Tim Penyusun
Tim Keperawatan Medikal Bedah
Prodi Profesi Ners
VISI
Menjadi institusi pendidikan tinggi kesehatan yang menghasilkan lulusan yang berkarakter, unggul,
professional, dan tanggap terhadap kemajuan IPTEKS berdasarkan Pancasila tahun 2023.
MISI
1. Menyelenggarakan program pendidikan dan pembelajaran yang bermutu modern dan relevan
dengan kebutuhan pembangunan kesehatan baik untuk daerah, nasional dan internasional
sesuai dengan revolusi industri 4.0
2. Menyelenggarakan kegiatan penelitian terapan dan pengkajian IPTEKS kesehatan secara
berkalanjutan dan melakukan publikasi hasil penelitian.
3. Menyelenggarakan pengabdian kepada masyarakat berbasis riset dan melakukan publikasi
kegiatan.
4. Menyelenggarakan pembinaan kemahasiswaan dan alumni agar dapat bekerja dengan
memiliki budi pekerti luhur, aklhlak mulia dan tanggap terhadap lingkungan.
5. Menyelenggarakan pengelolaan dukungan manajemen pendidikan tinggi kesehatan dan
penyediaan sarana dan prasarana secara efisien, efektif, akuntabel dan transparan.
6. Menyelenggarakan kegiatan kerjasama baik dalam negeri maupun luar negeri dan penjamin
mutu pendidikan tinggi.
VISI, MISI DAN TUJUAN PRODI PROFESI NERS KEPERAWATAN PALU
VISI
Menghasilkan lulusan Ners yang professional, berkarakter di tingkat regional, Nasional, dengan
keunggulan kegawatdaruratan Masyarakat Pesisir Pantai berdasarkan Pancasila tahun 2024.
MISI
1. Menyelenggarakan pendidikan keperawatan yang berkualitas dan mampu menghasilkan
lulusan Ners yang professional (bidang kegawatdaruratan masyarakat pesisir pantai) dan
berkarakter (memiliki prinsip etik keperawatan) yang relevan dengan tantangan
perkembangan keperawatan regional dan nasional
2. Melaksanakan dan mengembangkan penelitian keperawatan dengan keunggulan
kegawatdaruratan masyarakat pesisir pantai yang dapat meningkatkan mutu penyelenggaraan
pendidikan dan pelayanan keperawatan kepada masyarakat yang relevan dengan tantangan
perkembangan keperawatan regional dan nasional.
3. Melaksanakan pengabdian kepada masyarakat dengan melibatkan peran mahasiswa, institusi,
dan masyarakat serta mengembangkan sistem pelayanan keperawatan professional terpadu di
masyarakat.
4. Menjalin kerja sama regional dan nasional untuk memfasilitasi pelaksanaan Tri Dharma
Perguruan Tinggi yang mendukung pengembangan Program studi.
TUJUAN
Tujuan Program Studi Profesi Ners mengacu pada tujuan Poltekkes Kemenkes Palu. Tujuan Program
Studi Profesi Ners adalah sebagai berikut :
1. Menghasilkan lulusan Profesi Ners yang professional (bidang kegawatdaruratan masyarakat
pesisir pantai) dan berkarakter (memiliki prinsip etik keperawatan) yang relevan dengan
tantangan perkembangan keperawatan regional dan nasional.
2. Meningkatkan penelitian keperawatan dengan keunggulan kegawatdaruratan masyarakat
pesisir pantai yang dapat meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan dan pelayanan
keperawatan kepada masyarakat yang relevan dengan tantangan perkembangan keperawatan
regional dan nasional.
3. Meningkatkan pengabdian kepada masyarakat dengan melibatkan peran mahasiswa, institusi,
dna masyarakat serta mengembangkan sistem pelayanan keperawatan professional terpadu
masyarakat.
4. Meningkatkan kerjasama regional dan nasional untuk memfasilitasi pelaksanaan Tri Dharma
Perguruan Tinggi.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan RahmatNya, Tim Medikal Bedah
dapat menyelesaikan Buku Panduan Kepanitraan Umum (Panum) Keperawatan Medikal Bedah bagi
mahasiswa Program Pendidikan Ners Poltekkes Kemenkes Palu. Buku Panduan ini diperuntukan bagi
mahasiswa yang akan mengikuti Program Ners agar dapat dengan mudah memahami dan
mengaplikasikan keterampilan laboratorium dengan ketrampilan sesunguhnya yaitu di klinik Rumah
sakit dimana mereka melakukan praktek untuk mencapai kompetensi khususnya Keperawatan
Medikal Bedah selama mengikuti pendidikan profesi Ners.
Kami menyadari bahwa panduan ini masih banyak kekurangannya dan masih banyak perlu
adanya kritikan dan saran guna memperbaiki serta penyempurnaan kembali demi perbaikannya. Kami
berterima kasih kepada seluruh tim serta pendukung lainnya sehingga buku ini dapat terlihat
wujudnya serta dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa Ners, dan akhir kata semoga buku ini dapat
membantu peserta didik program ners sebagai salah satu petunjuk untuk praktek di Lapangan apabila
mendapatkan permasalahannya, serta sebagai mata pembimbing dalam praktek Laboratorium
Paltekkes Kemenkes Palu.
Halaman Sampul.................................................................................................................................i
Visi Misi Poltekkes Palu.....................................................................................................................ii
Visi Misi Prodi Profesi Ners..............................................................................................................iii
Protokol Kesehatan Praktik Laboratorium.....................................................................................iv
Kata Pengantar...................................................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................1
BAB II METODE DAN TATA TERTIB KEPANITERAAN..........................................................3
BAB III JADWAL KEGIATAN PANUM........................................................................................5
SKILL 1. Perawatan Kolostomi.........................................................................................................8
SKILL 2. Pemeriksaan Saraf Cranial..............................................................................................20
SKILL 3. Pemberian Oksigen Melalui nasal kanul dan sungkup..................................................25
SKILL 4. Pengendalian Infeksi........................................................................................................33
SKILL 5. Perawatan WSD................................................................................................................41
SKILL 6. Perawatan Trakesotomi...................................................................................................48
SKILL 7. Hecting dan Up hecting....................................................................................................51
SKILL 8. Perawatan Luka................................................................................................................62
SKILL 9. Inhalasi..............................................................................................................................69
SKILL 10. Bladder Training............................................................................................................73
SKILL 11. Perekaman EKG.............................................................................................................79
SKILL 12. Pemasangan kateter........................................................................................................83
SKILL 13. Pemasangan NGT ..............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1
11) Melakukan perawatan luka
12) Melakukan pemasangan Elektrokardiograf (EKG)
13) NGT
BAB II
METODE DAN TATA TERTIB KEPANITRAAN UMUM KEPERAWATAN
MEDIKAL BEDAH
No NIM Nama
1 PO7120421001 I GEDE SUNARDIANTA
2 PO7120421002 AMINATUS SAHRA
3 PO7120421003 ANGGI AINUN NISA
4 PO7120421004 ASRIANI
5 PO7120421005 AYUN POLIMENGO
6 PO7120421006 DEWI PRIYANTI PILOK
7 PO7120421007 DITA MULIATY A. MANOPPO
8 PO7120421008 DITA NURFADILA MAHADJU
9 PO7120421009 FERDIYANTO IBRAHIM
10 PO7120421010 FUSPITA A KUSANG
11 PO7120421011 FIDYATIN JAYA MAABU
12 PO7120421012 HASBUNSYAH SIREGAR
13 PO7120421013 HASRIATI
14 PO7120421014 HERAWATI
15 PO7120421015 IMAN GAGA LABAJO
16 PO7120421016 ISMUNANDAR WAHYU KINDANG
17 PO7120421017 JUMRIANI
18 PO7120421018 KHAERUNNISA
19 PO7120421019 LEGIANTI
20 PO7120421020 MAYASARI EKA
21 PO7120421021 MEGA
22 PO7120421022 MEYLAN A KALAY
23 PO7120421023 MUTIARA. HR
24 PO7120421024 NADILLAH ADJAMI
25 PO7120421025 NUR'AIN Y. POHA
26 PO7120421026 NURLAILA
27 PO7120421027 PUTRI NOVIANDINI DAHLAN
28 PO7120421028 PUTRI RAHMADANI
29 PO7120421029 RIAN RIFALDI KADULAH
30 PO7120421030 SONIA FRANSISKA MOHI
31 PO7120421031 SRI WAHYUNI GANI
32 PO7120421032 INDAH KUMALA SARI
33 PO7120421033 RAISA TAATIYAH MUSA
34 PO7120421034 SITTI RAHMAWATY ASIKU
35 PO7120421035 SRI SELVIANA NOVITASARI
36 PO7120421036 FATMAWATIGHAFRAN ABDUL
37 PO7120421037 EKA MURDANTY DEWI
38 PO7120421038 MARSELINUS JAMALUDIN
39 PO7120421039 AMALIA
40 PO7120421040 ELAN D. TAIB
41 PO7120421041 HASRIANI K
42 PO7120421042 HELMI M. DG. TAPALA
43 PO7120421043 MUHAMMAD FADIL SY LAMATO
44 PO7120421044 NOVIA RENZA PAEMBONAN
45 PO7120421045 NUR AFNI ASWAR
46 PO7120421046 NUR HIDAYAH
47 PO7120421047 NURFITRIA
48 PO7120421048 SRY IRMAYANTI SYAHRIR
49 PO7120421049 SRI WAHYUNI. S
50 PO7120421050 MERSI MARSALINA LONTO
51 PO7120421051 EPRIANTY SOMBO
52 PO7120421052 KIKI FATMAWATI PAKAYA
SKILL 1. PERAWATAN KOLOSTOMI
TRIGER KASUS
A. DEFINISI KOLOSTOMI
Definisi Kolostomi adalah pembuatan stoma atau lubang pada kolon atau usus besar
(Smeltzer & Bare, 2002). Melville & Baker (2010) mengatakan kolostomi merupakan
tindakan pembedahan untuk membuka jalan usus besar ke dinding abdomen anterior. Akhir
atau ujung dari usus besar yang dikeluarkan pada abdomen disebut sebagai stoma. Stoma itu
sendiri berasal dari bahasa Yunani yang berarti mulut. Stoma bersifat basah, mengkilat dan
permukaannya berwarna merah, seperti membran mukosa pada oral. Stoma tidak memiliki
ujung syaraf sehingga tidak terlalu sensitif terhadap sentuhan ataupun nyeri. Akan tetapi
stoma kaya akan pembuluh darah dan mungkin dapat berdarah jika dilakukan pengusapan.
