KEPERAWATAN HIV/AIDS
PENYUSUN
Ns. Suratini, M.Kep.,Sp.Kep.Kom
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur
kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nyalah penulis dapat me- nyelesaikan pembuatan
panduan Praktikum Keperawatan HIV/AIDS. Tujuan
penyusunan buku ini adalah memberikan panduan
mahasiswa dalam menerapkan intervensi yang sering
ditemui dalam memberikan asuhan keperawatan pada
pasien HIV/AIDS.
Panduan praktikum ini diberikan pada mahasiswa
Program Studi Ilmu Keperawatan semester III Anvulen
intervensi yang dan ketrampilan-ket- rampilan yang sering
digunakan ketika melakukan interaksi dengan pasein
HIV/AIDS. Praktikum di laboratorium akan dilanjutkan
dengan prak- tikum kepada keluarga dengan
mempraktikkan yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, implementasi, evaluasi dan dokumentasi.
Pada praktikum keperawatan keluarga ini, lebih mem-
fokuskan kepada bagaimana mahasiswa menggunakan
kemampuan asuhankeperawatan keluarga dengan
menggunakan tahapan proses keperawatan sesuai dengan
masalah yang muncul pada pasien HIV/AIDS.
Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang
telah mem- bantu dalam penyusunan panduan praktikum
keperawatan HIV/AIDS. Semoga buku panduan ini dapat
meningkatkan kualitas proses pem- belajaran keperawatan
HIV/AIDS dan mendukung tercapainya kompe- tensi mata
kuliah keperawatan HIV/AIDS.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa panduan ini
masih jauh dari sempurna, untuk itu diperlukan saran dan kritik
yang bersifat membangun untuk perbaikan penyusunan yang
akan datang.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Penulis
DAFTAR ISI
Visi:
Menjadi Program Studi Ners Unggul dalam bidang paliatif care
tingkat regional pada tahun 2021
Misi:
(1) Menyelenggarakan Pendidikan, penelitian dan pengabdian
masyarakat bidang keperawatan yang berbasis nilai-nilai
islam untuk mencerdasakan kehidupan bangsa
(2) Mengembangkan sumberdaya manusia dalam bidang
kesehatan yang berakhlak mulia, berilmu pengetetahuan,
menguasai tehnologi, profesional dan berjiwa entrepreneur
yang menjadi kekuatan penggerak dalam menghadapi
tuntutan zaman
(3) Mengembangkan pemikiran islam berkemajuan yang
berkemajuan dan berwawasan kesehatan.
(4) Menyelenggarakan tata kelola Program Studi Ners yang
baik, amanah dan berkelanjutan
(5) Mengembangkan jejaring dengan institusi di dalam maupun
diluar negeri
BAB I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mata kuliah ini mempelajari tentang trend issue dan perilaku yang
berisiko tertular/menularkan HIV AIDS (termasuk pengguna
NAPZA), pengkajian bio, psiko, sosial spiritual dan kultural,
pemeriksaan fisik dan diagnostik, tanda dan gejala, dan
penatalaksanaan pasien dengan HIV/AIDS, prinsip hidup klien
dengan ODHA, family centered pada ODHA dan stigma pada
ODHA, prinsip komunikasi konseling pada klien dengan HIV/AIDS,
konseling pada klien dengan HIV/AIDS, prinsip perawatan pada
bayi dan anak penderita HIV /AIDS atau dengan orang tua
HIV/AIDS.
Ayat Alquran Berkaitan dengan keperawatan
Al Quran Surat at Tahrim ayat 6:
Arti: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan ke-
luargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia
dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan
tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya ke-
pada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
QS. At Tahriim 66:6.
Al Quran Surat Al Anfal Ayat 28
C. Tata tertib
1. Mahasiswa hadir 10 menit sebelum praktikum dimulai mem-
persiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Mahasiswa wajib mengenakan baju praktikum, berpakaian
rapi, tidak ketat dan tidak memakai kaos oblong
3. Mahasiswa wajib mengikuti seluruh materi praktikum, absensi
100 %.
