Modifikasi Perencanaan Struktur Gedung Skysuites Soho Surabaya Dengan Menggunakan Baja-Beton Komposit

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 63

PROPOSAL TUGAS AKHIR (RC18-4704)

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SKYSUITES


SOHO SURABAYA DENGAN MENGGUNAKAN BAJA-BETON
KOMPOSIT

FATURRAHMAN DONI IRAWAN


NRP. 031115 40000 066

Dosen Konsultasi
Dr. Ir. Djoko Irawan, MS.

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL


Fakultas Teknik Sipil, Lingkungan, dan Kebumian
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya
2019

1
PROPOSAL TUGAS AKHIR (RC18-4704)

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SKYSUITES


SOHO SURABAYA DENGAN MENGGUNAKAN BAJA-BETON
KOMPOSIT

FATURRAHMAN DONI IRAWAN


NRP. 031115 40000 066

Dosen Konsultasi
Dr. Ir. Djoko Irawan, MS.

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL


Fakultas Teknik Sipil, Lingkungan, dan Kebumian
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya
2019
MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SKYSUITES
SOHO SURABAYA DENGAN MENGGUNAKAN BAJA-BETON
KOMPOSIT

PROPOSAL TUGAS AKHIR


Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
pada
Program Studi S-1 Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik Sipil, Lingkungan, dan Kebumian
Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Oleh:
FATURRAHMAN DONI IRAWAN
NRP.03111540000066

Disetujui oleh Team Evaluasi Proposal Tugas Akhir :

1. Dr. Ir. Djoko Irawan, MS. (.................................)

2. Aniendhita Rizki Amalia, ST., MT. (.................................)

3. Budi Suswanto, ST., MT., PhD. (.................................)

SURABAYA, JUNI 2019


MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SKYSUITES SOHO
SURABAYA DENGAN MENGGUNAKAN BAJA-BETON KOMPOSIT

Nama Mahasiswa : Faturrahman Doni Irawan


NRP : 03111540000066
Departemen : Teknik Sipil FTSLK-ITS
Dosen Konsultasi : Dr. Ir. Djoko Irawan, MS.

ABSTRAK

Kota Surabaya merupakan salah satu kota besar di Indonesia dengan jumlah penduduk
yang padat. Dengan jumlah penduduk mencapai 2.765.487 penduduk dan luas wilayah sebesar
326,81 km2, menjadikan kota Surabaya memiliki angka kepadatan penduduk sebesar 8.462
penduduk/km2 (BPS, 2018). Sebagai ibukota Provinsi Jawa Timur, menjadikan kegiatan Kota
Surabaya memiliki kegiatan perekonomian dan bisnis yang padat pula. Oleh karena itu
kebutuhan akan gedung perkantoran sebagai salah satu fasilitas penunjang kegiatan
perekonomian dan bisnis di Surabaya juga sangat diperlukan. Konsep hunian Small Office
Home Office (SOHO) muncul untuk menjawab kebutuhan tempat tinggal sekaligus bekerja di
tempat yang sama. SOHO (Small Office Home Office) merupakan istilah yang mengacu pada
bisnis atau usaha kecil yang dilakukan dirumah. Dalam arti lain, SOHO adalah suatu hunian
seperti apartemen atau rumah yang di dalamnya dilengkapi berbagai fasilitas kantor. Para
pemilik hunian tersebut mempunyai izin legal untuk menggunakan rumah ataupun
apartemennya sebagai unit hunian maupun sebagai unit kantor. Gedung Skysuites SOHO
Surabaya berlokasi di Jalan Kedung Baruk No.26 Surabaya. Gedung ini terdiri dari 21 lantai
dan 2 basement yang akan difungsikan sebagai apartemen sekaligus sebagai kantor. Pada
proses pembagunannya, gedung Skysuites SOHO Surabaya dibangun dengan beton bertulang
menggunakan metode cor ditempat sehingga memerlukan waktu pelaksanaan yang relatif
lama. Dalam banyak kasus, tuntutan terhadap pekerjaan konstruksi yang cepat dan efisien
sering kali terjadi, terlebih pada kasus bangunan bertingkat. Kebutuhan akan bangunan
bertingkat mendorong timbulnya kebutuhan akan suatu rancangan struktur yang ekonomis,
dapat dilaksanakan dengan cepat dan efisien tanpa mengurangi kekakuan antar komponen
struktur bangunan. Konstruksi komposit hampir merupakan solusi sempurna untuk memenuhi
peningkatan kebutuhan konstruksi bangunan bertingkat tinggi dalam hal bentuk struktural
yang kompleks.
Gedung Skysuites SOHO Surabaya akan dimodifikasi dengan menggunakan struktur
baja-beton komposit. Perencanaan yang dilakukan disini meliputi perencanaan pelat lantai,
atap, tangga, balok anak, balok induk, kolom dan pondasi. Pedoman yang digunakan adalah
SNI 1726:2012 tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan
Gedung dan Non Gedung, SNI 1727:2013 tentang Beban Minimum Untuk Perancangan
Bangunan Gedung dan Struktur Lain, SNI 2847:2013 tentang Persyaratan Beton Struktural
Untuk Bangunan Gedung, SNI 1729:2015 tentang Spesifikasi Untuk Bangunan Gedung Baja
Struktural dan Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (PPIUG) 1983.
Adapun modifikasi tersebut meliputi modifikasi kolom menggunakan kolom baja
berintikan beton (concrete filled steel tube), modifikasi balok menggunakan balok komposit
baja-beton dengan penghubung geser (shear connector), dan modifikasi pelat lantai dan atap
dengan dek baja bergelombang (steel deck).

Kata Kunci : Baja-Beton, Komposit, Rectangular Concrete Filled Steel Tube.

i
DESIGN MODIFICATION OF SKYSUITES SOHO SURABAYA USING STEEL-
CONCRETE COMPOSITE STRUCTURE

Student Name : Faturrahman Doni Irawan


NRP : 03111540000066
Departement : Civil Engineering FTSLK-ITS
Supervisior : Dr. Ir. Djoko Irawan, MS.

ABSTRACT

Surabaya is one of the big cities in Indonesia with a dense population. With a population
of 2,765,487 inhabitants and an area of 326.81 km2, Surabaya has a population density of
8,462 inhabitants / km2 (BPS, 2018). As the capital of East Java Province, making the activities
of the City of Surabaya have a dense economic and business activity. Therefore, the need for
office buildings as a facility to support economic and business activities in Surabaya is also
very necessary. The concept of Small Office Home Office (SOHO) occupancy appears to answer
the needs of housing while working in the same place. SOHO (Small Office Home Office) is a
term that refers to a business or small business that is carried out at home. In another sense,
SOHO is a residence such as an apartment or a house in which various office facilities are
equipped. The residential owners have legal permits to use their homes or apartments as
residential units or as office units. The Skysuites SOHO Surabaya building is located on Jalan
Kedung Baruk No.26 Surabaya. This building consists of 21 floors and 2 basements which will
function as apartments as well as offices. In the construction process, the Surabaya SOHO
Skysuites building was built with reinforced concrete using a cast method in place so that it
requires a relatively long implementation time. In many cases, demands for fast and efficient
construction work often occur, especially in the case of multi-storey buildings. The need for
multi-storey buildings encourages the emergence of the need for an economical structure
design, can be implemented quickly and efficiently without reducing the stiffness between the
components of the building structure. Composite construction is almost a perfect solution to
meet the increasing construction needs of high-rise buildings in terms of complex structural
shapes.
The Skysuites SOHO Surabaya building will be modified using a composite steel-
concrete structure. Planning carried out here includes plannig of floor slabs, roofs, stairs, joist,
beam, columns, and fundations. The guidelines used are SNI 1726: 2012 concerning
Procedures for Planning Earthquake Resilience for Building Structure and Non-Building, SNI
1727: 2013 concerning Minimum Load for Building Design and Other Structures, SNI 2847:
2013 concerning Requirements for Structural Concrete for Building Buildings, SNI 1729: 2015
concerning Specifications for Structural Steel Buildings and Indonesian Building Regulations
(PPIUG) 1983.
The modifications include column modification using concrete filled steel tubes,
modification of beams using steel-concrete composite beams with shear connectors, and
modification of floor and roof plates with corrugated steel decks.

Keywords: Steel-Concrete, Composite, Rectangular Concrete Filled Steel Tube.

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur bagi Tuhan YME atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan Proposal Tugas Akhir ini. Proposal Tugas Akhir ini membahas
tentang “Modifikasi Perencanaan Struktur Gedung Skysuites Soho Surabaya Dengan
Menggunakan Baja-Beton Komposit” .
Dalam proses penyusunan Proposal Tugas Akhir ini, penulis mendapatkan banyak
bimbingan, dukungan, dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini
penulis bermaksud mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang mendukung dan
membantu atas terselesaikannya Proposal Tugas Akhir ini, yaitu:
1. Orang tua dan anggota keluarga tercinta yang selalu memberikan dukungan baik doa
maupun materil sehingga menjadi motivasi penulis dalam menyelesaikan Proposal Tugas
Akhir ini.
2. Bapak Dr. Ir. Suharjoko, MT. Dan Ibu Reni Aggrenani sekeluarga yang telah banyak
memberikan bantuan, pengalaman yang luar biasa serta tempat bernaung bagi penulis selama
di Surabaya.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. I Gusti Putu Raka selaku Dosen Wali yang telah memberikan bimbingan,
arahan, dan motivasi selama menjalani masa perkuliahan di ITS.
4. Bapak Dr. Ir. Djoko Irawan, MS. Selaku dosen konsultasi yang telah memberikan
bimbingan, arahan, dan motivasi dalam penyusunan Proposal Tugas Akhir ini.
5. Ibu Prof. Dr. Ir. Triwulan, DEA. Selaku dosen kelas Teknik Penulisan Ilmiah yang dengan
sabar memberikah bimbingan, arahan, dan motivasi dalam penyusunan Proposal Tugas
Akhir ini.
6. Bapak dan Ibu dosen serta staf pengajar Departemen Teknik Sipil FTSLK ITS.
7. Keluarga KDR, Bagus, Oki, Dhaifan, Agung, angkatan S-58, dan rekan-rekan yang telah
banyak membantu dalam penyusunan Proposal Tugas Akhir ini.
Dalam penulisan Proposal Tugas Akhir ini penulis menyadari bahwa masih sangat jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran dari berbagai pihak sangat diharapkan demi
kesempurnaan Proposal Tugas Akhir ini.
Akhir kata semoga proposal ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca, penulis, dan
semua pihak yang terkait.

Surabaya, Juni 2019

Faturrahman Doni Irawan

iii
DAFTAR ISI

ABSTRAK .................................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ...............................................................................................................iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................. vi
DAFTAR TABEL .................................................................................................................... vii
BAB I.......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................ 4
1.3 Tujuan .......................................................................................................................... 4
1.4 Batasan Masalah .......................................................................................................... 4
1.5 Manfaat ........................................................................................................................ 4
BAB II ........................................................................................................................................ 5
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................. 5
2.1 Umum .......................................................................................................................... 5
2.2 Struktur Komposit........................................................................................................ 5
2.2.1 Kolom Komposit .................................................................................................. 5
2.2.2 Balok Komposit .................................................................................................... 7
2.2.3 Pelat Komposit ..................................................................................................... 8
2.3 Aksial Komposit .......................................................................................................... 9
2.4 Penghubung Geser (Shear Connector) ...................................................................... 10
2.5 Diagram Interaksi Balok-Kolom Komposit ............................................................... 11
2.6 Sistem Struktur .......................................................................................................... 12
2.7 Steel Plate Shear Wall (SPSW) ................................................................................. 14
2.8 Sambungan Geser ...................................................................................................... 15
2.8.1 Sambungan Baut ................................................................................................. 16
2.7.2 Sambungan Las .................................................................................................. 16
2.9 Pondasi ....................................................................................................................... 17
2.10 Struktur Basement .................................................................................................. 20
BAB III ..................................................................................................................................... 24
METODOLOGI ....................................................................................................................... 24
3.1 Umum ........................................................................................................................ 24
3.2 Bagan Alir Penyelesaian Tugas Akhir ....................................................................... 24
3.3 Data Perencanaan ....................................................................................................... 24

iv
3.3.1 Data Bangunan Sebelum Modifikasi .................................................................. 24
3.3.2 Data Bangunan Setelah Modifikasi .................................................................... 25
3.4 Studi Literatur ............................................................................................................ 26
3.5 Preliminary Design .................................................................................................... 26
3.6 Perhitungan Beban Struktur ....................................................................................... 27
3.7 Perencanaan Struktur Sekunder ................................................................................. 28
3.8 Analisis dan Permodelan Struktur ............................................................................. 28
3.9 Kontrol Perencanaan Struktur Utama ........................................................................ 28
3.9.1 Kontrol Desain .................................................................................................... 28
3.9.2 Balok Komposit .................................................................................................. 29
3.9.3 Kolom Komposit ................................................................................................ 35
3.9.4 Perencanaan Base Plate ...................................................................................... 39
3.10 Perencanaan Sambungan ........................................................................................ 40
3.10.1 Sambungan Baut ................................................................................................. 40
3.10.2 Sambungan Las .................................................................................................. 42
3.11 Perencanaan Basement ........................................................................................... 43
3.12 Perencanaan Pondasi .............................................................................................. 44
3.12.1 Perhitungan Daya Dukung Tiang Pancang Tunggal .......................................... 45
3.12.2 Perencanaan Daya Dukung Tiang Pancang Kelompok ...................................... 46
3.12.3 Perencanaan Tebal Pile Cap ............................................................................... 47
3.12.4 Perencanaan Penulangan Lentur ......................................................................... 47
3.13 Kontrol Perancanaan Pondasi................................................................................. 48
3.14 Penggambaran Hasil Perencanaan ......................................................................... 48
JADWAL KEGIATAN ............................................................................................................ 49
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 50
LAMPIRAN ............................................................................................................................. 53

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. 1 Tampak Kanan Gedung Skysuites SOHO Surabaya ............................................. 1


Gambar 1. 2 Macam Tipe Pada Reduced Beam Section (RBS) ................................................. 3

Gambar 2. 1 Kolom Baja Yang Diselubung Beton .................................................................... 6


Gambar 2. 2 Penampang Profil Baja Berintikan Beton .............................................................. 6
Gambar 2. 3 Balok Komposit Dengan Penghubung Geser ........................................................ 7
Gambar 2. 4 Balok Baja yang Diberi Selubung Beton ............................................................... 8
Gambar 2. 5 Penampang Melintang Dek Baja Bergelombang ................................................... 9
Gambar 2. 6 Balok Tanpa Aksi Komposit Saat Mengalami Defleksi ........................................ 9
Gambar 2. 7 Balok Dengan Aksi Komposit Yang Mengalami Defleksi.................................. 10
Gambar 2. 8 Penghubung Geser Jenis Paku ............................................................................. 10
Gambar 2. 9 Penghubung Geser Baja Kanal ............................................................................ 11
Gambar 2. 10 Diagram Interaksi Balok-Kolom Komposit....................................................... 11
Gambar 2. 11 Permodelan Sistem Struktur .............................................................................. 12
Gambar 2. 12 Struktur Portal Dengan Dinding Geser .............................................................. 13
Gambar 2. 13 Nomenklatur SPSW ........................................................................................... 14
Gambar 2. 14 SPSW pada Konstruksi Praktis .......................................................................... 15
Gambar 2. 15 Jenis Sambungan Baut dan Paku Keling ........................................................... 16
Gambar 2. 16 Las Tumpul ........................................................................................................ 17
Gambar 2. 17 Las Sudut ........................................................................................................... 17
Gambar 2. 18 Beberapa Kasus Penggunaan Pondasi Tiang ..................................................... 18
Gambar 2. 19 Proses Konstruksi FDP ...................................................................................... 18
Gambar 2. 20 Proses Konstruksi Pondasi Tiang Bor Dengan Slurry ....................................... 19
Gambar 2. 21 Proses Konstruksi Pondasi CFA ........................................................................ 19
Gambar 2. 22 Diagram Tekanan untuk Permukaan Tanah Urug Horizontal ........................... 20
Gambar 2. 23 Cantilever Retaining Wall ................................................................................. 21
Gambar 2. 24 Konstruksi Sheet Pile......................................................................................... 21
Gambar 2. 25 Konstruksi Diaphragm Wall .............................................................................. 22
Gambar 2. 26 Konstruksi Soldier Pile ...................................................................................... 23

Gambar 3. 1 Diagram Alir Penyelesaian Tugas Akhir ............................................................. 24


