(Refleksi AlDP Pada Peringatan Hari Hak Asasi Manusia 10 Desember 2017)
Pelanggaran HAM menjadi isu yang paling menarik di Papua. Tidak saja
dalam dimensi hukum tetapi juga karena alasan politik dan ekonomi.
Perjuangan untuk keadilan dan kebenaran kadang bersinggunga dengan
upaya untuk membangun eksistensi, rekognisi juga untuk menancamkan
kedaulatan atas tanah yang kaya ini.
Pelanggaran terhadap hak ekonomi, sosial dan budaya juga terjadi seperti
land grabbing, eksploitasi sumber daya alam hingga gagalnya program
kemitraan di area investor. Meski kualitas pelayanan kesehatan dan
pendidikan buruk namun terjadi saling lempar tanggungjawab. Kebijakan
‘pemerataan ekonomi’ melalui berbagai bantuan langsung telah mengubah
pola pangan dan pola hidup masyarakat secara signifikan. Tingginya kasus
kriminal bukanlah kejahatan yang berdiri sendiri karena lebih banyak
dipengaruhi oleh persoalan struktural akibat ketidakadilan sosial dan tidak
terjadinya poses hukum yang professional dari kasus-kasus kejahatan
sebelumnya. Menggangu relasi sosial dan budaya diantara masyarakat sipil
sebab berpotensi konflik horizontal.
Saat mengawali kampanye Pilpres bulan Juni 2014, presiden Jokowi telah
berjanji akan memberikan perhatian khusus terhadap Papua karena Papua
penting bagi Indonesia. Tahun 2015, grasi diberikan bagi narapidana politik,
namun kebebasan berkumpul dan berekspresi terus direpresi. Pada april
2016, presiden Jokowi melalui menkopolhukam menegaskan bahwa
pembangunan di Papua akan dilakukan secara holistik dan penyelesaian
masalah HAM adalah salah satu bagian dari pembangunan holistik. Pada mei
2016 membentuk Tim Terpadu Penyelesaian pelanggaran HAM di Papua
bahkan berjanji akan menyelesaikan kasus pelanggaran HAM diakhir tahun
2016. Juga berjanji bahwa kebijakan pembangunan di Papua akan
memperhatikan konteks lokal melalui pendekatan pada 7 wilayah adat seperti
pembangunan masa pemerintahan Belanda. Namun pada prakteknya
pembangunan berfokus pada infrastruktur. Persis seperti fokus pembangunan
di provinsi lainnya di Indonesia. Tidak ada konteks lokal. Tidak ada
pembangunan holistik dan kabar berita Tim Terpadu pun senyap.
Apakah dalam perjuangan hak asasi manusia kita tetap konsisten ataukah
telah ikut tergiring ke ruang politik itu, menjadikanya sebatas konsumsi
pemberitaan yang dengan mudah dapat dilupakan, semata untuk menjaga
eksistensi dan rekognisi, ataukah hanya intelektual exercise. Maka yang utama
adalah penting selalu ‘mencurigai’ diri sendiri agar tetap konsisten berada di
ruang yang benar-benar jujur dan adil tanpa memandang perbedaan simbol
apapun atau takut pada intervensi apapun. Dan, tentu saja presiden Jokowi
paling berwajib memenuhi janji dan tanggungjawabnya untuk memberikan
perlindungan, pemenuhan dan penegakan hak asasi manusia di Papua melalui
proses hukum yang transparan, professional dan imparsial.(AlDP).
Kasus Pembunuhan Mirna, Diracun Kopi Sianida Jessica
Wongso
Wayan Mirna Salihin, 27 tahun, meninggal dunia setelah meminum Kopi es
vietnam di Olivier Café, Grand Indonesia[1]. Saat kejadian, Mirna diketahui sedang
berkumpul bersama kedua temannya, Hani dan Jessica Kumala Wongso. Menurut
hasil otopsi pihak kepolisian, ditemukan pendarahan pada lambung Mirna
dikarenakan adanya zat yang bersifat korosif masuk dan merusak mukosa
lambung. Belakangan diketahui, zat korosif tersebut berasal dari asam sianida.
