indonesia dan bergerak untuk memperbaiki bangsa Indonesia
dengan satu tawaran perjuangan, yaitu Islam. Dengan demikian, tak salah kiranya jika KAMMI
mendeklarasikan diri sebagai gerakan muslim negarawan. KAMMI memiliki Komisariat yang tersebar di
berbagai kampus Indonesia, daerah di hampir seluruh Provinsi di Indonesia, dan kader-kader dengan
berbagai potensi keilmuannya.

Tentu saja, dalam kapasitasnya sebagai gerakan mahasiswa yang ada dan hadir membersamai bangsa
Indonesia. KAMMI tak bisa bergerak sendiri. Ada banyak elemen lain yang juga harus KAMMI bersamai
dalam bergerak menuntaskan perubahan di bangsa ini. Sebab, gerakan mahasiswa tak lagi sendiri. Ia
bukanlah pahlawan yang dapat memecahkan segala macam problem. Ia berdampingan dengan elemen-
elemen lain. Dan KAMMI akan bergerak bersama dengan segenap elemen kebangsaan untuk satu cita-
cita bersama: menuju bangsa dan negara Indonesia yang berdaulat.

V. DEKLARASI MANIFESTO GERAKAN KAMMI

Hari ini, 15 tahun sudah usia gerakan KAMMI. Di usianya yang kelima belas ini, KAMMI dihadapkan pada
permasalahan rakyat yang tidak kunjung tuntas. Sudah saatnya KAMMI menegaskan dirinya sebagai
bagian dari rakyat, bangsa, dan negara Indonesia. Untuk itu, pada hari ini, KAMMI kembali
mendeklarasikan ikrar yang sudah dinyatakan pada 29 Maret 1998:

Didasari keprihatinan mendalam terhadap krisis nasional yang melanda negeri ini dan didorong
tanggung jawab moral terhadap penderitaan rakyat yang masih terus berlangsung, serta itikad baik
untuk berperan aktif dalam proses perubahan dan perbaikan, maka kami segenap mahasiswa muslim
Indonesia mendeklarasikan lahirnya: Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). Selanjutnya
KAMMI, menempatkan diri sebagai bagian tak terpisahkan dari rakyat dan akan senantiasa berbuat
untuk kebaikan bangsa dan rakyat Indonesia.

Kami menyatakan bahwa KAMMI hadir dan ada untuk rakyat Indonesia.

29 Maret 2013

Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI)

Entah mengapa hari ini sulit sekali menjadi pribadi-pribadi otentik, yang berani berpikir dan bertindak
merdeka, karena sebuah pencarian filosofis tentang kesejatian dirinya. Yang ada justru persona-persona
hari ini dipaksa untuk meleburkan diri dalam identitas kolektif, bahwa diri harus jadi representasi sebuah
kelompok. Seolah tanpa partisipasi dengan sebuah kelompok, kita tak bisa mengidentifikasi siapa diri
kita. Anggota kelompok A, Founder komunitas B, Chief start up C, pemimpin jama'ah D, mujahid
kerumunan E, die hard Capres F, kader partai G dan seterusnya. Atau ingin jadi seperti artis A, ustadz B,
influencer C yang digandrungi dan memiliki ceruk kelompok penggemar. Padahal manusia lahir sendiri,
mati sendiri dan kelak dihisab sendiri, namun justru hobi sekali melekatkan identitas pada kelompok.
Pada akhirnya, jika otentisitas diri tak lebih dominan muncul ketimbang identitas kolektif, manusia tak
akan menemukan pengertian yang oleh Al Ghazali disebut sebagai pengertian awwali yang muncul dari
pertanyaan seperti "What Must Be?" , "What Must I Do?". Manusia akan menjadi zombie-zombie
berjalan karena selama hidupnya tak mencapai Ma'rifat terhadap dirinya apalagi terhadap Tuhannya,
kegagapan-kegagapan berupa fanatisme yang berlebihan pada kelompok justru yang akan menuntunnya.
Dimana seketika manusia bisa kehilangan akal sehatnya dan menjadi membabi buta hanya untuk
membela dan memperjuangkan kepentingan kelompoknya. Entahlah
Agaknya sulit bagi kita melepaskan identitas2 yg melekat pada diri dan hanya meninggalkan "diri utuh"
yang independen dan merdeka. Kita bisa melepaskan identitas dari satu kelompok, tapi kita "terjebak"
sbg makhluk yg punya ragam identitas kolektif: etnis, kewarganegaraan, keberagamaan, bahkan kalau
dipikir2 barangkali hidup manusia di dunia ya hanya utk mencari "dirinya yg otentik" itu saja, karena
kelak ia akan dinilai secara otentik oleh penciptanya hanya dg melihat dirinya sendiri.

Satu hal yang paling saya sesalkan dari masa kuliah adalah betapa mudahnya saya menghabiskan uang
berharga saya yang sedikit itu untuk membeli "identitas kelompok" berupa jaket, pin, dan gantungan
kunci.

Pikir saya, kelak benda-benda memorial ini akan jadi kenangan berharga. Ternyata saya salah. Jelang
tahun akhir di kampus baru saya sadari bahwa saya tak memerlukan "identitas kolektif" dan "label
narsis" bertuliskan muslim negarawan, intelektual progresif, muda revolusioner dan jargon-jargon
jumawa nan melangit itu untuk memberi perwajahan ideologi dan pola pikir saya. Bahkan, saya enggan
dan menolak diseragamkan dengan imaji kolektif dan stigma yang melekat dengan identitas tempelan
itu.

Tentu saja, saya mengakui dan menerima stigma yang melekat pada diri saya atas keterlibatan dalam
organisasi. Namun, sebagai pribadi, saya tidak ingin "berlindung" di balik jubah organisasi. Saya ingin
dilihat sebagai pribadi yang utuh, lepas dari jargon langit yang menarik saya dari akar kemanusiaan saya.

Entahlah, saya ingin dinilai dari apa yang saya tuliskan. Bukan label yang melekat pada apa yang saya
kenakan. Hehe
*ditulis saat merapikan lemari dan "meminggirkan" barang-barang yang tidak memancarkan
kebahagiaan ala Marie Kondo. Jaket-jaket ini, tentu saja, sangat tidak memancarkan perasaan bahagia

Anda mungkin juga menyukai