Anda di halaman 1dari 17

KABULARASI GRAFEM DAN FONEM DALAM AKSARA JAWI

(ARAB MELAYU) INDONESIA

KARYA ILMIAH

Dra. Fauziah, M.A.


NIP : 131 882 283

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


FAKULTAS SASTRA
MEDAN
2008

Fauziah : Kabularasi Grafem dan Fonem Dalam Aksara Jawi (Arab Melayu) Indonesia, 2008
USU e-Repository © 2008
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah wa syukrillah atas segala apa yang di karuniakan Allah selama ini
dan yang akan datang kepada makhluk-Nya dimuka bumi ini, karena berkat rahmat,
taufik dan hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan judul
“KABULARASI GRAFEM DAN FONEM DALAM AKSARA JAWI (ARAB
MELAYU) INDONESIA”. Seiring salawat dan salam kepada junjungan-Nya yang telah
menerangi umat dari alam jahiliyah ke arah kehidupan yang penuh petunjuk.
Pembahasan dalam penelitian ini berkaitan dengan Bahasa lisan adalah bahasa
primer dan bahasa tulis adalah bahasa sekunder, tetapi peran atau fungsi bahasa tulis
didalam kehidupan modern sangat besar sekali. Bahasa tulis sebenarnya merupakan
rekaman bahasa lisan, sebagai usaha manusia untuk menyimpan bahasanya atau untuk
bisa disampaikan kepada orang lain yang berada di ruang dan waktu yang berbeda.
Hubungan antara bahasa lisan dan bahasa tulis sangat berkaitan dalam analisa bahasa,
kalau bahasa lisan berkaitan dengan bunyi sedangkan bahasa tulis berkaitan dengan
huruf. Analisa satu bahasa diantara bahasa-bahasa itu yang nantinya akan berhubungan
dengan bunyi dan lambang yaitu aksara arab melayu indonesia (aksara jawi).
Dengan terwujudnya karya ilmiah ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu
bahasa dan pengetahuan kita dalam khasanah ilmu bahasa khusunya dalam bidang ilmu
tata bahasa, dan dengan segala kerendahan hati, penelitian ini dipersembahkan kepada
pembaca. Semoga bermanfaat untuk pengembangan pendidikan khususnya di Fakultas
Sastra Universitas Sumatera Utara.
Amin YA Rabbal Alamin.
Medan, 2008
Penulis

Dra. Fauziah, M.A.


NIP : 131 882 283

Fauziah : Kabularasi Grafem dan Fonem Dalam Aksara Jawi (Arab Melayu) Indonesia, 2008
USU e-Repository © 2008
KABULARASI GRAFEM DAN FONEM DALAM AKSARA JAWI (ARAB
MELAYU) INDONESIA

1. PENDAHULUAN
Bahasa lisan adalah bahasa primer dan bahasa tulis adalah bahasa sekunder, tetapi
peran atau fungsi bahasa tulis didalam kehidupan modern sangat besar sekali.
Dalam studi Linguistik serta penganalisaan bahasa, bahasa lisan adalah bahasa primer,
sedangkan bahasa tulis adalah bahasa sekunder. Bahasa lisan lebih dahulu ada dari pada
bahasa tulis. Malah hingga saat itu hanya digunakan secara lisan, tetapi tidak secara
tulisan. Dalam bahasa itu belum dikenal ragam bahasa tulis yang ada ragam bahasa lisan.
(Chaer,1994:82).
Bahasa tulis sebenarnya merupakan rekaman bahasa lisan, sebagai usaha manusia
untuk menyimpan bahasanya atau untuk bisa disampaikan kepada orang lain yang berada
di ruang dan waktu yang berbeda. Hubungan antara bahasa lisan dan bahasa tulis sangat
berkaitan dalam analisa bahasa, kalau bahasa lisan berkaitan dengan bunyi sedangkan
bahasa tulis berkaitan dengan huruf.
Berbicara tentang bunyi secara umum dalam linguistik disebut fonologi, yang
didalamnya dibahas tentang fonetik dan fonemik. Sedangkan pembahasan tentang huruf
digarap bidang grafologi, dengan bahasan graf dan grafen. Hubungan keduanya adalah
bagaimana nantinya bunyi diucapkan dan bagaimana dilambangkan dengan huruf.
Penganalisaan ini dapat dilakukan terhadap semua bahasa, karena setiap bahasa
dapat dianalisa sejak ia tercipta sampai perkembangannya yang paling akhir. Setiap
bahasa didunia ini mempunyai perbedaan-perbedaan disamping adanya persamaan-
persamaan. Perbedaan –perbedaan itu akan kelihatan unik apabila dianalisa dari bidang
linguistik, diantaranya berkenaan dengan bunyi dan lambang.
Analisa satu bahasa diantara bahasa-bahasa itu yang nantinya akan berhubungan
dengan bunyi dan lambang yaitu aksara arab melayu indonesia (aksara jawi).
Pembahasan itu cukup menarik sebab secara lambang aksara ini menggunakan huruf
hijaiyah sedangkan kaidah bahasanya adalah mengacu pada bahasa indonesia, yang mana
didalamnya didapat huruf yang melambangkan bunyi lafaz arabiyah dan disamping itu
terdapat huruf yang melambangkan bunyi bahasa indonesia. Selain itu terdapat huruf-
huruf melayu indonesia yang berbeda dengan huruf hijaiyah.

