Anda di halaman 1dari 10

TEMUAN KEBERADAAN DNA MYCOBACTERIUM LEPRAE DI

UDARA SEBAGAI INDIKASI PENULARAN KUSTA MELALUI


SALURAN PERNAPASAN
The Findings of Mycobacterium Leprae DNA Existence in the Air as an Indication of
Leprosy Transmission From Respiratory System

Qotrunada Alam Cendaki


Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga
qotrunada.ac@gmail.com

Abstrak: Rumah Sakit Infeksi Kusta Kediri terdapat sebagai sumber penularan kusta dari penderita kusta yang dapat
mengkontaminasi udara sekitar dengan basil kusta, selain itu terdapat kelompok berisiko yaitu tenaga medis, non-medis,
dan pengunjung yang kontak dengan lingkungan penderita. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keberadaan
DNA Mycobacterium leprae di udara di ruang perawatan Rumah Sakit Infeksi Kusta Kediri. Jenis penelitian ini observasional
deskriptif yang menggunakan objek penelitian seluruh ruang perawatan Rumah Sakit Infeksi Kusta Kediri yang terdiri dari 6
ruang rawat inap dan 4 ruang rawat jalan. Variabel penelitian adalah keberadaan DNA
Mycobacterium leprae yang dideteksi dengan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Temuan DNA M. leprae di
ruang perawatan laki - laki kelas 2 mengindikasikan adanya faktor yang mempengaruhi daya hidup bakteri
Mycobacterium leprae di udara. Kesimpulannya adalah udara berpotensi menjadi media penularan sementara
Mycobacterium leprae, sehingga pihak rumah sakit masih perlu pemeriksaan lebih lanjut di ruang yang positif DNA
Mycobacterium leprae untuk memastikan agar udara relatif bersih dan aman.

Kata kunci: eksistensi DNA Mycobacterium leprae, penularan kusta, saluran pernapasan

Abstract: There are transmisions source in Infectious Leprosy Hospital Kediri from leprosy patients that can contaminate air
with leprosy bacillus. There are also the risk groups, such as medical and non-medical staff, and visitors who contact with
the environment. This study was to describe the existence of Mycobacterium leprae DNA in the air at nursing rooms Hospital
Infections leprosy Kediri. The method was observational descriptive with object were the entire room of hospital treatment
infections leprosy Kediri which consisted of 6 inpatient rooms and 4 outpatient rooms. The variable in this research was
existence of Mycobacterium leprae DNA by PCR (Polymerase Chain Reaction) technique. The result showed that leprosy
DNA found in nursing room that indicated there was other factors that supporting Mycobacterium leprae in the air. It can be
concluded that air can be the temporary potential factors of disease transmission. It’s suggested to conduct in positive of
Mycobacterium leprae DNA at indoor. So that indoor air is clean and healthy.

Keywords: existence DNA Mycobacterium leprae, leprosy infected, respiratory system

PENDAHULUAN memiliki tanda penyakit kusta dilakukan


pemeriksaan identifikasi bakteri Mycobacterium
Penyakit kusta adalah penyakit yang
leprae dengan metode pewarnaan Ziehl Nelsen
disebabkan oleh Mycobacterium leprae atau disebut
(ZN) untuk mencari basil tahan asam (BTA) sebagai
juga Morbus hansen sesuai nama penemunya.
langkah deteksi dini (Herlina dkk, 2014).
Penyakit ini adalah tipe granulomatosa pada saraf
Laporan resmi dari WHO 2015 menyebutkan
tepi dan mukosa dari saluran pernapasan atas dan
angka kasus kusta baru dunia sebanyak 206.107
lesi pada kulit yang gejala klinisnya bisa diamati dari
jiwa, dibandingkan tahun sebelumnya pada 2012
fisik. Apabila tidak terdeteksi secara dini
sebanyak 232.857 jiwa dan pada tahun 2011
penyebaran kusta sangat progresif, menyebabkan
sebanyak 226.626 jiwa. Penurunan angka jumlah
kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak,
penderita kusta cukup signifikan dibandingkan
dan mata (Depkes RI, 2006).
angka kemunculan kasus baru sebanyak 4,0%.
Penyakit kusta diklasifikasikan menjadi dua
Indonesia termasuk urutan kelima dalam negara
jenis yaitu pauci bacillair (PB) dengan ciri sedikit
yang wilayahnya endemis kusta setelah Brazil,
bercak dan Multibasiler (MB) dengan ciri memiliki
India, dan Tiongkok.
banyak bercak (WHO, 2010). Pada pasien yang

