Anda di halaman 1dari 13

Majas adalah bahasa indah dalam susunan kalimat dengan

tujuan akhir untuk memperoleh unsur imajinatif pada pembaca atau

pendengar, baik lisan maupun tulisan. Pemanfaatan majas adalah

untuk memperoleh nuansa tertentu sehingga menciptakan kesan

kata-kata yang lebih imajinatif. Karya sastra adalah hasil karya

manusia baik lisan maupun tulisan yang menggunakan bahasa

sebagai media pengantar dan memiliki nilai estetika (keindahan)

yang dominan.

Keindahan dalam karya sastra berkaitan dengan penggunaan

bahasa atau gaya bahasa (majas). Keindahan tidak hanya dilihat

dari kecantikan yang ada pada manusia, tetapi keindahan juga

dapat dilihat dari pemakaian kata-kata yang memiliki daya tarik,

contohnya saja pemakaian kata-kata dalam karya sastra.

Contoh kalimat yang menggunakan majas dan yang tidak menggunakan

majas:

[1]. Wajahnya kuning bersinar bagai bulan purnama.


[2]. Wajahnya pucat, sepertinya ia sakit.

Dalam bahasa Inggris majas yang dikenal dengan istilah

figure of speech yang digunakan untuk memperindah kalimat yang

sederhana menjadi kesan yang imajinatif, contohnya.

[3].Her face shining like a full moon.


[4].The leaf danced across the field until it tumbled out
of view.

Pada contoh [1] adalah kalimat yang menggunakan majas. Bahasa

yang digunakan pada kalimat [1] “wajahnya diibaratkan seperti

bulan purnama karena memancarkan sinar kekuningan.” Terasa lebih

indah dibandingkan dengan kalimat [2] yang tidak mengandung

majas, kalimat tersebut mengandung arti sesungguhnya, sesuai

keadaan. Perbedaan sangat terlihat dari kedua contoh, kalimat

[1] menggunakan majas dengan tujuan pembaca atau pendengar

merasakan efek imajinatif penulis yang mengandung unsur

keindahan, sedangkan kalimat [2] menyatakan keadaan secara

eksplisit.

Para sastrawan baik dalam sastra Indonesia maupun sastra

Inggris seringkali menggunakan majas tertentu untuk menjelaskan

gagasan-gagasan mereka. Pada contoh [3] dan [4] adalah kalimat

yang menggunakan majas pada bahasa Inggris, keduanya memiliki

kesan imajinatif yang penulis ciptakan. Majas sendiri merupakan

salah satu kajian dalam bidang semantik. Dalam bahasa Inggris,

majas disebut dengan istilah figure of speech yaitu bagaimana

seseorang mengungkapkan gagasan-gagasan, pemikirannya.

Ada bermacam-macam majas dalam bahasa Indonesia dan bahasa

Inggris diantaranya adalah personifikasi, metafora, ironi dan

sebagainya. Penulis tertarik akan penggunaan majas pada karya


sastra ini karena majas adalah salah satu elemen penting dalam

sastra. Penggunaan majas dalam sebuah karya sastra bertujuan

untuk meninggikan serta meningkatkan efek dengan cara 3

memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau hal tertentu

dengan benda atau hal lain.

Penggunaan majas yang demikian ini, dapat menimbulkan nilai

rasa atau konotasi tertentu pada pembaca atau penikmat sastra

(Dale (et al) dalam Tarigan 1986:112). Majas yang terdapat pada

karya sastra sekilas menunjukkan kekhasan gaya bahasa yakni

munculnya gaya permajasan seperti Majas Personifikasi, Majas

Perbandingan, Majas Ironi, Majas Penegasan. Dalam setiap majas

sering terdapat kata, frasa atau kalimat yang asing bagi telinga

atau tidak biasa terdengar dipercakapan sehari-hari, maka majas

yang umum dikenal seperti personifikasi, metafora, hiperbola dan

sarkasme.

Selain itu, majas tersebut dijadikan sarana pembungkus

makna sehingga layak dilakukan pembongkaran guna mengetahui

makna, efek, dan citraan yang ditimbulkan dari penggunaan majas

tersebut. Dalam hubungannya dengan menerjemahkan majas, bukanlah

suatu hal yang mudah untuk diterjemahkan. Dalam suatu

penerjemahan seorang penerjemah akan berusaha membuat hasil

terjemahan sedekat mungkin dengan materi teks bahasa sumber.


