Modifikasi Perencanaan Struktur Gedung Skysuites Soho Surabaya Dengan Menggunakan Baja-Beton Komposit
Modifikasi Perencanaan Struktur Gedung Skysuites Soho Surabaya Dengan Menggunakan Baja-Beton Komposit
Modifikasi Perencanaan Struktur Gedung Skysuites Soho Surabaya Dengan Menggunakan Baja-Beton Komposit
Dosen Konsultasi
Dr. Ir. Djoko Irawan, MS.
1
PROPOSAL TUGAS AKHIR (RC18-4704)
Dosen Konsultasi
Dr. Ir. Djoko Irawan, MS.
Oleh:
FATURRAHMAN DONI IRAWAN
NRP.03111540000066
ABSTRAK
Kota Surabaya merupakan salah satu kota besar di Indonesia dengan jumlah penduduk
yang padat. Dengan jumlah penduduk mencapai 2.765.487 penduduk dan luas wilayah sebesar
326,81 km2, menjadikan kota Surabaya memiliki angka kepadatan penduduk sebesar 8.462
penduduk/km2 (BPS, 2018). Sebagai ibukota Provinsi Jawa Timur, menjadikan kegiatan Kota
Surabaya memiliki kegiatan perekonomian dan bisnis yang padat pula. Oleh karena itu
kebutuhan akan gedung perkantoran sebagai salah satu fasilitas penunjang kegiatan
perekonomian dan bisnis di Surabaya juga sangat diperlukan. Konsep hunian Small Office
Home Office (SOHO) muncul untuk menjawab kebutuhan tempat tinggal sekaligus bekerja di
tempat yang sama. SOHO (Small Office Home Office) merupakan istilah yang mengacu pada
bisnis atau usaha kecil yang dilakukan dirumah. Dalam arti lain, SOHO adalah suatu hunian
seperti apartemen atau rumah yang di dalamnya dilengkapi berbagai fasilitas kantor. Para
pemilik hunian tersebut mempunyai izin legal untuk menggunakan rumah ataupun
apartemennya sebagai unit hunian maupun sebagai unit kantor. Gedung Skysuites SOHO
Surabaya berlokasi di Jalan Kedung Baruk No.26 Surabaya. Gedung ini terdiri dari 21 lantai
dan 2 basement yang akan difungsikan sebagai apartemen sekaligus sebagai kantor. Pada
proses pembagunannya, gedung Skysuites SOHO Surabaya dibangun dengan beton bertulang
menggunakan metode cor ditempat sehingga memerlukan waktu pelaksanaan yang relatif
lama. Dalam banyak kasus, tuntutan terhadap pekerjaan konstruksi yang cepat dan efisien
sering kali terjadi, terlebih pada kasus bangunan bertingkat. Kebutuhan akan bangunan
bertingkat mendorong timbulnya kebutuhan akan suatu rancangan struktur yang ekonomis,
dapat dilaksanakan dengan cepat dan efisien tanpa mengurangi kekakuan antar komponen
struktur bangunan. Konstruksi komposit hampir merupakan solusi sempurna untuk memenuhi
peningkatan kebutuhan konstruksi bangunan bertingkat tinggi dalam hal bentuk struktural
yang kompleks.
Gedung Skysuites SOHO Surabaya akan dimodifikasi dengan menggunakan struktur
baja-beton komposit. Perencanaan yang dilakukan disini meliputi perencanaan pelat lantai,
atap, tangga, balok anak, balok induk, kolom dan pondasi. Pedoman yang digunakan adalah
SNI 1726:2012 tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan
Gedung dan Non Gedung, SNI 1727:2013 tentang Beban Minimum Untuk Perancangan
Bangunan Gedung dan Struktur Lain, SNI 2847:2013 tentang Persyaratan Beton Struktural
Untuk Bangunan Gedung, SNI 1729:2015 tentang Spesifikasi Untuk Bangunan Gedung Baja
Struktural dan Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (PPIUG) 1983.
Adapun modifikasi tersebut meliputi modifikasi kolom menggunakan kolom baja
berintikan beton (concrete filled steel tube), modifikasi balok menggunakan balok komposit
baja-beton dengan penghubung geser (shear connector), dan modifikasi pelat lantai dan atap
dengan dek baja bergelombang (steel deck).
i
DESIGN MODIFICATION OF SKYSUITES SOHO SURABAYA USING STEEL-
CONCRETE COMPOSITE STRUCTURE
ABSTRACT
Surabaya is one of the big cities in Indonesia with a dense population. With a population
of 2,765,487 inhabitants and an area of 326.81 km2, Surabaya has a population density of
8,462 inhabitants / km2 (BPS, 2018). As the capital of East Java Province, making the activities
of the City of Surabaya have a dense economic and business activity. Therefore, the need for
office buildings as a facility to support economic and business activities in Surabaya is also
very necessary. The concept of Small Office Home Office (SOHO) occupancy appears to answer
the needs of housing while working in the same place. SOHO (Small Office Home Office) is a
term that refers to a business or small business that is carried out at home. In another sense,
SOHO is a residence such as an apartment or a house in which various office facilities are
equipped. The residential owners have legal permits to use their homes or apartments as
residential units or as office units. The Skysuites SOHO Surabaya building is located on Jalan
Kedung Baruk No.26 Surabaya. This building consists of 21 floors and 2 basements which will
function as apartments as well as offices. In the construction process, the Surabaya SOHO
Skysuites building was built with reinforced concrete using a cast method in place so that it
requires a relatively long implementation time. In many cases, demands for fast and efficient
construction work often occur, especially in the case of multi-storey buildings. The need for
multi-storey buildings encourages the emergence of the need for an economical structure
design, can be implemented quickly and efficiently without reducing the stiffness between the
components of the building structure. Composite construction is almost a perfect solution to
meet the increasing construction needs of high-rise buildings in terms of complex structural
shapes.
The Skysuites SOHO Surabaya building will be modified using a composite steel-
concrete structure. Planning carried out here includes plannig of floor slabs, roofs, stairs, joist,
beam, columns, and fundations. The guidelines used are SNI 1726: 2012 concerning
Procedures for Planning Earthquake Resilience for Building Structure and Non-Building, SNI
1727: 2013 concerning Minimum Load for Building Design and Other Structures, SNI 2847:
2013 concerning Requirements for Structural Concrete for Building Buildings, SNI 1729: 2015
concerning Specifications for Structural Steel Buildings and Indonesian Building Regulations
(PPIUG) 1983.
The modifications include column modification using concrete filled steel tubes,
modification of beams using steel-concrete composite beams with shear connectors, and
modification of floor and roof plates with corrugated steel decks.
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur bagi Tuhan YME atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan Proposal Tugas Akhir ini. Proposal Tugas Akhir ini membahas
tentang “Modifikasi Perencanaan Struktur Gedung Skysuites Soho Surabaya Dengan
Menggunakan Baja-Beton Komposit” .
Dalam proses penyusunan Proposal Tugas Akhir ini, penulis mendapatkan banyak
bimbingan, dukungan, dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini
penulis bermaksud mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang mendukung dan
membantu atas terselesaikannya Proposal Tugas Akhir ini, yaitu:
1. Orang tua dan anggota keluarga tercinta yang selalu memberikan dukungan baik doa
maupun materil sehingga menjadi motivasi penulis dalam menyelesaikan Proposal Tugas
Akhir ini.
2. Bapak Dr. Ir. Suharjoko, MT. Dan Ibu Reni Aggrenani sekeluarga yang telah banyak
memberikan bantuan, pengalaman yang luar biasa serta tempat bernaung bagi penulis selama
di Surabaya.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. I Gusti Putu Raka selaku Dosen Wali yang telah memberikan bimbingan,
arahan, dan motivasi selama menjalani masa perkuliahan di ITS.
4. Bapak Dr. Ir. Djoko Irawan, MS. Selaku dosen konsultasi yang telah memberikan
bimbingan, arahan, dan motivasi dalam penyusunan Proposal Tugas Akhir ini.
5. Ibu Prof. Dr. Ir. Triwulan, DEA. Selaku dosen kelas Teknik Penulisan Ilmiah yang dengan
sabar memberikah bimbingan, arahan, dan motivasi dalam penyusunan Proposal Tugas
Akhir ini.
6. Bapak dan Ibu dosen serta staf pengajar Departemen Teknik Sipil FTSLK ITS.
7. Keluarga KDR, Bagus, Oki, Dhaifan, Agung, angkatan S-58, dan rekan-rekan yang telah
banyak membantu dalam penyusunan Proposal Tugas Akhir ini.