Fauziah : Kabularasi Grafem dan Fonem Dalam Aksara Jawi (Arab Melayu) Indonesia, 2008
USU e-Repository © 2008
Adapun bunyi vokal dalam bahasa indonesia terdiri dari lima fonem yaitu /a/, /i/,
/u/, /e/, /o/ yang dalam aksara arab melayu dilambangkan dengan tiga grafen yang dikenal

dengan huruf saks yaitu ‫ ي‬- ‫ ا‬-‫و‬ sedangkan untuk bunyi vokal [e’’] dan /o/ tidak

memiliki huruf tersendiri cukup menggunakan grafem [‫]ي‬ dan [‫ ]و‬atau menambahkan
tanda pada grafem dengan fonem /e/ dan /o/. Penggunaaan bunyi vokal itu tidak
selamanya menggunakan huruf saksi. Ia hanya berlaku pada suku kata dimana puncak

kenyaringan itu di tempatkan. Contoh : ‫ﺑﺎ ﺑﺖ‬ = babat

‫ﺑﻴﺒﺖ‬ = bibit

2. RUMUSAN MASALAH
Bunyi-bunyi bahasa lisan tidak selalu sama jumlahnya dengan lambang bahasa
tulis. Meskipun punya lambang yang sama bisa pula terjadi bunyi yang berbeda. Hal ini
terdapat dalam bahasa-bahasa yang sama lambangnya tetapi berbeda bunyi. Contohnya
huruf /a/, lambang ini banyak dimiliki bahasa-bahasa tetapi berbeda cara pengucapannya.
Telah dikemukakan terdahulu bahwa dalam linguistik, ilmu yang membahas
tentang bunyi disebut fonologi sedangkan pembahasan tentang huruf adalah grafologi.
Pembahasan fonologi meliput bagian fonetik, sedangkan fonemik dan bagaimana nanti
keduanya dilambangkan disebut dengan grafen atau huruf yang dibicarakan dalam
grafologi.
Secara etimologi fonologi terbentuk dari kata fon yaitu dan logos adalah ilmu.
Menurut hierarki satuan bunyi yang menjadi objek studinya dibedakan menjadi fonetik
dan fonemik. Secara umum fonetik bisa dijelaskan sebagai cabang studi fonologi yang
mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi-bunyi tersebut mempunyai
fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Sedangkan fonemik adalah cabang studi
fonologi yang mempelajari bunyi bahasa dan memperhatikan fungsi bunyi tersebut
sebagai pembeda makna. (Chaer,1994:102).
Dalam pembahasan ini tidak dibahas bunyi secara fonetis karena dalam tulisan
fonetis setiap bunyi dilambangkan secara akurat meskipun perbedaannya hanya sedikit.
Sedangkan fonemik hanya perbedaan bunyi yang distingtif saja yaitu yang berbeda