Mengingat bahwa budaya yang melatarbelakangi bahasa sumber

dan bahasa sasaran seringkali tidak sama, proses menerjemahkan

sering pula dihadapkan pada persoalan yang sulit dalam mencari

padanan yang tepat pada bahasa sasaran. Terlebih bila yang

diterjemahkan tersebut adalah majas yang banyak dipengaruhi oleh

budaya. Berbicara mengenai budaya, banyak hal yang bisa

dipertunjukan dalam memperlihatkan budaya tersebut.

Musik adalah salah satu media ungkapan kesenian dan

mencerminkan kebudayaan masyarakat pendukungnya. Di dalam musik

terkandung lirik-lirik khas, yang mempunyai maksud agar mampu

dipahami oleh pecinta musik di seluruh Dunia. Lalu, lirik lagu

merupakan ekspresi seseorang tentang suatu hal yang sudah

dilihat, didengar maupun dialaminya.

Dalam mengekspresikan pengalamannya, penyair atau pencipta

lagu melakukan permainan kata-kata dan bahasa untuk menciptakan

daya tarik dan kekhasan terhadap lirik atau syairnya. Adapun

lirik pada lagu Jasmine Thompson yang menceritakan isi hati

maupun perasaannya dalam lirik lagu. Jasmine Thompson (lahir 8

November 2000) Beliau memulai karirnya pada Juli 2013 dan

berawal dengan mengcover lagu yang berjudul “La la la”. Beliau

dalam menulis lagu pada umumnya, menggunakan bahasa yang khas

sehingga lagu yang diciptakannya mempunyai nilai yang lebih


indah, yang bisa dilihat dari bahasanya dan arti dari lirik lagu

tersebut.

Menurut Tarigan (melalui Laksana, 2010:19), subkategori

majas yang jumlahnya mencapai 55 buah yang dibagi dalam empat

kategori yaitu:

1) majas perulangan, 2) majas perbandingan, 3) majas pertautan,

dan 4) majas pertentangan. Berikut empat jenis majas menurut

Tarigan yakni:

2.2.3.1 Majas Perbandingan

Tarigan (2013: 7), majas perbandingan adalah majas yang

membandingkan sesuatu hal dengan hal lain. Majas perbandingan

terbagi menjadi perumpamaan, metafora, personifikasi,

depersononifikasi, alegori, antitesis, pleonasme/tautologi,

perifrasis, prolepsis atau antisipasi, koreksio atau

epanortosis. Berdasarkan pandangan Tarigan, peneliti dapat

menyimpulkan bahwa majas perbandingan adalah majas yang

digunakan untuk membandingkan suatu objek dengan objek lain

melalui proses penyamaan, menghidupkan suatu

gambaran,mengkoreksi. Salah satu contoh majas perbandingan

yaitu:
Personifikasi adalah meletakkan sifat-sifat insani kepada benda

yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak.

Contoh: Mentari mencubit wajahku.

2.2.3.2 Majas Pertentangan

Tarigan (2013: 53), majas pertentangan adalah majas

memiliki ciri khas penuturan yang mengungkapkan sesnuaru dengan

makna yang sesungguhnya. Dalam majas pertentangan terdapat

paling sedikit dua puluh jenis antara lain: hiperbola, litotes,

ironi, oksimoron, paronomasia, paralipsis, zeugma, silepsis,

satire, inuendo, antifrasis, paradoks, anabasis, antiklimaks,

dekerementum, katabasis, bator, apostrof, anastrof, inversi,

apofasis, hiperbaton, hipalase, sinisme, sarkasme. Berdasarkan

pandangan Tarigan, peneliti dapat menyimpulkan bahwa majas

pertentangan adalah majas yang memperkuat makna dari sesuatu

yang diutarakan oleh pembicara sehingga lawan bicara akan

terkesan dan tertarik dengan apa yang diucapkan oleh lawan

bicara. Salah satu contoh majas pertentangan yaitu:

Hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan

yang berlebihlebihan jumlahnya, ukurannya atau sifatnya dengan

maksud memberi penekanan pada suatu pernyataan.

Contoh: Suaranya merdu sekali, hingga terdengar di luar angkasa.

