Anda di halaman 1dari 6

Judul : Ballad of a Hero

Nama Seniman : Dwi Antono Roby

Tahun :2016

Media : media cat minyak pada kanvas

Ukuran : 100 x 100 cm

Teknik : teknik pencahayaan

DESKRIPSI

lukisan Karya Dwi Antono Roby yang berjudul Ballad of a Hero ini dubuat pada tahun
2016,karya tersebut berukuran 100 x 100 cm.Lukisan Ballad of a hero tersebut dibuat
menggunakan media cat minyak pada kanvas,lukisan ini menggambarkan objek kelinci,organ
manusia dan landscape bukit,berbentuk horizontal dengan teknik plakat yang umum
digunakan oleh para seniman dalam media cat minyak.didalam karyanya ini seakan semua
objek didalamnya adalah suatu imajinasi seperti di film alice in wonderland,berkesan serba
pastel dan berproporsi tidak pada umumnya,jenis lukisan gaya tersebut adalah lukisan
bergaya surealis.karya seni surealis adalah karya seni bergaya yang tak mengikuti tata aturan
lukisan realis pada umumnya,objek dapat didistorsikan atau dilebih-lebihkan sehingga
terkesan agak aneh,lalu warna dan bentuk pada objek juga dapat dieksplorasi sedemikian
rupa mengikuti dunia imajiner para seniman.dalm karyanya Karya di Roby menggunakan
teknik pencahayaan yang bagus walaupun semua warnanya terkesan suram,detail setiap
pencahayaannya dapat dilihat dalam objek organ manusia yang sangat terkesan realis.Roby
dwi antono sndiri adalah seniman muda yang baru menggeluti bidang seni akhir-akhir tahun
ini yang mana background pendidikanya adalah sekolah menengah kejuruan .grafika
semarang dengan peminatan desain grafis.

ANALISIS FORMAL
Unsur :

Dalam karyanya yang berjudul “ Ballad of a Hero,2016” ia menampilkan sosok kelinci


berbadan seorang gadis perempuan yang duduk mengambang memegang otak berukulan
kecil disamping seonggok kepala power ranger merah yang didalamnya terdapat jantung
yang berukuran besa,adapula objek kodok yang berukuran besar serta disetting di sebuah tepi
danau .Warna yang dipakai menggunakan warna pastel analogus hangat Karya Roby
memiliki unsur lembut ,cute, sendu dan berkesan dramatik,mlankolia dan menimbulkan
ironiserta unsur yang bertentangan,dalam karya ini roby menggunakan objek objek yang
bertentangan seperti objek kelinci yang manis dengan jantung yang berkesan gore,didalam
karyanya juga memilih aliran surealisme dengan mendistorsikan ukuran objek objek sehingga
terkesan seperti di dunia fantasi.Objek langganan roby adalah kelinci yang mana objek
tersebut dijadikan alterego personal pada setiap personal artist.Sosok menggemaskan kelinci
dan organ-organ manusia yang tak lazim dan menyeramkan tersebut menimbulkan
pertentangan dan memicu efek ironi dengan banyak teka –teki dalam dunia imajiner.Hal
tersebut membuat para penikmat karya Roby menjadi penasaran dan menimbulkan banyak
interpretasi.

Prinsip :

Dalam karya robi yang memadukan beberapa objek yang terkesan tak tertata namun tetap
terkesan seimbang,karna karya ini menggunakan gaya surealisme maka proporsi yang dipakai
tidak mengacu proporsi kesebandingan antar bagian perbagianya tidaklah lazim,dan berkesan
seperti dunia imajiner.Komposisi pada lukisan ini memadukan antara background serta objek
foreground berupa kelinci kepala ranger merah lalu kodok.