181
Q.A. Cendaki, Temuan Keberadaan DNA Mycobacterium Leprae di Udara 182

Indonesia merupakan negara beriklim tropis Hal ini mengakibatkan tingginya kasus kusta
dengan kelembapan cukup tinggi hingga 95%. baru karena masih terdapat rantai penularan
Kelembapan tersebut merupakan kondisi yang kusta, timbulnya kecacatan pada penderita yang
sesuai untuk habitat alamiah kusta. Terbukti terus menjadi masalah yang tak terselesaikan.
pada angka prevalensi penemuan kusta baru Penyebaran dan penularan penyakit kusta
atau New Case Detection Rate (NCDR) pada dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu intensitas
tahun 2011 sebesar 8,30 per 100.000 penduduk kontak dengan penyakit kusta, pernah tidaknya
atau sebanyak 20.023 jiwa. Hingga tahun 2013 kontak, dan lama kontak dengan penderita.
Lingkungan yang meliputi air, tanah dan udara
terjadi penurunan angka prevalensi menjadi 6,79
berperan menjadi habitat alamiah penyakit kusta.
per 100.000 penduduk atau sebanyak 16.856
Penularan penyakit kusta dapat melalui udara
jiwa (Depkes RI, 2011).
(airbone disease), air (waterborne disease) dan
Jawa Timur merupakan provinsi dengan
tanah. Penularan melalui udara (airbone disease)
beban kasus kusta tertinggi di Indonesia. Data
yaitu pada mukosa hidung yang merupakan
dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur
tempat terjadinya infeksi primer. Pernyataan
selama 3 tahun berturut-turut menunjukkan
tersebut diperkuat dengan penemuan bahwa
adanya penurunan angka kejadian kusta di Jawa
bakteri Mycobacterium leprae mampu hidup
Timur, yaitu pada tahun 2011 terdapat 6.157
untuk beberapa waktu di lingkungan (Cree&
kasus kusta, pada tahun 2012 terdapat 5.570
Smith, 1998).
kasus kusta, dan pada tahun 2013 sebanyak
Bakteri Mycobacterium leprae banyak
4.572 kasus. Sampai saat ini kasus kusta di
ditemukan pada kulit tangan, daun telinga, dan
Jawa Timur tersebar di sebagian kabupaten/kota
mukosa hidung juga ditemukan pada debu rumah
dan yang masih menduduki angka paling tinggi di
penderita dan dalam air untuk mandi dan
wilayah Madura antara lain Sampang, Sumenep,
mencuci. Penelitian yang dilakukan oleh Arliny
Bangkalan, serta Jember.
(2003) menyebutkan hasil DNA positif sebesar
Program pemberantasan kusta di Indonesia
52,5% sampel hapusan mukosa hidung dari
sudah berjalan kurang lebih 12 tahun dimulai
penderita baru. Kontak dengan penderita kusta
sejak tahun 2003, namun masih belum bisa
memberikan kontribusi sebesar 24,6% terhadap
menurunkan kasus baru kusta karena sebagian
penularan penyakit kusta terutama pada mereka
besar penderita kusta berasal dari masyarakat
yang tinggal serumah dengan penderita.
golongan menengah ke bawah (Zulkifli, 2003).
Penularan penyakit kusta tertinggi melalui
Rendahnya pengetahuan masyarakat tentang
tetesan lendir mukosa hidung yang terdispersi ke
kusta mempengaruhi stigma yang melekat pada
udara pernapasan (droplet infection). Dimana
penyakit kusta dan penderita bahkan keluarganya.
pada mukosa hidung penderita terdapat banyak
Perlakuan diskriminatif berdampak penderita
sekali basil kusta yang mudah terbawa keluar
enggan berobat karena takut keadaannya melalui udara pernapasan (Warsini, 2007).
diketahui masyarakat sekitarnya. Menurut Kusumaningsih (2012) dalam
penelitiannya mengatakan bahwa lingkungan
tempat tinggal penderita kusta memiliki kelembapan
21000 lebih buruk dibandingkan tempat tinggal bukan
20000 penderita, hal ini disebabkan pencahayaan yang
19000 kurang dan tidak memiliki jendela atau ventilasi
18000 sehingga keadaan kamar penderita kusta sangat
Kasus
17000 lembab. Pengukuran ini sesuai dengan penelitian
16000 yang dilakukan oleh Noerolandra (2005) yang
15000 menyatakan bahwa kelembapan menjadi risiko
2011 2012 2013 timbulnya penyakit kusta dimana kelembapan yang
optimum berkisar 40–70% dengan suhu ruang 22–
Grafik 1. 30˚C. Kuman kusta akan cepat mati apabila terkena
Jumlah tren kasus baru kusta tahun 2011–2013 sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan
(Sumber: Profil Kesehatan Indonesia 2013, Pusat
hidup sementara selama beberapa jam di tempat
Data dan Informasi)
yang lembab.
183 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 10, No. 2 April 2018: 181–190

