Anda di halaman 1dari 12

Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM di Papua : Antara Hukum dan Politik

(Refleksi AlDP Pada Peringatan Hari Hak Asasi Manusia 10 Desember 2017)

Pelanggaran HAM menjadi isu yang paling menarik di Papua. Tidak saja
dalam dimensi hukum tetapi juga karena alasan politik dan ekonomi.
Perjuangan untuk keadilan dan kebenaran kadang bersinggunga dengan
upaya untuk membangun eksistensi, rekognisi juga untuk menancamkan
kedaulatan atas tanah yang kaya ini.

Di Papua, stigma selalu menjadi pemicu terjadinya Pelanggaran HAM di


bidang hak sipil dan politik. Terjadi diskriminasi terhadap kebebasan
berkumpul dan berekspresi. Perbedaan persepsi menimbulkan kecurigaan
dan intimidasi. Aspirasi dan kritik selalu dipandang negatif sehingga menjadi
‘tabungan’ kejahatan atas nama kewenangan. Ketidakadilan hukum ini
menyebabkan negara menjadi satu-satunya sumber kebenaran dan aturan
menjadi alat kekuasaan.

Pelanggaran terhadap hak ekonomi, sosial dan budaya juga terjadi seperti
land grabbing, eksploitasi sumber daya alam hingga gagalnya program
kemitraan di area investor. Meski kualitas pelayanan kesehatan dan
pendidikan buruk namun terjadi saling lempar tanggungjawab. Kebijakan
‘pemerataan ekonomi’ melalui berbagai bantuan langsung telah mengubah
pola pangan dan pola hidup masyarakat secara signifikan. Tingginya kasus
kriminal bukanlah kejahatan yang berdiri sendiri karena lebih banyak
dipengaruhi oleh persoalan struktural akibat ketidakadilan sosial dan tidak
terjadinya poses hukum yang professional dari kasus-kasus kejahatan
sebelumnya. Menggangu relasi sosial dan budaya diantara masyarakat sipil
sebab berpotensi konflik horizontal.

Saat mengawali kampanye Pilpres bulan Juni 2014, presiden Jokowi telah
berjanji akan memberikan perhatian khusus terhadap Papua karena Papua
penting bagi Indonesia. Tahun 2015, grasi diberikan bagi narapidana politik,
namun kebebasan berkumpul dan berekspresi terus direpresi. Pada april
2016, presiden Jokowi melalui menkopolhukam menegaskan bahwa
pembangunan di Papua akan dilakukan secara holistik dan penyelesaian
masalah HAM adalah salah satu bagian dari pembangunan holistik. Pada mei
2016 membentuk Tim Terpadu Penyelesaian pelanggaran HAM di Papua
bahkan berjanji akan menyelesaikan kasus pelanggaran HAM diakhir tahun
2016. Juga berjanji bahwa kebijakan pembangunan di Papua akan
memperhatikan konteks lokal melalui pendekatan pada 7 wilayah adat seperti
pembangunan masa pemerintahan Belanda. Namun pada prakteknya
pembangunan berfokus pada infrastruktur. Persis seperti fokus pembangunan
di provinsi lainnya di Indonesia. Tidak ada konteks lokal. Tidak ada
pembangunan holistik dan kabar berita Tim Terpadu pun senyap.

Jelas bahwa Presiden Jokowi secara konsisten menjauhkan dirinya dari


komitmen untuk menyelesaikan permasalahan hak asasi manusia di Papua.
Pemerintah khawatir jika upaya penyelesaian pelanggaran HAM di Papua
justru menjustifikasi telah terjadinya kejahatan kemanusiaan di Papua. Lalu
dijadikan ‘amunisi’ oleh kelompok-kelompok yang dikategorikan
berseberangan dengan pemerintah, terutama kelompok pro Papua merdeka.
Olehnya itu penyelesaian kasus pelanggaran HAM hanya untuk komoditi
politik. Menahan laju eksternalisasi isu Papua di Pasifik dan belahan dunia
lainnya bukan untuk keadilan korban.

