Anda di halaman 1dari 128

Daftar Isi

Daftar Isi .................................................................................................................. ii


Penjelasan tentang Panduan ............................................................................... iv
BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Apa Itu NGABASO? ..................................................................................... 2
1.2 Mengapa NGABASO? ................................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................. 5
1.4 Sasaran ........................................................................................................... 5
BAB II: PEDOMAN PELAKSANAAN
2.1 Dasar Hukum ............................................................................................... 8
2.2 Prinsip Pelaksanaan .................................................................................... 8
2.3 Persyaratan Minimal .................................................................................. 9
2.4 Langkah-langkah Pelaksanaan ..................................................................... 11
2.5 Anjuran dan Larangan dalam Pelaksanaan ................................................. 11
2.6 Target Capaian dan Indikator Program ....................................................... 11
BAB III: DASAR DATA DAN TEORI
3.1 Kondisi Infrastruktur Lalu Lintas di Jawa Barat ............................................ 16
3.2 Kerawanan Lalu Lintas dan Pemenuhan Hak Anak di Jawa Barat ......... 19
3.3 Potensi Dampak Program ........................................................................... 23
BAB IV: LANGKAH IMPLEMENTASI 1: PEMILIHAN LOKASI DAN
PENGORGANISASIAN
4.1 Identifikasi Calon Sekolah Adopter ............................................................. 32
4.2 Pengembangan Jejaring Kerja ....................................................................... 33
4.3 Pengorganisasian .......................................................................................... 35
BAB V: LANGKAH IMPLEMENTASI 2: PEMETAAN PARTISIPATIF
5.1 Pemetaan di Tingkat Kab/Kota: Partisipasi Multi Pihak ............................ 39
5.2 Pemetaan di Tingkat Sekolah: Kerawanan lalu lintas sekitar sekolah 43
5.3 Tindak Lanjut Pemetaan .............................................................................. 49
BAB VI: LANGKAH IMPLEMENTASI 3: SOSIALISASI DAN EDUKASI
6.1 Sosialisasi Hasil Pemetaan Partisipatif ...................................................... 55
6.2 Penyusunan Rencana Sosialisasi dan Edukasi ........................................ 57
6.3. Edukasi Keselamatan Lalu Lintas pada Anak ............................................. 62
6.4 Peningkatan Kapasitas Relawan ................................................................ 66
BAB VII: LANGKAH IMPLEMENTASI 4: PELAKSANAAN
7.1 Memulai Kegiatan .......................................................................................... 69
7.2 Memaksimalkan pemenuhan hak anak selama perjalanan ke/dari
sekolah .................................................................................................................. 71
7.3 Pembiasaan ................................................................................................... 74
7.4 Pengayaan ...................................................................................................... 75
7.5 Kendala dan solusi: mengatasi masalah secara partisipatif ...................... 77

ii
BAB VIII: MODIFIKASI PROGRAM
8.1 Modifikasi Program untuk Anak Berkebutuhan Khusus .................... 82
8.2 Modifikasi Program untuk Anak Remaja ............................................. 85
BAB IX: LANGKAH IMPLEMENTASI 5: MONEV DAN PUBLIKASI
9.1 Langkah-langkah Monev ........................................................................... 89
9.2 Data, Metode dan Instrumen Monev ................................................... 91
9.3 Platform publikasi ...................................................................................... 92
BAB X: LANGKAH IMPLEMENTASI 6: KEBERLANJUTAN DAN ESKALASI
PROGRAM
10.1 Keberlanjutan di Tingkat Sekolah: Integrasi dalam Pembelajaran 93
10.2 Eskalasi di Tingkat Sekolah: Pengembangan Rute Aman Selamat
ke/dari Sekolah ............................................................................................... 94
10.3 Eskalasi di Tingkat Kab/Kota: Sekolah Mentor dan Penambahan
Sekolah Adopter ............................................................................................. 99
LAMPIRAN ............................................................................................................. 101

iii
Penjelasan tentang Panduan
Untuk siapa panduan ini?
Buku ini memberikan panduan pelaksanaan untuk dua tingkatan
implementasi, yaitu:
1. Pemerintah kabupaten/kota
melalui dinas Perlindungan Anak Kab/Kota, bekerja sama dengan Dinas
Pendidikan dan instansi-instansi terkait lainnya
2. Masyarakat (utamanya sekolah)
sekolah, PATBM serta unit kemasyarakatan lain juga dapat menggunakan
panduan ini untuk menyelenggarakan program NGABASO secara man-
diri

Bagaimana cara menggunakan panduan ini?


Panduan ini terdiri dari dua bagian, yaitu:
1. Pengantar Program, dan
2. Langkah Implementasi.

Silakan baca bagian ini


untuk dasar dan koridor
program termasuk dasar
hukum, prinsip dan etika
penyelenggaraan

Silakan baca bagian ini un-


tuk cara/panduan melak-
sanakan setiap tahapan
program

iv
Informasi utama tentang program
dirangkum dalam bentuk visual
seperti grafik/infografik. Silakan
cermati halaman-halaman ini un-
tuk mendapatkan gambaran cepat
tentang program.

Memastikan pemenuhan
hak anak dalam tahap
persiapan
1. Anak menjadi respon-
den dalam jajak
pendapat mengenai
program Di dalam kotak ini terdapat tips
2. Anak dilibatkan/ untuk memaksimalkan pemenu-
ditanya pendapatnya han hak anak pada setiap taha-
saat membuat pan program.
rencana aksi
program

Panduan ini dikembangkan berdasarkan data, teori serta praktek baik


dari program sejenis yang telah dilakukan baik di Indonesia maupun negara
lain. Kami menyadari bahwa setiap daerah memiliki keunikan budaya, latar
belakang dan permasalahan yang mungkin tidak tercakup dalam panduan.
Karena itu panduan ini lebih bersifat umum. Dalam implementasinya, setiap
tahapan program dapat diterapkan secara fleksibel sesuai kebutuhan serta
keunikan tiap daerah/sekolah. Namun demikian, adalah penting untuk selalu
mengacu pada Pedoman Pelaksanaan (bab II), agar perlindungan dan pe-
menuhan hak anak dapat terjadi secara optimal.

v
PENGANTAR PROGRAM
I. PENDAHULUAN
II. PEDOMAN PELAKSANAAN
III. DASAR DATA DAN TEORI
BAB I 1.1 Apa Itu NGABASO?

NGABASO adalah program pemerintah Jawa


PENDAHULUAN Barat untuk pemenuhan hak anak di ruang publik,
khususnya selama perjalanan ke/dari sekolah. Ke-
giatan inti NGABASO adalah gerakan berjalan kaki
ke dan dari sekolah secara berkelompok, mem-
bangun relasi sosial agar tercipta rasa aman dan
selamat bagi anak saat ke dan dari sekolah. Tiga
pilar program NGABASO adalah:
a. Pemenuhan hak anak saat berjalan kaki ke/dari
sekolah
b. Menumbuhkan perilaku selamat berlalu lintas
melalui sosialisasi dan edukasi
c. Pelibatan pemerintah daerah dan masyarakat da-
lam perlindungan anak

1.2 Mengapa NGABASO?

Anak merupakan anugerah sekaligus sebagai


amanah yang harus dididik, dibesarkan maupun dilind-
ungi baik dari segi kesehatan, kemampuan, kondisi
fisik-mental serta kesejahteraan lahir batin, sehing-
ga menjadi generasi yang berkualitas dan tangguh
di masa depan. Anak adalah bagian tak terpisahkan
dari keberlangsungan hidup manusia dan keber-
langsungan sebuah bangsa dan negara. Hal ini secara
tegas diamanatkan dalam UUD Tahun 1945 Pasal 28 B
Ayat (2) bahwa Negara menjamin hak setiap anak atas
kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan, eksploitasi
dan diskriminasi. Untuk menjamin terpenuhinya hak
anak dan perlindungan anak yang merupakan bagian
dari hak asasi manusia antara lain hak hidup, ke-
langsungan hidup, tumbuh kembang, berpartisipasi
secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari ke-
kerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Jawa
Barat yang sejahtera, berkualitas, dan terlindungi.
Sebagai salah satu terwujudnya pemenuhan hak anak,
yaitu pemenuhan hak atas pendidikan. Anak-anak
bersekolah dapat terciptanya suasana rasa aman dan
selamat bagi anak pada saat dari dan ke sekolah sesuai

2
dengan dengan kebijakan dan program Anak Juara
Provinsi Jawa Barat.
Bersekolah merupakan salah satu hak yang
harus diperoleh semua anak, tanpa terkecuali. Agar
anak-anak dapat bermobilisasi dengan mudah
ke/dari sekolah, diperlukan akses yang memadai ter-
masuk kesediaan transportasi serta rute aman dan
ramah anak. Akses menuju ke/dari sekolah yang aman
dan ramah anak sangat penting dalam mendukung
kualitas dan kelangsungan hidup serta tumbuh kem-
bang anak. Terkait dengan hal tersebut, beberapa
perundangan telah mengamanahkan agar pemerintah
dapat meyediakan akses yang nyaman dan aman
seperti tertuang dalam:
1. Konvensi Hak Anak (KHA) Pasal 23(3): Anak dengan
disabilitas berhak menerima pendidikan dan
memperoleh akses atas pendidikan.
2. KHA Pasal 24 (2e): menjamin bahwa semua bagian
masyarakat, terutama orang tua dan anak, di-
informasikan, mempunyai akses ke pendidikan dan
pencegahan kecelakaan.
3. Pasal 28 (e): Negara mengakui hak anak atas pen-
didikan dengan mengambil langkah-langkah untuk
mendorong kehadiran yang tetap di sekolah.
4. UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak:
Pasal 2 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlin-
dungan Anak, yaitu Prinsip Dasar KHA: non dis-
kriminasi; kepentingan terbaik bagi anak; hak untuk
hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan-
nya, dan penghargaan terhadap pendapat anak.
5. UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU
No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Pasal 22: “Negara, pemerintah dan pemerintah
daerah berkewajiban dan bertanggung jawab
memberikan dukungan sarana dan prasarana
dalam penyelenggaraan perlindungan anak”
6. UU No. 35 Tahun 2014 Pasal 51: “Anak Penyandang
Disabilitas diberi kesempatan dan aksesibilitas
untuk memperoleh pendidikan inklusi dan atau
pendidikan khusus.”
Meskipun peraturan perundang-undangan
telah mengamanahkan kemudahan akses anak ke/dari
sekolah, pada kenyataannya masih banyak akses anak
ke/dari sekolah yang memprihatinkan. Anak-anak

3
masih memerlukan pendampingan orang dewasa un-
tuk dapat sampai ke sekolah secara aman dan selamat.
Masih banyak rute menuju sekolah yang tidak me-
madai, baik itu di perkotaan, pedesaan, perairan, mau-
pun kepulauan, sehingga mengancam keselamatan
anak-anak pada saat ke/dari sekolah. Sementara itu
kesadaran orang tua, masyarakat, sekolah, pemerintah
daerah dan pemerintah akan pentingnya keselamatan
anak-anak dalam perjalanan ke/dari sekolah masih
rendah, sehingga anak sangat kurang terlindungi se-
lama perjalanan.
Di perkotaan, anak banyak menjadi korban ke-
celakaan karena tidak tersedia rute aman untuk ber-
jalan kaki, bersepeda dan naik angkutan umum. Angka
kecelakaan lalu lintas di perkotaan cenderung naik, dan
di antara para korban adalah anak-anak. Di pedesaan,
walaupun kerawanan lalu lintas lebih jarang terjadi,
anak tetap menghadapi tantangan dalam perjalanan
ke/dari sekolah, utamanya karena keterbatasan akses
kendaraan maupun jalan yang memadai. Atas dasar
realitas ini, maka kebutuhan rute aman ke/dari sekolah
menjadi amat mendesak untuk diwujudkan dan men-
jadi komitmen bersama antar berbagai pihak yang
terkait.
Pemenuhan hak anak melalui program NGA-
BASO memiliki dua dimensi. Pertama, menumbuhkan
partisipasi anak dalam memecahkan persoalan ke-
selamatan ke/dari sekolah, bersama dengan orang
tua dan sekolah. Kedua, mendorong pemerintah
daerah agar mulai memberikan perhatian terhadap
pembangunan rute aman dan ke/dari selamat sekolah.
Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindu-
ngan Anak dan Keluarga Berencana Provinsi Jawa
Barat pada Bidang Pemenuhan Hak Anak mem-
fasilitasi pengembangan kebijakan Rute Aman Se-
NGABASO Problem lamat Sekolah sebagai kepanjangan tangan dari
Statement:
Masih terbatasnya rute
amanah Undang-Undang Perlindungan Anak, khu-
aman dan selamat ke susnya makna dari Ngabring ka Sakola (NGABASO).
dan dari sekolah (RASS) Sehingga diharapkan setiap anak di Jawa Barat bisa
dalam rangka dengan aman, selamat dan terhindar dari hal-hal
pemenuhan hak anak
atas kelangsungan
yang dapat mengancam baik secara fisik dan mental
hidup, perlindungan, mereka, baik pada saat pergi maupun pulang seko-
dan tumbuh kembang. lah. Sehingga diharapkan setiap anak di Jawa Barat
dapat aman dan terhindar dari hal-hal yang mengan-

4
cam keselamatan fisik maupun mental mereka.
“Tujuan umum dari
program NGABASO
adalah mewujudkan
1.3 Tujuan Jawa Barat menjadi
Provinsi Layak Anak
Tujuan umum dari program NGABASO adalah (PROVILA) tahun 2023,
melalui pemenuhan
mewujudkan Jawa Barat menjadi Provinsi Layak Anak indikator Rute Aman
(PROVILA) tahun 2023, melalui pemenuhan indikator Selamat Sekolah (RASS)
Rute Aman Selamat Sekolah (RASS) dan Sekolah Ramah dan Sekolah Ramah
Anak (SRA). Anak (SRA).”
Adapun tujuan khusus dari program NGA-
BASO adalah:
1. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pen-
tingnya keselamatan anak saat berlalu lintas
2. Mendukung Implementasi Sistem Zonasi Sekolah:
memudahkan anak berjalan kaki ke sekolah
3. Meningkatkan perlindungan anak selama per-
jalanan ke/dari sekolah, agar terhindar dari ke-
celakaan lalu lintas maupun dari bahaya lain se-
perti penculikan, kekerasan seksual dan sejenisn-
ya.
4. Mendorong partisipasi aktif anak untuk kesela-
matan dirinya saat berlalu lintas
5. Memberikan ruang bagi pengembangan karakter
anak (silih asih, silih asah, silih asuh)
6. Meningkatkan peran orang tua dan sekolah dalam
pemenuhan hak anak

1.4 Sasaran

Sasaran langsung: anak-anak usia Sekolah


Dasar di Jawa Barat
Sasaran tak langsung: pemerintah daerah dan
masyarakat khususnya guru, orang tua, dan peng-
guna jalan

5
Launching Program NGABASO, Kota Baru Parahyangan - Padalarang
Sumber: Dokumentasi Pribadi
BAB II 2.1 Dasar Hukum

1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang


PEDOMAN Kesejahteraan Anak
PELAKSANAAN 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
perlindungan anak diubah dengan Undang-Un-
dang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan
Anak
3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional
4. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan
6. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 ten-
tang Wajib Belajar
7. Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 ten-
tang Pengesahan Convention on the Rights of the
Child (Konvensi tentang Hak-Hak Anak)
8. Permen PPPA Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pe-
ningkatan Ketahanan Keluarga dan Perlindungan
Anak
9. Permen PPPA Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Ke-
bijakan Pengembangan Kabupaten / Kota Layak
Anak
10. Permen PPPA Nomor 8 Tahun 2014 Tentang Kebi-
jakan Sekolah Ramah Anak
11. Permen Perhubungan Nomor 6 Tahun 2016 Ten-
tang Penerapan Rute Aman Selamat Sekolah
12. Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006 Ten-
tang Perlindungan Anak
13. Peraturan Gubernur Jawa Barat No. 9 Tahun 2010
tentang Petunjuk Pelaksanaan Teknis Perda No. 5
Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak

2.2 Prinsip Pelaksanaan

Implementasi program NGABASO menggu-


nakan prinsip pemenuhan hak anak yang terdapat
dalam Konvensi Hak Anak (KHA) yaitu:
1. Non-diskriminasi - artinya semua anak wajib
dipenuhi haknya tanpa memandang jenis ke-
lamin, ras, agama, suku dan lain-lain. Anak dengan

8
kebutuhan khusus juga memiliki hak yang sama
dengan anak lain.
2. Pemenuhan hak hidup dan tumbuh-kembang -
artinya segala tindakan harus dilakukan untuk me-
lindungi hak hidup dan tumbuh kembang anak.
3. Menghargai pendapat anak - keinginan dan pen-
dapat anak harus didengarkan serta dipertimbang-
kan dengan sungguh-sungguh dalam setiap peng-
ambilan keputusan.
4. Kepentingan terbaik bagi anak - artinya dalam
setiap pengambilan keputusan, kepentingan anak
harus menjadi faktor utama yang dipertimbang-
kan. Dengan kata lain anak harus mendapatkan
manfaat sebaik mungkin dari setiap keputusan
yang diambil oleh orang dewasa.

2.3 Persyaratan Minimal

Sebagai bentuk pemenuhan hak anak, pelaksa-


na program harus memastikan seluruh kegiatan
NGABASO berada dalam koridor prinsip pelaksanaan.
Untuk itu, terdapat beberapa pra-kondisi atau per-
syaratan minimal agar NGABASO terlaksana dengan
aman dan berada dalam koridor pemenuhan hak anak:
1. Tempat tinggal siswa berada dalam jarak jalan
kaki dari sekolah (3 kilometer atau kurang).
2. Jika tempat tinggal siswa lebih jauh dari 3 kilometer,
terdapat drop-off point atau titik kumpul yang ber-
ada dalam jarak jalan kaki dari sekolah.
3. Di antara rumah siswa/titik kumpul ke sekolah,
terdapat ruas-ruas jalan yang aman untuk ber-
jalan kaki dan menyeberang, serta dapat diakses
oleh siswa dari berbagai arah kedatangan.
4. Terdapat kelompok relawan dewasa terlatih yang
berkomitmen mendampingi anak selama kegiatan.
Rasio jumlah relawan dan anak minimal 1 orang
dewasa untuk 15 anak.
5. Anak telah dibekali dengan pengetahuan dan
keterampilan menjaga keselamatan saat berlalu
lintas, khususnya terkait moda transportasi yang
kerap mereka gunakan.
6. Terdapat SOP keselamatan yang dikembangkan
bersama oleh sekolah, orang tua dan pemangku

9
kepentingan lain, dengan mendengarkan pen-
dapat serta aspirasi anak.
Sebelum memulai kegiatan inti yaitu berjalan
kaki bersama, sekolah perlu memastikan semua per-
syaratan minimal tersebut terpenuhi. Hal ini penting
untuk memastikan perlindungan dan keselamatan
anak selama berjalan kaki. Langkah-langkah untuk
memenuhi persyaratan minimal dijelaskan pada bab
4-7.

2.4 Langkah-langkah Pelaksanaan

Secara umum, langkah-langkah pelaksanaan


program NGABASO terbagi dalam 6 tahapan yang ter-
diri dari:
a. Pemilihan lokasi dan persiapan
b. Pemetaan partisipatif
c. Sosialisasi dan edukasi
d. Eksekusi
e. Monitoring dan evaluasi
f. Keberlanjutan dan eskalasi

2.5 Anjuran dan Larangan dalam Pelaksanaan

Hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan ketika


melakukan kegiatan dengan anak:
Boleh Tidak Boleh
1. Menghormati dan mengakui anak sebagai 1. Memandang anak sebagai obyek kegiatan pro-
individu yang mempunyai hak gram semata
2. Mendengarkan anak, menghargai dan memberi- 2. Mengabaikan pendapat atau ide dari anak-anak
kan perhatian yang serius terhadap pandangan/ 3. Memaksa anak melakukan suatu kegiatan
ide mereka 4. Menempatkan anak pada situasi yang berbahaya
3. Mempertimbangkan prinsip perlindungan anak atau rentan terhadap kekerasan pada anak
seperti meminimalkan faktor-faktor penyebab 5. Membiarkan anak-anak berkegiatan tanpa pen-
terjadinya kekerasan (fisik, emosional, seksual, dampingan orang dewasa
penelantaran/pengabaian maupun eksploitasi) 6. Melakukan segala bentuk kekerasan (fisik,
pada anak ketika berkegiatan dengan mereka emosional, seksual) dengan dalih pendisiplinan
4. Memastikan dalam setiap kegiatan dengan anak 7. Menghina, merendahkan maupun mempermalu-
selalu melibatkan pendamping orang dewasa kan anak
dengan jumlah yang cukup 8. Membuat aturan yang tegas untuk kelompok
5. Memberdayakan kelompok anak dengan mem- anak, namun tidak ada aturan untuk pendamping
promosikan hak anak dan peningkatan kesadaran orang dewasa
hak anak 9. Bertutur kata, bersikap dan perilaku yang bisa
6. Melibatkan anak pada setiap tahapan kegiatan menjadi model negatif pada anak
mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan 10. Mengambil foto/gambar, cerita dan video anak
monitoring evaluasi serta mempublikasikan tanpa mendapatkan per-
7. Membangun komunikasi baik (tidak membentak, setujuan dari orangtua/pengasuh
mengancam atau memarahi) dengan anak-anak

11
sehingga anak-anak memahami tujuan dilaksana-
kan kegiatan dan mematuhi aturan yang dibuat
bersama
8. Memberikan contoh baik dalam bertutur kata,
bersikap dan bertingkah laku pada anak
9. Mendapatkan ijin dari orangtua atau pengasuh
ketika melibatkan anak-anak berkegiatan
10. Meminta ijin kepada anak atau pengasuh mereka
jika hendak mengambil foto atau video dari mereka
Tabel 2.5.1 Aturan Berkegiatan dengan Anak-anak
Sumber: Buku Pegangan Fasilitator, Save the Children

2.6 Target Capaian dan Indikator Program

Untuk memastikan keberhasilan program,


diperlukan target capaian yang jelas serta indikator
yang terukur. Dinas Pemberdayaan Perempuan,
Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Jawa
Barat (DP3AKB Jabar) selaku penyelenggara dan
penanggung jawab program NGABASO telah menetap-
kan target capaian serta indikator berikut:
No Indikator Target 2023
1 Jumlah sekolah yang mengadopsi program (125 sekolah per tahun) 500 sekolah
2 Jumlah lintasan dalam Rute Aman Selamat Sekolah 1.991 lintasan
3 Jumlah siswa yang terlibat aktif dalam program (50 siswa per sekolah) 25.000 siswa
4 Jumlah relawan program (rasio 1 relawan untuk 15 siswa) 1.666 relawan
5 Jumlah pemerintah kota/kab yang mengadopsi program 27 kota/kab
6 Jumlah kantor Kemenag yang mengadopsi program 27 kota/kab
Tabel 2.6.1 Indikator dan Target Capaian Program

Keterangan tabel:
Dalam Peraturan Menteri Perhubungan (PM)
16 tahun 2016, Rute Aman Selamat Sekolah atau
RASS didefinisikan sebagai bagian dari manajemen
dan rekayasa lalu lintas berupa penyediaan sarana-
prasarana dari lokasi pemukiman menuju sekolah.
Adapun sarana dan prasarana yang disediakan men-
cakup:
1. Sarana dan prasarana angkutan
2. Pengendalian lalu lintas
3. Penggunaan jaringan jalan
4. Penggunaan sarana dan prasarana angkutan
sungai dan danau
Menurut peraturan tersebut, untuk ditetapkan sebagai
kawasan RASS, perlu terdapat sedikitnya 3 sekolah

12
dengan jumlah siswa minimal 300 anak per sekolah.
Dalam satu kawasan RASS, bisa terdapat beberapa
jaringan jalan yang digunakan sebagai lintasan ber-
jalan kaki oleh anak.

Partisipasi Anak:
Pelibatan Anak dalam Program NGABASO

Program NGABASO bertujuan meningkatkan pemenuhan hak anak, dan


hak partisipasi adalah salah satu hak anak yang kerap terlewatkan.
Makna partisipasi anak dalam NGABASO bukan sekadar mewajib-
kan anak berjalan kaki dan menerima aturan yang diberikan secara pasif.
Pemenuhan hak partisipasi berarti sepenuh hati membangun kesempatan
bagi anak untuk berperan aktif dalam pengambilan keputusan yang ber-
kaitan dengan program. Dengan membangun partisipasi aktif anak dalam
pelaksanaan program NGABASO, pemerintah daerah maupun sekolah
telah menjadi bagian penting dari Jabar Juara dalam memenuhi hak
partisipasi anak.

Bagaimana cara meningkatkan partisipasi aktif anak?


Panduan partisipasi anak dalam pembangunan telah diatur
dalam Permen PPPA no 12 tahun 2015. Di dalamnya terdapat aturan
mengenai prinsip, cara pelibatan, hingga spesifikasi pendamping untuk
anak. Dengan berpedoman pada aturan tersebut, pemerintah daerah
maupun sekolah dapat memaksimalkan pemenuhan hak partisipasi anak.

Kisah sukses partisipasi anak:


Rafa Jafar, inisiator gerakan pengumpulan sampah elektronik E-wasteRJ

13
5 Prinsip Dasar Partisipasi Anak dalam NGABASO
Mengacu pada PermenPPPA no 12 tahun 2015, program NGABASO meng-
adopsi 5 prinsip dalam pemenuhan hak partisipasi anak:
1. Transparansi/kejelasan informasi
Anak perlu mendapat informasi yang jelas dan lengkap mengenai
program NGABASO. Anak mendapat kesempatan seluas-luasnya
untuk bertanya dan mencari tahu mengenai program. Semua
pertanyaan dari anak perlu didengarkan dan ditanggapi dengan
sungguh-sungguh.
2. Kesediaan anak
Pelaksanaan program NGABASO harus memperhatikan kesedia-
an dan keberatan anak. Setiap bentuk keberatan perlu didengarkan
dan ditanggapi dengan sungguh-sungguh. Pihak sekolah secara aktif
mengusahakan agar pengalaman anak berjalan kaki menjadi penga-
laman yang aman, nyaman dan menyenangkan.
3. Non-diskriminasi
Semua sekolah di Jawa Barat, tanpa terkecuali, boleh dan dapat
menjadi bagian dari program NGABASO. Pemerintah kota/kab perlu
memberikan dukungan yang memadai terhadap sekolah yang ingin
mengadopsi program namun terkendala biaya/infrastruktur.
Setiap anak di sekolah berhak berpartisipasi dalam program
NGABASO tanpa terkecuali. Anak-anak berkebutuhan khusus perlu
difasilitasi sehingga dapat berpartisipasi aktif dalam program. Anak
yang tidak dapat mengikuti program karena satu atau lain hal (semisal
sakit) tidak boleh mendapatkan tekanan/diskriminasi.
4. Keselamatan dan perlindungan
Pihak sekolah, orang tua dan masyarakat memastikan kese-
lamatan dan perlindungan anak selama perjalanan ke/dari sekolah.
Kesehatan dan keselamatan anak menjadi prioritas program, dan di-
usahakan secara aktif oleh semua pihak yang terlibat.
5. Cukup sumber daya
Pemerintah kota/kab memastikan ketersediaan sumber daya yang
memadai untuk pelaksanaan program. Implementasi dan eskalasi
program disesuaikan dengan ketersediaan sumber daya.
Pihak sekolah memastikan tersedianya relawan pendamping
dalam jumlah memadai untuk anak. Sarana untuk menjamin kese-
lamatan dan keamanan anak disiapkan selengkap mungkin sebelum
program dimulai.

