Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bidan merupakan salah satu profesi tertua sejak adanya peradaban umat manusia.
Bidan muncul sebagai wanita terpercaya dalam mendampingi dan menolong ibu yang
melahirkan. Peran dan posisi bidan dimasyarakat sangat dihargai dan dihormati karena
tugasnya yang sangat mulia, memberi semangat, membesarkan hati,mendampingi, serta
menolong ibu yang melahirkan sampai ibu dapat merawat bayinya dengan baik. Bidan
sebagai pekerja profesional dalam menjalankan tugas dan prakteknya, bekerja berdasarkan
pandangan filosofis yang dianut, keilmuan, metode kerja, standar praktik pelayanan serta
kode etik yang dimilikinya.

Dalam melaksanakan asuhan kebidanan yang merupakan salah satu dari praktik
kebidanan tentunya seorang bidan memiliki hak dan kewajiban. Dalam hal ini asuhan
kebidanan adalah bantuan yang diberikan oleh bidan kepada individu pasien atau klien yang
pelaksanaannya dilakukan dengan cara

a. Bertahap dan sistematis

b. Melalui suatu proses yang disebut manajemen kebidanan.

Dua hal dasar yang harus dipenuhi, dimana ada keseimbangan antara tuntutan profesi
dengan apa yang semestinya didapatkan dari pengembanan tugas secara maksimal.
Memperoleh perlindungan hukum dan profesi sepanjang melaksanakan tugas sesuai standar
profesi dan Standar Operasional Prosedur (SOP) merupakan salah satu hak bidan yang
mempertahankan kredibilitasnya dibidang hukum serta menyangkut aspek legal atas dasar
peraturan perundang-undangan dari pusat maupun daerah.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara melakukan manajemen kebidanan?

2. Bagaimana konsep manajemen kebidanan yang berkualitas?

1
1.3 Tujuan

1. Tujuan umum

Meningkatnya kemampuan bidan untuk berfikir kritis dan bertindak dengan logis, analisis
dan sistimatis dalam memberikan asuhan kebidanan ditiap jenjang pelayanan kesehatan
sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan ibu, bayi/anak balita.

2. Tujuan Khusus

a. Agar Mahasiswa mampu menjelaskan konsep manajemen pelayanan kebidanan

b. Agar Mahasiswa mampu menjelaskan Definisi Operasional langkah Manajemen


kebidanan (p1,p2,p3).

1.4 Manfaat

1. Untuk Depkes

Dapat dijadikan sebagai acuan dalam mengawasi para bidan Indonesia apakah bidan
Indonesia sudah melakukan manajemen kebidanan sesuai dengan standar.

2. Untuk Institusi

Dapat dijadikan sebagai acuan dalam memberikan wawasan/pengetahuan kepada mahasiswa,


apakah mahasiswa sudah memahami manajemen kebidanan.

3. Untuk Mahasiswa

Dapat dijadikan sebagai referensi dalam menggali/mencari informasi untuk memperluas


wawasan/pengetahuan tentang manajemen kebidanan

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Manajemen Pelayanan Kebidanan Definisi Operasional

1. Pengertian

Manajemen kebidanan adalah pendekatan yangdigunakan oleh bidan dalam


menerapkan metode pemecahan masalah secarasistematis mulai dari pengkajian, analisis data
didagnosis kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi Menurut Buku 50 Tahun IBI
2007.

Menurut Depkes RI 2005 Manajemen Kebidanan adalah metode dan pendekatan


pemecahan masalah ibu dan anak yang khusus dilakukan oleh bidan dalam memberikan
asuhan kebidanan kepada individu, keluarga dan masyarakat.

Helen Varney (1997)Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang


digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori
ilmiah, penemuan-penemuan, keteranpilan dalam rangkaian tahapan yang logis
untuk pengambilan suatu keputusan berfokus pada klien.

Proses pelaksanaan pemberian pelayanan kebidanan untuk memberikan asuhan


kebidanan kepada klien dengan tujuan menciptakan kesejahteraan bagi ibu dan
anak,kepuasan pelanggan dan kepuasan bidan sebagai provider.

3
Langkah-langkah dalam manajemen pelayanan kebidanan:

Langkah I : Pengumpulan Data

Pengumpulan Data Dasar yaitu Pegumpulan informasi yang akurat danlengkap dari semua
sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.

Anamnesa

a. Biodata (Nama, umur, alamat, pekerjaan, agama, pendidikan)

b. Riwayat Menstruasi (menarche, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya darah yang


keluar, aliran darah yang keluar, mentruasi terakhir, adakah dismenorhe, gangguan
sewaktu menstruasi (metrorhagia, menoraghi), gejalapremenstrual)

c. Riwayat perkawinan (kawin brp kali, usia kawin pertama kali)

d. Riwayat Kesehatan (Gambaran penyakit lalu, riwayat penyakit keluarga, riwayat


kehamilan sekarang )

e. Riwayat Kehamilan, Persalinan & Nifas

 Jumlah kehamilan dan kelahiran : G (gravid), P (para), A (abortus), H (hidup).