Dalam penulisan Proposal Tugas Akhir ini penulis menyadari bahwa masih sangat jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran dari berbagai pihak sangat diharapkan demi
kesempurnaan Proposal Tugas Akhir ini.
Akhir kata semoga proposal ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca, penulis, dan
semua pihak yang terkait.
iii
DAFTAR ISI
ABSTRAK .................................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ...............................................................................................................iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................. vi
DAFTAR TABEL .................................................................................................................... vii
BAB I.......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................ 4
1.3 Tujuan .......................................................................................................................... 4
1.4 Batasan Masalah .......................................................................................................... 4
1.5 Manfaat ........................................................................................................................ 4
BAB II ........................................................................................................................................ 5
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................. 5
2.1 Umum .......................................................................................................................... 5
2.2 Struktur Komposit........................................................................................................ 5
2.2.1 Kolom Komposit .................................................................................................. 5
2.2.2 Balok Komposit .................................................................................................... 7
2.2.3 Pelat Komposit ..................................................................................................... 8
2.3 Aksial Komposit .......................................................................................................... 9
2.4 Penghubung Geser (Shear Connector) ...................................................................... 10
2.5 Diagram Interaksi Balok-Kolom Komposit ............................................................... 11
2.6 Sistem Struktur .......................................................................................................... 12
2.7 Steel Plate Shear Wall (SPSW) ................................................................................. 14
2.8 Sambungan Geser ...................................................................................................... 15
2.8.1 Sambungan Baut ................................................................................................. 16
2.7.2 Sambungan Las .................................................................................................. 16
2.9 Pondasi ....................................................................................................................... 17
2.10 Struktur Basement .................................................................................................. 20
BAB III ..................................................................................................................................... 24
METODOLOGI ....................................................................................................................... 24
3.1 Umum ........................................................................................................................ 24
3.2 Bagan Alir Penyelesaian Tugas Akhir ....................................................................... 24
3.3 Data Perencanaan ....................................................................................................... 24
iv
3.3.1 Data Bangunan Sebelum Modifikasi .................................................................. 24
3.3.2 Data Bangunan Setelah Modifikasi .................................................................... 25
3.4 Studi Literatur ............................................................................................................ 26
3.5 Preliminary Design .................................................................................................... 26
3.6 Perhitungan Beban Struktur ....................................................................................... 27
3.7 Perencanaan Struktur Sekunder ................................................................................. 28
3.8 Analisis dan Permodelan Struktur ............................................................................. 28
3.9 Kontrol Perencanaan Struktur Utama ........................................................................ 28
3.9.1 Kontrol Desain .................................................................................................... 28
3.9.2 Balok Komposit .................................................................................................. 29
3.9.3 Kolom Komposit ................................................................................................ 35
3.9.4 Perencanaan Base Plate ...................................................................................... 39
3.10 Perencanaan Sambungan ........................................................................................ 40
3.10.1 Sambungan Baut ................................................................................................. 40
3.10.2 Sambungan Las .................................................................................................. 42
3.11 Perencanaan Basement ........................................................................................... 43
3.12 Perencanaan Pondasi .............................................................................................. 44
3.12.1 Perhitungan Daya Dukung Tiang Pancang Tunggal .......................................... 45
3.12.2 Perencanaan Daya Dukung Tiang Pancang Kelompok ...................................... 46
3.12.3 Perencanaan Tebal Pile Cap ............................................................................... 47
3.12.4 Perencanaan Penulangan Lentur ......................................................................... 47
3.13 Kontrol Perancanaan Pondasi................................................................................. 48
3.14 Penggambaran Hasil Perencanaan ......................................................................... 48
JADWAL KEGIATAN ............................................................................................................ 49
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 50
LAMPIRAN ............................................................................................................................. 53
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR TABEL
vii
BAB I
PENDAHULUAN
2
tekanan tekuk lokal kritis dari tabung baja, dan tabung baja memberikan pengurungan pada
beton yang diisi (Du, Y., et al., 2017).
Seperti yang dijelaskan oleh Casita (2018) pada Studi Perilaku Pada Sambungan
Rectangular Concrete Filled Tubes (RCFT) Dengan Metode Finite Element, model sambungan
dengan RBS (Reduced Beam Section) memiliki performa yang lebih baik jika dibandingkan
dengan tanpa RBS. Karena dengan adanya RBS dapat menjamin bahwa sendi plastis terjadi
lebih dulu di daerah RBS yang letaknya jauh dari daerah kolom. Reduced Beam Section (RBS)
itu sendiri merupakan sebuah metode pengurangan luasan sayap dari penampang balok dengan
jarak tertentu dari tumpuan, sehingga memaksa sendi plastis agar terjadi pada bagian RBS yang
berada jauh dari kolom. Sambungan tanpa menggunakan RBS memiliki performa yang kurang
baik dibandingkan dengan sambungan menggunakan RBS, hal ini disebabkan oleh retak yang
muncul pada bagian sayap balok. Dengan adanya RBS, letak sendi plastis dapat direncanakan
dan dapat dipastikan bahwa sendi plastis dapat terbentuk di daerah RBS. Berbagai macam tipe
RBS itu sendiri bisa kita lihat dalam Gambar 1.2 dibawah.
Konstruksi komposit seperti yang telah dijelaskan dalam uraian sebelumnya hampir
merupakan solusi sempurna untuk memenuhi peningkatan kebutuhan konstruksi bangunan
bertingkat tinggi dalam hal bentuk struktural yang kompleks, bertumbuhnya kebutuhan akan
peningkatan kinerja struktural serta penggunaan sistem struktural maupun nonstruktural yang
inovatif (Anwar, et al., 2018).
Atas dasar beberapa permasalahan diatas, dan dengan beberapa keunggulan struktur
komposit tersebut, maka gedung Skysuites SOHO Surabaya akan dimodifikasi dengan
menggunakan struktur baja-beton komposit. Adapun modifikasi tersebut meliputi modifikasi
kolom menggunakan kolom baja berintikan beton (concrete filled steel tube) dengan
penampang persegi, modifikasi balok menggunakan balok komposit baja-beton dengan
penghubung geser (shear connector), dan modifikasi pelat lantai dan atap dengan dek baja
bergelombang (steel deck). Pedoman yang digunakan adalah SNI 1726:2012 tentang Tata Cara
Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung, SNI
1727:2013 tentang Beban Minimum Untuk Perancangan Bangunan Gedung dan Struktur Lain,
SNI 2847:2013 tentang Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung, SNI 1729:2015
3
tentang Spesifikasi Untuk Bangunan Gedung Baja Struktural dan Peraturan Pembebanan
Indonesia Untuk Gedung (PPIUG) 1983.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari modifikasi Gedung Skysuites SOHO Surabaya dengan
menggunakan struktur komposit baja beton ini adalah sebagai berikut :
1. Menghitung pembebanan setelah modifikasi.
2. Merencanakan struktur sekunder meliputi pelat, balok anak, tangga.
3. Merencanakan struktur primer meliputi balok dan kolom komposit baja beton
berikut sambungan-sambungannya.
4. Memodelkan dan menganalisa struktur dengan menggunakan program bantu
ETABS.
5. Merencanakan dinding geser dengan menggunakan beton bertulang.
6. Merencanakan pondasi dan basement yang sesuai dengan besar beban yang dipikul
dan kondisi tanah dilapangan.
7. Menuangkan hasil perencanaan dan perhitungan dalam bentuk gambar teknik.
1.5 Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari modifikasi Gedung Skysuites SOHO Surabaya
dengan menggunakan struktur komposit baja beton ini adalah :
1. Menghasilkan perencanaan struktur gedung komposit baja beton dengan memenuhi
persyaratan kemananan struktur.
2. Sebagai acuan studi bagi para pembaca tentang pembangunan gedung dengan
metode komposit.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Salah satu kriteria dalam merancang struktur bangunan bertingkat tinggi terutama untuk
gedung adalah keselamatan dan kenyamanan. Baja merupakan material yang memiliki semua
hal tersebut, dimana karakteristik baja identik dengan kekerasan, kekakuan, kekuatan tarik yang
tinggi dan juga daktilitas. Selain itu, sifat daktail yang dimiliki material baja dapat memberi
perubahan bentuk yang besar sebelum mencapai kehancuran (Fauzi, et al., 2018).
Sistem struktur komposit yang dibahas disini terbentuk akibat interaksi antara
komponen struktur baja dan beton yang karakteristik dasar masing-masing bahan dimanfaatkan
secara optimal. Karakteristik penting yang dimiliki oleh struktur baja adalah kekuatan tinggi,
modulus elastisitas tinggi, serta daktalitas tinggi. Sedangkan karakteristik penting yang dimiliki
oleh struktur beton adalah ketahanan yang baik terhadap api, mudah dibentuk dan murah (Kim,
2005 dalam Sasongko, 2011).