Hal ini termasuk normal, hanya perlu diwaspadai jika darah yang keluar terus menerus dan
dalam jumlah banyak.
Kolostomi memungkinkan pasien dengan kanker kolorektal melakukan proses eleminasi
BAB dengan lancar. Akan tetapi, berbeda dengan proses eliminasi normal, pasien tidak dapat
mengontrol pengeluaran feses. Feses yang keluar dari stoma akan ditampung pada kantung
kolostomi yang direkatkan pada abdomen. Pada awal pembedahan, konsistensi feses akan
nampak lebih cair, namun akan membaik secara bertahap hingga mencapai konsistensi yang
normal, sesuai dengan letak stoma pada kolon.
B. JENIS KOLOSTOMI
a. Loop Stoma atau transversal Loop stoma
Loop Stoma atau transversal Loop stoma merupakan jenis kolostomi yang dibuat dengan
membuat mengangkat usus ke permukaan abdomen, kemudian membuka dinding usus bagian
anterior untuk memungkinkan jalan keluarnya feses. Biasanya pada loop stoma selama 7
hingga 10 hari pasca pembedahan disangga oleh semacam tangkai plastik agar mencegah
stoma masuk kembali ke dalam rongga abdomen. Gambar 2.1 di bawah menunjukkan
gambar
dari loop stoma.
End Stoma End stoma merupakan jenis kolostomi yang dibuat dengan memotong usus dan
mengeluarkan ujung usus proksimal ke permukaan abdomen sebagai stoma tunggal. Usus
bagian distal akan diangkat atau dijahit dan ditinggalkan dalam rongga abdomen. Gambar
2.2
menunjukkan gambar dari end stoma.
c Fistula Mukus
Fistula Mukus Fistula mukus merupakan bagian usus distal yang dikeluarkan ke permukaan
abdomen sebagai stoma nonfungsi. Biasanya fistula mukus terdapat pada jenis stoma double
barrel dimana segmen proksimal dan distal usus di keluarkan ke dinding abdomen sebagai
dua stoma yang terpisah, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.3 berikut.
d Tube Caecostomies
Stoma pada Tube Caecostomies bukan merupakan stoma dari kolon, karena kolon tidak
dikeluarkan hingga ke permukaan abdomen. Tipe kolostomi ini menggunakan kateter foley
yang masuk ke dalam sekum hingga ujung apendiks pasca operasi apendiktomi melalui
dinding abdomen. Kateter ini membutuhkan irigasi secara teratur untuk mencegah sumbatan.
Masalah Kesehatan yang Terjadi akibat Kolostomi
Rasa gatal, panas dan seperti terbakar pada area penempelan kantong kolostomi
mengindikasikan adanya lecet, ruam ataupun infeksi pada kulit (WOCN, 2008). Hal
terpenting dalam pencegahan infeksi pada kulit adalah dengan melakukan perawatan kulit
peristomal dengan baik. Pemasangan kantong kolostomi yang sesuai dengan stoma
merupakan pencegahan utama terjadinya iritasi dan infeksi pada kulit. Skin barrier (dalam
bentuk salep ataupun bedak) dapat diberikan pada area peristomal 30 detik sebelum kantong
kolostomi ditempelkan pada kulit (Smeltzer & Bare, 2002).
Masalah lain yang biasa dikeluhkan oleh ostomate adalah pengeluaran gas dan bau dari
stoma, konstipasi dan diare (Eucomed, 2012). Pengeluaran gas dan bau pada stoma menjadi
masalah pada ostomate karena berbeda dengan pengeluaran melalui anus, pengeluarannya
melalui stoma tidak dapat dikontrol. Gas yang terdapat pada saluran pencernaan didapatkan
dari beberapa jenis makanan seperti makanan berpengawet, brokoli, kubis, jagung, timun,
bawang, dan lobak. Gas juga didapatkan dari menelan udara (secara tak sengaja) pada saat
berbicara, makan, merokok dan sebagainya (Eucomed, 2012). Oleh karena itu ostomate
dianjurkan untuk mengunyah makanan secara perlahan untuk meminimalkan udara yang
masuk. Bau pada gas atau feses yang dikeluarkan juga dapat diakibatkan oleh beberapa
makanan seperti telur, keju, ikan, bawang, dan kubis (Canada Care Medical, n.d). Konstipasi
dapat terjadi pada ostomate akibat diet yang tidak seimbang, serta intake makanan berserat
ataupun cairan yang kurang (Gutman, 2011). Apabila ostomate mengalami konstipasi maka
perlu peningkatan asupan makanan berserat seperti gandum, sayur dan buat, serta asupan
cairan. Hampton (2007) merekomendasikan minimal konsumsi 8-10 gelas air per hari, atau
1,5 hingga 2 liter air per hari (dapat termasuk teh, kopi ataupun jus). Melakukan aktivitas
fisik ringan seperti bersepeda, jogging juga dapat membantu meningkatkan pergerakan bowel
dan mengatasi konstipasi. Diare merupakan bertambahnya kompisisi cairan pada feses
disertai dengan frekuensi BAB yang meningkat dari kebiasaan normal individu (Eucomed,
2012). Akibat dari diare adalah hilangnya cairan dan elektrolit pada tubuh indvidu. Diare
umumnya terjadi pada pasien dengan ileostomi namun dapat terjadi juga pada klien dengan
kolostomi. Individu dengan pembuatan stoma di kolon asenden dan transversal akan
mengalami perubahan konsistensi feses seperti diare, namun hal ini normal karena
penyerapan air pada kolon asenden dan transversal masih minimal. Penatalaksanaan diare,
seperti halnya konstipasi, meliputi manajemen diet. Pada saat diare terjadi, individu akan
beresiko kehilangan banyak kalium, sehingga butuh asupan makanan mengandung kalium
seperti pisang, jeruk, tomat, ubi, kentang, dan gandum (Canada Care Medical, n.d).
1. Pengertian
Adalah menjaga higienitas dengan mengosongkan kantung kolostomi dan
membersihkan lokasikolostomi secara teratur
2. Tujuan
a. Mencegah kebocoran
b. Mencegah ekskoriasi kulitdan stoma
c. Memantau stoma dan kulit sekitarnya
d. Mengajarkan pasien dan keluarganya mengenai cara perawatan kolostomi dan
kantung penampungnya
3. Indikasi
Dilakukan pada pasien yang terpasang kolostomi
4. Persiapan alat
a. Perlak
b. Sarung tangan bersih
c. Korentang
d. Bak instrumen (kassa, 2 pinset anatomis dan cirurgis)
e. Katung kolostomi dengan klem
f. Panduan ukuran stoma
g. salep zinc oksida/stomahesive
h. Nacl 0,9%
i. Pispot dengan penutup
j. Masker
k. Kresek/tempat pembuangan kantong kolostomi
l. Bengkok
m. Tissue
PERAWATAN KOLOSTOMI
Nama Mahasiswa :
NIM :
(……………………………………..) (…………………………………………)
PEMERIKSAAN SARAF KRANIAL
TRIGER KASUS
12 SARAF KRANIAL
SARAF KOMPONEN FUNGSI
KRANIAL
I Olfaktorius Sensorik Penciuman
II Optikus Sensorik Penglihatan
III Motorik Mengangkat Kelopak Mata atas Konstriksi Pupil
Okulomotorius
IV Trokrealis Motorik Gerakan mata ke bawah dan ke dalam
V Trigeminus Motorik Otot temporalis dan maseter (menutup rahang dan
mengunyah) gerakan rahang ke lateral
Sensorik Kulit wajah, dua pertiga depan kulit kepala, mukosa
mata, mukosa hidung dan rongga mulut, lidah dan
gigi. Refleks kornea atau reflex mengedip.
Saraf Kranial V, respons motorik melalui saraf
cranial VII
VI Abdusens Motorik Deviasi mata ke lateral
VII Fasialis Motorik Otot-otot ekspresi wajah termasuk otot dahi (rasa
manis, asam, dan asin)
VIII Cabang Sensorik Keseimbangan
Vestibulokoklearis
Cabang Koklearis Sensorik Pendengaran
IX Glosofaringeus Motorik Faring, menelan, reflex muntah, visera abdomen
Faring, lidah Posterior, termasuk rasa pahit
Sensorik
X Vagus Motorik Faring, menelan, reflex muntah, fonasi, visera
Abdomen
Sensorik Faring, laring reflex muntah, visera leher, toraks,
dan abdomen
XI Asesorius Motorik Oternokleidomastoideus dan bagian atas dari otot
trapezius pergerakan kepala dan bahu
XII Hipoglosus Motorik Pergerakan Lidah
PEMERIKSAAN SARAF KRANIAL
NAMA :..............................................................
NIM :.................................................................
NILAI
ASPEK YANG DI NILAI
1 2 3 4
Tahap prainteraksi
1. Periksa catatan perawatan dan catatan
medis pasien
2. Mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
3. Persiapan alat :
a) Bahan bau-bauan : Kopi, tembakau,
jeruk, minyak kayu putih
b) Snellen card
c) Lampu senter
d) Kapas halus
e) Bahan Perasa : Garam, gula, jeruk
f) Garpu tala
g) Spatel Lidah
h) Penutup mata
Tahap orientasi
4) Beri salam dan panggil pasien dengan nama yang
di sukai
5) Jelaskan kepada pasien tentang tujuan dan prosedur
tindakan yang akan di lakukan
6) Berikan kesempatan kepada pasien atau
keluarga untuk bertanya sebelum tindakan di mulai
7) Tanyakan keluhan dan kaji gejala spesifik yang
ada pada pasien lalu, pasang sampiran.
Tahap Kerja
8) Nervus Olfaktorius (Pembau)
Anjurkan klien menutup mata dan uji satu
persatu lubang hidung klien dan anjurkan klien
untuk mengidentifikasi perbedaan bau yang
diberikan.
9) Nervus Optikus (Penglihatan)
Menggunakan snellen card pada jarak 5-6 meter
dan bila perlu periksa luas pandang klien dengan
menjalankan .ebuah benda yang bersinar dari
samping belakang dan depan (kiri kanan) dan
dari atas ke bawah.
10) Nervus Oculomotorius
Tatap mata klien dan anjurkan klien untuk
menggerakkan mata dari dalam ke luar. Dengan
lampu senter uji reaksi pupil dengan memberikan
rangsangan sinar.