 Riwayat persalinan yaitu jarak antara dua kelahiran, tempat melahirkan,
lamanyamelahirkan, cara melahirkan.
 Masalah/gangguan kesehatan yang timbul sewaktu hamil dan melahirkan,
missal : preeklampsi, infeksi, dll)

f. Bio-psiko-sosial spiritual

g. Pengetahuan Klien

h. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital

i. Pemeriksaan khusus (Inspeksi, Palpasi, Auskultasi, Perkusi)

j. Pemeriksaan penunjang (Laboratorium, catatan terbaru dan sebelumnya)

4
Langkah II : Interpretasi Data Dasar

Dengan melakukan identifikasi terhadap diagnosa atau masalah berdasarkan


interpretasi atas data-data yang telah dikumpulkan.

Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan oleh bidan dalam lingkup praktek
kebidanan dan memenuhi Standar nomenklatur diagnosa kebidanan.

Standar Nomenklatur Diagnosa Kebidanan :

Ø Diakui dan telah disyahkan oleh profesi

Ø Berhubungan langsung dengan praktek kebidanan

Ø Memiliki ciri khas kebidanan

Ø Didukung oleh clinical judgement dalam praktek kebidanan

Ø Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen kebidanan

Langkah III: Mengidentifkasi Diagnosa atau Masalah Potensial.

Langkah ini berdasarkan diagnosis atau masalah yang sudah diidentifikasi. Bidan
dituntut untuk mampu mengantisipasi masalah potensial, tidak hanya merumuskan masalah
potensial yang akan terjadi tetapi juga merumuskan tindakan antisipasi agar masalah atau
diagnosis potensial tidak terjadi. Merupakan langkah yang bersifat antisipasi yang rasional
atau logis.

Langkah IV: Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan

Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang memerlukan penanganan segera


untuk Melakukan Konsultasi, Kolaborasi dengan Tenaga Kesehatan lain berdasarkan kondisi
Klien.

5
Langkah V: Merencanakan Asuhan

Merencanakan Asuhan yang menyeluruh semua keputusan yang dikembangkan


dalam asuhan menyeluruh ini harus rasional dan benar-benar valid berdasarkan pengetahuan
dan teori yang up to date serta sesuai dengan asumsi tentang apa yang akan dilakukan klien.

Langkah VI: Pelaksanaan Langsung Asuhan dengan Efisien dan Aman.

Dalam situasi di mana bidan berkolaborasi dengan dokter untuk menangani klien
yang mengalami komplikasi, maka keterlibatan bidan dalam manajemen asuhan bagi klien
adalah tetap bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama yang
menyeluruh tersebut. Manajemen yang efisien akan menyangkut waktu dan biaya serta
meningkatkan mutu dan asuhan klien.

Langkah VII: Evaluasi.

Evaluasi ke efektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi : pemenuhan


kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai kebutuhan sebagaimana
telah diidentifikasi dalam diagnose dan masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif
jika memang benar efektif dalam pelaksanaannya.

2. Tujuan SOP :

Agar petugas menjaga konsistensi pada tingkat kinerja tertentu

Agar mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap-tiap posisi dalam organisasi

Memperjelas alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari petugas terkait

Melindungi organisasi dan staf dari malpraktik atau kesalahan administrasi

Menghindari kegagalan, kesalahan, keraguan dan inefisiensi

6
3. Fungsi SOP :

Memperlancar tugas petugas/tim

Sebagai dasar hukum bila terjadi penyimpangan

Mengetahui dengan mudah hambatan-hamabatan

Mengarahkan petugas untuk disiplin

Sebagai pedoman

4. Tujuan Operasional suatu manajemen harus mengandung unsur-unsur:

WHAT : Kegiatan apa yang akan dikerjakan harus jelas.

WHO : Sasarannya harus jelas, siapa yang akan mengerjakan, beberapa yang ingin
dicapai.

WHEN : Kejelasan waktu untuk menyelesaikan kegiatan.

HOW : Prosedur kerjanya (SOP) jelas, sesuai dengan SPK (Standar Pelayanan
Kebidanan).

WHY : Mengapa kegiatan itu harus dikerjakan, dengan penjelasan yang jelas.

WHERE : Kapan dan dimana kegiatan akan dilakukan tertera jelas.

Jika perlu ditambah dengan : WHICH : Siapa yang terkait dengan kegiatan tersebut (
lintas sektor walaupun lintas program yang terkait ).

7
2.2 Langkah – Langkah dalam Manajemen Kebidanan

Langkah – langkah Manajemen Pelayanan Kebidanan dibagi 3 yaitu :

P1 ( Perencanaan )

P2 ( Pengorganisasian )

P3 (Penggerakan, Pelaksanaan, Pengawasan dan Pengendalian)

1. P1 ( PERENCANAAN )

Perencanaan adalah proses untuk merumuskan masalah kegiatan, menentukan


kebutuhan dan sumber daya yang tersedia, menetapkan tujuan kegiatan yang paling pokok
dan menyusun langkah-langkah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan ( landasan dasar
).

Contoh :

Jadwal Pelayanan ANC di Posyandu, Puskesmas.

Rencana Pelatihan untuk kader, nakes

2. P2 ( PENGORGANISASIAN )

Pengorganisasian adalah suatu langkah untuk menetapkan menggolong-golongkan,


dan mengatur berbagai kegiatan, penetapan tugas-tugas dan wewenang seseorang dan
pendelegasian wewenang dalam rangka pencapaian tujuan layanan kebidanan.

Inti dari pengorganisasian adalah merupakan alat untuk memadukan atau sinkronisasi
semua kegiatan yang berasfek personil, finansial, material dan tata cara dalam rangka
mencapai tujuan pelayanan kebidanan yang telah di tetapkan.