Gambar 3. 2 Lokasi Gedung Skysuites SOHO Surabaya ......................................................... 25
Gambar 3. 3 Unit Skysuites SOHO Surabaya .......................................................................... 26
Gambar 3. 4 Simpangan Antar Lantai ...................................................................................... 29
Gambar 3. 5 Balok Komposit Dengan Penghubung Geser ...................................................... 30
Gambar 3. 6 Potongan Balok Dengan Penghung Geser Stud .................................................. 34
Gambar 3. 7 Kolom Baja Berintikan Beton Dengan Penampang Persegi............................... 35
Gambar 3. 8 Base Plate ............................................................................................................ 39
Gambar 3. 9 Sambungan Pada Kolom Rectangular Concrete Filled Steel Tube ..................... 40
Gambar 3. 10 Sambungan Baut Menggunakan Pelat Penyambung ......................................... 40
Gambar 3. 11 Sambungan Baut Menggunakan End Plate ....................................................... 41
Gambar 3. 12 Las Tumpul ........................................................................................................ 42
Gambar 3. 13 Profil Turap CCSP ............................................................................................. 44
Gambar 3. 14 Pondasi Grup Tiang Pancang............................................................................. 44
Gambar 3. 15 Penampang Kritis Pada Pondasi ........................................................................ 47

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 Simpangan antar lantai ijin ...................................................................................... 29


Tabel 3. 2 Koefisien harga  dan  .......................................................................................... 45

vii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kota Surabaya merupakan salah satu kota besar di Indonesia dengan jumlah penduduk
yang padat. Dengan jumlah penduduk mencapai 2.765.487 penduduk dan luas wilayah sebesar
326,81 km2, menjadikan kota Surabaya memiliki angka kepadatan penduduk sebesar 8.462
penduduk/km2 (BPS, 2018). Seiring dengan semakin bertambah banyaknya pendatang serta
lahan yang ada juga semakin terbatas, menjadikan pembangunan gedung-gedung apartemen
lebih efisien dalam memenuhi kebutuhan tempat tinggal. Sebagai ibukota Provinsi Jawa Timur,
menjadikan Kota Surabaya memiliki kegiatan perekonomian dan bisnis yang padat pula.
Kegiatan perekonomian dan bisnis tersebut tentu saja memerlukan suatu tempat sebagai
fasilitas penunjang. Oleh karena itu kebutuhan akan gedung perkantoran sebagai salah satu
fasilitas penunjang kegiatan perekonomian dan bisnis di Surabaya juga sangat diperlukan.
Konsep hunian Small Office Home Office (SOHO) muncul untuk menjawab kebutuhan
tempat tinggal sekaligus bekerja di tempat yang sama. Untuk memenuhi kebutuhan para
profesional, eksekutif, maupun pengusaha muda, kini pengembang semakin tertarik
menerapkan konsep yang menggabungkan fungsi hunian dan usaha ini. SOHO (Small Office
Home Office) merupakan istilah yang mengacu pada bisnis atau usaha kecil yang dilakukan
dirumah. Dalam arti lain, SOHO adalah suatu hunian seperti apartemen atau rumah yang di
dalamnya dilengkapi berbagai fasilitas kantor. Para pemilik hunian tersebut mempunyai izin
legal untuk menggunakan rumah ataupun apartemennya sebagai unit hunian maupun sebagai
unit kantor. SOHO memiliki fungsi ganda yaitu sebagai tempat tinggal dan kantor yang berguna
untuk melakukan berbagai pekerjaan di dalam rumah. Adapun berbagai jenis profesi yang
banyak menggunakan SOHO antara lain adalah arsitek, penulis, desainer, koki, fotografer, dsb
(Akmal, 2010).
Gedung Skysuites SOHO Surabaya berlokasi di Jalan Kedung Baruk No.26 Surabaya.
Gedung ini terdiri dari 21 lantai dan 2 basement yang akan difungsikan sebagai apartemen
sekaligus sebagai kantor. Pada proses pembagunannya, gedung Skysuites SOHO Surabaya
dibangun dengan beton bertulang menggunakan metode cor ditempat sehingga memerlukan
waktu pelaksanaan yang relatif lama. Adapun tampak kanan dari gedung Skysuites SOHO
Surabaya tersebut ditunjukkan dalam Gambar 1.1 berikut.

Gambar 1. 1 Tampak Kanan Gedung Skysuites SOHO Surabaya


1
Dalam banyak kasus, tuntutan terhadap pekerjaan konstruksi yang cepat dan efisien
kerap kali terjadi. Terlebih dalam kasus konstruksi bangunan bertingkat tinggi, dimana tuntutan
agar proses konstruksi berlangsung secara cepat dan tepat menjadi masalah utama dalam
pengendalian waktu dan biaya proyek konstruksi. Kebutuhan akan bangunan bertingkat
mendorong timbulnya kebutuhan akan suatu rancangan struktur yang ekonomis, dapat
dilaksanakan dengan cepat dan efisien tanpa mengurangi kekakuan antar komponen struktur
bangunan. (Tjahyono dan Purnomo 2004). Dilihat dalam perkembangan saat ini, beton
merupakan bahan yang paling banyak digunakan pada pembangunan dalam bidang teknik sipil,
baik pada bangunan gedung, jembatan, bendung, maupun konstruksi yang lain (Ali Asroni,
2010). Salah satu bentuk dari struktur beton bertulang konvensional itu sendiri adalah pelat
beton.
Pada pelat beton non komposit, pelat beton akan mengalami lendutan yang cukup besar.
Hal ini disebabkan oleh besarnya beban yang diterima oleh berat pelat itu sendiri (self weight).
Dengan ditemukannya metode pengelasan yang lebih baik dan ditemukannya penghubung
geser horizontal, maka lekatan antara pelat beton dan balok baja dapat ditingkatkan. Dimana
pada akhirnya kedua material ini (baja dan beton) akan menjadi satu komponen struktur yang
disebut dengan komponen struktur komposit. (Bagus, 2013).
Struktur komposit baja-beton adalah struktur yang terdiri dari profil baja dan beton
digabung bersama untuk memikul beban tekan atau beban lentur. Balok komposit yang
merupakan salah satu komponen dari struktur komposit itu sendiri adalah campuran beton
dengan baja profil, dimana pada beton bertulang konvensional gaya-gaya tarik yang dialami
suatu elemen struktur dipikul oleh besi tulangan, tetapi pada beton komposit gaya-gaya tarik
yang terjadi pada suatu elemen struktur dipikul oleh profil baja. (Mursyid, 2013).
Merujuk pada hipotesa penelitian (Andreas, 2013) tentang Studi Eksperimental Balok
Komposit Baja Ringan Dengan Beton Bertulang yang menerangkan bahwa dengan luas
tulangan yang sama, maka seharusnya balok komposit dengan baja ringan sebagai tulangan
akan memiliki kapasitas maksimum yang lebih besar dibandingkan dengan spesimen beton
bertulang. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan baja ringan pada spesimen komposit memiliki
tegangan leleh yang lebih tinggi. Namun hal ini dapat tercapai dengan sejumlah catatan bahwa
jumlah dari shear connector itu sendiri yang memadai. Hasil studi dari eksperimen tersebut
menunjukkan hal yang berbeda. Sulit untuk mendapatkan luas tulangan yang sama antara baja
tulangan dan baja ringan. Secara teori, balok komposit memiliki kekuatan yang lebih besar
dibandingkan balok beton bertulang (RC). Akan tetapi perbedaan hasil tersebut kemungkinan
disebabkan oleh adanya slip antara baja dan beton yang secara visual tidak terdeteksi sehingga
balok komposit pada penelitian berperilaku sebagai parsial komposit.
Sedangkan menurut Amalia, et al., (2017) dalam Numerical Study on the Behaviour of
Reduced Beam Section Presence in Rectangular Concrete Filled Tubes Connection
menyebutkan jika penggunaan komponen struktur komposit semacam kolom CFT dapat
memberikan beberapa keuntungan, seperti kekuatan per satuan luas lebih besar dari kolom
beton bertulang konvensional sehingga memungkinkan dimensi kolom lebih kecil, penggunaan
kolom CFT lebih praktis dan dapat mengurangi limbah dari penggunaan bekisting karena
tabung baja juga berfungsi sebagai bekisting untuk beton. Kombinasi kekuatan dua bahan baja
dan beton membuat kolom CFT cocok digunakan untuk bangunan bertingkat tinggi.
Concrete Filled Tube (CFT) dini hari ini telah banyak digunakan dalam struktur teknik
seperti jembatan, bangunan bertingkat tinggi, struktur perumahan dan struktur industri lainnya.
Kolom CFT dapat memberikan kapasitas yang tinggi, daktilitas yang dapat ditempa dan
kapasitas penyerapan energi yang lebih besar dibandingkan dengan struktur beton bertulang.
Kekuatan baja dan beton dapat digunakan dengan baik dalam kolom CFT karena efek interaksi.
Mekanisme interaksi antar kedua material tersebut termasuk bahwa beton meningkatkan

2
tekanan tekuk lokal kritis dari tabung baja, dan tabung baja memberikan pengurungan pada
beton yang diisi (Du, Y., et al., 2017).
Seperti yang dijelaskan oleh Casita (2018) pada Studi Perilaku Pada Sambungan
Rectangular Concrete Filled Tubes (RCFT) Dengan Metode Finite Element, model sambungan
dengan RBS (Reduced Beam Section) memiliki performa yang lebih baik jika dibandingkan
dengan tanpa RBS. Karena dengan adanya RBS dapat menjamin bahwa sendi plastis terjadi
lebih dulu di daerah RBS yang letaknya jauh dari daerah kolom. Reduced Beam Section (RBS)
itu sendiri merupakan sebuah metode pengurangan luasan sayap dari penampang balok dengan
jarak tertentu dari tumpuan, sehingga memaksa sendi plastis agar terjadi pada bagian RBS yang
berada jauh dari kolom. Sambungan tanpa menggunakan RBS memiliki performa yang kurang
baik dibandingkan dengan sambungan menggunakan RBS, hal ini disebabkan oleh retak yang
muncul pada bagian sayap balok. Dengan adanya RBS, letak sendi plastis dapat direncanakan
dan dapat dipastikan bahwa sendi plastis dapat terbentuk di daerah RBS. Berbagai macam tipe
RBS itu sendiri bisa kita lihat dalam Gambar 1.2 dibawah.

Gambar 1. 2 Macam Tipe Pada Reduced Beam Section (RBS)


(Sumber: Casita, 2018)

Konstruksi komposit seperti yang telah dijelaskan dalam uraian sebelumnya hampir
merupakan solusi sempurna untuk memenuhi peningkatan kebutuhan konstruksi bangunan
bertingkat tinggi dalam hal bentuk struktural yang kompleks, bertumbuhnya kebutuhan akan
peningkatan kinerja struktural serta penggunaan sistem struktural maupun nonstruktural yang
inovatif (Anwar, et al., 2018).
Atas dasar beberapa permasalahan diatas, dan dengan beberapa keunggulan struktur
komposit tersebut, maka gedung Skysuites SOHO Surabaya akan dimodifikasi dengan
menggunakan struktur baja-beton komposit. Adapun modifikasi tersebut meliputi modifikasi
kolom menggunakan kolom baja berintikan beton (concrete filled steel tube) dengan
penampang persegi, modifikasi balok menggunakan balok komposit baja-beton dengan
penghubung geser (shear connector), dan modifikasi pelat lantai dan atap dengan dek baja
bergelombang (steel deck). Pedoman yang digunakan adalah SNI 1726:2012 tentang Tata Cara
Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung, SNI
1727:2013 tentang Beban Minimum Untuk Perancangan Bangunan Gedung dan Struktur Lain,
SNI 2847:2013 tentang Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung, SNI 1729:2015
3
tentang Spesifikasi Untuk Bangunan Gedung Baja Struktural dan Peraturan Pembebanan
Indonesia Untuk Gedung (PPIUG) 1983.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang ditinjau dalam modifikasi Gedung Skysuites SOHO Surabaya
dengan menggunakan struktur komposit baja beton ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana menghitung pembebanan setelah modifikasi?
2. Bagaimana merencanakan struktur sekunder meliputi pelat, balok anak, dan
tangga?
3. Bagaimana merencanakan struktur primer meliputi balok dan kolom komposit baja
beton berikut sambungan-sambungannya?
4. Bagaimana memodelkan dan menganalisa struktur dengan menggunakan program
bantu ETABS?
5. Bagaimana merencanakan dinding geser dengan menggunakan beton bertulang?
6. Bagaimana merencanakan pondasi dan basement yang sesuai dengan kondisi tanah
dilapangan?
7. Bagaimana menuangkan hasil perencanaan dan perhitungan dalam bentuk gambar
teknik?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari modifikasi Gedung Skysuites SOHO Surabaya dengan
menggunakan struktur komposit baja beton ini adalah sebagai berikut :
1. Menghitung pembebanan setelah modifikasi.
2. Merencanakan struktur sekunder meliputi pelat, balok anak, tangga.
3. Merencanakan struktur primer meliputi balok dan kolom komposit baja beton
berikut sambungan-sambungannya.
4. Memodelkan dan menganalisa struktur dengan menggunakan program bantu
ETABS.
5. Merencanakan dinding geser dengan menggunakan beton bertulang.
6. Merencanakan pondasi dan basement yang sesuai dengan besar beban yang dipikul
dan kondisi tanah dilapangan.
7. Menuangkan hasil perencanaan dan perhitungan dalam bentuk gambar teknik.

1.4 Batasan Masalah


Ruang lingkup permasalahan dan pembahasan pada modifikasi Gedung Skysuites
SOHO Surabaya dengan menggunakan struktur komposit baja beton ini dibatasi oleh beberapa
hal antara lain :
1. Tidak menghitung analisa biaya dan metode pelaksanaan.
2. Tidak meliputi utilitas bangunan, mechanical, instalasi listrik, sanitasi, plumbing,
dan finishing.
3. Tidak menghitung rembesan air dan kontrol kelongsoran pada basement.

1.5 Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari modifikasi Gedung Skysuites SOHO Surabaya
dengan menggunakan struktur komposit baja beton ini adalah :
1. Menghasilkan perencanaan struktur gedung komposit baja beton dengan memenuhi
persyaratan kemananan struktur.
2. Sebagai acuan studi bagi para pembaca tentang pembangunan gedung dengan
metode komposit.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum
Salah satu kriteria dalam merancang struktur bangunan bertingkat tinggi terutama untuk
gedung adalah keselamatan dan kenyamanan. Baja merupakan material yang memiliki semua
hal tersebut, dimana karakteristik baja identik dengan kekerasan, kekakuan, kekuatan tarik yang
tinggi dan juga daktilitas. Selain itu, sifat daktail yang dimiliki material baja dapat memberi
perubahan bentuk yang besar sebelum mencapai kehancuran (Fauzi, et al., 2018).
Sistem struktur komposit yang dibahas disini terbentuk akibat interaksi antara
komponen struktur baja dan beton yang karakteristik dasar masing-masing bahan dimanfaatkan
secara optimal. Karakteristik penting yang dimiliki oleh struktur baja adalah kekuatan tinggi,
modulus elastisitas tinggi, serta daktalitas tinggi. Sedangkan karakteristik penting yang dimiliki
oleh struktur beton adalah ketahanan yang baik terhadap api, mudah dibentuk dan murah (Kim,
2005 dalam Sasongko, 2011).
Perilaku beton dalam menahan beban aksial tarik agak sedikit berbeda dengan
perilakunya dalam menahn beban tekan. Hubungan antara tegangan dan regangan tarik beton
umumnya bersifat linear sampai terjadinya retak yang biasanya langsung diikuti oleh
keruntuhan beton (Asroni, 2010).

2.2 Struktur Komposit


Material komposit merupakan campuran yang terdiri dari dua material atau lebih dengan
sifat bahan yang berbeda dan membentuk satu kesatuan sehingga menghasilkan sifat gabungan
yang lebih baik, sehingga akan menghasilkan desain profil/elemen yang lebih ekonomis
(Muharam, et al., 2018).
Penampang komposit mempunyai kekakuan yang lebih besar dibandingkan dengan
penampang lempeng beton dan gelagar baja yang bekerja sendiri. Dengan demikian penampang
komposit dapat menahan beban yang lebih besar atau beban yang sama dengan lentur yang
terjadi lebih kecil pada bentang yang lebih panjang. Apabila untuk mendapat aksi komposit
bagian atas gelagar dibungkus dengan lempeng beton, maka akan didapat pengurangan tebal
pelat di seluruh lantai bangunan. Untuk bangunan-bangunan pencakar langit, keadaan ini
memberikan penghematan yang cukup besar dalam volume bangunan (Amon, et al., 1999
dalam Indrayanto, 2011).
Struktur komposit pada aplikasinya merupakan elemen dari bangunan itu sendiri, baik
sebagai kolom, balok maupun pelat. Kolom komposit terdiri dari 2 tipe yaitu: kolom baja
terbungkus beton (encased steel section) dan kolom baja berongga berisi beton (concrete filled
tube). Balok komposit terdiri dari 2 tipe yaitu: balok baja terbungkus beton dan balok baja
dengan penghubung geser, baik menggunakan steel deck ataupun tidak. Penghubung geser
(shear connector) menjadi penentu terjadinya aksi komposit pada balok komposit, penggunaan
shear connector bertujuan untuk menjamin terjadinya interaksi mekanis antara baja dan beton,
dan mengurangi terjadiya slip pada pelat beton dan balok baja (Muharam, et al., 2018).