Buktinya kasus Paniai tahun 2014 yang terjadi di semester pertama


pemerintahannya tidak bergerak maju dari penyelidikan ke penyidikan. Kasus
Wasior 2001 dan Wamena 2003 meski sudah di depan istana, masih berusaha
di’kabur’kan. Aturan dipakai untuk melindungi aparat dengan argumentasi
tindakan yang dilakukan telah sesuai prosedur alias tindakan yang dilakukan
terhadap korban sudah tepat(pantas?), atau setidaknya kesalahan dijatuhkan
pada ‘oknum’. Tanpa pertanggungjawaban negara, tanpa proses hukum atau
sedapat mungkin dilakukan penyelesaian secara adat. Sejumlah kasus dugaan
pelanggaran HAM digiring ke arah kriminal. Opini publik dibentuk dan
bergerak cepat mendahului (menghentikan) proses penyelidikan yang pro
justisia. Opini dibentuk mulai di tingkat lokal hingga internasional. Bahkan
ada juga instrument masyarakat sipil yang ikut menjalankan agenda tersebut.

Sungguh sangat tidak mungkin kasus pelanggaran HAM dapat diselesaikan


jika masih ada pihak-pihak yang ingin menyimpan bagian-bagian tertentu dari
kasus tersebut. Seperti peristiwa ‘drama penyanderaan” di Tembagapura
pada November 2017. Siapa yang memobilisasi pendulang-pendulang itu?,
darimana dan kemana para pendulang itu datang dan pergi?, mengapa dan
untuk apa penduduk asli itu dievakuasi?, siapa sebenarnya yang disebut
sebagai KKB?. Dimana Polisi, TNI, manajemen PT Freeport dan pemerintah
dalam pusaran konflik itu?. Seperti apa saja relasi yang terjadi diantara
mereka?. Apakah selama ini sudah pernah ada pelaku aksi kekerasan di
sekitar areal penambangan PT Freeport yang ditangkap?. Bagian apa saja yang
masih disimpan di kasus Wasior 2001, Wamena 2003, Paniai 2014 dan kasus-
kasus lainnya?. Masih banyak pertanyaan berarti masih banyak yang
disembunyikan.

Apakah dalam perjuangan hak asasi manusia kita tetap konsisten ataukah
telah ikut tergiring ke ruang politik itu, menjadikanya sebatas konsumsi
pemberitaan yang dengan mudah dapat dilupakan, semata untuk menjaga
eksistensi dan rekognisi, ataukah hanya intelektual exercise. Maka yang utama
adalah penting selalu ‘mencurigai’ diri sendiri agar tetap konsisten berada di
ruang yang benar-benar jujur dan adil tanpa memandang perbedaan simbol
apapun atau takut pada intervensi apapun. Dan, tentu saja presiden Jokowi
paling berwajib memenuhi janji dan tanggungjawabnya untuk memberikan
perlindungan, pemenuhan dan penegakan hak asasi manusia di Papua melalui
proses hukum yang transparan, professional dan imparsial.(AlDP).
Kasus Pembunuhan Mirna, Diracun Kopi Sianida Jessica
Wongso
Wayan Mirna Salihin, 27 tahun, meninggal dunia setelah meminum Kopi es
vietnam di Olivier Café, Grand Indonesia[1]. Saat kejadian, Mirna diketahui sedang
berkumpul bersama kedua temannya, Hani dan Jessica Kumala Wongso. Menurut
hasil otopsi pihak kepolisian, ditemukan pendarahan pada lambung Mirna
dikarenakan adanya zat yang bersifat korosif masuk dan merusak mukosa
lambung. Belakangan diketahui, zat korosif tersebut berasal dari asam sianida.
Sianida juga ditemukan oleh Puslabfor Polri di sampel kopi yang diminum oleh
Mirna. Berdasarkan hasil olah TKP dan pemeriksaan saksi, polisi menetapkan
Jessica Kumala Wongso sebagai tersangka. Jessica dijerat dengan pasal
340 KUHP tentang pembunuhan berencana.

Korban
Wayan Mirna Salihin, 27 tahun, adalah anak dari seorang pengusaha. Ayahnya,
Edi Darmawan Salihin memiliki beberapa perusahaan, antara lain di bidang
pengiriman dokumen penting di Petojo, Jakarta Pusat, dan perusahaan yang
bergerak di bidang garmen di Cengkareng, Jakarta Barat. Mirna diketahui
memegang salah satu perusahaan milik ayahnya tersebut.
Mirna pernah bersekolah di Jubilee School di kawasan Sunter, Jakarta Utara. Ia
kemudian melanjutkan pendidikan di Billy Blue College of Design, dan Swinburne
University of Technology, keduanya berada di Australia. Setelah lulus, Mirna
bekerja di perusahaan yang bergerak di bidang desain, Misca Design dan Monette
Gifts & Favors.
Pada bulan November 2015, Mirna menikah dengan Arief Soemarko
di Bali, Indonesia, setelah sebelumnya berpacaran selama 10 tahun. Mirna dan
Arief diketahui mulai berpacaran sejak berada di Australia. Saat itu, Mirna tinggal
di Sydney, sedangkan Arief di Melbourne.
Mirna juga diketahui memiliki saudara kembar yang bernama Sendy Salihin.

