Lapsus Prolaps Uteri
Lapsus Prolaps Uteri
PROLAPSUS UTERI
Presentan :
Rd. Nur Sudarmi
Reinaldo Alexander
Regina Prima Putri
Resita Sehati
Resultanti
Reyhan Eddy
Riana Rikanti Hakim
Ridho Ardhi Syaiful
Narasumber :
Dr. Budi Iman Santoso, SpOG (K)
Identitas Pasien
Nama Pasien : Ny. Fredika LE
Nama Suami : Tn. Budi
Usia : 50 thn
Alamat : Gg. Edy VIII no. 10, Halimun, Jakarta Selatan
Pekerjaan : IRT
Agama : Kristen Protestan
Pendidikan : SMP
No RM : 330 21 06
Masuk RS : 24-04-2009 Pk. 10:24
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 27 April 2009 WIB dan data
sekunder
Keluhan Utama
Seluruh peranakan turun sejak 8 tahun SMRS
Sejak 8 tahun SMRS peranakan turun seluruhnya, tidak dapat masuk sendiri, namun pasien
masih bisa memasukkan peranakan seluruhnya. Peranakan turun bila pasien sedang batuk,
BAB, beraktivitas, berjalan atau berdiri dan dapat dimasukkan seluruhnya bila pasien
berbaring. Terdapat keluhan nyeri perut, nyeri punggung bawah dan perdarahan, namun tidak
ada keluhan nyeri pada peranakan yang turun. Pasien kemudian berobat ke PKM, diberi obat
(pasien tidak ingat namanya), keluhan nyeri dan perdarahan hilang namun keluhan peranakan
1|Page Presentasi Kasus Prolapsus
Uteri
turun masih ada. Pada pasien terdapat keluhan BAK sering, namun tidak ada keluhan BAK
nyeri. Tidak ada keluhan demam sebelumnya. Hingga saat ini pasien sering mengeluh keluar
flek-flek dari kemaluan. Pasien berobat ke RS atas anjuran dari anaknya.
Pasien merasa bahwa dirinya seorang dokter, seorang artis dan merupakan salah satu utusan
yesus kristus.
Status Generalis
Mata : konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik
Paru : vesikuler +/+, tidak ada rhonki, tidak ada wheezing
Jantung : BJ I-II normal, tidak ada murmur, tidak ada gallop
Abdomen : buncit, lemas, hati limpa tidak teraba, bunyi usus (+) normal, massa (-), nyeri
tekan (-)
Ektremitas : akral hangat, edema (-), capillary refill time < 2”
Status ginekologi
Inspeksi : tampak massa uterus keluar sebagian dari introitus vagina, bentuk
bulat, warna merah muda, discharge (-), erosif (+)
Palpasi : teraba massa ukuran 2 cmx2cmx3cm, konsistensi kenyal, nyeri tekan
(-).
Inspekulo : tidak dilakukan
Vaginal touché : massa dapat dimasukkan, kesan uteri atrofi, nyeri goyang (-), massa
adneksa (-), nyeri (-).