4. Bagi mahasiswa yang tidak bisa mengikuti praktikum sesuai
jadwal diharapkan menghubungi koordinator mata kuliah/
dosen pengampu sebelum pelaksanaan kegiatan praktikum
dengan membawa surat ijin.
5. Jika mahasiswa tidak bisa hadir pada jadwal praktikum kelom-
poknya, mahasiswa dapat menukar waktu dengan meng-
ikuti jadwal kelompok lain yang belum mengikuti praktikum
dengan materi yang telah ditinggalkan.
6. Mahasiswa wajib melakukan praktikum mandiri sebelum ujian
dilakukan.
E. Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi berupa ujian ketrampilan (skill) yang telah dipelajari
saat praktikum dengan nilai minimal dinyatakan lulus adalah 75.
Jika nilai yang diperoleh mahasiswa kurang dari 75 maka akan
dilakukan inhal.
MATERI PRAKTIKUM HIV/AIDS
1. Pengertian
VCT atau Voluntary Counseling and Testing atau konseling dan test
sukarela adalah kegiatan konseling bersifat sukarela dan rahasia,
yang dilakukan oleh seorang konselor VCT yang terlatih, yang
dilakukan sebelum dan sesudah test darah untuk HIV di laboratorium.
Tes HIV dilakukan setelah klien terlebih dulu menandatangani inform
consent (surat persetujuan tindakan). Jadi,VCT atau Voluntary
Counseling and Testing adalah tes HIV yang dilakukan secara
sukarela. Karena pada prinsipnya tes HIV tidak boleh dilakukan
dengan paksaan atau tanpa sepengetahuan orang yang
bersangkutan.
2. Tempat
VCT bisa didapat di tempat layanan kesehatan atau klinik yang
menyediakan layanan VCT, puskesmas, dan Rumah Sakit.
3. Pelaksana
VCT tidak hanya diperuntukkan bagi penderita HIV saja tapi semua
manusia bisa mendapatkan layanan VCT. Jadi VCT diperuntukkan
untuk :
Dan jika klien mau melakukan tes HIV, konselor akan memberikan
informed consent atau izin/persetujuan/pernyataan dari klien untuk
melakukan tes HIV, di surat pernyataan ini klien menyatakan bahwa
klien yang bersangkutan telah menerima informasi yang berhubungan
dengan tes VCT ini dan telah menjalani penilaian risiko klinis (seperti
yang telah dijelaskan diatas). Klien juga menyatakan kalau dirinya
bersedia untuk dilakuan tes HIV.
Pada saat melakukan tes HIV, darah kita akan diambil secukupnya.
Dan pemeriksaan darah ini bisa memakan waktu antara setengah jam
sampai satu minggu tergantung jenis tes HIV yang dipakai – Biasanya
klien disuruh pulang dan kembali lagi mengambil hasil tes beberapa
hari setelahnya.
Kalau klien berubah pikiran dan tidak mau ngambil hasil tes terserah
dan tidak masalah yang penting sebagai konselor, telah melakukan
sesuai standart kerja. Tapi kalau klien memutuskan untuk mengambil
hasil tes, klien akan menjalani tahapan post konseling.
Hasil Positif
Kalau hasil tes positif, klien bebas untuk mendiskusikan perasaannya
dengan konselor. Konselor juga akan menginformasikan fasilitas
untuk tindak lanjut dan dukungan. Misalnya, jika klien membutuhkan
terapi ARV ataupun dukungan dari kelompok orang-orang senasib
sebaya. Selain itu, konselor juga akan memberikan informasi tentang
cara hidup sehat dan bagaimana cara agar tidak menularkan ke orang
lain.
PENTING
Hasil tes HIV adalah rahasia yang seharusnya hanya diketahui oleh
konselor dan klien saja. Klien dapat menuntut apabila ternyata hasil
HIV bocor ke orang lain yang tidak berwenang. Kalaupun klien dirujuk
dan artinya informasi tentang status HIV klien harus diberitahukan ke
orang lain, harus dengan persetujuan klien
Proses VCT yang benar memegang teguh privacy dan juga
memastikan kalau klien melakukan VCT dengan sukarela. Kalau anda
dipaksa untuk melakukan tes HIV tanpa konseling, jangan mau. Anda
dapat menuntut pihak yang memaksa anda untuk melakukan tes VCT
B. PROVIDER INISIATIF KONSELING DAN TESTING
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
3. Sasaran
lingkup dari pedoman adalah penerapan konseling dan testing hiV atas
prakarsa petugas kesehatan dengan menekankan pemeriksaan
kesehatan terkait dengan infeksi oportunistik dan merujuk pada
pelayanan berkelanjutan.