Bentuk Partisipasi Anak dalam NGABASO


Berdasarkan panduan PermenPPPA no 12 tahun 2015, terdapat 3
bentuk partisipasi anak:

14
1. Partisipasi konsultatif: anak menyampaikan pendapat dan aspirasi-
nya, orang dewasa mendengarkan dan mengakomodirnya dalam
program
2. Partisipasi kolaboratif: anak bekerja bersama orang dewasa untuk
menjalankan/melaksanakan suatu program. Pengambilan keputusan
dilakukan bersama-sama.
3. Partisipasi yang dipimpin anak: anak menjadi penentu keputusan
dan pelaksana utama program, orang dewasa mendampingi dan me-
nerima keputusan.

Perlu diperhatikan bahwa Partisipasi Konsultatif merupakan


bentuk partisipasi paling rendah. Bentuk kegiatan anak lain yang tidak
menanyakan pendapat anak dianggap sebagai Non-Partisipasi, dan bukan
merupakan bagian dari pemenuhan hak anak.
Dalam konteks program NGABASO, bentuk-bentuk partisipasi
anak sangat mungkin diterapkan, dengan penyesuaian terhadap usia
dan kemampuan anak. Pada usia Sekolah Dasar, contoh partisipasi yang
dapat didorong antara lain:
1. Partisipasi konsultatif – menanyakan pendapat dan masukan dari
anak pada setiap tahapan program. Memodifikasi program sesuai
masukan dari anak.
2. Partisipasi kolaboratif – melakukan pemetaan dan analisis bersama
anak, bersama anak mengembangkan rencana program, bersama
anak menentukan kegiatan pengayaan selama berjalan kaki.
3. Partisipasi yang dipimpin anak – anak melakukan pemetaan mandiri
dengan dampingan orang dewasa. Anak menentukan dan membuat
beberapa bagian program sesuai pilihan mereka (misalnya, tanda titik
kumpul, atribut, dll). Anak memimpin sebagian proses edukasi dan
pengayaan sesuai kesediaan mereka (misal, memimpin peragaan
berjalan kaki yang selamat, memilih dan memimpin lagu untuk ber-
jalan kaki, dll)

15
BAB III 3.1 Kondisi Infrastruktur Lalu Lintas di Jawa Barat

3.1.1 Gambaran Umum Berdasarkan Tipe Wilayah


DASAR DATA Dengan gambaran fisiografis dan geologis
DAN TEORI Provinsi Jawa Barat yang sangat beragam dari mulai
zona pantai-landai, hingga bukit dan pegunungan, maka
dapat dikatakan secara umum kondisi jalan di Jawa
Barat dapat dibagi ke dalam tiga tipe wilayah. Pertama
yaitu wilayah perkotaan atau urban, yang memiliki
infrastruktur jalan dengan situasi lalu lintas beragam
mulai dari sepi (di pemukiman) sampai padat (di jalan
besar/pusat aktivitas). Tipe kedua yaitu wilayah rural
dengan kondisi jalan bervariasi antara aspal hingga non
aspal, jarak menuju ke sekolah sangat dekat (di kam-
pung) maupun sangat jauh. Tipe wilayah ketiga, yaitu
suburban, merupakan peralihan dari desa menjadi
kota, atau kota yang meluas ke wilayah pedesaan. Tipe
wilayah suburban umumnya ditandai percampuran
ciri-ciri kota dan desa.

Gambar 3.1.1 Tipe wilayah suburban dan urban, kadang serupa dalam hal kerawanan
Sumber: dokumentasi kunjungan lapangan NGABASO (2019)

Permasalahan akses serta keselamatan anak


ke/dari sekolah pada wilayah perkotaan disebabkan
infrastruktur jalan dan kondisi lalu lintas yang tidak
“Anak adalah anggota aman, sedangkan pada wilayah pedesaan disebabkan
masyarakat yang paling
rentan dalam berlalu
jarak sekolah yang sangat jauh serta kurangnya akses
lintas; kecelakaan lalu jalan yang aman menuju sekolah. Di daerah rural
lintas merupakan salah yang secara lalu lintas relatif aman, ternyata terdapat
satu faktor pembunuh sumber bahaya lain. Beberapa di antaranya: lintasan
utama bagi anak-anak
berusia 5-18 tahun”
kereta, jalan propinsi atau jalan besar lain, jalan yang
terputus sungai/tidak ada jembatan yang memadai.
(UNICEF, 2016) Hingga tahun 2018, Provinsi Jawa Barat telah
memiliki panjang jalan menurut kota/kabupaten

16
sepanjang 21.883,28 km. Dari total panjang jalan
tersebut, 87%telah diaspal, sementara sisanya belum
diaspal dan berada dalam bentuk lain. Sekitar 57%
dari seluruh ruas jalan tersebut berada dalam kondi-
si baik, dan sekitar 12% berada dalam kondisi rusak
hingga rusak berat (9%).
Dari segi layanan transportasi, sebagian besar
kota dan desa di Jawa Barat telah memiliki layanan
angkutan umum baik trayek tetap maupun tidak tetap
(BPS Jawa Barat, 2018). Kebanyakan layanan terse-
but berupa angkutan darat. Walau demikian masih
terdapat 57 desa yang sama sekali belum terlayani
angkutan umum. Selain itu di sebagian desa terdapat
pula kampung-kampung dengan sebaran luas dan ter-
pencil, yang sama sekali tidak memiliki akses terhadap
angkutan umum.

3.1.2 Kondisi Jalan dan Situasi Lalu Lintas dari


Cuplikan Data Lapangan
Pada bulan Mei 2019, tim pengembang modul
Ngabaso melakukan laporan kunjungan lapangan un-
tuk melakukan evaluasi program Ngabaso pada seko-
lah pilot, sekaligus mencuplik kondisi jalan dan lalu lin-
tas. Kunjungan lapangan dan pengamatan dilakukan
di daerah Kota-Kab Bandung, Kota Bogor, Kab.Bekasi,
Kab. Indramayu, Kab. Cirebon, mewakili wilayah ur-
ban, sub urban dan rural. Hasil kunjungan lapangan
menyimpulkan kondisi jalan dan situasi lalu lintas di
sekolah-sekolah Jawa Barat sangat bervariasi, dari
sangat aman hingga kerawanan tinggi. Gambaran
kondisi jalan dan situasi lalu lintas dari hasil kunjungan
lapangan tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tipe Nama Kondisi Kondisi Traffic Traffic
Kab/Kota
Wilayah Sekolah Jalan Lalu Lintas Survey 1 Survey 2

Sebelum ada aktivitas


sekolah, kepadatan
jalan rendah dan laju
Jalan pemukiman kendaraan sekitar
(gol.3). Terdapat 20 km/jam. Namun
07.25 -
trotoar di depan sekitar jam antar-jem- 07.05 -
07.40:
sekolah, tidak ada put, kepadatan jalan 07.10:
Urban, SDN 196 Motor 57,
Kota Bandung trotoar di ruas jalan meningkat drastis. Motor 22,
pemukiman Sukarasa mobil 8,
lainnya. Fasilitas Ruas jalan di depan mobil 4,
jalan kaki 9,
penyeberangan tidak sekolah dipenuhi jalan kaki 7
sepeda 2
ada (dan tidak terlalu kendaraan baik yang
diperlukan) drop-off maupun
parkir. Banyak pejalan
kaki lalu-lalang
menyeberang.

17
Tipe Nama Kondisi Kondisi Traffic Traffic
Kab/Kota
Wilayah Sekolah Jalan Lalu Lintas Survey 1 Survey 2

Di depan sekolah
adalah jalan setapak
(hanya untuk pejalan
kaki). Di sekitar Kepadatan kenda-
sekolah adalah jalan raan rendah, laju
gol.3. Di sekitar kendaraan sekitar
Suburban, SDN 235 Tidak Tidak
Kota Bandung sekolah tidak terdapat 20-40 km/jam. Belum
pemukiman Panggungsari dilakukan dilakukan
trotoar dan ada selo- ada observasi saat
kan terbuka. Fasilitas jam pergi/pulang
penye- sekolah.
berangan berupa
zebra cross inisiatif
sekolah.

Sekolah terletak di
depan jalan yang cuk- Kepadatan kenda-
up lebar (jalan kota). raan sedang, laju
Terdapat trotoar di kendaraan sekitar
Urban, tepi Tidak Tidak
Kota Bogor SDN Sukasari sepanjang ruas jalan, 20-40 km/jam. Belum
jalan kota dilakukan dilakukan
di kedua sisi. Kondisi ada observasi saat
trotoar baik & kosong. jam pergi/pulang
Terdapat rambu drop sekolah.
off dan ZOSS.

Kepadatan kenda-
Sekolah terletak di raan sedang, 07.45-
wilayah pemukiman mayoritas motor. 06.40 - 08.00:
dan berjarak cukup Laju kendaraan 06.55: Motor 216,
dekat dengan pasar. sekitar 20-40 km/ Motor 318, mobil 6,
Suburban, SDN Bahagia Jalan di sekitar jam. Pada jam pergi/ mobil 6, gerobak/
Kab. Bekasi
pemukiman 06 sekolah adalah jalan pulang sekolah, sepeda 3, sepeda
lokal. Tidak terdapat kondisi jalan di depan motor muatan 6,
trotoar. Fasilitas sekolah sangat padat barang/ motor
penye- sehingga menggang- triseda 24 muatan 3,
berangan tidak ada. gu kelancaran lalu sepeda 6
lintas.

Kepadatan kenda-
raan rendah, laju
kendaraan sekitar
Sekolah terletak di
20km/jam atau
wilayah pedesaan, di
lebih lambat. Saat 06.44 -
sekitarnya terdapat 07.20 -
observasi dilakukan, 06.59:
pesawahan dan rumah 07.35:
sekolah sudah selesai Motor 31,
Rural, SDN 06 penduduk. Jalan di Motor 31,
Kab. Cirebon ujian dan bulan traktor 2,
jalan desa Arjawinangun sekitar sekolah adalah Pejalan
puasa, sehingga sepeda 3,
jalan desa. Terdapat kaki 4,
hanya sedikit siswa pejalan kaki
zebra cross di depan Sepeda 3
yang hadir. Menurut 11
gerbang sekolah.
guru, normalnya
Tidak ada trotoar
jalan sedikit lebih
ramai pada jam
pergi/pulang sekolah

Sekolah terletak di
tepi jalan propinsi
Kepadatan kenda-
yang banyak dilalui
raan tinggi, laju
kendaraan pengang- 10.45 - 11.33 -
kendaraan bermotor
kut besar. Antara 11.00: Mo- 11.48:
antara 40-60 km/jam.
sekolah dan jalan di- tor 246 (168 Motor 282
Observasi dilakukan
Suburban, SDN 02 batasi sungai dengan tanpa helm), (177 tanpa
Kab. pada siang hari saat
tepi jalan Tanjungsari jembatan. Terdapat Mobil 87, helm),
Indramayu sekolah sudah sepi,
propinsi Karangampel jalur jalan kaki di sisi Kendaraan Mobil 63,
jadi belum ada data
sebelah sungai, tetapi besar 24, Kendaraan
bagaimana situasi
tidak ada trotoar yang Sepeda 3, besar 21,
sekolah saat jam
memadai di tepi jalan Bentor 6 Bentor 9
masuk/pulang
propinsi. Tidak ada
sekolah.
fasilitas penye-
berangan

18
Bahaya dan kerentanan yang berhubungan
dengan golongan jalan dan tipe kendaraan yang ada di
sekitar sekolah: semakin besar jalan, kecenderungan
kondisi jalan semakin berbahaya karena laju kendaraan
tinggi dan tipe kendaraan yang lewat semakin besar.
Namun jalan kecil pun dapat memiliki bahaya sendiri
ketika tingkat kepadatan kendaraan tinggi dan peng-
guna jalan tidak tertib.

3.2 Kerawanan Lalu Lintas dan Pemenuhan Hak


Anak di Jawa Barat

3.2.1 Gambaran Umum Kerawanan Anak saat Berlalu


Lintas
Anak-anak menghabiskan sebagian besar
waktunya di rumah dan sekolah. Setiap hari anak-
anak melakukan mobilisasi dari rumah ke sekolah
dan sebaliknya. Ada banyak cara anak-anak pergi dan “Mereka yang berusia
pulang ke sekolah untuk mendapatkan pendidikan, 15 sampai dengan 24
sementara ada banyak kondisi jalan serta situasi lalu tahun merupakan
kelompok usia dengan
lintas yang tidak mendukung keselamatan anak-anak proporsi korban luka
sebagai pengguna jalan. Beberapa kondisi jalan yang dan meninggal yang
berbahaya antara lain jalan dan trotoar yang ber- paling tinggi. Penge-
lubang, halangan seperti gundukan tanah dan sisa mudi dan penumpang
sepeda motor
lumpur, kendaraan yang parkir disisi jalan sehingga merupakan proporsi
menghalangi pandangan, tidak semua jalan memiliki tertinggi dari kelompok
rambu, marka dan lampu lalu lintas, tidak adanya usia tersebut—juga
halte atau zebracross. proporsi tertinggi
secara keseluruhan
Secara umum kondisi lalu lintas di seluruh untuk korban luka dan
dunia menjadi semakin tidak aman, seperti dinyatakan meninggal dunia.
WHO dan UNICEF dalam World Report on Child Injury Peringkat kedua terdiri
Prevention (2016). Laporan tersebut juga menyebut- dari pengguna trans-
portasi non motor
kan bahwa anak adalah anggota masyarakat yang yang meliputi pejalan
paling rentan dalam berlalu lintas; bahkan kecelakaan kaki, pesepeda dan
lalu lintas merupakan salah satu faktor pembunuh pengguna roda tiga.
utama anak-anak usia 5-18 tahun dan angka kematian Ketiga kelompok moda
transportasi tersebut
ini diramalkan akan semakin meningkat pada tahun- didominasi oleh usia 15
tahun ke depan. Berdasarkan data IHME (2016), sampai 24 tahun.”
kecelakaan lalu lintas berada di peringkat keenam
dalam penyebab kematian dini. Data Korlantas POLRI Sumber:
Laporan tahunan
(2017) menyebutkan bahwa jumlah korban kecelakaan Kota Bandung, 2018,
lalu lintas di Indonesia mencapai 15.492 jiwa, 41% di BIGRS
antaranya berusia 15-29 tahun. Jumlah kecelakaan

19
pada tahun 2017 menurun, tetapi angka tingkat ke-
matian akibat kecelakaan lalu lintas naik dari sebelum-
nya 3.4 per 100.000 menjadi 6.3 per 100.000. Dari
semua korban kecelakaan, 69% adalah pengendara
sepeda motor dan 23% adalah pejalan kaki. Di Jawa
Barat, kecelakaan lalu lintas termasuk dalam 3 besar
penyebab cedera, juga sebab utama kematian anak
5-14 tahun (Save The Children, 2014).
Kerawanan anak berlalu lintas, yang memang
sudah tinggi, diperparah oleh perilaku berlalu lintas
masyarakat dewasa yang seringkali abai terhadap
perlindungan anak. Survei Save The Children (2014)
terhadap sejumlah orang tua siswa di wilayah Band-
ung Raya menunjukkan berbagai tindak penelantaran
orang tua terhadap perlindungan anak di jalan raya
seperti:
• Tidak memakaikan helm pada anak saat mengen-
darai sepeda motor (63%)
• Membiarkan bahkan mengajari anak mengemudi
kendaraan bermotor (75%)
• Tidak melambatkan kendaraan di zebra cross atau-
pun Zona Selamat Sekolah/ZOSS.

3.2.2 Kerawanan Lalu Lintas Anak Jawa Barat Ber-


dasarkan Cuplikan Data Lapangan
Berdasarkan cuplikan data lapangan (2019),
berjalan kaki dan menumpang sepeda motor adalah
moda transportasi yang paling banyak dipakai anak
Jawa Barat untuk pergi/pulang sekolah. Hasil temuan
ini konsisten dengan data riset lain yang dilakukan di
tingkatan negara (UNICEF, 2016) maupun di tingkatan
kota (Save the Children, 2014). Menurut beberapa
literatur (UNICEF, 2016; BIGRS, 2018; Korlantas POLRI,
2018), berjalan kaki dan bersepeda motor merupakan
moda transportasi yang paling cenderung mengalami
kecelakaan fatal. Ini berarti, dari pilihan moda trans-
portasinya saja, anak Jawa Barat sudah berada dalam
posisi rentan saat bepergian ke/dari sekolah.
Kerentanan lalu lintas pada anak Jawa Barat
dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu kondisi jalan/
lalu lintas dan perilaku anak maupun pengguna jalan
lainnya saat berlalu lintas. Kerentanan anak di daerah
urban dan suburban relatif lebih tinggi daripada
di daerah rural, tetapi masing-masing memiliki tipe

20
kerentanan yang berbeda.

Grafik 3.2.2.1 Data Moda Transportasi Anak di Jawa Barat

Kerentanan dari moda transportasi tersebut


menjadi
makin tinggi akibat perilaku berlalu lintas yang
mengabaikan keselamatan. Dari sejumlah anak yang
menjadi responden pengumpulan data, lebih dari
80% mengaku tidak memakai helm saat menumpang
sepeda motor, dan 15,46% mengaku sudah bisa menge-
mudi sepeda motor padahal belum cukup umur.
Akibatnya, rata-rata tingkat kecelakaan anak cukup
tinggi yaitu 31.96% dengan kata lain sekitar 1 dari 3
anak di Jawa Barat pernah mengalami kecelakaan
lalu lintas. Di sisi lain, lebih dari 63% responden anak
mengaku pernah melihat kecelakaan lalu lintas. Walau-
pun tidak mengenai mereka secara fisik, pengalaman
melihat kecelakaan lalu lintas dapat berdampak pada
anak secara emosional (trauma), sehingga hal ini pun
merupakan salah satu bentuk kerawanan yang perlu
diperhatikan.

Grafik 3.2.2.2 Tipe Kerawanan Lalu Lintas pada Anak

21
Di Jawa Barat terdapat tiga tipe daerah yaitu
urban (perkotaan), suburban (peralihan desa-kota),
dan rural (pedesaan). Setiap tipe daerah tersebut
memiliki karakteristik kerawanan yang berbeda-beda.
Berdasarkan pengumpulan data di 3 tipe daerah
tersebut, diperoleh temuan sebagai berikut:
• Jenis kecelakaan yang menimpa anak antara lain
terserempet kendaraan, jatuh dari motor, dan
jatuh dari sepeda.
• Dalam survei, hampir semua anak yang mengaku
pernah mengeudi sepeda motor sendiri juga per-
nah mengalami kecelakaan lalu lintas
• Prevalensi kecelakaan paling tinggi terjadi pada
sekolah yang terletak di daerah urban (menimpa
40-50% responden anak)
• Prevalensi kecelakaan paling rendah terdapat
pada sekolah di daerah rural (menimpa kurang
dari 20% responden anak)
Pada daerah urban dan suburban, walaupun
sekolah yang melakukan NGABASO berada di daerah
yang cukup aman secara kondisi jalan dan lalu lintas,
prevalensi kecelakaan lalu lintas pada anak cukup ting-
gi (di wilayah Bandung sekitar 30%, Bogor kota 25%,
dan Kab. Bekasi hampir 50%). Pengalaman anak meli-
hat kecelakaan lebih tinggi lagi (sekitar 50% atau lebih
di setiap lokasi). Sedangkan di daerah rural, prevalensi
kecelakaan pada anak rendah, tetapi pengalaman
anak melihat kecelakaan cukup tinggi.
Berdasarkan temuan tersebut, tampak bahwa
daerah urban dan suburban cenderung lebih rawan
kecelakaan daripada daerah rural. Situasi lalu lintas
sepertinya berpengaruh lebih besar pada tingkat ke-
rawanan dibandingkan tipe/golongan jalan. Sebagai
contoh, di Bekasi yang prevalensi kecelakaannya paling
tinggi, sekolah terletak di tepi jalan pemukiman.
Namun lalu lintas di jalan tersebut ramai dan tidak
tertib, serta kendaraan melaju dengan kecepatan tinggi
walaupun jalannya kecil. Hal serupa juga ditemui di kota
Bandung (Cigending), yang prevalensi kecelakaannya
cukup tinggi meskipun sekolah berlokasi di jalan
pemukiman. Sebaliknya di Bogor, sekolah terletak
di tepi jalan kota yang besar namun prevalensi ke-
celakaannya lebih rendah. Situasi lalu lintas di jalan
tersebut, walaupun cukup ramai, termasuk tertib.

22
Kendaraan melaju dengan kecepatan sedang, dan
melambat ketika melewati fasilitas penyeberangan.
Survei terhadap responden anak juga menun-
jukkan bahwa daerah rural memiliki kerawanan
tersendiri meskipun situasi lalu lintasnya relatif lebih
aman. Beberapa kerawanan yang ditemukan dalam
survei antara lain: lintasan kereta, badan air (sungai,
danau, selat) dengan fasilitas penyeberangan yang
tidak memadai, dan jalan nasional/propinsi yang
berdekatan dengan sekolah.

3.3 Potensi Dampak Program

3.3.1 Dampak terhadap Anak: Manfaat Berjalan Kaki


Menjadi pejalan kaki memiliki berbagai man-
faat bagi orang dewasa maupun anak. Dengan ber-
jalan kaki badan menjadi lebih sehat, menurunkan
risiko obesitas, mendapatkan udara segar, mengasah
kemandirian dan kemampuan bersosialisasi. Bagi
anak yang berjalan kaki menuju sekolah, manfaat yang
dapat dirasakan adalah anak lebih mampu memusat-
kan perhatian pada pelajaran.
Jalan kaki merupakan salah satu moda transportasi
yang banyak digunakan oleh anak-anak sekolah, selain
diantar jemput menggunakan kendaraan roda dua dan
angkutan umum. Ada banyak manfaat dari aktivitas
berjalan kaki bersama-sama ke sekolah, antara lain:
1. Bagi anak, berjalan kaki dapat meningkatkan ke-
mampuan dan konsentrasi belajar. Anak-anak yang
jalan kaki cenderung lebih siap belajar karena
sudah “pemanasan” sebelumnya.
2. Jalan kaki menstimulasi anak untuk lebih mandiri
dan mampu mengambil keputusan sendiri. Mereka
bisa memutuskan untuk berhenti sejenak dan
mengamati sesuatu, berjalan lebih lambat, atau
mempercepat langkah
3. Jalan kaki bersama teman sangat menyenangkan.
Inilah kesempatan bagi anak, guru dan orang tua
untuk saling mengenal. Jalan kaki bersama teman,
guru dan/atau orang tua efektif untuk menguat-
kan keeratan hubungan di antara mereka.
4. Melatih kepekaan anak terhadap lingkungan seki-
tarnya. Kecepatan jalan kaki anak tentu relatif

23
lambat. Inilah kesempatan bagi anak (juga guru
dan orang tua) untuk mengenali wilayah mereka
dengan lebih baik.
5. Latihan kepemimpinan. Guru atau orang tua
sebagai pendamping bisa meminta anak untuk
menentukan rute alternatif, atau bermain peran
dengan menuntun adik kelas yang lebih muda.
6. Menstimulasi kreativitas dan imajinasi. Guru atau
orangtua dapat mengajukan pertanyaan seperti
ini kepada anak: “Bayangkan kita sedang berjalan
di hutan. Apa yang harus kita lakukan? Menurut-
mu, mesin apa yang bisa diciptakan agar halaman
rumah itu tidak penuh dengan jemuran?” dan lain
sebagainya.
7. Anak yang diantar orang dewasa berkesempatan
melihat bagaimana perilaku orang dewasa di jalan,
ketika menyeberang, ketika bertemu kenalan, ke-
tika mendahului pejalan kaki yang lain. Anak yang
biasa berjalan dengan perilaku baik akan men-
jadi pengendara kendaraan bermotor yang juga
baik, karena empati kepada pejalan kaki telah ter-
bangun sejak dini.
(Sumber rujukan : Buku Panduan Orangtua Program SELAMAT 2014-2018, Save the Children)

Di luar manfaatnya yang beragam, menjadi


pejalan kaki di kota besar dengan lalu lintas ramai
juga mengandung risiko tidak kecil. Seringkali pada
kasus kecelakaan lalu lintas, yang terdampak lebih
parah adalah pejalan kaki dibandingkan pengguna
kendaraan. Karena itu dalam sistem lalu lintas yang
ideal, pejalan kaki dan pesepeda seharusnya men-
jadi prioritas keselamatan seperti telah diatur dalam
undang-undang negara Indonesia.

24
3.3.2 Respon Anak Pada Program Pilot Ngabaso
Sesuai prinsip pemenuhan hak anak, pendapat
anak harus didengarkan dan dipertimbangkan dalam
penyelenggaraan suatu program. Berikut adalah hasil
survei pendapat anak mengenai program NGABASO:

Grafik 3.3.1.1 Aspek Ngabaso yang Disukai Anak

Menurut responden anak dari 6 sekolah pilot


NGABASO, aspek-aspek yang paling disukai dari pro-
gram NGABASO meliputi “berjalan bersama”, kesem-
patan untuk “bersosialisasi dan menambah teman”,
serta anggapan bahwa berjalan kaki itu “menyehat-
kan”. Ketiga hal ini dapat menjadi keunggulan yang
perlu dipertahankan dan dimaksimalkan dalam proses
penyelenggaraan kegiatan.
Ketika ditanya tentang aspek yang tidak disukai
dari NGABASO, jawaban paling banyak muncul adalah
“tidak ada”, artinya praktek NGABASO secara umum
cukup disukai oleh anak. Beberapa aspek yang banyak
tidak disukai antara lain “melelahkan” dan “kondisi
tidak nyaman (panas, hujan, jalan ramai)” saat ber-
jalan kaki. Hal-hal tersebut perlu mendapat perhatian
khusus dalam penyelenggaraan kegiatan, karena ber-
potensi mengganggu kesehatan maupun tumbuh
kembang anak.

25
Grafik 3.3.1.2 Aspek Ngabaso yang Tidak Disukai Anak

Beberapa jawaban mengindikasikan adanya


kerawanan yang terjadi saat anak berjalan kaki, antara
lain mengalami kecelakaan, bertemu hewan ber-
bahaya, dan terpapar kriminalitas. Kerawanan tertentu
juga berhubungan dengan kondisi jalan, seperti jalan
becek, kotor/berdebu, dan berlubang. Hal-hal tersebut
perlu dimitigasi secara khusus oleh sekolah untuk
memenuhi hak perlindungan anak. Jawaban seperti
“harus menunggu teman”, “harus bangun lebih pagi”,
dan “harus berjalan jauh” mengindikasikan preferensi
anak pada saat menjalani program. Hal-hal ini dapat
dipertimbangkan dalam perancangan program, se-
hingga program dapat lebih sesuai dengan kebutuhan
anak.

3.3.3 Dampak Program Jalan Kaki ke Sekolah ter-


hadap Lingkungan Sekitar
Jalan kaki ke sekolah merupakan satu dari
enam rekomendasi yang dikeluarkan oleh WHO dan
UNICEF melalui The World Report on Road Traffic Injury
Prevention pada tahun 2008. Apabila program jalan
kaki ke sekolah dikembangkan secara menyeluruh
dengan pelibatan berbagai pemangku kepentingan
mulai dari orang tua, guru, pengguna jalan hingga
instansi pemerintahan, maka dampak program jalan
kaki ke sekolah dapat lebih meluas.
Pada prinsipnya, dampak utama dari jalan kaki
ke sekolah adalah membangun kembali koneksi antara
sekolah, siswa dan masyarakat. Dengan berjalan kaki,
siswa akan memiliki kesempatan untuk merasakan,
mengalami, mengamati lingkungan sekitar serta

26
membangun interaksi dengan masyarakat. Terbangun-
nya koneksi yang kuat antara siswa dan masyarakat
dapat meningkatkan kesadaran berbagai pihak akan
pentingnya pemenuhan hak anak. Kesadaran yang
terbangun akan menstimulus berbagai bentuk parti-
sipasi konkrit dari masyarakat. Dengan melihat se-
kelompok anak berjalan kaki, tentu pengguna kenda-
raan bermotor yang biasa melaju kencang diasumsikan
dapat mulai mengasah kepekaan untuk mengurangi
laju kendaraannya dan lebih mawas terhadap kondi-
si pejalan kaki lainnya. Kreativitas dalam pembela-
jaran juga akan terbangun mengingat aktivitas jalan
kaki dapat mengolah berbagai aspek pengemban-
gan diri anak (seperti dapat dilihat pada bagian 3.1.1)
Dampak aktivitas jalan kaki sangat luas. Dampak
tersebut dapat berupa sesuatu yang sifatnya dapat
diukur (output) maupun dilihat (outcome & impact).
Ilustrasi berikut menggambarkan pemetaan dampak
aktivitas jalan kaki pada lingkungan.

Gambar 3.3.2.1 Dampak Aktivitas Jalan Kaki Bagi Lingkungan

27
3.3.4 Dampak program NGABASO: Kisah Baik (Best
Practice) dari Sekolah Pilot Project
Program jalan kaki ke sekolah setidaknya sudah
dilaksanakan pada enam sekolah pilot project pada
beberapa wilayah di Jawa Barat. Dari hasil kunjungan
lapangan serta Focus Group Discussion (FGD) yang di-
adakan bersama berbagai pemangku kepentingan,
terdapat kisah baik perihal dampak dari penyeleng-
garaan program NGABASO di masyarakat.

Kisah baik pertama berasal dari SDN 235 Panggungsari Bandung.


Penyelenggaraan program Ngabaso dibangun dengan kerjasama multi
pihak yang apik. Dimulai dari pembentukan tim inti program Ngabaso di
sekolah yang melibatkan guru. Tim tersebut kemudian membuat peren-
canaan awal dengan menentukan dua titik kumpul jalan kaki, berdasar-
kan data tempat tinggal anak yang telah dianalisis bersama oleh tim.
Pihak Kelurahan mendukung penuh terselenggaranya program NGABASO,
dengan membangun komunikasi dengan pihak aparat pemerintahan
lainnya. Dalam penentuan titik kumpul, dilibatkan pihak RW dan RT untuk
ikut menentukan dan menyepakati titik kumpul jalan kaki. Pihak Linmas
bekerjasama erat dengan guru piket yang bergiliran menjaga lokasi titik
kumpul jalan kaki di pagi hari. Sosialisasi kepada orang tua berjalan baik
dan juga sosialisasi kepada siswa dijalankan secara rutin melalui momen
upacara bendera pada hari Senin. Bergulirnya program Ngabaso telah
mendorong pihak kelurahan bagian sarana-prasarana untuk membuat
infrastruktur keselamatan yang belum ada, yaitu zebra cross di dekat
sekolah.

Gambar 3.3.3.1 Zebra cross yang dibuat dari inisiatif masyarakat


Sumber: dokumentasi kunjungan lapangan NGABASO (2019)

28
Kisah baik lainnya datang dari SDN Sukasari Bogor, dimana penye-
lenggaraan program Ngabaso berdampak pada terwujudnya ketertiban
PKL. Dikarenakan siswa secara rutin menggunakan trotoar untuk ber-
jalan kaki, maka pihak sekolah, dengan kerjasama dari aparat pemerin-
tahan, berhasil mempersuasi PKL untuk tidak lagi berjualan di trotoar.
PKL kemudian ditempatkan dalam kantin sekolah dan dilatih untuk mem-
buat jajanan sehat.

Gambar 3.3.3.2 Kondisi trotoar SDN Sukasari Bogor sebelum dan sesudah program NGABASO
Sumber: dokumentasi SDN Sukasari Bogor

Kota Bandung, pada tahun 2017 telah dicanangkan program jalan kaki
ke sekolah oleh Pemerintah Kota Bandung. Program ini melibatkan ber-
bagai komunitas untuk turut mendukung pelaksanaan program. Kendati
program ini belum berjalan berkelanjutan (masih terbatas pada program
pilot), namun program ini telah menginspirasi salah satu sekolah swasta
untuk mengadopsi program secara mandiri dan menjalankan program
berjalan kaki di sekolah hingga saat ini. Selain itu terdapat sekolah swasta
di kawasan Jalan Sukamulya Kota Bandung yang telah rutin menjalan-
kan program jalan kaki ke sekolah yang diberi nama Leukas (Leumpang ka
Sakola) selama kurun waktu enam tahun terakhir. Program jalan kaki
dilaksanakan sebulan sekali, melibatkan seluruh siswa dari jenjang TK-
SMA, dengan teknis pelaksanaan kakak kelas menggandeng adik-adik
dari jenjang yang lebih kecil. Program ini sukses mengasah karakter dan
empati anak untuk peka menjaga dan menghargai sesama siswa (lintas
usia) dan telah menanamkan pentingnya berjalan kaki ke sekolah pada
orangtua dan siswa.

29
LANGKAH-LANGKAH
IMPLEMENTASI
IV. Pemilihan Lokasi dan Persiapan
V. Pemetaan Partisipatif
VI. Sosialisasi dan Edukasi
VII. Pelaksanaan
VIII. Modifikasi Program
IX. Monitoring dan Evaluasi
X. Keberlanjutan dan Eskalasi
BAB IV 4.1 Identifikasi Calon Sekolah Adopter
Mengacu pada target capaian di sub-bab 2.6,
LANGKAH salah satu indikator keberhasilan NGABASO adalah
IMPLEMENTASI 1: implementasi program pada sekolah-sekolah di 27
PEMILIHAN kab/kota. Untuk dapat mengimplementasikan secara
LOKASI DAN maksimal, pemerintah kab/kota melalui Dinas Pem-
berdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinas
PENGORGANISASIAN
PP/PA) perlu terlebih dahulu mengidentifikasi sekolah-
sekolah yang dapat menjadi adopter (pengadopsi)
program. Proses identifikasi berguna dalam menentu-
kan skala prioritas dan perencanaan langkah-langkah
program. Sekolah yang perlu mendapat prioritas
program terbagi menjadi dua tipe:

1. Sekolah dengan tingkat kerentanan tinggi


Termasuk dalam kerentanan tinggi adalah
sekolah yang:
• angka kecelakaan lalu lintasnya tinggi
• berada di lingkungan berbahaya (di tepi jalan
besar, tingkat kriminalitas tinggi, dll)
• tidak memiliki infrastruktur jalan yang aman bagi
anak untuk pergi/pulang sekolah
• diketahui terdapat kasus-kasus kekerasan ter-
hadap anak seperti bullying, trafficking, dll
Pada sekolah-sekolah tipe ini, program perlu
dipersiapkan secara jangka panjang dengan pene-
kanan khusus pada tahap pengorganisasian, mitigasi,
edukasi, dan/atau perbaikan infrastruktur sesuai
kebutuhan. Tahap eksekusi dapat dilakukan lebih akhir,
setelah sekolah dinilai memenuhi persyaratan minimal
program (lihat bab 2.3).

2. Sekolah dengan tingkat kesiapan tinggi


Termasuk dalam kesiapan tinggi adalah
sekolah yang:
• Telah memenuhi sebagian besar persyaratan
minimal program (lihat bab 2.3), atau dapat me-
menuhinya dengan segera.
• Telah berstandar Sekolah Ramah Anak, karena
umumnya lebih siap dari segi kebijakan, SDM dan
sistem
• Berada di lingkungan yang aman bagi anak
(pemukiman, pedesaan, dll)
• Memiliki infrastruktur jalan yang aman bagi anak

32
untuk pergi/pulang sekolah
• Sekolah yang berinisiatif mengajukan diri, dengan
persetujuan komite sekolah
Sekolah-sekolah tipe ini dapat memulai
program lebih awal, serta dapat memberikan evaluasi
dan masukan untuk perbaikan program. Mereka juga
dapat dikembangkan menjadi sekolah mentor
NGABASO, untuk membantu perluasan implementasi
program di sekolah-sekolah lain.
Perlu diperhatikan bahwa sekolah tipe 1 mau-
pun 2 tersebut seringkali tidak berdiri sendiri-sendiri,
namun berupa cluster/kelompok sekolah. Beberapa
sekolah yang terletak berdekatan dapat memiliki
karakteristik keamanan/kerawanan yang serupa, se-
hingga dapat ditangani secara bersamaan. Kebera-
daan cluster-cluster sekolah ini menjadi titik strategis
untuk implementasi, karena kab/kota dapat langsung
menyasar satu cluster sekolah untuk mengadopsi
program secara bersamaan dan integratif.
Apabila belum memiliki data tingkat keren-
tanan dan kesiapan sekolah di daerahnya, Dinas PP/PA
di tingkat kab/kota dapat melakukan pemetaan yang
melibatkan dinas-dinas serta pemangku kepentingan
lain. Panduan untuk pemetaan tersebut terdapat pada
bab 5.1.
Setelah identifikasi, kab/kota melalui Dinas PP/
PA dapat bekerja sama dengan Dinas Pendidikan untuk
sosialisasi program kepada sekolah calon adopter.
Panduan tentang langkah sosialisasi terdapat pada
bab 6.1.

4.2 Pengembangan Jejaring Kerja

4.2.1 Jejaring kerja di tingkat kab/kota


Pemenuhan hak anak saat berlalu lintas adalah
isu multidimensional, sehingga penanganannya tidak
dapat dilakukan oleh satu dinas saja. Maka langkah
persiapan berikutnya adalah mengembangkan jejaring
kerja antar institusi di tingkat kab/kota. Sebagai leading
sektor program, Dinas PPP/PA di tingkat kab/kota
dapat mengembangkan jejaring kerja dengan:

33
No. Institusi/Organisasi Bentuk Kolaborasi
1 Dinas Perlindungan Anak Kota/Kabupaten Leading sector
2 Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten • Identifikasi calon sekolah adopter
• Koordinasi dengan sekolah
3 Dinas Perhubungan Kota/Kabupaten • Pemetaan kondisi jalan dan lalu lintas
• Perbaikan infrastruktur (marka dan
rambu, penyediaan kendaraan umum)
• Penertiban lalu lintas di sekitar sekolah
4 Dinas PUPR Kota/Kabupaten • Pemetaan kondisi infrastruktur jalan
• Perbaikan infrastruktur (jalan, trotoar,
JPO)
5 Dinas SDA Kota/Kab • Pemetaan kondisi infrastruktur di
badan air
• Perbaikan infrastruktur (sarana penye-
berangan air)
6 Kepolisian Tingkat Resort (Polres) • Pemetaan kerawanan lalu lintas
• Edukasi keselamatan lalu lintas di ting-
kat sekolah
• Penertiban lalu lintas di sekitar sekolah
7 Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) • SDM untuk pengamanan anak di jalan
• Penertiban ruas jalan dari/ke sekolah,
khususnya berhubungan dengan tro-
toar dan PKL
8 Forum Anak • Partisipasi anak: memberikan masukan
dan aspirasi terhadap program
• Relawan program (sesuai kesediaan)
9 Organisasi/komunitas masyarakat yang • Pemetaan dan identifikasi sekolah
peduli anak dan keselamatan lalu lintas adopter
• Edukasi keselamatan lalu lintas di ting-
kat sekolah
• SDM untuk pengamanan anak di jalan
10 Perguruan tinggi • SDM untuk pemetaan dan analisis
• Relawan program (sesuai kesediaan)

Dalam prakteknya, pelibatan institusi/organi-


sasi tersebut dapat dilakukan seluruhnya atau hanya
sebagian saja, sesuai kebutuhan dan ketersediaan di
masing-masing kab/kota.

4.2.2 Jejaring kerja di tingkat sekolah


Berdasarkan pembelajaran dari pilot project
NGABASO, sekolah akan membutuhkan berbagai ben-
tuk dukungan dalam pelaksanaan program, antara
lain relawan pendamping anak, relawan untuk meng-
amankan jalan, begitu pula pendanaan.

34
No. Institusi/Organisasi Bentuk Kolaborasi
1 Pemerintah setempat (RT, RW, Lurah, atau • ijin dan koordinasi pelaksanaan
Camat) • Sosialisasi dengan warga setempat
2 PATBM • Relawan program
3 Linmas • SDM untuk pengamanan anak di jalan
4 LSM/komunitas masyarakat peduli anak & • Edukasi keselamatan lalu lintas untuk
keselamatan lalu lintas yang bertempat di warga sekolah
sekitar sekolah • Relawan program (sesuai kesediaan)
5 Dinas Perhubungan dan Dinas PUPR • Perbaikan infrastruktur sekitar sekolah
• Pengadaan perangkat pengamanan
jalan seperti marka, rambu, JPO, dan
sebagainya
• Dishub: pengamanan jalan di sekitar
sekolah
6 Kepolisian Tingkat Sektor (Polsek) • Pengamanan jalan di sekitar sekolah
• Sosialisasi/edukasi keselamatan lalu
lintas untuk warga sekolah
7 Orang tua (melalui Komite Sekolah) • SDM utama untuk relawan pendamping
anak
• Pengadaan atribut anak
8 Sekolah menengah atau perguruan tinggi • Relawan program (sesuai kesediaan)
di dekat sekolah
9 Dinas Pendidikan • Dukungan operasional
• Pemberian insentif

4.3 Pengorganisasian

4.3.1 Pelibatan Aktif Warga Sekolah


Pelibatan warga sekolah sejak dini sangat ber-
pengaruh pada keberhasilan program, seperti disebut-
kan dalam laporan kunjungan lapangan NGABASO
(2019). Karena itu, sebelum memulai program, ada baik-
nya sekolah melakukan survei/jajak pendapat untuk
mengetahui kesiapan warga sekolah dalam menerima
program. Adapun hal-hal yang perlu disurvei men-
cakup:
• Wawasan, kesadaran, dan perilaku saat berlalu
lintas
• Cara-cara yang sesuai untuk melakukan sosialisasi
dan edukasi
• Penerimaan terhadap program dan kesediaan
untuk terlibat
• Masukan awal warga sekolah terhadap program

35
Jajak pendapat di sekolah dapat dilakukan
dengan berbagai cara, salah satunya melalui survei
sederhana. Instrumen survei yang dimaksud dapat
diakses pada lampiran 1 dari buku panduan ini. Namun
mengingat bahwa NGABASO adalah program peme-
nuhan hak anak, maka proses jajak pendapat wajib
melibatkan anak sebagai responden, selain guru dan
orang tua.

4.3.2 Pengorganisasian di tingkat Sekolah


(a) Kepanitiaan
Berdasarkan temuan di sekolah-sekolah pilot-
ing NGABASO, keberadaan organisasi atau penang-
gung jawab diperlukan untuk memastikan kelancaran
dan keberlanjutan program. Pada tingkat paling seder-
hana, sekolah dapat menunjuk satu guru sebagai
koordinator program dan mengoptimalkan piket guru
untuk mendampingi serta mengawasi anak saat ber-
jalan di sekitar sekolah. Pada tingkatan lebih kom-
pleks, sekolah dapat membentuk struktur kepanitiaan
program yang melibatkan tidak hanya guru, tetapi
juga orang tua dari komite sekolah/koordinator kelas.

Gambar 4.3.2.1 Contoh struktur organisasi tim NGABASO di SDN Bahagia 06, Bekasi
Sumber: dokumentasi kunjungan lapangan NGABASO (2019)

36
Adapun peran dan tanggung jawab panitia/
kordinator program adalah:
• Berkordinasi dengan jejaring kerja yang ada
• Mengorganisasi seluruh kegiatan dalam berbagai
tahapan program (pemetaan, sosialisasi-edukasi,
eksekusi)
• Melakukan monitoring dan evaluasi untuk per-
baikan program
(b) Tim relawan
Setelah kepanitiaan/koordinator ditetapkan,
selanjutnya panitia/kordinator dapat membentuk
suatu tim relawan. Tim relawan utamanya terdiri dari
warga sekolah dewasa, yaitu guru dan orang tua. Na-
mun jika jumlah SDM di sekolah tidak memadai, seko-
lah dapat memaksimalkan bantuan dari jejaring kerja
seperti Linmas, Dishub, Kepolisian, masyarakat seki-
tar, dan/atau sekolah menengah/perguruan tinggi ter-
dekat. Peranan tim relawan dapat mencakup berbagai
tahap implementasi:
• Memetakan kondisi lingkungan sekitar sekolah
• Melaksanakan kegiatan sosialisasi-edukasi kesela-
matan lalu lintas pada warga sekolah
• Membantu dalam pelaksanaan harian (men-
dampingi anak berjalan kaki, mengamankan lalu
lintas sekitar sekolah, dll)
• Membantu pelaksanaan monitoring dan evaluasi
program
(c) Penyusunan rencana aksi program
Selanjutnya, agar pelaksanaan program teren-
cana dengan baik, panitia/koordinator dan tim relawan
dapat merancang suatu Rencana Aksi Program. Selain
berguna sebagai panduan pelaksanaan di sekolah,
Rencana aksi dalam bentuk tertulis dapat membantu
sekolah saat mensosialisasikan program pada orang
tua, masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya.
Rencana Aksi yang baik umumnya merinci
dengan jelas jenis kegiatan, waktu dan tempat pelak-
sanaan, tim pelaksana, langkah pelaksanaan dan
sumberdaya yang dibutuhkan. Untuk memaksimal-
kan pemenuhan hak anak, adalah sangat baik untuk
melibatkan anak secara aktif dalam menyusun
Rencana Aksi Program. Anak terutama perlu dilibatkan
dalam perencanaan kegiatan yang langsung menyasar
mereka, seperti edukasi, pembentukan kelompok jalan

37
kaki, dan lain sebagainya. Tim panitia dan relawan
dapat bekerja bersama anak, atau minimal meminta
pendapat anak, untuk menentukan cara dan waktu
yang tepat untuk melaksanakan program. Rencana
aksi program dapat disusun dalam sebuah tabel (con-
toh tabel dapat dilihat di lampiran 2), dan salinannya
dibagikan pada tim panitia dan relawan.

Memastikan pemenuhan
hak anak dalam tahap
persiapan
1. Anak menjadi respon-
den dalam jajak
pendapat mengenai
program
2. Anak dilibatkan/
ditanya pendapatnya
saat membuat
rencana aksi
program

38
5.1 Pemetaan di Tingkat Kab/Kota: Partisipasi
Multi Pihak BAB V
LANGKAH
5.1.1 Partisipasi dan Kolaborasi Multi Pihak
Partisipasi dan kolaborasi merupakan kunci IMPLEMENTASI 2:
pelaksanaan program NGABASO. Tanpa kolaborasi PEMETAAN
dan kerjasama multi pihak, program NGABASO hanya
akan menjadi program seremonial yang tidak dapat
PARTISIPATIF
berjalan berkelanjutan serta tidak dapat mencapai
sasaran besar yaitu pemenuhan hak anak dalam per-
lindungan (keselamatan dan kerentanan), tumbuh
kembang anak (kesehatan) dan partisipasi (akses pen-
didikan, pemberdayaan anak).
Partisipasi dan kolaborasi melibatkan multi
pihak dari berbagai tingkat dan lingkup kepentingan.
Mulai dari DP3KAB sebagai perancang dan pelaksana
program, Dinas Perhubungan dan Pekerjaan Umum
yang terkait dengan infrastruktur bagi pejalan kaki,
Dinas Pendidikan, hingga Guru, Siswa dan Orangtua
di tingkat sekolah. Untuk dapat memulai langkah-
langkah partisipatif hendaknya para pihak telah ter-
lebih dahulu memetakan dan berkoordinasi dengan
jejaring kerja, seperti telah disebutkan pada bab 4.2.

5.1.2 HVCA sebagai Fokus Partisipasi Multi Pihak


Aktivitas inti dari program NGABASO adalah
berjalan kaki rutin dari satu titik kumpul menuju
sekolah. Untuk dapat membangun partisipasi multi
pihak yang optimal, maka DP3AKB sebagai pemimpin
pelaksanaan program akan memfasilitasi pemetaan
keterlibatan multi pihak dengan kerangka HVCA
(Hazard, Vulnerability and Capacity Assesment), atau
Asesmen Bahaya, Kerentanan dan Kapasitas. HVCA
merupakan pengumpulan informasi terkait dengan
Bahaya, Kerentanan dan Kapasitas/Potensi untuk
dapat merancang program yang komprehensif dalam
penanganan serta antisipasi bahaya kecelakaan bagi
pejalan kaki.
Dalam konteks program Ngabaso, HVCA juga
berkaitan dengan hal-hal terkait kekuatan (pendukung
tercapainya tujuan program) maupun kelemahan
(penghambat tercapainya tujuan program) yang
terpetakan pada lingkup fasilitas dan infrastruktur
pendukung bagi keamanan pejalan kaki (anak), serta

39
sistem pendidikan yang memastikan anak terlibat aktif
dalam program NGABASO.

Gambar 5.1.2.1 Lingkup HVCA Multi Pihak Program NGABASO

Melalui laman Pusat Pendidikan Mitigasi dan


Bencana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI),
diperoleh definisi terkait dengan Hazard (bahaya),
Vulnerability (Kerentanan) dan Capacity (Kapasitas) se-
bagai berikut:
1. Bahaya (hazard) adalah suatu kejadian yang
mempunyai potensi untuk menyebabkan terjadi-
nya kecelakaan, cedera, hilangnya nyawa atau ke-
hilangan harta benda. Bahaya ini dapat menim-
bulkan bencana maupun tidak. Bahaya dianggap
sebuah bencana (disaster) apabila telah menim-
bulkan korban dan kerugian.
Dalam lingkup program Ngabaso, bahaya (Hazard)
dapat diterjemahkan sebagai bentuk kejadian
saat kegiatan berjalan kaki yang menyebabkan
kecelakaan, hilangnya nyawa, serta kerugian lain
bagi pejalan kaki yang melintasi rute dari rumah
ke titik kumpul, kemudian jalan kaki ke sekolah.
Bahaya dapat berasal dari situasi lalu lintas seperti
kecelakaan motor saat mengantar anak ke titik
kumpul, terserempetnya pejalan kaki oleh kenda-
raan, dan sebagainya. Bahaya juga dapat berasal
dari kondisi infrastruktur jalan, misalnya pejalan
kaki terluka karena terjerembab ke dalam lubang
di tengah jalan atau trotoar yang rusak.
2. Kerentanan (vulnerability) adalah rangkaian
kondisi yang menentukan apakah bahaya (baik
bahaya alam maupun bahaya buatan) yang terjadi
akan dapat menimbulkan bencana (disaster) atau

40
tidak. Rangkaian kondisi, umumnya dapat berupa
kondisi fisik, sosial dan sikap yang mempengaruhi
kemampuan masyarakat dalam melakukan pen-
cegahan, mitigasi, persiapan dan tindak-tanggap
terhadap dampak bahaya.
Dalam lingkup program NGABASO, Kerentanan
(vulnerability) dapat diterjemahkan sebagai sikap
dan kebiasaan para pengguna lalu lintas yang ber-
potensi menyebabkan bahaya. Misalnya kebiasaan
pengguna kendaraan dalam memacu kendaraan-
nya, ketertiban penggunaan helm oleh keluarga,
dan sebagainya. Vulnerability juga dapat diter-
jemahkan sebagai hal-hal yang menghambat ter-
capainya tujuan program NGABASO dalam konteks
yang lebih luas, semisal rendahnya penerimaan
masyarakat terhadap program.
3. Kapasitas (capacity) adalah kemampuan untuk
memberikan tanggapan terhadap situasi tertentu
dengan sumber daya yang tersedia (fisik, manusia,
keuangan dan lainnya). Kapasitas ini bisa merupa-
kan kearifan lokal masyarakat yang diceritakan
secara turun temurun dari generasi ke generasi
Dalam lingkup program NGABASO, Kapasitas
(Capacity) dapat diterjemahkan sebagai potensi
yang dapat mengantisipasi/mencegah timbulnya
bahaya bagi pejalan kaki. Dalam lingkup yang lebih
luas, kapasitas disini dapat melingkupi faktor yang
turut mendukung tercapainya program NGABA-
SO.