Aa +3 Ba +6 C +7
gh 7 pb 2 tvl 8
Ap +2 Bp +5 D +5
3|Page Presentasi Kasus Prolapsus
Uteri
Sondase uterus : tertahan
Residu urine : 0 cc
Kesan : prolapsus uteri derajat IV, sistokel derajat IV, rektokel derajat III
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (24 Maret 2009)
Hematologi rutin
Hb 12.2 13 – 16 g/dl
Ht 36.6 40 – 48 %
MCV 77.2 82 – 93 fl
MCH 25.7 27 – 31 pg
MCHC 33.3 32 – 36 g/dl
Leukosit 6.9 5 – 10 10^3/ µl
Trombosit 291 150 – 400 10^3/ µl
Hemostasis
BT 02:00 < 02:00 Menit
CT 13:00 < 12:00 Menit
Kimia darah
SGOT 15
SGPT 14
Albumin 4.3
Natrium 139
Kalium 4.25
Klorida 113
Ureum 24
Kreatinin 0.8
Glukosa Puasa 96
Glukosa 2 jam PP 118
HbsAg -
Urinalisis lengkap
4|Page Presentasi Kasus Prolapsus
Uteri
Sedimen
Sel epitel + +
Leukosit penuh 0-1 /LPB
Eritrosit 2-3 2-6 /LPB
Silinder - - /LPK
Kristal - -
Bakteri + -
Berat jenis 1,025 1,003 – 1,030
pH 6,5 4,5 – 8
Protein 2+ -
Glukosa - -
Keton - -
Darah/Hb + -
Bilirubin - -
Urobilinogen 3.2 0.1-1.00 µmol/l
Nitrit + -
Esterase leukosit 3+ -
DAFTAR MASALAH
1. Prolapsus Uteri derajat IV
2. Sistokel derajat IV
3. Rektokel derajat III
4. ISK
RENCANA DIAGNOSIS
- Konsul uroginekologi
RENCANA EDUKASI
- Menjelaskan rencana untuk edukasi
LAPORAN PEMBEDAHAN
Operator : dr. Darto SpOG
Asisten : dr. Tyas, SpOG, dr Rahmedi
Konsulen : Prof.dr. Yunizaf, SpOG (K)
Tanggal pembedahan : 28 April 2009, lama: 08.30-10.00
Diagnosis pra bedah : prolap utero derajat IV sistokel derajat IV, rektokel derajat III
Diagnosis pasca bedah : prolap utero derajat IV sistokel derajat IV, rektokel derajat III
Tindakan pembedahan : TVH, kolporafi anterior, kolpoperineorafi
Jenis pembedahan : elektif, mayor
Uraian pembedahan :
Pasien posisi litotomi di atas meja operasi dalam anestesi spinal
Asepsis dan antisepsis daerah genitalia dan sekitarnya
Porsio dijepit dengan tenakulum, ditarik keluar dari introitus
Dibuat insisi segitiga di mukosa vagina anterior, dilanjutkan sirkuler pada mukosa vagina
mengelilingi serviks
Mukosa vagina dibebaskan secara tumpul, dengan jari yang dibungkus kassa
Vesika dan rektum didorong ke atas
Ligamentum kardinale dan sakrouterina kanan dan kiri dijepit, dipotong, dan diikat
Vasa uterina kanan dan kiri dikenali, dijepit, dipotong dan diikat
Cavum Douglasi dikenali, dibuka, dan dilebarkan tajam
Plika vesiko uterina dikenali dan dibuka tajam
Pangkal tuba dan ligamentum ovarii propium dan ligamentum rotundum kanan dan kiri
dijepit
Ligamentum kanan dan kiri dikenali, dijepit, dipotong, dan diikat
Lapisan paling luar (distal) dibentuk oleh otot bulbokavernosim yang melingkari genitalia
eksterna, otot perinei transversus superfisialis, otot iskhiokavernosum, dan otot sfingter ani
eksternus.2
Semua otot ini di bawah pengaruh saraf motorik dan dapat dikejangkan aktif. Fungsi
otot-otot tersebut di atas adalah sebagai berikut: Otot levator ani menahan dan memfiksasi
alat-alat rongga panggul pada tempatnya, menahan tekanan intraabdominal yang mendadak
meninggi seperti pada waktu batuk dan mengejan, bekerja sebagai sfingter terutama pada
9|Page Presentasi Kasus Prolapsus
Uteri
wanita sebagai sfingter vagina3; otot sfingter ani eksternus diperkuat oleh otot levator ani
menutup anus, otot bulbokavernosum mengecilkan introitus vagina di samping memperkuat
fungsi otot sfingter vesisae internus yang terdiri atas otot polos.2
Penyokong Uterus
Uterus difiksasi dalam rongga pelvis oleh jaringan ikat dan ligamen antara lain.4
- Ligamentum kardinale sinistrum et dekstrum (Mackenrodt) yaitu ligamentum yang
terpenting, berperan mencegah penurunan uterus, terdiri atas jaringan ikat tebal, dan
berjalan dari serviks dan puncak vagina ke arah lateral dinding pelvis.
- Ligamentum sakro-uterinum sinistrum et dekstrum, yaitu ligamentum yang menahan
uterus supaya tidak banyak bergerak, berjalan dari serviks bagian belakang, kiri dan
kanan, ke arah os sacrum kiri dan kanan.