Petugas kesehatan yang dimaksud dalam buku ini adalah dokter yang
merawat, perawat yang diberi wewenang oleh dokter yang
bersangkutan serta bidan.
5. Terminologi
Voluntary Counseling and Testing, atau VCT atau Konseling dan tes‐HIV
secara sukarela KTS (atau disebut juga sebagai Client‐initiated HIV testing
and counseling) adalah layanan konseling dan tes hiV yang dibutuhkan oleh
klien secara aktif dan individual. Pada Kts ini biasanya menekankan
pengkajian dan penanganan faktor risiko dari klien oleh konselor, membahas
masalah keinginan untuk menjalani tes hiV dan implikasinya serta
pengembangan strategi untuk mengurangi faktor risiko. Kts dilaksanakan
dalam berbagai macam tatanan layanan, yang salah satunya adalah di sarana
layanan kesehatan, klinik Kts mandiri di luar sarana layanan kesehatan,
layanan Kts yang diberikan secara bergerak atau mobile Kts, di masyarakat
atau bahkan di rumah
Provider‐initiated HIV testing and counselling (PITC) adalah suatu tes hiV dan
konseling yang diprakarsai oleh petugas kesehatan kepada pengunjung sarana
layanan kesehatan sebagai bagian dari standar pelayanan medis. tujuan
utamanya adalah untuk membuat keputusan klinis dan/atau menentukan
pelayanan medis khusus yang tidak mungkin dilaksanakan tanpa mengetahui
status hiV seseorang seperti misalnya arti. apabila seseorang yang datang ke
sarana layanan kesehatan menunjukkan adanya gejala yang mengarah ke hiV
maka tanggung jawab dasar dari petugas kesehatan adalah menawarkan tes
dan konseling hiV kepada pasien tersebut sebagai bagian dari tatalakasana
klinis. sebagai contoh petugas kesehatan memprakarsai tes dan konseling hiV
kepada pasien tB dan pasien suspek tB, pasien ims, pasien gizi buruk, pasien
dengan gejala atau tanda io lainnya.
PITC juga bertujuan untuk mengidentifikasi infeksi HIV yang tidak nampak
pada pasien dan pengunjung sarana layanan kesehatan. Oleh karenannya
kadang‐kadang tes dan konseling hiV juga ditawarkan kepada pasien dengan
gejala yang mungkin tidak terkait dengan hiV sekalipun. Pasien tersebut dapat
mendapatkan manfaat dari pengetahuan tentang status hiV positifnya guna
mendapatkan layanan pencegahan dan terapi yang diperlukan secara lebih
dini. Dalam hal ini tes dan konseling hiV ditawarkan kepada semua pasien yang
berkunjung ke sarana layanan kesehatan selama brinteraksi dengan petugas
kesehatan. seperti halnya Kts, PITC pun harus mengedepankan “three C’ –
informed consent,counselling and confidentiality atau suka rela, konseling dan
konfidensial. Option‐in adalah pilihan pasien untuk menyatakan
persetujuannya secara jelas atas
pelaksanaan tes HIV setelah menerima informasi pra‐tes. Informed consent
yang diberikan dalam hal tersebut analog dengan yang dipersyaratkan pada
tindakan khusus seperti pemeriksaan atau tindakan klinis invasif.
untuk mengatasi kendala dalam hal sumber daya maka perlu pentahapan dalam
penerapan PITC. hal berikut perlu dipertimbangkan untuk menentukan urutan
prioritas penerapan PITC:
Di daerah dengan tingkat epidemi rendah atau terkonsentrasi tidak semua pasien
ditawari tes dan konseling hiV, karena pada umumnya orang berisiko rendah
untuk tertular hiV. Di daerah tersebut prioritas ditujukan hanya pada semua
pasien dewasa atau anak yang berobat di sarana kesehatan dengan
menunjukkan gejala atau tanda klinis yang mengindikasikan aiDs, termasuk
tuberkulosis dan pada pasien anak yang diketahui terlahir dari ibu HIV‐positif.