INTERPRETASI

Lukisan yang di buat oleh roby adalah lukisan yang diinspirasi dari kehidupan sehari-
harinya,pengalaman yang pernah dialaminya.metodogi penciptaanya memilih kehidupannya
sendiri yang mana sangat dekat dan dialaminya sendiri.seperti objek yang ada dalam lukisan
ini yang mana menggunakan objek power ranger dimana roby pada masa kanak-kanak sangat
mengidolakan ranger merah pada serial acara televisi power ranger.objek kelinci sendiri
adalah alterego dari roby yang mana mengalami pengalamanya secara langsung.dari benang
merah tersebut di intrepetasikan sebuah balada seorang pahlawan yang di agungkan oleh
seorang roby kecil pada masanya dan di angkat pada masa dewasa ini menggunakan logika
(otak) dan interpretasi si roby dimasa sekarang adalah ironis,pahlawan yang diagungkan
olehnya adalah fiktif dan penuh rekayasa,ironi tersebut yang di analogikan roby dengan objek
yang tak lazim serta kepolosan yang di alteregokan dengan kelici manis tersebut

EVALUASI

Roby merupakan pelukis muda yang sedang naik daun,karya karyanya laku dan sudah
merambah sampai ke luar negeri,visualnya sangat menjual di selera para perupa
sekarang,karena menggubah objek-objek baru.Walaupun roby bukan lulusan dari akademis
seni ia membuktikan bahwa semua orang berhak mewujudkan cita-citanya menjadi
seniman,sosok roby akan menjadi inspirasi untuk para pemuda sekarang untuk lebih giat
berkarya seni,dan mengapresiasi karya karya hebat seperti kepunyaan roby.
Judul Karya : Comfort Chair

Ukuran : 60 x 100 cm

Media : Watercolor on Wood

Tahun : 2015

Seniman : Nahyu Rahma Fathriani

Deskripsi :

Lukisan diatas karya Rahma Fathriani seorang seniman kelahiran Semarang, 19 April 1982.
Lukisan tersebut berjudul Comfort Chair. Karya ini dibuat tahun 2015 dengan ukuran karya
60 cm x 100cm menggunakan cat air pada kayu. Lukisan tersebut menampilkan subjek matter
manusia berkepala kucing dan kursi. Unsur warna pada lukisan tersebut adalah hijau, coklat,
kuning, hitam, merah, dan putih. Lukisan tersebut menampilkan manusia kucing yang
memiliki unsur warna kuning, coklat, putih, dan hijau. Dan kursi tersebut memiliki unsur
warna hitam, merah, dan hijau. Dari beberapa unsur warna, warna yang dominan adalah
warna hijau. Terdapat unsur lain dalam lukisan tersebut, yaitu unsur cahaya. Tekstur tersebut
terlihat nyata. Tempat duduk tersebut sebagai setting backgroundnya dengan warna alami
kayu.

Analisis Formal :

Representasi visual dari lukisan tersebut ditampilkan dengan bentuk surealis tertatapa rapi
dan unik dengan kepala kucing sebagai objek pembeda. Permainan garis pada subjek terlihat
jelas dan flexible. Pada lukisan tersebut menggunakan warna terang yang ditampilkan.
Background yang ditampilkan berupa warna alami kayu dengan kursi menghasilkan
keserasian dengan subjek matter. Sedikit kesan cahaya menghasilkan warna lukisan yang
menarik. Bentuk kepala kucing tersebut sebagai pembeda dan merupakan ciri khas dari
seorang seniman tersebut, yang menjadi pusat perhatian. Proporsi karya lukis terlihat rapi
dengan menampilkan objek di tengah dengan perpaduan objek kursi dan objek manusia
kucing. Irama dari gambar yang terkesan ritmis terasa enak dipandang mata. Keseimbangan
dari gambar tersebut terlihat baik dilihat dari objek lukisan berada di tengah. Komposisi dari
lukisan tersebut mampu menghibur dengan keunikan yang diberikan dari seorang pelukis.