- Ligamentum rotundum sinistrum et dekstrum, yaitu ligamentum yang menahan uterus
dalam antefleksi dan berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan kanan, ke daerah
inguinal kiri dan kanan. Pada kehamilan, uterus berkontraksi kuat dan ligamentum
rotundum menjadi kencang serta menarik daerah inguinal.
- Ligamentum latum sinistrum et dekstrum, yaitu ligamentum yang meliputi tuba,
berjalan dari uterus ke arah sisi, merupakan bagian peritoneum viserale yang meliputi
uterus dan kedua tuba dan berbentuk lipatan.
- Ligamentum infundibulo-pelvikum, yaitu ligamentum yang menahan tuba fallopii
berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis.
Salah satu baku emas untuk menentukan stadium prolaps adalah Pelvic Organ Prolapse
Quantification (POPQ) yang mengukur hiatus genitalia, korpus perineal, dan panjang vagina
total. Hiatus genitalia diukur dari pertengahan meatus uretra eksternal hingga posterior garis
tengah himen. Badan perineal diukur dari batas posterior hiatus genital hingga pembukaan
mid anal. Panjang vagina total adalah kedalaman terbesar dari vagina dalam cm saat apeks
vagina direduksi hingga posisi normal. Semua pengukuran kecuali panjang vagina total
diukur saat pasien mengedan.1
Epidemiologi
Defek jaringan penyokong pelvis relatif sering dan meningkat seiring usia dan paritas. Di
Amerika Serikat, studi dari 16.000 paien menunjukkan frekuensi prolaps uteri sebesar
14,2%. Rerata usia dilakukannya bedah untuk prolaps organ uteri adalah 54,6 tahun.
Perbedaan frekuensi berdasar ras diperkirakan berhubungan dengan komponen genetik.
Prolaps uteri paling sering terjadi pada multipara (sekitar >50%) dan wanita menopause.
Prolaps terkadang terjadi pada wanita nullipara atau wanita muda (sekitar 2% untuk prolaps
simtomatik) dan jarang terjadi pada neonatus.5.6
Etiologi
Kondisi yang berhubungan dengan prolaps uteri antara lain:4,5,6
- Trauma obstetrik (meningkat dengan multiparitas, ukuran janin lahir per vaginam)
akibat peregangan dan kelemahan jaringan penyokong pelvis
- Kelemahan kongenital dari jaringan penyokong pelvis (berhubungan dengan spina
bifida pada neonatus)
- Penurunan kadar estrogen (contohnya menopause) berakibat hilangnya elastisitas
struktur pelvis
- Peningkatan tekanan intraabdominal, contohnya obesitas, penyakit paru kronik, asma
- Varian anatomi tertentu seperti wanita dengan diameter transversal pintu atas panggul
yang lebar atau pintu atas panggul dengan orientasi vertikal yang kurang, serta uterus
yang retrograde.
Patofisiologi
Prolaps uteri diakibatkan oleh kelemahan jaringan penyokong pelvis, meliputi otot, ligament,
dan fasia. Pada dewasa, kondisi ini biasanya disebabkan oleh trauma obstetrical dan laserasi
selama persalinan. Proses persalinan per vaginam menyebabkan peregangan pada dasar
pelvis, dan hal ini merupakan penyebab paling signifikan dari prolaps uteri. Selain itu, seiring
proses penuaan, terdapat penurunan kadar estrogen sehingga jaringan pelvis kehilangan
elastisitas dan kekuatannya.6
Diagnosis
a. Anamnesis
Gejala diperberat saat berdiri atau berjalan dalam waktu lama dan pulih saat berbaring. Pasien
merasa lebih nyaman saat pagi hari, dan gejala memberat saat siang hari. Gejala-gejala
tersebut antara lain:1,5,6
- Pelvis terasa berat dan nyeri pelvis
- Protrusi atau penonjolan jaringan
- Disfungsi seksual seperti dispareunia, penurunan libido, dan kesulitan orgasme
- Nyeri punggung bawah
- Konstipasi
- Kesulitan berjalan
- Kesulitan berkemih
- Peningkatan frekuensi, urgensi, dan inkontinensia dalam berkemih
- Nausea
- Discharge purulen
- Perdarahan
- Ulserasi
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan pelvis lengkap, termasuk pemeriksaan rektovaginal
untuk menilai tonus sfingter. Alat yang digunakan adalah spekulum Sims atau spekulum
standar tanpa bilah anterior. Penemuan fisik dapat lebih diperjelas dengan meminta pasien
meneran atau berdiri dan berjalan sebelum pemeriksaan. Hasil pemeriksaan fisik pada posisi
pasien berdiri dan kandung kemih kosong dibandingkan dengan posisi supinasi dan kandung
kemih penuh dapat berbeda 1-2 derajat prolaps. Prolaps uteri ringan dapat dideteksi hanya
jika pasien meneran pada pemeriksaan bimanual. Evaluasi status estrogen semua pasien.