Perilaku beton dalam menahan beban aksial tarik agak sedikit berbeda dengan
perilakunya dalam menahn beban tekan. Hubungan antara tegangan dan regangan tarik beton
umumnya bersifat linear sampai terjadinya retak yang biasanya langsung diikuti oleh
keruntuhan beton (Asroni, 2010).
5
penambahan material beton pada struktur kolom dapat memikul beban yang terjadi , sehingga
ukuran profil baja tidak perlu diperbesar lagi (Mursyid, 2013).
Menggabungkan beton bertulang dengan penampang baja struktural memberikan
beberapa kelebihan dibandingkan dengan kolom beton bertulang atau kolom baja konvensional.
Beton memberikan ketahanan terhadap api kepada penampang baja dan menahan kolom baja
dari tekuk (Piquer A, 2016 dan Lacki, 2017 dalam Kasza, et al, 2017). Sedangkan tabung baja
dapat berfungsi sebagai bekisting untuk pengecoran beton, sehingga bisa mengurangi biaya
konstruksi. Tidak ada tulangan lain yang diperlukan karena pipa itu sendiri bertindak sebagai
balauan longitudinal dan lateral untuk inti beton (Patidar, 2012).
Ada dua tipe kolom komposit, yaitu:
a. Kolom baja berselubung beton
Kolom baja berselubung beton merupakan kolom komposit yang terbuat dari profil
baja dengan diberi selubung beton disekelilingnya. Adapun penampang melintang
kolom baja berselubung beton ditunjukkan dalam Gambar 2.1 berikut.
Salah satu tipe dari kolom komposit baja beton adalah Concrete Filled Tube (CFT).
Beberapa tipe penampang kolom CFT yang pada umumnya sering digunakan dapat dilihat pada
Gambar 2.2 diatas. Seiring perkembangan gedung bertingkat yang semakin tinggi, para insinyur
mencoba untuk menemukan sistem baru dalam merencanakan serta membangun struktur yang
memiliki performa sekaligus fungsi yang lebih baik dan lebih aman bagi penghuni bangunan
tersebut. CFT adalah salah satu dari solusi-solusi terbaru yang dapat direncanakan dan dibangun
seperti struktur rangka baja. Struktur CFT telah terbukti lebih daktail dan lebih kuat karena
memiliki kelebihan-kelebihan dari baja dan inti beton (Fathalizadeh, 2017).
6
Morino dan Tsuda dalam Amalia, et al., (2017) mengatakan bahwa keuntungan
penggunaan CFT sebagai kolom adalah:
1. Tekuk lokal tabung baja dapat ditunda karena adanya beton. Di sisi lain kekuatan
beton meningkat karena tertahannya tabung baja. Penyusutan dan creep pada beton
juga lebih kecil jika dibandingkan dengan penggunaan beton bertulang.
2. Rasio baja dengan penampang CFT jauh lebih besar jika dibandingkan dengan
beton bertulang. Karena itu, dimensi kolom yang digunakan akan jauh lebih kecil,
berat struktur akan lebih kecil sehingga mengurangi beban pondasi.
3. Karena tabung baja juga berfungsi sebagai bekisting untuk beton, penggunaan
kolom CFT lebih praktis dan dapat mengurangi limbah dari menggunakan
bekisting.
4. Dari segi waktu dan biaya konstruksi maupun dari segi pelaksanaan serta
pengerjaan di lapangan, penggunaan kolom CFT lebih efektif dan efisien.
Sedangkan pada kolom baja berselubung beton, penambahan beton dapat menunda
terjadinya kegagalan lokal buckling pada profil baja, ketahanan terhadap api dan korosi yang
lebih baik dibandingkan kolom baja biasa, kapasitas kolom komposit dalam memikul beban
aksial dan lentur lebih besar dibandingkan kolom beton bertulang, sementara itu material baja
disini berfungsi sebagai penahan beban yang terjadi setelah beton gagal. Keuntungan di atas
didapat karena terlindungnya profil baja oleh beton bertulang yang menyelimutinya. Sedangkan
untuk kolom baja berintikan beton, kehadiran material baja dapat meningkatkan kekuatan dari
beton serta beton dapat menghalangi terjadinya lokal buckling pada baja. (Ruddy Jhon L, 2005).
Bagian berongga baja yang diisi dengan beton memiliki kekuatan yang lebih tinggi dan
kekakuan yang lebih besar daripada komponen baja struktural konvensional dan beton
bertulang (Patidar, 2012).
Besarnya retribusi momen yang terjadi pada balok menerus dipengaruhi oleh rasio
perbandingan momen ultimate positif yang terjadi sebelum retribusi dengan kapasitas momen
lentur positif penampang. Maka kecil nilai rasio momen ultimate positif yang terjadi sebelum
retribusi dengan kapasitas momen lentur positif penampang, maka makin besar pula retribusi
yang terjadi atau dengan kata lain makin besar kapasitas penampang komposit dibandingkan
momen ultimate pada daerah lapangan sebelum retribusi dapat dilakukan (Sugiharto, et al.,
2011).
Studi kekuatan ultimate pada balok komposit baja beton dalam kombinasi geser dan
lentur menjadi sesuatu yang menarik untuk diteliti. Salah satu eksperimen yang dilakukan pada
balok komposit menerus adalah dengan mengkombinasikan lentur negatif dan geser vertikal.
Dari hasil eksperimen yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa tulangan baja longitudinal
pada pelat beton dapat meningkatkan kekuatan dan kekuatan dari geser vertikal balok komposit
(Johnson dan Willmington, 1972 dalam Indrayanto, 2011).
Keuntungan yang didapat dari penggunaan balok komposit antara lain penghematan
berat baja, penampang balok baja dapat lebih rendah, kekakuan lantai meningkat, panjang
bentang untuk batang tertentu dapat lebih besar, kapasitas pemikul beban meningkat.
Penghematan berat baja sebesar 20% sampai 30% seringkali dapat diperoleh dengan
memanfaatkan semua keuntungan dari sistem komposit. Pengurangan berat pada balok baja ini
biasanya memungkinkan pemakaian penampang yang lebih rendah dan juga lebih ringan.
Keuntungan ini bisa banyak mengurangi tinggi bangunan bertingkat banyak sehingga diperoleh
penghematan bahan bangunan yang lain seperti dinding luar dan tangga (Salmon, Johnson, &
E., 1997).
8
Gambar 2. 5 Penampang Melintang Dek Baja Bergelombang
(Sumber: SNI 1729:2013)
Penggunaan dek baja bergelombang seperti Gambar 2.5 diatas juga dapat
dipertimbangkan sebagai dukungan dalam arah lateral dari balok sebelum beton mulai
mengeras saat proses pengecoran. Arah dari gelombang dek baja biasanya diletakkan tegak
lurus balok penompangnya (Mursyid, 2013).
9
b. Balok komposit
Pada balok komposit, pada bidang pertemuan antara pelat beton dan balok baja
dipasang alat penghubung geser (shear connector) sehingga pelat beton dan balok baja
bekerja menjadi satu kesatuan. Pada bidang kontak tersebut bekerja gaya geser vertikal
dan horisontal, dimana gaya geser horisontal tersebut akan menahan perpanjangan serat
bawah pelat dan perpendekan serat atas balok baja. Balok dengan aksi komposit dapat
dilihat dalam Gambar 2.7 berikut.
Dapat terjadi atau tidaknya aksi komposit pada balok komposit pada dasarnya
tergantung dari penghubung gesernya. Biasanya penghubung geser diletakkan disayap atas
profil baja. Hal ini bertujuan untuk mengurangi terjadinya slip pada pelat beton dengan balok
baja (Qing Quan Liang,2004).
Shear connector adalah bagian terpenting dari balok komposit yang menjadi
penghubung antara balok baja dengan pelat beton. Shear connector ini mentransfer gaya pada
pelat beton menuju ke balok baja serta mencegah gaya angkat vertikal pada permukaan
hubungan baja beton. Shear connector ini akan memastikan bahwa kedua material dapat
bekerja sebagai satu kesatuan pada suatu komponen struktur (Pashan, 2006). Tanpa adanya
shear connector, slip dapat terjadi meski dalam kondisi tegangan yang rendah.
Secara mekanis, penghubung geser (shear connector) memiliki dua fungsi dasar yaitu
mentransfer gaya geser horizontal dan mencegah pemisahan secara vertikal yang terjadi antara
pelat beton dan balok baja (Mursyid, 2013). Agar kedua material komposit yaitu pelat beton
dan balok baja dapat bekerja bersama secara integral, maka pada bidang pertemuan antara pelat
beton dan balok baja tersebut perlu dipasang alat penghubung geser (shear connector).