Kronologi
Terdapat beberapa kronologi berbeda dari kasus pembunuhan ini, dikarenakan
keterangan saksi yang sering berubah-ubah. Kronologi pertama adalah keterangan
dari teman berkumpul Mirna pada saat kejadian, Jessica, dan kronologi kedua
diungkapkan oleh teman Mirna lainnya yang juga berada di TKP, yaitu Hani,
kepada pihak kepolisian[2] </ref>.
Kronologi versi Jessica

 Tiba di Grand Indonesia (pukul 14.00 WIB). Jessica janjian bertemu dengan
tiga temannya, Mirna, Hani, dan Vera, di Kafe Olivier pada pukul 17.00.
 Pesan tempat. Begitu tiba, Jessica langsung memesan meja nomor 54. Kafe
Olivier merupakan pilihan Mirna.
 Jalan-jalan. Jessica berkeliling mal dan membeli tiga bingkisan berisi sabun
untuk oleh-oleh bagi ketiga temannya.
 Kembali ke kafe (Sekitar pukul 16.00 WIB). Jessica memesan minuman setelah
bertanya dulu di grup perbicangan media sosial mereka.
 Minuman datang. Minuman yang datang pertama adalah kopi es
Vietnam pesanan Mirna. Dua minuman lainnya, fashioned sazerac (Hani)
dan cocktail (Jessica) datang belakangan.
 Sang teman tiba (pukul 16.40). Mirna dan Hani datang. Vera tak terlihat. Posisi
duduk: Mirna (tengah), Jessica (kiri), dan Hani (kanan)
 Mirna meminum kopi Mirna merasa bau kopinya aneh dan meminta kedua
temannya ikut mencium. “Baunya aneh,” kata Jessica. Belakangan diketahui
bahwa kopi yang diminum oleh Mirna memiliki warna seperti kunyit.
 Mirna meminta air putih. Jessica meminta air kepada pelayan. Ia ditanya balik
pilihan minumannya.
 Mirna sekarat. Ketika ia kembali, tubuh Mirna sudah kaku, mulutnya
mengeluarkan busa, kejang-kejang, dengan mata setengah tertutup.
 Panik. Jessica dan Hani panik sembari mengoyangkan tubuh Mirna. Mereka
berteriak memanggil pelayan kafe.
 Dibawa ke klinik dan rumah sakit Mirna dibawa menggunakan kursi roda ke
klinik, kemudian dibawa dengan mobil suaminya, Arief Soemarko, ke Rumah
Sakit Abdi Waluyo. Dokter klinik mal Grand Indonesia, Joshua, mengatakan
denyut nadi Wayan Mirna Salihin sebelum wafat adalah 80 kali per menit.
Sementara pernapasannya 16 kali per menit. Pada saat dibawa ke klinik, Mirna
diketahui pingsan. Selama lima menit Joshua mengaku hanya melakukan
pemeriksaan dan tidak menemukan masalah pada pernapasan dan denyut nadi.
Dirinya hanya memberi alat bantu pernapasan. Kemudian atas kemauan suami,
Mirna kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Abdi Waluyo.
Kronologi versi Hani kepada Polisi

 Tiba di kafe (pukul 16.00 WIB) Jessica tiba di kafe.