Dengan kata lain, dalam panduan ini, pemetaan HVCA tidak


hanya terbatas pada pemetaan bahaya, kerentanan dan
kapasitas yang terkait keselamatan pejalan kaki, tetapi juga
mencakup faktor pendukung dan penghambat bagi
keberlangsungan program NGABASO.

5.1.3 Langkah HVCA Multi Pihak


Pada prinsipnya HVCA (Hazard Vulnerability
Capacity Assesment) terdiri dari tiga tahap yaitu:
1. Tahap Pengumpulan Data bahaya, kerentanan
dan potensi (primer-sekunder, kualitatif-
kuantitatif, laporan-lapangan)
2. Tahap Analisis masalah dan potensi (situasi bahaya
dan kecelakaan yang sudah terjadi, kerentanan

41
yang menimbulkan kecelakaan, akar masalah,
prioritas masalah yang disasar, potensi apa yang
mendukung keselamatan pejalan kaki, potensi
apa yang mendukung program NGABASO)
3. Tahap Perencanaan Aksi (rancangan langkah dan
implementasi riil)
Para pihak terkait mulai dari pemerintah kab/
kota, sekolah hingga masyarakat dapat menjalani
tahapan HVCA sesuai dengan kapasitas masing-
masing. Tentunya bentuk data akan berbeda dari tiap
pihak, baik dari variasi data, kedalaman-keluasan,
serta cara pengambilannya. Dinas PP/PA sebagai
pelaksana program perlu memfasilitasi berbagai pihak
dalam pengumpulan data, untuk dapat memahami
ketersediaan maupun kebutuhan data yang perlu digali
di lapangan.
Dalam proses analisis masalah, Dinas Perlin-
dungan Anak sebagai fasilitator dapat mengacu pada
pertanyaan kunci yang tertera pada diagram langkah
HVCA (diagram 5.1.3) maupun menggunakan metode
lain seperti penggunaan pohon masalah, analisis akar
masalah, hingga metode yang lebih advance seperti
systemic thinking. Tujuannya bukan sekedar untuk
menemukan akar masalah, namun untuk dapat
menentukan rumusan masalah yang menjadi kunci/
prioritas untuk diantisipasi.
Sama halnya dalam melakukan analisis
potensi pendukung, Dinas PP/PA sebagai fasilitator
dapat menggunakan pertanyaan kunci yang tertera
pada diagram di bawah ini, maupun bentuk analisis
potensi yang lain yang lebih terperinci misalnya
membuat kriteria potensi dari sisi sistem, infrastruktur
dan sumberdaya manusia. Tujuan dari analisis potensi
pendukung adalah membangun kesadaran para
pemangku kepentingan bahwa mereka telah memiliki
potensi, sesuai kapasitas dan lingkupnya masing-
masing, untuk berperan serta aktif dalam menyukses-
kan tujuan program NGABASO.
Perencanaan aksi pada prinsipnya memuat
bentuk aksi (apa), langkah-langkah yang ditempuh
(bagaimana), pihak-pihak yang dilibatkan (siapa),
sumber daya yang dibutuhkan, serta bagaimana pi-
hak perancang rencana aksi dapat memastikan tujuan
aksinya tercapai. Fasilitator dapat menggunakan poin

42
dasar perencanaan aksi seperti tertera dalam diagram,
atau dapat mengembangkan format perencanaan aksi
sepeti proposal program, log frame, dan sebagainya.
Hal penting yang perlu diperhatikan fasilitator adalah
kapasitas pihak yang didampingi dalam memahami
bentuk rencana aksi, sehingga rencana aksi yang di-
kembangkan dapat berjalan secara konkrit dan
realistis.

Gambar 5.1.3.1 Langkah HVCA Pemetaan Partisipatif Multi Pihak di Tingkat Kab/Kota

5.2 Pemetaan di Tingkat Sekolah: Kerawanan lalu


lintas sekitar sekolah

5.2.1 Berjalan dan berpartisipasi bersama memeta-


kan kerawanan melalui metode Transect Walk
Dengan berjalan perlahan secara bersama-
sama, para pejalan kaki mulai mengalami dan merasa- “Transect Walk merupakan
kan bagaimana bila melakukan aktivitas berjalan kaki aktivitas survey dengan
melalui rute yang telah ditentukan. Sambil berjalan, berjalan secara sistematis
seluruh anggota yang terlibat dalam kegiatan transect pada sebuah jalur yang
telah ditentukan, melintasi
walk ini memetakan kondisi fisik jalan yang menunjang kawasan jalur jalan kaki,
maupun membahayakan keselamatan pejalan kaki. bersama dengan siswa,
Selain itu untuk mengkonfirmasi tingkat kerawanan orangtua dan pelaku
yang dipetakan, para anggota tim Transect Walk juga NGABASO lainnya, untuk
mengenal dan memetakan
melakukan wawancara dan diskusi bersama masya- kondisi infrastruktur serta
rakat lokal untuk mempertajam dan mengkonfirmasi kerawanan lalu lintas”
data kerawanan yang dipetakan. Hasil akhir yang

43
diharapkan dari transect walk ini adalah dihasilkan
“Pada prinsipnya, transect
peta rute aman berjalan kaki disertai data kerawanan
walk merupakan salah satu
aktivitas HVCA dalam proses lalu lintas bagi pejalan kaki, termasuk hal-hal yang
pengumpulan data dari mendukung keselamatan pejalan kaki.
lapangan. Selain data Enam langkah utama dalam aktivitas transect
wawancara dan peta
walk adalah:
langsung dari lapangan
yang didapat dari transect 1. Menentukan kelompok yang akan terlibat dalam
walk, tim panitia/relawan kegiatan transect. Tim terdiri dari perwakilan
hendaknya memastikan siswa, guru, orang tua, maupun pemerintah lokal
tergalinya data sekunder
serta masyarakat. Kegiatan juga dapat dilakukan
dari dinas terkait (tingkat
kecelakaan, daftar terpisah antara anak dan orang dewasa, dengan
infrastruktur, dan lain pendamping dari tim panitia/relawan. Jumlah
sebagainya.)” anggota tim sebaiknya tidak banyak (10-15 orang)
untuk setiap rute yang akan dipetakan, demi efek-
tivitas dan keamanan transect walk.
2. Membangun kesamaan persepsi tentang ke-
rawanan berlalu lintas dan penunjang kegiatan
jalan kaki. Sehingga saat di lapangan, tiap anggota
kelompok dapat memetakan kerawanan serta
potensi pendukung dengan baik.
3. Menentukan bentuk data kerawanan serta
penunjang yang hendak dipetakan. Kemudian
membuat daftar pertanyaan wawancara dan daftar
data untuk dicari dan dipetakan di lapangan.
Dapat dielaborasikan dengan simbol Peta Hijau
(lihat uraian sub bab berikutnya)
4. Membuat peta rute jalur transect walk, terdiri dari
titik awal berangkat hingga titik akhir jalan. Dengan
peta yang telah dibuat, maka para anggota
peserta transect walk siap untuk membuat titik-
titik data pada peta. Peta jalur transect walk pada
umumnya adalah satu tarikan garis lurus atau
satu jalur utama rute jalan kaki.
5. Melakukan kegiatan transect walk dengan
perlahan dan cermat. Kegiatan transect walk
merupakan bagian penting dalam pengumpulan
data HVCA, dan menyumbang 80-90% data
kerentanan dan penunjang kenyamanan pejalan
kaki. Pastikan tiap anggota dapat mencatat data
dan menggambarkan hasil transect dengan
nyaman. Ingat, tidak perlu mahir menggambar
untuk membuat peta transect walk yang baik!
Beberapa sekolah yang terletak berdekatan dapat
melakukan Transect Walk bersama-sama, khusus-

44
nya pada ruas-ruas jalan yang dilalui bersama oleh
siswa sekolah-sekolah tersebut.
6. Memvalidasi dan mendiskusikan hasil transect
walk bersama. Setelah selesai berjalan dan me
metakan, maka saatnya setiap anggota berkumpul
dan berdiskusi bersama untuk membahas hasil
pemetaan. Pastikan dari peta dan pendataan yang
dihasilkan, para anggota dapat mengenali hal yang
perlu diantisipasi dan dihindari (kerawanan) dalam
berjalan kaki, serta hal yang menunjang dan mem-
buat nyaman aktivitas pejalan kaki. Selanjutnya
hasil diskusi akan digunakan untuk membuat
program Ngabaso yang lebih komprehensif.

Gambar 5.2.1.1 Skema Alur Transect Walk

Produk dari transect walk berupa kombinasi


antara gambar peta lapangan dengan bentuk ke-
terangan sesuai apa yang digambarkan di peta. Salah
satu bentuk dari hasil transect walk dapat dilihat pada
tabel berikut ini.
Contoh Data Data Rute 1 Ngabaso: Jalan Legak-Legok –Jalan Nangka – Jalan Sudirman - Sekolah
Transect Walk
(wawancara dan
pengamatan
langsung)

Keterangan: peta diberi icon/gambar yang dapat menjelaskan data tertulis, icon dapat diambil dari peta hijau

Kondisi fasilitas yang Bantaran sungai Pohon teduh Pohon teduh Papan penunjuk jalan yang Trotoar yang luas
mendukung aktivitas yang sejuk Jauh dari jalan Jauh dari jalan jelas Jalan lurus dan mudah
pejalan kaki raya raya Halte bus yang nyaman diingat oleh pejalan kaki
untuk disinggahi

Kondisi fasilitas Bantaran sungai Jalan berlubang Trotoar sempit Gorong-gorong besar dan PKL yang memadati trotoar
yang menimbulkan tanpa pembatas berlubang Trotoar penuh sampah
kerawanan Jalan rusak Dekat dengan jalan raya
Pohon tidak teduh,
masih kecil-kecil
Dekat dengan jalan raya

Bentuk kecelakaan Tercebur ke sungai Pohon tumbang Tidak ada Kecelakaan pengendara
yang sering/pernah Longsor kecil Gigitan hewan liar motor
terjadi pada daerah Tabrakan motor Masuk ke gorong-gorong
ini ngebut

Bentuk bahaya Tercebur ke sungai Pohon tumbang Pohon tumbang Terjebur ke gorong-gorong Pejalan kaki bersinggungan
(kerawanan) yang Licin jalan tanah Licin jalan tanah Kendaraan dengan laju lalu dengan trotoar / terdesak
dapat terjadi bagi lintas tinggi ke luar trotoar
pejalan kaki Kehujanan

45
Bentuk data lainnya Pengamatan Belajar mengenal ……….. ………………………………..
(misal kebiasaan burung, kegiatan berbagai jenis
pengguna jalan/ bersih sungai pohon
potensi materi belajar
saat berjalan kaki)

Pada intinya, tim bebas menentukan bentuk data transect, asalkan memuat data kerawanan dan potensi.

Perlu diingat bahwa bentuk format data


transect walk bervariasi, setiap fasilitator atau pen-
damping pembuatan transect walk dapat mengubah
bentuk format di atas sesuai kebutuhan di lapangan.

5.2.2 Membuat Indikator Kerawananan Sederhana


dengan Peta Hijau (Green Map)

Gambar 5.2.2.1 Icon Greenmap diambil dari Greenmap.org

Green Map atau Peta Hijau adalah peta lokal ber-


tema lingkungan yang dibuat berdasarkan seperang-
“Penggunaan simbol Peta
Hijau dalam pemetaan
kat icon (simbol) yang berlaku di seluruh dunia. Perang-
HVCA (termasuk transect kat symbol tersebut disediakan oleh lembaga nirlaba
walk), dapat membantu bernama Green Map System. Tujuan pembuatan
menyamakan persepsi Peta Hijau adalah untuk membangun kesadaran akan
berbagai pihak mengenai
kondisi kerawanan dan
kondisi dan situasi lokal, baik berupa masalah mau-
potensi pendukung bagi pun potensi yang dimiliki oleh masyarakat lokal.
program NGABASO. Dengan Pembuatan peta hijau dapat diintegrasikan
bentuk simbol yang seder- dengan metode lain seperti transect walk. Hasil peme-
hana, menarik dan mudah
dimengerti, Green Map
taan dari berbagai metode juga dapat digabungkan
dapat meningkatkan par- menjadi peta terintegrasi, yang memuat berbagai
tisipasi aktif siswa dalam data kerawanan serta potensi penunjang program.
memetakan kerawanan dan Untuk tujuan pendidikan di sekolah serta membangun
potensi pada jalur jalan
kaki yang mereka lalui.”
kesadaran anak dan masyarakat tentang potensi
daerahnya, kegiatan pembuatan peta hijau dapat

46
sdiperluas tidak hanya berfokus pada pemetaan data
“Apabila sekolah dapat
terkait simbol aktivitas jalan kaki, tapi dapat berupa
membuat peta hijau dengan
hal-hal lain yang membangkitkan kesadaran terhadap baik dan benar sesuai
potensi lokal. Misalnya pemetaan bangunan ber- simbol yang berlaku, maka
sejarah, titik kuliner favorit, timbunan sampah yang hasilnya dapat bermanfaat
bagi pemutakhiran data dari
mengganggu, dan lain sebagainya.
dinas-dinas terkait. Peta
Langkah utama dalam membuat peta hijau Hijau tersebut juga dapat
yang baik adalah sebagai berikut: diunggah ke dalam sistem
1. Sosialisasi pemahaman peta hijau pada berbagai Peta Hijau Internasional
(Green Map System).”
pihak. Berisi tentang konsep dasar peta hijau,
mengapa simbol peta hijau dikembangkan, contoh
aktivitas peta hijau dan hasil yang sudah dibuat
selama ini (di Indonesia maupun dunia). Sosialisasi
dapat menggunakan media video (diunduh dari
internet via youtube), file brosur peta hijau yang
diunduh dari greenmap.org dan media lainnya.
2. Memetakan kebutuhan data di sekolah, baik dari
HVCA secara umum maupun transect walk. Kemu-
dian menemukan simbol peta hijau apa saja yang
terkait dengan data tersebut.
3. Memilih seperangkat simbol Peta Hijau sesuai
dengan kebutuhan data HVCA. Sistem Peta Hijau
Internasional memiliki ratusan simbol, karena itu
sekolah perlu membatasi lingkup penggunaan
agar dapat fokus pada kebutuhan data sekolah.
Keragaman simbol dapat ditambahkan sesuai per-
luasan tujuan pemetaan, misalkan guru ingin
mengajak siswa untuk mengenal isu lingkungan
dan potensi sejarah, maka dapat ditambahkan
perangkat simbol yang terkait dengan hal tersebut.
Contoh perangkat simbol dasar untuk pemetaan
HVCA lalu lintas dapat diakses pada lampiran 3
di buku panduan ini.
4. Membuat peta dasar untuk digunakan oleh tim
dalam memetakan potensi dan kerawanan sesuai
simbol yang ada. Peta dasar dapat berbentuk
peta jalur transect walk (cakupan area yang lebih
terbatas), maupun peta besar suatu wilayah. Ter-
gantung dari aktivitas pemetaan yang dilakukan.
5. Melakukan pemetaan dengan perlahan, cermat
dan penuh apresiasi terhadap hal-hal yang ada
di sekitar lokasi pemetaan. Relawan pendamping
perlu melakukan diskusi dengan baik dan jelas ber-
sama para anggota pembuat peta. Tujuan utama

47
pembuatan peta hijau adalah membangun
kesadaran akan situasi lokal, jika dilakukan tergesa-
gesa dan tanpa diskusi yang memadai, maka tujuan
tidak dapat tercapai.
6. Memvalidasi hasil pemetaan melalui proses diskusi
bersama. Mengkonfirmasi ulang mengapa simbol-
simbol muncul pada peta hijau yang dibuat oleh
masing-masing kelompok. Proses validasi me-
mastikan peta hijau yang dihasilkan dapat di-
pahami oleh publik.
7. Menyajikan peta hijau pada area publik, dengan
legenda (keterangan) peta yang jelas serta bentuk
final peta yang rapi. Tujuan penyajian peta adalah
mengajak masyarakat luas untuk memahami
situasi dan potensi di daerahnya sendiri.

Gambar 5.2.2.2 Skema Alur Pembuatan Peta Hijau

5.2.3 Traffic Survey dan Penggenap Data Kerentanan


Traffic Survey merupakan survei yang ber-
tujuan untuk mendata secara akurat situasi lalu lintas
pada suatu wilayah. Data survei dapat berupa jumlah
kendaraan yang melaju melewati suatu area dalam
satuan waktu, jenis kendaraan serta perilaku umum
pengguna kendaraan. Tujuan utama pembuatan Traffic
Survey adalah untuk merinci bentuk data kerentanan
bagi pejalan kaki, yang diakibatkan dari ragam jenis
kendaraan yang melaju beserta situasi lalu lalang
kendaraan yang terjadi di lapangan. Aktivitas Traffic
Survey dapat menjadi media pembelajaran bagi anak,
terutama bagi pembelajaran matematika, karena
melibatkan aktivitas pengamatan data, penghitungan,
hingga olah data melalui metode statistika sederhana.
Pada dasarnya tahapan langkah menjalankan
traffic survey sama dengan tahapan pada transect walk
dan Peta Hijau. Namun yang membedakan adalah
kebutuhan data spesifik beserta lembar datanya. Pada
umumnya kebutuhan data berupa ragam bentuk
kendaraan yang melintas di area, beserta intensitas
dan perilaku pengguna kendaraan tersebut. Bentuk

48
data traffic survey dapat dilihat pada tabel di bawah
ini:
Nama penyurvei:
Tanggal dan hari survei:
Lokasi survei:
Waktu mulai survei: Waktu survei berakhir: Total durasi survei: 10 menit
Jenis Mobil Angkutan Motor Sepeda Kendaraan Kendaraan
Kendaraan Pribadi Umum Besar lain
(bis & truk)
Jumlah 200 20 300 5 200
kendaraan
yang melintas
Perilaku umum Banyak yang Melaju
pengguna tidak memakai dengan
kendaraan helm perlahan
yang melintas Kebanyakan
melaju dengan
cepat
Situasi lalu Kepadatan wajar karena pengamatan dilakukan pada sore hari
lintas pada Banyak pejalan kaki yang melintas di sekitar area
masa
pengamatan
Keterangan Lokasi survey merupakan jalan lintas provinsi, sehingga banyak kendaraan
tambahan pribadi (roda empat) dan kendaraan besar yang melintas
Tabel 5.2.3.1 Contoh Data Traffic Survey

5.3 Tindak Lanjut Pemetaan

5.3.1 Peta Korelasi (Keterkaitan) Proses Partisipatif


Proses pemetaan partisipatif dari tingkat
HVCA (lingkup besar multi pihak), dan tingkat lokal
(Transect Walk, Peta Hijau dan Traffic Survey) adalah
proses yang saling terkait satu sama lain. Data yang
dihasilkan dapat dimanfaatkan oleh para pihak pada
berbagai lingkup dan tingkat kepentingan untuk
memutakhirkan data bagi dinas terkait. Tindak lanjut
dari pemutakhiran data di tingkat dinas adalah adanya
respon serta dukungan riil dari dinas terkait untuk
mendukung program NGABASO, misalnya dengan
memperbaiki infrastruktur jalan yang rusak, mereka-
yasa pengaturan lalu lintas, dan sebagainya.
Sedangkan data pemetaan di tingkat sekolah
akan ditindaklanjuti dalam bentuk aktivitas mitigasi
atau pembuatan Standar Operating Prochedure (SOP)
keselamatan pejalan kaki ke sekolah dan pengem-
bangan lebih lanjut program NGABASO bersama

49
sekolah, masyarakat dan pihak pendukung.

Gambar 5.3.1.1 Skema Tindak Lanjut Pemetaan HVCA

“Pemetaan yang dilakukan 5.3.2 Tindak Lanjut Pemetaan: Ragam Respon pada
multi pihak secara
partisipatif dapat memberi-
Tingkat Kab/Kota
kan manfaat dua arah baik Dari peta korelasi tindak lanjut pemetaan
bagi kota/kabupaten mau- partisipatif di atas, dapat dilihat bahwa para pihak
pun bagi sekolah/masya- dapat menindaklanjuti hasil pemetaan partisipatif
rakat. Hasil pemetaan
dapat diintegrasikan dan
multi pihak sesuai dengan lingkup dan kapasitasnya
saling mendukung sehingga masing-masing. Pada tabel berikut dapat dilihat salah
menghasilkan tindak lanjut satu contoh bagaimana bentuk tindak lanjut yang
yang memadai.” dapat dilakukan para pihak di tingkat makro atau
lingkup instansi pemerintahan.
Instansi: Dinas Perlindungan Anak Kota Cirebon

No. Wilayah/ Hasil Pemetaan Hal Spesifik yang Tindak Lanjut yang Pihak Yang Dilibatkan
Sekolah Kerentanan Perlu Ditindaklanjuti Dapat Dilakukan Dalam Tindak Lanjut
(Anak)

1 Sekolah percontohan 1 Rendahnya Kesadaran dan ke- Sosialisasi safety • Pihak Kepolisian ba-
SD Sukasari Wetan* tingkat kesadaran taatan orangtua dalam riding kepada gian DLLAJR sebagai
(kecamatan Sukasari) orangtua dalam menggunakan helm masyarakat, pemateri
keselamatan ken- saat menggunakan khususnya orangtua • Perusahaan swasta
daraan bermotor kendaraan roda dua dari SD Sukasari sebagai sponsor
(saat mengantar Wetan sebagai • Tim Dinas PP/PA
anak ke lokasi upaya pemenuhan sebagai narasumber
Ngabaso) hak keselamatan
anak

2 Sekolah percontohan 2 Fasilitas sekolah Gerbang sekolah Perbaikan dan • Bagian sarana prasa-
SD Babakan Jeruk belum mendukung terlalu sempit untuk pelebaran gerbang rana sekolah
untuk kegiatan dimasuki oleh banyak sekolah • Sponsor perusahaan
Ngabaso anak sekaligus, Penataan akses • Dinas pendidikan
membahayakan anak jalur masuk ke bagian sarana
karena dekat dengan sekolah prasarana
jalan raya

Tabel 5.3.2.1 Contoh Tindak Lanjut Pemetaan pada Tingkat Kab/Kota (1)
*nama sekolah adalah rekaan

50
Instansi: Dinas Perhubungan Kota Cirebon

No. Wilayah/ Hasil Pemetaan Hal Spesifik yang Tindak Lanjut yang Pihak yang Dilibatkan Dalam
Sekolah Kerentanan Perlu Ditindaklanjuti Dapat Dilakukan Tindak Lanjut
Infrastruktur dan
Kondisi Lalu Lintas

1 Sekolah percontohan 1
SD Sukasari Wetan
(Kecamatan Sukasari)

2 Sekolah percontohan 2 Kerusakan fasiltas lalu • Rambu-rambu lalu lintas Perbaikan fasilitas jalan Dinas Perhubungan bagian
SD Coblong lintas di bebereapa dirusak oleh orang iseng dalam kurun waktu infrastruktur dan fasilitas jalan
titik • Zebra cross sudah pudar 1 bulan
• Trotoar rusak pada Jalan
Sukamenak menuju SD
Coblong

3 Sekolah percontohan 3 Padatnya PKL pada Penertiban PKL agar • Penertiban PKL tidak • Kerjasama dengan Satpol PP
SD Babakan Jeruk trotoar dan ruas jalan menggunakan fasilitas berizin untuk penertiban PKL
di rute Ngabaso umum (jalan) sesuai aturan • Rencana relokasi PKL • Pemetaan zona relokasi PKL
yang berlaku • Penataan PKL agar • Penataan PKL simpatik
ramah pengguna jalan bersama Dinas Tata Ruang
dan Cipta Karya agar tidak
mengganggu pengguna jalan

4 Sekolah percontohan 4 Tingginya tingkat Kendaraan melaju dengan Pengalihan rute ken-
SD Kalideres* kecelakaan kendaraan kecepatan tinggi dengan daraan bermotor pada
roda dua dan pejalan jalur yang ramai dilewati rute NGABASO
kaki di sekitar rute pejalan kaki Penambahan rambu-
NGABASO rambu lalu lintas dan
polisi tidur

Tabel 5.3.2.2 Contoh Tindak Lanjut Pemetaan pada Tingkat Makro (2)
*nama sekolah adalah rekaan

5.3.3 Tindak Lanjut Pemetaan di Tingkat Sekolah:


SOP Keselamatan NGABASO
Tindak lanjut pemetaan di tingkat sekolah di-
awali dengan membuat Standard Operating Procedure
(SOP) keselamatan untuk program NGABASO. Tujuan
pembuatan SOP keselamatan adalah mengupayakan
pencegahan dan antisipasi kecelakaan lalu lintas
selama anak berjalan kaki ke sekolah. Untuk dapat
membuat SOP keselamatan sekolah dengan baik, maka
pihak sekolah harus memastikan data kerawanan dan
potensi yang berasal dari aktivitas pemetaan sudah
cukup memadai.
Data potensi bahaya kemudian diantisipasi
melalui serangkaian tindakan pencegahan maupun
strategi penanganan bahaya yang mungkin terjadi.
Data potensi dapat bermanfaat untuk meningkatkan
keselamatan dan dijadikan pendukung untuk strategi
penananganan bahaya.