11) Nervus Troklearis (gerakan bola mata)
Anjurkan klien melihat ke bawah dan ke
samping (kiri kanan) dengan menggerakkan
tangan pemeriksa.
12) Nervus Trigeminus (sensasi kulit wajah)
1. Cabang dari Optalmikus
Anjurkan klien melihat ke atas, dengan
menggunakan kapas halus sentuhkan kapas
halus sentuhkan pada kornea (perhatikan
reflek berkedip klien). Untuk sensasi kulit
wajah gunakan kapas dan usapkan pada dahi.
2. Cabang dari Maksilaris
Gunakan kapas sentuhkan pada wajah klien.
3. Cabang Mandibularis
Anjurkan klien untuk menggerakkan/
mengatupkan rahangnya dan menggerakkan
giginya.
13) Nervus Abdusen (Gerakan bola mata ke
samping)
Anjurkan klien melirik ke samping kanan/kiri
dengan bantuan tangan perawat.
14) Nervus Facialis
Anjurkan klien untuk tersenyum, mengangkat
alis, mengerutkan dahi. Lihat kesimetrisan. Dan
dengan menggunakan garam, gula uji rasa 2/3
lidah depan klien, dengan cara anjurkan klien
menutup mata dan tempatkan bahan tadi pada
ujung dan sisi lidah, minta klien
mengidentifikasikan rasa tersebut.
15) Nervus Auditorius
Gunakan garpu tala untuk menguji pendengaran
klien. Untuk menguji keseimbangan anjurkan
klien untuk berdiri (bila mampu) dan menutup
mata beberapa detik, perhatikan keseimbangan
klien.
16) Nervus Glosofaringeal (menelan, gerakan lidah,
lidah rasa depan)
Anjurkan klien berkata ―AH‖ untuk
melihat reflek, anjurkan klien untuk
menggerakkan lidah dari sisi ke sisi, atas ke
bawah secara berulang. Untuk uji rasa sama
seperti di atas .
17) Nervus Vagus (Sensasi faring, laring, menelan
dan gerakan pita suara)
Perhatikan dengan pemeriksaan nervus IX,
perhatikan adanya perubahan suara, lihat
pergerakan palatum dan faringeal.
18) Nervus Accesorius (Gerakan kepal dan bahu)
Anjurkan klien untuk menggeleng dan menoleh
ke kiri kanan, anjurkan klien mengangkat salah
satu bahunya ke atas dan di beri tekanan pada
bahu tersebut untuk mengetahui kekuatannya.
19) Nervus Hypoglosal (Tonjolan lidah)
Anjurkan klien untuk menjulurkan dan
menonjolkan liidah pada garis tengah, kemudian
dari sisi kiri.
20) Bereskan alat-alat
Tahap Terminasi
21) Beri reinforcement kepada pasien/keluarga
22) Kaji evaluasi respon pasien
23) Dokumentasi catat prosedurnya dalam
catatan perawat
Dimensi Respon
1) Melakukan tindakan dengan sistematis.
2) Komunikatif dengan klien.
3) Percaya diri.
Palu,..................................2021
(……………………………………..) (…………………………………………)
PEMBERIAN OKSIGEN MELALUI NASAL KANUL DAN SUNGKUP
TRIGER KASUS
MATERI
Definisi Terapi Oksigen (O2)
Terapi oksigen (O2) merupakan suatu intervensi medis berupa upaya pengobatan dengan
pemberian oksigen (O2) untuk mencegah atau memerbaiki hipoksia jaringan dan
mempertahankan oksigenasi jaringan agar tetap adekuat dengan cara meningkatkan masukan
oksigen (O2) ke dalam sistem respirasi, meningkatkan daya angkut oksigen (O2) ke dalam
sirkulasi dan meningkatkan pelepasan atau ekstraksi oksigen (O2) ke jaringan.
Indikasi Terapi Oksigen (O2)
Terapi oksigen (O2) dianjurkan pada pasien dewasa, anak-anak dan bayi (usia di atas satu
bulan) ketika nilai tekanan parsial oksigen (O2) kurang dari 60 mmHg atau nilai saturasi
oksigen (O2) kurang dari 90% saat pasien beristirahat dan bernapas dengan udara ruangan.
Pada neonatus, terapi oksigen (O2) dianjurkan jika nilai tekanan parsial oksigen (O2) kurang
dari 50 mmHg atau nilai saturasi oksigen (O2) kurang dari 88%. Terapi oksigen (O2)
dianjurkan pada pasien dengan kecurigaan klinik hipoksia berdasarkan pada riwayat medis
dan pemeriksaan fisik. Pasien-pasien dengan infark miokard, edema paru, cidera paru akut,
sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS), fibrosis paru, keracunan sianida atau inhalasi
gas karbon monoksida (CO) semuanya memerlukan terapi oksigen (O2).
Teknik Pemberian Terapi Oksigen (O2)
Cara pemberian terapi oksigen (O2) dibagi menjadi dua jenis, yaitu (1) sistem arus rendah
dan (2) sistem arus tinggi. Pada sistem arus rendah, sebagian dari volume tidal berasal dari
udara kamar. Alat ini memberikan fraksi oksigen (O2) (FiO2) 21%-90%, tergantung dari
aliran gas oksigen (O2) dan tambahan asesoris seperti kantong penampung. Alat-alat yang
umum digunakan dalam sistem ini adalah: nasal kanul, nasal kateter, sungkup muka tanpa
atau dengan kantong penampung dan oksigen (O2) transtrakeal. Alat ini digunakan pada
pasien dengan kondisi stabil, volume tidalnya berkisar antara 300-700 ml pada orang dewasa
dan pola napasnya teratur. Pada sistem arus tinggi, adapun alat yang digunakan yaitu sungkup
venturi yang mempunyai kemampuan menarik udara kamar pada perbandingan tetap dengan
aliran oksigen sehingga mampu memberikan aliran total gas yang tinggi dengan fraksi
oksigen (O2) (FiO2) yang tetap. Keuntungan dari alat ini adalah fraksi oksigen (O2) (FiO2)
yang diberikan stabil serta mampu mengendalikan suhu dan humidifikasi udara inspirasi
sedangkan kelemahannya adalah alat ini mahal, mengganti seluruh alat apabila ingin
mengubah fraksi oksigen (O2) (FiO2) dan tidak nyaman bagi pasien.
TOTAL NILAI
Keterangan :
1 = Mengetahui, tetapi tidak melakukan 2 = Melakukan, tetapi tidak tepat
3 = Melakukan, mendekati tepat 4 = Melakukan dengan tepat
Palu,..................................2021
(……………………………………..) (…………………………………………)
PEMBERIAN OKSIGEN MENGGUNAKAN METODE SUNGKUP
(MASK METHOD)
Nama Mahasiswa :
NIM :
Nilai
No Aaspek yang dinilai 1 2 3 4
Tahap prainteraksi
1 Periksa catatan perawatan dan catatan medis pasien
2 Kaji kebutuhan pasien akan bantuan oksigen
3 Siapkan peralatan dan susun di atas troli
Sumber oksigen
Sungkup (sederhana dengan alat aliran
tinggi adaptor venturi dengan ukuran yang
sesuai)
Pelembab udara dengan air destilasi
Alat pengatur aliran oksigen
Kain kasa
Tanda ―dilarang merokok‖
4 Eksplorasi dan validasi perasaan pasien
Tahap orientasi
5 Beri salam dan panggil pasien dengan nama yang di sukai
6 Jelaskan kepada pasien tentang tujuan dan prosedur
tindakan yang akan di lakukan
7 Berikan kesempatan kepada pasien atau keluarga untuk
bertanya sebelum tindakan di mulai
8 Tanayakan keluhan dan kaji gejala spesifik yang ada pada
pasien lalu, pasang sampiran.
Tahap kerja
Total Nilai
Keterangan :
1 = Mengetahui, tetapi tidak melakukan
2 = Melakukan, tetapi tidak tepat
3 = Melakukan, mendekati tepat NILAI =
4 = Melakukan dengan tepat
(……………………………………..) (…………………………………………)
Perawat mempunyai peranan yang penting dalam meminimalkan terjadinya infeksi serta
penyebaran infeksi yaitu dengan cara melaksanakan tekhnik aseptic. Aseptik merupakan
suatu keadaan dimana tidak adanya pathogen penyebab terjadinya suatu penyakit. Tekhnik
Aseptik dilakukan untuk menjaga klien terbebas dari mikroorganisme. Ada dua tipe :
1. Medikal Asepsis (teknik bersih)
a. Meliputi prosedur yang dilakukan untuk menurunkan dan mencegah penyebaran
mikroorganisme.
b. Tindakan yang termasuk dalam teknik bersih adalah : cuci tangan, mengganti
linen.
c. Pada tekhnik bersih, suatu area dikatakan terkontaminasi jika diwaspadai/ terdapat
pathogen. Misalnya : bedpan yang telah di pakai, lantai, kasa yang basah.
2. Surgical Asepsis (teknik steril)
a. Prosedur yang dilakukan untuk meniadakan mikroorganisme dari suatu area
b. Tindakan yang termasuk adalah tekhnik steril adalah : sterilisasi
c. Pada tekhnik steril, suatu area dikatakan tidak steril jika tersentuh benda yang
tidak steril. Misalnya : sarung tangan bagian luar tersentuh tangan, alat steril
tersentuh tangan.