Penghubung geser (shear connector) memberikan sejumlah pengaruh terhadap elemen
balok baja dalam menahan gaya geser yang terjadi antara balok baja dan pelat beton. Balok baja
dan pelat beton yang tidak dihubungkan dengan penghubung geser memiliki tegangan yang
lebih besar karena elemen profil dan pelat belum menyatu, sehingga tegangan yang dihasilkan
masih bersifat terpisah. (Tumimomor et al., 2016). Secara umum, penghubung geser terbuat
dari baja yang dilas atau dibaut ke sayap atas baja dan ditanam pada beton (Dowling et al., 1992
dalam Ayu Hapsari et al., 2019).
12
Dinding geser (shear wall) merupakan dinding yang dirancang supaya dapat menahan
geser berupa gaya lateral akibat gempa bumi serta gaya aksial dari struktur tetapi dengan konsep
bahwa keruntuhan awal yang terjadi ada keruntuhan akibat gaya lateral kemudian keruntuhan
geser tujuannya yaitu untuk memberikan spasi waktu untuk pengguna struktur sehingga dapat
menyelamatkan diri sebelum struktur mengalami keruntuhan total (Simanjuntak et al., 2014).
Sedangkan, menurut Schueller (1989) menjelaskan bahwa dinding geser adalah unsur pengaku
vertikal yang dirancang untuk menahan gaya lateral atau gempa yang bekerja pada bangunan.
Susunan geometri sistem dinding geser tidak terbatas. Bentuk segitiga, persegi panjang, sudut,
kanal dan flens lebar merupakan contoh-contoh bentuk yang dikenal dalam bahasa arsitektural.
Struktur portal dengan dinding geser tersebut dapat dilihat sesuai dengan Gambar 2.13.
13
2.7 Steel Plate Shear Wall (SPSW)
Steel Plate Shear Wall (SPSW) merupakan sebuah sistem penahan beban lateral dimana
terdiri dari plat baja vertikal padat yang menghubungkan balok dan kolom di sekitarnya yang
terpasang sepanjang ketinggian struktur sehingga membentuk sebuah dinding penopang
(Berman dan Bruneau, 2003). Secara umum Steel Plate Shear Wall (SPSW) tersusun dari panel
baja infill yang dikelilingi oleh kolom yang disebut Vertical Boundary Elements (VBEs) di
setiap sisinya, dan balok yang disebut Horizontal Boundary Elements (HBEs) di atas dan
bawahnya. Ketika diberi beban lateral, pelat web menimbulkan desakan aksial dan lentur yang
tinggi karena perkembangan inclined tensioned field. Steel Plate Shear Wall (SPSW) telah
terbukti sebagai sistem penahan gaya gempa yang andal karena kapasitas disipasi energinya
yang besar, karakteristik hysteresis yang stabil, dan kekakuan lateral yang tinggi (Clayton dan
Ozcelik, 2017).
Menurut Kashefizadeh, et al., (2018), Steel Plate Shear Wall (SPSW) memiliki
kapasitas seismik yang lebih tinggi daripada sistem penahan beban lateral lainnya pada
bangunan baja. SPSW memberikan kapasitas geser dan daktilitas yang lebih tinggi dalam
menahan gaya lateral. Selain itu, SPSW memberikan kekakuan lateral yang lebih tinggi yang
menghasilkan drift lebih sedikit dibandingkan dengan sistem lain. Struktur baja dengan SPSW
memiliki bobot struktural yang lebih rendah, sehingga memberikan lebih sedikit beban pada
kolom perimeter dan fondasi. Faktanya, bobot struktur yang lebih ringan memicu semakin
rendah gaya seismik.
Apabila dibandingkan dengan dinding geser beton, SPSW memiliki beberapa kelebihan.
SPSW memiliki ketebalan dinding struktur yang jauh lebih kecil. Sebuah studi yang
dilaksanakan di proyek The Century menunjukkan bahwa ketebalan rata-rata SPSW sebesar
18’’ dibanding dengan dinding geser beton dengan ketebalan rata-rata 28’’. Penggunaan sistem
SPSW juga mengurangi durasi konstruksi. SPSW dapat dengan mudah didirikan dan tidak
memerlukan waktu untuk curing (Hooper dan Seilie, 2005).
Pelat infill pada SPSW seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.13 diatas, dapat dilas
atau disambung dengan baut ke kolom dan balok yang mengelilinginya seperti yang
ditampilkan pada Gambar 2.14 berikut.
14
Gambar 2. 14 SPSW pada Konstruksi Praktis
(Sumber: www.constructiondetails.wordpress.com)
Tanggal Akses: 27 Juni 2019
Dalam proses konstruksi praktis, pelat infill sering didirikan dengan kolom-kolom yang
bersebelahan secara bersamaan untuk mengurangi durasi pelaksanaan konstruksi. Hal ini
menyebabkan SPSW juga menerima beban aksial karena tekanan dari kolom-kolom yang
bersebelahan sebelum masa layannya yang juga akan mengurangi kapasitas penahan geser
SPSW. Beberapa kode perencanaan nasional hanya merencanakan agar SPSW menerima gaya
lateral dari angin atau gempa bumi tanpa mempertimbangkan gaya aksial yang berasal dari
proses konstruksi yang tentunya tidak aman untuk SPSW dan kolom. (Guo dan Zhang, 2014).
15
Sedangkan Bima (2014) mengklasifikasikan jenis-jenis sambungan menjadi tiga, antara
lain:
1. Sambungan kaku / rigid connection adalah sambungan yang dianggap memiliki
kekakuan yang cukup untuk mempertahankan sudut-sudut di antara komponen-
komponen struktur yang akan disambung.
2. Sambungan semi kaku / semi rigid connection adalah sambungan yang tidak
memiliki kekakuan yang cukup mempertahankan sudut-sudut diantara komponen-
komponen struktur yang disambung, namun harus dianggap memiliki kapasitas yang
cukup untuk memberikan kekangan yang dapat diukur terhadap perubahan sudut-
sudut tersebut.
3. Sambungan sendi / simple connection adalah sambungan yang pada kedua ujung
komponen struktur dianggap bebas momen. Sambungan sendi harus dapat berubah
bentuk agar memberikan rotasi yang diperlukan pada sanbungan. Sambungan tidak
boleh mengakibatkan momen lentur terhadap komponen struktur yang disambung.
b. Las Sudut
Las sudut (corner weld joint) dapat terjadi dengan menyambung kedua bagian
membentuk sudut siku-siku dan disambung pada ujung tersebut. Bentuk dari las
sudut tersebut digambarkan seperti Gambar 2.17 dibawah ini.
2.9 Pondasi
Pondasi pada umumnya berlaku sebagai komponen struktur pendukung bangunan yang
berfungsi sebagai elemen terakhir untuk meneruskan beban ke tanah. Dalam perencanaan
pondasi ada dua jenis pondasi yang umum dipakai dalam dunia konstruksi, yaitu pondasi
dangkal dan pondasi dalam. Pondasi dangkal digunakan untuk struktur dengan beban yang
relatif kecil, sedangkan untuk pondasi dalam digunakan untuk struktur dengan beban yang
relatif besar seperti pada gedung yang berlantai banyak, dikatakan pondasi dalam jika
perbandingan antara kedalaman pondasi (D) dengan diameternya (B) adalah lebih besar sama
dengan 10 (D/B ≥ 10). Pondasi dalam ini ada beberapa macam jenis, antara lain: pondasi tiang
pancang, pondasi tiang bor (bored pile), pondasi caisson dan lain sebagainya (Wahjudi, 1999).
Sebagaimana halnya pondasi dangkal, pondasi dalam harus direncanakan agar mampu
mendukung beban rencana sedemikian rupa sehingga tidak terjadi keruntuhan pada sistem
pondasi-tanah dan tidak pula terjadi penurunan yang tidak diinginkan. Dengan demikian
terdapat dua kriteria yang sama dengan pondasi dangkal yang harus dipenuhi dalam
merencanakan sebuah pondasi dalam, yaitu:
1. Pondasi harus mampu mendukung beban dengan faktor keamanan tertentu.
2. Pondasi harus tetap ditempat dan tidak berpindah hingga batas toleransi tertentu.
Faktor keamanan dan toleransi pergerakan yang diperbolehkan untuk sebuah sistem
pondasi umumnya ditentukan oleh kepentingan dari struktur yang didukung oleh pondasi
tersebut (Hakam, 2008). Beberapa kasus penggunaan pondasi tiang dapat dilihat sesuai dengan
Gambar 2.18.