Tanda-tanda menurunnya estrogen:
13 | P a g e Presentasi Kasus Prolapsus
Uteri
o Berkurangnya rugae mukosa vagina
o Sekresi berkurang
o Kulit perineum tipis
o Perineum mudah robek
Pemeriksaan fisik juga harus dapat menyingkirkan adanya kondisi serius yang mungkin
berhubungan dengan prolaps uteri, seperti infeksi, strangulasi dengan iskemia uteri, obstruksi
saluran kemih dengan gagal ginjal, dan perdarahan. Jika terdapat obstruksi saluran kemih,
terdapat nyeri suprapubik atau kandung kemih timpani. Jika terdapat infeksi, dapat ditemukan
discharge serviks purulen.1,5,6
c. Laboratorium
Pemeriksaan ditujukan untuk mengidentifikasi komplikasi yang serius (infeksi, obstruksi
saluran kemih, perdarahan, strangulasi), dan tidak diperlukan untuk kasus tanpa komplikasi.
Urinalisis dapat dilakukan untuk mengetahui infeksi saluran kemih. Kultur getah serviks
diindikasikan untuk kasus yang disertai ulserasi atau discharge purulen. Pap smear atau
biopsi mungkin diperlukan bila diduga terdapat keganasan. Jika terdapat gejala atau tanda
obstruksi saluran kemih, pemeriksaan BUN dan kadar kreatinin serum dilakukan untuk
menilai fungsi ginjal.6
d. Radiologi
USG pelvis dapat berguna untuk memastikan prolaps ketika anamnesis dan pemeriksaan fisik
meragukan. USG juga dapat mengeksklusi hidronefrosis. MRI dapat digunakan untuk
menentukan derajat prolaps namun tidak rutin dilakukan.6
Penatalaksanaan
a. Terapi Medis
Pasien prolaps uteri ringan tidak memerlukan terapi, karena umumnya asimtomatik. Akan
tetapi, bila gejala muncul, pilihan terapi konservatif lebih banyak dipilih. Sementara itu,
pasien dengan prognosis operasi buruk atau sangat tidak disarankan untuk operasi, dapat
melakukan pengobatan simtomatik saja. 5,7
b. Terapi Konservatif
Gambar 3. Macam-macam pessarium. A) Ring, (B) Shaatz, (C) Gellhorn, (D) Gellhorn, (E)
Ring with support, (F) Gellhorn, (G) Risser, (H) Smith, (I) Tandem cube, (J) Cube, (K) Hodge
with knob, (L) Hodge, (M) Gehrung, (N) Incontinence dish with support, (O) Donut, (P)
Incontinence ring, (Q) Incontinence dish, (R) Hodge with support, (S) Inflatoball (latex)
c. Terapi Operatif
Prolaps uteri biasanya disertai dengan prolaps vagina. Maka, jika likakukan pembedahan
untuk prolapsus uteri, prolapsus vagina perlu ditangani pula. Ada kemungkinan terdapat
prolapsus vagina yang membutuhkan pembedahan, padahal tidak ada prolaps uteri, atau
sebaliknya. Indikasi untuk melakukan operasi pada prolaps vagina ialah adanya keluhan.6,8
Macam-macam Operasi:6,7,8
1. Ventrofikasasi
Pada golongan wanita yangmasih muda dan masih ingin mempunyai anak, dilakukan
operasi untuk membuat uterus ventrofiksasi dengan cara memendekkan lIgamentum
rotundum atau mengikat ligamentum rotundum ke dinding perut atau dengan cara
operasi Purandare.