Nama Mahasiswa :
NIM :
No NILAI
ASPEK YANG DINILAI 1 2 3 4
FASE PRAINTERAKSI
PERSIAPAN ALAT
1 Air mengalir
2 Cairan Disinfektan dan pompanya
3 Sikat steril
4 Lidi Kuku
PERSIAPAN PERAWAT
5 Pastikan penutup kepala, google (kacamata) dan masker sudah
terpasang dengan benar dan nyaman di pakai
6 Pastikan lengan baju di atas siku
7 Pastikan kuku jari tangan pendek
8 Pastikan perhiasan (gelang, cincin, jam tangan) di lepas
9 Pastikan seragam tidak menyentuh wastafel
FASE KERJA
10 Membuka kran dan mengatur kecepatan aliran air
11 Membasahi tangan dengan air sampai lengan bawah (siku)
12 Mengambil cairan desinfektan dan meratakannya ke seluruh
permukaan tangan sampai ± 5 cm di atas siku
13 Membersihkan kuku-kuku dengan nail cleaner/ lidi kuku
14 Bersihkan telapak tangan, punggung tangan, sela-sela jari dan
kuku tangan kanan dengan sikat/scrub yang sudah dibasahi, begitu
juga
dengan tangan lainnya
15 Menggosok bagian atas lengan tangan sampai selesai dengan
posisi telapak tangan lebih tinggi dari siku, begitu juga dengan
tangan
yang lainnya
16 Bilas tangan dengan lengan dalam posisi flexi. Bilas dari ujung jari
ke siku, biarkan air mengalir turun melalui siku
17 Pertahankan lengan tetap dalam posisi flexi, diangkat di atas
pinggang dan menggenggam
18 Matikan kran air dengan menggeser penutup kran dengan
menggunakan siku
19 Masuk ke ruang operasi dengan mempertahankan lengan dalam
posisi flexi dan diangkat di atas pinggang serta menggenggam
SIKAP
20 Melakukan tindakan dengan sistematis
21 Komunikatif dengan pasien
22 Percaya diri
TOTAL NILAI
Keterangan :
1 = Mengetahui, tetapi tidak
melakukan 2 = Melakukan, tetapi tidak NILAI =
tepat
3 = Melakukan, mendekati tepat 4 =
Melakukan dengan tepat
Palu,..................................2021
(……………………………………..) (…………………………………………)
STANDAR OPERSIONAL PROSEDUR
FORMAT PENILAIAN PENAMPILAN KERJA KETERAMPILAN
MENCUCI TANGAN BIASA
Nama Mahasiswa :
NIM :
No SCORE
ASPEK YANG DINILAI 1 2 3 4
FASE PRAINTERAKSI
PERSIAPAN ALAT
1 Air mengalir/ Wastafel
2 Cairan Desinfektan dan pompanya
3 Waslap/ lap pengering/ Tissue
PERSIAPAN PERAWAT
4 Pastikan lengan baju di atas siku
5 Pastikan kuku jari tangan pendek
6 Pastikan perhiasan (gelang, cincin, jam tangan) di lepas
7 Pastikan seragam tidak menyentuh wastafel
Menjelaskan Tujuan :
8 a. Membuang kotoran dan organisme yang menempel dari tangan
b. Pencegahan dan pengontrolan penularan infeksi
9 Membuka kran dan mengatur kecepatan aliran air
10 Membasahi tangan dengan air sampai pergelangan dan pertahankan
posisi tangan selalu rendah daripada siku agar air dapat mengalir ke
jari-jari tangan
11 Mengambil cairan sabun ±1 sdt (secukupnya) dari dispenser atau
bila tidak ada basahi sabun batangan hingga berbusa lalu
kembalikan sabun batangan ke tempatnya
12 Gosok sabun ke tangan meliputi telapak tangan dan begitu pula
pada tangan yang satunya
13 Gosok sabun ke tangan meliputi jari-jari tangan dengan
menungkupkan kedua tangan
14 Tungkupkan kedua tangan, saling mengunci dan saling gosokkan
15 Gosok ibu jari kiri dengan telapak tangan kanan dalam posisi
melingkar, begitu pula tangan yang satunya
16 Posisikan tangan kanan membentuk piramida mengkerucut pada
ujung-ujung jari, tempelkan dan putar di telapak tangan kiri, begitu
pula tangan satunya
17 Membilas dengan air mengalir dari ujung tangan ke pangkal tangan
18 Mempertahankan posisi tangan menghadap ke atas sebelum
mengeringkan tangan
19 Mengeringkan tangan dari ujung ke pangkal dengan menggunakan
lap/ tissue/ waslap
20 Mematikan kran air dengan menggunakan tissue yang di pakai
untuk mengeringkan tangan
SIKAP
22 Melakukan tindakan dengan sistematis
22 Komunikatif dengan pasien
23 Percaya diri
TOTAL NILAI
Keterangan :
Palu,..................................2021
Mahasiswa/Peserta
Pembimbing/ Penguji
(……………………………………..) (…………………………………………)
FORMAT PENILAIAN PENAMPILAN KERJA KETERAMPILAN
MEMAKAI GAUN OPERASI (GOWNING)
Nama Mahasiswa :
NIM :
No NILAI
ASPEK YANG DINILAI 1 2 3 4
FASE PRAINTERAKSI
PERSIAPAN ALAT
1 Pengering tangan (handuk, waslap)
2 Gaun operasi
PERSIAPAN PERAWAT
3 Pastikan sudah melakukan cuci tangan bedah dan sudah
Mengeringkannya
4 Pastikan tidak menyentuh benda tidak steril
FASE KERJA
5 Mengambil baju pada ban leher dengan tangan kiri sedang tangan
kanan di angkat setinggi bahu
6 Masukkan tangan kanan dengan posisi membentang ke lubang
lengan baju
7 Masukkan Tangan kiri ke lubang dengan baju berikutnya tanpa
menyentuh bagian luar baju
8 Perawat yang menggunakan gaun steril maju
9 Tali baju yang ada di leher dan pinggang bagian belakang di talikan
oleh orang kedua (asisten) dengan hati-hati, jangan sampai
menyentuh baju bagian depan serta menalikannya dengan simpul
sederhana agar mudah melepasnya
10 Menghindari menyentuh benda lain di sekitarnya
SIKAP
11 Melakukan tindakan dengan sistematis
12 Komunikatif dengan pasien
13 Percaya diri
TOTAL NILAI
Keterangan :
1 = Mengetahui, tetapi tidak melakukan
2 = Melakukan, tetapi tidak tepat
3 = Melakukan, mendekati tepat
4 = Melakukan dengan tepat
NILAI =
Palu,..................................2021
(……………………………………..) (…………………………………………)
FORMAT PENILAIAN PENAMPILAN KERJA KETERAMPILAN
MEMAKAI SARUNG TANGAN (GLOVING)
Nama Mahasiswa :
NIM :
No NILAI
ASPEK YANG DINILAI 1 2 3 4
FASE PRAINTERAKSI
PERSIAPAN ALAT
1 Pack yang berisi sarung tangan steril
2 Meja/ permukaan yang bersih/ steril untuk meletakkan pack sarung
Tangan
PERSIAPAN PERAWAT
3 Gaun operasi sudah dikenakan secara benar
4 Gaun operasi tidak menyentuh benda lain yang tidak steril
FASE KERJA
5 Ambil sarung tangan pertama dari pack dengan cara memegang
manset (lipatan sarung tangan) bagian dalam. Sarung tangan di
angkat dan jauh dari badan, seatas pinggang, sarung tangan
bagian
jari-jari berada di bawah
6 Selipkan atau masukkan tangan pertama pada sarung tangan. Hanya
boleh memegang bagian dalam sarung tangan saja
7 Ambil sarung tangan kedua dari pack dengan tiga jari tangan yang
sudah menggunakan sarung tangan di sisi bawah manset. Angkat
sarung tangan jauh dari badan setinggi pinggang, masukkan tangan
ke dua sedalam sarung tangan dan hanya boleh memegang bagian
dalam sarung tangan saja
8 Tarik sarung tangan setinggi pinggang dengan tangan pertama yang
sudah memakai sarung tangan tanpa menyentuh kedua lengan
9 Menghindari menyentuh benda lain disekitarnya
SIKAP
10 Melakukan tindakan dengan sistematis
11 Komunikatif dengan pasien
12 Percaya diri
TOTAL NILAI
Keterangan :
1 = Mengetahui, tetapi tidak melakukan
2 = Melakukan, tetapi tidak tepat
3 = Melakukan, mendekati tepat
4 = Melakukan dengan tepat
NILAI =
Nilai Batas Lulus (NBL) = ≥ 75
Penilaian: (Jumlah nilai aspek yang dilakukan) x 100
(Jumlah aspek ….. x 4)
Palu,..................................2021
(……………………………………..) (…………………………………………)
PERAWATAN WSD (WATER SEAL DRAINAGE)
TRIGER KASUS
:
NIM
:
(……………………………………..) (…………………………………………)
PERAWATAN TRACHEOSTOMY
TRIGER KASUS
Pasien datang dengan kecelakaan ditabrak motor, pasien terjatuh dengan kepala
membentur aspal. Riwayat pingsan (+), muntah (+), perdarahan telinga hidung
dan mulut (+). Pasien menjalani operasi kraniotomy dan terpasang tracheostomy,
NGT, kateter dan monitor EKG. Lakukan perawatan trakeostomy pada pasien tersebut!
:
NIM
:
Keterangan :
1 = Mengetahui, tetapi tidak melakukan 2 = Melakukan, tetapi tidak tepat
3 = Melakukan, mendekati tepat 4 = Melakukan dengan tepat
NILAI =
Nilai Batas Lulus (NBL) = ≥ 75
Penilaian:(Jumlah nilai aspek yang dilakukan) x 100
(Jumlah aspek ….. x 4)
Palu,..................................2021
(……………………………………..) (…………………………………………)
HECTING DAN UP HECTING
TRIGER KASUS
Penjahitan luka
Ada tiga hal yang menentukan pemilihan jenis benang jahit, yaitu jenis bahannya,
kemampuan tubuh untuk menyerapnya dan susunan filamennya. Benang yang dapat diserap
melalui reaksi enzimatik pada cairan tubuh kini banyak dipakai Penyerapan benang oleh
jaringan dapat berlangsung antara tiga hari sampai tiga bulan bergantung pada jenis benang
dan kondisi jaringan yang dijahit. Menurut bahan asalnya, benang dibagi dalam benang yang
terbuat dari usus domba (catgut) dan dibedakan dalam catgut murni yang tanpa campuran dan
catgut kromik yang bahannya bercampur larutan asam kromat. Catgut murni cepat diserap,
kira-kira dalam waktu satu minggu, sedangkan catgut cromik diserap lebih lama, kira-kira 2-3
minggu.
Disamping itu, ada benang yang terbuat dari bahan sintetik, baik dari asam poliglikolik
maupun dari poliglaktin dan memiliki daya tegang yang besar. Benang ini dapat dipakai pada
semua jaringan termasuk kulit. Benang yang dapat diserap menimbulkan reaksi jaringan
setempat yang dapat menyebabkan fistel benang atau infiltrat jaringan yang mungkin ditandai
indurasi. Benang yang tidak dapat diserap oleh tubuh umumnya tidak menimbulkan reaksi
jaringan karena bukan merupakan bahan biologik. Benang ini dapat berasal dari sutra yang
sangat kuat dan liat, dari kapas yang kurang kuat dan mudah terurai, dan dari poliester yang
merupakan bahan sintetik yang kuat dan biasanya dilapisi teflon.selain itu terdapat pula
benang nilon yang berdaya tegang besar, yang dibuat dari polipropilen, dan baja yang terbuat
dari baja tahan karat.