Bila tersedia data yang menunjukkan bahwa prevalensi hiV pada pasien tB
sangat rendah, maka tawaran tes‐HIV dan konseling pada pasien TB pun bukan
merupakan prioritas.
1. Klinik IMS
2. Layanan kesehatan bagi masyarakat dengan perilaku berisiko
3. Layanan KIA
4. Layanan TB
LINGKUNGAN YANG KONDUSIF
PITC harus disertai dengan penyediaan paket layanan yang terkait dengan hiV
seperti layanan pencegahan, pengobatan, perawatan dan dukungan. meskipun
tidak semua layanan harus tersedia di satu tempat yang sama dengan tempat
dilaksanakannya tes‐HIV, namun setidaknya ada sarana kesehatan untuk hiV
yang terjangkau dan siap menerima rujukan dengan penyediaan terapi
antiretroviral (art) bagi yang sudah memerlukannya.
sesuai dengan kondisi setempat, informasi prates dapat diberikan secara individual,
pasangan atau kelompok. Persetujuan untuk menjalani tes hiV (informed consent)
harus selalu diberikan secara individual, pribadi dengan kesaksian petugas
kesehatan.
Pada umumnya dengan komunikasi verbal sudah cukup memadai untuk memberikan
informasi dan mendapatkan informed‐consent untuk melaksanakan tes‐HIV.
ada beberapa kelompok masyarakat yang lebih rentan terhadap dampak buruk
seperti diskriminasi, pengucilan, tindak kekerasan, atau penahanan. Dalam hal
tersebut maka perlu diberi informasi lebih dari yang minimal di atas, untuk
meyakinkan informed‐consent nya.
Informasi pra‐tes bagi perempuan yang kemungkinan akan hamil atau dalam
kondisi
hamil harus meliputi:
Perlu ada pertimbangan khusus bagi anak dan remaja di bawah umur secara
hukum (pada umumnya <18 tahun). Sebagai individu di bawah umur yang belum
punya hak untuk membuat/memberikan informed‐consent, mereka punya hak
untuk terlibat dalam semua keputusan yang menyangku kehidupannya dan
mengemukakan pandangannya sesuai tingkat perkembangan umurnya. Dalam
hal ini diperlukan informed‐consent dari orang tua atau wali/pengampu.
Pasien yang mengalami kondisi kritis atau tidak sadarkan diri, tentu tidak
mampu untuk memberikan persetujuan secara pribadi. Dalam keadaan yang
demikian, maka dipertimbangkan betul manfaat tes hiV dan kepentingan pasien.
apabila tes hiV betul‐betul dibutuhkan atas kepentingan pasien maka persetujuan
dapat dimintakan kepada keluarga semenda (ibu, ayah, anak kandung).
Perlu diingat bahwa tidaklah dapat diterima apabila seorang petugas memprakarsai
untuk tes hiV dan kemudian harus menunda memberikan hasilnya kepada pasien
karena tidak sempat. meskipun pasien mungkin belum siap untuk menerima hasil,
atau menolak untuk menerima hasil tes, petugas kesehatan harus selalu
berusaha dengan berbagai alasan yang tepat dengan cara simpatik untuk
meyakinkan pasien menerima dan memahami arti hasil tes HIV dan menjaga
konfidensialitas.
setelah dapat ditegakkan diagnosis dan terapi, tujuan lain dari konseling ini
adalah perubahan perilaku klien khususnya terkait perilaku berisiko yang dapat
memperburuk kondisi penyakitnya atau penularan hiV/aiDs dan penyakit infeksi
lainnya kepada orang lain. sementara perubahan perilaku sehubungan dengan
risiko penularan kepada orang lain dapat dilaksanakan melalui rujukan kepada
konselor terlatih.