17
Gambar 2. 18 Beberapa Kasus Penggunaan Pondasi Tiang
(Sumber: Hakam, 2008)
Berikut merupakan beberapa jenis pondasi menurut Widjaja & Wahyuningsih (2017):
a. Full Displacement Pile (FDP)
Salah satu jenis dari pondasi tiang pancang adalah pondasi Full Displacement Pile
(FDP). Dimana jenis pondasi ini diinstalasi menggunakan auger khusus yang mendesak
tanah secara lateral selama pelaksanaan konstruksinya. Beberapa keuntungan yang
didapat dari penggunaan pondasi FDP adalah kapasitas beban yang dapat dipikul relatif
lebih besar karena adanya displacement yang diberikan oleh auger pada tanah
disekililing tiang, lahan konstruksi relatif lebih bersih, biaya ekonomis jika ditempatkan
pada kondisi tanah yang tepat, dan getaran serta tingkat kebisingan yang dihasilkan
rendah. Adapun proses konstruksi FDP tersebut tertuang dalam Gambar 2.19 berikut.
18
Gambar 2. 20 Proses Konstruksi Pondasi Tiang Bor Dengan Slurry
(Sumber: Das, 2011)
Beberapa keuntungan yang didapat dari penggunaan pondasi CFA adalah waktu
pengerjaan relatif lebih cepat dibandingkan dengan jenis tiang bor biasa maupun dari
beberapa jenis tiang pancang, potensi pergerakan tanah selama pengeboran kecil karena
19
adanya desakan tanah oleh auger, pondasi CFA dapat dikonstruksi pada kondisi dengan
akses terbatas, harga CFA relatif murah terutama jika digunakan pada proyek yang
membutuhkan jumlah tiang yang sangat banyak, serta getaran dan tingkat kebisingan
relatif lebih rendah.
Dinding penahan tanah (retaining wall) merupakan salah satu komponen struktur
bangunan utama untuk jalan raya, dan bangunan lingkungan lainnya yang berhubungan dengan
tanah berkontur atau tanah yang memiliki elevasi berbeda. Secara singkat dinding penahan
adalah dinding yang dibangun untuk menahan masa tanah di atas struktur atau bangunan yang
dibuat. Untuk pembangunan gedung bertingkat banyak dengan jumlah basement lebih dari dua,
konstruksi retaining wall menjadi sebuah keharusan. Apabila konstruksi ini tidak menggunakan
retaining wall akan menghadapi berbagai macam kesulitan kedepannya. Dinding penahan tanah
(retaining wall) sendiri dibangun untuk mencegah keruntuhan tanah yang curam atau lereng
yang dibangun di tempat di mana stabilitasnya tidak dapat dijamin oleh lereng tanah itu sendiri.
Adapun beberapa jenis dinding penahan tanah (retaining wall) adalah:
1. Dinding Penahan Tanah Tipe Jepit
Dinding penahan tanah tipe jepit atau yang biasa disebut dengan Cantilever
Retaining Wall adalah jenis konstruksi dinding penahan tanah yang umumnya
digunakan sebagai penahan tekanan tanah pada timbunan maupun pada tebing.
Prinsip kerja dari jenis dinding penahan jenis ini yaitu dengan memaksimalkan daya
jepit/fixed pada dasar tubuh strukturnya. Oleh karena itu ciri khas dari dinding
penahan jenis kantilever ini yaitu berupa model telapak/spread memanjang pada
dasar strukturnya yang bersifat jepit untuk menjaga kestabilan dari struktur penahan.
Umumnya konstruksi dinding penahan tipe jepit seperti yang tampak di Gambar
2.23 berikut dibuat dari pasangan batu maupun dengan konstruksi beton bertulang.
20
Gambar 2. 23 Cantilever Retaining Wall
(Sumber: Anonim)
21
3. Dinding Penahan Tanah Tipe Dinding Bertulang
Dinding penahan tanah tipe dinding bertulang (Diaphragm Wall) merupakan jenis
konstruksi dinding penahan yang terbuat dari rangkaian besi beton bertulang dengan
metode cor di tempat atau dengan sistem modular yang dibuat untuk membendung
suatu konstruksi bawah tanah (sub-strucure) khusunya pada konstruksi basement
suatu bangunan. Diaphragm wall dapat dikombinasikan dengan sistem anchord
untuk menambah daya dukung terhadap tekanan aktif lateral tanah dimana juga
berfungsi dalam proses dewatering untuk memotong aliran muka air tanah (Cut-Off
Dewatering). Sedangkan kerugian dari dinding diafragma seperti yang tampak
dalam Gambar 2.25 adalah jenis dinding penahan tanah ini membutuhkan peralatan
besar, periode konstruksi panjang, dan biaya yang besar pula (Godavarthi, et al.,
2011).
22
Proses konstruksi dinding penahan tanah tipe soldier pile ini dapat dilihat dalam
Gambar 2.26.
23
BAB III
METODOLOGI
3.1 Umum
Pada bab metodologi ini akan dijelaskan mengenai tata cara penyelesaian tugas akhir.
Dimulai dari pengumpulan data, literatur, preliminary design, analisa beban (gravitasi, angin,
dan gempa), analisa elemen (primer dan sekunder), dan pedoman perencanaan, sampai dengan
kesimpulan akhir dari analisa struktur ini yaitu untuk mendapatkan perencanaan modifikasi
gedung Skysuites SOHO Surabaya.
MULAI A
PERENCANAAN BASEMENT
STUDI
LITERATUR
PERENCANAAN PONDASI
PRELIMINARY DESIGN
KONTROL TIDAK OK
PEMBEBANAN STRUKTUR STABILITAS
PONDASI
PERENCANAAN
OK
STRUKTUR SEKUNDER
GAMBAR TEKNIK
PERMODELAN STRUKTUR
KESIMPULAN DAN SARAN
TIDAK OK
KONTROL SELESAI
DESAIN
A OK
24
Fungsi Bangunan : Small Office Home Office (Gambar 3.3)
Jumlah Lantai : 21 lantai dan 2 lantai basement
Struktur Bangunan : Beton bertulang konvensional
b. Data Material
Mutu Beton : 45 MPa (dari pondasi sampai lantai 5)
: 30 MPa (dari lantai 5 sampai lantai atap)
Mutu Baja : BJTP 24 (untuk diameter < 10mm)
: BJTD 40 (untuk diameter ≥ 10mm)
26
3.6 Perhitungan Beban Struktur
Melakukan perhitungan beban struktur sebagai berikut:
1. Beban Mati
Beban mati ialah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap
termasuk segala unsur tambahan (dead dan superdead) yang merupakan bagian yang
tak terpisahkan dari gedung tersebut. Beban mati terdiri dari berat struktur sendiri,
dinding, pelat, tegel, spesi, plafond, penggantung serta berat ducting dan plumbing
sebagaimana dengan yang ada dalam Tabel 2.1 PPIUG 1983.
2. Beban Hidup
Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan
suatu gedung. Dan di dalamnya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari
barang barang yang dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang tidak
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama masa
hidup dari gedung itu sendiri, sehingga mengakibatkan perubahan dalam
pembebanan lantai dan atap tersebut. Beban hidup sesuai dengan Tabel 4-1 SNI
1727:2013
3. Beban Angin
Beban angin ialah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang
disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara. Beban angin ditentukan dengan
menganggap adanya tekanan positif dan tekanan negatif (isapan), yang bekerja tegak
lurus pada bidang-bidang yang ditinjau. Penentuan besar dari beban angin sendiri
tercantum dalam PPIUG 1983 pada BAB 4.
4. Beban Gempa
Beban gempa yang digunakan sesuai dengan SNI 1726:2012, dimana wilayah gempa
terbagi sesuai percepatan respon spektrumnya. Beban geser dasar nominal statik
ekivalen V yang terjadi dari tingkat dasar dihitung sesuai SNI 1726:2012 pasal 7.8.
V ini harus dibagikan sepanjang tinggi struktur gedung ke masing-masing lantai (F)
sesuai SNI 1726:2012 pasal 7.8.3.
5. Beban Tanah
Berdasarkan SNI 1727:2013 Pasal 3.2.1 dalam perancangan struktur di bawah tanah,
harus diperhatikan tekanan lateral tanah di sampingnya. Besarnya tegangan tanah
horizontal secara umum dirumuskan sesuai persamaan (3.1) sampai (3.4) sebagai
berikut:
• Tegangan tanah horizontal aktif:
𝜎 ′ = 𝛾 ′ ℎ𝐾 − 2𝑐 ′ √𝐾 (3.1)
𝑎 𝑎
𝜋 ∅′ (3.2)
𝐾𝑎 = 𝑡𝑎𝑛2 ( − )
4 2
• Tegangan tanah horizontal pasif:
𝜎 ′ = 𝛾 ′ ℎ𝐾𝑝 + 2𝑐 ′ √𝐾𝑝 (3.3)
𝜋 ∅′ (3.4)
𝐾𝑝 = 𝑡𝑎𝑛2 ( + )
4 2
Maka, besar tekanan tanah lateral dapat dihitung dengan menghitung luasan diagram
tegangan tanah.
27
6. Kombinsi Pembebanan
Struktur, komponen, dan pondasi harus dirancang sesuai dengan SNI 1727:2013
pasal 2.3.2 sehingga kekuatan desainnya sama atau melebihi efek dari beban terfaktor
dalam kombinasi tersebut.
28
𝐶𝑑 𝛿𝑥𝑒 (3.5)
𝛿𝑥 =
𝐼𝑒
Kategori Resiko
Struktur I atau III IV
II
Struktur, selain dari dinding geser 0,025hsx 0,020hsx 0,015hsx
batu bata, 4 tingkat atau kurang dari
dasar, dengan dinding interior,
partisi, langit-langit, dan sistem
dinding eksterior yang telah didesain
untuk mengakomodasi simpangan
antar lantai
Struktur dinding geser kantilever batu 0,010hsx 0,010hsx 0,010hsx
bata
Struktur dinding geser batu bata 0,007hsx 0,007hsx 0,007hsx
lainnya
Semua struktur lainnya 0,020hsx 0,015hsx 0,010hsx
29
Gambar 3. 5 Balok Komposit Dengan Penghubung Geser
(Sumber: Modul Struktur Bangunan Baja, 2018)
Balok yang menerima beban lentur Mu harus dikontrol agar tidak melebihi dari kekuatan
nominal yang dimiliki balok itu sendiri sesuai persamaan (3.6).
Mu Mn (3.6)
Dimana :
Mn = Momen nominal balok
Mu = Momen ultimate yang terjadi
Ø = faktor reduksi = 0,9 (DFBK)
1. Kontrol Penampang
Perhitungan kontrol penampang untuk sayap (flange) dilakukan sesuai
persamaan (3.7) dan (3.8).
• Penampang kompak ( p ):
b E
= p = 0,38 (3.7)
2tf fy
E
r = 1, 0 (3.8)
fy
hw E
= p = 3, 76 (3.9)
tw fy
E
r = 5, 70 (3.10)
fy
Dimana :
bf = Lebar sayap
tf = Tebal sayap
30
h = Tinggi profil
tw = Tebal pelat badan
fy = Kuat leleh profil baja
fr = Tegangan tekan residual pada plat sayap
31
Sesuai SNI 1729-2015 pasal I2-a , kekuatan lentur positif desain, ∅Mn dan
kekuatan lentur positif diizinkan Mn /Ω , harus ditentukan untuk kondisi batas leleh
sebagai persamaan (3.17) berikut:
∅b = 0,9
h E (3.17)
Untuk 3, 76 x
tw Fy
Mn harus ditentukan dari distribusi tegangan plastis pada penampang komposit
untuk kondisi batas leleh (Momen Plastis) sesuai persamaan (3.18).
h E (3.18)
Untuk 3, 76 x
tw Fy
Mn harus ditentukan dari superposisi tegangan elastis dengan memperhitungkan
efek penopangan untuk kondisi batas leleh (momen leleh).
Keterangan :
= Faktor tahanan = 0,90
Vn = Tahanan geser nominal plat badan
Kekuatan geser nominal dari plat badan yang tak diperkaku menurut keadaan batas
dari pelelehan geser dan tekuk geser dihitung sesuai persamaan (3.20):
V = 0,6 f A C
n y w v
(3.20)
Dengan ketentuan nilai C v diambil sebagai persamaan (3.21) dan (3.22) berikut:
a. Bila h t 1,10 E f
w y
Maka, Cv = 1,0
32
b. Bila 1,10 kv E f h t 1,37 kv E f
y w y
1,10 kv E
fy (3.21)
Cv =
h
tw
c. Bila h t 1,37 kv E f
w y
1,51kv E
Cv = 2 (3.22)
h f
t y
w
Koefisien tekuk geser plat badan, kv untuk badan tanpa pengaku tranversal
ditentukan berdasar persamaan (3.23) berikut:
h
260 (3.23)
tw
Sedangkan untuk balok komposit, yaitu balok yang terdiri dari profil baja dan beton
digabung bersama untuk memikul beban lentur, memiliki prinsip dasar perhitungan
antara lain :
• Distribusi tegangan plastis pada daerah momen positif balok
- Tegangan tekan pada beton = 0,85 fc’ → merata
- Tegangan pada baja = fy → tarik atau tekan : merata
• Distribusi tegangan plastis pada daerah momen negatif balok
- Tegangan tarik pada beton = 0
- Tegangan tarik pada tulangan = fyr
- Tegangan pada baja = fy → tekan atau tarik: merata.
• Distribusi tegangan elastis → distribusi linear
- Tegangan maximum tekan pada berton = 0,85 fc’
- Tegangan maximum pada baja = fy → tekan atau Tarik
33
Qn = 0,5 Asc ( fc 'Ec )rs Asc . fu (3.24)
Dimana:
rs = 1,00 untuk pelat beton biasa
rs 1,00 untuk dek baja gelombang
2
Asc = luas penampang Shear-Connector .d
4
Ec = Modulus elastisitas beton
34
3.9.3 Kolom Komposit
Kolom komposit yang digunakan dalam modifikasi kali ini adalah kolom baja
berintikan beton (Concrete Filled Steel Tube) dengan penampang persegi sesuai dengan
Gambar 3.7 berikut. Kolom ini akan menerima gaya kombinasi normal dan lentur.
35
- Untuk Penampang Kompak
𝑃𝑛𝑜 = 𝑃𝑝 (3.32)
Dengan
𝐸𝑠 (3.33)
𝑃𝑝 = 𝑓𝑦𝐴𝑠 + 𝐶2𝑓 ′ 𝑐 (𝐴𝑐 + 𝐴𝑠𝑟 )
𝐸𝑐
- Untuk Penanmpang Non Kompak
𝑃𝑝 − 𝑃𝑦 (3.34)
𝑃𝑛𝑜 = 𝑃𝑝 − (𝜆 − 𝜆𝑝)2
(𝜆𝑟 − 𝜆𝑝)2
Dengan
𝐸𝑠 (3.35)
𝑃𝑦 = 𝑓𝑦𝐴𝑠 + 0,7𝑓 ′ 𝑐 (𝐴𝑐 + 𝐴𝑠𝑟 )
𝐸𝑐
- Untuk Penampang Langsing
𝐸𝑠 (3.36)
𝑃𝑛𝑜 = 𝑓𝑐𝑟𝐴𝑠 + 0,7𝑓 ′ 𝑐 (𝐴𝑐 + 𝐴𝑟 )
𝐸𝑐
Penampang Terisi Beton
9𝐸𝑠
𝑓𝑐𝑟 = (3.37)
𝑏
( 𝑡 )2
2 EI
Pe1 = 2
(3.42)
( K1 L)
Keterangan :
EI = Kekakuan lentur yang diperlukan yang harus digunakan dalam analisis (0,8𝜏𝑐𝐸𝐼) bila
digunakan dalam metode analisis langsung dengan 𝜏𝑐 adalah seperti ditetapkan pada
bab C SNI 03-1729-2015 untuk panjang efektif dan metode analisis orde pertama
E = Modulus elastisitas baja = 200000 Mpa
I = Momen inersia bidang lentur, mm4
L = Panjang komponen struktur, mm
K1 = Faktor panjang efektif dalam bidang lentur, dihitung berdasarkan asumsi translasi
lateral pada ujung- ujung komponen struktur.
𝐻𝐿
𝑃𝑒 𝑠𝑡𝑜𝑟𝑦 = 𝑅𝑀 (3.44)
∆𝐻
Dengan,
Pmf
Rm = 1 − 0,15( ) (3.45)
Pstory
Dimana:
L = Tinggi tingkat, mm
Pmf = Beban vertikal total pada kolomdalam tingkat yang merupakan bagian dari portal
momen
∆𝐻 = Simpangan tingkat dalam orde pertama
H = Geser tingkat, dalamn arah translasi harus diperhitungkan, dihasilkan oleh gaya-gaya
lateral yang digunakan untuk menghitung ∆𝐻, N
➢ Momen Nominal
Balok yang menerima beban lentur Mu harus dikontrol agar tidak melebihi dari
kekuatan nominal yang dimiliki balok itu sendiri sesuai persamaan (3.46).