Karena tidak dapat diserap maka benang akan tetap berada di jaringan tubuh. Benang jenis ini
biasanya dipakai pada jaringan yang sukar sembuh. Bila terjadi infeksi akan terbentuk fistel
yang baru dapat sembuh setelah benang yang bersifat benda asing, dikeluarkan. Benang alami
terbuat dari bahan sutra atau kapas. Kedua bahan alami ini dapat bereaksi dengan jaringan
tubuh meskipun minimal karena mengandung juga bahan kimia alami.
Daya tegangnya cukup dan dapat diperkuat bila dibasahi terlebih dahulu dengan larutan
garam sebelum digunakan. Benang sintetik terbuat dari poliester, nilon, atau polipropilen
yang umumnya dilapisi oleh bahan pelapis teflon atau dakron. Dengan lapisan ini
permukaannya lebih mulus sehingga tidak mudah bergulung atau terurai. Benang ini
mempunyai daya tegang yang besar dan dipakai untuk jaringan yang memerlukan kekuatan
penyatuan yang besar.
Menurut bentuk untaian seratnya, benang dapat berupa monofilamen bila hanya terdiri atas
satu serat saja dan polifilamen bila terdiri atas banyak serat yang diuntai menjadi satu.
Ukuran benang merupakan salah satu faktor yang menentukan kekuatan jahitan. Oleh karena
itu, pemilihan ukuran benang untuk menjahit luka bedah bergantung pada jaringan apa yang
dijahit dan dengan mempertimbangkan faktor kosmetik. Sedangkan kekuatan jaringan ini
ditentukan oleh jumlah jahitan yang dibuat, jarak jahitan, dan jenis benangnya. Pada daerah
wajah digunakan ukuran yang kecil (5,0 atau 6,0).
Jarum jahit bedah
Jarum jahit bedah, yang lurus maupun yang lengkung, berbeda-beda bentuknya. Perbedaan
bentuk ini pada penampang batang jarum yang bulat atau bersegi tajam, dan bermata atau
tidak bermata. Panjang jarum pun beragam dari 2-60 mm. Masing-masing berbeda
kegunaannya, berbeda cara mempersiapkan dan memasang benangnya. kelengkungan jarum
berbeda untuk kedalaman jaringan yang berbeda, sedangkan penampang batang jarum dipilih
berdasarkan lunak kerasnya jaringan. Jarum yang sangat lengkung untuk luka yang dalam
dan penampang yang bulat untuk jaringan lunak dan yang bersegi untuk kulit. Jarum yang
bermata akan membuat lubang tusukan lebih besar, sedangkan jarum yang tidak bermata
yang disebut atraumatik akan membuat lubang yang lebih halus.
Jenis jahitan
Jenis jahitan yang umum dipakai adalah:
o Jahitan tunggal/ terputus/ interuptus
o Jahitan jelujur/ kontinyu
o Jahitan jelujur/ kontinyu terkunci
o Jahitan matras vertikal
o Jahitan matras horisontal.
Penutup luka yang sudah basah oleh darah atau cairan luka harus diganti. Penggantiannya
harus dilakukan dengan tehnik aseptik. pada kesempatan mengganti balutan ini, sekaligus
dicari kemungkinan asal perdarahan atau kebocoran cairan luka tersebut. Kemudian sumber
kebocoran harus ditangani, misalnya dengan tindakan hemostasis. Bila tidak dipasang
penyalir pada luka bedah, penutup luka dapat dibiarkan sampai 48 jam pasca bedah agar
tujuan penutupan luka dapat dicapai. Luka bedah perlu diawasi pada masa pascabedah. Luka
tidak perlu dilihat setiap hari dengan membuka penutup luka, kecuali jika ada gejala atau
tanda gangguan penyembuhan luka atau radang. Bila luka sudah kuat dan sembuh primer,
jahitan atau benangnya dapat diangkat. Saat pengambilan benang tergantung pada kondisi
luka waktu diperiksa.
Umumnya luka didaerah wajah memerlukan waktu 3-4 hari, di daerah lain 7-10 hari. Salah
satu faktor penting dalam menentukan saat pencabutan jahitan adalah tegangan pada tepi luka
bedah. Tepi luka yang searah dengan garis lipatan kulit tidak akan tegang, sementara luka
yang arahnya tegak lurus terhadap garis kulit atau yang dijahit setelah banyak bagian kulit
diambil, akan menyebabkan ketegangan tepi luka yang besar. Dalam hal ini pengambilan
jahitan harus ditunda lebih lama sampai dicapai kekuatan jaringan yang cukup sehingga
bekas jahitan tidak mudah terbuka lagi.
HECTING
Nama Mahasiswa :
NIM :
No Aspek yang dinilai Nilai
1 2 3 4
Tahap pra interaksi
1 Periksa instruksi dokter dan rencana asuhan keperawatan
2 Melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
3 Persiapan alat dan bahan yang diperlukan :
wadah stenlis tertutup, jarum segi tiga, needle holder, pinset
anatomi,
pinset chirrurgis, klem arteri, gunting jaringan, gunting benang
spuit 3 cc, lidocain 2%, benang plain catgut dan side no. 3.0,
kasa steril, wadah + povidon Iodin, wadah + perhidrol 3%, NaCl
fisiologis, doek steril, sarung tangan steril
Tahap orientasi
5 Berikan salam, panggil klien dengan namanya
6 Jelaskan tujuan tindakan dan prosedur pada klien
7 Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
Tahap kerja
8 Menutup pintu dan sampiran
9 Dekatkan peralatan
10 Memeriksa luka (lokasi, luas, jenis: robek/ sayat/ lecet, fraktur,
tanda infeksi)*
11 Mempersiapkan anestesi
12 Cuci tangan
13 Memakai sarung tangan
14 Melakukan aseptik antiseptic*
15 Melakukan anestesi lokal ( infiltrasi)
16 Melakukan debridemen
17 Memasang doek steril
18 Eksplorasi luka hentikan perdarahan ( dep/ ligasi)
19 Aproksimasi tepi luka
20 Jahit lapis demi lapis*
21 Jahit kulit terputus/jelujur/matras
22 Bersihkan luka dengan kasa povidon
23 Menutup luka dengan kasa povidon & kasa steril
24 Dekontaminasi
25 Rapihkan pasien
26 Simpan kembali alat
27 Cuci tangan
28 Tahap terminasi
Beri re inforcement kepada pasien
29 Kaji evaluasi respon pasien
30 Dokumentasi catat prosedurnya dalam catatan perawat
31 Dimensi Respon
a. Melakukan tindakan dengan sistematis
b. Komunikatif dengan pasien
c. Percaya diri
NILAI TOTAL
Keterangan :
1 = Mengetahui, tetapi tidak melakukan 2 = Melakukan, tetapi tidak tepat
3 = Melakukan, mendekati tepat 4 = Melakukan dengan tepat
NILAI =
Palu,..................................2021
(……………………………………..) (…………………………………………)
Melakukan angkat jahitan (up hecting)
1. Pengertian
Adalah suatu tindakan melepaskan jahitan yang biasanya dilakukan pada hari ke 5-7
sesuai dengan proses penyembuhan luka yang terjadi
2. Tujuan
1) Mempercepat proses penyembuhan luka
2) Mencegah terjadinya infeksi akibat adanya korpus alienum
3. Persiapan alat
Pinset anatomi
Pinset cirurgis
Gunting tajam
Kapas lidi
Korentang
Gaas steril
Bengkok
Alkohol 70%
Betadin 10 %
Salep antibiotik bila perlu
Verband bila perlu
Plester
Gunting plester
Hanscoon steril
4.Prosedur Kerja
KETERAMPILAN MENGANGKAT JAHITAN
Nama Mahasiswa :
NIM :
No Aspek yang dinilai Nilai
1 2 3 4
Tahap pra interaksi
1 Periksa instruksi dokter dan rencana asuhan keperawatan
2 Melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
3 Menyiapkan peralatan
4 Menyiapkan peralatan disamping tempat tidur pasien:
a. Pinset anatomi
b. Pinset cirurgis
c. Gunting tajam
d. Kapas lidi
e. Korentang
f. Gaas steril
g. Bengkok
h. Alkohol 70%
i. larutan NaCl
j. Betadin 10 %
k. Salep antibiotik bila perlu
l. Verband bila perlu
m. Plester
n. Gunting plester
o. Hanskun steril
Tahap orientasi
5 Berikan salam, panggil klien dengan namanya
6 Jelaskan tujuan tindakan dan prosedur pada klien
7 Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
Tahap kerja
8 Menutup pintu dan sampiran
9 Dekatkan peralatan
10 Cuci tangan pakai hanscoon
11 Meletakkan bengkok disamping pasien, pasang pengalas
12 Mengatur posisi yang nyaman
13 Membuka plester yang melekat pada penutup luka dengan hati-
hati
14 Angkat penutup luka dengan menggunakan pinset, kemudian
buang pada bengkok yang telah disediakan
15 Amati luka, tanda infeksi
16 Bila tidak ada infeksi luka di desinfeksi menggunakan
NaCl/betadin
17 Lepaskan jahitan satu per satu, selang seling dengan cara
menjepit simpul jahitan dengan pinset sirurgis dan ditarik sedikit
keatas, kemudian menggunting benang tepat dibawah simpul
yang berdekatan dengan kulit atau pada sisi lainnya yang tidak
ada simpul
18 Desinfeksi sekitar luka dengan menggunakan NaCl
19 Olesi betadin/Salep sesuai instruksi dokter
20 Lepaskan hanskun buang pada tempat sampah
21 Pasang plester sejajar dengan kulit atau verban (lihat kondisi
luka)
22 Rapihkan pasien
23 Simpan kembali alat
24 Cuci tangan
Tahap terminasi
25 Beri re inforcement kepada pasien
26 Kaji evaluasi respon pasien
27 Dokumentasi catat prosedurnya dalam catatan perawat
28 Dimensi Respon
d. Melakukan tindakan dengan sistematis
e. Komunikatif dengan pasien
f. Percaya diri
NILAI TOTAL
Keterangan :
1 = Mengetahui, tetapi tidak melakukan 2 = Melakukan, tetapi tidak tepat
3 = Melakukan, mendekati tepat 4 = Melakukan dengan tepat Nilai Batas Lulus (NBL) = ≥ 75
Penilaian:(Jumlah nilai aspek yang dilakukan) x 100 NILAI =
(Jumlah aspek ….. x 4)
Palu,..................................2021
(……………………………………..) (…………………………………………)
PERAWATAN LUKA
TRIGER KASUS
Pasien datang ke RSUD A di antar oleh keluarganya pada tanggal 12 juni 2019
pukul 20.00 WIB melalui IGD atas rujukan dari rumah sakit daerah B dengan
keluhan nyeri pada kaki kanan, lemas, terdapat ulkus diabetikum pada kaki sebelah
kanan mulai dari jari-jari kaki sampai betis bagian atas. Luka terjadi akibat pasien
tidak menggunakan alas kaki dan tertusuk oleh tanaman yang terdapat di belakang
rumah pasien, luka awal terjadi pada daerah ibu jari dalam jangka waktu 5 hari luka
melebar, basah dan tidak kunjung sembuh setelah itu di bawa ke Rumah Sakit B
dengan kondisi luka yang semakin memburuk maka pasien di rujuk ke RSUD A.
Lakukan perawatan luka padapasien tersebut !
Ny. S. (50 tahun) di rawat di bangsal bedah dengan diagnosa medis apendiksitis
perforasi. Saat ini adalah hari ke empat post operasi. Saat Ners P melakukan
perawatan luka tampak luka masih basah dan mengeluarkan pus. Jika anda sebagai
Ners P, bagaimanakah langkah perawatan luka yang Anda akan lakukan pada Ny S!
DEFINISI
Luka adalah kerusakan hubungan antar jaringan-jaringan pada kulit, mukosa membran dan
tulang atau organ tubuh lain .
3. Proses Maturasi
Proses ini berlangsung dari beberapa minggu sampai dengan 2 tahun dengan terbentuknya
kolagen yang baru yang mengubah bentuk luka serta peningkatan kekuatan jaringan (tensile
strength), dilanjutkan terbentuk jaringan parut (scar tissue) 50-80% sama kuatnya dengan
jaringan sebelumnya serta terdapat pengurangan secara bertahap pada aktivitas selular dan
vaskularisasi jaringan yang mengalami perbaikan.
Hidrogel
Dapat membantu proses peluruhan jaringan nekrotik oleh tubuh sendiri. Berbahan dasar
gliserin/air yang dapat memberikan kelembapan; digunakan sebagai dressing primer dan
memerlukan balutan sekunder (pad/kasa dan transparent fi lm). Topikal ini tepat digunakan
untuk luka nekrotik/berwarna hitam/kuning dengan eksudat minimal atau tidak ada.
Film Dressing
Jenis balutan ini lebih sering digunakan sebagai secondary dressing dan untuk lukaluka
superfi sial dan non-eksudatif atau untuk luka post-operasi. Terbuat dari polyurethane fi lm
yang disertai perekat adhesif; tidak menyerap eksudat.
Indikasi: luka dengan epitelisasi, low exudate, luka insisi. Kontraindikasi: luka terinfeksi,
eksudat banyak.
Hydrocolloid
Balutan ini berfungsi mempertahankan luka dalam suasana lembap, melindungi luka dari
trauma dan menghindarkan luka dari risiko infeksi, mampu menyerap eksudat tetapi minimal;
sebagai dressing primer atau sekunder, support autolysis untuk mengangkat jaringan nekrotik
atau slough. Terbuat dari pektin, gelatin, carboxymethylcellulose, dan elastomers. Indikasi:
luka berwarna kemerahan dengan epitelisasi, eksudat minimal. Kontraindikasi: luka terinfeksi
atau luka grade III-IV.
Calcium Alginate
Digunakan untuk dressing primer dan masih memerlukan balutan sekunder. Membentuk gel
di atas permukaan luka; berfungsi menyerap cairan luka yang berlebihan dan menstimulasi
proses pembekuan darah. Terbuat dari rumput laut yang berubah menjadi gel jika bercampur
dengan cairan luka. Indikasi: luka dengan eksudat sedang sampai berat. Kontraindikasi: luka
dengan jaringan nekrotik dan kering. Tersedia dalam bentuk lembaran dan pita, mudah
diangkat dan dibersihkan.
Foam/absorbant dressing
Balutan ini berfungsi untuk menyerap cairan luka yang jumlahnya sangat banyak (absorbant
dressing), sebagai dressing primer atau sekunder. Terbuat dari polyurethane; non-adherent
wound contact layer, highly absorptive. Indikasi: eksudat sedang sampai berat.
Kontraindikasi: luka dengan eksudat minimal, jaringan nekrotik hitam.
Dressing Antimikrobial
Balutan mengandung silver 1,2% dan hydrofi ber dengan spektrum luas termasuk bakteri
MRSA (methicillin-resistant Staphylococcus aureus). Balutan ini digunakan untuk luka kronis
dan akut yang terinfeksi atau berisiko infeksi. Balutan antimikrobial tidak disarankan
digunakan dalam jangka waktu lama dan tidak direkomendasikan bersama cairan NaCl 0,9%.
PERAWATAN LUKA
Nama mahasiswa :
NIM :
Nilai
No. Aspek yang dinilai
1 2 3 4
TAHAP PRAINTERAKSI
1 Periksa instruksi dokter dan rencana asuhan keperawatan
2 Tentukan tindakan keperawatan yang akan dilakukan
3 Persiapkan diri
Cuci tangan (lakukan gerakan 6 langkah cuci tangan
4
dengan menggunakan hand rub)
Persiapkan alat
1. Sarung tangan bersih 9. Pinset cururgis
2. Sarung tangan steril 10. Bengkok
3. Penggaris 11. Perlak
5 4. Cotton bud steril 12. Sabun anti septik
5. NaCl (k/p) 13. Dressing luka
6. Pinset anatomis 14. Plester
7. Gunting plester 15. Gunting jaringan
8. Kassa steril1 16. Kom
TAHAP ORIENTASI
Beri salam, perkenalkan diri dan panggil pasien dengan
5
nama yang disukai
Jelaskan kepada pasien tentang tujuan dan prosedur
6
tindakan yang akan dilakukan, serta kontrak waktu
Berikan kepada pasien atau keluarga untuk bertanya
7
sebelum tindakan dimulai
8 Atur posisi pasien
9 Pertahankan privasi pasien selama tindakan dilakukan
TAHAP KERJA
10 Cuci tangan
11 Kenakan sarung tangan bersih
12 Buka balutan
13 Pengkajian awal
a) Kaji penyebab luka
b) Mengkaji pengobatan dan perawatan yang
pernah dilakukan
c) Mengkaji support system
14 Mengkaji luas luka
15 Mengkaji kedalaman luka
16 Mengkaji woundbed (kondisi luka)
A) Eksudat
b) Inflamasi
c) Granulasi
d) Jaringan nekrotik
e) Pocket
17 Mengkaji periwound
18 Mengkaji bau
19 Membersihkan kulit sekeliling luka dengan sabun
antiseptik
20 Membersihkan luka apabila terdapat slough dan jaringan
nekrotik
21 Melakukan irigasi luka dengan normal saline
22 Melepas sarung tangan bersih
23 Menggunakan sarung tangan steril
24 Mempertahankan teknik steril
25 Melakukan debridement
26 Melakukan irigasi dengan normal saline
27 Keringkan luka dengan kassa steril
28 Tutup luka dengan primary dressing yang sesuai
29 Tutup luka dengan secondary dressing yang sesuai
30 Tutup luka dengan semioclusive dressing yang sesuai
31 Kembalikan pasien ke posisi semula
32 Bereskan peralatan
33 Lepaskan sarung tangan
34 Cuci tangan
FASE TERMINASI
35 Beri re Inforcement kepada klien
36 Kaji evaluasi respon pasien
37 Menyampaikan rencana tindak lanjut dengan pasien
38 Membuat kontrak yang akan datang: waktu, tempat, topic
39 Mengakhiri kegiatan dengna berpamitan
40 Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan (jam atau
tanggal, kondisi luka, cairan atau pus) dan hasilnya
SIKAP
41 Melakukan tindakan dengan sistematis
42 Komunikatif dengan pasien
43 Percaya diri
TOTAL NILAI
Keterangan :
1 = Mengetahui, tetapi tidak melakukan
2 = Melakukan, tetapi tidak tepat
3 = Melakukan, mendekati tepat NILAI =
4 = Melakukan dengan tepat
Pembimbing/ Penguji
(……………………………………..) (…………………………………………)
INHALASI
Definisi
Pemberian inhalasi (nebulizer) adalah terapi inhalasi merupakan bagian dari fisioterapi paru-
paru (chest physiotherapy) yaitu cara pengobatan dengan memberi obat dalam bentuk uap
secara langsung pada alat pernapasan menuju paru-paru (Wirjodiardjo, 2006). Terapi inhalasi
adalah terapi yang menggunakan uap hasil dari mesin Nebulizer (Talesu, 2012).
Uap air yang sudah bercampur dengan obat ini dipercaya dapat langsung mencapai daerah di
saluran pernapasan, sehingga obat yang dibawa lebih efektif mengatasi masalah pada daerah
tersebut. Terapi inhalasi dianjurkan diberikan kepada penderita asma, penderita alergi saluran
pernapasan, atau penderita batuk pilek dengan slem atau lendir berlebihan. Kontraindikasi
pemberian nebulizer yaitu pada penderita trakeotomi, pada fraktur didaerah hidung.
Tiga jenis obat yang sering digunakan dalam terapi inhalasi yaitu untuk memperbesar saluran
napas, mengencerkan lendir/slem, serta antialergi. Ketiga jenis obat ini mempunyai ukuran
molekul yang berbeda, sehingga pemilihan alat nebulizer harus disesuaikan. Obat-obatan
diracik (berupa cairan), kemudian dimasukan ketabung dengan bantuan listrik menghasilkan
uap yang dihirup dengan masker khusus. Terapi penguapan di berikan sekitar 5-10 menit, 3-4
kali sehari ( seperti jadwal pemberian obat ). Dapat dipakai sejak bayi 0 bulan, anak-anak
(toddler/kids) hingga dewasa.
Tujuan pemberian terapi inhalasi (nebulizer) yaitu: 1) mengencerkan sekret dan mudah untuk
di keluarkan, 2) melembabkan selaput lender pada saluran pernapasan, 3) mengurangi sesak
pada penderita asma, 4) mengobati peradangan pada saluran pernapasan bagian atas.