Konseling bagi yang hasilnya negatif, minimal harus meliputi hal sebagai berikut:
a) Rencana persalinan
b) Penggunaan antiretroviral bagi kesehatannya sendiri ketika ada
indikasi, dan untuk pencegahan penularan dari ibu ke anak.
c) Dukungan gizi yang memadai, termasuk pemenuhan kebutuhan zat
besi dan asam folat.
d) Pilihan tentang makanan bayi dan dukungan untuk melaksanakan
pilihannya.
e) Tes‐HIV bagi bayinya kelak dan tindak lanjut yang mungkin diperlukan.
f) Tes‐HIV bagi pasangan.
Rujukan ke Layanan Lain yang Dibutuhkan
Anjuran untuk melakukan tes‐HIV ulang sangat tergantung pada perilaku berisiko
yang masih terus berlangsung pada pasien. Tes‐HIV ulang setiap 6‐12 bulan
mungkin akan bermanfaat bagi individu berisiko tinggi untuk mendapat pajanan hiV.
Perempuan dengan HIV negatif sebaiknya di tes ulang sedini mungkin pada
setiap kehamilan baru. Tes‐HIV ulangan pada usia kehamilan lanjut sangat
dianjurkan pada semua perempuan hamil dengan hiV negatif di daerah dengan
tingkat epidemi meluas.
TEKNIK TES-HIV
Pada sarana kesehatan dengan sarana laboratorium terbatas sebaiknya
menggunakan tes cepat hiV pada PITC. Tes‐HIV dengan metode tes cepat
sangat layak dilakukan dan memungkinkan untuk mendapatkan hasil secara
cepat serta meningkatkan jumlah orang yang mengambil hasil, meningkatkan
kepercayaan akan hasilnya serta terhindar dari kesalahan pencatatan atau
tertukarnya hasil antar pasien. tes cepat hiV dapat dilakukan di luar sarana
laboratorium, tidak memerlukan peralatan khusus dan dapat dilaksanakan di
sarana kesehatan primer.
tes elisa mungkin lebih layak dilakukan di sarana kesehatan dengan sarana
laboratorium yang lengkap dan tenaga yang terlatih dengan jumlah pasien yang
lebih banyak dan tidak perlu hasil tes segera (misalnya untuk pasien rawat inap di
rumah sakit) dan laboratorium rujukan.
Pemilihan antara menggunakan tes cepat hiV atau tes elisa bagi PITC harus
dipertimbangkan faktor tatanan tempat pelaksanaan tes hiV; biaya dan
ketersediaan perangkat tes, reagen dan peralatan; pengambilan sampel,
transportasi serta kesediaan pasien untuk kembali mengambil hasil.
Dalam melaksakan tes hiV, perlu merujuk pada alur pemeriksaan sesuai dengan
pedoman nasional yang berlaku. Pada tes hiV dengan metode elisa hampir
selalu menggunakan alur serial sedang pada tes cepat dapat dengan cara serial
maupun parallel.
Tes HIV secara serial adalah apabila tes yang pertama memberi hasil non‐
reaktif atau negatif, maka tes antibodi akan dilaporkan negatif. apabila hasil tes
pertama menunjukkan reaktif, maka perlu dilakukan tes hiV kedua dengan
menggunakan antigen dan/atau dasar pemeriksaan yang berbeda dari yang
pertama. Perangkat tes yang persis sama namun dijual dengan nama yang
berbeda tidak boleh digunakan untuk kombinasi tersebut. hasil tes kedua yang
menunjukkan reaktif kembali maka di daerah atau di kelompok populasi dengan
prevalensi hiV 5% atau lebih dapat dianggap sebagai hasil yang positif. Di
daerah atau kelompok prevalensi rendah yang cenderung memberikan hasi
positif palsu, maka perlu dilanjutkan dengan tes hiV ketiga. Who, unaiDs dan
dalam Pedoman nasional dianjurkan untuk selalu menggunakan alur serial tersebut
karena lebih murah dan tes kedua hanya diperlukan bila tes pertama memberi
hasil reaktif saja.