2. Operasi Manchester
Pada operasi ini biasanya dilakukan amputasi serviks uteri, dan penjahitan
ligamentum kardinale yang telah dipotong, di muka serviks; dilakukan pula kolporafia
anterior dan kolpoperioplastik. Amputasi serviks dilakukan untuk memperpendek
serviks yang memanjang (elongasi colli). Tindakan ini dapat menyebabkan infertilitas,
abortus, partus prematur, dan distosia servikalis pada persalinan. Bagian yang
terpenting dari operasi Menchester adalah penjahitan ligamentum kardinale di depan
serviks karena dengan tindakan ini ligamentum kardinale diperpendek, sehingga
uterus akan terletak dalam posisi anteversifleksi, dan turunnya uterus dapat dicegah.
3. Histerektomi vaginal
Operasi ini tepat untuk dilakukan pada prolaps uteri tingkat lanjut, dan pada wanita
menopause. Keuntungannya adalah pada saat yang sama dapat dilakukan operasi
vagina lainnya (seperti anterior dan posterior kolporafi dan perbaikan enterokel),
tanpa memerlukan insisi di tempat lain maupun reposisi pasien. Saat pelaksanaan
operasi, harus diperhatikan dalam menutup cul-de-sac dengan menggunakan
kuldoplasti McCall dan merekatkan fasia endopelvik dan ligamen uterosakral pada
rongga vagina sehingga dapat memberikan suport tambahan. Setelah uterus diangkat,
puncak vagina digantungkan pada ligamentum rotundum kanan kiri, atas pada
ligamentum infundibulo pelvikum, kemudian operasi akan dilanjutkan dengan
kolporafi anterior dan kolpoperineorafi untuk mencegah prolaps vagina di kemudian
hari.
4. Kolpokleisis (Operasi Neugebauer-Le Fort)
Pencegahan 6,8,10
Pemendekan waktu persalinan, terutama kala pengeluaran dan kalau perlu dilakukan elektif
(seperti ekstraksi forceps dengan kelapa sudah di dasar panggul), membuat episiotomi,
memperbaiki dan mereparasi luka atau kerusakan jalan lahir dengan baik, memimpin
persalinan dengan baik agar dihindarkan penderita meneran sebelum pembukaan lengkap
betul, menghindari paksaan dalam pengeluaran plasenta (perasat Crede), mengawasi involusi
uterus pasca persalinan tetap baik dan cepat, serta mencegah atau mengobati hal-hal yang
dapat meningkatkan tekanan intraabdominal seperti batuk-batuk yang kronik, merokok,
mengangkat benda-benda berat. Pada wanita sebaiknya melakukan senam Kegel sebelum dan
setelah melahirkan. Selain itu usia produktif dianjurkan agar penderita jangan terlalu banyak
punya anak atau sering melahirkan. Untuk wanita dengan IMT diatas normal, sebaiknya
menurunkan berat badan dengan olahraga, serta diet yang tinggi serat.
Komplikasi
Pessarium dapat menyebabkan vaginitis, perdarahan, ulserasi, obstruksi saluran kemih
dengan retensi, fistula, dan erosi ke dalam kandung kemih atau rektum. Sebagian besar
komplikasi diakibatkan pemakaian pessarium yang terlalu lama tanpa kontrol. Perdarahan
abdomen adalah komplikasi yang dapat terjadi pada sakrokolpopeksi. Perlukaan pada pleksus
vena presakral atau arteri sakro media pada saat operasi dapat terjadi. 7,9
Prognosis
Bila prolaps uteri tidak ditatalaksana, maka secara bertahap akan memberat. Prognosis akan
baik pada pasien usia muda, dalam kondisi kesehatan optimal (tidak disertai penyakit
lainnya), dan IMT dalam batas normal. Prognosis buruk pada pasien usia tua, kondisi
kesehatan buruk, mempunyai gangguan sistem respirasi (asma, PPOK), serta IMT diatas
batas normal. Rekurensi prolaps uteri setelah tindakan operasi sebanyak 16%.10
19 | P a g e Presentasi Kasus Prolapsus
Uteri
REKTOKEL-SISTOKEL
Pemeriksaan Masing-masing Elemen Penyokong
Dinding vagina anterior
Pemeriksaan dinding vagina anterior dilakukan untuk menetapkan status penyokong uretra
dan buli. Uretra bergabung dengan dinding vagina bawah 3-4 cm dan kelainan penyokong
pada daerah ini akan menyebabkan uretrokel. Kelainan penyokong bagian atas vagina disebut
sistokel, karena buli berada dekat dengan dinding vagina atas. Lipatan uretrovesika,
normalnya terlihat pada pemeriksaan, membentuk garis pembatas antara dua area penyokong
ini. Ketika terjadi kelainan penyokong pada seluruh dinding anterior, digunakan istilah
sistouretrokel.1
3 4
Gamba r 3. Sistouretrokel dengan lipatan rugae yang intak, disebabkan oleh pelepasan
lateral dari fasia puboservikal
Gambar 4. Distensi sistouretrokel disebabkan oleh kegagalan garis tengah fasia
puboservikal
Dinding anterior vagina seharusnya berada di atas cincin himen saat mengedan.
