Referat Cholelithiasis
Referat Cholelithiasis
CHOLELITHIASIS
Pembimbing
Disusun Oleh:
Fisca Luvitta Yanthi
NPM. 10310154
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT karena atas Rahmat
Dan Kasih Sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
“Cholelithiasis”. Referat ini merupakan salah satu pemenuhan syarat kepanietraan
klinik senior di Bagian SMF Bedah Fakultas kedokteran Universitas Malahayati
RSUD dr.Soekardjo Kota Tasikmalaya
Tidak lupa penyusun mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada
dr.Toha Sapari, Sp.B. Sebagai pembimbing yang telah memberikan saran,
bimbingan, dan dukungan dalam penyusunan referat ini. Penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada rekan-rekan dokter muda dan pihak yang banyak membantu
dalam penyusunan referat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa referat ini jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran sebagai masukan untuk perbaikan
demi kesempurnaan referat ini.
Penulis
3
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 4
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
2.1.1 Embriologi
Cikal bakal saluran empedu dan hati adalah penonjolan sebesar 3 mm, yang
timbul di daerah ventral usus depan. Bagian kranial tumbuh menjadi hati, bagian
kaudal menjadi kandung empedu. Dari tonjolan berongga yang bagian padatnya
kelak menjadi sel hati, tumbuh saluran empedu yang bercabang-cabang seperti
pohon di antara sel hati tersebut. 1
2.1.2 Anatomi
Lapisan peritoneum yang sama yang meliputi hati meliputi fundus dan
permukaan inferior kantong empedu. Kadang-kadang, kandung empedu memiliki
penutup peritoneal lengkap dan ditangguhkan dalam mesenterium dari permukaan
rendah hati, dan jarang, itu tertanam jauh di dalam parenkim hati (sebuah kantung
empedu intrahepatik). 3
Kantong empedu dilapisi oleh satu, sangat dilipat, epitel kolumnar tinggi
yang mengandung kolesterol dan lemak gelembung-gelembung. Lendir
disekresikan ke kandung empedu berasal dari kelenjar tubuloalveolar ditemukan di
mukosa yang melapisi infundibulum dan leher kandung empedu, tetapi absen dari
tubuh dan fundus. Lapisan epitel kandung empedu didukung oleh lamina propria.
Lapisan otot memiliki serat longitudinal dan melingkar miring, tapi tanpa lapisan
berkembang dengan baik. Subserosa perimuskular mengandung jaringan ikat, saraf,
pembuluh, limfatik, dan adiposit. Hal ini ditutupi oleh serosa kecuali kantong
empedu tertanam dalam hati. Kantong empedu berbeda histologis dari saluran
pencernaan dalam hal ini tidak memiliki mukosa muskularis dan submukosa. 3
Empedu di sekresi oleh sel hepar ke dalam ductulus biliaris yang bersatu
menjadi ductulus biliaris interlobularis yang bergabung untuk membentuk ductus
hepaticus dexter dan ductus hepaticus sinister. Ductus hepaticus dexter
menyalurkan empedu dari lobus hepatis dexter, dan ductus hepaticus sinister
menyalurkan empedu dari lobus hepatis sinister, termasuk lobus caudatus dan
hampir seluruh lobus quadratus. Setelah melewati porta hepatis, kedua ductus
hepaticus bersatu untuk membentuk ductus hepaticus communis. Dari sebelah
kanan ductus cysticus bersatu dengan ductus hepaticus communis untuk
membentuk ductus choledochus (biliaris) yang membawa empedu ke dalam
duodenum. 4
Ductus choledochus berawal di sisi bebas omentum minus dari persatuan
ductus cysticus dan ductus hepaticus communis. Ductus choledochus melintas ke
kaudal di sebelah dorsal pars superior duodenum dan menempati alur pada
permukaan dorsal caput pancreatic. Disebelah kiri bagian duodenum yang menurun,
ductus choledochus bersentuhan dengan ductus pancreaticus. Kedua ductus ini
melintas miring melalui dinding bagian kedua duodenum, lalu bersatu membentuk
ampulla hepatopancreatica. Ujung distal ampulla hepatopancreatica bermuara ke
8
dalam duodenum melalui papilla duodeni major. Otot yang terdapat pada ujung
distal ductus choledochus menebal untuk membentuk musculus sphinter ductus
choledochi. Jika musculus sphinter ductus choledochi mengkerut, empedu tidak
dapat memasuki ampula hepatopancreatica dan atau duodenum, maka empedu
terbentdung dan memasuki ductus cysticus ke dalam vesica biliaris untuk
dipekatkan dan disimpan. 4
2.2 Fisiologi
Fungsi kandung empedu, yaitu :
a. Tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu yang
ada di dalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan
empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati.