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kartini harus sesuai dengan persyaratan kesehatan
(2004) menyatakan bahwa sejumlah 34 sampel lingkungan rumah sakit berdasarkan Keputusan
(18,2%) dari total 187 sampel menunjukkan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
positif basil kusta. Kartini menjelaskan bahwa 1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang Persyaratan
lingkungan menjadi faktor yang mempengaruhi Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit dimana hal
penularan selain tempat kerja, lama kerja, dan tersebut dipengaruhi oleh kualitas sanitasi
keeratan kontak yang menjadi sumber penularan lingkungan yang sangat mempengaruhi daya
kusta terhadap karyawan rumah sakit khusus hidup bakteri Mycobacterium leprae di udara.
kusta Tugurejo. Rumah sakit infeksi kusta Kediri mayoritas
Penelitian yang dilakukan Kartini (2004) memiliki ruang perawatan yang pencahayaan dan
melihat port of entry dalam menganalisis faktor sistem ventilasinya homogen menyebabkan kondisi
risiko penularan Mycobacterium leprae di rumah ruangan menjadi panas dan kelembapan tinggi
sakit. Penelitian lain yang dilakukan Trisnaini yang merupakan faktor pendukung penularan
(2013) mengkaji peran atau faktor lingkungan penyakit kusta.
yang menunjukkan hubungan keberadaan Bakteri Mycobacterium leprae dapat hidup di
Mycobacterium leprae sebagai media hidup dan luar tubuh manusia selama 7 hari dengan suhu
penularan penyakit kusta di daerah Sampang 20,6˚C dan kelembapan 43,7% sedangkan pada
kepulauan Madura yang merupakan endemik suhu 35,7˚C dan kelembapan 77% mampu hidup
kusta. hingga 10 hari (Rees & Young, 1994). Ruangan
Bakteri Mycobacterium leprae terbawa dengan kelembapan yang tidak memenuhi syarat
keluar bersama udara pernapasan atau cipratan kesehatan akan membawa pengaruh bagi
ludah penderita dan bercampur dengan penghuninya, ruangan yang lembab akan menjadi
particulate matter di udara. Sebesar 52,9% nafas tempat yang baik untuk pertumbuhan
yang dihembuskan oleh penderita atau pasien mikroorganisme seperti bakteri Mycobacterium
Mycobacterium leprae membawa basil kusta leprae. Sehingga sinar matahari yang masuk ke
melalui pemeriksaan basil tahan asam (BTA). dalam ruangan sangatlah penting untuk
Bakteri kusta bersifat obligat intracellular yang menghindari ruangan yang lembab (Zulkifli, 2003),
membutuhkan sel inang untuk bisa hidup dan sedangkan ventilasi mampu membebaskan
media sebagai jalan penularan. Udara dalam ruangan dari bakteri patogen karena terjadi aliran
ruang akan menjadi kontaminan penyakit dan udara yang terus menerus (Susanta, 2007).
mengandung bibit penyakit (agent). Lingkungan rumah sakit yang tidak sehat
Udara ruang berperan sebagai simpul kedua berpotensi bagi mikroorganisme patogen
yaitu media penularan kusta. Dibutuhkan kondisi khususnya Mycobacterium leprae yang bersifat
fisik yang optimal agar bakteri kusta mampu obligat intracelular yang tidak dapat hidup di
bertahan hidup di udara, kondisi ini dipengaruhi lingkungan rumah sakit dalam jangka waktu yang
langsung oleh kualitas udara dan sanitasi ruang. lama. Sehingga membutuhkan sel inang untuk
Keberadaan basil Mycobacterium leprae di udara hidup kemungkinan terbesar baik tenaga medis,
yang menjadi potensi bahaya terhadap manusia di tenaga non medis, maupun pengunjung rumah
sekitar penderita, yaitu tenaga medis, tenaga non- sakit merupakan kelompok berisiko menjadi
medis, karyawan, dan pengunjung yang memiliki carrier basil kusta melalui media udara
faktor risiko tertular basil Mycobacterium leprae (inhalation) karena memiliki intensitas dan lama
melalui jalur pernapasan (Withington, 2009). kontak yang tinggi dengan penderita kusta.
Hingga saat ini para peneliti kusta menyatakan Belum ada program pemantauan kualitas udara
keberadaan kusta dilingkungan khususnya udara secara rutin di rumah sakit seperti yang tertera
hanya berdasar ditemukannya basil kusta pada dalam Kepmenkes RI no. 1204 tahun 2004 untuk
mukosa hidung penderita dan orang sehat langkah pencegahan penyebaran dan penularan
carrier. penyakit dari dalam ke luar atau sebaliknya.
Rumah Sakit Infeksi Kusta Kediri merupakan Pendekatan 4 simpul kesehatan lingkungan,
rumah sakit yang memberikan perawatan kuratif peneliti melihat di rumah sakit infeksi (kusta) Kediri
berperan sebagai simpul 1 yang merupakan
dan rehabilitatif terhadap pasien kusta. Sanitasi
sumber penularan kusta dari manusia yaitu pasien
lingkungan rumah sakit harus baik untuk
di rumah sakit kusta (host atau carrier bakteri
mencegah transmisi penularan penyakit kusta
Mycobacterium leprae) terutama pada penderita
dari pasien ke pegawai rumah sakit. Kualitas fisik
kusta tipe Multibasiler (MB).
udara indoor terutama di ruang perawatan pasien
Q.A. Cendaki, Temuan Keberadaan DNA Mycobacterium Leprae di Udara 184

Identifikasi bakteri Mycobacterium leprae Pengambilan sampel perawat sebagai data