2.2.1 Kolom Komposit


Kolom Komposit Baja Beton sudah digunakan secara luas karena kapasitasnya dalam
menerima beban sangat tinggi, keefektifan kinerja material, kekakuan dan daktilitas tinggi, dan
kapasitas disipasi energi (Feng P, 2015 dan Yu T, 2016 dalam Kasza, et al., 2017). Kolom
komposit juga menjadi solusi yang efektif untuk berbagai permasalahan yang ada pada disain
struktur. Salah satunya yaitu jika beban yang terjadi pada struktur kolom sangatlah besar, maka

5
penambahan material beton pada struktur kolom dapat memikul beban yang terjadi , sehingga
ukuran profil baja tidak perlu diperbesar lagi (Mursyid, 2013).
Menggabungkan beton bertulang dengan penampang baja struktural memberikan
beberapa kelebihan dibandingkan dengan kolom beton bertulang atau kolom baja konvensional.
Beton memberikan ketahanan terhadap api kepada penampang baja dan menahan kolom baja
dari tekuk (Piquer A, 2016 dan Lacki, 2017 dalam Kasza, et al, 2017). Sedangkan tabung baja
dapat berfungsi sebagai bekisting untuk pengecoran beton, sehingga bisa mengurangi biaya
konstruksi. Tidak ada tulangan lain yang diperlukan karena pipa itu sendiri bertindak sebagai
balauan longitudinal dan lateral untuk inti beton (Patidar, 2012).
Ada dua tipe kolom komposit, yaitu:
a. Kolom baja berselubung beton
Kolom baja berselubung beton merupakan kolom komposit yang terbuat dari profil
baja dengan diberi selubung beton disekelilingnya. Adapun penampang melintang
kolom baja berselubung beton ditunjukkan dalam Gambar 2.1 berikut.

Gambar 2. 1 Kolom Baja Yang Diselubung Beton


(Sumber : Isdarmanu, Marwan,2006)

b. Kolom baja berintikan beton (Concrete Filled Steel Tube)


Kolom baja berintikan beton merupakan kolom komposit yang terbuat dari
penampang baja berongga yang berisikan beton.

Gambar 2. 2 Penampang Profil Baja Berintikan Beton


(Sumber: Modul Struktur Bangunan Baja, 2018)

Salah satu tipe dari kolom komposit baja beton adalah Concrete Filled Tube (CFT).
Beberapa tipe penampang kolom CFT yang pada umumnya sering digunakan dapat dilihat pada
Gambar 2.2 diatas. Seiring perkembangan gedung bertingkat yang semakin tinggi, para insinyur
mencoba untuk menemukan sistem baru dalam merencanakan serta membangun struktur yang
memiliki performa sekaligus fungsi yang lebih baik dan lebih aman bagi penghuni bangunan
tersebut. CFT adalah salah satu dari solusi-solusi terbaru yang dapat direncanakan dan dibangun
seperti struktur rangka baja. Struktur CFT telah terbukti lebih daktail dan lebih kuat karena
memiliki kelebihan-kelebihan dari baja dan inti beton (Fathalizadeh, 2017).

6
Morino dan Tsuda dalam Amalia, et al., (2017) mengatakan bahwa keuntungan
penggunaan CFT sebagai kolom adalah:
1. Tekuk lokal tabung baja dapat ditunda karena adanya beton. Di sisi lain kekuatan
beton meningkat karena tertahannya tabung baja. Penyusutan dan creep pada beton
juga lebih kecil jika dibandingkan dengan penggunaan beton bertulang.
2. Rasio baja dengan penampang CFT jauh lebih besar jika dibandingkan dengan
beton bertulang. Karena itu, dimensi kolom yang digunakan akan jauh lebih kecil,
berat struktur akan lebih kecil sehingga mengurangi beban pondasi.
3. Karena tabung baja juga berfungsi sebagai bekisting untuk beton, penggunaan
kolom CFT lebih praktis dan dapat mengurangi limbah dari menggunakan
bekisting.
4. Dari segi waktu dan biaya konstruksi maupun dari segi pelaksanaan serta
pengerjaan di lapangan, penggunaan kolom CFT lebih efektif dan efisien.

Sedangkan pada kolom baja berselubung beton, penambahan beton dapat menunda
terjadinya kegagalan lokal buckling pada profil baja, ketahanan terhadap api dan korosi yang
lebih baik dibandingkan kolom baja biasa, kapasitas kolom komposit dalam memikul beban
aksial dan lentur lebih besar dibandingkan kolom beton bertulang, sementara itu material baja
disini berfungsi sebagai penahan beban yang terjadi setelah beton gagal. Keuntungan di atas
didapat karena terlindungnya profil baja oleh beton bertulang yang menyelimutinya. Sedangkan
untuk kolom baja berintikan beton, kehadiran material baja dapat meningkatkan kekuatan dari
beton serta beton dapat menghalangi terjadinya lokal buckling pada baja. (Ruddy Jhon L, 2005).
Bagian berongga baja yang diisi dengan beton memiliki kekuatan yang lebih tinggi dan
kekakuan yang lebih besar daripada komponen baja struktural konvensional dan beton
bertulang (Patidar, 2012).

2.2.2 Balok Komposit


Balok merupakan satu diantara elemen-elemen struktur yang paling banyak dijumpai
pada setiap struktur. Balok adalah elemen struktur yang memikul beban yang bekerja tegak
lurus dengan sumbu longitudinalnya. Sehingga hal tersebut akan menyebabkan balok melentur
(Spiegel & Limnrunner, 1998).
Sedangkan balok komposit dibangun dengan menempatkan lempengan beton pada baja
atau balok beton dengan bagian struktural yang biasa digunakan untuk struktur seperti jembatan
dan bangunan bertingkat tinggi. Balok komposit biasanya menunjukkan perilaku komposit
parsial sebagai akibat dari deformasi slip di sepanjang antarmuka balok. Dalam kasus struktur
komposit pra-tekanan, efek gandar eksternal dan efek aksial yang diinduksi ini juga
mempengaruhi perilaku slip antarmuka dari balok komposit (Anju & Smitha, 2016). Seperti
yang ada dalam Gambar 2.3 dan Gambar 2.4 dibawah, dua tipe balok komposit tersebut antara
lain:
a. Balok komposit baja-beton dengan penghubung geser (shear connector)

Gambar 2. 3 Balok Komposit Dengan Penghubung Geser


(Sumber: Modul Struktur Bangunan Baja, 2018)
7
b. Balok baja yang diberi selubung beton

Gambar 2. 4 Balok Baja yang Diberi Selubung Beton


(Sumber : Isdarmanu, Marwan,2006)

Besarnya retribusi momen yang terjadi pada balok menerus dipengaruhi oleh rasio
perbandingan momen ultimate positif yang terjadi sebelum retribusi dengan kapasitas momen
lentur positif penampang. Maka kecil nilai rasio momen ultimate positif yang terjadi sebelum
retribusi dengan kapasitas momen lentur positif penampang, maka makin besar pula retribusi
yang terjadi atau dengan kata lain makin besar kapasitas penampang komposit dibandingkan
momen ultimate pada daerah lapangan sebelum retribusi dapat dilakukan (Sugiharto, et al.,
2011).
Studi kekuatan ultimate pada balok komposit baja beton dalam kombinasi geser dan
lentur menjadi sesuatu yang menarik untuk diteliti. Salah satu eksperimen yang dilakukan pada
balok komposit menerus adalah dengan mengkombinasikan lentur negatif dan geser vertikal.
Dari hasil eksperimen yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa tulangan baja longitudinal
pada pelat beton dapat meningkatkan kekuatan dan kekuatan dari geser vertikal balok komposit
(Johnson dan Willmington, 1972 dalam Indrayanto, 2011).
Keuntungan yang didapat dari penggunaan balok komposit antara lain penghematan
berat baja, penampang balok baja dapat lebih rendah, kekakuan lantai meningkat, panjang
bentang untuk batang tertentu dapat lebih besar, kapasitas pemikul beban meningkat.
Penghematan berat baja sebesar 20% sampai 30% seringkali dapat diperoleh dengan
memanfaatkan semua keuntungan dari sistem komposit. Pengurangan berat pada balok baja ini
biasanya memungkinkan pemakaian penampang yang lebih rendah dan juga lebih ringan.
Keuntungan ini bisa banyak mengurangi tinggi bangunan bertingkat banyak sehingga diperoleh
penghematan bahan bangunan yang lain seperti dinding luar dan tangga (Salmon, Johnson, &
E., 1997).

2.2.3 Pelat Komposit


Dalam Kajian Analisis dan Eksperimental Dek Baja Bergelombang Sebagai Elemen
Pembentuk Pelat Komposit, menyatakan keuntungan yang dimiliki oleh pelat komposit
dibandingkan dengan pelat beton bertulang biasa adalah kekakuan dek baja cukup tinggi
sehingga memerlukan sedikit penyangga pada waktu pengecorannya, dapat menghemat jumlah
pemakaian adukan beton karena memiliki ketebalan yang tipis, menghemat waktu dan biaya
konstruksi karena dek baja juga berfungsi sebagai formwork untuk pengecoran adukan beton
dan dek baja bergelombang dapat dimanfaatkan sebagai tulangan tarik sehingga kebutuhan
akan tulangan tarik dapat dikurangi. Namun penggunaan pelat baja bergelombang juga
memiliki keterbatasan pengunaan dalam jenis pelat dek komposit (Lubis dan Priod, 1991 dalam
Arifin 2011). Penggunaan pelat baja bergelombang (steel deck) dapat difungsikan hanya dengan
jenis pelat searah.

8
Gambar 2. 5 Penampang Melintang Dek Baja Bergelombang
(Sumber: SNI 1729:2013)

Penggunaan dek baja bergelombang seperti Gambar 2.5 diatas juga dapat
dipertimbangkan sebagai dukungan dalam arah lateral dari balok sebelum beton mulai
mengeras saat proses pengecoran. Arah dari gelombang dek baja biasanya diletakkan tegak
lurus balok penompangnya (Mursyid, 2013).

2.3 Aksial Komposit


Aksi komposit timbul apabila dua batang struktural pemikul beban seperti konstruksi
lantai beton dan balok baja penyangga disambung secara integral dan melendut menjadi satu
kesatuan. Besarnya aksi komposit yang timbul bergantung pada penataan yang dibuat untuk
menjamin regangan linear tunggal dari atas plat beton sampai muka bawah penampang baja.
Berikut ini adalah perbedaan antara balok komposit dan non komposit saat melendut:
(Salmon et al., 1997).
a. Balok non-komposit
Pada balok non komposit, pelat beton dan balok baja tidak bekerja bersama-sama
sebagai satu kesatuan karena tidak terpasangnya alat penghubung geser. Sehingga
masing-masing komponen akan memikul beban secara terpisah. Apabila balok non
komposit mengalami defleksi pada saat dibebani, maka permukaan bawah pelat beton
akan tertarik dan mengalami perpanjangan sedangkan permukaan atas dari balok baja
akan tertekan dan mengalami perpendekan. Karena penghubung geser tidak terpasang
pada bidang pertemuan antara pelat beton dan balok baja maka pada bidang kontak
tersebut tidak ada gaya yang menahan perpanjangan serat bawah pelat dan perpendekan
serat atas balok baja. Dalam hal ini, pada bidang kontak tersebut hanya bekerja gaya
geser vertikal seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6.

Gambar 2. 6 Balok Tanpa Aksi Komposit Saat Mengalami Defleksi


(Sumber: Salmon & Johnson,1991)

9
b. Balok komposit
Pada balok komposit, pada bidang pertemuan antara pelat beton dan balok baja
dipasang alat penghubung geser (shear connector) sehingga pelat beton dan balok baja
bekerja menjadi satu kesatuan. Pada bidang kontak tersebut bekerja gaya geser vertikal
dan horisontal, dimana gaya geser horisontal tersebut akan menahan perpanjangan serat
bawah pelat dan perpendekan serat atas balok baja. Balok dengan aksi komposit dapat
dilihat dalam Gambar 2.7 berikut.

Gambar 2. 7 Balok Dengan Aksi Komposit Yang Mengalami Defleksi


(Sumber: Salmon & Johnson,1991)

Dapat terjadi atau tidaknya aksi komposit pada balok komposit pada dasarnya
tergantung dari penghubung gesernya. Biasanya penghubung geser diletakkan disayap atas
profil baja. Hal ini bertujuan untuk mengurangi terjadinya slip pada pelat beton dengan balok
baja (Qing Quan Liang,2004).

2.4 Penghubung Geser (Shear Connector)


Pada struktur komposit terdapat gaya geser horisontal yang timbul selama pembebanan.
Gaya geser yang terjadi antara pelat beton dan balok baja akan dipikul oleh sejumlah
penghubung geser (shear connector) sehingga tidak terjadi slip pada saat masa layan. Untuk
mendapatkan penampang yang sepenuhnya komposit, penghubung geser harus cukup kaku
sehingga dapat menahan gaya geser yang terjadi. Adanya penghubung geser menyebabkan
balok baja dan beton diatasnya bekerja sebagai satu kesatuan. (Zuhri, 2011).
Menurut Casita (2015) penghubung geser (shear connector) berfungsi untuk menahan
gaya geser horizontal yang timbul ketika batang mengalami lentur, sehingga pelat beton dan
baja dapat bekerja bersama-sama. Penghubung geser dibagi menjadi dua jenis, yaitu seperti
dengan apa yang ditampilkan dalam Gambar 2.8 dan Gambar 2.9 dibawah ini tentang
penghubung geser jenis paku maupun penghubung geser baja kanal.
1. Shear connector stud

Gambar 2. 8 Penghubung Geser Jenis Paku


(Sumber: Lahamukang, et al., 2014)
10
2. Shear connector baja kanal

Gambar 2. 9 Penghubung Geser Baja Kanal


(Sumber: Lahamukang, et al., 2014)

Shear connector adalah bagian terpenting dari balok komposit yang menjadi
penghubung antara balok baja dengan pelat beton. Shear connector ini mentransfer gaya pada
pelat beton menuju ke balok baja serta mencegah gaya angkat vertikal pada permukaan
hubungan baja beton. Shear connector ini akan memastikan bahwa kedua material dapat
bekerja sebagai satu kesatuan pada suatu komponen struktur (Pashan, 2006). Tanpa adanya
shear connector, slip dapat terjadi meski dalam kondisi tegangan yang rendah.
Secara mekanis, penghubung geser (shear connector) memiliki dua fungsi dasar yaitu
mentransfer gaya geser horizontal dan mencegah pemisahan secara vertikal yang terjadi antara
pelat beton dan balok baja (Mursyid, 2013). Agar kedua material komposit yaitu pelat beton
dan balok baja dapat bekerja bersama secara integral, maka pada bidang pertemuan antara pelat
beton dan balok baja tersebut perlu dipasang alat penghubung geser (shear connector).
Penghubung geser (shear connector) memberikan sejumlah pengaruh terhadap elemen
balok baja dalam menahan gaya geser yang terjadi antara balok baja dan pelat beton. Balok baja
dan pelat beton yang tidak dihubungkan dengan penghubung geser memiliki tegangan yang
lebih besar karena elemen profil dan pelat belum menyatu, sehingga tegangan yang dihasilkan
masih bersifat terpisah. (Tumimomor et al., 2016). Secara umum, penghubung geser terbuat
dari baja yang dilas atau dibaut ke sayap atas baja dan ditanam pada beton (Dowling et al., 1992
dalam Ayu Hapsari et al., 2019).