Turunnya dinding vagina anterior bagian bawah sampai ke level cincin himen selama
mengedan adalah karakteristik uretrokel dan sering ditemukan pada pasien dengan stress
incontinence. Dinding vagina anterior bawah bersifat mobile pada semua wanita dan dapat
berpindah pada multipara. Karenanya, pergerakan regio ini tidak menyebabkan stress
incontinence, namun menunjukkan derajat kegagalan penyokong uretra. Penurunan di bawah
cincin himen adalah sesuatu yang abnormal, dan menandakan sistouretrokel baik dengan atau
tanpa stress incontinence.
Dinding anterior vagina di atas lipatan uretrovesikal berada pada bidang datar, sekitar
45o dari bidang horizontal. Penurunan di bawah level cincin himen bermakna. Penurunan ini
dapar disebabkan oleh salah satu dari 3 hal:
Pemisahan paravaginal fasia puboservikal dari garis putih karena terlepas dari spina
iskhium
Hilangnya perlekatan vagina ke serviks
Untuk dapat menentukan seberapa jauh penurunan serviks, panjangnya harus diukur.
Pemanjangan serviks sering ditemukan pada pasien dengan prolaps dan korpus uteri dapat
tetap berada pada lokasi normal. Ditemukannya pemanjangan serviks preoperatif
memungkinkan operator untuk melakukan histerektomi dengan lebih cepat, dari pada
menunggu munculnya arteri uterina pada tiap pedikel.
Rektokel terjadi ketika dinding anterior rektum dan vagina di depannya menonjol ke
bawah cincin himen. Enterokel terjadi ketika cul-de-sac meregang dengan usus halus dan
tonjolan dinding vagina posterior keluar. Dapat juga terjadi keadaan dimana dinding posterior
menonjol ke vagina, bukan karena penyokong rektum yang buruk, melainkan karena
defisiensi pada badan perineal. Hal ini dijelaskan oleh Nichols dan Randall sebagai
pseudorektokel dan dapat dibedakan dengan rektokel sejati karena kontur dinding rektum
anterior normal pada pemeriksaan rektm. Tipe lain pseudorektokel adalah jika terdapat
penurunan puncak vagina atau serviks dan hilangnya penyokong posterior yang nyata.
Namun, jika penyokong apikal normal dipertahankan dengan forseps cincin atau operasi,
maka dugaan rektokeltidak terbukti. Hal ini penting untuk ditentukan sebelum operasi, karena
hilangnya tonus otot levator ani dan otot sfingter anal dengan pengunaan obat-obatan
paralisis otot selama anestesi, menyulitkan penentuan adanya rektokel sejati.
Enterokel
Selalu ada cul-de-sac antara vagina atas dan rektum. Hal ini memungkinkan dilakukan
kuldosentesis dan kolpotomi melalui dinding vagina posterior saat awal histerektomi vagina.
Kantong peritoneal normalnya terbentang 3-4 cm di luar sambungan vagina dan serviks.
Karenanya, tidak terjadinya enterokel pada wanita normal harus dijelaskan oleh faktor yang
membuat cul-de-sac tetap tertutup dan ada di antara vagina atas dan rektum. Posisi vagina
atas dekat dengan sakrum, di atas rektum dan lempeng levator yang intak membuat ruang ini
tetap tertutup.