Mu Mn (3.46)
37
Dimana :
Mn = Momen nominal balok
Mu = Momen ultimate yang terjadi
Ø = Faktor tahanan = 0,9
Untuk profil HSS yang berintikan beton dengan ketebalan profil baja di semua sisi dihitung
berdasar persamaan (3.47) sampai (3.53):
𝑏𝑓 (3.47)
𝜆=
2𝑡𝑓
𝐸
𝜆𝑝 = 1,12𝑥√ (3.48)
𝑓𝑦
𝐸
𝜆𝑟 = 1,40𝑥√ (3.49)
𝑓𝑦
38
Mr = Kekuatan momen perlu menggunakan kombinasi beban DFBK (Nmm)
) c = faktor ketahanan untuk tekan = 0,90
b = faktor ketahanan untuk lentur = 0,90
Pc = c Pn = Kekuatan aksial desain (N)
M c = b M n = Kekuatan lentur desain (Nmm)
Mux
Vu
- Akibat beban Pu
Pu
fpa= (3.57)
B.N
- Akibat beban Mux
6.M ux
B
fpb= (3.58)
B.N 2
- Tekanan maksimal
fp(max)= fpa + fpb (3.59)
- Menentukan Mupl
m=
( N − 0, 95 D )
we C
(3.60)
21 H
m m2 m m2 (3.61)
Mupl = fp (max) − 2 fpb + 2 f pb
N 2 N 3
- Menentukan tebal baseplate
39
4.M upl
t= (3.62)
. f y
Perencanaan sambungan baut pada tugas akhir ini mengacu pada SNI 1729:2015 pasal
J.3 secara lengkap dengan persamanan (3.63) sampai (3.70)
• Kekuatan Tarik dan Geser dari Baut dan Bagian-Bagian Berulir
𝑅𝑢 ≤ 𝑅𝑛 (3.63)
𝑅𝑛 = 𝐹𝑛𝐴𝑏 (3.64)
= 0, 75 (DFBK)
• Kombinasi Gaya Tarik dan Geser dalam Sambungan Tipe Tumpuan
𝑅𝑛 = 𝐹′𝑛𝑡𝐴𝑏 (3.65)
𝐹𝑛𝑡
𝐹 ′ 𝑛𝑡 = 1,3 𝐹𝑛𝑡 − 𝑓𝑟𝑣 ≤ 𝐹𝑛𝑡 (3.66)
𝐹𝑛𝑣
Dimana:
Fnt = Tegangan tarik nominal dari Tabel J3.2
Fnv = Tegangan geser dari tabel J3.2
Frv = Tegangan geser yang diperlukan menggunakan kombinasi DFBK
• Baut Kekuatan Tinggi dalam Sambungan Kritis Slip
(3.67)
𝑅𝑛 = 𝜇 𝐷𝑢 ℎ𝑓 𝑇𝑏 𝑛𝑠
- Untuk lubang ukuran standar dan lubang slot pendek yang tegak lurus terhadap arah dari
beban, = 10
- Untuk lubang ukuran berlebih dan lubang slot pendek yang paralel terhadap arah dari beban,
= 0,85
- Untuk lubang slot panjang, = 0,70
Dimana:
μ = Koefisien slip rata-rata untuk permukaan kelas A atau B yang sesuai atau seperti yang
ditetapkan oleh pengujian
Du = 1,13; suatu pengali yang mencerminkan rasio dari rata-rata pratarik baut terpasang
terhadap pratarik baut minimum yang diisyaratkan. Penggunaan dari nilai-nilai
lainnya dapat disetujui oleh insinyur yang memiliki izin bekerja sebagai perencana.
Tb = Gaya tarik minimum sarana penyambung yang diberikan Tabel J3.1, kips atau J3.1M,
kN.
hf = Faktor pengisi, ditentukan sebagai berikut:
41
▪ Bila tidak ada pengisi atau dimana baut telah ditambahkan untuk mendistribusikan
beban pada pengisi, hf = 1
▪ Bila baut-baut tidak ditambahkan untuk mendistribusikan beban pada pengisi:
▪ Untuk satu pengisi antara bagian-bagian tersambung, hf = 1
▪ Untuk dua atau lebih pengisi antara bagian-bagian tersambung, hf = 0,85
Ns = Jumlah bidang slip yang diperlukan untuk mengizinkan sambungan dengan slip.
Dimana:
Bila tegangan tarik adalah merata, Ubs = 1; bila tegangan tarik tidak merata, Ubs = 0,5.
Berdasarkan SNI 1729:2015 pasal J2, suatu las yang memikul beban terfaktor harus ditentukan
menurut keadaan batas dari keruntuhan tarik dan keruntuhan geser dan kekuatan logam las.
Keterangan :
FnBM = tegangan nominal dari logam dasar (MPa)
FnW = tegangan nominal dari logam las (MPa)
ABM = luas penampang logam dasar (mm2)
42
Awe = luas efektif las (mm2)
Keterangan :
Rnwi = kekuatan nominal total dari las sudut yang dibebani longitudinal
Rnwt = kekuatan nominal total dari las sudut yang dibebani transversal
43
5. Design of the tie rod, wales & anchor block
Turap (sheet pile) yang digunakan dalam perencanaan basement ini adalah Corrugated
Concrete Sheet Pile (CCSP). Perhitungan kekuatan bahan CCSP ini berdasarkan brosur dari
CPC Sheet Piles WIKA CLT yang tercantum dalam lampiran. Sedangkan profil dari turap itu
sendiri seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.13 berikut.
Pondasi umumnya berlaku sebagai elemen struktur pendukung bangunan yang terbawah
dan berfungsi sebagai elemen terakhir yang meneruskan beban ke tanah. Dalam perancangan
pondasi digunakan pondasi tiang pancang berdasarkan data tanah untuk perencanaan daya
44
dukung yang didapat dari hasil SPT (Standart Penetration Test). Hasil daya dukung dipakai
sebagai daya dukung izin tiang. Perhitungan daya dukung tanah dapat ditinjau dari dua keadaan,
yaitu:
1. Daya dukung tiang pancang tunggal yang berdiri sendiri
2. Daya dukung tiang pancang dalam kelompok
Adapun langkah-langkah perencanaan pondasi tersebut sebagai berikut:
QL = QP + QS (3.80)
Keterangan:
QL= Daya dukung tanah maksimum pada pondasi
QP= Daya dukung pada dasar pondasi
QS= Daya dukung akibat lekatan lateral
QP = qP x AP = ( ŇP x K ) x AP (3.81)
Keterangan:
ŇP = Harga rata-rata SPT disekitar 4B atas hingga 4B bawah dasar tiang pondasi
(B = diameter pondasi)
K = Koefisien karakteristik tanah:
• 12 t/m2, untuk lempung
• 20 t/m2, untuk lanau berlempung
• 25 t/m2, untuk lanau berpasir
• 40 t/m2, untuk pasir
AP = Luas penampang dasar tiang
qP = Tegangan diujung tiang
= base coefficient
QS = x qS x AS = ( ŇS/3 + 1 ) x AS (3.82)
Keterangan:
qS = Tegangan akibat lekatan lateral dalam t/m2
ŇS = Harga rata-rata sepanjang tiang yang tertanam, denganbatasan : 3 < N < 50
AP = luas selimut tiang
= shaft coefficient
45
1. Driven Pile 1 1 1 1 1 1
2. Bored Pile 0,85 0,80 0,60 0,65 0,50 0,50
3. Injected Pile 1 3 1 3 1 3
Keterangan:
n = jumlah tiang dalam grup
Ce = koefisien efisiensi
QL (group) = daya dukung tiang pancang kelompok
QL (1 tiang ) = daya dukung 1 tiang pancang
Keterangan:
Ø = diameter tiang pondasi
S = jarak as ke as antar tiang dalam group
m = jumlah baris tiang dalam group
n = jumlah kolom tiang dalam group
Ce = 0,9 – 1,0 (untuk jarak antar tiang pancang > 3 )
Bila di atas tiang-tiang dalam kelompok yang disatukan oleh sebuah kepala tiang (poer) bekerja
beban-beban vertikal (V), horizontal (H), dan momen (M), maka besarnya beban vertikal
ekivalen (Pv) yang bekerja pada sebuah tiang adalah:
V M y xmax M y
Pv = x max (3.85)
2 2
n x y
Keterangan :
Pv = Beban vertikal ekivalen
V = Beban vertikal dari kolom
N = Banyaknya tiang dalam group
Mx = Momen terhadap sumbu x
My = Momen terhadap sumbu y
xmax = Absis terjauh terhadap titik berat kelompok tiang
ymax = Ordinat terjauh terhadap titik berat kelompok tiang
x 2
= Jumlah dari kuadrat absis tiap tiang terhadap garis netral group
46
y 2
= Jumlah dari kuadrat ordinat tiap tiang terhadap garis netral group
2 1
𝑉𝑐 = (1 + 𝛽𝑐) . 6 . √𝑓′𝑐 . 𝑏𝑜 . 𝑑 (3.86)
1
𝑐 = √𝑓′𝑐 . 𝑏𝑜 . 𝑑 (3.87)
3
Keterangan:
𝛽𝑐 = rasio dari sisi panjang terhadap sisi pendek kolom
𝑏𝑜 = keliling dari penampang kritis
= 4 . (0,5 . d + b kolom + 0,5 . d)
Untuk memenuhi syarat akan kebutuhan tebal poer dapat dirumuskan sebagai persamaan (3.88)
berikut
Vc Vu (3.88)
Keterangan:
= 0,75
Vc = Kuat geser pons beton
Vu = Gaya geser akibat kolom
47
𝜌𝑚𝑖𝑛 = 0.0018 (untuk fy selain 240mpa) (3.90)
fy
m= (3.91)
0,85 f ' c
Mn
Rn = (3.92)
bd 2
1 2.m.Rn
perlu = 1 − 1 − (3.93)
m fy
As = .b.d (3.94)
48
JADWAL KEGIATAN
Minggu ke-
Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Preliminary Design
Pembebanan
Permodelan Struktur
Perencanaan Sambungan
Penulisan Laporan
49
DAFTAR PUSTAKA
Agus, & Gushendra, R. (2015). Perbandingan Analisa Struktur Model Portal Open Frame
, Bresing Dan Dinding Geser Pada Struktur Gedung Beton. (January).