51
Gambar 5.3.3.1 Alur Pembuatan SOP Keselamatan NGABASO

Dalam membuat SOP keselamatan, pihak


sekolah dapat memfasilitasi anak untuk membangun
kesadaran dan kemandirian dalam menjaga kesela-
Pemenuhan Hak Anak pada
Tahap Pemetaan
matan diri, dengan mengajak anak untuk membangun
1. Mengajak anak bersama- kesiapan diri sebagai pejalan kaki yang baik. Perlu
sama memetakan diingat bahwa format SOP keselamatan sekolah ber-
kerawanan lingkungan variasi, yang menjadi inti dari SOP adalah bagaimana
sekolah, baik melalui
transect walk, peta hijau
pihak sekolah dapat mengenali potensi bahaya dan
maupun traffic survey. memetakan bentuk antisipasi dengan sekomprehensif
2. Berdiskusi atau menanya- mungkin. SOP keselamatan sekolah dibangun dari
kan pendapat anak prosedur keselamatan pada setiap lintasan NGABASO
dalam pembuatan SOP
Keselamatan Sekolah
di sekolah, lalu dikompilasi sehingga menjadi SOP
3. Mengajak anak bersama- yang komprehensif. Pastikan dalam menyusun SOP,
sama membuat SOP telah tercantumkan dengan jelas pihak-pihak yang
keselamatan Sekolah di bertanggung jawab terhadap langkah SOP yang
bagian SOP siswa
disusun. Pada tabel berikut dapat dilihat salah satu

52
contoh bentuk penyusunan SOP dari sudut pandang
pihak yang terlibat.
No. Poin SOP Pertanyaan Bentuk SOP

1 Orangtua Bagaimana orangtua me- • Orangtua memastikan anak menggunakan helm dan duduk di belakang
mastikan hak keselamatan (motor) serta sabuk pengaman (mobil)
anak terpenuhi saat meng-
antar anak ke titik kumpul
dengan menggunakan
kendaraan

Bagaimana orangtua me- • Orangtua memastikan guru pendamping NGABASO sudah hadir saat anak
mastikan anak aman ketika diturunkan di titik kumpul. Orangtua dapat menunggu anak hingga guru
berada di titik kumpul? pendamping datang di titik kumpul

Bagaimana orangtua mem- • Orangtua telah memastikan anak menggunakan pakaian, sepatu dan tas yang
bantu anak membangun nyaman untuk berjalan kaki, sudah sarapan.
kesadaran keselamatan? • Orangtua membantu menyiapkan makanan dan minuman (bekal) bersama anak

2 Anak Bagaimana anak dapat • Sarapan dahulu sebelum pergi ke sekolah


berjalan dengan aman dan • Menyiapkan bekal bersama orangtua, berupa makanan ringan dan yang ter-
nyaman? penting adalah minuman
• Memastikan membawa topi saat cuaca panas dan payung / jas hujan saat
musim hujan
• Berdoa bersama terlebih dahulu,agar Tuhan menjaga keselamatan selama
berjalan kaki
• Anak telah mengenal rute jalan ke sekolah dan titik-titik penting untuk
diperhatikan (titik penyebrangan, titik istirahat, dan sebagainya)

Bagaimana anak dapat • Tidak bercanda berlebihan saat berjalan kaki, tidak mendorong dan
saling menjaga temannya mengganggu teman lainnya
satu sama lain saat ber- • Segera menghubungi guru terdekat apabila teman di sebelahnya mengalami
jalan kaki bersama? kecelakaan
• Bantu bawa tas teman apabila teman di sebelah sakit
• Saling mengecek kelengkapan teman sebelum berangkat jalan kaki

3 Sekolah Bagaimana memastikan • Menentukan rute NGABASO sesuai dengan kapasitas anak (jangan terlalu
dan Guru rute yang aman dan singkat, juga jangan terlalu panjang)
Pen- nyaman? • Tim survei telah mensosialisasikan rute ngabaso kepada siswa dan guru,
damping untuk mengenal hal-hal yang perlu diantisipasi atau hal yang dapat dipelajari
selama NGABASO

Bagaimana pembagian • Pemimpin jalan (di depan) dan sweeper (paling belakang, memastikan
peran di lapangan untuk tidak ada anak yang tertinggal)
memastikan seluruh rom- • Tim P3K (membawa kotak P3K dan menguasai teknik dasar P3K)
bongan jalan kaki aman • Pendamping kelompok (jalan bersama kelompok / di tengah barisan)
• Tim penunggu titik kumpul (datang lebih pagi dari jam kumpul yang ditentukan)
• Tim dokumentasi

Apa saja yang perlu diper- • Tim P3K selalu memastikan isi kotak P3K lengkap sehari sebelum NGABASO
siapkan untuk • Seluruh tim Guru memiliki nomer telepon puskesmas dan polsek terdekat
memastikan keamanan dari rute NGABASO
dan keselamatan anak? • Tim P3K membawa kendaraan bermotor (cukup 1 roda dua) untuk respon
situasi genting
• Peta rute NGABASO dengan keterangan titik-titik kerawanan dan titik pendukung

Aktivitas guru saat berjalan • Memperhatikan situasi kelompok dan situasi jalan dengan cermat
kaki • Mengingatkan anak untuk tidak bercanda berlebihan
• Mengidentifikasi anak yang kurang fit sejak dari titik kumpul
• Apabila ada anak yang sakit, segera berhenti dan mencari tempat nyaman,
hubungkan dengan tim P3K untuk tindak lanjut penanganan
• Tim logistic bersiap mengantar peserta jalan yang sakit ke puskesmas/RS
terdekat bila diperlukan

4 Aparat Peran Polisi lalu lintas yang • Tim Polisi lalu lintas bersiaga di titik-titik penyeberangan atau pada 1-2 titik
Keamanan diharapkan vital sepanjang rute NGABASO
Peran Satpol PP yang • Satpol PP bersiap di titik ramai PKL (untuk ketertiban) dan titik-titik vital dalam
diharapkan rute NGABASO

Keterangan: semakin banyak pihak yang Keterangan: semakin rinci bentuk SOP para pihak, maka semakin banyak hal
dilibatkan, semakin komprehensif lingkup SOP yang dapat diantisipasi. SOP dapat dikembangkan saat program NGABASO
keselamatan sekolah sudah berjalan, berdasarkan temuan kebutuhan saat di lapangan

Tabel 5.3.3.2 Contoh Penyusunan SOP Keselamatan Sekolah (Pihak Terlibat)

53
Bentuk SOP keselamatan sekolah juga harus dapat
memuat rencana antisipasi dari potensi kerawanan
yang terpetakan di lapangan. Berikut salah satu contoh
penyusunan SOP keselamatan sekolah berdasarkan
potensi bahaya yang terpetakan.
SOP Keselamatan Ngabaso
SD Sukamulya III Kecamatan Cihaurherang Sukabumi*
Rute Jalan: Titik Kumpul Jalan Diponegoro (alun-alun kota) menuju Sekolah (Jalan Kebon Kalapa)*

No. Potensi Bahaya Aktivitas Pencegahan/Antisipasi Pihak yang Berperan

1 Area drop off anak • Mempercepat waktu drop off • Orangtua (drop off)
dari kendaraan • Memastikan anak tidak berkumpul di pinggir jalan • Guru pendamping yang datang
orangtua ke lapangan • Memasang papan tanda program NGABASO agar lebih awal
titik kumpul sangat pengguna jalan lain dapat menurunkan kecepatan laju • Tim logistik NGABASO
sempit dan dekat kendaraan
dengan jalan raya.
Berpotensi mem-
bahayakan anak
dan menimbulkan
kemacetan

2 Trotoar di sepanjang • Membuat dua baris jalan kaki sejak dari waktu drop off • Guru pendamping perjalanan
jalan Dago cenderung • Ketua kelompok (siswa) yang
sempit memastikan barisan tetap rapih

3 Titik penyebrangan • Membagi barisan NABASO menjadi • Satpol PP dan Polisi lalu lintas
ramai kendaraan beberapa bagian untuk menyebrang secara bergantian • Pendamping kelompok
bermotor • Berkoordinasi dengan aparat keamanan (Satpol PP dan
Polisi Lalu Lintas) untuk teknis penyeberangan
• Mempercepat langkah saat menyeberang

4 Trotoar dipenuhi • Koordinasi penertiban PKL dengan aparat pemerintahan


oleh PKL • Sosialisasi program NGABASO pada PKL agar dapat
mengatur jarak untuk lintasan jalan yang memadai
• Membuat aturan kesepakatan pada anak untuk tidak
jajan di tengah perjalanan

5 Pohon rawan • Saat hujan deras rute diperpendek


tumbang saat tertiup • Menggunakan rute alternatif lainnya (atau mengubah
angin kencang rute jalan)

6 Jalan berlubang • Koordinasi dengan pihak Dinas


sangat besar, mem- Perhubungan untuk perbaikan jalan
buat air tergenang • Menggunakan sisi trotoar seberang jalan untuk menghin-
saat berjalan kaki dari jalan berlubang

7 Melewati jalan raya • Anak menggunakan atribut (topi, baju) yang mencolok
provinsi, banyak agar dapat terlihat oleh pengguna kendaraan dari jauh
kendaraan besar • Pendamping memastikan anak berjalan di trotoar atau
pinggir jalan dengan jumlah barisan maksimal 2 baris
• Penambahan aparat polisi lalu lintas saat program
NGABASO

Sarana Prasarana Pendukung Keselamatan

No. Fasilitas Pendukung Lokasi dan Kontak

1 Fasilitas kesehatan Puskesmas terdekat:


Rumah sakit (dan IGD) terdekat
Masjid
Klinik terdekat
Dsb.

2 Fasilitas sarana Bangunan bersejarah


pendidikan Taman kota
Dsb.

3 Fasilitas aparat Kantor pemerintahan setempat (kelurahan, kecamatan, kantor RW)


keamanan dan Polsek
pemerintahan Polres

Tabel 5.3.3.3 Contoh Penyusunan SOP Keselamatan Sekolah *Nama sekolah dan jalan adalah nama rekaan

54
6.1 Sosialisasi Hasil Pemetaan Partisipatif
BAB VI
6.1.1 Tingkat Kota/Kabupaten LANGKAH
Pada tingkat kota/kabupaten, Dinas Perlin-
dungan Anak dapat memaparkan hasil pemetaan IMPLEMENTASI 3:
partisipatif (bab 5.1) pada rapat-rapat dengan dinas- SOSIALISASI
dinas terkait maupun pemangku kepentingan lainnya.
Fakta lapangan dan data dari pemetaan juga dapat
DAN EDUKASI
ditampilkan dalam laporan khusus mengenai program
sekolah ramah anak. Hasil laporan tersebut dapat
juga disebarluaskan melalui program dan jaringan Di-
nas Komunikasi dan Informasi, seperti melalui media
cetak, elektronik maupun sosial. Penyebarluasan ter-
sebut selain sebagai bentuk pertanggungjawaban kerja
juga sebagai sarana edukasi masyarakat, contohnya
melalui e-poster dsb.

6.1.2 Tingkat Sekolah


Setelah pemetaan partisipatif mengenai an-
caman, kerawanan serta kapasitas dilakukan serta di-
kompilasi maka hasilnya dapat disampaikan kepada
seluruh warga sekolah. Sosialisasi ini akan memberikan
gambaran mengenai keadaan dan situasi lalu lintas
di sekitar lingkungan sekolah, serta SOP keselamatan
untuk mencegah terjadinya keadaan bahaya bagi
warga sekolah saat berlalu lintas. Sosialisasi dapat
diberikan kepada kepala sekolah, dewan guru, komite
sekolah, orangtua dan siswa, bahkan masyarakat
di lingkungan sekitar sekolah.
Hasil pemetaan partisipatif dapat berupa
peta/denah sekolah, gambar dan tabel analisa, maket,
maupun laporan tertulis. Namun tampilan gambar
perlu disertai informasi dan disajikan dalam ukuran
besar, berwarna serta ditempatkan di lokasi strategis
dalam lingkungan sekolah.
Metode Sosialisasi:
Kegiatan sosialisasi dapat dilakukan melalui
beragam cara dan media, antara lain:
1. Presentasi kepada dewan guru dan komite sekolah
Pada rapat dewan guru dengan komite sekolah,
hasil pemetaan mengenai situasi lalu lintas di
sekitar lingkungan sekolah dapat dipresentasikan.
Biasanya presentasi ini digunakan sebagai bagian
bahan penyusunan rencana kerja tahunan sekolah

55
Maket adalah salah satu cara anak-anak menggambarkan Dengan maket tersebut, anak-anak dapat menyampaikan
situasi lalu lintas yang ada disekolahnya usulan terkait dengan penataan lingkungan sekolah yang
aman lalu lintas

Gambar 6.1.2.1 Contoh penyajian pemetaan partisipatif

dalam mewujudukan visi misi sebagai sekolah


ramah anak.
1. Majalah Dinding
Hasil pemetaan dapat juga dituangkan dalam
bentuk poster atau infografis yang bisa dipajang
pada majalan dinding sekolah. Untuk menjadi
informasi yang efektif hasil pemetan tersebut harus
disajikan dalam karya yang menarik dan ukuran
yang menyolok mata (eye-catching).
2. Majalah Sekolah
Beberapa sekolah yang memiliki majalah sekolah
dapat juga menyajikan laporan hasil pemetaan
sekolah ini menjadi artikel dalam majalah sekolah.
Artikel yang dilengkapi dengan infografis akan
mudah dibaca oleh warga sekolah.
3. Papan Informasi
Informasi pemetaan juga dapat ditampilkan
pada papan informasi sekolah. Pada media ini,
peta/denah dan infografis dalam ukuran besar
dapat mudah menarik perhatian warga sekolah.
4. Pameran Sekolah
Pada acara-acara tahunan seperti penerimaan
pelepasan murid/kelulusan, penerimaan murid
baru atau ulang tahun sekolah, beberapa sekolah
memiliki acara yang menampilkan pameran
sekolah. Momen pameran sekolah ini juga dapat
dimanfaatkan untuk menampilkan hasil pemetaan
situasi sekolah yang telah dilakukan. Selain berben-
tuk media visual 2 atau 3 dimensi seperti maket,
peta/denah, infografis, selebaran/leaflet atau

56
banner/poster, hasil pemetaan tersebut bisa juga
ditampilkan dalam pentas keseniaan seperti
drama, pertunjukan musik dsb.
6. Kegiatan ekstrakurikuler sekolah
Pemetaan sekolah tersebut dapat juga disampai-
kan pada ekstrakurikuler sekolah, seperti Pramuka,
Olahraga, Kesenian dan sebagainya. Selain hasil
pemetaan, kegiatan ekstrakurikuler ini juga cukup
efektif untuk menyampaikan edukasi program
atau materi keselamatan berlalu lintas karena
dilakukan secara berkala dan terus menerus.

6.2 Penyusunan Rencana Sosialisasi dan Edukasi

Baik pada tingkat kota/kabupaten serta


sekolah, hasil pemetaan dapat digunakan untuk
penyusunan rencana dan pemilihan materi pen-
didikan keselamatan berlalu lintas berdasarkan
prioritas masing-masing. Pada penyusunan rencana
sosialisasi-edukasi, beberapa hal yang perlu diper-
timbangkan adalah sebagai berikut:
1. Bahaya, kerentanan dan kapasitas sekolah terkait
dengan kondisi dan situasi lalu lintas
• Bagaimana situasi lalu lintas di sekitar sekolah?
• Apa saja fasilitas keselamatan di jalan sekitar
sekolah? (marka, rambu, jalan dan kelengkapan
jalan)
• Apakah sudah memiliki fasilitas pejalan kaki
termasuk fasilitas penyeberangan yang aman?
(ZoSS, zebra cross dsb)
• Bagaimana perilaku pengguna jalan di sekitar
lingkungan sekolah?
2. Moda transportasi yang paling banyak digunakan
oleh warga sekolah, terutama kelompok murid
• Bagaimana cara murid pergi ke dan pulang
dari sekolah? Moda transportasi apa saja yang
paling sering digunakan oleh kebanyakan
kelompok murid?
• Faktor apa yang menyebabkan murid memilih
cara bermoda transportasi tersebut?
3. Faktor resiko keselamatan di jalan yang konteks-
tual pada lingkungan di sekitar sekolah
• Apakah perilaku di jalan murid sekolah sudah

57
aman dan selamat?
• Apa saja perilaku di jalan yang menyebabkan
murid rentan terhadap bahaya di jalan/faktor
resiko?
• Hal-hal apa saja yang menyebabkan faktor-
faktor resiko tersebut muncul?
4. Strategi intervensi berdasarkan poin 1, 2 dan 3
• Apa saja bentuk sosialisasi/edukasi yang dapat
dilakukan untuk mengurangi faktor resiko
tersebut?
• Siapa sasaran kegiatan tersebut?
• Kapan dan berapa lama waktu kegiatan
tersebut?
• Siapa saja yang bertanggungjawab melakukan
kegiatan-kegiatan tersebut?
• Indikator apa yang disusun untuk memastikan
kegiatan tersebut mencapai tujuan?
Contoh :

Sumber: Save the Children (Bandung, 2014-2018)

58
Program yang disusun berdasarkan hasil
pemetaan:
1. Dinas Perhubungan Kota Bandung
• Usulan pengajuan fasilitas kelengkapan jalan
kepada Dinas Perhubungan Propinsi jawa Barat
yang meliputi pengecatan zebra cross dan ZoSS
(Zona Selamat Sekolah), penambahan rambu,
pemasangan separator jalan (water barrier,
stick cone, traffic cone), pengaturan drop zone
diluar gerbang sekolah
• Sosialisasi ZoSS dan dropzone kepada
orangtua murid di SMPN 15
• Sosialisasi ZoSS dan dropzone kepada supir
angkot (dengan trayek yang melewati SMPN
15)
2. Kepolisian
• Sosialisasi etika dan peraturan lalu lintas kepada
warga sekolah SMPN 15 melalui program
Police Goes to School (2 kali dalam setahun)
3. Pihak Sekolah
• Program Disiplin Menggunakan Helm bagi
Pengguna Antar Jemput Sepeda Motor melalui
Patroli Keamanan Sekolah setiap hari
• Program Bersepeda ke Sekolah setiap hari
Jumat
• Program Jalan Kaki Sehat ke Sekolah setiap
Selasa
• Kebijakan pembukaan 2 pintu gerbang (ger-
bang utama dan sebelah kiri) untuk mengatur
arus masuk dan keluar kendaraan pengantar
di halaman sekolah bukan di depan gerbang
sekolah
• Sosialisasi materi keselamatan berlalu lintas
pada murid baru pada MPLS (Masa Pengenalan
Lingkungan Sekolah)
• Penyampaian materi keselamatan berlalu
lintas pada kegiatan ekstra kurikuler PKS
(Patroli Keamanan Sekolah)

6.2.1 Peningkatan kesadaran Keselamatan Lalu


Lintas pada Orang Tua
1. Mengapa kelompok orangtua harus dilibatkan?
Trend peningkatan jumlah kelompok anak
dan orang muda yang menjadi korban dan pelaku

59
kecelakaan lalu lintas terjadi secara global, juga terjadi
81% responden yang
di Indonesia termasuk di Jawa Barat. Usia anak yang
pernah naik motor
menyatakan bahwa orang berusia dibawah 18 tahun merupakan kelompok yang
tua mereka mengizinkan berada dalam pengasuhan dan pengawasan orangtua.
mereka untuk mengen- Perilaku anak dipengaruhi oleh bagaimana orangtua
darai motor ketika pergi ke
bersikap dan berperilaku. Demikian juga dalam hal
sekolah. Menurut jenjang
sekolah, 84% responden perilaku dijalan pada kelompok anak. Orangtua
yang di SMP menyatakan memiliki pengaruh yang sangat signifikan. Itulah
diizinkan oleh orang tua, kenapa pada program NGABASO ini kegiatan pening-
sedangkan bagi yang masih
katan kesadaran yang dilakukan oleh untuk kelompok
sekolah di SD 68% (7 dari
10) menyatakan diizinkan orangtua penting dilakukan.
mengendarai motor ke Dalam program NGABASO ini, orangtua dapat
sekolah. Rata-rata umur menjadi rekan kerja dalam mendidik dan membiasa-
pertama kali diizinkan
kan perilaku keselamatan berlalu lintas bagi anak,
mengendarai motor oleh
orang tuaadalah 12 tahun, juga menjadi relawan pendamping ketika kegiatan
denganumurterendah8 Ngabring ka Sakola dilaksanakan. Orangtua juga me-
tahun dan paling tua 17 miliki peran besar mendukung sekolah melakukan
tahun.
kegiatan secara konsisten. Sumbangan pemikiran,
Sumber: Laporan Studi tenaga dan material yang diberikan orangtua akan
Analisis Situasi, Perilaku, memberikan dukungan besar bagi sekolah menjalan-
Sikap dan Perilaku kan program.
Keselamatan Berlalu Lintas
2. Bagaimana cara dan kapan melakukan sosialisasi
di Kota dan Kabupaten
Bandung, 2014, Save the pada orangtua?
Children Kabupaten/Kota melalui dinas terkait dapat
melakukan sosialisasi pada kelompok orangtua dengan
mempersiapkan media yang dapat menyasar kelompok
tersebut secara lebih luas, seperti e-poster maupun
video yang dapat disebarluaskan melalui group media
sosial. Selain itu sosialisasi-sosialisasi langsung dapat
dilakukan melalui tokoh masyarakat, agama maupun
public figures yang akan membantu menyampaikan
kembali kepada masyarakat terutama pada kelompok
orangtua. Mengkampanyekan pesan keselamatan ber-
lalu lintas kepada masyarakat secara terarah dan
terencana dapat dilakukan dengan sistem berjenjang
yaitu melalui pendampingan berbasis kewilayah ter-
kecil seperti desa/kelurahan.
Dalam rangka mempersiapkan sumber daya di
tingkat desa/kelurahan, perlu dilakukan peningkatan
kapasitas seperti pelatihan mengenai topik/pesan
kampanye sosial tersebut serta metode menyampai-
kan kepada fasilitator. Fasilitator-fasilitator terlatih
tersebut akan menyampaikan materi keselamatan ber-
lalu lintas melalui beberapa saluran program ditingkat

60
desa seperti Kampung Ramah Anak, PKK, kegiatan
keagamaan dsb.
Sosialisasi pada kelompok orangtua di tingkat
sekolah dapat dilakukan dengan berkoordinasi dengan
pihak desa/kelurahan. Fasilitator desa/kelurahan dan
guru yang terlatih dapat menjadi narasumber untuk
kegiatan di sekolah. Penyuluhan secara berkala dapat
dilakukan ketika rapat dengan orangtua murid atau
ketika penerimaan laporan belajar siswa (rapor). Bah-
kan pihak sekolah dapat menjadikan perilaku disiplin
dan etika berlalu lintas sebagai bagian penilaian murid
yang perkembangannya dikomunikasikan dengan
orangtua. Pelibatan orangtua menjadi relawan pen-
damping secara bergilir pada kegiatan-kegiatan
program keselamatan berlalu lintas seperti ngabring
ka sakolah dapat meningkatkan kesadaran orangtua
terhadap pentingnya isu keselamatan berlalu lintas.
(Sumber rujukan : Buku Panduan Orangtua Program SE-
LAMAT 2014-2018, Save the Children)
3. Apa yang perlu diedukasikan pada orang tua?
Orang tua adalah penentu utama keselamatan
anak saat berlalu lintas. Kebijakan dan pengasuhan
orang tua dapat secara langsung melindungi maupun
membahayakan anak (contohnya, memberikan helm
pada anak saat bermotor). Karena itu, pengetahuan
dan kesadaran keselamatan lalu lintas sangat penting
untuk dibekalkan pada orang tua. Berikut adalah hal-hal
yang perlu diedukasikan pada orang tua:
1. Kesadaran berkendara dengan selamat
Termasuk di antaranya cara melindungi anak
dalam perjalanan dan cara mengemudi kendaraan
dengan aman (menjaga jarak aman, tidak ter-
distraksi oleh gawai, dll)
2. Bahaya mengemudi kendaraan di bawah umur
Tanpa disadari, orang tua telah melakukan tindak
penelantaran ketika mengijinkan anak mengemudi
kendaraan di bawah umur. Hal ini perlu ditekankan
ketika mengedukasi tentang bahaya mengemudi
di bawah umur.
3. Prosedur keselamatan saat menaikturunkan pe-
numpang
Salah satu sumber bahaya di lingkungan sekolah
berasal dari orang tua yang tidak tertib saat menaik-
turunkan anak dari kendaraan. Edukasi prosedur

61
keselamatan mencakup cara menepi dan berhenti,
serta mencari lokasi yang aman untuk memarkir
kendaraan.
Beberapa materi edukasi bagi orang tua dapat
diakses pada lampiran 4 di buku panduan ini. Isi edu-
kasi tentunya perlu disesuaikan dengan kebutuhan
sekolah masing-masing, berdasarkan hasil pemetaan
yang telah dilakukan.

6.3. Edukasi Keselamatan Lalu Lintas pada Anak

6.3.1. Di tingkat Kota/Kabupaten


Edukasi keselamatan berlalu lintas pada
kelompok anak ditingkat kota/kabupaten dapat di-
susun menjadi program terintegrasi pada dinas, badan
atau instansi terkait. Dinas Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak, Pendidikan, Kesehatan,
Perhubungan, Pekerjaan Umum, Kepolisian dapat
menyusun program sesuai tugas pokok dan fungsi
masing-masing instansi yang bertujuan meningkat-
kan infrastruktur, fasilitas, layanan, pengetahuan
dan perilaku baik keselamatan berlalu lintas yang
pada akhirnya berkontribusi pada berkurangnya
jumlah korban kecelakaan lalu lintas. Dalam rangka
menyelaraskan masing-masing program diperlukan
koordinasi berkala antar lembaga terkait.
Program NGABASO bisa menjadi salah satu
program unggulan Dinas Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak dalam rangka memenuhi hak
anak melalui program yang sudah ada yaitu Kabupaten/
Kota Layak Anak, Desa/Kelurahan Layak Anak dan
Sekolah Ramah Anak. Edukasi keselamatan berlalu
lintas yang inklusif dapat dilaksanakan sekolah melalui
kegiatan pembiasaan ke sekolah bersama-sama. Se-
lain menumbuhkan semangat kebersamaan, kegiatan
ini juga dapat dikemas menyenangkan dan menyehat-
kan. Pendampingan dan pembinaan perlu dilakukan
sehingga pihak sekolah dan masyarakat dapat melaksa-
nakan secara mandiri.