 Hani dan Mirna datang (pukul 16.40 WIB). Minuman sudah tersedia. Menurut
Hani, setelah meminum es kopi, Mirna mengatakan “It's awful, it's bad”.
“Minumannya ada apa-apanya kali,” kata Hani.
 Mirna sekarat Mirna merasa kepanasan dan mulutnya berbusa sehingga dibawa
ke klinik. Mirna meninggal di Rumah Sakit Abdi Waluyo.
Kronologi versi Edi Darmawan Salihin (Ayah Mirna)
Wawancara yang dilakukan oleh Karni Ilyas dalam acara Indonesia Lawyers
Club di tvOne, Edi Darmawan Salihin[3] mengungkapkan beberapa fakta terkait
kematian anaknya. Fakta tersebut ia peroleh salah satunya setelah melihat rekaman
CCTV yang berada di Olivier Café. Ia menjelaskan, bahwa apa yang di ucapkan
oleh Jessica Kumala Wongso di media-media itu bohong. Kebohongan tersebut
antara lain mengenai air mineral yang diakui Jessica dipesan olehnya, nyatanya
tidak tercantum dalam tagihan pesanan. Lalu penempatan goody bag yang diakui
Jessica ditaruh di atas meja setelah minuman datang, menurut Edi, nyatanya
goodybag ditaruh sebelum minuman pesanan diantarkan oleh pelayan. Edi pun
mengatakan, hanya Jessica yang tidak menangis saat keluarga dan teman-teman
Mirna berada di Rumah Sakit Abdi Waluyo.
Hasil Laboratorium Forensik
Hasil otopsi yang dilakukan terhadap jenazah Mirna, ditemukan adanya
pendarahan pada lambung dikarenakan adanya zat yang bersifat korosif masuk dan
merusak mukosa lambung. Belakangan diketahui, zat korosif tersebut berasal
dari Sianida.
Pusat Laboratorium Forensik Mabes Polri juga sudah mengeluarkan hasil
pemeriksaan sampel kopi yang diminum Wayan Mirna Salihin. Hasilnya, dari
sampel kopi itu ditemukan 15 gram racun sianida. Sebagai perbandingan, 90
miligram sianida bisa menyebabkan kematian pada orang dengan berat badan 60
kilogram. Sekitar 90 miligram, jika dalam bentuk cairan, dibutuhkan 3-4 tetes saja.
Sedangkan 15 gram, sekitar satu sendok teh.
Penyelidikan Kepolisian
Pada awal perkembangan kasus kematian Mirna, kepolisian sempat menemui jalan
buntu karena pihak keluarga Mirna tidak mengizinkan untuk
dilakukan otopsi terhadap jenazah Mirna. Namun, setelah dilakukan musyawarah
dan dijelaskan oleh pihak kepolisian, akhirnya pihak keluarga mengizinkan polisi
untuk melakukan otopsi. Dari hasil otopsi tersebut diketahui bahwa terdapat
pendarahan di lambung Mirna.
Berdasarkan penemuan tersebut, polisi berkeyakinan bahwa kematian Mirna tidak
wajar. Polisi kemudian melakukan prarekonstruksi di Olivier Café pada tanggal 11
Januari 2016 dengan menghadirkan dua orang teman Mirna yakni Hani dan
Jessica. Polisi juga meminta keterangan dari pegawai Olivier Café.
Polisi pun mengembangkan penyelidikan dengan memanggil beberapa saksi
termasuk pihak keluarga Mirna yang diwakili oleh ayahnya, juga dua orang teman
Mirna yakni Hani dan Jessica. Jessica sendiri diperiksa oleh pihak kepolisian
sebanyak 5 kali. Jessica tidak hanya dimintai keterangan, tetapi polisi juga
menggeledah rumahnya pada tanggal 10 Januari 2016. Polisi diketahui mencari
celana yang dipakai oleh Jessica pada saat kejadian. Namun hingga kini, celana
tersebut belum ditemukan.
Tidak hanya memeriksa para saksi, polisi pun meminta keterangan dari para ahli
diantaranya ahli IT, hipnoterapi, psikolog, dan psikiater untuk menguatkan bukti
dugaan terhadap pelaku.
Kepolisian RI juga meminta bantuan kepada Kepolisian Federal Australia untuk
mendalami latar belakang Jessica selama berada di Australia.

Tersangka
Setelah hampir satu bulan sejak kematian Wayan Mirna Salihin, polisi akhirnya
mengumumkan pelaku pembunuhan berencana ini. Jessica Kumala
Wongso ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 29 Januari 2016 pukul 23:00
WIB[4]. Jessica yang diketahui sebagai teman Mirna yang juga memesankan
minuman, ditangkap keesokan harinya di HotelNeo Mangga Dua Square, Jakarta
Utara, pada tanggal 30 Januari 2016 pukul 07:45 WIB. Setelah menjalani
pemeriksaan selama 13 jam sebagai tersangka, Jessica pun ditahan oleh pihak
kepolisian.

Kontroversi
Banyak kontroversi yang beredar terkait pembunuhan berencana yang
mengakibatkan Wayan Mirna Salihin meninggal karena diracun saat meminum
kopi es ala Vietnam. Salah satu kontroversi yang paling diperdebatkan adalah tidak
terdapat rekaman yang secara otentik menunjukkan bahwa Jessica benar-benar
menuangkan sianida ke dalam es kopi yang diminum Mirna, tetapi terdapat
beberapa menit rekaman di mana Jessica menaruh tas belanja di samping kopi
yang diminum Mirna sedemikian rupa sehingga es kopi tersebut tertutup dan tidak
dapat ditangkap oleh kamera CCTV.
Beberapa kontorversi lainnya yang muncul:

 Beredar kutipan pembicaraan WhatsApp antara Jessica, Mirna, Hani, dan


seorang temannya bernama Vera tertanggal 1 Januari 2016. Dalam kutipan
pembicaraan tersebut, Jessica sempat bertanya perihal dokter umum yang
melakukan praktik di Grand Indonesia.
 Netizen dihebohkan dengan beredarnya foto dua orang wanita yang diduga
sebagai Jessica dan Mirna berada di sebuah kamar. Sebelumnya juga beredar
kabar bahwa Jessica merupakan penyuka sesama jenis atau lesbian. Jessica
membantah hal tersebut.
 Ayah Mirna, Edi Darmawan Salihin menjelaskan bahwa dirinya sempat
membaca pesan-pesan di aplikasi WhatsApp di ponsel milik anaknya sesaat
setelah anaknya meninggal. Edi menyebutkan, bahwa ada salah satu
percakapan antara Jessica dan Mirna yang menyebutkan bahwa Jessica
menginginkan untuk dicium oleh Mirna[5].
Persidangan
Setelah melewati beberapa kali persidangan, Jessica Kumala Wongso pada
akhirnya dituntut 20 tahun penjara atas tindak pidana pembunuhan yang diatur
dalam Pasal 340 KUHP.[6] Dalam tuntutannya, jaksa menyebutkan bahwas Jessica
diyakini terbukti bersalah meracuni Mirna dengan menaruh racun sianida dengan
kadar 5 gram.[6] Jessica disebut menutupi aksinya dengan cara meletakkan 3
kantong kertas di meja nomor 54.[6]
Pada 27 Oktober 2016, Jessica Kumala Wongso dijatuhi vonis pidana penjara
selama 20 tahun[7].
Referensi

1. ^ Meninggal Setelah Ngopi, Ini Hasil Otopsi Mirna Tempo.co, tanggal 10


Januari 2016. Diakses tanggal 3 Februari 2016.
2. ^ "Tersangka Kasus Mirna, Kronologi Versi Jessica dan Polisi". Tempo.co.
2016-01-30. Diakses tanggal 2016-02-03.
3. ^ divertal. "Ayah Mirna: Kalau Amir Bersaksi, Saya Kasih Mobil Ferrari! |
News | Arah.Com". arah.com. Diakses tanggal 2016-10-24.
4. ^ Jessica Wongso Resmi Jadi Tersangka Kematian Mirna Tempo.co, tanggal
30 Januari 2016. Diakses tanggal 3 Februari 2016.
5. ^ WhatsApp Jessica: Mir, Mau Dong Dicium Sama Elo Tempo.co, tanggal 3
Februari 2016. Diakses tanggal 3 Februari 2016.
6. ^ a b c "Jessica Wongso Dituntut 20 Tahun, Protes Keluarga Mirna dan
Sorotan Australia". detiknews. Diakses tanggal 2016-10-08.
7. ^ "Kasus Pembunuhan Berencana, Jessica Divonis 20 Tahun". CNN
Indonesia. Diakses tanggal 2016-10-27.
Narapidana kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin atau Mirna, Jessica
Kumala Wongso atau Jessica Wongso, tengah menyiapkan peninjauan
kembali atau PK. PK akan diajukan ke Mahkamah Agung.
Kuasa Hukum Otto Hasibuan masih yakin Jessica Wongso tak bersalah.
Sebelumnya kasasi Jessica Wongso ditolak.
"Sebenarnya hak untuk mengajukan PK (Peninjauan Kembali) itu kan masih
bisa ya. Ini sedang kami mau rundingkan lah. Nanti kami bicarakan dengan
Jessica," kata Otto di Hotel JS Luwansa, di Jalan Rasuna Sahid, Jakart

J
jessica Kumala Wongso menjalani sidang perdana di PN Jakarta Pusat, Rabu
(15/6).
Jessica Wongso dipenjara di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur. Jessica
Wongso divonis penjara 20 tahun sejak 27 Oktober 2016.
Otto pun meyakini bahwa Jessica tidak bersalah dalam kasus pembunuhan
berencana terhadap temannya Wayan Mirna Salihin.