Hal pertama yang harus diperhatikan saat melakukan terapi inhalasi adalah penggunaan
selang dan masker untuk masing-masing pasien guna menghindari infeksi silang. Ikuti resep
yang dianjurkan oleh dokter. Jangan memakai resep yang diberikan pada saat sakit
sebelumnya, kecuali memang disetujui dokter. Tanyakan pada terapis, apakah obat yang
diberikan dapat dicampur menjadi satu, karena ada beberapa jenis obat yang sebaiknya
diberikan terpisah.
Penilaian ketepatan obat bagi pasien dengan meninjau kembali riwayat medis, alergi, dan
data laboratorium yang dapat mempengaruhi pemberian obat. Penilaian pengetahuan pasien
tentang obat tersebut perlu dilakukan, jika pengetahuan pasien kurang, maka ini saat yang
tepat untuk memberikan edukasi pasien tentang pengobatannya. Prinsip yang harus
diperhatikan sebelum memberikan obat secara inhalasi yaitu verifikasi kembali nama pasien,
jenis obat, dosis, jalur pemberian, dan waktu pemberian (Lynn, 2009).
Saat mesin dihidupkan, tarik napas dalam perlahan-lahan dengan mulut, tahan 2—3 detik,
kemudian embuskan kembali. Pada anak-anak, cukup dianjurkan bernapas normal dan
usahakan agar anak tidak menangis karena akan mengurangi efektivitas terapi. Jangan
bernapas cepat untuk mencoba menghirup seluruh uap yang dihasilkan, karena akan
menyebabkan rasa pusing, gemetar, dan mual. Jika ini ter jadi, hentikan mesin dan istirahat
selama lima menit sebelum melanjutkan terapi kembali.
Terapi inhalasi biasanya berlangsung selama 10—15 menit. Obat pengencer lendir kadang
dapat menyebabkan peningkatan frekuensi batuk sampai beberapa saat setelah terapi. Hal ini
wajar karena batuk adalah suatu reaksi refleks untuk mengeluarkan lendir yang sudah
diencerkan saat terapi. Setelah inhalasi, baringkan anak pada posisi tertentu sesuai dengan
kebutuhan yaitu disesuaikan dengan paru-paru sebelah mana yang banyak lendirnya
(postural drainage). Prosedur ini harus selalu dilakukan untuk menghindari sesak napas
setelah inhalasi.
Setelah selesai terapi, cuci muka untuk menghindari iritasi akibat sisa-sisa obat yang
menempel. Cuci serta simpan selang dan masker untuk pemakaian selanjutnya. Kebanyakan
masker dibuat untuk pemakaian 6—10 kali. Cara perawatan masker yaitu: 1) buka semua
bagian masker 2) rendam dalam air panas selama 15 menit (kecuali selang) 3) cuci dengan
air sabun 4) bilas dan keringkan dengan cara mengguncang dan dianginkan 5) simpan di
tempat yang bersih dan kering (Talesu, 2012).
INHALASI (NEBULIZER)
Nama :
Nim :
No Aspek yang dinilai Nilai
1 2 3 4
1. Prainteraksi:
a. Baca catatan medis dan catatan keperawatan
b. Persiapan alat:
- Nebulizer
- Tabung oksigen dengan humidifier
- Masker anak sesuai usia dengan selang nebulizer
- Syring sesuai kebutuhan
- Kassa antimikroba
- NaCl 0,9%
- Obat-obatan (broncodilator, pengencer dahak)
- Formulir instruksi terapi inhalasi (catatan pemberian obat)
2. Fase orientasi dan fase kerja:
a. Perhatikan prinsip benar (instruksi, nama pasien, jenis obat,
dosis, jalur pemberian dan waktu pemberian), keluhan pasien,
efek samping yang dapat ditimbulkan oleh obat, dan tujuan
pemberian obat.
b. Cuci tangan
c. Cek instruksi obat pasien
d. Menyiapkan alat/obat untuk satu pasien dalam satu waktu:
1) Desinfeksi cairan NaCl 0,9% pada area penarikan cairan
dengan kassa antimikroba
2) Insersikan syring (dengan jarum jika perlu) dan tarik cairan
sebanyak yang ditentukan (3-5 cc)
3) Tarik kembali syring dan masukkan cairan NaCl ke dalam
wadah obat/cairan pada masker nebulizer
4) Masukkan obat sesuai instruksi ke dalam wadah obat/cairan
pada masker nebulizer
e. Dekatkan alat pada pasien
f. Perawat memperkenalkan diri
g. Identifikasi pasien (identifikasi nama dan nomor identifikasi
pada gelang pasien atau minta pasien menyebutkan
namanya/pada keluarga/staf)
h. Tanyakan kembali riwayat alergi pada pasien
i. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan
j. Cuci tangan (pakai sarung tangan bersih)
k. Atur posisi pasien yang nyaman
l. Sambungkan alat nebulizer ke aliran listrik dan sambungkan
selang masker dengan alat nebulizer, pasangkan masker ke
wajah pasien dengan teknik sisi masker menutupi hidung dan
mulut
m. Setelah siap, nyalakan alat nebulizer
n. Anjurkan anak bernapas normal dan usahakan agar anak tidak
menangis karena akan mengurangi efektivitas terapi.
o. Tindakan dilakukan selama 5-10 menit
p. Temani pasien sampai selesai inhalasi
q. Setelah selesai, cuci muka untuk menghindari iritasi akibat sisa-
sisa obat yang menempel.
r. Auskultasi suara napas
s. Bantu pasien kembali ke posisi yang nyaman (Lanjut SOP
fisioterapi dada yaitu postural drainage, perkusi dan vibrasi)
t. Rapikan alat
u. Lepaskan sarung tangan (buang ditempatnya) dan cuci tangan
3. Fase terminasi:
a. Evaluasi perasaan pasien
b. Kontrak waktu dan topik untuk pertemuan berikutnya
(Fisioterapi dada, batuk efektif, suction).
c. Dokumentasi (tanggal, jam, tindakan yang dilakukan, jenis obat,
dosis, jalur pemberian, dan respon pasien, nama dan paraf
perawat)
4 Dimensi Respon
a. Melakukan tindakan dengan sistematis
b. Komunikatif dengan pasien
c. Percaya diri
Keterangan :
TOTAL NILAI
1 = Mengetahui, tetapi tidak melakukan 2 = Melakukan, tetapi tidak tepat
3 = Melakukan, mendekati tepat 4 = Melakukan dengan tepat
Palu,..................................2021
(……………………………………..) (…………………………………………)
BLADDER TRAINING
TRIGER KASUS
Metode bladder training dengan jadwal berkemih dapat dilakukan dengan cara
membuat jadwal berkemih setiap bangun pagi, setiap dua jam pada siang dan sore
hari, setiap empat jam pada malam hari dan sebelum tidur malam. Memberikan cairan
sesuai kebutuhan 30 menit sebelum waktu berkemih, membatasi minum (150-200 cc)
setelah makan malam. Kemudian secara bertahap periode waktu berkemih dapat
ditambah. Dibutuhkan kerjasama dengan keluarga untuk keberhasilan metode ini
(Hariyati, 2000). Bladder training dapat dilakukan dengan latihan menahan kencing
(menunda untuk berkemih). Pada pasien yang terpasang keteter, bladder training
dapat dilakukan dengan mengklem atau mengikat aliran urin ke urin bag.
Bladder training dilakukan sebelum kateterisasi diberhentikan. Tindakan ini dapat
dilakukan dengan menjepit kateter urin dengan klem kemudian jepitannya dilepas
setiap beberapa jam sekali. Kateter di klem selama 20 menit dan kemudian dilepas.
Tindakan menjepit kateter ini memungkinkan kandung kemih terisi urin dan otot
detrusor berkontraksi sedangkan pelepasan klem memungkinkan kandung kemih
untuk mengosongkan isinya.
Tujuan
Tujuan Bladder Training Tujuan dari bladder training (melatih kembali kandung
kemih) adalah mengembalikan pola normal perkemihan dengan menghambat atau
menstimulasi pengeluaran air kemih . Bladder training bertujuan untuk
mengembangkan tonus otot dan spingter kandung kemih agar berfungsi optimal.
Latihan ini dilakukan pada pasien setelah kateter terpasang dalam jangka waktu yang
lama .
Bladder training dapat dilakukan pada pasien yang mengalami inkontinensia, pada pasien
yang terpasang kateter dalam waktu yang lama sehingga fungsi spingter kandung kemih
terganggu. Bladder training juga bisa dilakukan pada pasien stroke, bladder injury, dan
pasien dengan pemasangan kateter yang lama. Bladder training efektif digunakan dalam
menangani masalah inkontinesia dorongan, inkontinensia stress atau gabungan keduanya
yang sering disebut inkontinensia campuran.
Melakukan Bladder Trainirng
Nama Mahasiswa :
NIM :
No Aspek yang dinilai Nilai
1 2 3 4
Tahap pra interaksi
1 Periksa instruksi dokter dan rencana asuhan keperawatan
2 Melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
3 Menyiapkan peralatan
4 Menyiapkan peralatan disamping tempat tidur pasien:
a. Jam
b. Air minum dalam tempatnya
c. Handscoon
d. Arteri klem
e. Kassa
Tahap orientasi
5 Berikan salam, panggil klien dengan namanya
6 Jelaskan tujuan tindakan dan prosedur pada klien
7 Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
8 Tahap kerja
Menutup pintu dan sampiran
9 Menyiapkan klien:
Menutup pasien dengan selimut
Prosedur 1 jam
10 Siapkan Peralatan
Cuci tangan
11 Klien diberi minum setiap 1 jam sebanyak 200 cc dari
jam 07.00 s/d 19.00.
Setiap kali habis diberi minum cateter diklem
12 Kemudian setiap jam kandung kemih dikosongkan mulai
jam 08.00 s.d jam 20.00 dengan cara klem kateter dibuka
13 Pada malam hari (setelah jam 20.00) cateter dibuka (tidak
diklem) dan klien boleh minum tanpa ketentuan seperti
pada siang hari
14 Prosedur tersebut diulang untuk hari berikutnya sampai
program tersebut berjalan lancar dan berhasil
Prosedur 2 jam
15 Klien diberi minum setiap 2 jam sebanyak 200 cc dari
jam 07.00 s/d jam 19.00. Setiap kali habis diberi minum,
kateter diklem
16 Kemudian setiap jam kandung kemih dikosongkan mulai
dari jam 09.00 s/d jam 21.00 dengan cara klem kateter
dibuka
17 Pada malam hari (setelah jam 20.00) kateter dibuka (tidak
diklem) dan klien boleh minum tanpa ketentuan seperti
pada siang hari
18 Prosedur tersebut diulang untuk hari berikutnya sampai
program tersebut berjalan lancar dan berhasil
Tingkat Bebas kateter
19 Klien diberi minum setiap 1 jam sebanyak 200 cc dari
jam 07.00 s/d jam 19.00. lalu kandung kemih
dikosongkan.
