Anda di halaman 1dari 3

Keyakinan Benar Menurut Agama Buddha

Tahun Ajaran 2019/2020

Nama : Willy Oktadito


NPM : 1911030
Dosen : Edy Cahyadi

UNIVERSITAS INTERNASIONAL BATAM


TAHUN 2019
Keyakinan benar menurut agama Buddha

Saddha (Pali: saddhā; Skt: śraddhā) adalah keyakinan berdasarkan pengetahuan dari hasil
verifikasi atau pemeriksaan atau penyelidikan awal berupa hipotesis (anggapan benar) terhadap
ajaran (konsep, gagasan, dll.) yang terbentuk karena keterbatasan bukti dan merupakan titik
awal yang perlu ditindaklanjuti.

Kata saddhā memiliki makna dan pengertian yang tidak sederhana, dan tidak memiliki
padanan kata yang tepat dan sesuai dalam kosakata bahasa lain untuk menggantikannya. Untuk
itu saddhā tidak bisa hanya sekedar diartikan sebagai “keyakinan”. Saddhā bukanlah
keyakinan membuta yaitu kepercayaan terhadap sesuatu sebagai kebenaran tanpa verifikasi dan
yang tidak memicu tindak lanjut berupa usaha membuktikan sesuatu itu.

Saddhā merupakan salah satu dari lima hal yang dapat menghasilkan dua hal yang berbeda,
yaitu menghasilkan hal yang benar atau hal yang salah. Dengan kata lain sesuatu yang diterima
berdasarkan saddhā nantinya bisa benar atau salah, bisa merupakan fakta atau sebaliknya.

Karena kondisi saddhā yang dapat menghasilkan dua hal yang berbeda tersebut, maka tidak
selayaknya bagi seorang bijaksana yang melestarikan atau menjaga kebenaran, untuk
menyimpulkan secara pasti apa yang diterimanya melalui saddhā tersebut dengan mengatakan,
“Hanya ini yang benar, yang lainnya adalah salah“, hingga ia membuktikan kebenarannya.
Namun ia berhak untuk menyatakan, “Demikianlah keyakinan saya“.

Terdapat dua jenis saddhā, yaitu: saddhā yang memiliki pokok alasan/berdasar (Pali: mūlikā
saddhā; Skt: mūlakā śraddhā) dan saddhā yang tidak memiliki pokok alasan/tidak berdasar
(Pali: amūlikā saddhā; Skt: amūlakā śraddhā).

Mūlikā saddhā adalah keyakinan yang muncul dari penilaian yang hati-hati dari hasil
verifikasi atau pemeriksaan atau penyelidikan (ehipassiko) yang memiliki alasan atau dasar
(hakikat) terhadap sebuah pernyataan, ajaran, dsb. Sedangkan, amūlikā saddhā adalah
keyakinan yang muncul tanpa didahului dengan penilaian yang hati-hati dari hasil verifikasi
atau pemeriksaan atau penyelidikan yang juga tanpa memiliki alasan atau dasar (hakikat)
terhadap sebuah pernyataan, ajaran, dsb.

Itulah jenis keyakinan atau saddhā yang dianjurkan dalam meyakini Tiratana (Buddha,
Dhamma, dan Sangha), karena saddhā seperti itu bermanfaat untuk mengokohkan,
menguatkan, memfokuskan, dan sebagai pedoman sebuah niat untuk mencapai tujuan, yang
dalam konteks Agama Buddha tujuan tersebut adalah Kebebasan Sejati (Nibbana).

Dari pengertian di atas, maka saddhā memiliki ciri-ciri, yaitu: merupakan hasil verifikasi
berupa hipotesis, bukan kebenaran final atau akhir tetapi merupakan titik awal perjalanan
menuju perwujudan kebenaran melalui pengujian, dan perlu diiringi dengan kebijaksanaan.
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai