Anda di halaman 1dari 7

TINJAUAN PUSTAKA

MANIFESTASI ORAL DAN PENATALAKSANAAN


PADA PENDERITA SINDROM STEVENS-JOHNSON
Sri Ramayanti

Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Andalas


email : ii_84@yahoo.com

Abstrak
Sindrom Stevens-Johnson adalah bentuk penyakit mukokutan dengan
tanda dan gejala sistemik yang parah berupa lesi target dengan bentuk yang tidak
teratur, disertai macula, vesikel, bula, dan purpura yang tersebar luas terutama
pada rangka tubuh. Sindrom Stevens-Johnson mempunyai tiga gelaja yang khas
yaitu kelainan pada mata berupa konjungtivitis, kelainan pada genital berupa
balanitis dan vulvovaginitis, serta kelainan oral berupa stomatitis. Diagnosis
sindrom Stevens-Johnson terutama berdasarkan atas anamnesis, pemeriksaan
klinis dan pemeriksaan penunjang perawatan pada penderita sindrom Stevens-
Johnson lebih ditekankan pada perawatan simtomatik dan suportif karena
etiologinya belum diketahui secara pasti.
Kata Kunci : Sindrom Stevens-Johnson, manifestasi oral, manajemen perawatan

Abstract
Stevens-Johnson Syndrome is a mucocutaneous disease with severe signs
and symptoms of systemic form of the target lesion with an irregular shape, with
the macula, vesicles, bullae, and widespread purpura, especially in the framework
of the body. Stevens-Johnson syndrome have a typical three gelaja disorders of
the eye such as conjunctivitis, genital abnormalities in the form of balanitis and
vulvovaginitis, as well as oral abnormalities such as stomatitis. Stevens-Johnson
syndrome diagnosis is mainly based on history, clinical examination and
investigations treatment in patients with Stevens-Johnson syndrome were focused
on symptomatic and supportive care because its etiology is not known with
certainty.
Key word : Stevens-Johnson syndrome, oral manifestation, treatment management

91
Majalah Kedokteran Andalas No.2. Vol.35. Juli-Desember 2011 92

PENDAHULUAN banyak terjadi pada bagian anterior


Penyakit kulit seringkali mulut termasuk bibir, bagian lain yang
mempunyai gejala klinis dalam mulut. sering terlibat adalah lidah, mukosa
Salah satunya adalah sindroma Stevens- pipi, palatum durum, palatum mole,
Johnson. Sindrom Stevens-Johnson bahkan dapat mencapai faring, saluran
pertama diketahui pada 1922 oleh dua pernafasan atas dan esofagus, namun
orang dokter, dr. Stevens dan dr. lesi jarang terjadi pada gusi. Lesi oral
Johnson, pada dua pasien anak laki-laki. yang hebat dapat menyebabkan pasien
Namun dokter tersebut tidak dapat tidak dapat makan dan menelan,
menentukan penyebabnya.(1) Sindrom sedangkan lesi pada saluran pernafasan
Stevens-Johnson adalah bentuk bagian atas dapat menyebabkan keluhan
penyakit mukokutan dengan tanda dan sulit bernafas.(3-5)
gejala sistemik yang parah berupa lesi Penyebab pasti dari Sindrom
target dengan bentuk yang tidak teratur, Stevens-Johnson saat ini belum
disertai macula, vesikel, bula, dan diketahui namun ditemukan beberapa
purpura yang tersebar luas terutama hal yang memicu timbulnya seperti
pada rangka tubuh, terjadi pengelupasan obat-obatan atau infeksi virus. Meka-
epidermis kurang lebih sebesar 10% nisme terjadinya sindroma adalah reaksi
dari area permukaan tubuh, serta hipersensitif terhadap zat yang memi-
melibatkan membran mukosa dari dua cunya. Sindrom Stevens-Johnson mun-
organ atau lebih.(2) Sindrom Stevens- cul biasanya tidak lama setelah obat
Johnson umumnya terjadi pada anak- disuntik atau diminum, dan besarnya
anak dan dewasa muda terutama pria. kerusakan yang ditimbulkan kadang
Tanda-tanda oral sindrom Stevens- tidak berhubungan langsung dengan
Johnson sama dengan eritema multi- dosis, namun sangat ditentukan oleh
forme, perbedaannnya yaitu melibatkan reaksi tubuh pasien.
kulit dan membran mukosa yang lebih
luas, disertai gejala-gejala umum yang ETIOLOGI
lebih parah, termasuk demam, malaise, Etiologi sindrom Stevens-
sakit kepala, batuk, nyeri dada, diare, Johnson bersifat multifaktorial, sedang-
muntah dan artralgia.(3,4) kan etiologi pasti belum diketahui.
Sindrom Stevens-Johnson Faktor yang diduga kuat sebagai
mempunyai tiga gelaja yang khas yaitu etiologinya adalah reaksi alergi obat
kelainan pada mata berupa konjung- secara sistemik, infeksi bakteri, virus,
tivitis, kelainan pada genital berupa jamur, protozoa, neoplasma, reaksi
balanitis dan vulvovaginitis, serta pascavaksinasi, terapi radiasi, alergi
kelainan oral berupa stomatitis. Lesi makanan, bahan-bahan kimia dan
oral didahului oleh makula dan papula penyakit kolagen.(3)
yang segera diikuti vesikel atau bula,
kemudian pecah karena trauma mekanik GEJALA KLINIS
menjadi erosi dan terjadi ekskoriasi Secara umum gejala klinis sin-
sehingga terbentuk ulkus yang ditutupi drom Stevens-Johnson didahului gejala
oleh jaringan nekrotik berwarna abu- prodromal yang tidak spesifik seperti
abu putih atau eksudat abu-abu kuning demam, malaise, batuk, sakit kepala,
menyerupai pseudomembran. Ulkus nyeri dada, diare, muntah dan artralgia.
nekrosis ini mudah mengalami Gejala prodromal ini dapat berlangsung
perdarahan dan menjadi krusta kehi- selama dua minggu dan bervariasi dari
taman. Lesi oral cenderung lebih ringan sampai berat. Pada keadaan
Sri Ramayanti, MANIFESTASI ORAL DAN PENATALAKSANAAN PADA 93
PENDERITA SINDROM STEVENS-JOHNSON

ringan kesadaran pasien baik, jukkan erupsi yang merata dengan


sedangkan keadaan yang berat gejala- krusta hemoragi pada garis tepi mata.
gejala menjadi lebih hebat, sehingga Penderita sindrom Stevens-Johnson
kesadaran pasien menurun bahkan yang parah, kelainan mata dapat
sampai koma.(3,4,6) berkembang menjadi konjungtivitis
purulen, photophobia, panophtalmitis,
Gejala Pada Kulit deformitas kelopak mata, uveitis
Lesi kulit pada sindrom Stevens- anterior, iritis, simblefaron, iridosiklitis
Johnson dapat timbul sebagai gejala serta sindrom mata kering, komplikasi
awal atau dapat juga terjadi setelah lainnya dapat juga mengenai kornea
gejala klinis dibagian tubuh lainnya. berupa sikatriks kornea, ulserasi kornea,
Lesi pada kulit umumnya bersifat dan kekeruhan kornea. Bila kelainan
asimetri dan ukuran lesi bervariasi dari mata ini tidak segera diatasi maka dapat
kecil sampai besar. Mula-mula lesi kulit menyebabkan kebutaan.(3,7)
berupa erupsi yang bersifat multiformis
yaitu eritema yang menyebar luas pada Gejala Pada Genital
rangka tubuh. Eritema ini menyebar Lesi pada genital dapat
luas secara cepat dan biasanya menyebabkan uretritis, balanitis dan
mencapai maksimal dalam waktu empat vulvovaginitis. Balanitis adalah
hari, bahkan seringkali hanya dalam inflamasi pada glans penis. Uretritis
hitungan jam. Pada kasus yang sedang, merupakan peradangan pada uretra
lesi timbul pada permukaan ekstensor dengan gejala klasik berupa secret
badan, dorsal tangan dan kaki, uretra, peradangan meatus, rasa
sedangkan pada kasus yang berat lesi terbakar, gatal, dan sering buang air
menyebar luas pada wajah, dada dan kecil. Vulvovaginitis adalah peradangan
seluruh permukaan tubuh.(7) pada vagina yang biasanya melibatkan
Eritema akan menjadi vesikel vulva dengan gejala-gejala berupa
dan bula yang kemudian pecah menjadi bertambahnya cairan vagina, iritasi
erosi, ekskoriasi, menjadi ulkus yang vulva, gatal, bau yang tidak sedap, rasa
ditutupi pseudomembran atau eksudat tidak nyaman, dan gangguan buang air
bening. Pseudomembran akan terlepas kecil. Sindrom Stevens-Johnson dapat
meninggalkan ulkus nekrosis, dan apa- pula menyerang anal berupa peradangan
bila terdapat perdarahan akan menjadi anal atau inflammed anal.
krusta yang umumnya berwarna coklat
gelap sampai kehitaman. Variasi lain MANIFESTASI ORAL
dari lesi kulit berupa purpura, urtikaria Lesi oral mempunyai karak-
dan edema. Selain itu adanya erupsi teristik yang lebih bervariasi daripada
kulit dapat juga menimbulkan rasa gatal lesi kulit, seluruh permukaan oral dapat
dan rasa terbakar. Terbentuknya pur- terlibat, namun lesi oral lebih cenderung
pura pada lesi kulit memberikan pro- banyak terjadi pada bibir, lidah,
gnosis yang buruk. palatum mole, palatum durum, mukosa
pipi sedangkan pada gusi relative jarang
Gejala Pada Mata terjadi lesi.(4,5)
Manifestasi pada mata terjadi
pada 70% pasien sindrom Stevens
Johnson. Kelainan yang sering terjadi
adalah konjungtivitis. Selain konjung-
tivitis kelopak mata seringkali menun-
Majalah Kedokteran Andalas No.2. Vol.35. Juli-Desember 2011 94

ekskoriasi dan ulkus. Erosi seringkali


ditutupi pseudomembran dan dikelilingi
daerah berwarna kemerahan. Ulkus
dapat meluas terutama terjadi pada
palatum durum (gambar 2). Pada
mukosa pipi terjadi juga pola
perkembangan lesi seperti lidah, vesikel
atau bula di mukosa pipi jarang
ditemukan utuh, hanya berupa erosi
atau ulkus yang ditutupi dengan
pseudomembran.(4,5)
Gambar 1. Krusta kehitaman pada
mukosa bibir