Contoh : P2 (Pelaksanaan )

Puskesmas

Puskesmas Pembantu

Polindes dan Pembantu

Balai Desa

8
3. P3 (Penggerakan dan Pelaksanaan, Pengawasan dan Pengendalian )

Penggerakan dan Pelaksanaan adalah suatu usaha untuk menciptakan iklim kerja sama di
antara pelaksanaan program pelayanan kebidanan sehingga tujuan dapat tercapai secara
efektif dan efisien.

Fungsi manajemen ini lebih menekankan bagaimana seseorang manajer pelayanan kebidanan
mengarahkan dan menggerakkan semua sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan
pelayanan kebidanan yang telah di sepakati.

Contoh :

Pencatatan dan pelaporan ( SP2TP )

Supervisi

Stratifikasi Puskesmas

Survey

2.3 Perencanaan dalam Manajemen Pelayanan Kebidanan

Seorang Bidan haruslah berfikir logikatik, anallitis, sistematik,teruji secara empiris,


memenuhi sifat pengetahuan umum yaitu : objektif, umum dan memiliki metode ilmiah.
Penerapan di dalam Manajemen Pelayanan Kebidanan.

Unsur- unsur dalam perencanaan Pelayanan Kebidanan meliputi :

1. IN – PUT

Merujuk pada sumber-sumber yang diperlukan untuk melaksanakan aktifitas yang meliputi :

Man : Tenaga yang di manfaatkan.

Contoh : Staf atau Bidan yang kompeten

Money : Anggaran yang di butuhkan atau dana untuk program

Material : Bakauataumateri ( sarana dan prasarana ) yang dibutuhkan

Metode : Cara yang di pergunakandalambekerjaatauprosedurkerja

9
Minute / Time : Jangka waktu pelaksanaan kegiatan program

Market : Pasar dan pemasaranatausaranaprogram

2. Proses

Memonitor tugas atau kegiatan yang dilaksanakan. Meliputi Manajemen Operasional dan
Manajemen asuhan.

Perencanaan ( P1 )

Pengorganisasian ( P2 )

Penggerakan dan pelaksanaan, Pengawasan dan Pengendalian ( P3 )

3. OUT – PUT

Cakupan Kegiatan Program :

Jumlah kelompok masyarakat yang sudah menerima layanan kebidanan


(memerator), di bandingkan dengan jumlah kelompok masyarakat yang menjadi sasaran
program kebidanan. (Denominator)

Pelayanan yang diberikan sesuai dengan standar pelayanan kebidanan (Mulai dari KIE,
Asuhan Kebidanan, dsb).

Contoh : Untuk BPS : Out – Putnya adalah

Kesejahteraan ibu dan janin

Kepuasan Pelanggan

Kepuasan bidan sebagai provider

4. Effect

Perubahan pengetahuan, sikap, dan prilaku masyarakat yang diukur dengan peran
serta masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan kebidanan yang ada di sekitarnya (
Posyandu, BPS, Puskesmas dsb ) yang tersedia.

10
5. OUT – COME ( IMPACT )

Di pergunakan untuk menilai perubahan atau dampak ( impact ) suatu program,


perkembangan jangka panjang termasuk perubahan status kesehatan masyarakat.

11
BAB III

JURNAL

1. JURNAL I

International Journal for Quality in Health Care; Volume 19, Number 6: pp. 341–348
10.1093/intqhc/mzm047

Advance Access Publication: 18 October 2007.

Promoting quality: the health-care organization from a management perspective

SETH W. GLICKMAN1,2, KELVIN A. BAGGETT1,3, CHRISTOPHER G. KRUBERT2,


ERIC D. PETERSON1 AND KEVIN A. SCHULMAN1

1Duke University, Durham, North Carolina, USA, and 2ApolloMD Emergency Services,
Atlanta, Georgia, USA

Abstract

Background. Although agreement about the need for quality improvement in health
care is almost universal, the means of achieving effective improvement in overall care is not
well understood. Avedis Donabedian developed the structure–process–outcome framework in
which to think about quality-improvement efforts.

Issue. There is now a robust evidence-base in the quality-improvement literature on


process and outcomes, but structure has received considerably less attention. The health-care
field would benefit from expanding the current interpretation of structure to include broader
perspectives on organizational attributes as primary determinants of process change and
quality improvement.

12
Solutions. We highlight and discuss the following key elements of organizational attributes
from a management perspective: (i) executive management, including senior leadership and
board responsibilities (ii) culture, (iii) organizational design, (iv) incentive structures and (v)
information management and technology. We discuss the relevant contributions from the
business and medical literature for each element, and provide this framework as a roadmap
for future research in an effort to develop the optimal definition of ‘structure’ for
transforming quality-improvement initiatives.

PEMBAHASAN

Jurnal ini dilatarbelakangi dengan pemikiran bahwa meskipun kesepakatan tentang


perlunya peningkatan kualitas dalam perawatan kesehatan hampir universal, sarana mencapai
perbaikan yang efektif dalam perawatan secara menyeluruh belum dipahami dengan baik.
Berdasarkan pemikiran tersebut, Avedis Donabedian mengembangkan kerangka struktur -
proses - hasil sebagai kerangka untuk berpikir tentang upaya perbaikan kualitas. Sekarang ini
ada kuat bukti-dasar dalam literatur untuk perbaikan berkualitas pada proses dan hasil, tetapi
dalam hal struktur memiliki perhatian yang lebih sedikit. Bidang kesehatan akan mendapat
manfaat dari perluasan penafsiran saat ini struktur termasuk perspektif yang lebih luas pada
atribut organisasi sebagai penentu utama proses perubahan dan peningkatan kualitas.

Donabedian sangat percaya pada pentingnya struktur kesehatan, melihatnya sebagai


kekuatan pendorong untuk proses perawatan kemudian dan akhirnya untuk hasil kesehatan.
Donabedian memfokuskan pada struktur fisik, sarana dan kualifikasi penyedia, dan paling
modern akreditasi dan kualitas organisasi, seperti Komisi Bersama Akreditasi Organisasi
Kesehatan perawatan secara historis melihat sebagian besar struktur seperti 'mur dan baut'.

Sebagai studi tentang karakteristik organisasi dan perilaku telah berkembang,


pemahaman kita tentang karakteristik organisasi dan kemampuan manajemen yang
mendorong peningkatan kualitas dalam pelayanan kesehatan tetap terbelakang. Bidang
perilaku organisasi, bidang multidisiplin termasuk kontribusi dari psikologi, sosiologi dan
ekonomi mempelajari individu dan dinamika kelompok dalam sebuah organisasi, telah
menunjukkan bahwa orang-orang (manajemen dan karyawan) dan pengaturan organisasi
merupakan penentu kunci dari kualitas kinerja.

Kemampuan efektif organisasi, seperti kepemimpinan, modal manusia, sistem


informasi manajemen dan dinamika kelompok (seperti budaya dan sistem insentif),

13
merupakan elemen struktural penting dari peningkatan kualitas dalam organisasi perawatan
kesehatan dan berfungsi sebagai katalis utama untuk perubahan proses.

Dari perspektif manajemen, atribut-atribut organisasi dapat memberikan definisi yang


lebih operasional struktur organisasi dari unsur-unsur dari klasifikasi asli Donabedian ini.
Bidang kesehatan akan mendapat manfaat dari perluasan interpretasi saat ini struktur untuk
memasukkan perspektif yang lebih luas pada atribut organisasi sebagai penentu utama proses
perubahan dan peningkatan kualitas.

Solusi yang diperoleh dengan menyoroti dan membahas elemen kunci atribut
organisasi dari perspektif manajemen: (i) manajemen eksekutif, termasuk tanggung jawab
kepemimpinan dan papan atas (ii) budaya, (iii) desain organisasi, (iv) insentif Struktur dan
(v) manajemen informasi dan teknologi. Kami membahas kontribusi yang relevan dari bisnis
dan medis literatur untuk setiap elemen, dan memberikan kerangka kerja ini sebagai peta
penuntun untuk penelitian masa depan dalam upaya untuk mengembangkan definisi optimal
dari 'struktur' untuk mengubah inisiatif perbaikan kualitas.

Kepemimpinan senior

manajemen mutu telah menjadi prioritas bagi para eksekutif senior dan petugas medis
kepala dan kompetensi mendefinisikan untuk organisasi yang sukses. eksekutif senior duduk
di atas bagan organisasi perusahaan, dan kepemimpinan mereka membantu mengatur arah
organisasi dan panduan Upaya kualitas perbaikan. Para pemimpin ini menghasilkan ide-ide,
menyampaikan ideologi baru, dan menyebarkan mereka selama mereka organisasi. Sejak
revolusi kualitas modern dimulai pada tahun 1980-an, pelopor kualitas telah berulang kali
menekankan pentingnya kepemimpinan untuk mencapai organisasi kemajuan dalam kualitas
[7]. perubahan organisasi didasarkan pada kepemimpinan manajerial dan dukungan, dan
elemen ini penting untuk keberhasilan pelaksanaan peningkatan kualitas. Pemimpin yang
sukses mampu memanfaatkan sifat-sifat ini untuk merevitalisasi dan mengubah organisasi
mereka.

Kepemimpinan Baldrige National Quality Program ditunjuk sebagai pendorong utama


dalam peningkatan kualitas ketika didirikan kriteria untuk Baldrige Award pada tahun 1987.
Ketika organisasi mengadopsi kriteria penghargaan untuk lembaga kesehatan pada tahun
1989, kepemimpinan tetap di bagian atas daftar. literatur medis juga terbatas dalam studi
besar menunjukkan hubungan antara kepemimpinan dan kualitas. Menggunakan data survei

14
dari 2.193 rumah sakit masyarakat, Weiner dkk menemukan bahwa keterlibatan aktif senior
administrasi kepemimpinan, termasuk manajemen rumah sakit, serta kepemimpinan klinis
dokter, dipromosikan keterlibatan klinis dalam peningkatan kualitas.