Fauziah : Kabularasi Grafem dan Fonem Dalam Aksara Jawi (Arab Melayu) Indonesia, 2008
USU e-Repository © 2008
maknanya maka diperbedakan lambangnya. Bunyi-bunyi yang mirip tetapi tidak
membedakan makna kata tidak berbeda lambangnya.
Sementara grafologi adalah ilmu yang membahas tentang huruf yang berasal dari
graf yaitu satuan terkecil dalam aksara yang belum ditentukan statusnya. Sedangkan
grafen adalah satuan terkecil dalam aksara yang menggambarkan fonem.
(Chaer,1994:93). Kemudian Nurhadi (1995:332) mengatakan bahwa grafen adalah
perlambang fonem yang berbentuk huruf. Untuk lebih jelas, grafen harus dibedakan
dengan fonem. Fonem lebih merujuk ke bunyi bahasa. Kata “pintu” misalnya terdiri atas
lima grafen yaitu <p>, <i>, <n>, <t>, <u> dan kebetulan terdiri dari lima fonem, yaitu /p/,
/i/, /n/, /t/, /u/ .
Tetapi perhatikan contoh kata berikut “pulang”. Kata ini terdiri dari enam grafem,
tetapi terdiri dari lima fonem. Grafem kata “pulang” adalah <p>, <u->, <i>, <a>, <n>,
<g> sedangkan fonemnya adalah /p/, /u/, /l/, /a/, /ŋ/.
Sedangkan menurut Sabaruddin (1994:1) Grafem aksara arab melayu Indonesia
(aksara jawi) diciptakan berdasarkan huruf arab yang lazim disebut Hija’iyah. Huruf
hija’iyah itu terdiri dari 28 huruf, dari 28 huruf itu hanya 15 huruf yang terpakai untuk
menulis kata – kata bahasa Melayu Indonesia ditambah 5 huruf yang bentukan baru yang
tidak terdapat dalam huruf hija’iyah. Sedangkan 13 huruf yang lain hanya dipakai khusus
untuk melukiskan kata – kata bahasa Arab asli.
Kaedah bahasa dalam aksara arab melayu Indonesia ( aksara jawi ) merujuk
kepada bahasa Indonesia. Penulisan aksara arab melayu ini, telah diciptakan dan
berkembang menjadi lebih baik sehingga menjadi kaidah arab melayu itu sendiri.
Selanjutnya dalam aksara arab melayu Indonesia ( aksara jawi ) itu ditemukan hal
– hal sebagai berikut, fonem /r/ hanya punya satu bunyi dan satu grafem yaitu <,> contoh
kata ‫ = ورن‬warna dan ‫ = راون‬rawan. Dan adapula satu grafem lebih dari satu bunyi,

seperti pada kata ‫وفمرت‬ = rumput dan ‫فسنا‬ = insyaf grafem <‫ >ف‬ditemukan dua
buah bunyi yaitu /p/ dan /t/ kemudian adapula satu bunyi lebih dari satu grafem contoh
kata ‫ = ﻩبوا‬ubah di dapat satu fonem yaitu fonem /u/ tapi dua grafem yaitu grafem <‫>ا‬

alif dan <‫ > و‬waw. Sementara dua grafem < ‫ا‬ > alif dan <‫ > و‬waw dapat melahirkan

Fauziah : Kabularasi Grafem dan Fonem Dalam Aksara Jawi (Arab Melayu) Indonesia, 2008
USU e-Repository © 2008
3. Fonem
Fonem adalah kumpulan kesan – kesan akustis dan gerakan artikulasi dari satuan
yang terdengar dan satuan yang dituturkan, yang satu menentukan yang lain. Sehingga
fonem sudah merupakan satu kompleks, yang satu kakinya berada di dalam setiap
rangkaian ( Sausure, 1998 : 13 ).
Sedangkan menurut Verhaar ( 1993 :36 ) sesuatu bunyi yang mempunyai fungsi
untuk membedakan kata dengan kata yang lain disebut fonem.
Definisi lain diungkapkan oleh Nurhadi ( 1995 : 297 ) bahwa satuan terkecil dari
ciri – ciri bunyi bahasa yang membedakan arti dinamakan fonem.
Selanjutnya Chaer ( 1994 : 125 ) mengatakan fonem adalah bunyi bahasa yang
dapat atau berfungsi untuk membedakan makna kata.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa fonem adalah satuan
bunyi bahasa yang berfungsi untuk membedakan makna kata dari kata yang lain.
3.1. Identifikasi Fonem
Menurut Verhaar ( 1993 : 36 ) dan Chaer ( 1994 : 125 ) untuk mengetahui apakah
sebuah bunyi berupa fonem atau bukan harus mencari sebuah satuan bahasa atau sebuah
kata yang mengandung bunyi tersebut, lalu membandingkannya dengan satuan bahasa
yang lain yang mirip dengan satuan bahasa yang pertama. Satuan bahasa itu setidaknya
membuat pasangan minimal ( minimal fair ). Karena definisi pasangan minimal itu
menurut Verhaar adalah seperangkat kata yang sama kecuali dalam dalam hal satu bunyi
saja. Kalau ternyata kedua satuan bahasa itu berbeda maknanya, berarti bunyi tersebut
adalah fonem, karena ia bisa atau berfungsi membedakan makna kedua satuan bahasa itu,
Misalnya kata Indonesia ‘murah’ dan ‘lurah’. Kedua kata itu sangat mirip masing –
masing terdiri dari lima bunyi, yang pertama adalah bunyi [m]. [u], [r], [a], dan [h] dan
yang kedua mempunyai bunyi [l], [u], [r], [a], dan [h[ jika kita bandingkan ternyata
perbedaannya hanya pada [m] dan [l] pada dua kata itu namun kata itu menjadi berbeda
artinya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bunyi [m] dan [l] adalah fonem yang