Tes HIV secara parallel lebih dianjurkan ketika menggunakan sampel darah
perifer atau dengan tusukan ujung jari daripada dengan darah vena. Dua tes hiV
dilaksanakan secara bersamaan dengan menggunakan antigen dan/atau dasar
pemeriksaan yang berbeda. Bila keduanya memberikan hasil non‐reaktif atau
reaktif maka dapat dilaporkan sebagai
negatif atau positif. Pada hasil yang berbeda (serial ataupun parallel), yaitu
salah satu reaktif dan yang lain nonreaktif maka disebut diskordan dan perlu
dirujuk kepada ahli di laboratorium rujukan.
Dalam melakukan tes hiV dari kedua alur tersebut direkomendasikan untuk
menggunakan reagen tes hiV sbb:
Kombinasi tes hiV tersebut perlu dievaluasi secara nasional sebelum digunakan
secara luas.
tes virologi yang lebih canggih dan mahal hanya dianjurkan untuk diagnosis
anak umur kurang dari 18 bulan dan perempuan HIV‐positif yang merencanakan
kehamilan. Tes‐HIV untuk anak umur kurang dari 18 bulan dari ibu HIV‐positif
tidak dibenarkan dengan tes antibodi, karena akan memberikan hasil positif
palsu.
PERTIMBANGAN PROGRAM
Pertimbangan untuk menerapkan PITC sangat tergantung dari penilaian
keadaan epidemiologi hiV dan infeksi oportunistik. Perlu dipastikan ketersediaan
infrastruktur yang terdiri dari sumber dana, sumber daya manusia, ketersediaan
layanan standar bagi pencegahan, pengobatan, perawatan dan dukungan.
Ketersediaan kerangka kerja sosial, kebijakan dan peraturan untuk mencegah
dampak buruk hiV, seperti diskriminasi, stigma, dan tindak kekerasan termasuk
bagian yang perlu dipertimbangkan. sebelum menerapkan PITC perlu
mempersiapkan kondisi tersebut di atas. Penerapan di daerah memerlukan
perencanaan strategis yang melibatkan semua pemangku kepentingan yang ada,
termasuk kelompok sosial dan oDha setempat.
MONITORING DANEVALUASI
monitoring dan evaluasi sangat esensial pada pelaksanaan PITC. monev
nasional bagi PITC
harus memungkinkan para pengelola program untuk:
mutu layanan testing dan konseling diatur melalui beberapa peraturan antara
lain:
Perlindungan SDM:
tenaga kesehatan yang melakukan konseling dan testing hiV di sarana layanan
kesehatan dilindungi melalui uu Praktek Kedokteran dan prosedur standar
layanan kesehatan setempat serta manual rekam medis tahun 2006 dari Konsil
Kedokteran Indonesia (KKI) serta Undang‐Undang Republik Indonesia Nomor
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Mutu Konseling
hiV adalah virus yang merusak sistem kekebalan tubuh. orang yang terinfeksi hiV
mungkin tidak merasa sakit pada awalnya, tetapi perlahanlahan sistem kekebalan
tubuh akan rusak. Dia akan menjadi sakit dan tidak mampu melawan infeksi. sekali
seseorang terinfeksi hiV, dia dapat menularkan virus tersebut ke orang lain.
tes diagnostik sebagai bagian dari proses klinis dalam menentukan diagnosis
pasien. Bila ada gejala yang sesuai dengan infeksi hiV, jelaskan bahwa akan
dilakukan pemeriksaan hiV dalam rangka menegakkan diagnosis.
tes diagnostik hiV sebaiknya ditawarkan seperti tersebut diatas kepada semua
pasien dengan kondisi seperti pada “Pertimbangkan Penyakit terkait – hiV”
(lamPiran 1, halaman 41)
Contoh : “Kami akan mencari penyebab penyakit anda. untuk mendiagnosis dan
mengobati penyakit anda, kami perlu melakukan pemeriksaan infeksi tifoid, tB
dan hiV, kecuali bila anda keberatan.
Contoh lain: ”penyakit anda mungkin terkait dengan hiV, kalau kita tahu, maka
anda akan mendapat pengobatan yang tepat dan obat hiV tersedia gratis di
indonesia dan di sarana ini
Atau dengan kalimat yang sesuai dengan budaya dan penerimaan masyarakat setempat yang
intinya serupa dengan yang terkandung dalam kalimat di atas.