Jessica Kumala Wongso,


terdakwa dalam kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin menghadiri sidang di
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Kamis (1/9) [Antara/Widodo S. Jusuf].
"Saya meyakini dia (Jessica) tidak bersalah sebenarnya. Keyakinan ini kan
perlu saya buktikan di pengadilan bukan hanya bicara saja kan," tutup Otto
Menurut Otto, pihaknya masih menunggu keluarga Jessica. Dimana,
kebetulan orang tuanya lagi di luar negeri.
"Kami belum komunikasi lagi," kata Otto.
Mirna tewas 6 Januari 2016 di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta. Mirna
tewas setelah seruput es kopi vietnam yang dipesan Jessica Wongso. Mirna
keracunan zat sianida.

Pra rekonstruksi kasus


Wayan Mirna Salihin (27) di kafe Olivier, Grand Indonesia [suara.com/Kurniawan
Mas'ud]
Kasus itu bergulir di pengadilan. Jessica Wongso pun divonis 20 tahun
penjara oleh Majelis PN Jakpus pada Kamis, 27 Oktober 2016. Jessica
dinyatakan bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Wayan
Mirna Salihin dengan menggunakan racun sianida. Mirna meregang nyawa
usai meminum es kopi Vietnam yang dicampur racun.
Namun Jessica Wongso menyatakan banding. Namun Pengadilan Tinggi DKI
Jakarta menolaknya, malah memperkuat putusan yang telah dijatuhkan oleh
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dalam putusan tersebut, kata dia Majelus Hakim PT DKI juga meminta agar
Jessica tetap ditahan di Rumah Tahanan Pondok Bambu, Jakarta Timur.
 Kasus ini termasuk kasus berat yang ada di Indonesia

 Faktor penyebab terjadinya kasus pembunuhan mirna

Gangguan emosi yang dialami Jessica bukan cuma karena hubungannya yang
retak dengan Patrick O'Connor. Jessica disebut hakim pernah kecewa saat
atasannya Kristie Louise Charter menolak mencarikan tempat tinggal saat
Jessica di Australia.
Rasa kecewa makin menumpuk saat dirinya tidak diundang ke pernikahan
Mirna dengan Arief Soemarko di Bali pada tanggal 28 November
2015. Kedatangan terdakwa Jessica ke Jakarta bukan dalam rangka liburan tapi
membawa beberapa masalah pribadi yang mencekam karena hubungan dengan
pacarnya Patrick retak. Hubungan dengan atasan Kristie retak. Tiba-tiba timbul
niat Jessica datang ke Indonesia uuntuk menjalani hubungan komunikasi
dengan Mirna yang setelah lama retak," imbuh hakim.
Setelah aktif mencoba menghubungi Mirna, Jessica akhirnya bertemu pada 8
Desember 2015 di sebuah restoran di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Saat itu
Mirna yang ditemani Arief menraktir Jessica makan dan minum kopi.
"Pertemuan jamuan makan malam membuat pikiran terdakwa Jessica tersayat-
sayat, iri hati melihat kebahagiaan pernikahan Mirna dengan Arief. Sedangkan
terdakwa datang ke Jakarta dengan masalah," tegas hakim Binsar.
Kekesalan Jessica juga bertambah saat Arief mempertanyakan maksud Jessica
datang ke Jakarta. "Ngapain datang ke Jakarta?" tanya Arief sebagaimana
dikutip Hakim Binsar. Saat itu Jessica menyebut sedang berlibur dan mencari
kerja.
Setelah pertemuan ini, Jessica menurut majelis hakim mencoba mengajak
bertemu dengan Mirna. Pertemuan akhirnya dilakukan di kafe Olivier, Grand
Indonesia, Jakarta pada 6 Januari 2016. Saat itu Mirna tewas karena meminum
es kopi vietnam yang diyakini berisi sianida

 Upaya penanggulangan kasus pembunuhan mirna

Agar tidak terjadi kasus pembunuhan mirna ialah jangan pernah melupakan
teman kita sendiri apalagi acara itu penting baiknya mereka menggundang
tersangka agar dia tidak merasa sakit hati.

Anda mungkin juga menyukai