Intrepentasi :

Lukisan tersebut mengibaratkan bahwa tempat duduk sebagai tempat ternyaman manusia
untuk bersantai sejenak dalam menanggapi permasalahan hidup. Divisualkan manusia yang
berkepala manusia sebagai manusia yang hidup untuk bermalas – malasan layaknya kucing
yang suka dimanja. Dalam kehidupan ini manusia selalu ingin dalam keadaan nyaman yang
membuatnya terus bermalas malasan. Dalam lukisan tersebut mampu mengemas karya
dengan karakter tersendiri terwujud dari kepala kucing sebagai symbol kemalasan dan
penguasa. Dalam gambar tersebut dilihatkan kucing yang sedang duduk dengan santainya
mengibaratkan keadaan manusia yang seperti sekarang membutuhkan kekuasaan dan harta.

Lukisan tersebut menjadikan sebagai contoh manusia sekarang yang rakus dan ingin
kenyamanan sendiri sehingga menjadikannya buruk. Uang dan kekuasaan dapat menjadikan
manusia menjadi rakus. Dengan perkembangan zaman yang begitu cepat menjadikan
manusia lupa akan dirinya sendiri dan terjerumus dalam hal - hal yang buruk.

Justifikasi :

Penilaian sebuah karya seni bukan berbicara mengenai baik atau buruknya kaya seni tersebut,
tetapi pemaknaan dari karya tersebut yang meyakinkan atau tidaknya. Menyederhanakan
penilaian karya seni kedalam 4 kategori yaitu realisme, ekspresionisme, formalisme, dan
instrumentalisme. Untuk karya tersebut menggunakan paham penilaian realisme yang bersifat
subjektif. Penilaian tersebut dilihat tidak hanya dari objeknya, tetapi juga dari isi dan
maknanya. Karya tersebut lahir dari pengalaman estetik. Hasil karya tersebut representasi
dari emosi -emosi modern seperti mempresentasikan kerakusan manusia sekarang.

Lukisan tersebut menggambarkan permasalahan sifat manusia. Jadi manusia hanya hidup
bermalas malasan. Namun masalah tersebut terlewati dengan adanya rasa tanggung jawab
oleh manusia itu sendiri. Kelebihan dari karya tersebut dilihat dari keunikan karya tersebut
dari manusia berkepala kucing yang memiliki banyak makna yang terkandung didalamnya
yang dapat mengasah pikiran pengamat. Tapi dari segi kekurangannya, dilihat dari karya
yang dipusatkan pada objek ditengah dengan latar kurang terisi ruang. Alangkah baiknya
apabila didisikan objek tambahan di sekitarnya supaya lebih menarik.
Sayangnya, untuk menyelami rasa yang terkandung dalam lukisan-lukisan Aming Prayitno,
kita tak bisa mengandalkan internet ataupun buku katalog. Sebab di internet maupun di buku
katalog, lukisan Aming susut menjadi sebatas gambar dua dimensi. Jika sudah tersusutkan
seperti itu, maka yang mengamati akan fokus pada semata-mata figur, komposisi, dan warna.
Padahal lukisan-lukisan Aming Prayitno sama sekali bukan tentang itu.

Untuk mengetahui rahasia yang terkandung dalam lukisan Aming, kita harus punya niat
ekstra meluangkan waktu dan mencurahkan tenaga, mendatangi pameran di mana lukisannya
berada. Tak ada cara lain selain mengamati karyanya dengan mata telanjang. Dengan cara
seperti itulah rahasia yang terkandung di dalamnya, pelan-pelan dibisikkan kepada kita.
Aming bicara lewat tekstur yang bekerja secara misterius pada setiap karya.

Pandanglah, misalnya, lukisan Wajah Merah yang dibikinnya pada 2010. Dilihat dari jarak
lima meter, si lukisan itu memberikan suatu efek tertentu. Sebutlah efek itu namanya efek A.
Lalu pindahlah dari tempat pertama berdiri, melangkah mendekat hingga tersisa jarak lima
meter, setelah itu bergeser ke samping kanan sejauh satu langkah. Maka lukisan itu akan
memberi efek yang berbeda dari efek A. Sebutlah efek itu dengan nama efek B.