2.5 Diagram Interaksi Balok-Kolom Komposit


Kapasitas penampang komposit dalam menahan kombinasi gaya aksial maupun momen
lentur dapat digambarkan dalam suatu bentuk kurva interaksi antara kedua gaya tersebut, kurva
yang dimaksud biasa disebut sebagai diagram interaksi P - M kolom (Yuliana, et al., 2017).
Disetiap titik dalam kurva tersebut menggambarkan kombinasi kekuatan gaya nominal
Pn (atau ɸ Pn) dan momen nominal Mn (atau ɸ Mn) yang sesuai dengan lokasi sumbu netralnya.
Kurva tersebut digambarkan melalui Gambar 2.10.

Gambar 2. 10 Diagram Interaksi Balok-Kolom Komposit


(Sumber: Madutujuh, 2018)
11
2.6 Sistem Struktur
Sistem struktur dalam suatu konstruksi secara umum terdiri dari sistem struktur penahan
beban gravitasi dan sistem penahan beban lateral. Sistem struktur penahan beban gravitasi
terdiri dari sistem moment resisting frame (portal penahan momen dengan hubungan balok -
kolom), sistem braced frame (pengaku diagonal), dan shear wall (dinding geser) (Agus &
Gushendra, 2015).
Agus & Gushendra (2015) juga menambahkan bahwa dalam memilih jenis struktur yang
tepat, ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan misalnya tinggi bangunan, arsitektural,
dan fungsi bangunan. Dengan mendesain bangunan sesuai dengan berbagai ketentuan yang ada
di SNI diharapkan struktur bangunan tidak mengalami keruntuhan pada saat terjadi gempa di
lokasi bangunan tersebut.
1. Struktur Open Frame
Struktur portal open frame terdiri dari kolom dan balok yang digabungkan dengan
sambungan tahan momen. Kekakuan lateral dari portal kaku cenderung bergantung
oleh kekakuan lentur dari kolom, balok dan sambungannya.
2. Struktur Portal Bresing (Braced Frame)
Bresing adalah suatu sistem kantilever vertikal yang memikul beban lateral melalui
kekakuan aksial portal. Bresing berdeformasi layaknya sebuah kantilever ketika
menerima beban lateral, sedangkan portal kaku berdeformasi geser. Menurut Agus
(2002) dari keempat struktur yang telah dianalisis, ternyata struktur dengan
penambahan bresing diagonal pada sudut denah struktur sangat efektif mengurangi
pergeseran dan simpangan pada struktur kerangka terbuka.
3. Dinding Geser
Dinding geser pada umumnya dihubungkan melalui portal- portal dan tidak seperti
dinding bertingkat satu, pengaruh sambungan (pengaruh perbatasan/boundary)
antara dinding geser dan portal sangat besar dan kelakuannya (behavior) jauh dari
dinding geser yang berdiri sendiri. Dalam struktur bertingkat tinggi, adanya dinding
geser sangat penting, karena selain untuk mencegah kegagalan dinding eksterior
dinding geser juga mendukung beberapa lantai gedung dan memastikan bahwa
struktur tidak runtuh akibat gerakan lateral dalam gempa bumi.
Beberapa jenis sistem struktur diatas dapat dijelaskan secara visual melalui Gambar 2.12
berikut ini.

Gambar 2. 11 Permodelan Sistem Struktur


(Sumber: Agus & Gushendra, 2015)

12
Dinding geser (shear wall) merupakan dinding yang dirancang supaya dapat menahan
geser berupa gaya lateral akibat gempa bumi serta gaya aksial dari struktur tetapi dengan konsep
bahwa keruntuhan awal yang terjadi ada keruntuhan akibat gaya lateral kemudian keruntuhan
geser tujuannya yaitu untuk memberikan spasi waktu untuk pengguna struktur sehingga dapat
menyelamatkan diri sebelum struktur mengalami keruntuhan total (Simanjuntak et al., 2014).
Sedangkan, menurut Schueller (1989) menjelaskan bahwa dinding geser adalah unsur pengaku
vertikal yang dirancang untuk menahan gaya lateral atau gempa yang bekerja pada bangunan.
Susunan geometri sistem dinding geser tidak terbatas. Bentuk segitiga, persegi panjang, sudut,
kanal dan flens lebar merupakan contoh-contoh bentuk yang dikenal dalam bahasa arsitektural.
Struktur portal dengan dinding geser tersebut dapat dilihat sesuai dengan Gambar 2.13.

Gambar 2. 12 Struktur Portal Dengan Dinding Geser


(Sumber: www.dokumen.tips)
Tanggal Akses: 13 April 2019

Bangunan bertingkat tinggi tahan gempa kebanyakan menggunakan elemen-elemen


struktur kaku berupa dinding geser untuk menahan kombinasi gaya geser, momen, dan gaya
aksial yang timbul akibat beban gempa. Dengan adanya dinding geser yang kaku pada
bangunan, sebagian besar beban gempa akan terserap oleh dinding geser tersebut (Imran, 2014).
Sedangkan menurut Imran (2014), dinding geser biasanya dikategorikan berdasar geometrinya
yaitu:
• Flexural wall (dinding langsing) yaitu dinding geser yang memiliki rasio hw/lw ≥ 2,
dimana desain dikontrol oleh perilaku lentur.
• Squat wall (dinding pendek) yaitu dinding geser yang memiliki rasio hw/lw ≤ 2,
dimana desain dikontrol oleh perilaku geser.
• Coupled shear wall (dinding berangkai) dimana momen guling yang terjadi akibat
beban gempa ditahan oleh sepasang dinding, yang dihubungkan oleh balok-balok
perangkai, sebagai gaya-gaya tarik dan tekan yang bekerja pada masing-masing dasar
pasangan dinding tersebut.

13
2.7 Steel Plate Shear Wall (SPSW)
Steel Plate Shear Wall (SPSW) merupakan sebuah sistem penahan beban lateral dimana
terdiri dari plat baja vertikal padat yang menghubungkan balok dan kolom di sekitarnya yang
terpasang sepanjang ketinggian struktur sehingga membentuk sebuah dinding penopang
(Berman dan Bruneau, 2003). Secara umum Steel Plate Shear Wall (SPSW) tersusun dari panel
baja infill yang dikelilingi oleh kolom yang disebut Vertical Boundary Elements (VBEs) di
setiap sisinya, dan balok yang disebut Horizontal Boundary Elements (HBEs) di atas dan
bawahnya. Ketika diberi beban lateral, pelat web menimbulkan desakan aksial dan lentur yang
tinggi karena perkembangan inclined tensioned field. Steel Plate Shear Wall (SPSW) telah
terbukti sebagai sistem penahan gaya gempa yang andal karena kapasitas disipasi energinya
yang besar, karakteristik hysteresis yang stabil, dan kekakuan lateral yang tinggi (Clayton dan
Ozcelik, 2017).
Menurut Kashefizadeh, et al., (2018), Steel Plate Shear Wall (SPSW) memiliki
kapasitas seismik yang lebih tinggi daripada sistem penahan beban lateral lainnya pada
bangunan baja. SPSW memberikan kapasitas geser dan daktilitas yang lebih tinggi dalam
menahan gaya lateral. Selain itu, SPSW memberikan kekakuan lateral yang lebih tinggi yang
menghasilkan drift lebih sedikit dibandingkan dengan sistem lain. Struktur baja dengan SPSW
memiliki bobot struktural yang lebih rendah, sehingga memberikan lebih sedikit beban pada
kolom perimeter dan fondasi. Faktanya, bobot struktur yang lebih ringan memicu semakin
rendah gaya seismik.
Apabila dibandingkan dengan dinding geser beton, SPSW memiliki beberapa kelebihan.
SPSW memiliki ketebalan dinding struktur yang jauh lebih kecil. Sebuah studi yang
dilaksanakan di proyek The Century menunjukkan bahwa ketebalan rata-rata SPSW sebesar
18’’ dibanding dengan dinding geser beton dengan ketebalan rata-rata 28’’. Penggunaan sistem
SPSW juga mengurangi durasi konstruksi. SPSW dapat dengan mudah didirikan dan tidak
memerlukan waktu untuk curing (Hooper dan Seilie, 2005).

Gambar 2. 13 Nomenklatur SPSW


(Sumber: www.structuremag.org)
Tanggal Akses: 27 Juni 2019

Pelat infill pada SPSW seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.13 diatas, dapat dilas
atau disambung dengan baut ke kolom dan balok yang mengelilinginya seperti yang
ditampilkan pada Gambar 2.14 berikut.

14
Gambar 2. 14 SPSW pada Konstruksi Praktis
(Sumber: www.constructiondetails.wordpress.com)
Tanggal Akses: 27 Juni 2019

Dalam proses konstruksi praktis, pelat infill sering didirikan dengan kolom-kolom yang
bersebelahan secara bersamaan untuk mengurangi durasi pelaksanaan konstruksi. Hal ini
menyebabkan SPSW juga menerima beban aksial karena tekanan dari kolom-kolom yang
bersebelahan sebelum masa layannya yang juga akan mengurangi kapasitas penahan geser
SPSW. Beberapa kode perencanaan nasional hanya merencanakan agar SPSW menerima gaya
lateral dari angin atau gempa bumi tanpa mempertimbangkan gaya aksial yang berasal dari
proses konstruksi yang tentunya tidak aman untuk SPSW dan kolom. (Guo dan Zhang, 2014).

2.8 Sambungan Geser


Sambungan konstruksi baja adalah bagian kritis dan menentukan kekuatan struktur
keseluruhan (Dewobroto, et al., 2016). Sistem dan model konstruksi sambungan merupakan hal
yang penting pada perencanaan konstruksi baja, dimana sambungan menghubungkan beberapa
batang menjadi sebuah rangka batang. Berdasarkan penemuan-penemuan baru, sambungan
dengan baut biasa sebenarnya tidak dapat dianggap kaku (rigid). Sambungan dikatakan kaku
apabila sambungan tersebut menggunakan High Strength Bolt (HSB) dan las (Pramono, et al.,
2018). Disamping berfungsi untuk menyatukan elemen-elemen pada suatu konstruksi menjadi
satu kesatuan, sambungan juga berfungsi sebagai penyalur beban dari satu bagian ke bagian
yang lain.
Secara umum, profil I dengan penghubung geser dan sambungan las mengalami
kegagalan pada daerah sekitar peghubung geser dan keruntuhan pada beton, bukan pada daerah
las. Penghubung geser tipe stud dapat memberikan tahanan yang lebih kuat dari penghubung
geser tipe “L” sebelum profil I mengalami kegagalan. Semakin besar mutu beton yang dipakai
pada struktur komposit, maka semakin kuat pula struktur komposit tersebut (Lahamukang, et
al., 2014 dalam Syafi’i, 2017).

15
Sedangkan Bima (2014) mengklasifikasikan jenis-jenis sambungan menjadi tiga, antara
lain:
1. Sambungan kaku / rigid connection adalah sambungan yang dianggap memiliki
kekakuan yang cukup untuk mempertahankan sudut-sudut di antara komponen-
komponen struktur yang akan disambung.
2. Sambungan semi kaku / semi rigid connection adalah sambungan yang tidak
memiliki kekakuan yang cukup mempertahankan sudut-sudut diantara komponen-
komponen struktur yang disambung, namun harus dianggap memiliki kapasitas yang
cukup untuk memberikan kekangan yang dapat diukur terhadap perubahan sudut-
sudut tersebut.
3. Sambungan sendi / simple connection adalah sambungan yang pada kedua ujung
komponen struktur dianggap bebas momen. Sambungan sendi harus dapat berubah
bentuk agar memberikan rotasi yang diperlukan pada sanbungan. Sambungan tidak
boleh mengakibatkan momen lentur terhadap komponen struktur yang disambung.

2.8.1 Sambungan Baut


Dasar perhitungan untuk sambungan baut dan sambungan paku keling adalah sama.
Hanya saja dalam tata cara pelaksanaannya maupun bahan yang digunakan berbeda. Pada
penggunaan baut, pelaksanaannya lebih sederhana dibanding dengan penggunaan paku keling.
Karena pada paku keling pemasangannya memerlukan pemanasan dan pemukulan, lebih
banyak diperlukan waktu dan keahlian teknisinya. Beberapa jenis dari sambungan baut itu
sendiri dapat diperhatikan dalam Gambar 2.15 berikut.

Gambar 2. 15 Jenis Sambungan Baut dan Paku Keling


(Sumber: Modul Struktur Bangunan Baja, 2018)

2.7.2 Sambungan Las


Pengelasan (welding) adalah salah salah satu teknik penyambungan logam dengan cara
mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan atau tanpa tekanan. Definisi
pengelasan menurut DIN (Deutsche Industrie Norman) adalah ikatan metalurgi pada
sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair.
Dengan kata lain, las merupakan sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan
memanfaatkan energi panas.
Terdapat dua jenis sambungan las, yaitu:
a. Las Tumpul
Sambungan tumpul (butt weld joint) sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar
2.16 merupakan bentuk sambungan dimana kedua bidang yang akan disambung
berhadapan satu sama lain, tetapi sebelumnya dilakukan pengerjaan terhadap
16
bidang sambungan tersebut untuk membentuk kampuh las, agar didapatkan hasil
sambungan pengelasan yang kuat (Suryana, 1998).

Gambar 2. 16 Las Tumpul


(Sumber: Modul Struktur Bangunan Baja, 2018)

b. Las Sudut
Las sudut (corner weld joint) dapat terjadi dengan menyambung kedua bagian
membentuk sudut siku-siku dan disambung pada ujung tersebut. Bentuk dari las
sudut tersebut digambarkan seperti Gambar 2.17 dibawah ini.

Gambar 2. 17 Las Sudut


(Sumber: Modul Struktur Bangunan Baja, 2018)

2.9 Pondasi
Pondasi pada umumnya berlaku sebagai komponen struktur pendukung bangunan yang
berfungsi sebagai elemen terakhir untuk meneruskan beban ke tanah. Dalam perencanaan
pondasi ada dua jenis pondasi yang umum dipakai dalam dunia konstruksi, yaitu pondasi
dangkal dan pondasi dalam. Pondasi dangkal digunakan untuk struktur dengan beban yang
relatif kecil, sedangkan untuk pondasi dalam digunakan untuk struktur dengan beban yang
relatif besar seperti pada gedung yang berlantai banyak, dikatakan pondasi dalam jika
perbandingan antara kedalaman pondasi (D) dengan diameternya (B) adalah lebih besar sama
dengan 10 (D/B ≥ 10). Pondasi dalam ini ada beberapa macam jenis, antara lain: pondasi tiang
pancang, pondasi tiang bor (bored pile), pondasi caisson dan lain sebagainya (Wahjudi, 1999).
Sebagaimana halnya pondasi dangkal, pondasi dalam harus direncanakan agar mampu
mendukung beban rencana sedemikian rupa sehingga tidak terjadi keruntuhan pada sistem
pondasi-tanah dan tidak pula terjadi penurunan yang tidak diinginkan. Dengan demikian
terdapat dua kriteria yang sama dengan pondasi dangkal yang harus dipenuhi dalam
merencanakan sebuah pondasi dalam, yaitu:
1. Pondasi harus mampu mendukung beban dengan faktor keamanan tertentu.
2. Pondasi harus tetap ditempat dan tidak berpindah hingga batas toleransi tertentu.

Faktor keamanan dan toleransi pergerakan yang diperbolehkan untuk sebuah sistem
pondasi umumnya ditentukan oleh kepentingan dari struktur yang didukung oleh pondasi
tersebut (Hakam, 2008). Beberapa kasus penggunaan pondasi tiang dapat dilihat sesuai dengan
Gambar 2.18.

17
Gambar 2. 18 Beberapa Kasus Penggunaan Pondasi Tiang
(Sumber: Hakam, 2008)

Berikut merupakan beberapa jenis pondasi menurut Widjaja & Wahyuningsih (2017):
a. Full Displacement Pile (FDP)
Salah satu jenis dari pondasi tiang pancang adalah pondasi Full Displacement Pile
(FDP). Dimana jenis pondasi ini diinstalasi menggunakan auger khusus yang mendesak
tanah secara lateral selama pelaksanaan konstruksinya. Beberapa keuntungan yang
didapat dari penggunaan pondasi FDP adalah kapasitas beban yang dapat dipikul relatif
lebih besar karena adanya displacement yang diberikan oleh auger pada tanah
disekililing tiang, lahan konstruksi relatif lebih bersih, biaya ekonomis jika ditempatkan
pada kondisi tanah yang tepat, dan getaran serta tingkat kebisingan yang dihasilkan
rendah. Adapun proses konstruksi FDP tersebut tertuang dalam Gambar 2.19 berikut.

Gambar 2. 19 Proses Konstruksi FDP


(Sumber: Piling,2015)

b. Pondasi Tiang Bor (Bored Pile)


Pondasi tiang bor (bored pile) adalah istilah yang digunakan untuk struktur pondasi
bangunan yang tanahnya dilubangi dengan bor kemudian dicor dengan beton. Oleh
karena metode konstruksi ini, tiang bor disebut juga sebagai non-displacement pile.
Proses konstruksi tiang bor menggunakan slurry ditunjukkan pada Gambar 2.20 berikut:

18
Gambar 2. 20 Proses Konstruksi Pondasi Tiang Bor Dengan Slurry
(Sumber: Das, 2011)

c. Pondasi Continuous Flight Auger (CFA)


Pondasi Continuous Flight Auger (CFA) merupakan salah satu jenis pondasi tiang
bor dimana tanah akan dibor sampai kedalaman akhir dalam satu proses keberlanjutan
menggunakan auger menerus. Proses konstruksi pondasi CFA ditunjukkan oleh
Gambar 2.21 berikut:

Gambar 2. 21 Proses Konstruksi Pondasi CFA


(Sumber: Widjaja & Wahyuningsih, 2017)

Beberapa keuntungan yang didapat dari penggunaan pondasi CFA adalah waktu
pengerjaan relatif lebih cepat dibandingkan dengan jenis tiang bor biasa maupun dari
beberapa jenis tiang pancang, potensi pergerakan tanah selama pengeboran kecil karena
19
adanya desakan tanah oleh auger, pondasi CFA dapat dikonstruksi pada kondisi dengan
akses terbatas, harga CFA relatif murah terutama jika digunakan pada proyek yang
membutuhkan jumlah tiang yang sangat banyak, serta getaran dan tingkat kebisingan
relatif lebih rendah.

2.10 Struktur Basement


Dalam perencanaan dinding pada basement dapat juga difungsikan sebagai dinding
penahan tanah. Karena lantai basement berada di dalam tanah, maka dinding basement
mengalami tegangan tanah sesuai yang ditunjukkan dalam Gambar 2.22, tegangan akibat air
tanah arah horizontal dan akibat kendaraan.

Gambar 2. 22 Diagram Tekanan untuk Permukaan Tanah Urug Horizontal


(Sumber: Hardiyarmo, 2011)

Dinding penahan tanah (retaining wall) merupakan salah satu komponen struktur
bangunan utama untuk jalan raya, dan bangunan lingkungan lainnya yang berhubungan dengan
tanah berkontur atau tanah yang memiliki elevasi berbeda. Secara singkat dinding penahan
adalah dinding yang dibangun untuk menahan masa tanah di atas struktur atau bangunan yang
dibuat. Untuk pembangunan gedung bertingkat banyak dengan jumlah basement lebih dari dua,
konstruksi retaining wall menjadi sebuah keharusan. Apabila konstruksi ini tidak menggunakan
retaining wall akan menghadapi berbagai macam kesulitan kedepannya. Dinding penahan tanah
(retaining wall) sendiri dibangun untuk mencegah keruntuhan tanah yang curam atau lereng
yang dibangun di tempat di mana stabilitasnya tidak dapat dijamin oleh lereng tanah itu sendiri.
Adapun beberapa jenis dinding penahan tanah (retaining wall) adalah:
1. Dinding Penahan Tanah Tipe Jepit
Dinding penahan tanah tipe jepit atau yang biasa disebut dengan Cantilever
Retaining Wall adalah jenis konstruksi dinding penahan tanah yang umumnya
digunakan sebagai penahan tekanan tanah pada timbunan maupun pada tebing.
Prinsip kerja dari jenis dinding penahan jenis ini yaitu dengan memaksimalkan daya
jepit/fixed pada dasar tubuh strukturnya. Oleh karena itu ciri khas dari dinding
penahan jenis kantilever ini yaitu berupa model telapak/spread memanjang pada
dasar strukturnya yang bersifat jepit untuk menjaga kestabilan dari struktur penahan.
Umumnya konstruksi dinding penahan tipe jepit seperti yang tampak di Gambar
2.23 berikut dibuat dari pasangan batu maupun dengan konstruksi beton bertulang.

20
Gambar 2. 23 Cantilever Retaining Wall
(Sumber: Anonim)

2. Dinding Penahan Tanah Tipe Turap


Dinding penahan tipe turap (Sheet Pile) sebagaimana digambarkan dalam Gambar
2.24 merupakan jenis konstruksi yang banyak digunakan untuk menahan tekanan
tanah aktif lateral tanah pada timbunan maupun untuk membendung air (coverdam).
Jenis konstruksi tipe ini pada umumnya dibuat dari material beton pra tegang
(Prestrees Concrete) baik berbentuk corrugated-flat maupun dari material baja.
Konstruksi dinding penahan tipe sheet pile berbentuk ramping dengan
menitikberatkan tahanan jepit pada kedalaman tancapnya dan dapat pula
dikombinasikan dengan sistem angkur/Anchored yang disesuaikan dengan hasil
perancangan. Dalam konstruksi pelaksanaannya, kedalaman tancap sheet pile dapat
mencapai elevasi sampai tanah keras. Menurut Hertiany & Asyifa (2014) dengan
dimensi yang relatif tipis (dibandingkan dengan gravity wall), turap dapat lebih
menghemat lahan pada proyek. Meski demikian, kontrol keamanan stabilitas juga
harus lebih ditekankan karena keamanan struktur merupakan hal pokok yang harus
diprioritaskan. Kelebihan dari sheet pile wall ini adalah beratnya yang lebih ringan,
cocok digunakan untuk timbunan tanah dengan ketinggian sedang, mutu konstruksi
yang seragam dan lebih terjamin daripada konstruksi manual karena menggunakan
konstruksi prefabricated.

Gambar 2. 24 Konstruksi Sheet Pile


(Sumber: www.petrifond.com)
Tanggal Akses: 16 Mei 2019

21
3. Dinding Penahan Tanah Tipe Dinding Bertulang
Dinding penahan tanah tipe dinding bertulang (Diaphragm Wall) merupakan jenis
konstruksi dinding penahan yang terbuat dari rangkaian besi beton bertulang dengan
metode cor di tempat atau dengan sistem modular yang dibuat untuk membendung
suatu konstruksi bawah tanah (sub-strucure) khusunya pada konstruksi basement
suatu bangunan. Diaphragm wall dapat dikombinasikan dengan sistem anchord
untuk menambah daya dukung terhadap tekanan aktif lateral tanah dimana juga
berfungsi dalam proses dewatering untuk memotong aliran muka air tanah (Cut-Off
Dewatering). Sedangkan kerugian dari dinding diafragma seperti yang tampak
dalam Gambar 2.25 adalah jenis dinding penahan tanah ini membutuhkan peralatan
besar, periode konstruksi panjang, dan biaya yang besar pula (Godavarthi, et al.,
2011).

Gambar 2. 25 Konstruksi Diaphragm Wall


(Sumber: www.designingbuildings.com)
Tanggal Akses: 16 Mei 2019

4. Dinding Penahan Tanah Contiguous Pile dan Soldier Pile


Dinding penahan tanah contiguous pile dan soldier pile merupakan jenis dinding
penahan tanah yang digunakan dalam menahan tekanan lateral tanah aktif pada
konstruksi bawah tanah seperti pada konstruksi basement suatu bangunan sama
seperti jenis konstruksi dinding penahan diaphragm wall. Contiguous pile dan
soldier pile juga bisa dikombinasikan dengan sistem ankur/anchord untuk
meningkatkan daya dukung terhadap tekanan aktif lateral tanah dan memiliki fungsi
sebagai pemutus aliran air bawah tanah (Cut Off). Proses konstruksi contiguouspile
dibuat di tempat (in-situ) dengan sistem bored pile yang berupa rangkaian besi beton
bertulang maupun menggunakan profil baja serta dikombinasikan dengan
bentonited dan dirangkai membentuk dinding penahan yang padat. Sedangkan
Soldier Pile merupakan sistem yang paling ekonomis dibandingkan dengan dinding
penahan lainnya. Namun kerugian utama dari sistem dinding penahan tanah ini
adalah penggunaan sistem ini terbatas pada konstruksi sementara. Soldier Pile tidak
dapat digunakan dalam kondisi muka air yang tinggi tanpa pengeringan yang
ekstensif. Soldier Pile ini tidak sekaku sistem penahan lainnya karena mengarah dari
tumpukan tentara hanya tertanam di bawah tanah dasar. Ketika tanah tidak kondusif
untuk pengeringan, penumpukan lembaran yang mampu menahan tekanan
hidrostatik mungkin menjadi pilihan yang lebih tepat (Godavarthi, et al., 2011).

22
Proses konstruksi dinding penahan tanah tipe soldier pile ini dapat dilihat dalam
Gambar 2.26.

Gambar 2. 26 Konstruksi Soldier Pile


(Sumber: www.indiamart.com)
Tanggal Akses: 16 Mei 2019

23
BAB III
METODOLOGI

3.1 Umum
Pada bab metodologi ini akan dijelaskan mengenai tata cara penyelesaian tugas akhir.
Dimulai dari pengumpulan data, literatur, preliminary design, analisa beban (gravitasi, angin,
dan gempa), analisa elemen (primer dan sekunder), dan pedoman perencanaan, sampai dengan
kesimpulan akhir dari analisa struktur ini yaitu untuk mendapatkan perencanaan modifikasi
gedung Skysuites SOHO Surabaya.

3.2 Bagan Alir Penyelesaian Tugas Akhir


Berikut adalah tahapan-tahapan yang akan dilakukan penulis dalam penyusunan tugas
akhir ini sesuai pada Gambar 3.1 sebagai berikut:

MULAI A

PENGUMPULAN PERENCANAAN SAMBUNGAN


DATA

PERENCANAAN BASEMENT
STUDI
LITERATUR
PERENCANAAN PONDASI

PRELIMINARY DESIGN

KONTROL TIDAK OK
PEMBEBANAN STRUKTUR STABILITAS
PONDASI

PERENCANAAN
OK
STRUKTUR SEKUNDER
GAMBAR TEKNIK

PERMODELAN STRUKTUR
KESIMPULAN DAN SARAN

TIDAK OK
KONTROL SELESAI
DESAIN

A OK

Gambar 3. 1 Diagram Alir Penyelesaian Tugas Akhir

3.3 Data Perencanaan


Data perencanaan meliputi data bangunan sebelum modifikasi dan data bangunan
setelah modifikasi sebagai berikut:

3.3.1 Data Bangunan Sebelum Modifikasi


a. Data Umum Bangunan
Nama Gedung : Skysuites SOHO Surabaya
Lokasi : Jl. Kedung Baruk No.26, Surabaya (Gambar 3.2)

24
Fungsi Bangunan : Small Office Home Office (Gambar 3.3)
Jumlah Lantai : 21 lantai dan 2 lantai basement
Struktur Bangunan : Beton bertulang konvensional

b. Data Material
Mutu Beton : 45 MPa (dari pondasi sampai lantai 5)
: 30 MPa (dari lantai 5 sampai lantai atap)
Mutu Baja : BJTP 24 (untuk diameter < 10mm)
: BJTD 40 (untuk diameter ≥ 10mm)

c. Data Tanah : Terlampir

3.3.2 Data Bangunan Setelah Modifikasi


Nama Gedung : Skysuites SOHO Surabaya
Lokasi Rencana : Jl. Kedung Baruk No.26, Surabaya (Gambar 3.2)
Fungsi : Small Office Home Office (Gambar 3.3)
Struktur Utama : Baja Beton Komposit
Sistem Struktur : Steel Plate Shear Wall
Jumlah Lantai : 21 lantai dan 2 lantai basement
Rencana Pondasi : Pondasi grup tiang pancang
Data Tanah : Terlampir
Data Material
Profil Kolom : Rectangular Concrete Filled Tube (RCFT)
Profil Balok : Profil WF
Profil Pelat : Steel Deck

Gambar 3. 2 Lokasi Gedung Skysuites SOHO Surabaya


Lokasi Gedung Skysuites Soho Surabaya
(Sumber: Google Maps)
Tanggal Akses: 13 April 2019
25
Gambar 3. 3 Unit Skysuites SOHO Surabaya
(Sumber: www.99.co)
Tanggal Akses: 13 April 2019

3.4 Studi Literatur


Melakukan studi terhadap literatur yang berkaitan dengan topik Tugas Akhir mengenai
perencanaan bangunan struktur baja beton komposit. Literatur yang digunakan adalah sebagai
berikut:
1. Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (PPIUG) 1983
2. SNI 1726:2012 tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur
Bangunan Gedung dan Non Gedung
3. SNI 1727:2013 tentang Beban Minimum Untuk Perancangan Bangunan Gedung dan
Struktur Lain
4. SNI 2847:2013 tentang Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung
5. SNI 1729:2015 tentang Spesifikasi Untuk Bangunan Gedung Baja Struktural
6. Struktur Baja Disain dan Perilaku Edisi Kedua Jilid 1 (Charles G. Salmon & John E.
Johnson)
7. Buku Ajar Struktur Bangunan Baja (Institut Teknologi Sepuluh Nopember)
8. Steel Structures Design and Behaviour 5th Edition (Charles G. Salmon, John E.
Johnson & Faris A. Malhas)
9. Mechanics of Materials 6th Edition (James M. Gere)
10. Engineering Mechanics of Solids (Egor P. Popov)
11. Design of Reinforced Concrete 9th Edition (Jack C McCormac & Russell H. Brown)
12. Teknologi Beton: Dari Teori ke Praktek (Tri Mulyono)
13. Reinforced Concrete Structures (R. Park & T. Paulay)
14. Rekayasa Pondasi (Abdul Hakam)
15. Daya Dukung Pondasi Dalam (Herman Wahyudi)
16. Mekanika Tanah Jilid 2 (Braja M. Das)

3.5 Preliminary Design


Di tahap ini, akan dilakukan perkiraan dimensi awal dari elemen-elemen struktur,
penentuan mutu bahan dan material struktur. Kemudian akan didapatkan pula rencana dimensi
profil yang akan digunakan. Adapun kegiatan preliminary tersebut meliputi:
1. Preliminary Design Balok
2. Preliminary Design Kolom
3. Preliminary Design Pelat

26
3.6 Perhitungan Beban Struktur
Melakukan perhitungan beban struktur sebagai berikut:
1. Beban Mati
Beban mati ialah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap
termasuk segala unsur tambahan (dead dan superdead) yang merupakan bagian yang
tak terpisahkan dari gedung tersebut. Beban mati terdiri dari berat struktur sendiri,
dinding, pelat, tegel, spesi, plafond, penggantung serta berat ducting dan plumbing
sebagaimana dengan yang ada dalam Tabel 2.1 PPIUG 1983.

2. Beban Hidup
Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan
suatu gedung. Dan di dalamnya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari
barang barang yang dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang tidak
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama masa
hidup dari gedung itu sendiri, sehingga mengakibatkan perubahan dalam
pembebanan lantai dan atap tersebut. Beban hidup sesuai dengan Tabel 4-1 SNI
1727:2013

3. Beban Angin
Beban angin ialah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang
disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara. Beban angin ditentukan dengan
menganggap adanya tekanan positif dan tekanan negatif (isapan), yang bekerja tegak
lurus pada bidang-bidang yang ditinjau. Penentuan besar dari beban angin sendiri
tercantum dalam PPIUG 1983 pada BAB 4.

4. Beban Gempa
Beban gempa yang digunakan sesuai dengan SNI 1726:2012, dimana wilayah gempa
terbagi sesuai percepatan respon spektrumnya. Beban geser dasar nominal statik
ekivalen V yang terjadi dari tingkat dasar dihitung sesuai SNI 1726:2012 pasal 7.8.
V ini harus dibagikan sepanjang tinggi struktur gedung ke masing-masing lantai (F)
sesuai SNI 1726:2012 pasal 7.8.3.

5. Beban Tanah
Berdasarkan SNI 1727:2013 Pasal 3.2.1 dalam perancangan struktur di bawah tanah,
harus diperhatikan tekanan lateral tanah di sampingnya. Besarnya tegangan tanah
horizontal secara umum dirumuskan sesuai persamaan (3.1) sampai (3.4) sebagai
berikut:
• Tegangan tanah horizontal aktif:
𝜎 ′ = 𝛾 ′ ℎ𝐾 − 2𝑐 ′ √𝐾 (3.1)
𝑎 𝑎
𝜋 ∅′ (3.2)
𝐾𝑎 = 𝑡𝑎𝑛2 ( − )
4 2
• Tegangan tanah horizontal pasif:
𝜎 ′ = 𝛾 ′ ℎ𝐾𝑝 + 2𝑐 ′ √𝐾𝑝 (3.3)
𝜋 ∅′ (3.4)
𝐾𝑝 = 𝑡𝑎𝑛2 ( + )
4 2
Maka, besar tekanan tanah lateral dapat dihitung dengan menghitung luasan diagram
tegangan tanah.

27
6. Kombinsi Pembebanan
Struktur, komponen, dan pondasi harus dirancang sesuai dengan SNI 1727:2013
pasal 2.3.2 sehingga kekuatan desainnya sama atau melebihi efek dari beban terfaktor
dalam kombinasi tersebut.

3.7 Perencanaan Struktur Sekunder


Perencanaan struktur sekunder selalu dilakukan terlebih dahulu dari pada struktur
primer. Hal tersebut dikarenakan oleh struktur sekunder akan meneruskan beban yang ada ke
struktur primer. Adapun struktur sekunder yang akan direncanakan pada tugas akhir ini adalah
sebagai berikut:
a. Perencanaan Pelat Satu Arah Untuk Lantai dan Atap Komposit Mengacu pada SNI
1729:2015 Pasal I3 dan I4.
b. Perencanan Pelat Dua Arah Untuk Lantai dan Atap Beton Bertulang Mengacu SNI
2847:2015 BAB 13.
c. Perencanaan Balok Anak Komposit Mengacu pada SNI 1729-2015 Pasal I3.
d. Perencanaan Balok Lift Komposit Mengacu pada SNI 17292015 Pasal I3.
e. Perencanaan Tangga Baja Mengacu pada SNI 1729-2015 Pasal B4 dan Pasal F.

3.8 Analisis dan Permodelan Struktur


Melakukan analisis dan permodelan struktur menggunakan program ETABS yang
direncanakan sebagai struktur ruang 3 dimensi untuk mendapatkan reaksi dan gaya dalam yang
terdapat pada struktur rangka utama.

3.9 Kontrol Perencanaan Struktur Utama


Melakukan kontrol kemampuan struktur utama dari perencanaan yang sudah dilakukan
pada langkah-langkah sebelumnya. Desain elemen struktur primer dikontrol agar dapat
memikul gaya-gaya yang terjadi. Kontrol perencanaan elemen struktur utama meliputi:

3.9.1 Kontrol Desain


Adapun kontrol desain yang dilakukan berupa:
1. Kontrol Partisipasi Massa
Dilakukan analisa sebagai penentuan mode alami dari getaran untuk struktur yang
dianalisis. Analisis dilakukan sedemikian rupa sehingga partisipasi massa dalam
menghasilkan respons total harus sekurang-kurangnya 90% (SNI 1726:2012 pasal
7.9.1).

2. Kontrol Nilai Akhir Respons Spektrum


Kombinasi respons untuk geser dasar ragam (Vt) lebih kecil 85 persen dari geser
dasar yang dihitung (V) menggunakan prosedur gaya lateral ekivalen, maka gaya
harus dikalikan dengan 0.85V/Vt (SNI 1726:2012 pasal 7.9.4.1).

3. Kontrol Simpangan Antar Tingkat


Simpangan antar tingkat rencana harus dihitung sebagai perbedaan defleksi pada
pusat massa di atas dan di bawah tingkat yang ditinjau. Besarnya defleksi pada
tingkat x, δx, dapat dihitung dengan Persamaan (3.5) (SNI 1726:2012 pasal 7.8.6).
Sementara untuk perhitungan simpangan antar lantai ditunjukkan pada Gambar 3.4.
Nilai simpangan antar lantai ini tidak boleh melebihi simpangan antar lantai izin,
hsx, pada Tabel 3.1.

28
𝐶𝑑 𝛿𝑥𝑒 (3.5)
𝛿𝑥 =
𝐼𝑒

Gambar 3. 4 Simpangan Antar Lantai


(Sumber: Rivai, 2018)

Tabel 3. 1 Simpangan antar lantai ijin

Kategori Resiko
Struktur I atau III IV
II
Struktur, selain dari dinding geser 0,025hsx 0,020hsx 0,015hsx
batu bata, 4 tingkat atau kurang dari
dasar, dengan dinding interior,
partisi, langit-langit, dan sistem
dinding eksterior yang telah didesain
untuk mengakomodasi simpangan
antar lantai
Struktur dinding geser kantilever batu 0,010hsx 0,010hsx 0,010hsx
bata
Struktur dinding geser batu bata 0,007hsx 0,007hsx 0,007hsx
lainnya
Semua struktur lainnya 0,020hsx 0,015hsx 0,010hsx

3.9.2 Balok Komposit


Balok komposit yang digunakan dalam modifikasi kali ini adalah balok komposit baja-
beton dengan penghubung geser (Shear Connector) seperti Gambar 3.5 dibawah ini.

29
Gambar 3. 5 Balok Komposit Dengan Penghubung Geser
(Sumber: Modul Struktur Bangunan Baja, 2018)

Balok yang menerima beban lentur Mu harus dikontrol agar tidak melebihi dari kekuatan
nominal yang dimiliki balok itu sendiri sesuai persamaan (3.6).

Mu   Mn (3.6)
Dimana :
Mn = Momen nominal balok
Mu = Momen ultimate yang terjadi
Ø = faktor reduksi = 0,9 (DFBK)

1. Kontrol Penampang
Perhitungan kontrol penampang untuk sayap (flange) dilakukan sesuai
persamaan (3.7) dan (3.8).
• Penampang kompak (    p ):

b E
=   p = 0,38 (3.7)
2tf fy

• Penampang non kompak ( p    r ):

E
r = 1, 0 (3.8)
fy

Sedangkan kontrol penampang untuk badan (web) dilakukan sesuai persamaan


(3.9) dan (3.10) berikut.
• Penampang kompak (    p ) :

hw E
=   p = 3, 76 (3.9)
tw fy

• Penampang non kompak ( p    r ):

E
r = 5, 70 (3.10)
fy

Dimana :
bf = Lebar sayap
tf = Tebal sayap

30
h = Tinggi profil
tw = Tebal pelat badan
fy = Kuat leleh profil baja
fr = Tegangan tekan residual pada plat sayap

2. Kuat Nominal Lentur Penampang Dengan Pengaruh Tekuk Lokal


Penampang kompak, non kompak, dan langsing suatu komponen struktur
yang memikul lentur ditentukan oleh kelangsingan elemen-elemen tekannya. Untuk
penampang yang digunakan dalam perencanaan balok pada struktur tahan gempa,
kuat nominal lentur penampang dengan pengaruh tekuk lokal ditentukan
berdasarkan Bab Pasal F (F2-F6) SNI 1729:2015 sesuai persamaan (3.11) sampai
(3.13).
a. Penampang kompak
Mn= Mp = Fy. Zx (3.11)

Penampang non kompak


  −  pf 
M n = M p − ( M p − 0, 7 Fy .S x )   (3.12)
 rf −  pf
 
b. Penampang langsing
0,9 Ekc − S x (3.13)
Mn =
2
3. Kuat Nominal Lentur Penampang Dengan Pengaruh Tekuk Lateral
Kapasitas komponen struktur dalam memikul momen lentur tergantung dari
panjang bentang antara dua pengekang yang berdekatan, L kuat nominal lentur
penampang dengan pengaruh tekuk lateral ditentukan berdasarkan Bab Pasal F (F2-
F6) SNI 1729:2015 menurut persaman (3.14) sampai (3.16) berikut.
a. Bentang pendek: Lb ≤ Lp
E (3.14)
Lp = 1, 76.ry
fy
b. Bentang menengah: Lp < Lb < Lr
  L − Lb 
M n = Cb .  M p − 0, 7 Fy S x .  r    M p (3.15)
  Lr − L p
  
c. Bentang panjang : Lb > Lr
Mn = FcrSx ≤ Mp (3.16)

4. Kekuatan Lentur Balok Komposit Dengan Penghubung Geser


Kekuatan lentur balok komposit dengan penghubung geser (shear
connector) dibagi menjadi 2, yaitu:

a. Kuat Lentur Positif

31
Sesuai SNI 1729-2015 pasal I2-a , kekuatan lentur positif desain, ∅Mn dan
kekuatan lentur positif diizinkan Mn /Ω , harus ditentukan untuk kondisi batas leleh
sebagai persamaan (3.17) berikut:
∅b = 0,9
h E (3.17)
Untuk  3, 76 x
tw Fy
Mn harus ditentukan dari distribusi tegangan plastis pada penampang komposit
untuk kondisi batas leleh (Momen Plastis) sesuai persamaan (3.18).
h E (3.18)
Untuk  3, 76 x
tw Fy
Mn harus ditentukan dari superposisi tegangan elastis dengan memperhitungkan
efek penopangan untuk kondisi batas leleh (momen leleh).

b. Kuat Lentur Negatif


Sesuai dengan SNI 1729-2015 pasal I2-b, Kekuatan lentur negatif harus
ditentukan untuk penampang baja sendiri menurut persyaratan Bab F, atau
ditentukan dari distribusi tegangan plastis pada penampang komposit untuk
keadaan batas leleh (momen plastis) dimana ∅b = 0,9.

5. Kekuatan Struktur Selama Pelaksanaan


Apabila selama proses pelaksanaan penopang sementara tidak
dipergunakan, penampang baja harus memiliki kekuatan yang cukup untuk
mendukung semua beban yang digunakan sebelum beton mencapai 75% dari
kekuatan yang disyaratkan f’c.

6. Kuat Geser Rencana


Pelat badan tak diperkaku yang memikul gaya geser terfaktor perlu ( Vn )
harus memenuhi persamaan (3.19) berikut:
V  V
u n
(3.19)

Keterangan :
 = Faktor tahanan = 0,90
Vn = Tahanan geser nominal plat badan

Kekuatan geser nominal dari plat badan yang tak diperkaku menurut keadaan batas
dari pelelehan geser dan tekuk geser dihitung sesuai persamaan (3.20):
V = 0,6 f A C
n y w v
(3.20)

Dengan ketentuan nilai C v diambil sebagai persamaan (3.21) dan (3.22) berikut:

a. Bila h t  1,10 E f
w y

Maka, Cv = 1,0

32
b. Bila 1,10 kv E f  h t  1,37 kv E f
y w y

1,10 kv E
fy (3.21)
Cv =
h
tw

c. Bila h t  1,37 kv E f
w y

1,51kv E
Cv = 2 (3.22)
h  f
 t  y
 w
Koefisien tekuk geser plat badan, kv untuk badan tanpa pengaku tranversal
ditentukan berdasar persamaan (3.23) berikut:
h
 260 (3.23)
tw

Maka nilai kv = 5,0


Keterangan :
Aw = Luas dari badan, tinggi keseluruhan dikalikan ketebalan badan
h = Jarak bersih antara sayap dikurangi jari-jari sudut
tw = Ketebalan badan

Sedangkan untuk balok komposit, yaitu balok yang terdiri dari profil baja dan beton
digabung bersama untuk memikul beban lentur, memiliki prinsip dasar perhitungan
antara lain :
• Distribusi tegangan plastis pada daerah momen positif balok
- Tegangan tekan pada beton = 0,85 fc’ → merata
- Tegangan pada baja = fy → tarik atau tekan : merata
• Distribusi tegangan plastis pada daerah momen negatif balok
- Tegangan tarik pada beton = 0
- Tegangan tarik pada tulangan = fyr
- Tegangan pada baja = fy → tekan atau tarik: merata.
• Distribusi tegangan elastis → distribusi linear
- Tegangan maximum tekan pada berton = 0,85 fc’
- Tegangan maximum pada baja = fy → tekan atau Tarik

7. Penghubung Geser (Shear Connector)


Penghubung geser (shear connector) yang digunakan adalah penghubung geser
jenis paku (stud) seperti yang ditunjukkan Gambar 3.6. Adapun langkah-langkah
dalam menhitung kebutuhan shear connector adalah sebagai berikut:

a. Kekuatan Shear-Connector stud (paku)


Perhitungan kekuatan shear connector stud sesuai persamaan (3.24) berikut:

33
Qn = 0,5 Asc ( fc 'Ec )rs  Asc . fu (3.24)

Gambar 3. 6 Potongan Balok Dengan Penghung Geser Stud


(Sumber: Rivai, 2018)

Dimana:
rs = 1,00 untuk pelat beton biasa
rs  1,00 untuk dek baja gelombang
2  
Asc = luas penampang Shear-Connector  .d 
4 
Ec = Modulus elastisitas beton

b. Jumlah Shear-Connector yang dibutuhkan di sepanjang daerah tertentu sesuai


persamaan (3.25) berikut:
V
n= h (3.25)
Qn
Dimana:
Vh = Gaya geser horizontal total pada bidang kontak antara balok baja dan
pelat beton yang harus ditransfer Shear-Connector.
Gaya Geser Horizontal Total (=Vh) → Pada Bidang Kontak Baja dengan Beton

➢ Pada daerah momen positif


Gaya geser horizontal total pada daerah M = 0 dan M(+) maximum adalah nilai
terkecil dari:
1) 0,85 fc’.Ac → beton
2) As.fy → profil baja
3) Qn → shear connector

➢ Pada daerah momen negatif


Gaya geser horizontal total pada daerah M = 0 dan M(–) maximum adalah nilai
terkecil dari:
1) Ar.fyr
2) Qn
Dimana:
Ar = tulangan tarik pada pelat beton
fyr = tegangan leleh tulangan.

34
3.9.3 Kolom Komposit
Kolom komposit yang digunakan dalam modifikasi kali ini adalah kolom baja
berintikan beton (Concrete Filled Steel Tube) dengan penampang persegi sesuai dengan
Gambar 3.7 berikut. Kolom ini akan menerima gaya kombinasi normal dan lentur.

Gambar 3. 7 Kolom Baja Berintikan Beton Dengan Penampang Persegi

➢ Kriteria Untuk Kolom Komposit Bagi Struktur Tekan


- Kontrol luas penampang minimum profil baja sesuai persamaan (3.26)
𝐴𝑠 (3.26)
𝑥100% ≥ 4%
𝐴𝑐 + 𝐴𝑠
- Kontrol tebal minimum penampang baja berongga yang diisi beton sesuai persamaan
(3.27)
𝑓𝑦 (3.27)
𝑡 ≥ 𝑏. √
3𝑒
➢ Kuat Nominal Tekan Kolom Komposit CFT
Batasan rasio lebar terhadap ketebalan untuk elemen baja tekan harus ditentukan sesuai
dengan jenis profilnya dengan persamaan (3.28) sampai (3.37) yaitu:
𝑏𝑓 (3.28)
𝜆=
2𝑡𝑓
𝐸 (3.29)
𝜆𝑝 = 2,26√
𝑓𝑦
E
r = 3 (tak kompak) (3.30)
fy
E
r = 5 (maksimum yang diijinkan) (3.31)
fy
Untuk komponen struktur komposit yang terisi

35
- Untuk Penampang Kompak
𝑃𝑛𝑜 = 𝑃𝑝 (3.32)
Dengan
𝐸𝑠 (3.33)
𝑃𝑝 = 𝑓𝑦𝐴𝑠 + 𝐶2𝑓 ′ 𝑐 (𝐴𝑐 + 𝐴𝑠𝑟 )
𝐸𝑐
- Untuk Penanmpang Non Kompak
𝑃𝑝 − 𝑃𝑦 (3.34)
𝑃𝑛𝑜 = 𝑃𝑝 − (𝜆 − 𝜆𝑝)2
(𝜆𝑟 − 𝜆𝑝)2
Dengan
𝐸𝑠 (3.35)
𝑃𝑦 = 𝑓𝑦𝐴𝑠 + 0,7𝑓 ′ 𝑐 (𝐴𝑐 + 𝐴𝑠𝑟 )
𝐸𝑐
- Untuk Penampang Langsing
𝐸𝑠 (3.36)
𝑃𝑛𝑜 = 𝑓𝑐𝑟𝐴𝑠 + 0,7𝑓 ′ 𝑐 (𝐴𝑐 + 𝐴𝑟 )
𝐸𝑐
Penampang Terisi Beton
9𝐸𝑠
𝑓𝑐𝑟 = (3.37)
𝑏
( 𝑡 )2

➢ Amplifikasi (Pembesaran) Momen


Kapasitas lentur orde pertama yang diperlukan, Mr, dan ketentuan aksial Pr, dari semua
komponen struktur harus ditentukan sesuai persaman (3.38) sampai (3.45) sebagai berikut:
𝑀𝑟 = 𝐵1𝑀𝑛𝑖 + 𝐵2𝑀𝑖 (3.38)

𝑃𝑟 = 𝑃𝑛𝑡 + 𝐵2𝑃𝑡 (3.39)


Keterangan :
B1 = Pengali untuk menghilangkan efek P-𝛿, ditentukan untuk setiap komponen struktur
yang menahan tekan dan lentur.
B2 = Pengali untuk menghilangkan efek P-𝛿, ditentukan untuk setiap tingkat dari struktur
Mlt = Momen orde pertama menggunakan kombinasi beban DFBK
Mnt = Momen orde pertama menggunakan kombinasi beban DFBK
Mr = Momen lentur orde kedua yang diperlukan menggunakan kombinasi beban DFBK
Plt = Gaya aksial orde pertama menggunakan kombinasi beban DFBK
Pnt = Gaya aksial orde pertama menggunakan kombinasi beban DFBk
Pr = Kekuatan aksial orde kedua yang diperlukan menggunakan kombinasi beban DFBK

- Pengali B1 untuk efek P-𝛿


Cm
B1 = 1 (3.40)
Pr
1−
Pe1
Dengan,
α = 1 (DFBK)
Cm = Koefisien dengan asumsi tanpa translasi lateral dari portal yang ditentukan dengan
formula:
𝑀1 (3.41)
𝐶𝑚 = 0,6 − 0,4( )
𝑀2
Dengan M1 dan M2 dihitung dari analisis orde pertama, adalah momen terkecil dan terbesar
pada ujung-ujung bagian komponen.
36
Pe1 = Kekuatan tekuk kritis elastis komponen struktur dalam bidang lentur, dihitung
berdasarkan asumsi tanpa translasi pada ujung-ujung komponen struktur.