Lesi oral didahului oleh macula,


papula, segera diikuti oleh vesikel dan
bula. Ukuran vesikel maupun bula
bervariasi dan mudah pecah
dibandingkan lesi pada kulit. Vesikel
maupun bula terutama pada mukosa
bibir mudah pecah Karena gerakan
lidah dan friksi pada waktu mengunyah
dan bicara sehingga bentuk yang utuh
jarang ditemukan pada waktu Gambar 2. Ulserasi yang luas pada
pemeriksaan klinis intra oral. palatum
Vesikel maupun bula yang
mudah pecah selanjutnya menjadi erosi, Manifestasi oral sindrom
kemudian mengalami ekskoriasi dan Stevens-Johnson biasanya diikuti oleh
terbentuk ulkus. Ulkus ditutupi oleh pembesaran nodus limfatikus servikalis
jaringan nekrotik yang berwarna abu- disertai rasa nyeri yang hebat sekali dan
abu putih atau eksudat abu-abu kuning terjadi peningkatan aliran saliva.
menyerupai pseudomembran. Jaringan Penderita biasanya akan mengalami
nekrotik mudah mengelupas sehingga dehidrasi karena kekurangan cairan
meninggalkan suatu ulkus yang yang masuk ke dalam tubuh. Lesi oral
berbentuk tidak teratur dengan tepi dapat meluas ke faring, saluran
tidak jelas dan dasar tidak rata yang pernafasan bagian atas dan esophagus
berwarna kemerahan. Apabila terjadi sehingga penderita mengalami kesulitan
trauma mekanik dan mengalami bernafas. Edema pada faring dapat
perdarahan maka ulkus akan menjadi menyebar ke trakea, apabila keadaan
krusta berwarna coklat sampai bertambah berat dapat menyerang
kehitaman. Krusta kehitaman yang tebal bronkus dan bronkioli, sehingga dapat
dapat terlihat pada mukosa bibir dan menimbulkan bronkopneumonia serta
seringkali lesi pada mukosa bibir trakeobronkitis.(9)
meluas sampai tepi sebelah luar bibir
dan sudut mulut (gambar 1).(4,5,8) DIAGNOSIS DAN
Pada palatum mole maupun PENATALAKSANAAN SINDROM
palatum durum dapat terjadi lesi oral. STEVENS-JOHNSON
Lesi oral diawali oleh vesikel maupun Penegakan diagnosis sulit dila-
bula yang mudah pecah menjadi erosi, kukan karena seringkali terdapat
Sri Ramayanti, MANIFESTASI ORAL DAN PENATALAKSANAAN PADA 95
PENDERITA SINDROM STEVENS-JOHNSON

berbagai macam bentuk lesi yang spektrum luas, bersifat bakterisidal,


timbul bersamaan atau bertahap. dan tidak nefrotoksik. Antibiotik
Diagnosis sindrom Stevens-Johnson yang memenuhi syarat tersebut
terutama berdasarkan atas anamnesis, antara lain siprofloksasin dengan
pemeriksaan klinis dan pemeriksaan dosis 2 x 400mg intravena,
penunjang. Penatalaksanaan sindrom klindamisin dengan dosis 2 x
Stevens-Johnson didasarkan atas tingkat 600mg intravena dan gentamisin
keparahan penyakit yang secara umum dengan dosis 2 x 80 mg.(3,9)
meliputi: 4. Infuse dan Transfusi Darah
1. Rawat inap Hal yang perlu diperhatikan kepada
Rawat inap bertujuan agar dokter penderita adalah mengatur keseim-
dapat memantau dan mengontrol bangan cairan atau elektrolit tubuh,
setiap hari keadaan penderita.(3, 9, 10) karena penderita sukar atau tidak
2. Preparat Kortikosteroid dapat menelan makanan atau
Penggunaan preparat kortikosteroid minuman akibat adanya lesi oral
merupakan tindakan life saving. dan tenggorokan serta kesadaran
Kortikosteroid yang biasa diguna- penderita yang menurun. Infuse
kan berupa deksametason secara yang diberikan berupa glukosa 5%
intravena dengan dosis permulaan dan larutan Darrow. Apabila terapi
4-6 x 5mg sehari. Masa kritis yang telah diberikan dan penderita
biasanya dapat segera diatasi dalam belum menampakkan perbaikan
2-3 hari, dan apabila keadaan dalam waktu 2-3 hari, maka
umum membaik dan tidak timbul penderita dapat diberikan transfuse
lesi baru, sedangkan lesi lama darah sebanyak 300 cc selama 2
mengalami involusi, maka dosis hari berturut-turut, khususnya pada
segera diturunkan 5mg secara kasus yang disertai purpura yang
cepat setiap hari. Setelah dosis luas dan leucopenia.(3, 9)
mencapai 5mg sehari kemudian 5. KCl
diganti dengan tablet korti- Penderita yang menggunakan
kosteroid, misalnya prednisone, kortikosteroid umumnya menga-
yang diberikan dengan dosis 20 mg lami penurunan kalium atau
sehari, kemudian diturunkan hipokalemia, maka diberikan KCl
menjadi 10mg pada hari berikutnya dengan dosis 3 x 500 mg sehari
selanjutnya pemberian obat peroral.(3,9,10)
dihentikan. Lama pengobatan pre- 6. Adenocorticotropichormon
parat kortikosteroid kira-kira (ACTH)
berlangsung selama 10 hari.(9) Penderita perlu diberikan ACTH
3. Antibiotik untuk menghindari terjadinya
Penggunaan preparat kortikosteroid supresi korteks adrenal akibat
dengan dosis tinggi menyebabkan pemberian kortikosteroid. ACTH
imunitas penderita menurun, maka yang diberikan berupa ACTH sin-
antibiotic harus diberikan untuk tetik dengan dosis 1 mg.(6)
mencegah terjadinya infeksi 7. Agen Hemostatik
sekunder, misalnya bronco- Agen hemostatik terutama diberi-
pneneumonia yang dapat kan pada penderita disertai purpura
menyebabkan kematian. Antibiotik yang luas. Agen hemostatik yang
yang diberikan hendaknya yang sering digunakan adalah vitamin
jarang menyebabkan alergi, ber- K.(6)
Majalah Kedokteran Andalas No.2. Vol.35. Juli-Desember 2011 96

8. Diet Perawatan pada Mata


Diet rendah garam dan tinggi Perawatan pada mata
protein merupakan pola diet yang memerlukan kebersihan mata yang
dianjurkan kepada penderita. baik,kompres dengan larutan salin serta
Akibat penggunaan preparat lubrikasi mata dengan air mata artificial
kortikosteroid dalam jangka waktu dan ointment. Pada kasus yang
lama, penderita mengalami retensi kronis,suplemen air mata seringkali
natrium dan kehilangan protein, digunakan untuk mencegah terjadinya
dengan diet rendah garam dan corneal epithelial breakdown.
tinggi protein diharapkan kon- Antibiotik topikal dapat digunakan
sentrasi garam dan protein untuk menghindari terjadinya infeksi
penderita dapat kembali normal. sekunder. (7)
Penderita selain menjalani diet
rendah garam dan tinggi protein, Perawatan pada genital
dapat juga diberikan makanan yang Larutan salin dan petroleum
lunak atau cair, terutama pada berbentuk gel sering digunakan pada
penderita yang sukar menelan.(9) area genital penderita. Penderita
9. Vitamin sindrom Stevens-Johnson yang
Vitamin yang diberikan berupa seringkali mengalami gangguan buang
vitamin B kompleks dan vitamin C. air kecil akibat uretritis, balanitis, atau
Vitamin B kompleks diduga dapat vulvovaginitis, maka kateterisasi sangat
memperpendek durasi penyakit. diperlukan untuk memperlancar buang
Vitamin C diberikan dengan dosis air kecil.(11)
500 mg atau 1000 mg sehari dan
ditujukan terutama pada penderita Perawatan pada Oral
dengan kasus purpura yang luas Rasa nyeri yang disebabkan lesi
sehingga pemberian vitamin dapat oral dapat dihilangkan dengan
membantu mengurangi per- pemberian anastetik topical dalam
meabilitas kapiler.(9) bentuk larutan atau salep yang
mengandung lidokain 2%. Campuran
Perawatan pada Kulit 50% air dan hydrogen peroksida dapat
Lesi kulit tidak memerlukan digunakan untuk menyembuhkan
pengobatan spesifik, kebanyakan jaringan nekrosis pada mukosa pipi.
penderita merasa lebih nyaman jika lesi Antijamur dan antibiotik dapat
kulit diolesi dengan ointment berupa digunakan untuk mencegah superin-
vaselin, polisporin, basitrasin. Rasa feksi. Lesi pada mukosa bibir yang
nyeri seringkali timbul pada lesi kulit parah dapat diberikan perawatan berupa
dikarenakan lesi seringkali melekat kompres asam borat 3%. Lesi oral pada
pada tempat tidur. Lesi kulit yang bibir diobati dengan boraks-gliserin
erosive dapat diatasi dengan atau penggunaan triamsinolon asetonid.
memberikan sofratulle atau krim Triamsinolon asetonid merupakan
sulfadiazine perak, larutan salin 0,9% preparat kortikosteroid topical.
atau burow. Kompres dengan asam Kortikosteroid yang biasa digunakan
salisilat 0,1% dapat diberikan untuk pada lesi oral adalah bentuk pasta.
perawatan lesi pada kulit. Kerjasama Pemakaian pasta dianjurkan saat
antara dokter gigi dan dokter spesialis sebelum tidur karena lebih efektif.
ilmu penyakit kulit dan kelamin sangat Sebelum dioleskan, daerah sekitar lesi
diperlukan.(3,6,9,10) harus dibersihkan terlebih dahulu
Sri Ramayanti, MANIFESTASI ORAL DAN PENATALAKSANAAN PADA 97
PENDERITA SINDROM STEVENS-JOHNSON