dengan metode pewarnaan Ziehl Nelsen (ZN) pendukung penelitian menggunakan data
untuk mencari basil tahan asam (BTA) tidak pegawai yaitu seluruh perawat yang bekerja
mampu melihat bakteri kusta secara akurat. dibagian ruang perawatan lebih dari 10 tahun
Teknik tersebut hanya mampu menunjukkan yaitu sebanyak 30 perawat. Dari total jumlah
jumlah bakteri secara umum, sehingga perlu perawat yang masuk kriteria inklusi sejumlah 27
dilakukan pemeriksaan pendukung selanjutnya perawat. Dari data yang sudah homogen dipilih
yang lebih sensitif, spesifik, dan tepat untuk secara random 4 perawat yang menjadi sampel.
mendeteksi adanya bakteri Mycobacterium Pengumpulan data primer yang diperoleh hasil
leprae. pemeriksaan sampel mikrobiologi udara ruang dan
Metode pemeriksaan polymerase chain mukosa hidung perawat untuk melihat eksistensi
reaction (PCR) atau dalam bahasa Indonesia DNA Mycobacterium leprae. Instrumen penelitian
secara umum disebut Reaksi Rantai Polimerasi berupa lembar pengumpulan data dan lembar
(RRP). Polymerase Chain Reaction adalah suatu observasi terhadap variabel yang diteliti. Variabel
metode enzimatik in vitro yang digunakan untuk yang diteliti terdiri dari variabel dependen yaitu
menghasilkan gugus DNA spesifik dalam jumlah eksistensi DNA Mycobacterium leprae dan variabel
besar dalam waktu singkat melalui tahap independen yaitu pencahayaan dan keadaan
denaturation, annealing, dan extension pada ventilasi. Pemeriksaan eksistensi DNA
temperatur yang berbeda. Proses PCR dapat Mycobacterium leprae menggunakan teknik
dikerjakan dengan cepat dan mampu mendeteksi Polymerase Chain Reaction (PCR).
Mycobacterium leprae secara spesifik meski Penelitian ini sudah dilakukan uji kelaikan
dengan jumlah sampel sangat sedikit yaitu single etik penelitian kesehatan (ethical clearance) oleh
helix DNA bakteri (Donoghue, 2001). Komite Etik di Fakultas Kesehatan Masyarakat
Berdasarkan rumusan masalah diatas, perlu Universitas Airlangga nomor: 394-KEPK.
dilakukan pemeriksaan bakteriologis
Mycobacterium leprae pada ruang perawatan
pasien dengan metode Polymerase Chain Reaction
HASIL DAN PEMBAHASAN
(PCR) untuk menunjukkan potensi penularan dari
penderita kusta melalui udara dan juga untuk Eksistensi DNA Mycobacterium leprae
mengevaluasi hasil pengobatan. Hasil pengambilan sampel udara untuk
memeriksa keberadaan mikrobakteri dalam
METODE PENELITIAN ruang perawatan Rumah Sakit Infeksi Kusta
Kediri melalui alat khusus untuk mengambil
Jenis penelitian adalah observasional deskriptif sampel mikroorganisme di udara yang berukuran
dengan studi desain cross sectional. Penelitian kurang dari 1 μm sesuai dengan Kepmenkes RI
dilakukan pada bulan Februari hingga bulan April Nomor 1335 Tahun 2002 Tentang Standar
2015. Lokasi penelitian berada di Rumah Sakit Operasional Pengambilan dan Pengukuran
Infeksi kusta Kediri. Tempat pengambilan sampel di Sampel kualitas Udara Ruangan Rumah Sakit.
ruang rawat inap dan rawat jalan di Rumah Sakit Terdapat dua jenis alat yaitu MAS-100 Eco
Infeksi Kusta Kediri yang digunakan untuk Microbial air Sampler dan EPAM-5000.
melakukan pelayanan terhadap pasien penderita EPAM-5000 berukuran lebih besar dan
kusta, dan untuk data pendukung dilakukan menghasilkan suara dengung yang sedikit
pemeriksaan mukosa hidung perawat dari ruang mengganggu. Kedua alat ini efektif untuk
rawat inap dan ruang rawat jalan. menangkap mikrobakteri di udara karena Secara
Pengambilan sampel objek penelitian teknis MAS-100 Eco Microbial air Sampler
menggunakan total populasi dengan dua macam mempunyai kelebihan daripada EPAM-5000. Alat ini
jenis ruang, yaitu pada ruang rawat inap lebih fleksibel karena ukurannya yang kecil dapat di
berdasarkan ruang yang dihuni dan untuk penelitian tempatkan pada ruang terbatas, bentuknya tidak
berdasarkan ruang yang dihuni dan digunakan oleh mengganggu estetika, dan mudah dibawa
pasien penderita kusta yaitu sebanyak 6 ruang, menggunakan filter yang kerapatannya 0,22 μm.
sedangkan ruang rawat jalan yaitu ruangan yang Alat ini mampu mengalirkan udara dengan berbagai
digunakan dalam memberikan pelayanan terhadap kecepatan sesuai ruangan yang diambil sampel
pasien penderita kusta yaitu sebanyak 4 ruang. dengan pengaturan flow rate yaitu 2–6 liter/menit.
185 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 10, No. 2 April 2018: 181–190

Pengambilan sampel mikrobiologi udara media Tabel 1.


basah yang kemudian dilakukan pemeriksaan DNA Eksistensi DNA Mycobacterium leprae di Ruang
bakteri menggunakan teknik Polimerase Chain Perawatan Rumah Sakit Infeksi (Kusta) Kediri
Tahun 2015
Reaction (PCR) (Kepmenkes RI No.1335 Tahun
2002). Hasil Pemeriksaan DNA
Mycobacterium leprae Jumlah
Ruang
Positif Negatif
n % n % n %
Rawat inap 1 16,6 5 83,3 6 100,0
Rawat jalan 0 0,0 4 100,0 4 100,0

Gambar 1 menunjukkan baris 1 sampai 10


merupakan hasil uji PCR dari sampel udara
ruang perawatan. Terdapat deteksi DNA dengan
hasil positif pada baris 3 dimana terlihat tanda
berwarna putih seperti tanda pada positive
control di baris 16.
Gambar 1. Lane11 sampai 14 merupakan gambar hasil uji
Foto Pemeriksaan Laboratorium Hasil Uji Polymerase PCR dari sampel swab mukosa hidung perawat.
Chain Reaction DNA Mycobacterium leprae pada
Tidak ditemukan tanda apapun dari keempat baris
Sampel Udara
yang menunjukkan semua sampel negatif DNA
Keterangan: Mycobacterium leprae. Baris 15 merupakan sampel
Lane 1–10 Sampel udara/Lane 15 DNA kontrol negatif kontrol DNA Mycobacterium leprae negatif dan
Lane 16 DNA kontrol positif (Mycobacterium leprae
strain Thai 53) baris 16 adalah sampel kontrol DNA positif.
Lane 17 00bp DNA ladder Tabel di atas menunjukkan bahwa hasil
pemeriksaan DNA Mycobacterium leprae di ruang
rawat inap sebanyak 1 (16,6%) ruang positif DNA
Mycobacterium leprae dan 6 (83,3%) ruang
menunjukkan negatif DNA Mycobacterium leprae.
Hasil pemeriksaan pada ruang rawat jalan yaitu
sebanyak 4 (100,0%) ruang menunjukkan DNA
Mycobacterium leprae negatif.