 2 EI
Pe1 = 2
(3.42)
( K1 L)
Keterangan :
EI = Kekakuan lentur yang diperlukan yang harus digunakan dalam analisis (0,8𝜏𝑐𝐸𝐼) bila
digunakan dalam metode analisis langsung dengan 𝜏𝑐 adalah seperti ditetapkan pada
bab C SNI 03-1729-2015 untuk panjang efektif dan metode analisis orde pertama
E = Modulus elastisitas baja = 200000 Mpa
I = Momen inersia bidang lentur, mm4
L = Panjang komponen struktur, mm
K1 = Faktor panjang efektif dalam bidang lentur, dihitung berdasarkan asumsi translasi
lateral pada ujung- ujung komponen struktur.

- Pengali B2 untuk efek P-𝛿


1
𝐵2 = (3.43)
∝ 𝑃𝑆𝑡𝑜𝑟𝑦
(1 − 𝑃 )
𝑒 𝑆𝑡𝑜𝑟𝑦
Dengan,
α = 1 (DFBK)
Pstory = beban vertikal total didukung oleh tingkat menggunakan kombinasi beban DFBK
yang sesuai, termasuk beban-beban dalam kolom-kolom yang bukan merupakan
bagian dari sistem penahan gaya lateral.
Pe story = Kekuatan tekuk kritis elastis untuk tingkat pada arah translasi yang diperhitungkan,
ditentukan dengan analisis tekuk sidesway, atau dengan rumusan:

𝐻𝐿
𝑃𝑒 𝑠𝑡𝑜𝑟𝑦 = 𝑅𝑀 (3.44)
∆𝐻

Dengan,
Pmf
Rm = 1 − 0,15( ) (3.45)
Pstory

Dimana:
L = Tinggi tingkat, mm
Pmf = Beban vertikal total pada kolomdalam tingkat yang merupakan bagian dari portal
momen
∆𝐻 = Simpangan tingkat dalam orde pertama
H = Geser tingkat, dalamn arah translasi harus diperhitungkan, dihasilkan oleh gaya-gaya
lateral yang digunakan untuk menghitung ∆𝐻, N

➢ Momen Nominal
Balok yang menerima beban lentur Mu harus dikontrol agar tidak melebihi dari
kekuatan nominal yang dimiliki balok itu sendiri sesuai persamaan (3.46).
Mu  Mn (3.46)

37
Dimana :
Mn = Momen nominal balok
Mu = Momen ultimate yang terjadi
Ø = Faktor tahanan = 0,9

Untuk profil HSS yang berintikan beton dengan ketebalan profil baja di semua sisi dihitung
berdasar persamaan (3.47) sampai (3.53):
𝑏𝑓 (3.47)
𝜆=
2𝑡𝑓
𝐸
𝜆𝑝 = 1,12𝑥√ (3.48)
𝑓𝑦

𝐸
𝜆𝑟 = 1,40𝑥√ (3.49)
𝑓𝑦

Untuk Komponen Struktur Berpenampang kotak/persegi


- Untuk Penampang Kompak
𝑀𝑛 = 𝑀𝑝 = 𝑓𝑦. 𝑍 (3.50)

- Untuk Penampang Non Kompak


 b fy 
M n = M p − ( M p − fyS ) 3,57 − 4  M u (3.51)
 tf tf 
- Untuk Penampang Langsing
𝑀𝑛 = 𝑓𝑦𝑆𝑒 (3.52)
Dimana,
Se = Modulus penampang efektif yang ditentukan dengan lebar efektif be, dari sayap yang
diambil sebesar:
 
 
E  0,38 E 
be = 1,92.t f 1− b (3.53)
fy  b fy 
 tf 
 

➢ Kontrol Kombinasi Aksial dan Lentur


Perhitungan interaksi kekuatan aksial dan lentur diperhitungkan berdasarkan SNI 1729-
2015 pasal I2 atau pasal H1.1 dengan persamaan (3.54) dan (3.55).
𝑃𝑟
- Bila 𝑃𝑐 ≥ 0,2, maka
Pr 8  M rx M ry 
+  +  1 (3.54)
Pc 9  M c x M cy 
𝑃𝑟
- Bila 𝑃𝑐 < 0,2, maka
Pr  M rx M ry 
+ +  1 (3.55)
2 Pc  M c x M cy 
Dimana :
Pr = Kekuatan aksial perlu menggunakan kombinasi beban DFBK (N)

38
Mr = Kekuatan momen perlu menggunakan kombinasi beban DFBK (Nmm)
) c = faktor ketahanan untuk tekan = 0,90
b = faktor ketahanan untuk lentur = 0,90
Pc = c Pn = Kekuatan aksial desain (N)
M c = b M n = Kekuatan lentur desain (Nmm)

3.9.4 Perencanaan Base Plate


Base plate merupakan bagian dari struktur baja yang memiliki fungsi untuk
menghubungkan struktur baja bagian atas dengan struktur pondasi pada bagian bawah. Dalam
melakukan perhitungan base plate (Gambar 3.8), dilakukan perhitungan dengan langkah-
langkah sesuai persamaan (3.56) sampai (3.62) berikut.
Mux
e= (3.56)
Pu
Pu

Mux

Vu

Gambar 3. 8 Base Plate


(Sumber: Modul Strukturh Bangunan Baja, 2018)

- Akibat beban Pu
Pu
fpa= (3.57)
B.N
- Akibat beban Mux
6.M ux
B

fpb= (3.58)
B.N 2
- Tekanan maksimal
fp(max)= fpa + fpb (3.59)

- Menentukan Mupl
m=
( N − 0, 95  D )
we C
(3.60)
21 H

 m   m2   m   m2  (3.61)
Mupl =  fp (max) − 2  fpb      +  2  f pb   
 N  2   N  3 
   
- Menentukan tebal baseplate

39
4.M upl
t= (3.62)
. f y

3.10 Perencanaan Sambungan


Dalam perencanaan sambungan harus disesuaikan dengan bentuk struktur supaya
perilaku yang timbul tidak menimbulkan pengaruh yang buruk terhadap bagian struktur lain
yang direncanakan. Metode yang digunakan dalam sambungan profil balok induk WF dengan
kolom komposit RCFST (Rectangular Concrete Filled Steel Tube) dalam modifikasi ini yaitu
dengan menambahkan balok penyambung profil WF yang telah di las pada kolom tersebut,
kemudian disambung pada balok induk profil WF dengan menggunakan sambungan baut.
Rencana sambungan balok kolom ini bida dilihat seperti apa yang ditampilkan di Gambar 3.9
berikut.

Gambar 3. 9 Sambungan Pada Kolom Rectangular Concrete Filled Steel Tube

3.10.1 Sambungan Baut


Sambungan baut yang digunakan dalam perencanaan ini berupa sambungan baut dengan
pelat penyambung seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.10 dan sambungan baut dengan end
plate seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.11.

Gambar 3. 10 Sambungan Baut Menggunakan Pelat Penyambung


(Sumber: Modul Struktur Bangunan Baja, 2018)
40
Gambar 3. 11 Sambungan Baut Menggunakan End Plate
(Sumber: Modul Struktur Bangunan Baja, 2018)

Perencanaan sambungan baut pada tugas akhir ini mengacu pada SNI 1729:2015 pasal
J.3 secara lengkap dengan persamanan (3.63) sampai (3.70)
• Kekuatan Tarik dan Geser dari Baut dan Bagian-Bagian Berulir
𝑅𝑢 ≤  𝑅𝑛 (3.63)

𝑅𝑛 = 𝐹𝑛𝐴𝑏 (3.64)

 = 0, 75 (DFBK)
• Kombinasi Gaya Tarik dan Geser dalam Sambungan Tipe Tumpuan
𝑅𝑛 = 𝐹′𝑛𝑡𝐴𝑏 (3.65)
𝐹𝑛𝑡
𝐹 ′ 𝑛𝑡 = 1,3 𝐹𝑛𝑡 − 𝑓𝑟𝑣 ≤ 𝐹𝑛𝑡 (3.66)
 𝐹𝑛𝑣
Dimana:
Fnt = Tegangan tarik nominal dari Tabel J3.2
Fnv = Tegangan geser dari tabel J3.2
Frv = Tegangan geser yang diperlukan menggunakan kombinasi DFBK
• Baut Kekuatan Tinggi dalam Sambungan Kritis Slip
(3.67)
𝑅𝑛 = 𝜇 𝐷𝑢 ℎ𝑓 𝑇𝑏 𝑛𝑠
- Untuk lubang ukuran standar dan lubang slot pendek yang tegak lurus terhadap arah dari
beban,  = 10
- Untuk lubang ukuran berlebih dan lubang slot pendek yang paralel terhadap arah dari beban,
 = 0,85
- Untuk lubang slot panjang,  = 0,70

Dimana:
μ = Koefisien slip rata-rata untuk permukaan kelas A atau B yang sesuai atau seperti yang
ditetapkan oleh pengujian
Du = 1,13; suatu pengali yang mencerminkan rasio dari rata-rata pratarik baut terpasang
terhadap pratarik baut minimum yang diisyaratkan. Penggunaan dari nilai-nilai
lainnya dapat disetujui oleh insinyur yang memiliki izin bekerja sebagai perencana.
Tb = Gaya tarik minimum sarana penyambung yang diberikan Tabel J3.1, kips atau J3.1M,
kN.
hf = Faktor pengisi, ditentukan sebagai berikut:

41
▪ Bila tidak ada pengisi atau dimana baut telah ditambahkan untuk mendistribusikan
beban pada pengisi, hf = 1
▪ Bila baut-baut tidak ditambahkan untuk mendistribusikan beban pada pengisi:
▪ Untuk satu pengisi antara bagian-bagian tersambung, hf = 1
▪ Untuk dua atau lebih pengisi antara bagian-bagian tersambung, hf = 0,85
Ns = Jumlah bidang slip yang diperlukan untuk mengizinkan sambungan dengan slip.

• Untuk Pelelehan Geser dari Elemen


Rn = 0,60Fy Agv (3.68)
Agv = Luas bruto yang menahan geser (mm2)

• Untuk Keruntuhan Geser dari Elemen


Rn = 0, 60 Fu Anv (3.69)
Anv = Luas netto yang menahan geser (mm2)

• Kekuatan Geser Blok


Kekuatan yang tersedia untuk keadaan batas keruntuhan blok geser sepanjang alur kegagalan
geser atau alur-alur dan alur kegagalan tarik tegak lurus harus diambil sebesar:
(3.70)
𝑅 = 0,60𝐹 𝐴 + 𝑈 𝐹 𝐴 ≤ 0,60𝐹 𝐴 + 𝑈 𝐹 𝐴
𝑛 𝑢 𝑛𝑣 𝑏𝑠 𝑢 𝑛𝑡 𝑦 𝑔𝑣 𝑏𝑠 𝑢 𝑛𝑡

Dimana:
Bila tegangan tarik adalah merata, Ubs = 1; bila tegangan tarik tidak merata, Ubs = 0,5.

3.10.2 Sambungan Las


Ketentuan penggunaan sambungan jenis las tumpul seperti dengan yang ditunjukkan
pada Gambar 3.12, ditetapkan sesuai dengan tabel SNI 1729:2015 pasal J2.1. Adapun
persamaan-persamaan yang digunakan sesuai dengan persamaan (3.71) sampai (3.79)

Gambar 3. 12 Las Tumpul


(Sumber: Modul Struktur Bangunan Baja, 2018)

Berdasarkan SNI 1729:2015 pasal J2, suatu las yang memikul beban terfaktor harus ditentukan
menurut keadaan batas dari keruntuhan tarik dan keruntuhan geser dan kekuatan logam las.

- Untuk logam dasar


𝑅𝑛 = 𝐹𝑛𝐵𝑀 𝐴𝐵𝑀 (3.71)
- Untuk logam las
𝑅𝑛 = 𝐹𝑛𝑤 𝐴𝑤𝑒 (3.72)

Keterangan :
FnBM = tegangan nominal dari logam dasar (MPa)
FnW = tegangan nominal dari logam las (MPa)
ABM = luas penampang logam dasar (mm2)

42
Awe = luas efektif las (mm2)

Untuk las sudut, kekuatan yang diizinkan adalah sebagai berikut.

- Untuk kelompok las linier, dibebani melalui titik berat


𝑅𝑛 = 𝐹𝑛𝑤 𝐴𝑤𝑒 (3.73)

𝐹𝑛𝑤 = 0,60𝐹𝐸𝑋𝑋 (1,0 + 0,50𝑠𝑖𝑛1,5 𝜃) (3.74)


Keterangan :
FEXX = kekuatan klasifikasi logam pengisi (MPa)
ϴ = sudut pembebanan yang diukur dari sumbu longitudinal las, derajat

- Untuk elemen las dalam suatu kelompok las


𝑅𝑛𝑥 = ∑ 𝐹𝑛𝑤𝑖𝑥 𝐴𝑤𝑒𝑖 (3.75)

𝑅𝑛𝑦 = ∑ 𝐹𝑛𝑤𝑖𝑦 𝐴𝑤𝑒𝑖 (3.76)

𝑀𝑛 = ∑[𝐹𝑛𝑤𝑖𝑦 𝐴𝑤𝑒𝑖 − 𝐹𝑛𝑤𝑖𝑥 𝐴𝑤𝑒𝑖 ] (3.77)

- Untuk kelompok las sudut konsentris

𝑅𝑛 = 𝑅𝑛𝑤𝑖 + 𝑅𝑛𝑤𝑡 (3.78)


atau

𝑅𝑛 = 0,85𝑅𝑛𝑤𝑖 + 1,5𝑅𝑛𝑤𝑡 (3.79)

Keterangan :
Rnwi = kekuatan nominal total dari las sudut yang dibebani longitudinal
Rnwt = kekuatan nominal total dari las sudut yang dibebani transversal

3.11 Perencanaan Basement


Dinding penahan tanah (retaining wall) yang digunakan untuk perencanaan basement
1,5 lantai dalam bangunan ini adalah dinding penahan tanah tipe turap (sheet pile). Turap sendiri
merupakan benda pipih/datar yang panjang, dipasang vertikal, terbuat dari baja (bisa juga
berupa beton bertulang), berfungsi sebagai penahan tanah dan kedap air. Berikut beberapa
langkah yang perlu dipertimbangkan untuk merencanakan struktur turap:
1. Menentukan & mengontol dimensi turap, seperti:
- Elevasi “top of the wall” (permukaan atas tanah)
- Elevasi “dredge level” (dasar galian)
- Minimum & maksimum water level
- Anchor & tie rod elevation
2. Elevasi dari forces, surcharge, & lateral earth pressures yang bekerja pada dinding
turap, missal:
- Active & passive earth pressures
- Residual water pressure
- Tension of the Tie Rods
3. Menentukan kedalaman turap yang tertanam
4. Perhitungan “maximum bending moment” pada turap. Perhitungan ini untuk
menentukan dimensi & profil dari turap

43
5. Design of the tie rod, wales & anchor block

Turap (sheet pile) yang digunakan dalam perencanaan basement ini adalah Corrugated
Concrete Sheet Pile (CCSP). Perhitungan kekuatan bahan CCSP ini berdasarkan brosur dari
CPC Sheet Piles WIKA CLT yang tercantum dalam lampiran. Sedangkan profil dari turap itu
sendiri seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.13 berikut.