kemudian dikeringkan menggunakan 4. R.P Langlais CSM. Colour Atlas of


spons steril untuk mencegah melarutnya Common Oral Diseases.
pasta oleh saliva. Apabila pasta larut Philadelpia: Lea & Febiger; 2003.
oleh saliva, obat tidak dapat bekerja
dengan optimum sehingga tidak akan 5. Pindborg JJ. Atlas Penyakit
diperoleh efek terapi yang Mukosa Mulut Edisi keempat.
diharapkan.(6,10) Jakarta: Bina Rupa Aksara; 1994.

KESIMPULAN 6. Siregar RS. Sindrom Stevens


Sindrom Stevens-Johnson Johnson. Saripati Penyakit Kulit
adalah penyakit mukokutan akut dengan 2nd edition. Jakarta: EGC; 2004. p.
tiga gejala yang khas, yaitu kelainan 141-2.
pada mata berupa konjungtivitis,
kelainan pada oral berupa stomatitis, 7. Foster CS. Stevens-Johnson
serta kelainan pada genital berupa Syndrome Treatment &
balanitis dan vulvovaginitis. Mani- Management. Available from:
festasi oral hampir sepenuhnya terjadi http://emedicine.medscape.com/arti
pada penderita Sindrom Stevens- cle/1197450-treatment.
Johnson. Pada seluruh permukaan oral
dapat terjadi lesi seperti mukosa bibir, 8. Laskaris G. Color Atlas of Oral
lidah, palatum mole, palatum durum, Disease. New York: Thieme
mukosa pipi sedangkan lesi jarang Medical Publisher; 1994.
terdapat pada gusi. Perawatan pada
penderita sindrom Stevens-Johnson 9. Hamzah M. Erupsi Obat Alergik.
lebih ditekankan pada perawatan In: Ilmu Penyakit Kulit dan
simtomatik dan suportif karena Kelamin. 5th edition. Jakarta:
etiologinya belum diketahui secara Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan
pasti. Kelamin Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Balai
KEPUSTAKAAN Penerbit Fakultas Kedokteran
1. Adithan C. Stevens-Johnson Universitas Indonesia; 2007.
Syndrome. In: Drug Alert.
JIPMER. 2006;2(1). India. 10. Perdoski. Standar Pelayanan Medik
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin.
2. V.K Sharma GGS. Adverse Jakarta: Perdoski; 2003.
cutaneous reaction to drugs; an
overview. J Postgard Med. 11. Landow RK. Kapita Selekta terapi
1996;42((1)). Dermatologik. Jakarta: CV EGC;
1983.
3. A Mansjoer S, Wardhani WI,
Setiowulan W. Erupsi Alergi Obat..
Kapita Selekta Kedokteran Edisi
ketiga Jilid 2. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Media Aesculapius; 2000.

Anda mungkin juga menyukai