Terdapat dua tipe enterokel: pulsion enterocele dan traction enterocele. Pulsion
enterocele terjadi jika cul-de-sac melebar dan muncul sebagai tonjolan massa yang semakin
membesar dengan meningkatnya tekanan abdomen. Hal ini dapat terjadi dengan puncak
vagina atau dinding uterus tersokong dengan baik, pada kasus dimana serviks atau puncak
vagina pada level normal dan enterokel memotong antara vagina dan rektum. Jika enterokel
Rektokel
Tanda rektokel yang khas adalah pembentukan kantong yang menyebabkan dinding anterior
rektum menggelembung dan turun melewati introitus. Ketika dilakukan pemeriksaan rektum
pada prolaps, rektokel terjadi jika ada perluasan lumen rektum ke bawah sumbu anus. Hal ini
tidak hanya memastikan diagnosis namun juga menggambarkan mekanisme bagaimana
rektokel menimbulkan gejala. Selama dinding rektum anterior memiliki kontur yang licin dan
tidak terdapat kantong, walaupun dapat lebih mobile dari pada normal, feses dapat melewati
anus. Namun, ketika terbentuk kantong saat pasien mengedan, feses dapat terperangkap.
Diagnosis pada pasien ini ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis diketahui bahwa pasien Ny. F, 50 tahun datang
dengan peranakan turun sejak dua belas tahun SMRS, setelah melahirkan anak ke empat.
Benjolan tersebut hilang timbul, timbul terutama saat batuk, BAB, beraktivitas, berjalan dan
berdiri, masuk kembali dengan sendirinya saat berbaring. Namun, sejak 8 tahun yang lalu
peranakan keluar seluruhnya dan tidak dapat masuk sendiri. Gejala lain yang sesuai antara
lain nyeri perut dan nyeri di punggung bawah. BAB dalam batas normal, namun pasien
mengeluh BAK sering dan tidak nyeri. Terdapat riwayat perdarahan dan flek-flek dari
kemaluan sebelumnya.
Pada pemeriksaaan fisik didapatkan kesan gizi lebih, dengan IMT 27.34 sedangkan
status generalis dalam batas normal, termasuk tak terdapat nyeri tekan suprapubik. Pada
status ginekologis ditemukan tampak massa uterus keluar sebagian dari introitus vagina,
berbentuk bulat, warna merah muda, discharge (-), erosif (+). Teraba massa ukuran 2
cmx2cmx3cm, konsistensi kenyal, nyeri tekan (-). Pada vaginal touche massa dapat
dimasukkan seluruhnya ke dalam introitus vagina dan dapat keluar kembali dengan manuver
valsava.
Pada pemeriksaan penunjang, laboratorium darah dalam batas normal, namun pada
urinalisis didapatkan leukosit penuh, bakteri (+), nitrit (+), protein +2, esterase leukosit +3
Adanya keluhan peranakan turun pada pasien ini dipikirkan sebagai prolaps organ
pelvis. Gejala lain yang mendukung adalah nyeri pada punggung bawah, nyeri perut yang
diperkirakan karena peregangan ligamen dan otot dalam pelvis akibat tarikan oleh organ yang
prolaps. Organ yang prolaps melalui vagina bisa merupakan uretra, vesika urinaria, uterus,
atau rektum. Pada pemeriksaan fisik, secara inspeksi terlihat massa yang membonjol keluar
dari introitus vagina, berbentuk bulat, berwarna merah muda dan terdapat erosif pada
permukaannya. Massa berbentuk bulat tersebut merupakan protrusi uterus yang keluar
melalui introitus vagina. Keluhan perdarahan dan flek-flek dari kemaluan diduga berasal dari
erosif pada permukaan massa uterus. Dengan manuver valsava, massa tersebut dapat keluar
kembali melalui introitus vagina setelah dicoba dimasukkan seluruhnya, menunjukkan bahwa
peningkatan tekanan intraabdominal berperan dalam menyebabkan prolaps.
24 | P a g e Presentasi Kasus Prolapsus
Uteri
Dari anamnesis, ditemukan pasien berusia lanjut, keadaan gizi lebih (IMT 27.34),
menopause, multipara dengan seluruhnya persalinan per vaginam, kebiasaan mengangkat
benda berat (menimba air) dan riwayat asma. Maka, etiologi yang dipikirkan pada pasien
antara lain trauma obstetrik, penurunan kadar estrogen, dan peningkatan tekanan
intraabdomen. Secara epidemiologis >50% prolaps uteri terjadi pada multipara dan
menopause. Proses persalinan per vaginam berulang menyebabkan trauma obsterik dan
peregangan pada dasar pelvis sehingga memicu kelemahan pada jaringan penyokong pelvis.
