Tetapi bukan tidur, sayang Sebuah lubang peluru bundar di dadanya Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang
Dia tidak ingat bilamana dia datang
Kedua lengannya memeluk senapang Dia tidak tahu untuk siapa dia datang Kemudian dia terbaring, tapi bukan tidur sayang
wajah sunyi setengah tengadah
Menangkap sepi padang senja Dunia tambah beku di tengah derap dan suara merdu Dia masih sangat muda
Hari itu 10 November, hujan pun mulai turun
Orang-orang ingin kembali memandangnya Sambil merangkai karangan bunga Tapi yang nampak, wajah-wajahnya sendiri yang tak dikenalnya
Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang Sebuah peluru bundar di dadanya Senyum bekunya mau berkata : aku sangat muda. Cerpen Belajar Berhemat
Aah, Ariz jadi bingung. Sepatu, atau tas baru, ya?
Lusa kemarin, ia melihat tas yang sedang tren di sekolahnya. Akan tetapi, sepatunya sudah benar-benar butut, sudah bolong-bolong. Ariz pun bicara pada Nenek. Katanya, dahulukan kebutuhan, baru keinginan. Akhirnya Ariz memilih sepatu.
Eits, tapi Ariz menjadi teringat perkataan Umi. Kalau Ariz mau sesuatu, harus menabung dulu. Ia pun mengurungkan niatnya meminta pada Umi. Mulai besok, aku akan mulai menabung, tekad Ariz dalam hati.
Setelah dirasa cukup banyak, ia memecahkan celengannya.
Aha! Muncul ide di benak Ariz. Besok, Ariz akan ke toko sepatu milik Bunda Alice. Lagi pula, uangnya telah terkumpul sekitar Rp. 200.000,-, sementara harga di toko Bunda Alice bisa terbilang cukup murah.
Rupanya, Alice setuju. Bahkan ia bersedia mengantarkan Ariz. Bunda Alice
menyambut hangat. Setelah mengerti maksud Ariz, Bunda Alice memberikan diskon. Ariz memilih sepatu, lalu membayar. Totalnya hanya Rp. 88.000,-. Ariz berterima kasih lalu pulang dengan hati riang gembira.