Fauziah : Kabularasi Grafem dan Fonem Dalam Aksara Jawi (Arab Melayu) Indonesia, 2008
USU e-Repository © 2008
berbeda dalam bahasa Indonesia. Tetapi kadang-kadang pasangan minimal ini tidak
mempunyai jumlah bunyi yang persis sama. Misalnya kata dalam bahasa Indonesia yaitu
‘muda’ dan ‘mudah’ juga merupakan pasangan minimal, sebab tiadanya bunyi [h] pada
kata kedua menyebabkan kedua kata berbeda maknya. Jadi hal itu bunyi [h] adalah
sebuah fonem.
3.2. Alofon
Pengertian alofon menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah varian bunyi
(Kridalaksana, 1993 : 10).
Sedangkan Chaer (1994 : 127) mengemukakan bahwa alofon adalah bunyi –
bunyi yang merupakan realisasi dari sebuah fonem. Bahkan ia menambahkan
pernyataannya, kalau alofon adalah realisasi dari sebuah fonem, maka fonem bersifat
abstrak karena fonem itu adalah abstraksi dari alofon atau alofon-alofon lain. Dengan
kata lain yang konkrit dalam bahasa adalah alofon. Sebab alaofon-alofon itulah yang
diucapkan.
3.3. Klasifikasi Fonem
Bunyi – bunyi bahasa Indonesia umumnya terdiri dari dua golongan besar yaitu
bunyi – bunyi segmental dan supra segmental (Nurhadi : 292).
Sama halnya seperti yang diungkapkan Chaer (1994 : 128) klasifikasi fonem sama
dengan klasifikasi bunyi yaitu adanya fonem segmental dan supra segmental. Yaitu
fonem – fonem yang berupa bunyi yang didapat sebagai hasil segmentasi terhadap arus
ujaran disebut fonem segmental. Sebaliknya fonem yang berupa unsur suprasegmental
atau fonem non segmental.
3.3.1. Bunyi Segmental
3.3.1.1. Vokal
Secara fonetis lahirnya bunyi vokal dihasilkan dengan cara mengeluarkan udara
dari paru – paru tanpa mendapat hambatan atau gangguan di dalam rongga hidung
(Nurhadi, 1995 : 292). Ia juga menerangkan bahwa vokal ini tidak tergantung dari kuat
lembutnya udara, tapi tergantung beberapa hal, seperti : posisi bibir, tinggi rendahnya
lidah, dan maju mundurnya lidah.

Fauziah : Kabularasi Grafem dan Fonem Dalam Aksara Jawi (Arab Melayu) Indonesia, 2008
USU e-Repository © 2008
Kemudia Chaer (1994 : 113) mengatakan bahwa vokal biasanya diklasifikasikan
berdasarkan posisi lidah dan mulut. Posisi lidah bisa vertikal bisa horizontal. Kemudian
menurut bentuk mulut dibedakan adanya vokal bundar dan vokal tak bundar.
Sedangkan bunyi vokal dalam bahasa Arab dikenal dengan menunjukkan tanda
yang disebut dengan harkat. Ia tidak dinyatakan dengan huruf dan ia terdapat tiga bunyi
vokal yaitu /a/ dengan nama fathah, /i/ dengan nama kasrah dan /u/ dengan nama
dhomnah.
Contoh kata ‫= ﺿﺮب‬ ‫ب‬ = fathah = ba

‫ر‬ = kasrah = ri
‫ض‬ = dhomnah = du
( Sulaiman, 1981 : 16 )
Kemudian harkat ini juga ada yang ditandai dengan huruf namun ia tidak
menyatakan bahwa kata itu berbunyi harkat panjang, Huruf itu adalah ‫ = ا‬harkat panjang

untuk bunyi /a/, ‫ = و‬harkat panjang untuk bunyi /u/, dan ‫ = ي‬harkat panjang untuk bunyi

/i/ : Contoh : ‫ا‬ = ‫راج‬ = jaar

‫و‬ = ‫ﻃﻮر‬ = thuur

‫ي‬ = ‫تﻳﻦ‬ = tiin


3.3.1.2. Konsonan
Nurhadi (1995 : 293 ) mengemukakan bahwa bunyi konsonan dihasilkan dari
keluarnya udara dari paru – paru yang kemudian mendapat hambatan atau gangguan pada
rongga mulut dan hidung.
Sedangkan Chaer (1994 : 116) menyatakan bahwa konsonan dibedakan
berdasarkan tiga kriteria yaitu posisi pita suara, tempat artikulasi, dan cara artikulasi.
Berdasarkan tempat artikulasi tidak lain daripada alat ucap yang digunakan dalam
pembentukan bunyi itu. Pembagiannya adalah sebagai berikut :
1. Bilabial, konsonan yang terjadi pada kedua belah bibir yang termasuk di dalamnya
adalah konsonan [p], [b], [m], dan [w].
2. Labodental, konsonan yang terjadi pada gigi bawah dan bibir atas, yang termasuk
adalah konsona [f] dan [v].