Gambar 3. 13 Profil Turap CCSP


(Sumber: www.wikaclt.co.id)
Tanggal Akses: 20 Mei 2019

3.12 Perencanaan Pondasi


Setelah menghitung beban struktur atas secara menyeluruh, maka beban-beban tersebut
diteruskan ke struktur bawah (pondasi). Dalam modifikasi ini direncanakan menggunakan
pondasi grup tiang pancang seperti dengan yang ditunjukkan dalam Gambar 3.14 berikut.

Gambar 3. 14 Pondasi Grup Tiang Pancang


(Sumber: Badan Standarisasi Nasional)

Pondasi umumnya berlaku sebagai elemen struktur pendukung bangunan yang terbawah
dan berfungsi sebagai elemen terakhir yang meneruskan beban ke tanah. Dalam perancangan
pondasi digunakan pondasi tiang pancang berdasarkan data tanah untuk perencanaan daya
44
dukung yang didapat dari hasil SPT (Standart Penetration Test). Hasil daya dukung dipakai
sebagai daya dukung izin tiang. Perhitungan daya dukung tanah dapat ditinjau dari dua keadaan,
yaitu:
1. Daya dukung tiang pancang tunggal yang berdiri sendiri
2. Daya dukung tiang pancang dalam kelompok
Adapun langkah-langkah perencanaan pondasi tersebut sebagai berikut:

3.12.1 Perhitungan Daya Dukung Tiang Pancang Tunggal


Perencanaan struktur pondasi menggunakan pondasi tiang pancang. Data tanah yang
digunakan adalah data SPT (Standard Penetration Test). Untuk perhitungan daya dukung tiang
pancang tunggal, terdapat dua keadaan yang menentukan yaitu kekuatan bahan yang
berdasarkan brosur dari tiang pancang WIKA Beton yang tercantum dalam lampiran, dan
kekuatan tanah yang memakai metode Luciano Decourt (1982, 1996) sesuai persamaan (3.80)
sampai (3.82):

QL = QP + QS (3.80)

Keterangan:
QL= Daya dukung tanah maksimum pada pondasi
QP= Daya dukung pada dasar pondasi
QS= Daya dukung akibat lekatan lateral

QP =  qP x AP = ( ŇP x K ) x AP (3.81)

Keterangan:
ŇP = Harga rata-rata SPT disekitar 4B atas hingga 4B bawah dasar tiang pondasi
(B = diameter pondasi)
K = Koefisien karakteristik tanah:
• 12 t/m2, untuk lempung
• 20 t/m2, untuk lanau berlempung
• 25 t/m2, untuk lanau berpasir
• 40 t/m2, untuk pasir
AP = Luas penampang dasar tiang
qP = Tegangan diujung tiang
 = base coefficient

QS =  x qS x AS =  ( ŇS/3 + 1 ) x AS (3.82)

Keterangan:
qS = Tegangan akibat lekatan lateral dalam t/m2
ŇS = Harga rata-rata sepanjang tiang yang tertanam, denganbatasan : 3 < N < 50
AP = luas selimut tiang
 = shaft coefficient

Tabel 3. 2 Koefisien harga  dan 


Intermediat
Clay Sands
Pile/Soil e Soil
     

45
1. Driven Pile 1 1 1 1 1 1
2. Bored Pile 0,85 0,80 0,60 0,65 0,50 0,50
3. Injected Pile 1 3 1 3 1 3

3.12.2 Perencanaan Daya Dukung Tiang Pancang Kelompok


Dalam perhitungan daya dukung group pondasi, harus dilakukan koreksi terlebih dahulu
dengan apa yang disebut dengan koefisien efisiensi (Ce). Perhitungan yang dilakukan sesuai
dengan persamaan (3.83) sampai (3.85) berikut.

QL (group) = QL (1 tiang) x n x Ce (3.83)

Keterangan:
n = jumlah tiang dalam grup
Ce = koefisien efisiensi
QL (group) = daya dukung tiang pancang kelompok
QL (1 tiang ) = daya dukung 1 tiang pancang

Untuk menghitung koefisien efisiensi Ce, digunakan cara Converse – Labarre :


 
arc tan 
s  1 1
Ce = 1 − x 2 − −  (3.84)
90
0
 m n

Keterangan:
Ø = diameter tiang pondasi
S = jarak as ke as antar tiang dalam group
m = jumlah baris tiang dalam group
n = jumlah kolom tiang dalam group
Ce = 0,9 – 1,0 (untuk jarak antar tiang pancang > 3  )

Bila di atas tiang-tiang dalam kelompok yang disatukan oleh sebuah kepala tiang (poer) bekerja
beban-beban vertikal (V), horizontal (H), dan momen (M), maka besarnya beban vertikal
ekivalen (Pv) yang bekerja pada sebuah tiang adalah:

V M y xmax M y
Pv =   x max (3.85)
2 2
n x y

Keterangan :
Pv = Beban vertikal ekivalen
V = Beban vertikal dari kolom
N = Banyaknya tiang dalam group
Mx = Momen terhadap sumbu x
My = Momen terhadap sumbu y
xmax = Absis terjauh terhadap titik berat kelompok tiang
ymax = Ordinat terjauh terhadap titik berat kelompok tiang
x 2
= Jumlah dari kuadrat absis tiap tiang terhadap garis netral group

46
y 2
= Jumlah dari kuadrat ordinat tiap tiang terhadap garis netral group

3.12.3 Perencanaan Tebal Pile Cap


Untuk merencanakan tebal Pile Cap atau poer (Gambar 3.15) harus memenuhi syarat
yaitu kuat geser nominal beton harus lebih besar dari geser pons, dimana nilai Vc diambil dari
persamaan (3.86) dan (3.87):

2 1
𝑉𝑐 = (1 + 𝛽𝑐) . 6 . √𝑓′𝑐 . 𝑏𝑜 . 𝑑 (3.86)
1
𝑐 = √𝑓′𝑐 . 𝑏𝑜 . 𝑑 (3.87)
3

Keterangan:
𝛽𝑐 = rasio dari sisi panjang terhadap sisi pendek kolom
𝑏𝑜 = keliling dari penampang kritis
= 4 . (0,5 . d + b kolom + 0,5 . d)

Gambar 3. 15 Penampang Kritis Pada Pondasi


(Sumber: Permanasari,2018)

Untuk memenuhi syarat akan kebutuhan tebal poer dapat dirumuskan sebagai persamaan (3.88)
berikut

Vc  Vu (3.88)

Keterangan:
 = 0,75
Vc = Kuat geser pons beton
Vu = Gaya geser akibat kolom

3.12.4 Perencanaan Penulangan Lentur


Perencanaan tulangan lentur akibat momen ultimate yang terjadi akibat tiang pancang
terhadap muka kolom dengan perhitungan sebagai persamaan (3.89) sampai (3.94) berikut:

𝜌𝑚𝑖𝑛 = 0.002 (untuk fy = 240mpa) (3.89)

47
𝜌𝑚𝑖𝑛 = 0.0018 (untuk fy selain 240mpa) (3.90)

fy
m= (3.91)
0,85 f ' c

Mn
Rn = (3.92)
bd 2

1 2.m.Rn 
 perlu = 1 − 1 −  (3.93)
m fy 

As = .b.d (3.94)

3.13 Kontrol Perancanaan Pondasi


Melakukan kontrol kemampuan pondasi dari perencanan yang sudah dilakukan.
Adapun kontrol yang dilakukan berupa kontrol ketahanan tiang terhadap gaya horizontal dan
kontrol geser.

3.14 Penggambaran Hasil Perencanaan


Penggambaran hasil perencanaan dan perhitungan akan dituangkan dalam bentuk
gambar teknik menggunakan program bantu AutoCAD.

48
JADWAL KEGIATAN

Minggu ke-
Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Perencanaan Metode Pelaksanaan

Preliminary Design

Pembebanan

Perencanaan Struktur Sekunder

Permodelan Struktur

Analisa Struktur Utama

Kontrol Perencanaan Struktur Utama

Perencanaan Sambungan

Perencanaan Basement dan Pondasi

Penggambaran Hasil Perencanaan

Penulisan Laporan

49
DAFTAR PUSTAKA

Agus, & Gushendra, R. (2015). Perbandingan Analisa Struktur Model Portal Open Frame
, Bresing Dan Dinding Geser Pada Struktur Gedung Beton. (January).

Akmal, Imelda. (2010). SOHO Seri Rumah Ide. Gramedia.

Amalia, A. R., Suswanto, B., Kristijanto, H., & Irawan, D. (2018). Numerical Study on the
Behaviour of Reduced Beam Section Presence in Rectangular Concrete Filled Tubes
Connection. Journal of Physics: Conference Series, 953(1).
https://doi.org/10.1088/1742-6596/953/1/012006

Andreas. (2013). Studi Eksperimental Balok Komposit Baja Ringan Dengan Balok Beton
Bertulang. Universitas Indonesia.

Anju, T., & Smitha, K. K. (2016). Finite Element Analysis of Composite Beam with Shear
Connectors. Procedia Technology, 24, 179–187.
https://doi.org/10.1016/j.protcy.2016.05.025

Anwar, N., Najam, F., & Assessment, S. (2018). Composite Concrete Steel Constructions in
Tall Buildings by. (June).

Ayu Hapsari, R. N., Nurhuda, I., & Nuroji, N. (2019). Pengaruh Panjang dan Diameter Stud
terhadap Keruntuhan Geser Struktur Komposit Baja-Beton. Media Komunikasi Teknik
Sipil, 24(2), 96. https://doi.org/10.14710/mkts.v24i2.16998

Badan Pusat Statistik Kota Surabaya. (2018). Kota Surabaya Dalam Angka 2018.

Bima, Stebla D. A. (2014). Modifikasi Perencanaan Apartemen De Papilio Tamansari


Surabaya Menggunakan Struktur Komposit Baja-Beton. Institut Teknologi Sepuluh
Nopember.

Casita, C. B., & Suswanto, B. (2018). Studi Perilaku Pada Sambungan Rectangular Concrete
Filled Tubes (Rcft) Dengan Metode Finite Element. Journal of Civil Engineering, 32(1),
19. https://doi.org/10.12962/j20861206.v32i1.4505

Das, Braja M., Endah, N., Mochtar, Indrasurya B. (1993). Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip
Rekayasa Geoteknis Jilid 2.

Dewobroto, W., Hidayat, L., Widjajakusuma, J., & Kelvin. (2016). Studi Karakteristik Baut
Mutu Tinggi ( A325 dan Grade 8 . 8 ) Terhadap Tarik dan Pengaruhnya pada
Perencanaan Sambungan Studi Karakteristik Baut Mutu Tinggi ( A325 dan Grade
8 . 8 ) Terhadap Tarik dan Pengaruhnya pada Perencanaan Sambungan. (August).

Du, Y., Chen, Z., Richard Liew, J. Y., & Xiong, M. X. (2017). Rectangular concrete-filled steel
tubular beam-columns using high-strength steel: Experiments and design. Journal of
Constructional Steel Research, 131 (April), 1–18.
https://doi.org/10.1016/j.jcsr.2016.12.016

50
Fauzi, M. Z., Wahyuni, E., & Suswanto, B. (2018). Modifikasi Perencanaan Struktur Gedung
Apartemen Brooklyn Alam Sutera menggunakan Struktur Komposit Baja-Beton dengan
Sistem Rangka Berpengaku Eksentris. Jurnal Teknik ITS, 7(1).
https://doi.org/10.12962/j23373539.v7i1.29171

Gere, James M. (2004). Mechanics of Materials 6th Edition.

Godavarthi, V. R., Mallavalli, D., Peddi, R., Katragadda, N., & Mulpuru, P. (2011). Contiguous
pile wall as a deep excavation supporting system. Leonardo Electronic Journal of
Practices and Technologies, 10(19), 144–160.

Hakam, A. (2008). Rekayasa Pondasi Untuk Mahasiswa dan Praktisi. (April 2008).

Hertiany, I. R., Asyifa, A., Studi, P., & Sipil, T. (2014). Perencanaan konstruksi sheet pile
wall sebagai alternatif pengganti gravity wall. X(1), 53–65.

Kashefizadeh, M. H., Koocheh, M. A., & Amiri, B. (2018). Steel Plate Shear Wall with
Different Infill Steel Plates Steel Plate Shear Wall with Different Infill Steel Plates.

McCormac, Jack C., Brown Russell H. (2014). Design of Reinforced Concrete 9th Edition.

Muharam, A. F., Wahyuni, E., & Iranata, D. (2018). Modifikasi Perencanaan Struktur
Apartemen One East Residence Surabaya dengan Struktur Komposit Baja Beton dan Base
Isolator: High Damping Rubber Bearing. Jurnal Teknik ITS, 6(2).
https://doi.org/10.12962/j23373539.v6i2.25114

Mulyono,Tri. (2015). Teknologi Beton: Dari Teori ke Praktek. Jakarta: LPP Press.

Mursyid, M. (2013). Modifikasi Perencanaan Struktur Gedung Perkantoran Telkomsel di


Surabaya Barat Menggunakan Baja-Beton Komposit. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil, 11(1),
1–6.

Park, R., & Paulay, T. (1974). Reinforced Concrete Structures. University of Canterbury,
Christchruch, New Zealand.

Patidar, A. K. (2012). Behaviour of Concrete Filled Rectangular Steel Tube Column. IOSR
Journal of Mechanical and Civil Engineering, 4(2), 46–52.
https://doi.org/10.9790/1684-0424652

Permanasari, Anindya. (2018). Modifikasi Perencanaan Apartemen El Centro Bogor


Menggunakan Struktur Baja Komposit Dengan Sistem Rangka Berpengaku
Eksentrik. Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

PC Sheet Pile. Brosur PT. Wika CLT Tbk.

Popov, Egor P. (1990). Engineering Mechanics of Solids. University of California, Berkeley.

Pramono, H. S., Sutrisno, W., Yasin, I., & Belakang, L. (2018). Analisis Sambungan Baut

51
Pada Titik Buhul Jembatan Rangka Baja Menggunakan Metode Elemen Hingga. 52–
63.

PPIUG, 1987. (1987). Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Gedung.

Rivai, Feisal R. (2018). Modifikasi Perencanaan Gedung Marigold Nafa Park BSD
Menggunakan Struktur Baja Komposit Dengan Eccentrically Braced Frame. Institut
Teknologi Sepuluh Nopember.

Salmon, C. G., Johnson, J. E., & E., I. W. M. S. C. (1997). Struktur Baja Desain dan Perilaku
Jilid 1.

Salmon, C. G., Johnson, J. E., & Malhas, F. A. (2009). Steel Structures Design and Behavior
5th Edition.

Simanjuntak, J. B., Wibowo, A., Wijaya, M. N., Daktilitas Dan Kekakuan Dinding Geser
Dengan Pembebanan Siklik ( Quasi-Statis ) kedepannya pembangunan di Indonesia
dapat mengedepankan keamanan struktur.

S., M. Ilham Gumilang. (2016). Perencanaan Pondasi Tiang Pancang Dengan


Memperhitungkan Pengaruh Likuifaksi Pada Proyek Pembangunan Hotel Di
Lombok.

SNI, 1726:2012. (2012). Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur
Bangunan Gedung dan Non Gedung (SNI 1726:2012). Sni 1726:2012, 149.

SNI, 1727:2013. (2013). Beban minimum untuk perancangan bangunan gedung dan
struktur lain. Bandung: Badan Standardisasi Indonesia, 196. Retrieved from
www.bsn.go.id

SNI, 1729:2015. (2015). Spesifikasi Untuk Bangunan Gedung Baja Struktural. Bandung:
Badan Standardisasi Indonesia.

SNI, 2847:2013. (2013). Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung. Bandung:
Badan Standardisasi Indonesia, 1–265.

Syafi’I, Daor. (2017). Desain Modifikasi Struktur Gedung Apartemen Ragom Gawi
Bandar Lampung Menggunakan Sistem Komposit Baja Beton. Institut Teknologi
Sepuluh Nopember.

The Precast Concrete Manufacturer. Katalog PT. Wika Beton Tbk.

Wahjudi, H. (1999). Daya Dukung Pondasi Dalam.

Yuliana, Y., Iranata, D., & Wahyuni, E. (2017). Modifikasi Perencanaan Struktur Gedung
Tower C Apartemen Aspen Admiralty Jakarta Selatan Dengan Menggunakan Baja-Beton
Komposit. Jurnal Teknik ITS, 6(2). https://doi.org/10.12962/j23373539.v6i2.25831

52
LAMPIRAN

53

Anda mungkin juga menyukai