Penawaran tes hiV secara rutin dan konseling berarti menawarkan tes hiV kepada
semua pasien pengunjung layanan medis yang masih aktif secara seksual tanpa
memandang keluhan utamanya.
Contoh : “salah satu kebijakan di layanan kami adalah menawarkan ke setiap
pasien untuk mendapatkan kesempatan menjalani pemeriksaan hiV agar kami
dapat segera memberikan perawatan dan pengobatan selagi anda di sini dan
merujuk untuk tindak lanjut setelah anda pulang, kecuali bila anda keberatan.
v Informasi pra‐tes dapat diberikan oleh seorang dokter, perawat, atau konselor.
informasi dapat disampaikan secara individu atau secara kelompok oleh
tenaga kesehatan.
v Informasi pra‐test sebaiknya terpusat pada tiga komponen di bawah ini:
- Berikan informasi penting hiV/aiDs
- Jelaskan prosedur untuk menjamin konfidensialitas
- yakinkan kesediaan pasien untuk menjalani tes dan mintalah
persetujuan.
Perlu diinformasikan bahwa apabila diperlukan konseling lebih lanjut
maka akan dirujuk.
Bila pasien masih ragu untuk menjalani tes HIV, rujuklah ke sarana KTS
untuk mendapatkan konseling pra‐tes secara lengkap. Sesi konseling
tersebut harus membahas kendala yang dihadapi untuk menjalani tes dan
menawarkannya kembali.
Bila pasien telah siap, maka mintalah persetujuan yang sebaiknya tertulis: “untuk
melakukan tes hiV kami perlukan persetujuan tertulis anda sebagai dasar kami
mengambil tindakan ”
Ingat: pasien berhak untuk menolak menjalani tes hiV karena tes
hiV tidak boleh dipaksakan.
v Bila pasien perlu informasi tambahan, bahas keuntungan dan
pentingnya mengetahui status HIVnya.
Hal yang perlu disampaikan:
• Hasil tes akan membantu tenaga kesehatan untuk membuat diagnosis
yang lebih tepat dan memastikan terapi tindak lanjut secara efektif.
• Bila hasil tes anda negatif, diagnosis HIV dapat disingkirkan dan
memberikan konseling untuk membantu anda agar tetap negatif.
• Bila hasil anda positif, anda akan dibantu untuk melindungi diri dari
reinfeksi dan mencegah pasangan anda terinfeksi
• Anda akan diberi perawatan dan terapi untuk mengendalikan penyakit, di
antaranya:
- profilaksis kotrimoksasol;
- pemeriksaan berkala dan dukungan;
- pengobatan infeksi; dan
- terapi antiretroviral (ART)‐ jelaskan tempat untuk mendapatkan dan
cara penggunaannya. (lihat Buku Bagan Perawatan hiV Kronik)
Jaga privasi.
Jangan terlalu banyak interupsi.
Upayakan pasien senyaman mungkin.
Membuat kesepakatan waktu – lama konseling.
Buat rencana untuk tindak lanjut bila diperlukan
HIVTM
Uni-Gold HIVTM
o tulis nomor spesimen pada lember kerja.
o ambil alat pemeriksaan uni-gold hiV dari bungkus pelindung.
o tulis nomor spesimen pada alat pemeriksaan.
o Kumpulkan seluruh darah dari tusukan jari (lihat dokumen).
o tambahkan dua tetesan darah pada port sampel.
o tambahkan dua tetesan dari reagent pencuci ke port sampel.
o Biarkan selama sepuluh menit agar terjadi reaksi.
o Baca hasilnya pada akhir menit kesepuluh. Jangan baca setelah 20 menit
karena hasilnya tidak lagi stabil.
o interprestasikan hasilnya.
satu garis pada daerah kontrol: hasil negatif Dua garis pada daerah
kontrol dan
satu pada daerah pemeriksaan: hasil positif
Determine HIVTM1/2
o siapkan Kit tes-hiV (lihat halaman sebelumnya).
o ambil darah dari tusukan ujung jari dengan menggunakan tabung kapiler
ber eDta m m
o teteskan darah dari abung kapiler 50μl pada sampel pad (tanda panah).
o tunggu sampai darah terserap dan tambahkan satu tetes chase buffer
pada sampel pad.
o Biarkan selama 15 menit agar terjadi reaksi.
o Baca hasilnya antara 15-16 menit setelah penambahan sampel.
o interprestasikan hasil
satu garis pada daerah kontrol: hasil negatif Dua garis pada daerah
kontrol dan
satu pada daerah pemeriksaan: hasil positif
indicates a positive
result.