PEMBAHASAN

Gambaran Keberadaan DNA Mycobacterium


Leprae pada Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit
Infeksi Kusta Kediri

Gambar 2. Pelayanan rawat jalan rumah sakit kusta


Foto Pemeriksaan Laboratorium Hasil Uji Polymerase dikhususkan bagi penderita kusta yang baru
Chain Reaction DNA Mycobacterium leprae pada mendapatkan penanganan untuk pertama kali,
Sampel Mukosa Hidung bisa dikatakan identifikasi awal atau masih dalam
Teknik PCR yang dilakukan sebanyak 40 fase gejala yang memberikan tanda-tanda
siklus yang dalam tiap siklusnya menghasilkan penyakit kusta. Poli rawat jalan digunakan oleh
2 pasien kusta yang melakukan check up rutin dan
X double helix DNA. Hasil deteksi basil
terapi.
Mycobacterium leprae di visualisasi
Pasien kusta baru merupakan host atau
menggunakan kamera khusus. Hasil yang terlihat
pembawa penyakit yang masih aktif. Bakteri
ditandai dengan adanya produk fragmen DNA
dengan ukuran 100bp. Penggunaan Mycobacterium leprae mampu dideteksi melalui
elektroforesis dalam satu plate dikarenakan sekret hidung dari pasien kusta yang belum
menggunakan DNA ladder yang sama dan mendapatkan pengobatan. Sekret hidung atau
mempersingkat waktu pemeriksaan seperti mukosa hidung berperan sebagai jalur utama
Gambar 1. keluarnya Mycobacterium leprae yang masih aktif
ke lingkungan.
Q.A. Cendaki, Temuan Keberadaan DNA Mycobacterium Leprae di Udara 186

Selain melalui sekret hidung, jalur keluar Ruang pemeriksaan dan diagnosa juga
Mycobacterium leprae dari dalam tubuh yaitu sudah memiliki standar kualitas udara yang baik
melalui kulit. Meskipun terdapat penelitian sehingga tidak ditemukan bakteri kusta. Pada
ditemukannya AFB (Acid Fast Bacilli) pada epitel waktu siang hari posisi ventilasi dalam keadaan
skuamous pada kulit dikatakan bahwa peneliti terbuka berpengaruh pada kualitas udara dalam
tidak dapat menentukan berapa jumlah AFB ruang agar tidak pengap dan lembab yang dapat
pada kulit, meskipun sudah banyak dilakukan menyebabkan berkembangnya mikroorganisme
pemeriksaan spesimen pada penderita (Noorden, di udara yaitu basil Mycobacterium leprae.
1994). Semakin panas atau tinggi suhu udara maka
Banyaknya pasien kusta pada ruang rawat basil kusta akan cepat mati. Pengaturan ventilasi
jalan diyakini mampu menjadi kontaminan bakteri silang selain sebagai suplai dan buangan udara
Mycobacterium leprae udara ruang, baik melalui juga berfungsi sebagai pengatur sinar ultraviolet
pernapasan penderita maupun dari kulit penderita yang masuk ke dalam ruang dan membunuh
yang tergradasi bersama particulate matter di udara kuman termasuk Mycobacterium leprae.
(Withington, 2009). Udara mengandung berbagai Tidak terdeteksinya DNA Mycobacterium
macam partikel termasuk bakteri, jamur, dan leprae pada ruang rawat jalan dikarenakan range
spora dalam bentuk droplet atau bioaerosol. DNA ladder yang menjadi kontrol pendeteksi
keberadaan DNA kusta kurang tinggi yaitu
100bp, sehingga masih bisa muncul
kemungkinan ditemukan DNA Mycobacterium
leprae dengan jumlah sampel yang lebih besar
dan kekuatan deteksi dipertajam.

Gambaran Keberadaan DNA Mycobacterium


Leprae pada Ruang Rawat Inap Rumah
Sakit Infeksi Kusta Kediri
Temuan DNA Mycobacterium leprae seperti
ditunjukkan pada baris 3 hasil pemeriksaan PCR
yang berasal dari sampel ruang rawat inap laki-
laki kelas 2 menjadi indikasi adanya risiko
penularan penyakit kusta melalui udara.
Gambar 3. Jalur masuk Mycobacterium leprae belum
Foto Pemeriksaan Laboratorium Hasil Uji Polymerase
Chain Reaction DNA Mycobacterium leprae pada diketahui secara pasti. Akan tetapi jalur yang
Sampel Udara. dipertimbangkan sebagai jalur masuk
Mycobacterium leprae adalah saluran
Udara berperan sebagai salah satu unsur pernapasan atas dan kulit (Noorden, 1994).
lingkungan terpenting yang menopang kehidupan Sebuah percobaan pada tikus yang disemprot
makhluk di bumi. Udara juga memiliki peran lain dengan basil kusta, menunjukkan basil kusta
dalam unsur kesehatan lingkungan, yaitu sebagai dapat ditemukan pada paru-paru tikus percobaan
jalur penularan bakteri, spora, dan jamur. tersebut. Namun belum dapat dibuktikan
Hasil pemeriksaan PCR untuk sampel udara bagaimana bakteri Mycobacterium leprae dapat
dari ruang rawat jalan yaitu baris 7, 8, 9, 10 tidak mencapai saraf tepi (Agusni, 2003).
menunjukkan adanya DNA Mycobacterium leprae Penelitian sebelumnya menguatkan adanya
yang positif. Tidak terdeteksinya DNA kusta di rawat risiko penularan dari pasien atau penderita kusta
jalan dipengaruhi oleh sirkulasi udara dan sanitasi yang berada di rawat inap kepada pengunjung atau
yang baik. Pada ruang pengambilan sampel perawat karena nafas dari hidung 100,0% penderita
penderita yang menggunakan air conditioner sudah kusta membawa basil tahan asam (BTA). Rata-rata
mampu mengatur sirkulasi udara dan membunuh perhitungan BTA di setiap hembusan nafas adalah
bakteri infeksius di dalam ruang. Kondisi ruang 3,3 x 104 CFU/ml.
yang tidak terlalu besar dan lama pasien berada di
dalam ruang tidak lebih dari 20 menit sehingga
menurunkan feasibility pemeriksaan basil kusta di
udara ruang.
187 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 10, No. 2 April 2018: 181–190