62
6.3.2. Di tingkat Sekolah
1. Mengapa NGABASO Perlu Dilakukan?
Selain sekolah merupakan tujuan anak-anak
setiap hari bermobilisasi dari rumah, sekolah juga
merupakan institusi pendidikan yang mengajarkan
pengetahuan, nilai serta ketrampilan tertentu, ter-
masuk kecakapan hidup melalui pendidikan kesela-
matan berlalu lintas. Sekolah yang memiliki program
Ngabring ka Sakolah dapat menerapkan pendidikan
keselamatan berlalu lintas melalui kegiatan pem-
biasaan sehari-hari. Sehingga anak-anak terbiasa
berjalan kaki bersama-sama, serta mengenal penge-
tahuan dan wawasan berlalu lintas seperti mematuhi
aturan lalu lintas. Memahami wawasan berlalu lintas
dan mempraktekkan dalam keseharian dapat mengu-
rangi faktor resiko kecelakaan lalu lintas.
2. Apa yang perlu diedukasikan kepada anak
melalui program NGABASO?
Agar dapat berlalu lintas dengan aman, anak
perlu memiliki wawasan serta keterampilan menjaga
keselamatan, terutama berkenaan dengan moda trans-
portasi yang sering mereka gunakan. Materi yang bisa
disampaikan melalui pendidikan keselamatan berlalu
lintas dapat meliputi:
a. Wawasan Peraturan Berlalu Lintas
• Jalan dan bagian-bagiannya
Anak memahami bagian yang disebut sebagai:
jalur lalu lintas, trotoar, halte,lampu lalu lintas,
penyeberangan zebra, penyeberangan dengan
APILL, tikungan, bahu jalan, median, persim-
pangan, bundaran, jalur, lajur, simpang tiga,
simpang empat, jalan menanjak, jalan menurun
• Alat Transportasi
Anak memahami jenis-jenis kendaraan di jalan
baik ukuran, fungsi maupun kecepatan.
• Rambu-rambu dan Marka
Anak memahami arti rambu-rambu dan marka
jalan yang ada di sekitar rumah, sekolah dan
lingkungan yang lebih luas.
• Aturan Lalu Lintas
Anak memahami peraturan lalu lintas dan
penerapan dalam kehidupan sehari-hari.
b. Menjadi pejalan kaki yang selamat
• Hak dan Kewajiban Pejalan Kaki

63
Anak perlu mengenali hak dan kewajibannya
sebagai pejalan kaki, sebagaimana diatur dalam
UU no 22 tahun 2009
• Prosedur Keselamatan saat Berjalan Kaki
Anak perlu memahami dan menguasai cara-
cara berjalan kaki yang aman dan selamat,
baik saat ada trotoar, saat tidak ada trotoar
maupun saat menyeberang jalan.
c. Menjadi penumpang kendaraan bermotor yang
selamat
• Peraturan tentang kendaraan bermotor
Anak perlu mengetahui batasan usia yang di-
ijinkan untuk mengemudi kendaraan ber-
motor, dan bahaya jika batasan tersebut di-
langgar.
• Prosedur keselamatan saat menumpang
kendaraan bermotor
Anak perlu mengetahui dan menguasai cara
menumpang sepeda motor yang selamat ter-
masuk cara penggunaan helm, menumpang
kendaraan roda empat termasuk cara menggu-
nakan sabuk keselamatan, serta cara menum-
pang kendaraan umum yang selamat.
d. Menjadi pesepeda yang selamat
• Hak dan Kewajiban Pesepeda
Anak perlu mengenali hak dan kewajibannya
sebagai pesepeda, sebagaimana diatur dalam
UU no 22 tahun 2009
• Prosedur Keselamatan Saat Bersepeda
Anak perlu memahami dan menguasai cara-
cara bersepeda yang aman dan selamat, ter-
masuk penggunaan helm, jalur sepeda, cara
berhenti, cara berbelok, dan lain sebagainya.

Beberapa materi edukasi untuk anak-anak


dapat diakses pada lampiran 4 di buku panduan ini.
Isi edukasi tentunya perlu disesuaikan dengan kebu-
tuhan sekolah masing-masing, dan berdasarkan hasil
pemetaan yang telah dilakukan.
3. Bagaimana cara melakukan edukasi NGABASO
pada anak?
Pendidikan keselamatan berlalu lintas bertu-
juan untuk meningkatkan pengetahuan dan perubahan
positif perilaku berkeselamatan di jalan bagi anak.

64
Pendidikan diperlukan untuk memberikan informasi
dan pengetahuan kepada anak, menginternalisasikan
nilai, membentuk sikap dan membiasakan perilaku,
sehingga dibutuhkan proses yang terus menerus.
Pendidikan keselamatan berlalu lintas di ting-
kat sekolah dapat dilakukan melalui kegiatan intrakuri-
kuler, extrakurikuler maupun non kurikuler. Guru dapat
mengintegrasikan topik-topik keselamatan berlalu
lintas pada mata pelajaran/tema kurikulum, contohnya
mengajarkan aturan lalu lintas pada mata pelajaran
PKN atau Ilmu Sosial. Selain itu, guru juga dapat me-
masukan materi etika berlalu lintas program extra-
kurikuler Pramuka, PKS (Patroli Keamanan Sekolah),
PMR (Palang Merah Remaja), sesi pengenalan
lingkungan sekolah pada awal tahun ajaran baru
atau melakukan pembiasaan sehari-sehari seperti
pengecekan penggunaan helm bagi murid yang di-
antar jemput menggunakan sepeda motor, program
bersepeda atau jalan bareng ke sekolah.
Hal yang terpenting dalam melakukan pen-
didikan ini adalah konsistensi serta berkebelanjutan.
Pihak sekolah yang konsisten dalam menyampaikan
materi mengenai keselamatan berlalu lintas serta
melakukannya secara terus menerus dapat mencapai
tujuan pendidikan keselamatan berlalu lintas itu
sendiri.
Modul pendidikan keselamatan berlalu lintas
yang dalam buku panduan ini dikembangkan dengan
mengadopsi Buku Panduan Keselamatan Berlalu
Lintas untuk Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah
Pertama yang dikembangkan oleh Save The Children
bekerjasama dengan DP3AKB. Dalam modul ini,
pelatihan dikembangkan dengan prinsip berpusat pada
anak, belajar dari pengalaman (experiental learning),
menyenangkan dan kesetaraan pendidik-peserta didik
dengan tujuan untuk mengasah tiga aspek belajar
yang meliputi:
a. Kognitif – anak diajak mengembangkan kemam-
puan bernalar terkait keselamatan berlalu lintas,
seperti logika di balik aturan dan prosedur kesela-
matan, pemecahan masalah, dan lain sebagainya
b. Afektif – rancangan program dibuat secara
menyenangkan dan ramah anak, agar kesadaran
selamat berlalu lintas terinternalisasi pada anak

65
c. Psikomotorik – anak dibekali berbagai wawasan
dan keterampilan yang meningkatkan kapasitas
mereka untuk berperilaku selamat saat berlalu
lintas.

6.4 Peningkatan Kapasitas Relawan

Keselamatan Berlalu Lintas adalah permasalah


multi sektoral, sehingga ketika merencanakan dan
melaksanakan program keselamatan berlalu lintas
di tingkat sekolah dibutuhkan kerjasama dengan
banyak pihak, seperti dinas P3AKB, perhubungan,
kepolisian, dinas pekerjaan umum, Satpol PP, pihak
kewilayahan (Kelurahan, Kecamatan), pihak swasta dan
bahkan dengan relawan. Relawan adalah seseorang
yang bekerja secara sukarela untuk mendukung pelak-
sanaan program NGABASO. Relawan tersebut bisa
berasal dari orangtua, anggota masyarakat maupun
relawan dari komunitas di sekitar sekolah. Kerjasama
multipihak dapat membawa dampak besar pada
program keselamatan berlalu lintas karena meng-
umpulkan kekuatan dari perpaduan ketrampilan,
pengetahuan dan keahlian dari masing-masing pihak
dalam memberikan solusi dalam permasalahan.
Berikut adalah langkah-langkah yang dapat
diambil untuk pelibatan relawan dalam program
NGABASO:
1. Identifikasi dan seleksi relawan secara seksama,
untuk memastikan bahwa keterlibatan relawan
maupun organisasinya tidak memberikan dampak
negatif pada masyarakat maupun individu yang
terlibat.
2. Menetapkan kejelasan harapan antara sekolah
dengan relawan maupun organisasinya, serta
peran dan tanggungjawab masing-masing pihak.
3. Menyelenggarakan sesi-sesi peningkatan kapasi-
tas sekolah maupun relawan dan organisasinya,
baik melalui sesi berbagi pengalaman maupun
pelatihan.
4. Membangun komunikasi yang baik antara sekolah
dan relawan untuk menghindari kesalahpahaman
5. Melaksanakan dan mengevaluasi program ber-
sama

66
Sebagai relawan program NGABASO, interaksi
langsung dengan anak tentu merupakan bagian dari
tugas keseharian. Interaksi tersebut dapat menjadi
titik strategis maupun titik kritis dalam pemenuhan
hak anak: relawan yang berkualitas dapat menjamin
tercapainya perlindungan dan pemenuhan hak anak,
sebaliknya ketidaktahuan maupun kurangnya kemam-
puan relawan dapat mempersulit tercapainya kesela-
matan yang diharapkan bahkan berisiko terlanggar-
nya hak anak tanpa disadari. Karena itu, sangat penting
bagi sekolah maupun tim relawan untuk menyadari
dan meningkatkan kapasitas mereka dalam melin-
dungi dan memenuhi hak anak. Berikut adalah daftar
cek (check-list) kapasitas yang dibutuhkan seorang
relawan NGABASO yang baik:
Check-list kapasitas relawan NGABASO
√ Bersedia bekerja secara sukarela dalam merencanakan,
melaksanakan dan melakukan monitoring-evaluasi
program
√ Memahami dan melaksanakan etika berkegiatan dengan
anak
√ Paham mengenai hak anak serta perlindungan anak
√ Memiliki pengetahuan keselamatan berlalu lintas
√ Mampu menyampaikan pengetahuan keselamatan ber-
lalu lintas dengan metode yang menyenangkan pada
kelompok anak
√ Peduli dan perhatian terhadap anak
√ Peka dan sensitif terhadap kebutuhan di lapangan
√ Bisa menjadi teladan bagi anak
√ Mampu bekerjasama dengan pendamping lain dan pihak
sekolah
√ Mampu mempersiapkan dan mengorganisasi kegiatan
dengan kelompok anak

Memaksimalkan pemenuhan hak anak pada tahap


sosialisasi-edukasi

1. Memastikan isi materi edukasi sesuai dengan kebutuhan


keselamatan anak
2. Menyampaikan edukasi dengan cara yang menyenang-
kan dan ramah anak
3. Memperhatikan faktor kognitif-afektif-psikomotorik
dalam pelaksanaan edukasi
4. Melibatkan anak secara aktif dalam sosialisasi-edukasi
sesuai kemampuan, misalkan dengan membuat materi
kampanye, menyampaikan pesan keselamatan pada
orang tua, dan sebagainya

67
68
68
7.1 Memulai Kegiatan
BAB VII
7.1.1 Menentukan jarak jalan kaki yang sesuai bagi LANGKAH
anak
Jarak jalan kaki yang sesuai untuk anak dapat
IMPLEMENTASI 4:
bervariasi sesuai kemampuan fisik, kebiasaan, berat PELAKSANAAN
beban yang dibawa, dan kondisi jalan di sekitar sekolah.
Secara umum, 1-2 kilometer adalah jarak berjalan
yang sehat dan dapat diterima oleh mayoritas anak.
Namun anak di lingkungan pedesaan lebih terbiasa
berjalan jauh daripada anak kota, sehingga sekolah
dapat menerapkan batasan jarak yang lebih jauh. Per-
hatian khusus juga perlu ditujukan pada kemampuan
fisik anak-anak kelas kecil (kelas 1-2). Untuk mendapat-
kan perkiraan jarak yang lebih akurat, sekolah dapat
melakukan survei atau ujicoba terlebih dahulu menge-
nai kemampuan fisik anak dalam berjalan kaki.

7.1.2 Membentuk kelompok jalan kaki


Bagi anak yang tempat tinggalnya berjarak
cukup dekat dari sekolah, dapat dilakukan pemben-
tukan kelompok jalan kaki. Kelompok dibentuk ber-
dasarkan kedekatan tempat tinggal. Setiap kelompok
sebaiknya beranggotakan maksimal 15 anak untuk
memudahkan pengawasan. Kelompok tersebut perlu
didampingi setidaknya satu orang dewasa, baik guru,
orang tua maupun relawan lain.

7.1.3 Penentuan titik kumpul dan piket pendamping


Jika rumah anak berjarak cukup jauh dari
sekolah, maka anak dapat diantar terlebih dahulu
dengan kendaraan umum maupun pribadi hingga
mencapai suatu titik kumpul. Titik kumpul ditentukan Tips Memilih Titik Kumpul
• Memiliki ruang cukup
berdasarkan arah kedatangan anak, dan dapat disebar
luas untuk drop-off
di beberapa lokasi untuk memecah kepadatan arus (menaikturunkan
kendaraan pengantar/penjemput. Relawan pendam- penumpang)
ping perlu ada di setiap titik kumpul, dengan jumlah • Aman: tidak berada di
tikungan, simpangan
yang memadai untuk menjaga anak.
jalan ramai, atau titik-
Penentuan titik kumpul sebaiknya berkordinasi titik rawan lain
dengan Dishub atau pemerintah setempat sehingga • Nyaman: terlindung dari
didapat lokasi yang aman dan tidak mengganggu panas dan hujan, ada
tempat duduk, bersih
kelancaran pengguna jalan lain.

69
7.1.4 Mengamankan ruas jalan
Untuk memastikan keselamatan anak selama
berjalan kaki, cara terbaik adalah memilih rute paling
aman berdasarkan pemetaan yang sudah dilakukan
(bab 5). Namun jika kondisi jalan di sekitar sekolah
masih dirasa rawan, beberapa tindakan pengamanan
dapat dilakukan seperti:
1. Jika tidak terdapat trotoar, sekolah dapat mem-
batasi jalur jalan kaki dengan pagar, tali atau
pembatas lain
2. Jika memasang pembatas tidak dimungkinkan,
maka pengamanan dilakukan pada saat berjalan
dengan memposisikan pendamping dewasa di sisi
paling luar barisan (dekat dengan arah datang
kendaraan).
3. Memastikan tempat menyeberang yang aman,
umumnya melalui jalan sepi, JPO, atau marka
penyeberangan/zebra cross.
4. Menempatkan relawan untuk menjaga anak pada
titik-titik rawan, seperti tempat menyeberang,
selokan terbuka, lintasan kereta, jalan di tepi
jurang, dan lain sebagainya.

7.1.5 Perlengkapan pendukung (atribut, rambu titik


kumpul, alat bantu penyeberangan)
Untuk memaksimalkan keamanan anak se-
lama NGABASO, dibutuhkan beberapa perlengkapan
pendukung di antaranya:
1. Penanda titik kumpul – sesuai kondisi sekolah,
penanda titik kumpul dapat berupa rambu per-
manen yang dibuat oleh Dishub, papan atau banner
penanda yang terpasang secara tetap pada titik
kumpul, atau bahkan papan yang dapat dipindah-
kan. Penanda yang dapat dipindahkan cukup ber-
guna, khususnya jika kondisi lalu lintas di sekitar
sekolah berubah-ubah atau rawan terjadi pen-
curian/kehilangan.
2. Alat bantu penyeberangan – alat bantu utama
berupa bendera atau papan rambu, digunakan
oleh relawan/petugas keamanan yang bertugas.
Sekolah yang berada di tepi jalan besar dan ramai
perlu memiliki marka penyeberangan resmi yang
dibuat oleh Dishub (ZOSS, Zebra Cross).

70
3. Atribut anak – atribut dapat memudahkan pen-
damping dalam menandai dan mengawasi anak.
Atribut yang baik perlu memiliki fungsi perlin-
dungan bagi anak, baik dari jenis (misal topi/scarf
dapat melindungi anak dari debu serta terik mata-
hari), bentuk (topi atau caping yang bertepi lebar
sehingga melindungi dari panas) hingga tampilan
(warna cerah atau strip reflektif agar mudah ter-
lihat). Pendapat anak perlu didengar saat menentu-
kan jenis serta desain atribut, dan komite orang tua
dapat dilibatkan dalam pengambilan keputusan.

Gambar 7.1.5.1 Contoh perlengkapan pendukung: Penanda titik kumpul (kiri), atribut anak (kanan)
Sumber: dokumentasi pilot project NGABASO, SDN 196 Sukarasa

7.1.6 Ujicoba, evaluasi dan perbaikan SOP


Setelah semua perlengkapan program siap,
sekolah dapat melakukan ujicoba program dengan
mengikuti SOP yang telah dibuat pada tahap pemetaan
(bab 5.4). Setiap ujicoba perlu diikuti dengan evaluasi
yang dilakukan bersama perwakilan anak, komite dan
pemangku kepentingan lain. Ujicoba dan evaluasi
dapat dilakukan beberapa kali hingga diperoleh SOP
yang memadai untuk pelaksanaan rutin. SOP program
juga dapat direvisi secara berkala untuk menyesuaikan
dengan perubahan-perubahan di lapangan.

7.2 Memaksimalkan pemenuhan hak anak selama


perjalanan ke/dari sekolah

7.2.1 Selama perjalanan ke/dari titik kumpul


Dalam perjalanan menuju titik kumpul, anak
sebenarnya berada dalam ruang publik, yaitu jalan.
Ini berarti tanggung jawab keselamatan anak tidak
hanya berada di tangan orang tua dan sekolah, tetapi

71
juga pada masyarakat umum serta pemerintah. Setiap
pihak memiliki peran masing-masing dalam melindungi
anak di jalan, yaitu:
1. Orang tua/wali anak memastikan pemakaian pelin-
dung, dan berkendara dengan aman
2. Pengguna jalan perlu menyadari keberadaan anak
di jalan dan memudahkannya saat naik-turun ken-
daraan, berjalan maupun menyeberang
3. Penegak hukum perlu memastikan pemakaian alat
pelindung berkendara pada anak
4. Pemerintah kota/kab perlu memastikan tersedia-
nya infrastruktur jalan dan transportasi umum
yang aman serta ramah anak
5. Dan lain sebagainya
Tindakan melindungi anak selama perjalanan
ke/dari titik kumpul mencakup:
1. Memakaikan helm dan jaket pada anak yang mem-
bonceng sepeda motor
2. Membatasi penumpang hanya 2 orang pada satu
sepeda motor
3. Memakaikan sabuk pengaman pada anak yang
menumpang mobil
4. Tidak mengijinkan anak membawa kendaraan ke
sekolah
5. Mendampingi anak jika naik kendaraan umum, atau
memastikan anak berangkat bersama-sama teman
6. Memakaikan life vest pada anak yang menumpang
kendaraan air
7. Mengemudi dengan aman dan fokus, tidak bermain
gawai

“Dinas Perlindungan Anak di tingkat Kota/Kab dapat


mendorong terpenuhinya hak perlindungan anak di jalan
melalui kerjasama dengan Kepolisian, Dinas Perhubungan,
maupun sektor swasta. Kegiatan yang dapat dilakukan
mencakup sosialisasi, pemberian bantuan alat keselamatan
(life vest, helm, dll) untuk sekolah sesuai kebutuhan, juga
mendorong penegakan hukum oleh institusi terkait (misal-
nya, mengadvokasi kepolisian untuk menindak tegas orang
tua yang tidak memakaikan helm pada anak).”

7.2.2 Di titik kumpul/zona drop-off


Di sekitar sekolah, zona drop-off atau tempat
menaikturunkan siswa merupakan daerah yang paling
meningkat kerawanannya pada jam-jam pergi dan

72
pulang sekolah (data lapangan NGABASO, 2019).
Kerawanan tersebut utamanya disebabkan oleh ke-
padatan dan arah pergerakan kendaraan pengantar-
jemput. Di sisi lain, anak ternyata juga menghadapi
beberapa ketidaknyamanan saat menunggu di titik
kumpul (data lapangan NGABASO, 2019). Sebagian
bahkan dapat berakibat buruk pada kesehatan anak,
semisal terpapar panas matahari terlalu lama, terpapar
polusi dari jalan, dehidrasi dan lain sebagainya. Karena
itu, perlu adanya perhatian khusus terhadap kese-
lamatan anak di lokasi ini. Berikut adalah tindakan
perlindungan yang dapat dilakukan di titik kumpul/
zona drop-off:
1. Pengantar/penjemput menghentikan kendaraan
dengan tertib di tempat yang sudah disepakati
bersama
2. Pengantar/penjemput tidak memarkir kendaraan
di titik kumpul/zona drop-off
3. Menyediakan tempat parkir khusus bagi pen-
jemput yang menunggu anak pulang
4. Menempatkan titik kumpul/zona drop-off di tem-
pat teduh, atau membangun teduhan
5. Menyediakan tempat bagi anak untuk duduk
selama menunggu di titik kumpul/zona drop-off
6. Membatasi waktu tunggu; lebih baik anak berang-
kat secara bertahap dalam kelompok 10-20 orang
daripada harus menunggu semua anak berkumpul.
7. Sekolah dan orang tua memastikan tersedianya
cukup air minum bagi anak yang berjalan kaki
8. Penjaga titik kumpul perlu memastikan anak cukup
minum dan tidak kepanasan

Gambar 7.2.2 Contoh titik kumpul yang ramah anak


Sumber: dokumentasi kunjungan lapangan NGABASO, SDN 02 Telukagung

73
7.2.3 Selama berjalan kaki ke/dari sekolah
Berjalan kaki ke/dari sekolah memiliki risiko
tersendiri. Seperti telah disebutkan pada Bab 3, pejalan
kaki dan penumpang sepeda motor adalah pengguna
jalan yang paling rentan terkena kecelakaan lalu lintas.
Pernyataan ini terkonfirmasi dengan temuan di sekolah
piloting NGABASO, karena beberapa anak mengaku
pernah terpapar bahaya saat mempraktekkan jalan
kaki bersama. Risiko lain terhadap kesehatan anak
meliputi dehidrasi, cedera karena membawa tas/
beban berat, dan paparan polusi. Karena itu perlu
adanya tindak pengamanan yang dirancang secara
khusus untuk melindungi anak selama berjalan kaki
bersama. Berikut adalah tindakan perlindungan yang
dapat dilakukan anak selama berjalan kaki:
1. Memastikan anak berjalan bersama teman mau-
pun orang dewasa dalam keadaan tertib dan
waspada
2. Membiasakan cara berjalan dan menyeberang yang
aman, baik bagi anak maupun relawan (lihat Bab 6)
3. Memastikan jumlah pendamping memadai untuk
menjaga anak, yaitu minimal 1 pendamping untuk
15 anak. Bentuk SOP keselamatan sekolah juga
harus dapat memuat rencana antisipasi dari po-
tensi kerawanan
4. Konsep silih asuh: membiasakan anak berjalan
bergandengan, anak besar dapat diberi peran untuk
menjagai anak yang lebih kecil
5. Orang tua dan pendamping perlu memastikan
beban/tas yang dibawa anak sesuai dengan usia
dan kemampuannya. Sebagai patokan, berat tas
tidak boleh melebihi 10% berat badan anak. Tas
ransel juga merupakan pilihan yang lebih aman
untuk anak, karena beban terbagi rata di kedua
bahu dan punggung
6. Pendamping perlu memastikan anak cukup minum
dan tidak kepanasan saat berjalan kaki.

7.3 Pembiasaan

Setelah kegiatan jalan kaki bersama dimulai,


pembiasaan adalah langkah yang perlu ditempuh
agar program NGABASO dapat berkelanjutan. Dari

74
pengalaman sekolah piloting NGABASO, pembiasaan
dapat dilakukan secara bertahap melalui kegiatan:
1. Hari NGABASO – menyepakati satu hari dalam
seminggu untuk berjalan kaki bersama ke sekolah.
2. Penambahan hari bertahap – jika berjalan kaki
mingguan telah berjalan rutin, hari berjalan kaki
dapat ditambahkan menjadi dua hari seminggu, lalu
tiga hari seminggu, dan seterusnya hingga berjalan
kaki menjadi kebiasaan pada seluruh hari sekolah.
Penambahan hari ini tentunya membutuhkan
dukungan dari berbagai pihak, karena itu perlu
disepakati dan direncanakan bersama oleh pihak
sekolah, orang tua, anak, serta pemangku kepen-
tingan lain.
Pada umumnya, sekolah-sekolah telah mem-
praktekkan berbagai bentuk pembiasaan, baik untuk
pendidikan karakter, pendalaman budaya, kebersihan
lingkungan dan lain sebagainya. Kebiasaan berjalan
kaki dapat pula ditumbuhkan dengan pendekatan
yang sama, bahkan lebih baik jika terintegrasi dengan
bentuk-bentuk pembiasaan lain seperti gambar 7.3.1.

Gambar 7.3.1 Pembiasaan “senyum-salam-sapa” yang terintegrasi dengan praktek NGABASO


Sumber gambar: dokumentasi pilot project NGABASO, SDN Bahagia 06 Bekasi

7.4 Pengayaan

7.4.1 Merancang Pengayaan Program Ngabaso


dengan 3 Langkah Sederhana
Program Ngabaso tidak hanya berfokus pada
kelancaran aktivitas jalan kaki, namun bagaimana akti-
vitas jalan kaki dapat menjadi aktivitas rutin yang
menyenangkan serta pembelajaran bagi anak. Karena
itu, berbagai variasi program NGABASO dapat dibuat
dengan mengembangkan aktivitas spesifik ber-
dasarkan tema tertentu. Variasi program tidak harus

75
memuat banyak aktivitas, namun dapat dipilih satu
aktivitas kunci untuk setiap kesempatan berjalan ber-
sama. Kejelian pihak sekolah, terutama guru dan
tim panitia/relawan dalam mengintegrasikan proses
belajar pada program Ngabaso menjadi kunci dalam
pengayaan program. Program yang dikembangkan
dapat dikombinasikan untuk membangun peran dan
kontribusi siswa dalam permasalahan sosial yang
dijumpai, atau mengangkat tema belajar tertentu. Hal
penting yang perlu diupayakan adalah partisipasi aktif
anak dalam program Ngabaso merencanakan.

“Prinsip dasar dari pengayaan program Ngabaso adalah memilih satu topik dan aktivitas
kunci yang terintegrasi dengan aktivitas jalan kaki, sehingga tidak mengganggu aktivitas
utama Ngabaso dan tidak perlu menambah waktu.”