Lalu ambil posisi pandang yang lain dari yang sebelumnya, maju hingga tersisa jarak sekitar
30 centimeter saja dari si lukisan Wajah Merah. Maka akan ada efek lain yang terasa jika
dibandingkan dengan efek A dan B yang sudah dikecapi tadi. Pada awalnya lukisan itu boleh
terkesan abstrak. Setelah ditelaah, sepertinya Aming sedang mengekspresikan sesuatu dalam
keabstrakannya itu.

Menikmati lukisan Aming bagai menikmati keindahan bulan. Jarak yang berbeda memberi
efek yang berbeda pula. Dari bumi bulan bisa tampak halus. Begitu didekati, terkuaklah
berbagai misteri, ternyata bulan tak sehalus itu. Tapi dari manapun toh tetap ada semacam
keindahan khas yang patut dinikmati.

Aming Prayitno adalah seniman generasi 1960-an. Ia di Surakarta pada 9 Juni 1943. Ia adalah
seniman jebolah sekolah seni, mengenyam pendidikan di ASRI Yogyakarta dan Academie
Voor Schoon Kunsten, Gent Belgium. Ia menjadi pelukis pada sebuah masa di mana paham
modernis sedang diagung-agungkan. Barang kali itulah sebabnya karya-karya Aming begitu
berorientasi pada medium.
Boleh jadi Anda belum pernah mendengar nama Aming Prayitno. Tapi pasti Anda pernah
melihat karyanya. Salah satunya adalah logo yang tercetak di baju batik Pegawai Negeri Sipil
seantero Indonesia. Motif batik Korpri adalah karya Aming yang dijadikan batik.

Alkisah pada satu masa di tahun 1973, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menggelar
lomba desain logo Korpri. Rupa-rupanya -sebagaimana diceritakan pengamat seni Mikke
Susanto dalam buku pengantar pameran - juri tak ada yang terpuaskan oleh logo-logo yang
terkumpul dari lomba itu. Akhirnya pemerintah mencari cara lain. Kementerian Dalam
Negeri menghubungi beberapa seniman secara personal minta dibikinkan logo Korpri. Salah
satu seniman itu adalah Aming Prayitno.

Pada benak Aming terlintas sebuah ide untuk menyatukan sekumpulan simbol. Pertama ada
pohon hayat atau kalpataru yang sebagai pohon penyeimbang alam. Dalam pohon tersebut
ada 17 ranting, 8 cabang, dan 45 daun – angka yang diambil dari hari kemerdekaan RI. Pada
pohon tersebut bernaung sebuah rumah dengan lima pilar, diambil dari butir-butir pancasila.
Di bawahnya ada sayap yang melambangkan kebebasan. Lalu terakhir, logo itu diberi warna,
yakni emas sebagai perlambang kemuliaan.

Singkat cerita akhirnya desain Aming lah yang terpilih. Namun sayangnya pemakaian logo
itu membuat perasaan Aming bercabang. Di satu sisi ia senang karyanya dipakai, di sisi lain
miris karena pemerintah tak menyampaikan pemberitahuan apa-apa, bahkan tak membayar
royalti apapun padanya.

Kini pada usia 74 tahun, digelarlah bagi Aming Prayitno sebuah pameran tunggal bertajuk
The Master #1 di galeri Kiniko, Yogyakarta. Pada pameran itu, disajikan pada khalayak
belasan lukisan yang dibuat dalam rentang waktu 2000-2006. Aming sempat pula
memeriahkan pembukaan pameran itu meski sudah sulit ia berbicara dan berjalan akibat
penyakit stroke yang dideritanya. Kendati begitu, toh ia tetap bisa bicara lewat karya-
karyanya.

Anda mungkin juga menyukai