Sianida juga ditemukan oleh Puslabfor Polri di sampel kopi yang diminum oleh
Mirna. Berdasarkan hasil olah TKP dan pemeriksaan saksi, polisi menetapkan
Jessica Kumala Wongso sebagai tersangka. Jessica dijerat dengan pasal
340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
Korban
Wayan Mirna Salihin, 27 tahun, adalah anak dari seorang pengusaha. Ayahnya,
Edi Darmawan Salihin memiliki beberapa perusahaan, antara lain di bidang
pengiriman dokumen penting di Petojo, Jakarta Pusat, dan perusahaan yang
bergerak di bidang garmen di Cengkareng, Jakarta Barat. Mirna diketahui
memegang salah satu perusahaan milik ayahnya tersebut.
Mirna pernah bersekolah di Jubilee School di kawasan Sunter, Jakarta Utara. Ia
kemudian melanjutkan pendidikan di Billy Blue College of Design, dan Swinburne
University of Technology, keduanya berada di Australia. Setelah lulus, Mirna
bekerja di perusahaan yang bergerak di bidang desain, Misca Design dan Monette
Gifts & Favors.
Pada bulan November 2015, Mirna menikah dengan Arief Soemarko
di Bali, Indonesia, setelah sebelumnya berpacaran selama 10 tahun. Mirna dan
Arief diketahui mulai berpacaran sejak berada di Australia. Saat itu, Mirna tinggal
di Sydney, sedangkan Arief di Melbourne.
Mirna juga diketahui memiliki saudara kembar yang bernama Sendy Salihin.
Kronologi
Terdapat beberapa kronologi berbeda dari kasus pembunuhan ini, dikarenakan
keterangan saksi yang sering berubah-ubah. Kronologi pertama adalah keterangan
dari teman berkumpul Mirna pada saat kejadian, Jessica, dan kronologi kedua
diungkapkan oleh teman Mirna lainnya yang juga berada di TKP, yaitu Hani,
kepada pihak kepolisian[2] </ref>.
Kronologi versi Jessica
Tiba di Grand Indonesia (pukul 14.00 WIB). Jessica janjian bertemu dengan
tiga temannya, Mirna, Hani, dan Vera, di Kafe Olivier pada pukul 17.00.
Pesan tempat. Begitu tiba, Jessica langsung memesan meja nomor 54. Kafe
Olivier merupakan pilihan Mirna.
Jalan-jalan. Jessica berkeliling mal dan membeli tiga bingkisan berisi sabun
untuk oleh-oleh bagi ketiga temannya.
Kembali ke kafe (Sekitar pukul 16.00 WIB). Jessica memesan minuman setelah
bertanya dulu di grup perbicangan media sosial mereka.
Minuman datang. Minuman yang datang pertama adalah kopi es
Vietnam pesanan Mirna. Dua minuman lainnya, fashioned sazerac (Hani)
dan cocktail (Jessica) datang belakangan.
Sang teman tiba (pukul 16.40). Mirna dan Hani datang. Vera tak terlihat. Posisi
duduk: Mirna (tengah), Jessica (kiri), dan Hani (kanan)
Mirna meminum kopi Mirna merasa bau kopinya aneh dan meminta kedua
temannya ikut mencium. “Baunya aneh,” kata Jessica. Belakangan diketahui
bahwa kopi yang diminum oleh Mirna memiliki warna seperti kunyit.
Mirna meminta air putih. Jessica meminta air kepada pelayan. Ia ditanya balik
pilihan minumannya.
Mirna sekarat. Ketika ia kembali, tubuh Mirna sudah kaku, mulutnya
mengeluarkan busa, kejang-kejang, dengan mata setengah tertutup.
Panik. Jessica dan Hani panik sembari mengoyangkan tubuh Mirna. Mereka
berteriak memanggil pelayan kafe.
Dibawa ke klinik dan rumah sakit Mirna dibawa menggunakan kursi roda ke
klinik, kemudian dibawa dengan mobil suaminya, Arief Soemarko, ke Rumah
Sakit Abdi Waluyo. Dokter klinik mal Grand Indonesia, Joshua, mengatakan
denyut nadi Wayan Mirna Salihin sebelum wafat adalah 80 kali per menit.
Sementara pernapasannya 16 kali per menit. Pada saat dibawa ke klinik, Mirna
diketahui pingsan. Selama lima menit Joshua mengaku hanya melakukan
pemeriksaan dan tidak menemukan masalah pada pernapasan dan denyut nadi.