Penularan melalui droplet infeksi ini memegang Rumah sakit yang merupakan tempat
peranan yang cukup besar dalam rantai penularan penyelenggaraan upaya kesehatan seharusnya
Mycobacterium leprae, dan menunjukkan bahwa bebas dari risiko penularan penyakit infeksi. Sesuai
pernapasan merupakan cara transmisi penting dengan tugas dan fungsi rumah sakit menurut
dalam lingkungan (Agra, 2001). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44
Ruang rawat inap yang dihuni rata-rata 6 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, upaya
pasien per ruangan dan yang paling banyak 11 kesehatan atau langkah yang dilakukan melalui
pasien membuat kontaminasi basil kusta yang pendekatan peningkatan kesehatan (promotif),
terbawa melalui nafas bercampur dengan pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan
particulate matter di udara. Kondisi suhu yang penyakit (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif) yang
tinggi tanpa ada fasilitas pendukung seperti kipas dalam pelaksanaannya dilakukan secara sinergi
angin untuk menggerakkan udara dalam ruang yaitu serasi, terpadu, dan berkesinambungan.
membuat pada siang hari suhunya cukup tinggi.
Eksistensi Mycobacterium leprae di Udara
Kondisi demikian menyebabkan pasien kusta
Ruang Perawatan Rumah Sakit Infeksi
yang ada dalam ruang perawatan suhu tubuhnya
Kusta Kediri
juga meningkat, sehingga ada kemungkinan
dalam kondisi seperti itu membuat tubuh Pada penelitian ini memberikan bukti bahwa
penderita meningkat. Peningkatan suhu tubuh dari 10 ruang perawatan yang diambil sampel
membuat bakteri kusta di kulit maupun di mukosa udaranya yang kemudian diteliti, didapatkan 1
hidung akan ikut menguap di udara ruang (10,0%) ruang perawatan yang positif DNA
bersamaan dengan keluarnya keringat pasien. Mycobacterium leprae. Berdasarkan temuan
Meningkatnya suhu tubuh penderita kusta tersebut menunjukkan bahwa lingkungan rumah
selaras dengan kepadatan penghuni ruang sakit infeksi kusta kediri masih berpotensi
semakin menambah jumlah basil kusta yang menjadi media penyebaran basil kusta.
terdispersi ke udara ruang. Bakteri kusta mampu Hasil penelitian ini menjawab pertanyaan
bertahan hidup di lingkungan selama tujuh hari dari beberapa penelitian sebelumnya yang
dengan suhu 20,6˚C dan kelembapan 43,7% menemukan adanya DNA Mycobacterium leprae
(Ress RJW & Young DB, 1994), dengan begitu positif pada mukosa hidung narakontak penderita
Mycobacterium leprae mampu bertahan di udara kusta. Temuan ini membuktikan bahwa udara
tidak hanya karena ada sel inang yang merupakan komponen lingkungan yang menjadi
ditumpangi namun juga didukung oleh kualitas jembatan antara host atau carrier basil kusta
fisik udara ruang tersebut. Banyaknya dengan komponen lingkungan lain (air, tanah) di
pengunjung rumah sakit yang lalu lalang dan sekitar penderita.
menjenguk berisiko menjadi carrier dari basil Keberadaan DNA Mycobacterium leprae
kusta dan menjadi media optimal penyebaran positif pada ruang perawatan yang berarti udara
penyakit kusta. Masa inkubasi yang lama di sekitar ruang tercemari basil kusta dari pasien,
menjadi penghambat dalam mendeteksi tanda ada kemungkinan yang menjadi sumber
kusta di tubuh manusia. pencemar adalah pasien baru yang masih dalam
Terdapat kasus tenaga kesehatan rumah tahap awal pengobatan. Ada faktor lain yaitu
sakit terkena penyakit kusta setelah praktek aliran udara dari luar ruangan yang masuk ke
selama beberapa bulan di rumah sakit infeksi dalam ruang perawatan laki-laki kelas 2 dimana
(kusta) Kediri. Diagnosa menunjukkan masa saat pengambilan sampel, partikel udara yang
inkubasi dimulai sebelum tenaga kesehatan mengandung basil kusta ikut terhisap.
tersebut berada di rumah sakit. Daya tahan tubuh Keberadaan pasien baru maupun pasien opname
atau imunitas manusia yang dinamis di ruang perawatan merupakan sumber utama
mempengaruhi lama inkubasi penyakit kusta dan yang paling mungkin menjadi sumber
daya hidup bakteri dalam tubuh manusia. kontaminan basil kusta di udara.
Q.A. Cendaki, Temuan Keberadaan DNA Mycobacterium Leprae di Udara 188