2.2.3.3 Majas Pertautan


Tarigan (2013: 119), majas pertauatan adalah kata-kata kias

yang bertautan dengan gagasan, ingatan. Dalam majas pertautan

terdapat tiga belas jenis gaya bahasa antara lain: metonimia,

sinekdoke, alusi, eufemisme, eponim, epitet, antonomasia,

erotesis, paralelisme, elipsis, gradasi, asindeton,

polisindeton. Berdasarkan pandangan Tarigan peneliti dapat

menyimpulkan bahwa majas pertautan adalah majas yang menggunakan

kata-kata kiasan yang bertautan terhadap sesuatu hal yang ingin

disampaikan. Salah satu contoh majas pertautan yaitu:

Epitet adalah semacam gaya bahasa yang mengandung acuan

yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khas dari seseorang

atau suatu hal.

Contoh: Lonceng pagi bersahut-sahutan di desa terpencil ini

menyonsong mentari bersinar menerangi alam. Lonceng pagi yang

dimaksud yaitu ayam jantan yang berkokok.

2.2.3.4 Majas Perulangan

Menurut Tarigan (2013: 173), majas perulangan adalah kiasan

yang mengandung perulangan bunyi, suku kata, kata atau frasa,

ataupun bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi

tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Kelompok perulangan

termasuk dua belas jenis gaya bahasa antara lain: aliterasi,

asonansi, antanaklasis, kiasmus, epizeukis, tautotes, anafora,


epistrofa, simploke, mesodilopsis, epanalepsis, anadiplosis.

Berdasarkan pandangan Tarigan peneliti dapat menyimpulkan bahwa

majas perulangan adalah menyatakan penegasan untuk meningkatkan

kesan dan pengaruh kepada pendengar atau pembicara. Salah satu

contoh majas perulangan yaitu:

Tautotes adalah gaya bahasa perulangan atau repetisi atas

sebuah kata berulang-ulang dalam sebuah konstruksi.

Contoh : Kau adalah aku, aku adalah kau, kau dan aku menjadi

padu.

b. Hiperbola

Sering kali makna dari pesan terlepas dari konsep

dasarnya dan juga dari acuannya, karena sifat dari makna kata

itu sendiri yang tidak selalu statis (Chaer, 2007: 288).Terdapat

banyak teori pustaka yang membahas soal pengertian majas

hiperbola.

Menurut Keraf (2009: 135) majas hiperbola adalah semacam

majas yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan, dengan

membesar-besarkan suatu hal.Tarigan (2009:55) menjelaskan bahwa

majas hiperbola mempunyai maksud memberi penekanan pada suatu

pernyataan atau situasi untuk memperhebat, meningkatkan kesan

dan pengaruhnya.
Senada dengan dua teori sebelumnya, Henkemans (2013: 1)

mengatakan majas hiperbola terlihat seperti ungkapan hal yang

berlebihan, karena tidak benar dan tidak beralasan.Di sini jelas

bahwa majas hiperbola digunakan komunikator untuk menegaskan

pesan yang mereka ingin tampilkan melalui ungkapan yang

cenderung tidak masuk akal, yang pada akhirnya dapat memberi

efek atau pengaruh tertentu.

Meski demikian, bukan berarti majas ini dinyatakan

sebagai ungkapan kebohongan (Henkemans, 2013: 3).Hal tersebut

berkaitan dengan diksi yang menjelaskan adanya hubungan antara

acuan dengan kata yang digunakan dalam sebuah ungkapan.

Pengungkapan majas hiperbola dapat ditemukan dalam wujud

kata, frasa dan klausa (Claridge dalam Henkemans, 2013: 2).Majas

hiperbola umumnya membutuhkan satu atau lebih kata yang

mengikuti kata tertentu, sehingga membentuk satu kesatuan atau

komposisi ungkapan yang utuh.

Majas hiperbola dalam wujud frasa dan klausa memiliki dua

hal yang biasanya ada dalam ungkapan tersebut, yaitu

perbandingan (comparison) dan pengulangan (repetition)(Claridge

dalam Henkemans, 2013: 2), seperti yang ada pada contoh di bawah

ini.

(1)I avoid beaches like the plague.

(2) He put loads and loads of cream on his cake.