No. Topik / Permasalahan Bentuk Aktivitas Hasil yang diharapkan Bentuk Partisipasi Aktif Hal yang Perlu
yang diangkat Anak Dipersiapkan

1 Ngabaso bela Negara • Mengenalkan peran dan • Anak mengenal peran • Menentukan bentuk • Waktu untuk diskusi
aktivitas spesifik aparat dari aparat keamanan apresiasi pada aparat membuat karya (di
• Mengamati bagaimana yang dijumpai • Merancang dan mem- kelas)
aparat berperan • Anak membangun buat karya sederhana • Teknis apresiasi
• Membuat karya sederhana interaksi dan apresiasi untuk apresiasi bagi
untuk diberikan pada bersama aparat aparat keamanan
aparat (apresiasi) keamanan
• Menyapa dan mengucap-
kan salam pada aparat

2 Ngabaso Taman Kota • Berjalan kaki melewati • Anak mengenal taman • Melahirkan ide-ide
taman kota kota dan dapat men- untuk membuat taman
• Mengenal beberapa jenis goptimalkan fasilitas kota yang lebih baik
tanaman di Taman Kota taman kota bersama (membuat maket
• Mengenal fasilitas taman keluarga impian taman kota)
kota

Tabel 7.4.1.1 Contoh Variasi Pengayaan Program Ngabaso

1.4.2 Pelibatan Aktif Anak dalam Pengayaan Program


Untuk mencapai tujuan pemenuhan hak anak,
partisipasi anak menjadi persyaratan penting dalam
implementasi program. Pada tahap pelaksanaan di
sekolah, anak dapat diikutsertakan secara aktif dalam
proses pengayaan program melalui cara-cara berikut:
a. Anak menyampaikan pendapat dan aspirasinya
tentang pelaksanaan program

76
b. Anak mencurahkan gagasan dan memilih aktivitas
pengayaan program dengan dampingan orang
dewasa
c. Anak mengambil peran aktif dalam aktivitas penga-
yaan yang sesuai kapasitas usia, misalnya secara
sukarela memimpin bernyanyi selama berjalan
kaki.
Agar proses pelibatan anak berjalan dengan baik, se-
kolah khususnya melalui relawan pendamping perlu
memahami pendekatan dan metode pelibatan yang
ramah anak. Sebagian metode tersebut, yaitu ideasi
dan vision board, dipaparkan dalam inset yang tercan-
tum pada akhir bab ini.

7.5 Kendala dan solusi: mengatasi masalah secara


partisipatif

Seperti halnya semua program, pelaksanaan


NGABASO tidak terlepas dari berbagai kendala, ham-
batan maupun tantangan. Berdasarkan temuan di
lapangan, berikut ini adalah kendala yang mungkin
ditemui selama pelaksanaan program:
a. Penolakan program dari orang tua/masyarakat
sekitar
b. Hambatan dari lingkungan seperti cuaca buruk,
kondisi jalan yang buruk, infrastruktur tidak me-
madai
c. Paparan bahaya selama di jalan: lalu lintas, hewan,
orang
d. Terbatasnya SDM relawan, baik secara jumlah
maupun kapasitas
e. Dan lain sebagainya
(Sumber: data lapangan NGABASO, 2019)
Di luar kendala-kendala umum tersebut, setiap
daerah maupun sekolah bisa jadi mengalami kendala
spesifik yang berasal dari keunikan sosial budaya,
ekonomi maupun politik setempat. Dalam mengatasi
berbagai kendala, menjadi penting bagi pemerintah
kota/kab maupun sekolah untuk duduk bersama ber-
bagai pemangku kepentingan dan menggali potensi-
potensi lokal yang ada untuk menyelesaikan per-
masalahan. Hasil pemetaan HVCA (bab 5) dan jejaring
kerja (bab 4) dapat menjadi acuan untuk menemukan

77
potensi-potensi solusi.
Selain itu, sekolah juga dapat mengadakan
sesi curah gagasan yang dihadiri oleh berbagai pihak
termasuk anak, orang tua, dan pemangku kepentingan
lain untuk bersama-sama mencari solusi dari kendala
yang dihadapi. Metode curah gagasan yang menguta-
makan kesetaraan dan ramah anak, yaitu ideasi, dipa-
parkan dalam inset yang tercantum pada akhir bab ini.
Kadangkala, sekolah mengalami kendala yang
sulit diatasi jika hanya mengandalkan sumberdaya
sekolah, misalnya ketiadaan infrastruktur keselamatan
atau transportasi publik yang aman. Sebagai usaha
nyata untuk keberlanjutan program, menjadi sangat
penting bagi pemerintah kab/kota untuk memberikan
dukungan yang memadai ketika sekolah mengalami
kendala semacam itu. Pemerintah Kab/Kota melalui
Dinas Perlindungan Anak dapat memfasilitasi pem-
buatan forum, grup komunikasi, atau wadah lain
bagi sekolah-sekolah adopter program untuk saling
berbagi serta menyampaikan aspirasi/kebutuhan
terkait program. Dalam wadah tersebut, Dinas Per-
lindungan Anak sebagai fasilitator dapat memantau
serta merespon secara aktif kendala-kendala besar
yang dihadapi sekolah. Selain menjadi sarana komu-
nikasi antara pemerintah dan masyarakat, wadah ter-
sebut juga dapat menjadi alat bagi pemerintah kab/
kota untuk memantau dan mengevaluasi pelaksanaan
program secara kontinu.

78
Ideasi dan Vision Board:
Metode Setara dan Ramah Anak untuk Mengungkapkan
Pendapat serta Gagasan

Seperti tergambar dalam seluruh buku panduan ini, kolaborasi


multi-pihak dan partisipasi aktif anak adalah nyawa dari program NGA-
BASO. Tanpa keberadaan kedua hal tersebut, program NGABASO hanya
akan menjadi formalitas tanpa dampak nyata pada keselamatan anak.
Karena itu pada tingkatan pelaksana lapangan, sangatlah penting untuk
mendorong terjadinya kolaborasi multi pihak dan partisipasi aktif anak
dalam setiap tahapan program.
Kolaborasi multi-pihak dan partisipasi aktif anak tidak terjadi
begitu saja, tetapi merupakan hasil dari proses kerja yang mengutama-
kan kesetaraan. Pada kolaborasi multi-pihak, kesetaraan perlu terjadi
di antara semua pihak yang terlibat dalam program. Sedangkan pada
partisipasi aktif anak, kesetaraan perlu terjadi di antara orang dewasa
dan anak; anak harus dihargai sebagai manusia utuh yang memiliki
potensi, kebutuhan serta kemampuan untuk menciptakan perubahan.
Untuk mendorong terciptanya proses yang mengutamakan kese-
taraan, terdapat beberapa metode yang dapat digunakan oleh pelaksana
program, khususnya dalam hal mengungkapkan pendapat dan gagasan.
Dua di antara metode tersebut yang juga ramah anak adalah ideasi dan
vision board.

Ideasi
Ideasi, dari kata “ide” (gagasan) adalah sebuah cara untuk men-
curahkan dan memilih gagasan secara bersama-sama. Penggunaan
tulisan memungkinkan setiap pihak mengeluarkan gagasannya tanpa
khawatir mendapat respon negatif. Metode ini sebaiknya dilakukan dalam
kelompok kecil (di bawah 10 orang). Langkah-langkah ideasi terdiri dari:
1. Curah gagasan – tanpa berbicara, setiap orang dalam kelompok
menuliskan sebanyak mungkin gagasan terkait topik yang sedang di-
hadapi pada potongan-potongan kertas.
2. Berbagi – setiap orang menceritakan pendapat/gagasannya pada
kelompok. Anggota kelompok yang lain mendengarkan dan meng-
apresiasi. Setiap pendapat/gagasan ditempelkan pada dinding atau
kertas besar.
3. Mengelompokkan – pendapat/gagasan yang mirip atau sama ditem-
pelkan berdekatan dan diberi nama.
4. Memilih gagasan – setelah terbentuk beberapa kelompok gagasan,

79
semua orang dapat melakukan pemungutan suara atau bermusya-
warah untuk menentukan gagasan yang paling disukai, tepat guna
dan dapat dilakukan.

Contoh hasil curah gagasan yang telah dikelompokkan


Sumber: dokumentasi pribadi

Vision Board
Vision board atau papan visi adalah suatu metode visual untuk
mengungkapkan aspirasi atau gagasan melalui gambar yang dibuat ber-
sama. Metode ini khususnya ramah bagi anak-anak, karena kosakata
anak cenderung masih terbatas dan tidak sebanyak orang dewasa. Hal ini
tentunya menjadi penghambat saat mereka perlu mengungkapkan
pendapat atau gagasan. Dengan bantuan gambar, anak dapat mengung-
kapkan maksudnya dengan lebih mudah, dan orang dewasa juga terbantu
untuk memahami maksud anak. Seperti ideasi, vision board juga lebih
baik dilakukan dalam kelompok kecil (di bawah 10 orang) dan didampingi
orang dewasa. Langkah-langkah pembuatan vision board adalah sebagai
berikut:
1. Menyepakati tema dan gagasan – semua orang menyepakati tema
dan gagasan yang akan dibuat bersama. Metode ideasi dapat di-
gunakan untuk tahapan ini.
2. Mengolah tema dan gagasan – tema dan gagasan yang telah di-
sepakati dapat dipertajam serta digali lebih jauh, hingga tercipta
gambaran yang terperinci serta lengkap. Contohnya, tema “berjalan
kaki yang aman dan menyenangkan” dapat dipertajam dengan merinci

80
“Sarana apa saja yang perlu ada? Bagaimana cara berjalannya?
Kegiatan apa saja yang dilakukan?” dan lain sebagainya. Pada tahapan
ini, adalah penting untuk menghargai serta mengakomodasi saran
dan masukan dari semua orang.
3. Menggambar vision board – dalam sebuah kertas besar, kelompok
bersama-sama menggambar hasil diskusi dalam satu gambar ter-
padu. Pada tahapan ini, sangat penting untuk memastikan semua
orang terlibat aktif melalui pembagian tugas dan alat yang merata.
Keterangan berupa tulisan dapat ditambahkan jika dirasa perlu.
4. Menyajikan vision board – vision board yang telah selesai dapat
dipresentasikan atau dipajang di tempat yang mudah terlihat oleh
banyak pihak.

Contoh vision board yang dibuat oleh anak dengan dampingan orang dewasa
Sumber: dokumentasi pribadi

81
BAB VIII 8.1 Modifikasi Program untuk Anak Berkebutuhan
Khusus
MODIFIKASI Anak berkebutuhan khusus membutuhkan
PROGRAM layanan yang disesuaikan dengan kebutuhannya.
Layanan yang diberikan perlu didasarkan pada hasil
assessment, sehingga dapat dimodifikasi sedemikian
rupa untuk mengakomodir kebutuhan anak berke-
butuhan khusus. Demikian pula dengan program
NGABASO, berdasarkan tujuannya yang dijelaskan
pada poin 1.3, program ini dapat dimodifikasi untuk
memenuhi kebutuhan anak.

8.1.1 Prinsip Penyelenggaraan Program Ngabaso


untuk Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus memiliki kebu-
tuhan yang cukup kompleks dan variatif. Meskipun
begitu tidak berbeda dengan anak pada umumnya
anak berkebutuhan khusus memiliki hak-hak yang
harus dipenuhi. Selain yang dijelaskan pada poin 2.2,
prinsip penyelenggaraan program Ngabaso pada anak
berkebutuhan khusus yaitu :
• hak perlindungan : anak berkebutuhan khusus
membutuhkan perlindungan orang dewasa
• hak partisipasi : anak berkebutuhan khusus perlu
diberikan ruang pada program tertentu sebagai
sarana ekspresi emosinya, didampingi orang
dewasa.

8.1.2 Modifikasi Program NGABASO pada Sekolah


Luar Biasa
Anak berkebutuhan khusus umumnya ber-
sekolah di sekolah luar biasa. Berdasarkan hambatan-
nya, anak berkebutuhan khusus diklasifikasikan ke
dalam beberapa kekhususan, antara lain :
• Tunanetra. Somantri, (2006, hlm.65)
mengungkapkan tunanetra merupa-
kan individu yang indra penglihatan-
nya (kedua-duanya) tidak berfungsi
sebagai saluran penerima informasi
dalam kegiatan sehari-hari seperti
orang awas.

82
• Tunarungu. Suharmini (2009: 35) menge-
mukakan bahwa tunarungu adalah
keadaan dimana seorang individu yang
mengalami kerusakan pada indera pen-
dengaran sehingga berdampak tidak bisa
menangkap berbagai rangsang suara,
atau rangsang lain melalui indera
pendengaran.
• Tunagrahita. Amin (1995: 22) didasar-
kan pengertian yang dibuat AAMD
(Association American on Mental
Deficiency) dan OPP No. 72 tahun
1991 menyatakan bahwa ATG ringan
yang memiliki hambatan pada kecer-
dasan dan adaptasi, namun masih
memiliki kemampuan untuk berkem-
bang pada bidang akademik penye-
suaian sosial dan kemampuan bekerja.
• Tunadaksa. Hallahan, Kauffman &
Pullen (2009, hlm. 495) mengatakan
bahwa: Anak tunadaksa adalah
mereka yang memiliki keterbatasan
fisik atau masalah kesehatan yang
mengganggu kemampuan mereka
belajar atau bersekolah. Bagi anak-
anak tersebut, dibutuhkan layanan, perlengkapan,
materi ajar dan fasilitas khusus.
Program NGABASO dimodifikasi berdasarkan
kurikulum program kekhususan dan kegiatan-kegiatan
yang adaptif yang terdapat di sekolah luar biasa, di
antaranya :
1. Tunanetra melalui program kekhususan orientasi
mobilitas, sosial, dan komunikasi.
• Pada jenjang SDLB, program dilaksanakan
cenderung untuk pemenuhan tujuan program
poin 8 dan 9 (melatih kemandirian dan sosiali-
sasi), melalui kegiatan pengenalan lingkungan
sekitar sekolahnya.
• Pada jenjang SMPLB dan SMALB, program dilak-
sanakan melalui kegiatan pengenalan track
jalan raya yang dilengkapi dengan guiding
block pada jalur yang sering/perlu dilewati ter-
utama di sekitar sekolah.

83
2. Tunarungu melalui program kekhususan pengem-
bangan komunikasi persepsi bunyi dan irama.
• Program dilakukan dengan modifikasi penam-
bahan properti visual tertentu.
3. Tunagrahita melalui program kekhususan pengem-
bangan diri dan perilaku adaptif mandiri.
• program dimodifikasi dengan permainan ter-
tentu.
4. Tunadaksa melalui program kekhususan pengem-
bangan diri dan gerak.
• Pada tunadaksa program dilaksanakan cen-
derung dalam pemenuhan tujuan yang ter-
dapat pada 1.3 poin 8 dan 9, melalui kegiatan
permainan yang dapat melatih motorik anak.

8.1.3 Modifikasi dalam Implementasi


Berdasarkan proses pelaksanaannya, modifi-
kasi program Ngabaso pada Sekolah Luar biasa yaitu:
1. Tunanetra
a. Memulai program :
• menentukan track orientasi yang dise-
suaikan pada anak
• Menentukan guru pendamping/relawan
• Perlengkapan pendukung (tongkat tuna-
netra)
• Membuat SOP (jika belum ada)
b. pengayaan : program ngabaso yang dimodi-
fikasi ke dalam kegiatan OMKS dapat dikem-
bangkan dalam lingkungan yang lebih luas
sesuai kebutuhan anak.
c. potensi kendala : track yang dilalui tidak adap-
tif – solusi: penambahan guiding block
2. Tunarungu
a. memulai program:
• Menentukan guru pendamping/relawan
• Membuat SOP
b. potensi kendala: anak tidak dapat mengiden-
tifikasi suara – solusi: alat bantu mendengar,
atribut visual
3. Tunagrahita
a. memulai program:
• menentukan guru pendamping/relawan
• Membuat SOP
b. potensi kendala: emosi anak tidak stabil

84
4. Tunadaksa
a. Memulai program:
• menentukan guru pendamping/relawan
• Membuat SOP (jika belum ada)
b. Potensi kendala: motorik anak – solusi: rela-
wan pendamping/helper

8.2 Modifikasi Program untuk Anak Remaja

Batasan usia remaja menurut WHO adalah


12 sampai 24 tahun. Pada umumnya di usia ini, anak
sedang berada di jenjang sekolah menengah. Adapun
implementasi sekolah menengah di Indonesia terbagi
menjadi sekolah menengah pertama dan sekolah
menengah atas. Bagi anak usia remaja, program NGA-
BASO dapat dimodifikasi dengan menyesuaikan pada
tahapan perkembangan anak, karena pada usia ini
terjadi proses pematangan, baik itu pematangan fisik
maupun psikologis.

8.2.1 Prinsip Penyelenggaraan NGABASO untuk Anak


Remaja
Anak remaja cenderung telah mengalami be-
berapa perkembangan yang lebih kompleks dibanding-
kan sebelumnya. Menurut teori kognitif Piaget, anak
remaja berada pada tahapan nalar logis dan retoris,
yang artinya kemampuan nalar mereka telah berope-
rasi secara penuh. Anak remaja mampu melakukan
proses berpikir abstrak, berpikir kritis, berargumen,
dan mencipta sesuatu secara mandiri.
Di sisi lain, menurut teori psikososial Erikson,
anak remaja sedang berada pada tahap pencarian
identitas. Pada tahapan ini anak membutuhkan
kesempatan untuk melatih otoritas dan mengeks-
presikan dirinya secara positif, agar ia dapat menge-
nali diri beserta kekuatan dan batasan-batasannya.
Atas dasar kedua teori tersebut, program NGA-
BASO untuk remaja perlu dimodifikasi agar sesuai
dengan tahapan perkembangan. Karena itu, prinsip
penyelenggaraan NGABASO untuk anak remaja
meliputi:
• Hak tumbuh kembang: memfasilitasi kebutuhan
tumbuh kembang anak remaja

85
• Hak perlindungan: kuasa perlindungan mulai ber-
geser ke anak (peningkatan kemampuan untuk
melindungi diri sendiri), kolaborasi dan kemitraan
dengan orang dewasa.
• Hak partisipasi: pengambilan keputusan program
semakin banyak berpusat pada anak. Anak perlu
diberi ruang untuk memimpin sebagian atau
seluruh implementasi program, sementara orang
dewasa mendampingi proses.

8.2.2 Modifikasi Program NGABASO untuk Sekolah


Menengah
Anak pada usia Sekolah Menengah berada
pada masa transisi dari usia anak-anak hingga remaja.
Pada masa tersebut, konsep diri mereka mengalami
perkembangan yang cenderung melibatkan sejumlah
aspek diri mereka. Berikut modifikasi program NGA-
BASO pada setiap langkah implementasi:

1. Pemilihan lokasi dan Pengorganisasian


• Pengorganisasian : anak difasilitasi untuk
memimpin sebagian atau seluruh pengorgani-
sasian, misal dalam menentukan kelompok
jalan kaki/bersepeda
• Jejak pendapat : Anak difasilitasi untuk
menyampaikan pendapat dan aspirasinya
tentang NGABASO, dan bagaimana program
ini sebaiknya dilakukan.
2. Pemetaan
Anak mengorganisasi pemetaan kondisi ke-
rawanan di sekitar sekolah, dan bersama orang de-
wasa mengembangkan rencana mitigasi bersama.
3. Sosialisasi dan edukasi
Anak dapat mengambil peran sebagai relawan
pendidik teman sebaya (peer educator) dan melak-
sanakan sosialisasi-edukasi, baik kepada keluarga
maupun sesama siswa di sekolah. Sebelum men-
jadi relawan, tentunya anak perlu mendapatkan
peningkatan kapasitas seperti tertulis pada bab
6.4, khususnya dalam penguasaan materi kesela-
matan lalu lintas dan cara-cara pengorganisasian.
4. Eksekusi
Mengingat tingkat kemandirian anak remaja
yang cukup tinggi, maka jumlah pendamping de-

86
wasa saat berjalan kaki dapat dikurangi (atau tidak
perlu ada). Peran relawan dewasa lebih berupa
mentor, yang mudah diakses anak apabila terjadi
kendala atau masalah dalam eksekusi. Anak dan
orang dewasa dapat bersama-sama mengem-
bangkan SOP untuk keamanan dan keberlanjutan
program.
5. Monitoring-evaluasi
Anak dapat difasilitasi untuk mengambil peran
aktif dalam child-lead monev (monitoring dan
evaluasi yang dipimpin anak), misalnya melaku-
kan survei atau riset sederhana tentang program.
Data dari monev tersebut dapat menjadi masukan
bagi monev program yang dilakukan oleh sekolah.
Anak juga perlu diberi kesempatan untuk menya-
jikan hasil monev-nya dan mendapatkan respon
dari orang dewasa, setidaknya di tingkat sekolah.
6. Perluasan Program
Sebagai bentuk pemenuhan hak anak, Pemerintah
Kab/Kota melalui Dinas Perlindungan Anak dapat
memfasilitasi penyelenggaraan forum atau plat-
form lain, di mana anak dapat mengadvokasi kebu-
tuhan spesifik di sekolah masing-masing yang ber-
hubungan dengan program NGABASO. Beberapa
contoh forum/platform yang dapat digunakan
adalah: musrenbang, audiensi langsung dengan
dinas-dinas terkait, pertemuan forum anak, dan
lain sebagainya. Untuk memastikan partisipasi
anak terjadi secara optimal, platform/forum ter-
sebut perlu dipimpin oleh fasilitator yang paham/
terbiasa memfasilitasi anak.

87
BAB IX Pemantauan dan evaluasi program NGABASO
perlu dilakukan untuk mendapatkan informasi pelak-
LANGKAH sanaan kegiatan, capaian serta status program. Infor-
masi tersebut dapat menjadi pertimbangan dalam
IMPLEMENTASI 5: pengambilan keputusan program yang sedang ber-
MONEV DAN jalan. Selain itu, pemantauan dan evaluasi yang sering
disebut monev bertujuan untuk mengukur perubahan
PUBLIKASI perilaku yang diharapkan dari intervensi program ter-
sebut. Perubahan perilaku dipengaruhi oleh banyak
faktor dan aktor, oleh karena itu dalam melakukan
monev ada banyak metode yang digunakan untuk
melihat perubahan perilaku tersebut. Program NGA-
BASO menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut
dalam merumuskan rancangan monev:
a. Partisipatif
Melibatkan semua pihak yang terkait dengan pelak-
sanaan program, termasuk dengan kelompok anak.
b. Terbuka
Kegiatan monev dilakukan secara jujur dan trans-
paran baik dalam perencanaan maupun pelaksa-
naannya.
c. Kesetaraan
Semua pihak yang terlibat didalam monev harus
dianggap setara dalam menyampaikan masukan
terhadap pelaksanaan program, dan masukan/pen-
dapatnya harus dipertimbangkan dalam pengam-
bilan keputusan.
d. Terpadu
Kegiatan monev ini merupakan kegiatan yang tidak
berdiri sendiri baik secara institusional maupun
programatik, namun menjadi kegiatan yang terin-
tegrasi dengan monev program-program lainnya
baik di tingkat dinas maupun sekolah, termasuk
antar dinas/institusi.
e. Berbasis pemenuhan hak anak
Indikator yang disusun dalam monev harus men-
gacu pada pemenuhan hak anak yaitu perlindun-
gan, hidup , tumbuh kembang dan dihargai.

Monev di tingkat kota/kabupaten


Rancangan utama (masterplan) monev pro-
gram NGABASO disusun oleh Dinas Perlindungan
Anak di tingkat Provinsi, untuk kemudian diturunkan
pada dinas terkait di tingkat kota/kabupaten. Ran-

88
cangan utama ini meliputi pihak yang terlibat dalam
monev, metode dan instrumen monev yang digunakan
(termasuk penentuan kegiatan program dan indikator
keberhasilannya), waktu pelaksanaan monev dan
pelaporan monev. Rancangan utama monev ini sebaik-
nya juga bisa diadaptasi oleh dinas-dinas lainnya yang
terkait, sehingga gambaran besar dari pelaksanaan
program NGABASO ini terpotret sebagai program
pemerintah kota/kabupaten.
Kegiatan pemantauan dapat dilakukan dengan
cara pelaporan maupun kunjungan lapangan secara
berkala. Sedangkan kegiatan evaluasi sebaiknya
dilakukan minimal setahun sekali untuk menentukan
keputusan strategis terhadap pelaksanaan program
NGABASO. Kegiatan evaluasi dapat dilakukan dengan
membandingkan situasi awal dengan kondisi terkini
melalui studi, atau melalui rapat evaluasi tahunan.
Kegiatan monev ini sebaiknya dicatat dengan baik,
sehingga kemajuan dan pembuatan keputusan dapat
terdokumentasi.

Monev di tingkat sekolah


Selain dikenakan kegiatan monev oleh dinas
terkait, sekolah sebagai pelaksana program NGABASO
juga harus terlibat aktif dalam melakukan monev.
Monev di tingkat sekolah dapat lebih sering dilakukan
untuk melihat kemajuan kegiatan, dan memberikan
dukungan terhadap pelaksanaan program. Selain
kepala sekolah dan guru, murid dan orangtua murid
juga harus dilibatkan dalam kegiatan monev. Pada
sekolah-sekolah yang terletak berdekatan (cluster/
kelompok sekolah), monev dapat dilakukan secara ko-
laboratif khususnya saat memantau kondisi kerawa-
nan di lingkungan sekitar sekolah. Sekolah-sekolah
dalam satu cluster dapat menjadwalkan monev rutin
yang dilakukan bersama, atau dilakukan bergantian
dan saling bertukar data.

9.1 Langkah-langkah Monev



Berikut merupakan langkah-langkah yang
dapat diambil dalam mengembangan rancangan
monev:
1. Mendiskusikan rencana monev pada saat menyu-

89
sun program Rencana monev harus disusun ber-
dasarkan rancangan program. Sekolah dapat
mendiskusikan rencana monev sendiri, atau ber-
sama sekolah lain di satu cluster (jika terdapat
cluster sekolah). Adapun rencana monev meliputi :
a. Menentukan perubahan apa yang diharapkan
dari pelaksanaan program b. M e n e n t u k a n
dasar pengukuran perubahan yang diharap-
kan, contoh situasi awal perilaku penggunaan
helm pada kelompok anak sebelum imple-
mentasi kegiatan
c. Menyepakati instrumen atau alat untuk meng-
ukur perubahan
d. Menentukan berapa kali kegiatan monev
dilakukan
e. Menentukan siapa yang akan terlibat dalam
kegiatan monev
f. Menentukan format laporan kegiatan monev
2. Melaksanakan kegiatan monitoring
Pelaksanaan kegiatan monitoring sebaiknya di-
lakukan secara berkala sesuai dengan kesepakatan
baik di tingkat kota/kabupaten maupun sekolah.
Untuk tingkat kota/kabupaten, monitoring sebaik-
nya dilakukan setiap triwulan untuk melihat ke-
majuan proses kegiatan di lapangan dan mem-
berikan dukungan lebih lanjut. Sementara untuk
tingkat sekolah, monitoring dapat dilakukan
setiap bulan dan evaluasi dapat dilakukan setiap
semester. Joint monitoring atau pemantauan
gabungan juga dapat dilakukan, di mana pihak
dinas di kota/kabupaten dan sekolah melakukan
pemantauan secara bersama-sama.
3. Evaluasi program
Setelah hasil monitoring kegiatan didokumentasi-
kan, evaluasi terhadap pelaksanaan program dapat
dilakukan. Evaluasi di tingkat kota/kabupaten dapat
dilakukan setiap tahun, namun ditingkat sekolah
evaluasi dapat dilakukan tiap semester. Selain
melihat pelaksanaan kegiatan dan capaian, pada
evaluasi program dapat juga dilakukan dengan
melihat dampak dari kegiatan.
4. Pelibatan anak dalam kegiatan monev
Dalam kegiatan monev, anak-anak dapat berperan
sebagai pelaku proses pemantauan dan evaluasi.