Hipotesa terhadap pasien baru tersebut Eksistensi Mycobacterium leprae pada


berdasar pada penelitian sebelumnya yang Mukosa Hidung Perawat Rumah Sakit
menyatakan mukosa hidung penderita adalah Infeksi (Kusta) Kediri
tempat dimana banyak ditemukan basil kusta.
Hasil pemeriksaan PCR sampel mukosa
Dari mukosa hidung pasien yang berfungsi
hidung perawat tidak ditemukan DNA
sebagai port of exit atau jalur keluar basil kusta
Mycobacterium leprae positif. Seluruh perawat yang
kemudian bercampur dengan particulate matter
menjadi responden sudah bekerja lebih dari 10
di udara.
tahun, hal tersebut sesuai teori yang dikemukakan
Bakteri Mycobacterium leprae bersifat obligat
Agusni (2003) dalam penularan kusta diperlukan
intracellular yang membutuhkan sel inang untuk
persyaratan kontak yang lama, intim dan terus
tetap hidup, kemudian bagaimana bakteri kusta bisa
menerus dengan sumber penularan. Faktor risiko
bertahan untuk hidup sementara di lingkungan
udara dengan lama waktu yang dibutuhkan untuk penularan terhadap individu yang kontak langsung
membelah diri selama 12,5 hari. Kemungkinannya dengan penderita kusta lebih tinggi dibandingkan
untuk bertahan di lingkungan akan sangat kecil jika populasi atau masyarakat sekitar penderita.
bakteri kusta tidak menumpang sel inang yaitu Perawat yang setiap hari kontak dengan penderita
kuman lain yang ada di udara ruang rawat jalan dan tipe Multibasiler (MB) lebih berisiko daripada kontak
rawat inap. dengan tipe Pausi Basiler (PB).
Mikrobakteri yang menjadi sel inang basil Intensitas kontak antara perawat dengan
Mycobacterium leprae di udara didukung oleh lingkungan pasien yang tinggi dimungkinkan
penelitian yang dilakukan (Trisnaini, 2013) perawat memiliki risiko sebagai carrier basil
menyatakan penemuannya bahwa lebih dari 90,0% kusta. Pasien rawat inap merupakan penderita
amoeba yang dikultur menunjukkan hasil positif baru yang sedang menjalani terapi dan penderita
Mycobacterium leprae dalam tubuhnya. Penelitian
yang mengalami reaksi. Sedangkan pada ruang
tersebut meyakinkan bahwa temuan DNA
rawat jalan merupakan penderita yang baru
Mycobacterium leprae pada udara ruang perawatan
muncul indikasi kusta dan penderita yang periksa
pasien diperankan oleh bakteri atau kuman lain
paska pengobatan.
yang menjadi pengangkut bakteri Mycobacterium
leprae dalam menginfeksi manusia sehat melalui Secara teori, manusia yang kontak dengan
lapisan kulit dan mukosa hidung. penderita/pasien saat mengalami reaksi dan
Hasil penelitian didasarkan dari lokasi sedang dalam menjalani terapi lebih berpotensi
pengambilan sampel berada di rumah sakit infeksi tertular kusta dibandingkan pasien yang telah
(kusta) Kediri yang mana daerah tersebut bukanlah selesai pengobatan (Jifanti, 2010). Terbukti dari
daerah endemis penyakit kusta. Sehingga bisa hasil pemeriksaan bahwa udara ruang rawat inap
dikatakan keberadaan kusta bersumber dari laki-laki kelas 2 positif terkontaminasi basil kusta
penderita dan membawanya ke lingkungan rumah berkaitan dengan keberadaan atau tingkat
sakit, dikarenakan pada penelitian lain yang keparahan pasien kusta.
menyimpulkan adanya temuan basil kusta di Seluruh sampel mukosa perawat hasilnya
lingkungan memang bersumber dari lingkungan itu negatif, hal tersebut didukung oleh beberapa faktor
sendiri dimana lingkungan tersebut termasuk dalam yaitu yang pertama penggunaan APD perawat
daerah endemis kusta. berupa masker dan sarung tangan sebagai barrier
Keberadaan DNA Mycobacterium leprae di nursing sudah mampu menjaga perawat terinfeksi
udara ruang perawatan mengindikasikan basil kuman kusta dari penderita dan didukung
lingkungan udara ruang tersebut kontaminan faktor status gizi dan asupan nutrisi perawat yang
basil kusta (Cendaki, 2015). Hasil positif masih menjadi pembentuk sistem pertahanan tubuh
belum bisa dinyatakan berbahaya atau infeksius terhadap serangan penyakit (Trisnaini, 2013).
jika hanya berdasar pada hasil PCR DNA
Mycobacterium leprae.
189 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 10, No. 2 April 2018: 181–190