Amalia, A. R., Suswanto, B., Kristijanto, H., & Irawan, D. (2018). Numerical Study on the
Behaviour of Reduced Beam Section Presence in Rectangular Concrete Filled Tubes
Connection. Journal of Physics: Conference Series, 953(1).
https://doi.org/10.1088/1742-6596/953/1/012006
Andreas. (2013). Studi Eksperimental Balok Komposit Baja Ringan Dengan Balok Beton
Bertulang. Universitas Indonesia.
Anju, T., & Smitha, K. K. (2016). Finite Element Analysis of Composite Beam with Shear
Connectors. Procedia Technology, 24, 179–187.
https://doi.org/10.1016/j.protcy.2016.05.025
Anwar, N., Najam, F., & Assessment, S. (2018). Composite Concrete Steel Constructions in
Tall Buildings by. (June).
Ayu Hapsari, R. N., Nurhuda, I., & Nuroji, N. (2019). Pengaruh Panjang dan Diameter Stud
terhadap Keruntuhan Geser Struktur Komposit Baja-Beton. Media Komunikasi Teknik
Sipil, 24(2), 96. https://doi.org/10.14710/mkts.v24i2.16998
Badan Pusat Statistik Kota Surabaya. (2018). Kota Surabaya Dalam Angka 2018.
Casita, C. B., & Suswanto, B. (2018). Studi Perilaku Pada Sambungan Rectangular Concrete
Filled Tubes (Rcft) Dengan Metode Finite Element. Journal of Civil Engineering, 32(1),
19. https://doi.org/10.12962/j20861206.v32i1.4505
Das, Braja M., Endah, N., Mochtar, Indrasurya B. (1993). Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip
Rekayasa Geoteknis Jilid 2.
Dewobroto, W., Hidayat, L., Widjajakusuma, J., & Kelvin. (2016). Studi Karakteristik Baut
Mutu Tinggi ( A325 dan Grade 8 . 8 ) Terhadap Tarik dan Pengaruhnya pada
Perencanaan Sambungan Studi Karakteristik Baut Mutu Tinggi ( A325 dan Grade
8 . 8 ) Terhadap Tarik dan Pengaruhnya pada Perencanaan Sambungan. (August).
Du, Y., Chen, Z., Richard Liew, J. Y., & Xiong, M. X. (2017). Rectangular concrete-filled steel
tubular beam-columns using high-strength steel: Experiments and design. Journal of
Constructional Steel Research, 131 (April), 1–18.
https://doi.org/10.1016/j.jcsr.2016.12.016
50
Fauzi, M. Z., Wahyuni, E., & Suswanto, B. (2018). Modifikasi Perencanaan Struktur Gedung
Apartemen Brooklyn Alam Sutera menggunakan Struktur Komposit Baja-Beton dengan
Sistem Rangka Berpengaku Eksentris. Jurnal Teknik ITS, 7(1).
https://doi.org/10.12962/j23373539.v7i1.29171
Godavarthi, V. R., Mallavalli, D., Peddi, R., Katragadda, N., & Mulpuru, P. (2011). Contiguous
pile wall as a deep excavation supporting system. Leonardo Electronic Journal of
Practices and Technologies, 10(19), 144–160.
Hakam, A. (2008). Rekayasa Pondasi Untuk Mahasiswa dan Praktisi. (April 2008).
Hertiany, I. R., Asyifa, A., Studi, P., & Sipil, T. (2014). Perencanaan konstruksi sheet pile
wall sebagai alternatif pengganti gravity wall. X(1), 53–65.
Kashefizadeh, M. H., Koocheh, M. A., & Amiri, B. (2018). Steel Plate Shear Wall with
Different Infill Steel Plates Steel Plate Shear Wall with Different Infill Steel Plates.
McCormac, Jack C., Brown Russell H. (2014). Design of Reinforced Concrete 9th Edition.
Muharam, A. F., Wahyuni, E., & Iranata, D. (2018). Modifikasi Perencanaan Struktur
Apartemen One East Residence Surabaya dengan Struktur Komposit Baja Beton dan Base
Isolator: High Damping Rubber Bearing. Jurnal Teknik ITS, 6(2).
https://doi.org/10.12962/j23373539.v6i2.25114
Mulyono,Tri. (2015). Teknologi Beton: Dari Teori ke Praktek. Jakarta: LPP Press.
Park, R., & Paulay, T. (1974). Reinforced Concrete Structures. University of Canterbury,
Christchruch, New Zealand.
Patidar, A. K. (2012). Behaviour of Concrete Filled Rectangular Steel Tube Column. IOSR
Journal of Mechanical and Civil Engineering, 4(2), 46–52.
https://doi.org/10.9790/1684-0424652
Pramono, H. S., Sutrisno, W., Yasin, I., & Belakang, L. (2018). Analisis Sambungan Baut
51
Pada Titik Buhul Jembatan Rangka Baja Menggunakan Metode Elemen Hingga. 52–
63.
Rivai, Feisal R. (2018). Modifikasi Perencanaan Gedung Marigold Nafa Park BSD
Menggunakan Struktur Baja Komposit Dengan Eccentrically Braced Frame. Institut
Teknologi Sepuluh Nopember.
Salmon, C. G., Johnson, J. E., & E., I. W. M. S. C. (1997). Struktur Baja Desain dan Perilaku
Jilid 1.
Salmon, C. G., Johnson, J. E., & Malhas, F. A. (2009). Steel Structures Design and Behavior
5th Edition.
Simanjuntak, J. B., Wibowo, A., Wijaya, M. N., Daktilitas Dan Kekakuan Dinding Geser
Dengan Pembebanan Siklik ( Quasi-Statis ) kedepannya pembangunan di Indonesia
dapat mengedepankan keamanan struktur.
SNI, 1726:2012. (2012). Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur
Bangunan Gedung dan Non Gedung (SNI 1726:2012). Sni 1726:2012, 149.
SNI, 1727:2013. (2013). Beban minimum untuk perancangan bangunan gedung dan
struktur lain. Bandung: Badan Standardisasi Indonesia, 196. Retrieved from
www.bsn.go.id
SNI, 1729:2015. (2015). Spesifikasi Untuk Bangunan Gedung Baja Struktural. Bandung:
Badan Standardisasi Indonesia.
SNI, 2847:2013. (2013). Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung. Bandung:
Badan Standardisasi Indonesia, 1–265.
Syafi’I, Daor. (2017). Desain Modifikasi Struktur Gedung Apartemen Ragom Gawi
Bandar Lampung Menggunakan Sistem Komposit Baja Beton. Institut Teknologi
Sepuluh Nopember.
Yuliana, Y., Iranata, D., & Wahyuni, E. (2017). Modifikasi Perencanaan Struktur Gedung
Tower C Apartemen Aspen Admiralty Jakarta Selatan Dengan Menggunakan Baja-Beton
Komposit. Jurnal Teknik ITS, 6(2). https://doi.org/10.12962/j23373539.v6i2.25831
52
LAMPIRAN
53