Fauziah : Kabularasi Grafem dan Fonem Dalam Aksara Jawi (Arab Melayu) Indonesia, 2008
USU e-Repository © 2008
3. Laminoalveolar, konsonan yang terjadi pada daun lidah dan gusi, yang termasuk
adalah konsonan [t], [d], dan [n].
4. Dorsovelar, konsonan yang terjadi pada pangkal dan velum atau langit lunak, dan
yang termasuk adalah konsonan [k], [g], dan [n].
5. Palatal, dihasilkan oleh bagian tengah lidah dan langit – langit keras, misalnya [c],
dan [j].
6. Apikovelar, dihasilkan oleh ujung lidah dan lengkung kaki gigi, misalnya [t] dan [n].
7. Hamzah glotal stop posisi pita tertutup sama sekali, misalnya [?].
8. Laringal, posisi pita suara terbuka agak lebar, contoh [h].
Selanjutnya berdasarkan cara artikulasi, yaitu bagaiman gangguan dan hambatan
yang dilakukan terhadap arus udara itu. Bagian ini dapat dibedakan adanya konsonan.
1. Hambat ( letupan, plosif, dan stop ), di sini artikulator menutup aliran udara.
Sehingga udara mampat di belakang penutupan ini. Kemudian penutupan ini dibuka
secara tiba – tiba sehingga menyebabkan terjadinya letupan seperti bunyi [p], [b], [t],
[d], [k], dan [g].
2. Geseran atau frikatif, di sini artikulator aktif mendekati artikulator pasif, membentuk
celah sempit sehingga udara yang lewat mendapat gangguan di celah itu seperti [f],
[s], dan [z].
3. Paduan atau afrikat, di sini artikulator menghambat seluruh aliran udara, lalu
membentuk celah sempit dengan artikulator pasif, ini merupakan gabungan antara
hambatan dan frikatif seperti [c] dan [j].
4. Sengauan atau nasal, di sini artikulator menghambat sepenuhnya aliran udara melalui
mulut tetapi membiarkannya keluar melalui rongga hidung dengan beda seperti [m],
[n], dan [ŋ].
5. Getaran atau triil, di sini artikulator aktif kontak beruntun dengan artikulator pasif,
sehingga getaran bunyi itu terjadi berulang-ulang, seperti [r].
6. Sampingan atau lateral, di sini artikulator aktif menghambat aliran udara pada bagian
tengah mulut, lalu membiarkan udara keluar melalui samping lidah seperti [l].
7. Hampiran atau aproksimon, di sini artikulator aktif dan pasif membentuk ruang yang
mendekati posisi terbuka seperti dalam pembentukan vokal tetapi tidak cukup sempit

Fauziah : Kabularasi Grafem dan Fonem Dalam Aksara Jawi (Arab Melayu) Indonesia, 2008
USU e-Repository © 2008
untuk menghasilkan konsonan geseran. Oleh karena itu bunyi yang dihasilkan sering
disebut semi vokal seperti [w] dan [y].
Berdasarkan pita suara dibedakan adanya bunyi konsonan bersuara dan konsonan
tak bersuara dengan keterangan sebagai berikut :
1. Bunyi konsonan bersuara terjadi apabila pita suara hanya terbuka sedikit. Sehingga
terjadilah getaran pada pita suara contohnya adalah [m], [ņ], [ŋ], [ń], [ň], [b], [d], [j],
[g], [v], [z], [l], [r], [ŗ], [R].
2. Konsonan tak bersuara, contohnya adalah [p], [t], [ţ], [c], [k], [f], [x], [h], [s], [š].

3.3.2. Bunyi Suprasegmental


3.3.2.1. Tekanan atau Stress
Tekanan adalah menyangkut masalah keras lunaknya bunyi suara yang diucapkan
sehingga ia menghasilkan makna yang berbeda-beda. Contohnya dalam bahasa Inggris
kata “black board” bila tekanannya pada unsur ‘black’ maka artinya ‘papan tulis’ kalau
tekanannya pada unsur ‘board’ maka berarti ‘papan hitam’.
Kalau dalam bahasa arab tekanan kata seperti yang dikemukakan oleh Sulaiman
(1981:19) di bawah ini :
1. Kata yang mempunyai dua suku kata mendapat aksentuasi (tekanan suara) pada

suku pertama. Contoh : ‫( اﻟﺴﻢ‬ismun) dan ‫( رحب‬bahrun).