INCONCLUSIVE
no line appears in
the control region.
the test, should be
of line developing in
the test region.
negative
Bagan 3.
Bagan Alur Tes Cepat HIV di Layanan Tes dan Konseling HIV
Konseling Prates
tertulis
ya
ulangi tes [A1] dan ya
[A1] & [A2] (+)
[A2]
tidak
tidak
tidak
[A1] (+); dan salah
satu [A2] atau
[A3] (+) ?
ya
tidak
tidak ya ya
1. Pengertian
Manajemen kasus adalah : pelayanan yang mengkaitkan dan
mengkoordinasi bantuan dari berbagai lembaga dan badan penyedia dukungan medis,
psikososial, dan praktis bagi individu-individu yang membutuhkan bantuan itu
2. Tujuan
Tersedianya akses pelayanan & koordinasi:
a. yang mencakup bantuan berbasis masyarakat
b. memungkinkan orang-orang yang mempunyai masalah untuk menjalani
kehidupan secara normal dalam lingkungan alamiah
c. Menyadari bahwa hidup dengan HIV merupakan tantangan biopsikososial dan
spiritual.
d. Karena krisis dapat terjadi dalam seluruh spektrum masa penyakit dan
kemungkinan kebutuhan Odha akan berubah
e. Pencegahan dan pengurangan resiko merupakan komponen pelayanan MK HIV
f. Program terpadu, memperhatikan peningkatan mutu melalui evaluasi hasil
g. Menjaga kerahasiaan Odha
h. Memperhatikan kompetensi budaya
3. Manager Kasus
Profesional yang :
a. Bekerja dan peduli pada program penanggulanganHIV/AIDS
b. Mampu menjaga kerahasiaan Odha
c. mampu bekerja erat dengan tim perawatan kesehatan
d. mampu memfasilitasi Odha pada akses perawatan dandukungan
e. mencakupkan upaya pengurangan resiko dan pendidikan HIV dalam intervensi
yang
4. Fungsi Kegiatan
a. Intake/Penerimaan Awal
b. Asesmen
c. Perencanaan Pelayanan
d. Pengkaitan dan Rujukan
e. Monitoring dan Evaluasi
5. Penerimaan Awal
a. Membangun hubungan kolaboratif dengan klien
b. Pengumpulan informasi
c. Memberi informasi : persyaratan,batas layanan, hak dan tanggungjawab klien
Selama Intake, dilakukan asesmen awal kebutuhan klien untuk :
MANAJEMEN KASUS
PERAWATAN
PENCEGAHAN VCT DUKUNGAN
DAN
PENGOBATAN
Jaringan Manajemen Kasus
Konseling
dan tes HIV
Dukungan Sukarela
Ekonomi
VCT
Dukungan
Pemerintah
LSM
Manajer Tokoh Agama
Tokoh Adat
Kasus Organisasi
masyarakat
POKJA Perawatan
Odha Odha
AIDS di sanggar
Rumah Sakit Perawatan
VCT / Kelompok sendiri/
Dokter Dukungan keluarga
DAFTAR PUSTAKA
1. Flaskerud, JH, Ungvarski, PJ. HIV/AIDS: a guide to nursing care. 3rd ed. WB
Saunders, Philadelphia; 1995.
2. Herdman, T. Heather. Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2012-
2014 .2011
3. Jemmott, JB III, Jemmott, LS. Interventions for adolescents in community
settings. in: DiClemente R, Peterson J (Eds.) Preventing AIDS: theory and
practice of behavioral interventions. Plenum, New York; 1994.
4. Nursing Diagnosis: Definition and Classification North American Nursing
Diagnosis
5. Association. 2010 Paul A. Volberding, , Merle A. Sande, , Joep Lange,
Warner C. Greene, PhD and Joel E. Gallant, Global HIV/AIDS Medicine. WB
Saunders, 2008