SIMPULAN DAN SARAN Cree I.A., and Smith C.S. (1998). Leprosy Transmission
and Mucosal Immunity: Towards Eradication, Leprosy
Sebanyak 1 dari 10 sampel udara ruang Review, vol. 69, hal. 112–121.
perawatan menunjukkan hasil positif bakteri Depkes RI. (2006). Buku Pedoman Nasional
Mycobacterium leprae. Temuan ini membuktikan Pemberantasan Penyakit Kusta. Direktorat
bahwa tidak hanya kontak langsung dengan Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan. Jakarta.
penderita yang berperan besar dalam Depkes RI. (2011). Profil Data Kesehatan Indonesia
penyebaran bakteri kusta, namun terdapat Tahun 2011. Kementerian Kesehatan Republik
kemungkinan sumber penularan di luar manusia Indonesia.
melalui lingkungan yang dipengaruhi kualitas dan Donoghue H.D., dan Spigelman M. (2001). PCR Primers
that Can Detect Low Levels of Mycobacterium Leprae
sanitasi ruang tersebut.
DNA. Journal medical microbial, hal. 50.
Pada ruang perawatan laki-laki kelas 2 yang Herlina S., Standy S dan Velma B. (2014). Gambaran
ditemukan DNA Mycobacterium leprae positif Pemeriksaan Mikroskopik Basil tahan Asam pada
sebaiknya dilakukan pemeriksaan lanjutan (RNA) Pasien Diagnosa Klinik Lepra Di Poli Penyakit Kulit
untuk memastikan bakteri kusta tersebut aktif Dan kelamin Di BLU RSUP Prof. Dr. D. kandou
Manado. Jurnal e-Biomedik (eBM), Vol. 2, April.
atau tidak. Sebaiknya dilakukan desinfeksi setiap
Jifanti Friska. (2010). Perbandingan Eksistensi
satu bulan sekali dengan menggunakan aerosol Mycobacterium leprae dimukosa Hidung
(resorcinol, trietylin glikol) atau disaring dengan Narakontak Serumah dan Tidak Serumah dengan
electron presipitator, dan dilakukan pengambilan Penderita Kusta. Tesis/Karya Akhir. Lab. Ilmu
sampel udara ruang serta pemeriksaan Kesehatan Kulit dan Kelamin, Unhas Makasar.
Kartini. (2004). Deteksi Mycobacterium leprae pada
parameter kualitas udara (kuman/mikrobakteri)
mukosa hidung dengan pemeriksaan reaksi rantai
minimum 2 (dua) kali setahun. Sebagai tindak polymerase dan faktor-faktor yang mempengaruhi,
lanjut untuk memastikan bakteri kusta aktif atau SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. FK
tidak, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan yaitu UNDIP, Semarang.
RNA. jika hasilnya menunjukkan positif bakteri Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1204 tahun 2004 Tentang Persyaratan
aktif maka setiap tenaga medis, non-medis, dan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
pengunjung sebagai kelompok berisiko dapat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
melakukan pencegahan diri dengan memakai Nomor 1335 Tahun 2002 Tentang Standar
APD yaitu masker dan sarung tangan. Operasional Pengambilan dan Pengukuran
Perlu adanya penelitian lanjutan dengan Sampel kualitas Udara Ruangan Rumah Sakit.
Kusumaningsih H.A. (2012). Perbedaan Kondisi
menggunakan jumlah sampel yang lebih besar
Sanitasi Dasar Fisik Rumah dan Perilaku Pada
dan dilakukan outdoor maupun indoor rumah Penderita dan Bukan Penderita Kusta di Wilayah
sakit, untuk mengidentifikasi sumber keberadaan Kerja Puskesmas Sumberaji Kecamatan Sukodadi
basil kusta yang bisa berasal penghuni rumah Kabupaten Lamongan. Tesis. Fakultas Kesehatan
sakit atau memang sudah ada di lingkungan Masyarakat Universitas Airlangga, Surabaya.
Noerolandra D.S. (2005). Perbedaan Kondisi Fisik
sekitar rumah sakit. Rumah dan Kepadatan Rumah antara Penderita
Kusta Kontak dan Non Kontak di Kabupaten
Tuban. Skripi. FKM Unair.
DAFTAR PUSTAKA
Noordeen S.K. (1994). The epidemiology of leprosy, in
Agusni. (2003). Penyakit Kusta Penyakit Tua dengan RC Hastings, Leprosy, Churchil Livingstone,
Segudang Misteri, pidato penerimaan guru besar Edinburgh, page. 29–43.
bidang Ilmu Penyakit dan kelamin Fakultas Ress R.J.W. and Young D.B. (1994). The Microbiology of
Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya. Leprosy, Edisi 2, Churchill Livingsone, Eddinburge.
Agra. (2001). The research Achievement of the Central Susanta. 2007. Agar Rumah Tidak Gelap dan Tidak
Jalma Institute for Leprosy, ICMR bulletin, Pengap. Jakarta: Niaga Swadaya.
February, vol. 31, no. 2. Trisnaini Inoy. (2013). Analisis Lingkungan Fisik
Arliny, Y. (2003). Deteksi Mycobacterium leprae Rumah dan Eksistensi DNA Mycobacterium leprae
Menggunakan Teknik PCR pada Specimen pada Tanah Lantai Rumah Penderita Kusta di
Hapusan Mukosa Hidung dan Sayatan Lesi Kulit Daerah Endemis Kusta Kecamatan Camplong
Penderita Kusta. Tesis. Fakultas Kedokteran kabupaten Sampang Madura. Tesis. Surabaya:
Universitas Airlangga, Surabaya. Universitas Airlangga.
Cendaki Q.A. (2015). Hubungan kualitas fisik udara Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun
dengan eksistensi DNA Mycobacterium leprae di 2002 tentang rumah sakit.
rumah sakit infeksi (kusta) Kediri tahun 2015. Warsini. (2007). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Skripsi. Universitas Airlangga. Penularan Kusta pada Kontak Serumah Provinsi
Q.A. Cendaki, Temuan Keberadaan DNA Mycobacterium Leprae di Udara 190

DIY dan Kabupaten Klaten. Tesis. Universitas Gajah Organization, Geneva.


Mada. WHO. (2015). Leprosy, diakses dari: http://www.who.int/
Withington S.G. (2009). Leprosy in: Manson, Patrick, mediacentre/factsheets/fs101/en/.
st
Tropical disease 21 edition. Saunder London: Zulkifli. (2003). Penyakit Kusta dan Masalah yang
Elsevier, page. 1053–1071. Ditimbulkannya. [online] <http://www.library.usu.
WHO. (2010). Expert Committee on Leprosy 2010, Eight ac.id/download/fkm/fkm-zulkifli2.pdf> accessed on
report, Technical report series 968. World Health may 25, 2

Anda mungkin juga menyukai