Dirinya hanya memberi alat bantu pernapasan. Kemudian atas kemauan suami,
Mirna kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Abdi Waluyo.
Kronologi versi Hani kepada Polisi
Tersangka
Setelah hampir satu bulan sejak kematian Wayan Mirna Salihin, polisi akhirnya
mengumumkan pelaku pembunuhan berencana ini. Jessica Kumala
Wongso ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 29 Januari 2016 pukul 23:00
WIB[4]. Jessica yang diketahui sebagai teman Mirna yang juga memesankan
minuman, ditangkap keesokan harinya di HotelNeo Mangga Dua Square, Jakarta
Utara, pada tanggal 30 Januari 2016 pukul 07:45 WIB. Setelah menjalani
pemeriksaan selama 13 jam sebagai tersangka, Jessica pun ditahan oleh pihak
kepolisian.
Kontroversi
Banyak kontroversi yang beredar terkait pembunuhan berencana yang
mengakibatkan Wayan Mirna Salihin meninggal karena diracun saat meminum
kopi es ala Vietnam. Salah satu kontroversi yang paling diperdebatkan adalah tidak
terdapat rekaman yang secara otentik menunjukkan bahwa Jessica benar-benar
menuangkan sianida ke dalam es kopi yang diminum Mirna, tetapi terdapat
beberapa menit rekaman di mana Jessica menaruh tas belanja di samping kopi
yang diminum Mirna sedemikian rupa sehingga es kopi tersebut tertutup dan tidak
dapat ditangkap oleh kamera CCTV.
Beberapa kontorversi lainnya yang muncul:
J
jessica Kumala Wongso menjalani sidang perdana di PN Jakarta Pusat, Rabu
(15/6).
Jessica Wongso dipenjara di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur. Jessica
Wongso divonis penjara 20 tahun sejak 27 Oktober 2016.
Otto pun meyakini bahwa Jessica tidak bersalah dalam kasus pembunuhan
berencana terhadap temannya Wayan Mirna Salihin.
Gangguan emosi yang dialami Jessica bukan cuma karena hubungannya yang
retak dengan Patrick O'Connor. Jessica disebut hakim pernah kecewa saat
atasannya Kristie Louise Charter menolak mencarikan tempat tinggal saat
Jessica di Australia.
Rasa kecewa makin menumpuk saat dirinya tidak diundang ke pernikahan
Mirna dengan Arief Soemarko di Bali pada tanggal 28 November
2015. Kedatangan terdakwa Jessica ke Jakarta bukan dalam rangka liburan tapi
membawa beberapa masalah pribadi yang mencekam karena hubungan dengan
pacarnya Patrick retak. Hubungan dengan atasan Kristie retak. Tiba-tiba timbul
niat Jessica datang ke Indonesia uuntuk menjalani hubungan komunikasi
dengan Mirna yang setelah lama retak," imbuh hakim.
Setelah aktif mencoba menghubungi Mirna, Jessica akhirnya bertemu pada 8
Desember 2015 di sebuah restoran di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Saat itu
Mirna yang ditemani Arief menraktir Jessica makan dan minum kopi.
"Pertemuan jamuan makan malam membuat pikiran terdakwa Jessica tersayat-
sayat, iri hati melihat kebahagiaan pernikahan Mirna dengan Arief. Sedangkan
terdakwa datang ke Jakarta dengan masalah," tegas hakim Binsar.
Kekesalan Jessica juga bertambah saat Arief mempertanyakan maksud Jessica
datang ke Jakarta. "Ngapain datang ke Jakarta?" tanya Arief sebagaimana
dikutip Hakim Binsar. Saat itu Jessica menyebut sedang berlibur dan mencari
kerja.
Setelah pertemuan ini, Jessica menurut majelis hakim mencoba mengajak
bertemu dengan Mirna. Pertemuan akhirnya dilakukan di kafe Olivier, Grand
Indonesia, Jakarta pada 6 Januari 2016. Saat itu Mirna tewas karena meminum
es kopi vietnam yang diyakini berisi sianida
Agar tidak terjadi kasus pembunuhan mirna ialah jangan pernah melupakan
teman kita sendiri apalagi acara itu penting baiknya mereka menggundang
tersangka agar dia tidak merasa sakit hati.