2. Kata yang mempunyai tiga suku kata mendapat aksentuasi (tekanan suara) pada
suku pertama kecuali jika suku tengahnya berharkat sukun (mati) dan suku inilah

yang mendapat tekanan suara (aksentuasi). Contoh : ‫لتق‬ (qotala) dan ‫بعل‬
(la’iba).
3. Apabila huruf mati digandakan (yang pertamanya tanpa harkat) maka dalam
tulisannya hanya satu saja dan diberi tanda ّ , yang dinamakan tasydid atau
syaddah. Jadi huruf yang mempunyai tanda ini dibaca ganda seperti :

‫ﻋﻠﻢ‬ ‘allama ‫ﻗﺪم‬ qoddama


3.3.2.2. Nada

Fauziah : Kabularasi Grafem dan Fonem Dalam Aksara Jawi (Arab Melayu) Indonesia, 2008
USU e-Repository © 2008
Nada ini berkenaan dengan tinggi rendahnya suara atau bunyi yang apabila
terdapat pengucapan dengan fonem yang sama tetapi nada ucapannya berbeda maka akan
berbeda makna. Dan bisa ditandai dengan / َ / untuk nada naik, / / untuk nada turun, / /
untuk nada turun naik, / / untuk nada naik turun.
3.3.2.3. Jeda (persendian)
Jeda (persendian) berkenaan dengan hentian bunyi arus ujar. Disebut juga karena
adanya hentian itu dengan kesendian karena ditempat perhentian itulah terjadinya
persambungan antara segmen yang satu dengan segmen yang lain. Jeda ini dapat bersifat
penuh juga dapat bersifat sementara, biasanya dibedakan adalah sendi dalam arus
(internal juncture) dan sendi luar (open juncture).
Sendi dalam menunjukkan batas antara satu silabel dengan silabel yang lain yang
menjadi batas silabel biasanya diberi tanda tambah (+) misalnya :
/ min + ta /
/ an + dai /
/ ma + ta + ha + ri /
Sendi luar menunjukkan batas lebih besar dari segmen silabel dalam hal ini
biasanya dibedakan :
1. jeda antar kata dalam frase diberi tanda berupa garis miring tunggal ( / )
2. jeda antar frase dalam klausa diberi tanda berupa garis miring ganda ( // )
3. jeda antar kalimat dalam wacana diberi tanda berupa silang ganda ( # )
contoh kalimat
‘# dosen // bahasa/ modern # dan
# dosen / bahasa// modern #’
Dalam kata itu harus jelas pengucapannya dimana letak jedanya, sehingga
tercapai makna yang dimaksud.
3.4. Silabel
Silabel atau suku kata adalah satuan ritmis terkecil dalam suatu arus ujaran atau
runtunan. Satu silabel biasanya meliputi satu vokal dan konsonan atau lebih. Silabel
sebagai satuan ritmis mempunyai puncak kenyaringan yang biasanya jatuh pada sebuah
vokal. Menurut Chaer (1995 :124) menentukan batas silabel memang agak sukar karena
penentuan batas itu juga menyangkut beragam persoalan bahasa diantaranya fonetik,

Fauziah : Kabularasi Grafem dan Fonem Dalam Aksara Jawi (Arab Melayu) Indonesia, 2008
USU e-Repository © 2008
fonemik, morfologi dan ortografi misalkan kata ‘makanan’ apabila dipisahkan secara
fonemik pemisahannya adalah [ma], [ka] dan [nan], padahal secara ortografi
pemisahannya adalah ma+ka+nan.

3.5. Khasanah Fonem


Chaer (1995 : 131) menyatakan yang dimaksud dengan khasanah fonem adalah
banyaknya fonem yang terdapat dalam satu bahasa. Menurut catatan para pakar yang
tersedikit jumlah fonemnya adalah bahasa asli penduduk hawai yaitu hanya 13 buah
fonem, dan yang jumlah fonemnya terbanyak yaitu 75 fonem adalah sebuah bahasa di
Kaukasus Utara. Begitu juga dengan perimbangan jumlah fonem vokal fonem
konsonannya. Bahasa arab hanya mempunyai tiga buah fonem vokal, bahasa Inggris dan
bahasa Prancis mempunyai lebih dari 10 buah fonem vokal.
Ada kemungkinan juga karena perbedaan tafsiran, maka jumlah fonem dalam
suatu bahasa menjadi tidak sama banyaknya menurut pakar yang satu dengan pakar yang
lain. Ini karena cara penganalisaan yang berbeda dengan mengaitkan unsur segmental dan
suprasegmental.