20 Kemudian kateter dilepas
21 Atur posisi yang nyaman untuk klien, bantu klien untuk
konsentrasi BAK, kemudian lakukan penekanan pada
area kandung kemih setiap 2 jam menggunakan urinal
22 Berikan minum terakhir jam 19.00 selanjutnya klien tidak
boleh diberi minum sampai jam 07.00 pagi untuk
menghindari klien dari basahnya urine pada malam hari
23 Beritahu klien bahwa pengosongan kandung kemih
selanjutnya dijadwalkan setiap 2 jam sekali, apabila ada
rangsangan BAK sebelum 2 jam klien diharuskan
menahannya
24 Buatlah sebuah jadwal bagi pasien untuk mencoba
mengosongkan kandung kemih dengan menggunakan
urinal
25 Alat-alat dibereskan
Tahap terminasi
26 Beri re inforcement kepada pasien
27 Kaji evaluasi respon pasien
28 Dokumentasi catat prosedurnya dalam catatan perawat
29 Dimensi Respon
a. Melakukan tindakan dengan sistematis
b. Komunikatif dengan pasien
c. Percaya diri
TOTAL NILAI
Keterangan :
1 = Mengetahui, tetapi tidak melakukan
2 = Melakukan, tetapi tidak tepat NILAI =
3 = Melakukan, mendekati tepat
4 = Melakukan dengan tepat
(……………………………………..) (…………………………………………)
PEREKAMAN EKG
TRIGER KASUS
PEREKAMAN EKG
NILAI =
Palu,.2021
(……………………………………..) (…………………………………………)
PEMASANGAN KATETER
TRIGER KASUS
Tipe Kateterisasi
Pemasangan kateter dengan dapat bersifat sementara atau menetap. Pemasangan kateter
sementara atau intermiten catheter (straight kateter) dilakukan jika pengosongan kandung
kemih dilakukan secara rutin sesuai dengan jadwal, sedangkan pemasangan kateter menetap
atau indwelling catheter (folley kateter) dilakukan apabila pengosongan kateter dilakukan
secara terus menerus
a. Kateter sementara (straight kateter)
Pemasangan kateter sementara dilakukan dengan cara kateter lurus yang sekali pakai
dimasukkan sampai mencapai kandung kemih yang bertujuan untuk mengeluarkan urin.
Tindakan ini dapat dilakukan selama 5 sampai 10 menit. Pada saat kandung kemih kosong
maka kateter kemudian ditarik keluar, pemasangan kateter intermitten dapat dilakukan
berulang jika tindakan ini diperlukan, tetapi penggunaan yang berulang meningkatkan resiko
infeksi. Pemasangan kateter sementara dilakukan jika tindakan untuk mengeluarkan urin dari
kandung kemih pasien dibutuhkan. Efek samping dari penggunaan kateter ini berupa
pembengkakan pada uretra, yang terjadi saat memasukkan kateter dan dapat menimbulkan
infeksi.
Kateter menetap terdiri atas foley kateter (double lumen) dimana satu lumen berfungsi untuk
mengalirkan urin dan lumen yang lain berfungsi untuk mengisi balon dari luar kandung
kemih. Tipe triple lumen terdiri dari tiga lumen yang digunakan untuk mengalirkan urin dari
kandung kemih, satu lumen untuk memasukkan cairan ke dalam balon dan lumen yang ketiga
dipergunakan untuk melakukan irigasi pada kandung kemih dengan cairan atau pengobatan.
Indikasi Kateterisasi Kateterisasi sementara digunakan pada penatalaksanaan jangka panjang
klien yang mengalami cidera medulla spinalis, degenerasi neuromuscular, atau kandung
kemih yang tidak kompeten, pengambilan spesimen urin steril, pengkajian residu urin setelah
pengosongan kandung kemih dan meredakan rasa tidak nyaman akibat distensi kandung
kemih.
Kateterisasi sementara diindikasikan pada klien yang tidak mampu berkemih 8-12 jam
setelah operasi, retensi akut setelah trauma uretra, tidak mampu berkemih akibat obat
sedative atau analgesic, cidera pada tulang belakang, degerasi neuromuscular secara progresif
dan pengeluaran urin residual. Kateterisasi menetap (foley kateter) digunakan pada klien
paskaoperasi uretra dan struktur di sekitarnya (TUR-P), obstruksi aliaran urin, obstruksi
uretra, pada pasien inkontinensia dan disorientasi berat.
KETERAMPILAN MEMASANG DOWER CATHETER
Nama Mahasiswa :
NIM :
PENCAPAIAN
ASPEK YANG DI NILAI
NO 1 2 3 4
TAHAP PRAINTERAKSI
1. Baca catatan medis dan catatan keperawatan
2. Persiapan alat
1) Pengalas (perlak dan handuk)
2) Selimut ekstra atau selimut mandi
3) Kapas sublimat
4) Sarung tangan steril
Kateter steril (ukuran dan jenisnya disesuaikan dengan
5)
kebutuhan pasien)
6) Katung penampung urine (urine bag)
7) Spuit 20 cc yang berisi aquadest
8) Pinset anatomis
9) Jeli atau gliserin
10) Bengkok
11) Plester/hepavix dan gunting
3 Jaga privasi pasien
FASE ORIENTASI
PERSIAPAN PASIEN
4 Perkenalan
5 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Atur posisi pasien :
6 Telentang (supine) untuk
pria
Dorsal recumbent untuk wanita
FASE KERJA
7 Cuci tangan
8 pasang pengalas di bawah bokong pasien
9 Pakaikan selimut mandi sehingga hanya area perineal
yang terlihat
10 Lepaskan pakaian bawah pasien
11 Letakkan bak berisi set kateter, bengkok, dan kapas
sublimat di antara kedua tungkai bawah pasien
dengan
jarak minimal 45 cm dari perineum pasien
12 Buka set kateter dan taruh di dalam bak peralatan
13 Kenakan sarung tangan steril (handscoen steril)
14 Pasang duk berlubang di daerah genetalia pasien
15 Tes balon kateter apakah mengembang atau tidak
16 Buka daerah meatus.
Pria :
Pegang area di bawah glans penis dengan ibu jari dan
telunjuk tangan kiri. Tarik prepetium sedikit ke
pangkalnya (untuk yang belum disunat).
Wanita :
Buka labia dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu
jari tangan kiri, kemudian tarik sedikit ke atas
17 Bersihkan daerah meatus.
Pria :
Bersihkan meatus dengan gerakan melingkar dari pusat
ke arah luar, minimal tiga kali.
Wanita :
Bersihkan area labia luar, terakhir bagian meatus, kapas
hanya digunakan sekali (atas ke bawah, dari meatus ke
anus)
18 Oleskan minyak pelican/jelly pada ujung kateter.
Pria : 15-18 cm
Wanita : 4-5 cm
19 Masukkan kateter secara perlahan ke dalam
orificium urethrae sampai urine keluar.
Pria : 18-20 cm; tegakkan penis dengan
sudut 900C
Wanita : 5-7 cm
Tampung urine yang keluar dengan bengkok
20 Jika pada saat memasukkan kateter terasa ada tekanan,
jangan dipaksakan. Usahakan agar pasien tenang dan
rileks
21 Anjurkan pasien untuk menarik napas dalam pada saat
kateter dimasukkan
22 Masukkan kembali kateter sepanjang 2 cm sambil sedikit
diputar
23 Isi balon kateter dengan aquades sebanyak yang
ditentukan dengan menggunakan spuit tanpa jarum. Lihat
pada petunjuk di bungkus kateter
24 Tarik kateter perlahan sampai ada tahanan balon
25 Lepaskan duk
26 Hubungkan kateter dengan urine bag
27 Lepaskan sarung tangan
28 Fiksasi kateter dengan plester.
Pria :di bagian paha
Wanita : ke arah samping
29 Gantung urine bag dengan posisi lebih rendah daripada
kandung kemih
30 Bantu pasien mencapai posisi yang nyaman
31 Ganti selimut mandi dengan selimut tidur. Kalau perlu
ganti pakaian
TAHAP TERMINASI
32 Beri re inforcement kepada pasien
33 Kaji evaluasi respon pasien
34 Menyampaikan rencana tindak lanjut dengan pasien
35 Membuat kontrak yang akan datang : Waktu, tempat,
topic
36 Mengakhiri kegiatan dengan berpamitan
DOKUMENTASI
37 Dokumentasi (nama pasien, waktu, jenis tindakan,
respon pasien, nama dan tanda tangan perawat)
SIKAP
38 Melakukan tindakan dengan sistematis
39 Komunikatif dengan pasien
40 Percaya diri
TOTAL NILAI
Keterangan :
Keterangan :
1 = Mengetahui, tetapi tidak melakukan 2 = Melakukan,
tetapi tidak tepat
3 = Melakukan, mendekati tepat 4 = Melakukan dengan
tepat Nilai Batas Lulus (NBL) = ≥ 75
Penilaian:(Jumlah nilai aspek yang dilakukan) x 100
(Jumlah aspek ….. x 4)
NILAI =
Palu,.2021
Pembimbing/ Penguji
()
CHEKLIST
KETERAMPILAN
PEMASANGAN NASO GASTRIC
TUBE (NGT)
1. Tahap Pra-interaksi
a. Menyapa pasie n dan memperkenalkan diri
b. Menanyakan identitas pasie n
c. Menanyakan keluhan utama dan anamnesis singkat
2. Tahap Orientasi
a. Mempersiapkan alat dan bahan
b. Menjelaskan indikasi pemasangan NGT sesuai dengan kondisi pasien
c. Menjelaskan prosedur pemasangan NGT.
d. Meminta persetujuan pasien.
e. Menjaga privacy pasien
f. Meminta pasien duduk atau berbaring terlentang
g. Mencuci tangan & mengguna kan sarung tangan
3. Tahap Kerja
Alat-alat yangdiperlukan
1. Selang NGT sesuai ukuran yang dipakai (Dewasa/anak)
2. Jelly NGT
3. Near baken/bengkok
4. Plester
5. Guntung plester
6. Kapas alkohol
7. Klem
8. Pinset anatomis
9. Hand scoon
10. Stetoskop
11. Spuit 10/50cc disesuaikan
12. Penlight
13. Handuk/pengalas