Tanggung jawab Dewan

Momentum telah dibangun selama beberapa dekade untuk rumah sakit untuk terlibat
dalam dan bertanggung jawab atas kualitas pelayanan. Dalam laporan 1999, Institute of
Medicine menjelaskan keselamatan pasien sebagai tujuan organisasi yang diperlukan,
menyatakan bahwa 'proses ini dimulai ketika dewan direksi menunjukkan komitmen mereka
untuk tujuan ini, pengawasan dekat keselamatan lembaga mereka menggembalakan.
"Menyampaikan perawatan berkualitas tinggi menjadi semakin diakui sebagai perusahaan
yang tanggung jawab, dan lain-lain telah menyarankan bahwa rumah sakit harus jauh
dar malpraktik. Namun, banyak hambatan, termasuk kurangnya pengetahuan antara wali,
komunikasi yang buruk antara dewan dan dokter, dan struktur komite terputus-putus, upaya
untuk meningkatkan kualitas menjadi sulit. Perusahaan dan rumah sakit yang sebagian besar
bertanggung jawab untuk mengawasi anggaran keuangan organisasi dan agenda. program
kualitas perbaikan dapat mahal, terutama orang-orang yang menggunakan manajemen
informasi teknologi dan alat canggih. Insentif keuangan telah menciptakan tangguh
penghalang untuk adopsi intervensi kualitas. Terlepas dari itu, akibat krisis yang sedang
berkembang klinis kualitas, rumah sakit harus menjadi bertanggung jawab untuk kualitas di
lembaga mereka. Mereka perlu untuk memprioritaskan agenda kualitas dan mengikat sumber
daya yang memadai untuk pelaksanaan program berkualitas perbaikan.

Budaya

Budaya perusahaan adalah kualitas yang diberikannya berpengaruh kuat atas seluruh
organisasi. Budaya suatu organisasi harus menjadi pertimbangan utama dalam seluruh
strategi perusahaan dan dalam desain dan implementasi inisiatif kualitas perbaikan. Budaya
perusahaan dapat didefinisikan sebagai "tingkat yang lebih dalam nilai-nilai dasar, asumsi
dan keyakinan, yang dibagi oleh anggota organisasi. Budaya memiliki efek yang kuat pada
suatu organisasi dan diakui oleh banyak orang sebagai 'lem' yang memegang sebuah
organisasi bersama-sama dan memungkinkan untuk beradaptasi dengan perubahan
lingkungan. Di literatur manajemen, budaya telah terbukti memiliki langsung berdampak

15
positif pada kualitas, serta operasional dan kinerja bisnis. budaya perusahaan telah
ditunjukkan untuk mempengaruhi gaya kepemimpinan karyawan lebih dari aspek lain dari
pekerjaan karyawan, menurut sebuah baru-baru ini analisis beberapa ribu penilaian eksekutif
untuk lebih dari 100 perusahaan. Budaya kualitas telah dibuat di beberapa perusahaan bisnis
terbesar dan telah menyebabkan kemajuan signifikan dalam manajemen mutu. besar
multinasional perusahaan seperti Motorola dan General Electric telah berhasil melembagakan
budaya kualitas melalui penggunaan canggih program manajemen mutu industri, seperti
kualitas Six Sigma. Beberapa peneliti telah mempelajari dampak kualitas dari organisasi
budaya dalam pengaturan perawatan kesehatan, tetapi ada sedikit bukti empiris yang secara
meyakinkan sponsor organisasi budaya dan kinerja. Ada kebutuhan yang jelas untuk
memperluas bukti-dasar untuk menentukan faktor budaya memfasilitasi kualitas kinerja.
Sebagai pemimpin lembaga kesehatan berpikir tentang desain dan implementasi program
kualitas perbaikan, itu akan menjadi penting bagi mereka untuk membuat penilaian yang
akurat dari budaya organisasi baik sebelum dan sesudah pelaksanaan inisiatif ini. Sebuah
Fitur penting dari budaya organisasi di lembaga pelayanan kesehatan akan menjadi salah satu
yang menciptakan akuntabilitas untuk kualitas perbaikan di semua tingkatan, dari manajemen
tingkat atas untuk pengasuh individu. Elemen penting lainnya akan mengoptimalkan
komunikasi dan jejaring sosial dalam upaya untuk memecah hierarki dan divisi yang
membatasi Berbagi informasi. perawatan klinis akhirnya dikirim ke pasien sepanjang garis
layanan yang relatif otonom (kardiologi yaitu jasa, layanan onkologi). Meskipun bukti
empiris yang menghubungkan budaya yang kuat dan berkualitas dalam setting perawatan
kesehatan mungkin kurang, ada contoh penting dari lembaga kesehatan berkinerja tinggi yang
berakar oleh budaya kualitas yang kuat. Sebagai contoh, Baptist Health Care di Pensacola,
Florida, telah secara nasional diakui untuk keunggulan selama dekade terakhir. Pembaptis
Rumah sakit, finalis 2 tahun untuk Baldrige National Quality Penghargaan dan kesepuluh
pada Fortune 100 Perusahaan Terbaik untuk Bekerja Sebab, saat ini peringkat di atas 1%
secara nasional untuk kedua kepuasan pasien dan semangat kerja karyawan. Keberhasilan ini
dicapai terutama dengan mengembangkan karyawan-driven organisasi budaya berdasarkan
kerja tim dan komunikasi terbuka. Itu budaya di Baptist diperkuat melalui beberapa strategi,
termasuk karyawan-dikembangkan 'standar kinerja. "Kesehatan Intermountain, sebuah
perawatan kesehatan nirlaba besar Sistem di Salt Lake City, Utah, bernama atas USA terpadu
sistem kesehatan untuk kelima kalinya pada tahun 2005 oleh 'modern Kesehatan', telah
berhasil dalam membangun budaya yang berkualitas berlabuh pada kepemimpinan yang

16
sangat baik, informasi canggih manajemen dan umpan balik, dan komitmen untuk
keselamatan pasien.