90
Anak-anak yang lebih tua dapat dilibatkan sebagai
tim untuk melakukan monitoring terhadap proses
pelaksanaan kegiatan. Mereka juga bisa diajak
untuk memberikan masukan terhadap kegiatan
berdasarkan hasil pemantauan yang dilaksanakan.
Pandangan dan pendapat anak-anak sangat ber-
manfaat bagi pengembangan kegiatan program
dimana mereka juga sebagai pelaku kegiatan dan
penerima manfaat.

9.2 Data, Metode dan Instrumen Monev

9.2.1 Data Dasar (Baseline) Monev


Untuk mengukur dampak program NGABASO,
tentu diperlukan data yang lengkap mengenai kondisi
awal sebelum program dimulai. Salah satu sumber data
yang relevan dan kontekstual adalah data yang diambil
oleh sekolah sendiri sebagai pelaksana program. Se-
perti dipaparkan pada tahap Persiapan dan Pemetaan
(bab 4 dan 5 buku panduan ini), berbagai bentuk
pengumpulan data telah dilakukan pada langkah-
langkah awal implementasi program NGABASO ini,
yaitu:
• Jajak Pendapat memberikan gambaran awal ten-
tang wawasan dan kesadaran lalu lintas warga
sekolah
• HVCA memberikan gambaran bahaya, kerentanan,
dan potensi lokal
• Traffic survey memberikan gambaran kondisi infra-
struktur jalan dan perilaku pengguna jalan
Data-data tersebut diambil pada tingkat kota/
kabupaten maupun pada tingkat sekolah, dan dapat
dihimpun oleh pemerintah kota/kabupaten untuk
menjadi data dasar program.

9.2.2 Metode dan Instrumen


Kegiatan monitoring dapat dilakukan dengan
beragam cara seperti kunjungan sekolah, observasi,
membuat daftar checklist capaian dan diskusi hasil pe-
mantauan. Sedangkan evaluasi bisa dilakukan dengan
cara melakukan HVCA dan traffic survey secara berkala
serta membandingkan hasilnya dengan data dasar.
Selain itu, evaluasi dapat pula dilakukan dengan

91
membuat angket/survey, wawancara maupun studi
kasus/cerita keberhasilan. Instrumen monitoring dan
evaluasi dapat dikembangkan secara online maupun
offline. Beberapa instrumen monev tercantum dalam
lampiran 1 dan 5 buku panduan ini.

9.3 Platform publikasi

Hasil monitoring dan evaluasi dapat dipublikasi-


kan melalui saluran-saluran komunikasi yang ada baik
di tingkat kota/kabupaten maupun sekolah. Praktek
baik pelaksanaan kegiatan, cerita sukses, perubahan
perilaku, analisa situasi di mana tingkat kerentanan
berkurang merupakan hasil evaluasi yang dapat di-
publikasikan untuk advokasi. Selain melalui media
sosial instansi, seperti sekolah, dinas perlindungan
anak dsb, hasil evaluasi tersebut dapat juga disebar-
luaskan melalui web Diskominfo kota/kabupaten, atau
dengan membuat konferensi pers yang mengundang
media massa.

92
10.1 Keberlanjutan di Tingkat Sekolah: Integrasi
dalam Pembelajaran BAB X
LANGKAH
Selain menjadi tujuan anak setiap hari, sekolah
juga merupakan institusi pendidikan yang mengajar- IMPLEMENTASI 6:
kan pengetahuan, nilai serta keterampilan tertentu, KEBERLANJUTAN
termasuk kecakapan hidup melalui pendidikan ke- DAN PERLUASAN
selamatan berlalu lintas. Sekolah yang mengadopsi
program NGABASO dapat menerapkan pendidikan PROGRAM
keselamatan berlalu lintas melalui kegiatan pem-
biasaan sehari-hari. Sehingga anak-anak terbiasa ber-
jalan kaki bersama-sama, serta mengenal pengetahuan
dan wawasan berlalu lintas seperti mematuhi aturan
lalu lintas. Memahami wawasan berlalu lintas dan
mempraktekkan dalam keseharian dapat mengurangi
faktor resiko kecelakaan lalu lintas.
Dalam tabel 10.1.1 disajikan ragam contoh
bagaimana sekolah dapat mengintegrasikan program
NGABASO ke dalam proses belajar sehari-hari. Pen-
dekatan utama adalah bagaimana sekolah dapat
memperkaya proses mata pelajaran yang berjalan
dengan beragam aktivitas pada program NGABASO.
No. Mata Bentuk (Contoh) Integrasi Pembelajaran Ngabaso
Pelajaran

1 • Pemaparan wawasan dan pengetahuan tentang dampak berjalan pada kesehatan tubuh anak
• Mempelajari teknik berjalan yang baik dan benar untuk menunjang kebugaran tubuh
Pendidikan
• Menghitung kebutuhan asupan nutrisi untuk kebutuhan jalan kaki (asupan air, jumlah kalori, protein, dsb)
Jasmani
• Teknik pemanasan yang baik sebelum berjalan kaki
• Menghitung jumlah beban yang dapat dibawa anak selama berjalan dan teknik menggunakan tas yang baik

2 • Mengajak anak untuk lebih mencermati dan menghayati potensi yang ada di sekitar sekolah saat berjalan
Pendidikan kaki, dan mensyukuri potensi yang dimiliki
Agama & • Membangun konsistensi dan ketangguhan anak melalui rutin berjalan ke sekolah
Karakter • Diskusi dan pemaparan ayat-ayat terkait dengan perjalanan dan hijrah dalam agama. Memaknai proses
jalan dari sisi spiritual

3 • Mengasah kepekaan matematika dari kehidupan sehari-hari:


• Mengamati dan menghitung kepadatan kendaraan yang melaju di sekitar sekolah dan rute jalan kaki
• Membuat data statisika sederhana dari jumlah kendaraan yang dihitung bersama
Matematika
• Menghitung jumlah kalori yang dibakar, menghitung kapasitas VO2 Max anak sebelum dan sesudah rutin
berjalan kaki (integrasi dengan pendidikan Jasmani)
• Membandingkan rute dan mencari jarak yang paling efektif

4 • Membangun peran dan kontribusi nyata warga negara dengan mendukung program pemerintah dan
memberi dampak positif bagi pengembangan diri anak
Pendidikan
• Pemaparan dan diskusi perihal hak anak dan undang-undang negara terkait hak anak
Kewarga-
• Mempelajari bagaimana program serupa berjalan di negara lain, serta dampaknya bagi kemajuan negara
negaraan
tersebut
(Citizenship)
• Mengenalkan visi-misi Jawa Barat Juara kepada anak dan program yang terkait dengan pembangunan hak
anak (salah satunya NGABASO)

5 • Mempelajari organ tubuh dan mekanismenya saat berjalan


• Penelitian sederhana mengenai pengurangan pencemaran udara akibat program NGABASO yang telah
Ilmu bergulir (menghitung jejak karbon atau emisi karbon)
Pengetahuan • Mempelajari pengertian dan definisi pencemaran udara
Alam • Mempelajari nutrisi dan makanan sehat serta dampaknya bagi tubuh
• Membuat miniatur kota ramah pejalan kaki sesuai ide dan imajinasi anak (membangun visi program NGABASO)
• Mendesain kendaraan ramah lingkungan sesuai imajinasi anak

93
6 • Mengenal karakteristik dan sejarah kota / daerah tempat tinggal anak melalui pengamatan jenis-jenis
bangunan saat sedang berjalan kaki
• Mengenal berbagai jenis moda transportasi publik
Ilmu
• Membuat peta hijau untuk mengangkat informasi dan potensi unik dari rute Ngabaso (terintegrasi dengan
Pengetahuan
mata pelajaran berkarya)
Sosial
• Mengenal landscape dan peta kota (geografi) dengan mempelajari peta rute NGABASO
• Menghitung dampak ekonomi sederhana dari program Ngabaso (uang transport yang dapat dihemat,
biaya bahan bakar yang dapat dihemat)

7 • Membuat poster pengumuman Ngabaso dengan memadukan kreativitas anak


Bahasa • Belajar membuat pengumuman / poster program Ngabaso dengan menggunakan kaidah Bahasa Indonesia
Indonesia, yang baik
Kesenian & • Membuat papan tanda, kartu identitas dari bahan bekas, dengan dasar ide dan kreativitas anak
Prakarya • Menghias botol minum yang rutin dibawa saat Ngabaso
• Membuat selebaran simpatik untuk mengajak masyarakat ikut berjalan kaki rutin

Tabel 10.1.1 Integrasi Program NGABASO dalam Kegiatan Belajar di Sekolah

10.2 Perluasan di Tingkat Sekolah: Pengembangan


Rute Aman Selamat ke/dari Sekolah

Dalam mendukung dan mengembangkan


program NGABASO, sekolah dapat menyepakati dan
menerapkan Rute Aman Selamat Sekolah. Rute Aman
Selamat Sekolah atau RASS merupakan program
yang dapat diterapkan oleh dinas terkait (seperti Dinas
Perlindungan Anak, Dinas Perhubungan, Kepolisian
dan Dinas Pekerjaan Umum) dan dikembangkan oleh
sekolah dengan melibatkan partisipasi anak, orangtua,
masyarakat disekitar sekolah, sekolah-sekolah ter-
dekat dengan pemerintah daerah.

10.2.1 Definisi Rute Aman Selamat Sekolah


Merupakan bagian dari kegiatan manajemen
dan rekayasa lalu lintas berupa penyediaan sarana
angkutan umum dengan pengendalian lalu lintas dan
penggunaan jaringan jalan serta sarana dan prasarana
angkutan sungai dan danau dari lokasi pemukiman
menuju sekolah (Peraturan Menteri Perhubungan
No.16 tahun 2016)

10.2.2 Penerapan RASS


Rute Aman Selamat Sekolah dapat diterapkan
dengan cara:
1. Mengidentifikasi moda transportasi yang diguna-
kan anak-anak saat pergi ke/dari sekolah
2. Mengidentifikasi, menentukan dan menciptakan
rute aman digunakan oleh anak-anak ke/dari
sekolah

94
3. Melengkapi rute aman selamat tersebut dengan
fasilitas rambu, marka jalan, APILL (Alat Pengendali
Informasi Lalu Lintas), jalur pejalan kaki dan pe-
sepeda, halte, alat penerangan, fasilitas ramah
disabilitas, parkir khusus dan ruang henti, fasilitas
keamanan (misalnya pelampung pada kapal dsb)
4. Menyediakan sarana transportasi yang aman
selamat untuk kelompok anak-anak

Untuk menentukan dan menerapkan RASS,


berikut beberapa informasi yang harus diketahui oleh
pihak sekolah sehingga mempermudah koordinasi
dan komunikasi:
• Penyediaan kelengkapan jalan rambu dan marka;
serta transportasi umum merupakan tugas dan
kewenangan Dinas Perhubungan
• Penyediaan rambu dan marka jalan disesuaikan
dengan status jalan. Jika jalan nasional maka penye-
diaan akan dilakukan oleh Kemenhub, sedangkan
jalan propinsi dan kota/kabupaten masing-masing
akan berada pada kewenangan dishub propinsi
dan kota/kabupaten.
• Perbaikan jalan dan jembatan akan menjadi ke-
wenangan dari kementerian PUPR serta dinas PUPR
baik propinsi maupun kota/kabupaten disesuaikan
dengan status jalan.
• Penertiban PKL (Pedagang Kaki Lima) merupakan
kewenangan dari Satpol PP bekerjasama dengan
kewilayahan seperti kelurahan dan kecamatan
• Taman dan penghijauan merupakan kewenangan
dinas pertamanan kota/kabupaten atau SKPD
(satuan kerja perangkat daerah) yang diberikan
kewenangan untuk mengurus bidang tersebut
• Kebersihan kota/kabupaten merupakan kewe-
nangan dinas kebersihan kota/kabupaten atau
SKPD (satuan kerja perangkat daerah) yang diberi-
kan kewenangan untuk mengurus bidang tersebut
• Pengaturan dan rekayasa lalu lintas merupakan
kewenangan dari kepolisian

95
Tips Pengajuan RASS untuk Sekolah
• Untuk mempermudah koordinasi, sekolah-sekolah dalam
satu gugus dapat berdiskusi mengenai kebutuhan dukung-
an dari SKPD terkait untuk menentukan dan menerapkan
RASS. Setelah menentukan kebutuhan dukungan, gugus
sekolah dapat mengirimkan surat permohonan kepada
dinas-dinas atau instansi terkait dengan tembusan kepada
Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten.
• Selain bersurat, perwakilan sekolah dapat melakukan
koordinasi langsung atau audiensi kepada SKPD terkait
• Untuk mendapatkan pemenuhan kebutuhan fasilitas
segera, maka pengajuan permohonan dukungan dapat di-
lakukan sesuai dengan kalender tahunan keuangan SKPD.
Biasanya pengajuan dipertengahan tahun (bulan Juni/Juli)
dapat dipertimbangkan mendapatkan dukungan pada
awal tahun berikutnya.
• Mencari tahu kontak person pada SKPD terkait sebelum-
nya akan mempermudah pihak gugus atau sekolah men-
dapatkan informasi terkait dengan proses dan status dari
permohonan yang diajukan.

10.2.3 Kriteria Layanan RASS


1. Untuk pejalan kaki
Jika daerah sekolah berjarak kurang lebih 1 km dari
pemukiman murid, maka RASS dapat dikembang-
kan untuk pejalan kaki

2. Pesepeda
Jika daerah sekolah berjarak kurang lebih 1 km
dari pemukiman, maka RASS dapat dikembang-
kan untuk pesepeda

96
3. Pengguna Angkutan Umum dan Pejalan Kaki
Jika jarak area drop-off dari/ke pemukiman mau-
pun sekolah kurang lebih 1 km, sedangkan jarak
pemukiman ke sekolah lebih dari 5 km

4. Pengguna Angkutan Umum dan Angkutan Air


Jika jarak area drop-off dari/ke pemukiman mau-
pun sekolah kurang lebih 1 km, sedangkan jarak
pemukiman ke sekolah lebih dari 5 km serta me-
merlukan moda transportasi darat dan air.

10.2.4 Peran Kota/Kab dalam pengembangan RASS


Pengembangan Rute Aman Selamat Sekolah
adalah pekerjaan yang membutuhkan kolaborasi multi-
pihak. Walaupun penerapan RASS berada pada tingkat-
an sangat lokal (yaitu di sekitar sekolah/gugus sekolah),
pada umumnya sekolah akan kesulitan mengembang-
kan RASS tanpa dukungan dari pengampu kebijakan,
dalam hal ini pemerintah kab/kota.
Dari temuan lapangan (data lapangan NGA-
BASO, 2019), tantangan utama bagi sekolah dalam
mengembangkan RASS terletak pada pembangunan
infrastruktur jalan. Kewenangan pembuatan infra-
struktur jalan terdapat pada Dinas Perhubungan dan
Dinas PUPR, sehingga inisiatif dari masyarakat atau
sekolah untuk membuat infrastruktur jalan sendiri,

97
misalnya zebra cross atau pita penggaduh, sebenarnya
merupakan tindak pelanggaran peraturan. Di sisi lain,
dalam banyak kasus (data lapangan NGABASO, 2019;
Save The Children, 2014), sekolah yang berusaha
menempuh prosedur formal melalui pengajuan pada
Dinas seringkali tidak mendapat respon yang memadai.
Dalam situasi inilah peran Pemerintah Kota/
Kab menjadi penting. Pemerintah Kota/Kab memiliki
kewenangan untuk mendorong terjadinya komunikasi
dua arah yang baik antara dinas dan sekolah yang mem-
butuhkan. Pemerintah Kota/Kab melalui Dinas PP/PA
dapat memberikan dukungan/kemudahan bagi
sekolah untuk mengadvokasi pemenuhan RASS
melalui cara-cara berikut:
1. Memfasilitasi audiensi antara sekolah dengan
Dinas Perhubungan, Dinas PUPR dan DKSDA di
kab/kota masing-masing. Pada audiensi tersebut,
sekolah atau gugus sekolah dapat memaparkan
kondisi kerawanan di lingkungannya, untuk kemu-
dian direspon bersama oleh Dinas.
2. Berkordinasi dengan Dinas Perhubungan, Dinas
PUPR dan DKSDA untuk mengusahakan pen-
danaan pembangunan infrastruktur RASS sekolah/
gugus sekolah.

RASS dan KEMENPPPA


RASS adalah program kolaboratif yang melibatkan berbagai Kementerian, Lembaga
dan Dunia Usaha. RASS menjadi langkah Kemen-PPPA untuk mewujudkan Indonesia Ramah
Anak 2030.
Dari sudut pandang KemenPPPA, fokus RASS adalah keamanan dan keselamatan
anak dari berbagai ancaman di perjalanan, baik dalam bentuk kekerasan/kejahatan maupun
bahaya lalu lintas.

Indikator Keberhasilan RASS menurut KemenPPPA

1. Zebra cross
2. Trotoar ramah anak
3. Jalur sepeda
4. Peta jalan siswa aman dan selamat
5. ZoSS dan rambu
6. Bus sekolah
7. Perahu dan dermaga ramah anak
8. Rekayasa lalu lintas
9. Petugas ramah anak
10. Keluarga 2P dan anak 2P (pelopor dan pelapor)

98
Ruang Aman:
Pelibatan Masyarakat di Lingkungan Sekitar Sekolah
Dalam perjalanan ke/dari sekolah, keselamatan anak tidak hanya dipengaruhi oleh situasi
lalu lintas dan kondisi infrastruktur jalan, melainkan juga oleh faktor lain seperti keberadaan
hewan/orang yang berbahaya, ataupun saat-saat di mana anak terpaksa berjalan sendirian.
Permasalahan semacam ini tak dapat diatasi dengan perbaikan infrastruktur maupun penga-
turan lalu lintas. Untuk menutup celah bahaya tersebut, masyarakat dapat dilibatkan secara
aktif melalui pembuatan Ruang Aman.
“Ruang Aman” adalah bangunan atau ruang di sepanjang jalur berjalan kaki ke/dari
sekolah, yang dapat dijadikan titik evakuasi ketika anak mengalami kecelakaan atau terancam
bahaya di jalan. Penentuan Ruang Aman berdasar pada kerelaan warga yang bersangkutan,
dan bertujuan semata untuk mendukung keselamatan anak selama perjalanan ke/dari sekolah.
Adapun prioritas Ruang Aman dapat mencakup:
• Kantor pemerintahan, kantor polisi dan sejenisnya
• Taman bacaan, Pusat Belajar Masyarakat, dan ruang komunitas lain
• Rumah ibadah yang terbuka dan memiliki penjaga tetap
• Rumah/toko milik warga yang dikenal dan dipercaya anak
Jika dirasa perlu, sekolah dapat menyelenggarakan pertemuan khusus dengan warga
sekitar untuk pengajuan pembuatan Ruang Aman. Sekolah dan warga juga perlu menye-
pakati batasan serta aturan bersama yang terkait dengan Ruang Aman, misalnya ruang mana
yang dapat digunakan oleh anak, apakah anak boleh meminjam telepon (atau perlukah ada
biaya yang dikenakan untuk meminjam telepon), dan lain sebagainya.
Setelah menentukan lokasi, Ruang Aman sebaiknya ditandai dengan tanda yang menyolok
dan mudah dikenali siswa. Para pemilik Ruang Aman perlu diperkenalkan dengan baik pada
seluruh siswa di sekolah. Ruang Aman perlu dikunjungi dan dievaluasi secara berkala untuk
mengantisipasi kendala-kendala yang mungkin muncul.

Contoh penerapan Ruang Aman di negara lain


Sumber: safeplace.org

99
10.3 Perluasan Program di Tingkat Kab/Kota:
Sekolah Mentor dan Penambahan Sekolah
Adopter

Seperti paparan dalam bab 4, implementasi


program NGABASO terjadi secara bertahap, di mana
tahapan awal hanya menyasar sebagian kecil sekolah/
gugus sekolah yang menjadi prioritas di Jawa Barat.
Namun perlu diingat bahwa tujuan akhir program
adalah mewujudkan pemenuhan hak bagi seluruh
anak Jawa Barat dalam perjalanan ke/dari sekolah.
Karena itu, pemerintah kab/kota perlu mengembang-
kan suatu strategi eskalasi agar program NGABASO
dapat diadopsi oleh lebih banyak sekolah dari waktu
ke waktu. Pengembangan sekolah mentor dapat men-
jadi salah satu titik strategis dalam eskalasi program
NGABASO.
Sekolah mentor adalah sekolah yang memiliki
kapasitas untuk mengedukasi dan membimbing seko-
lah lain dalam proses adopsi program. Dalam konteks
NGABASO, sekolah mentor haruslah sekolah yang
telah berhasil mengimplementasi program secara
berkelanjutan. Tim panitia/relawan yang telah ber-
pengalaman di sekolah tersebut dapat diberi pening-
katan kapasitas untuk menjadi mentor bagi sekolah-
sekolah adopter baru.
Sekolah mentor dapat mulai meluaskan dam-
pak melalui sosialisasi program dan mendampingi
sekolah-sekolah yang masih satu gugus dengannya.
Setelah sekolah-sekolah di satu gugus dapat mengim-
plementasi program dengan baik sesuai standar yang
diharapkan, sekolah mentor dapat memperluas
wilayah sosialisasi dan pendampingan, serta mengaju-
kan sekolah-sekolah adopter lain untuk menjadi
sekolah mentor. Dengan demikian, perluasan dampak
dapat terjadi secara masif dalam waktu relatif singkat
(snowball effect).
Sebagai bentuk tindak lanjut, pemerintah kab/
kota dapat memberikan berbagai insentif kepada
sekolah mentor NGABASO, di antaranya tambahan poin
dalam penilaian Sekolah Ramah Anak. Penghargaan
khusus juga dapat diberikan pada sekolah mentor
yang berhasil meluaskan dampak pada capaian skala
tertentu (misalnya, menghasilkan 20 sekolah adopter

100
dalam setahun, atau menghasilkan 5 sekolah mentor
baru). Adapun besaran skala dapat mengacu pada
target capaian yang terdapat pada bab II buku panduan
ini.

Gambar 10.3.1 Skema Perluasan Dampak Melalui Sekolah Mentor

101
LAMPIRAN
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
LAMPIRAN 5
INSTRUMEN MONITORING
Program Keselamatan Berlalu Lintas NGABASO

a. Keterangan alasan
Memenuhi Tidak memenuhi sebagaian
No. Memenuhi
Kegiatan/ sebagian memenuhi atau tidak memenuhi
Minimun Standar indikator
Intervensi indikator indikator b. Rekomendasi
standar
standar standar untuk pencapaian
standar

1 NGABASO Memenuhi komponen pelaksanaan program


(Ngabring ka yang meliputi :
Sakola) 1. Aturan mengenai sekolah ramah anak yang
memuat indikator keselamatan jalan
2. Perencanaan dan penyusunan program
3. Peningkatan kapasitas Guru dan Komite Sekolah
4. Kegiatan Ngabaso
5. Sosialisasi materi pendidikan keselamatan
berlalu lintas kepada murid
6. Monitoring dan Evaluasi
7. Partisipasi Masyarakat
8. Partisipasi Anak

1.1. 1. Adanya aturan mengenai pelaksanaan program


Aturan men- sekolah ramah anak ditingkat kota/kabupaten
genai sekolah 2. Terdapat aturan sekolah untuk menerapkan
ramah anak program sekolah ramah anak yang memuat
keselamatan di jalan bagi kelompok anak
sebagai bagian dari indikator pelaksanaan
program

1.2. 1. Adanya rencana kerja program yang disusun


Perencanaan bersama antara SKPD terkait dengan pihak
dan Penyusu- sekolah
nan Program 2. Disusunnya peta resiko sekolah
3. Adanya RASS
4. Menyebarluaskan hak anak dan perlin-
dungan anak kepada pihak-pihak yang terlibat
dalam penyusunan program

1.3. 1. Seleksi fasilitator pelatihan yang memenuhi


Peningkatan minimum
kapasitas 2. Melakukan pengukuran (pre dan post test)
guru dan pada setiap program pelatihan
komite 3. Menggunakan modul pelatihan yang dire-
sekolah komendasikan
4. Peserta pelatihan membuat rencana aksi
paska pelatihan
5. Sebuah pelatihan diorganisasi untuk maksimal
30 orang peserta

1.4. 1. Minimun dilakukan 12 kali pada kegiatan seko-


Kegiatan lah regular dan 2 kali pada sekolah khusus
NGABASO 2. Melibatkan minimum 30 murid
3. Rasio pendamping minimum 2 pendamping
dewasa: 30 murid untuk sekolah regular
4. Jarak tempuh yang dilalui anak maksimal
adalah 1 km untuk per satu kali kegiatan

1.5. 1. Minimun dilakukan 2 kali kegiatan sosialisasi


Sosialisasi materi keselamatan berlalu lintas pada setiap
materi kesela- murid
matan berlalu 2. Minimun jumlah jam pada sosialisasi sosia-
lintas kepada lisasi materi keselamatan berlalu lintas pada
murid setiap murid adalah 8 jam/tahun
3. Terdapat materi keselamatan berlalu lintas
yang digunakan dalam kegiatan sosialisasi

1.6. 1. Adanya jadwal monitoring teratur dari SKPD


Monitoring terkait, kepala sekolah dan murid terhadap
dan Evaluasi pelaksanaan program
2. Adanya kegiatan evaluasi program setiap tahun
3. Adanya instrumen monitoring dan evaluasi
yang digunakan dalam proses monitoring dan
evaluasi program

1.7. Melibatkan perwakilan masyarakat dalam setiap


Partisipasi tahapan program (perencanaan, pelaksanaan
Masyarakat dan monev)

1.8. 1. Melibatkan perwakilan anak dalam setiap


Partisipasi tahapan programperencanaan, pelaksanaan
anak dan monev)
2. Adanya pelatihan mengenai hak anak dan
perlindungan anak

117

Anda mungkin juga menyukai