4. Grafem
Menurut Nurhadi (1995 : 332) bahwa grafem adalah bagian dari garapan ortografi
(segala sesuatu yang berhubungan dengan tulisan). Dia mengungkapkan pembahasan
ortografi itu terbagi kepada tiga yaitu :
(1). Grafem-grafem
(2). Konvensi-konvensi ejaan,
(3). Konvensi-konvensi fungtuasi atau tanda baca.
Pembahasan dalam analisis ini adalah bagian pertama yaitu grafem. Ia mendefinisikan
grafem adalah pelambang dari fonem yang berbentuk huruf.
Grafem berasal dari kata graf yaitu huruf, grafem itu sendiri pengertiannya adalah
lambang dari fonem (Kridalaksana 1993 : 66).
Selanjutnya Chaer (1994 : 93) mengungkapkan graf adalah satuan terkecil dalam
aksara yang belum ditentukan statusnya. Kemudian pernyataan tentang grafem adalah

Fauziah : Kabularasi Grafem dan Fonem Dalam Aksara Jawi (Arab Melayu) Indonesia, 2008
USU e-Repository © 2008
atuan terkecil dalam aksara yang menggambarkan fonem, suku kata atau morfem,
tergantung dari sistem aksara yang bersangkutan.
Jadi dari ungakapan definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa grafem itu
adalah huruf tetapi ia gambaran dari fonem. Jadi hubungan fonem dengan grafem sangat
berkaitan.
Setelah menganalisa keterangan Chaer (1994 : 93-95) maka bagian dari grafem
adalah tiga yaitu unsur-unsur grafem yang sama dengan fonem yaitu grafem yang
terbentuk adanya fonem segmantal dan suprasegmental, kemudia bentuk-bentuk
penulisannya yang disebut dengan alograf, serta penggunaan huruf menurut jumlahnya
yang akan dibahas sebagai berikut.

4.1. Unsur-Unsur Grafem


Mengingat grafeam itu adalah pelambang dari fonem maka unsur segmental dan
suprasegmental fonem itupun akan terlihat dalam grafem. Unsur-unsur itu secara
keseluruhan adalah vokal, konsonan, stress, nada dan jeda. Maka grafemnyapun akan
sesuai penulisannya seperti bunyi yang dihasilkan oleh fonem. Contoh fonem vokal /a/
maka grafemnya adalah <a>.
4.1. Alograf
Alograf adalah anggota dari satuan aksara yang merupakan grafem yang berbeda-
beda menurut posisinya atau pelbagai bentuk dari huruf tulis. (Kridalaksana 1993 : 10).
Sedangkan Chaer (1994 : 93) menyatakan alograf adalah varian dari grafem.
Jadi, alograf itu adalah bagian dari grafem yang tulisannya diatur menurut bentuk
dan posisinya. Chaer mencontohkan posisi huruf arab dapat berdiri sendiri, diawal, di

tengah, dan di akhir. Contoh grafem <‫> ج‬

‫ ج‬bila berdiri sendiri


‫ ﺠ‬bila di awal
‫ ﺠ‬bila di tengah
‫ ﺞ‬bila di akhir

Fauziah : Kabularasi Grafem dan Fonem Dalam Aksara Jawi (Arab Melayu) Indonesia, 2008
USU e-Repository © 2008
Contoh lain dalam bahasa Indonesia misalkan huruf <b> bila di awal kalimat menjadi
huruf kapital <B> atau dalam tulisan grafem sambung dapat ditulis dengan :
B huruf kapital
b bila berdiri sendiri
bila di awal
bila di tengah
bila di akhir
4.2. Penggunaan Huruf/ Grafem Menurut Jumlah
Grafem atau huruf tidak selalu sama jumlahnya dengan fonem dalam satu bahasa
atau sebaliknya. Dalam bahasa Fin dan bahasa Turki setiap huruf melambangkan satu
fonem. Dalam bahasa Indonesia ada beberapa fonem yang dilambangkan dengan
gabungan dua buah huruf. Contoh gabungan huruf <ng> untuk melambangkan fonem / /
ada juga dalam bahasa Indonesia sebuah huruf digunakan untuk melambangkan dua buah
fonem yang berbeda yaitu huruf <e> yang dipakai untuk melambangkan fonem <e> dan
/ / (Chaer 1994 : 95).
Muchtar (1988 : 43) mengatakan bahwa bahasa Inggris terkenal dengan sebuah
bahasa dimana pengejaan dan pengucapan jauh berbeda, rangkaian suara yang sama
dapat dieja dalam beberapa cara yang berbeda dari seri huruf yang sama dapat
dirangkaikan dalam beberapa rangkaian suara yang berbeda. Seperti fonem /i/ ada yang
dilambangkan dengan huruf <i>, ada yang dilambangkan dengan <y>, dan ada juga yang
dilambangkan dengan gabungan huruf <ee> atau <ea>.
Demikian pula halnya apabila suatu bahasa itu ditulis secara sylabis maka akan
terlihat pula perbedaannya dalam penulisannya, seperti yang dicontohkan oleh Muchtar
(1998 : 141) bahasa yang dilambangkan secara sylabis adalah bahasa di India dan bahasa
Jawa, akan tetapi masih banyak bahasa-bahasa lain yang ditulis secara sylabis.
Jadi penggunaan huruf yang berbeda jumlahnya banyak terjadi dalam suatu
bahasa di dunia. Ini karena fonem-fonem yang diucapkan tidak selalu sama atau grafem-
grafemnya tidak selalu sama selamanya.
4.3. Hubungan Fonem dengan Grafem
Setelah penulis menerangkan fonem dengan grafem maka telah diketahui
hubungan keduanya sangat erat. Sebab grafem itu sendiri maknanya adalah gambaran