Desain organisasi

Desain organisasi adalah proses formal, dipandu untuk mengintegrasikan orang-


orang, informasi, dan teknologi dari sebuah organisasi, dan berfungsi sebagai elemen
struktural utama yang memungkinkan perusahaan untuk memaksimalkan nilai dengan cara
mencocokkan stretegi perusahaan yang mereka desain keseluruhan. Dari perspektif strategi,
desain organisasi merupakan variabel yang belum dimanfaatkan yang perlu dibahas dalam
konteks strategi organisasi dan perubahan. Seperti memperhatikan kualitas klinis menjadi
lebih dari prioritas, itu akan menjadi penting bagi lembaga-kesehatan berevolusi struktur
organisasi dan manajemen yang mendukung desain dan implementasi peningkatan kualitas
inisiatif dan menciptakan mekanisme pertanggungjawaban untuk kualitas pelayanan.

Sebagai contoh, sebagian besar proyek manajemen kualitas total berasal dan dilaksanakan di
tingkat tim manajemen rumah sakit melalui pelayanan administrasi dan dukungan high-end.
Namun, perawatan klinis diberikan pada tingkat layanan online oleh dokter dan tim kesehatan
perawatan secara profesional (misalnya perawat, terapis, apoteker, dll).

Perkembangan orientasi kurang terpusat, layanan online di rumah sakit harus membantu
mendukung pengembangan total quality management proses di tingkat klinis. desain
organisasi dengan produk dan saluran layanan menjadi lebih umum di lembaga pelayanan
kesehatan dan kemungkinan tumbuh. Inovatif, berkualitas tinggi sistem perawatan kesehatan
seperti berusaha untuk menerapkan upaya kualitas yang baru. perubahan di masa depan
struktur organisasi yang menggabungkan dokter ke dalam peran manajemen mutu di tingkat
layanan, serta pelaporan langsung kepada kepala rumah sakit executive officer, harus
membantu memfasilitasi keterlibatan dokter terhadap manajemen mutu. Manajemen dan
struktur organisasi di perawatan kesehatan organisasi harus dikembangkan untuk
memungkinkan setiap anggota produk dan layanan baris untuk meningkatkan kualitas
pelayanan yang mereka berikan kepada pasien.

17
Struktur insentif

Dalam upaya untuk mempersempit kesenjangan yang terdokumentasi baik antara


pedoman perawatan kesehatan dan praktek klinis, berbagai mekanisme telah dikembangkan
untuk memberikan insentif untuk lembaga kesehatan untuk meningkatkan kualitas perawatan.
Penggunaan insentif keuangan untuk menghargai kinerja yang diukur telah memperoleh
dukungan antusias baru-baru ini. Hasil dari beberapa studi terbaru meneliti efektivitas
membayar kinerja dibandingkan dengan kualitas- kegiatan perbaikan lainnya (seperti
pelaporan publik dan kualitas perbaikan pendaftar) juga dicampur, dan studi lebih lanjut
diperlukan untuk menentukan peran mereka dalam inisiatif kualitas perbaikan. Meskipun
upaya kualitas perbaikan eksternal seperti pelaporan publik dan membayar untuk kinerja
rumah sakit sasaran kinerja, itu penting untuk mengembangkan struktur insentif dalam
lembaga-lembaga kesehatan individu untuk pengaruh strategi organisasi dan pengambilan
keputusan individual. Misalnya, pada tahun 2003 Centers for Medicare dan Medicaid
Layanan meluncurkan Insentif Kualitas Rumah SakitDemonstrasi (HQID), terbesar
membayar-untuk-kinerja proyek untuk tanggal di Amerika Serikat. The HQID adalah
kompetitif Program bonus di mana pahala adalah relatif terhadap kinerja diukur secara
ordinal di pusat tetapi tidak memberikan insentif langsung ke dokter individu atau lainnya
personil saluran layanan yang beroperasi pada titik pasien peduli. Selain itu, total kompensasi
bonus dari 2003 untuk tahun 2004 untuk 260 rumah sakit yang berpartisipasi dalam HQID
mencapai $ 17.550.000, dan banyak yang mempertanyakan apakah ukuran bonus cukup besar
untuk merangsang perbaikan mutu secara bermakna. Sesuai dengan ini perusahaan-lebar
proposisi nilai, mungkin masuk akal untuk memperkenalkan rumah sakit sistem insentif
berdasarkan bonus-yang bisa dibagi oleh semua Staf pelayanan kesehatan ketika tujuan
kualitas perusahaan terpenuhi. Ini insentif moneter kemudian bisa dilengkapi dengan
persembahan kepada manajemen puncak dan layanan manajer lini klinis (Yaitu kursi
departemen) untuk memenuhi target kualitas

Manajemen informasi dan teknologi

manajemen informasi sangat penting untuk meningkatkan kualitas. Satu studi


melaporkan bahwa 85% dari kesalahan di semua industri dapat dikaitkan dengan kegagalan
komunikasi. Informasi yang lebih baik diperlukan untuk mengelola proses kerja pada tingkat
perawatan klinis dan mengkompilasi laporan tingkat tinggi yang dapat disebarluaskan seluruh

18
lembaga dan seluruh layanan kesehatan sistem pengantaran. Salah satu sarana untuk
meningkatkan ketersediaan informasi pada titik perawatan dan seluruh lembaga adalah
teknologi informasi (IT). Karena dampak potensial pada kualitas. Meskipun beberapa
lembaga telah menunjukkan khasiat kesehatan perawatan IT dalam meningkatkan kualitas,
ada yang cukup perdebatan tentang kemampuan untuk melaksanakan luas adopsi solusi TI
dalam hemat biaya. Namun, mengingat kegagalan terdokumentasi dengan baik dalam
informasi manajemen dalam pengaturan klinis, tampaknya tak terelakkan bahwa adopsi
perawatan kesehatan IT akan memainkan penting dalam menyikapi agenda kualitas.