Hal tersebut merupakan penyebab paling signifikan dari prolapsus uteri. Seiring proses
penuaan dan menopause, terdapat penurunan kadar estrogen sehingga jaringan pelvis
kehilangan elastisitas dan kekuatannya. Kebiasaan mengangkat benda berat dan riwayat asma
pada pasien menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen sehingga menambah
penekanan pada dasar pelvis dan memperberat prolaps organ di dalamnya.
Selain itu ditemukan keluhan BAK sering pada pasien ini, dan pada pemeriksaan
urinalisis ditemukan leukosit penuh, bakteri (+), nitrit (+), esterase leukosit +3 yang
menunjang diagnosis infeksi saluran kemih (ISK). ISK pada pasien ini dipikirkan sebagai
komplikasi dari prolapsus uteri yang telah berlangsung lama. Sedangkan proteinuria 2+
dipikirkan sebagai komplikasi lanjut dari ISK, sehingga terjadi kerusakan ginjal. Walaupun
kadar ureum darah dalam batas normal, komplikasi gagal ginjal belum dapat disingkirkan.
POPQ dilakukan untuk menilai derajat prolaps. Didapatkan hasil Aa +3, Ba +6, C +7,
gh 7, pb 2, tvl 8, Ap +2, Bp +5, dan D +5, sondase tertahan dan sisa urin 0 cc. Dapat
disimpulkan bahwa ujung terdepan prolaps anterior atau nilai Ba (+6) sama dengan panjang
vagina total (8 cm) dikurangi 2 cm, sehingga POPQ dapat digolongkan sebagai stadium IV.
Tidak adanya sisa urin menunjukkan tidak adanya obstruksi saluran kemih pada pasien. Jadi
pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis prolaps uteri derajat IV dengan nama lain
procidentia dan sistokel derajat IV. Selain itu ujung terdepan prolaps pasterior atau nilai Bp
(+5) lebih dari +1 dan kurang dari panjang vagina total dikurang 2 cm, sehingga POPQ dapat
digolongkan sebagai rektokel derajat III.
Rencana terapi pada pasien ini sudah tepat yaitu dilakukan operasi total vaginal
histerektomi (TVH) dengan kolporafi anterior (KA) dan kolpoperineorafi posterior (KP).
TVH untuk mengatasi prolapsus uteri derajat IV, KA untuk mengatasi sistokel derajat IV dan
KP untuk mengatasi rektokel derajat III. Tatalaksana pasca operasi pada pasien ini sudah
baik, yaitu diberikan antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi.
25 | P a g e Presentasi Kasus Prolapsus
Uteri
Pada pasien ini perlu dilakukan kultur urin untuk menegakkan diagnosis ISK,
sehingga tatalaksananya dapat disesuaikan dengan etiologi bakteri penyebab ISK. Selain itu,
perlu dicari etiologi proteinuria +2 pada pasien ini. Apakah sudah terjadi penurunan fungsi
ginjal atau belum yaitu dengan pemeriksaan urinalisis dan kadar ureum dan kreatinin darah
ulang. Pada pasien ini juga dapat dilakukan pemeriksaan Pap’s Smear sebagai skrining
adanya kanker serviks.
Edukasi sangat penting pada pasien ini. Pada pasien perlu diberikan edukasi mengenai
pengendalian faktor risiko, yaitu mengurangi kebiasaan angkat berat (memompa air),
menurukan berat badan dan mengontrol penyakit asma dengan obat. Pengendalian terhadap
faktor risiko ini sangat membantu untuk menurunkan tekanan intraabdomen yang dianggap
sebagai salah satu etiologi terjadinya prolapsus organ pelvis pada pasien ini.
Prognosis pada pasien ini, prognosis quo ad vitam adalah bonam karena prolaps uteri
tidak mengancam nyawa. Untuk prognosis quo ad functionam adalah malam, karena pasien
akan dilakukan histerektomi total. Dan prognosis quo ad sanactionam adalah bonam, karena
pasien akan dilakukan total vaginal histerektomi, kolporafi anterior dan kolpoperineorafi
posterior.