Fauziah : Kabularasi Grafem dan Fonem Dalam Aksara Jawi (Arab Melayu) Indonesia, 2008
USU e-Repository © 2008
dari fonem. Meskipun dalam linguistik secara umum nantinya ada simbol untuk
menyatakan unsur fonemis seperti bunyi [ ] yang di dalam bahasa Indonesia grafemnya
tetap <ng>.
Kemudian kalau didalam penuturan apabila dilihat berbeda berupa alofon-alofon
maka yang dilambangkan adalah fonemnya, baik dia meliputi unsur segmental atau unsur
suprasegmantal. Selanjutnya mengingat adanya persamaan dan perbedaan penggunaan
fonem dengan grafem dalam setiap penuturan yang dituliskan maka berbeda pula
jumlahya dalam bahasa itu.

Fauziah : Kabularasi Grafem dan Fonem Dalam Aksara Jawi (Arab Melayu) Indonesia, 2008
USU e-Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Sabaruddin, dkk. 1994. Pedoman Sistem Ejaan Huruf Arab Melayu Indonesia.
Medan : Departemen P & K

Arsyad Thoib Lubis, Muhammad. 1991. Riwayat Nabi Muhammad SAW. Medan :
Islamiyah

Bloom Field, Leonard. 1995. Language. Jakarta : P.T. Gramedia Pustaka Utama

Cahyono, Bambang Yudi. 1995. Kristal – Kristal Ilmu Bahasa. Surabaya : Airlangga
University Press

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta

De Sausure, Ferdinand. 1996. Pengertian Linguistik Umum. Yogyakarta : Gajah Mada


University Press

Kridalaksana, Hari Mukti. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta : P.T. Gramedia Pustaka
Utama

Lass, Rober. 1991. Fonologi. Semarang : IKIP Semarang Press

Muchtar, Muhijar. 1988. Linguistik Umum Sebuah Survei Pengantar. Medan :


Departemen P & K

Muda, Iskandar, T. 1996. Kesusastraan Klasik Melayu Sepanjang Abad. Jakarta :


Penerbit Libra.

Nurhadi. 1995. Tata Bahasa Pendidikan. Semarang : IKIP Semarang Press

Fauziah : Kabularasi Grafem dan Fonem Dalam Aksara Jawi (Arab Melayu) Indonesia, 2008
USU e-Repository © 2008
Pasaribu, Daud, dkk. Tanpa Tahun. Aksara Arab Melayu Indonesia. Jilid I, II, dan III.
Medan : Budi Utomo

Samsuri. 1974. Analisa Bahasa. Jakarta : Erlangga

Sulaiman, Kasim. 1981. Prama Sastra Arab. Jakarta : Penerbit Prakarsa Belia

Tarigan, H.B. 1984. Pengajaran Bahasa Indonesia. Bandung : Angkasa

Verhaar, J.W.M. 1990. Pengantar Linguistik. Yogyakarta : Jakarta University Press

Vikov, Lars, S. 1990. Penyempurnaan Ejaan. Jakarta : Intermasa

Yock Fang, Liau. 1991. Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik. Jakarta : Erlangga

Zubersyah, Nurhayati Lubis. 1995. Bahasa Indonesia Dan Teknis Penyusunan Karangan
Ilmiah. Medan : USU Press

Fauziah : Kabularasi Grafem dan Fonem Dalam Aksara Jawi (Arab Melayu) Indonesia, 2008
USU e-Repository © 2008

Anda mungkin juga menyukai