19
2. JURNAL II

The primacy of the good midwife in midwifery services: an

evolving theory of professionalism in midwifery

Sigridur Halldorsdottir PhD, MSN, BSc, RN (Professor) and Sigfridur Inga Karlsdottir Phd
(cand), MSc, BSc,

RM, RN (Assistant Professor)

School of Health Sciences, University of Akureyri, Akureyri, Iceland

Theory is the acknowledged foundation to practise methodology, professional identity


and growth of formalized knowledge. It has been noted that practice must not only be
evidence-based but also theory-based. Hence, midwifery must be theory based because
theories serve as a broad framework for practice and may also articulate the goals of a
profession and core values. In this paper, an evolving theory on the empowerment of
childbearing women is introduced, where the midwife’s professionalism is central. The
theory is synthesized from nine datasets and scholarly work, and then more than three
hundred studies were reviewed for clarification and confirmation. According to the theory,
the midwife’s professionalism is constructed from five main aspects: The professional
midwife cares for the childbearing woman and her family. This caring within the professional
domain is seen as the core of midwifery. The professional midwife is professionally
competent. This professional competence must always have primacy for the sake of safety of
woman and child. The professional midwife has professional wisdom and knows how to
apply it. Professional wisdom is a new concept used to denote the interplay of knowledge and
experience. The professional midwife has interpersonal competence, is capable of
empowering communication and positive partnership with the woman and her family. The
professional midwife develops herself both personally and professionally, which is the
prerequisite for true professionalism. This evolving theory must be regularly reconstructed in
the light of current knowledge within midwifery. It is an attempt to identify and articulate the
processes and components of the art and science of midwifery practice in an endeavour of
continuing the discipline’s development by assisting in the understanding and practice of

20
creating further theoretical discourse, processes and products for midwifery practice. The
theory has implications for midwifery education and practice.

PEMBAHASAN

Sebuah profesi mendasarkan pendidikan mereka pada tujuan spesifik disiplinnya.


Salah satu profesi tersebut adalah kebidanan. Objektif adalah untuk mempersiapkan calon
bidan untuk bekerja secara modern masyarakat, dalam disiplin ilmiah, yang juga merupakan
disiplin praktek dalam evolusi konstan. Dalam pandangan kami, teori dan model tentang
profesionalisme dalam kebidanan.

Dapat dijelaskan lebih lanjut, dengan mengacu pada profesionalisme bidan yang baik dalam
memberikan layanan, menjelajahi setiap faktor:

1. Kepedulian profesional bidan yang baik : bidan peduli untuk wanita dan
keluarganya dalam domain profesional. Kepedulian terhadap individu ini merupakan
jantung dari kebidanan.

2. Kebijaksanaan. bidan memiliki kebijaksanaan dan tahu bagaimana


menerapkannya dalam domain profesional. Kebijaksanaan profesional dikembangkan
melalui interaksi pengetahuan dan pengalaman

3. Kompetensi . kompetensi ini memiliki keutamaan di kebidanan untuk menjamin


keselamatan ibu dan anak.

4. Kompetensi interpersonal. Bidan mampu memberdayakan komunikasi

5. Pribadi dan pengembangan. Bidan tahu dan memelihara dan mengembangkan


kemampuan dirinya sendiri, baik secara pribadi dan profesional.

21
3. JURNAL III

Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Kinerja Bidan dalam Pelaksanaan Standar


Asuhan Kebidanan Antenatal Care di Puskesmas Rawat Inap Kabupaten Gresik

(Factors Related to the Midwives Work Performance on the Implementation of Obstetric


Care Standard in Antenatal Care (Study in Primary Healthcare Centers with in Patient Unit in
Gresik District)

Siti Hamidah1, Laksmono Widagdo2, Lucia Ratna Kartika Wulan2

1Yayasan Delima Ibnu Sina, Gresik

2 Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro Semarang

PEMBAHASAN

Hasil monitoring IBI Kabupaten Gresik, 50% Bidan belum memberikan


asuhan ANC sesuai standar. Tujuan penelitian untuk mengetahui faktor faktor yang
berpengaruh terhadap Kinerja Bidan dalam Pelaksanaan SAK ANC di Puskesmas Rawat Inap
Kabupaten Gresik.

Metode penelitian; jenis penelitian kuantitatif dengan desain crossectional.


Pengambilan data secara angket terstrukur dan observasi dokumentasi hasil kinerja ANC .
Populasi semua Bidan Puskesmas Rawat Inap Kabupaten Gresik berjumlah 119 Bidan.
Jumlah sampel 87 Bidan dipilih secara simple random sampling. Analisis bivariat dengan
uji Chi square, multivariat dengan uji regresi logistik ganda. Hasil penelitian; Tidak ada
hubungan antara Kepemimpinan, kreativitas dan pengetahuan dengan Kinerja Bidan dalam
SAK ANC. Ada hubungan antara Sistem Manajemen SAK ANC dengan Kinerja Bidan
dalam Pelaksanaan SAK ANC (p-Value 0,031<0,05). Ada pengaruh antara Sistem
Manajemen SAK ANC terhadap Kinerja Bidan dalam pelaksanaan SAK ANC, (p- Value
0,045<0,05).