Kedua kalimat di atas mengandung majas hiperbola yang

mengalami perbandingan dan pengulangan dalam mengungkapkan

sesuatu.Pada kalimat (1), subyek (I)diungkapkan tidak menyukai

pantai. Ungkapan tersebut ditegaskan kembali dengan

membandingkan kata beaches dan plague. Diketahui, subyek (I)

menghindari pantai seperti diamenghindari wabah penyakit.

Sementara, pada kalimat (2) terjadi pengulangan yang

memberikan kesan melebih-lebihkan dengan pemilihan kata loads.

Ungkapan tersebut membuat kesan cream yang diberikan ke kue

tersebut sangat banyak.

Fungsinya

b. Memberikan penekanan penuturan dan emosi

Fungsi majas hiperbola dalam kajian teori ini untuk

menekankan penuturan pada penelitian ini terdapat pada majas

hiperbola.Menurut pendapat (Badrun, 1989: 49) secara teoritis

hiperbola memang dapat difungsikan untuk mengintensifkan 24

pernyataan atau emosi.

Sesuatu yang melebih-lebihkan akan terkesan menekankan

penuturan sehingga pembaca dapat bermajinasi melalui kesan yang

berlebihan tersebut walaupun pada kenyataannya itu tidak

mungkin.Majas hiperbola memiliki fungsi dalam setiap

penggunaannya.
Fungsi penggunaan majas hiperbola yang pertama adalah

sebagai alat untukmenyerangseseorang atau sesuatu melalui

pernyataan yang tegas (Fahnestock and Tonnard dalam Henkemans,

2013: 4).Fungsi kedua adalah sebagai alat untuk mengeluarkan

pendapat seperti kekaguman atau memuji, menyetujui, menyanggah

seseorang atau sesuatu dan lain-lain (Cano Mora dalam Henkemans,

2013: 4).

Fungsi ketiga adalah sebagai alat untuk meluapkan emosi

atau perasaan melalui pernyataan yang disampaikan (Claridge

dalam Henkemans, 2013: 3).Fungsi tersebut tentunya disesuaikan

dengan informasi yang ingin disampaikan.

Majas dapat dimanfaatkan oleh para pembaca atau penulis

untuk menjelaskan gagasan mereka (Tarigan, 1985). Dengan

demikian majas dapat membuat karya sastra lebih menarik, lebih

hidup serta tidak membuat pembaca bosan (Hidayat dan Supriyanto,

2017).
Lirik lagu termasuk dalam genre sastra karena lirik adalah karya

sastra yang berisi curahan perasaan pribadi, susunan kata sebuah

nyanyian (KBBI, 2003:678). Jadi lirik sama dengan puisi tetapi

disajikan dengan nyanyian yang termasuk dalam genre sastra

imajinatif. Penelitian ini meneliti mengenai citraan dan majas

yang terkandung dalam lirik lagu Ebiet G.Ade. Citraan merupakan

sebuah gambaran pengalaman indra yang diungkapkan lewat kata-

kata, gambaran pelbagai pengalaman sensoris yang dibangkitkan

oleh katakata. Pencitraan merupakan suatu gaya penuturan yang

banyak dimanfaatkan dalam penulisan sastra. Ia dapat

dipergunakan untuk mengkongkritkan pengungkaan gagasan-gagasan

yang sebenarnya abstrak melalui kata-kata dan ungkapan yang

mudah membangkitkan tanggapan imajinasi. Dengan daya tanggapan

indra imajinasinya, pembaca akan dapat dengan mudah

membayangkan, merasakan, dan menangkap pesan yang ingin

disampaikan pengarang. Citraan memberikan kemudahan bagi

pembaca. Dengan mengunakan citraan kata yang tepat, maka

pendengar atau pembaca secara tidak langsung ikut terbawa ke

dalam suasana yang diceritakan dalam karya sastra tersebut

(Pradopo, 2007:304). Bahasa figuratif adalah alat untuk

meyakinkan atau mempengaruhi pendengar atau pembaca. Bahasa

figuratif juga berkaitan dengan situasi dan suasana karangan

artinya bahasa figuratif dapat diguanakan dalam mengisi materi

sehingga dapat menciptakan perasaan hati tertentu bagi


pendengarnya misalnya, kesan baik atau buruk, senang atau tidak

senang dan sebagainya (Pradopo, 2007:297).

Anda mungkin juga menyukai