Disarankan pada Dinas Kesehatan, meninjau kembali PerMenKes


N0938/SK/MenKes/VIII/2007, menghimbau pelaksanaan SAK ANC pada Kepala
Puskesmas, memfasilitasi pelatihan manajemen organisasi dan SAK ANC untuk Bidan,
melakukan supervisi SAK ANC secara berkala. Kepala Puskesmas membuat SK pelaksanaan

22
SAK ANC, membuat program pelatihan manajemen organisasi dan pelatihan SAK ANC ,
lebih intensif memonitoring kinerja Bidan. IBI melakukan monitoring, evaluasi,
menindaklanjuti secara berkesinambungan.

23
BAB IV
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pada dasarnya untuk melakukan manajemen kebidanan memang harus melewati


beberapa tahap. Seperti dikemukakan Hellen Varney ada 7 langkah sedangkan dari depkes
menyatakan 5 langkah. Pada prinsipnya masing-masing pendapat sama, hanya berbeda dalam
cara pendokumentasiannya. Namun dalam penerapannya nanti tidaklah harus kaku
menggunakan 5 langkah atau 7 langkah yang perlu diingat bahwa dalam manajemen
kebidanan tersebut dilakukan secara sistematis dengan metode pendekatan tertentu dalam
membantu pemecahan masalah kesehatan ibu dan anak.

Secara umum konsep manajemen kebidanan berkualitas meliputi :

1. Manajemen dilakukan melalui pendekatan dengan mengidentifikasi kebutuhan


konsumen.

2. Meliputi seluruh kegiatan.

3. Meliputi seluruh aspek pelayanan dan dedikasi aktif seluruh staf untuk
mengidentifikasi seluruh konsumen.

4. Memberikan pelayanan secara berkesinambungan.

5. Memonitor kepuasan konsumen.

6. Memahami kebutuhan dan memantau perubahan yang terjadi melalui


pemantauan ulang.

7. Meningkatkan sumber daya untuk mengembangkan kualitas tindakan dab


pelayanan khusus secara tetap melalui prosedur dan system informasi yang fleksibel.

3.2 Saran

Semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat khususnya bagi para pembaca dan
dapat menambah pengetahuan tentang lingkup praktik kebidanan.untuk itu penulis
mengharapkan kepada para pembaca untuk lebih jauh memahami makalah ini dan dapat
memberikan kritik dan saran yang sifatnya membangun

24
DAFTAR PUSTAKA

Asrinah,dkk. 2010. Konsep kebidanan. Graha Ilmu : Yogyakarta. Hal. 109

Estiwidani, dkk. 2009. Konsep Kebidanan. Fitramaya : Yogyakarta. Hal. 117

http://healthyenthusiast.com/standar-dan-standar-prosedur-operasi-sop.html

http://www.scribd.com/doc/163953771/MANAJEMEN-PELAYANAN-KEBIDANAN

SYAHLAN, J.H.Dr. SKM. 1996. KEBIDANAN KOMUNITAS. YAYASAN BINA


SUMBER DAYA KESEHATAN : JAKARTA

Tadjuddin norma. Konsep Kebidanan. Poltekkes Kemenkes Makassar : Makassar. Hal 70

25
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat
dan hidayahNya kami dapat menyelesaikan MAKALAH Konsep Manajemen pelayanan
kesehatan yang Berhubungan dengan Praktek Kebidanan ini. Makalah ini disusun dengan
harapan dapat dijadikan sebagai bahan ajar untuk Mata Kuliah Organisasi Pengorganisasian
dan Pengembangan Masyarakat bagi mahasiswa yang mengikuti pendidikan DIV Kebidanan.

Pada kesempatan ini tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari keterbatasan kami
selaku penulis, oleh karena itu demi pengembangan kreatifitas dan penyempurnaan makalah
ini, kami mengharapkan saran dan masukan dari pembaca maupun para ahli, baik dari segi
isi, istilah serta pemaparannya. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas budi baik semua
pihak yang telah memberi kesempatan, dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan makalah
ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi para pembaca. Amin.

Medan,21 Agustus 2019

Kelompok 1

26
KONSEP MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN

(Disusun Sebagai Tugas Mata Kuliah Organisasi Managemen Pengembangan Kesehatan)

OLEH : Kelompok 1(DIV-IIIA)

Annisa Aulia Rizki Batubara P07524417003

Ayinun Pitriyani Barus P07524417005

Ines Panca Karisma Beru Karo P07524417017

Kiki Retno Juliastuti P07524417020

Saqdiah P07524417032

Dosen Pengampu : Rismahara Lubis,SsiT,M.Kes

POLTEKKES KEMENKES RI MEDAN

T.A 2018/2019

27
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................................ii

BAB I

PENDAHULUAN………………………………………..................…...................…..1

Latar Belakang ....................................................................................................1

Rumusan Masalah ..............................................................................................1

Tujuan Makalan..................................................................................................2

BAB II

PEMBAHASAN...........................................................................................................3

Manajemen Pelayanan Kebidanan....................................................................3

Langkah-langkah Pelayanan Kebidanan...........................................................8

BAB III

JURNAL…………………………………………………………........................….12

BAB IV

PENUTUP.................................................................................................................24

Kesimpulan....................................................................................................24

Saran..............................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................25

28

Anda mungkin juga menyukai