b. Garam empedu menyebabkan meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak
dan vitamin yang larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya
dari usus. Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah
diubah menjadi bilirubin (pigmen utama dalam empedu) dan dibuang ke
dalam empedu 3,5
Garam empedu kembali diserap ke dalam usus, disuling oleh hati dan
dialirkan kembali ke dalam empedu. Sirkulasi ini dikenal sebagai sirkulasi
enterohepatik. Seluruh garam empedu didalam tubuh mengalami sirkulasi
sebanyak 10-12 kali/hari. Dalam setiap sirkulasi, sejumlah kecil garam empedu
masuk ke dalam usus besar (kolon). Di dalam kolon, bakteri memecah garam
empedu menjadi berbagai unsur pokok. Beberapa dari unsur pokok ini diserap
kembali dan sisanya dibuang bersama tinja. Hanya sekitar 5 % dari asam
empedu yang di sekresi ke dalam feces. 1,3
11
Batu empedu dapat bervariasi ukurannya dari sebesar pasir hingga sebesar
bola golf Jumlah yang terbentuk juga bisa mencapai beberapa ribu. Bentuknya
juga berbeda-beda tergantung dari jenis:
1. Batu kolesterol
Batu kolesterol murni jarang terjadi dan memperhitungkan <10% dari semua
batu. Mereka biasanya terjadi sebagai batu-batu besar tunggal dengan permukaan
yang halus. Sebagian besar batu kolesterol lainnya mengandung jumlah variabel
pigmen empedu dan kalsium, tapi selalu > 70% kolesterol. Batu-batu ini biasanya
banyak, dengan ukuran variabel, dan mungkin sulit dan faceted atau tidak beraturan
irreguller berbentuk seperti murbei, dan lembut. Warna berkisar dari keputihan
kuning dan hijau menjadi hitam.
2. Batu pigmen
Batu pigmen mengandung < 20% kolesterol dan berwarna gelap karena
kandungan kalsium bilirubinate. Jika tidak, batu pigmen berwarna hitam dan coklat
memiliki sedikit dan harus dianggap sebagai entitas yang terpisah.
Batu pigmen hitam biasanya ukuran kecil, rapuh, hitam, dan kadang-
kadang spiculated. Mereka dibentuk oleh jenuh kalsium bilirubinate, karbonat, dan
fosfat, paling sering sekunder untuk gangguan hemolitik seperti sferositosis
herediter dan penyakit anemia sel sabit, dan pada penyakit sirosis. Seperti batu
kolesterol, mereka hampir selalu terbentuk di kandung empedu. Bilirubin tak
terkonjugasi jauh lebih larut dari terkonjugasi bilirubin dalam empedu.
Deconjugation bilirubin terjadi biasanya dalam empedu pada tingkat yang lambat.
Tingkat berlebihan bilirubin terkonjugasi, seperti di negara-negara hemolitik,
menyebabkan peningkatan laju produksi bilirubin tak terkonjugasi. Sirosis dapat
menyebabkan peningkatan sekresi bilirubin tak terkonjugasi. Ketika kondisi
berubah menyebabkan peningkatan kadar bilirubin dalam empedu deconjugated,
curah hujan dengan kalsium terjadi. Di negara-negara Asia seperti Jepang, akun
batu hitam untuk persentase yang jauh lebih tinggi dari batu empedu dibandingkan
di belahan bumi Barat.
Batu coklat biasanya dengan ukuran < 1 cm, berwarna kuning kecoklatan,
lunak, dan sering lunak. Dapat membentuk di dalam kantong empedu atau di
saluran empedu, biasanya sekunder terhadap infeksi yang disebabkan oleh stasis
empedu. Endapan kalsium bilirubinate dan badan sel bakteri membentuk bagian
utama dari batu.
Bakteri seperti Escherichia coli mensekresikan β-glucuronidase yang
enzimatik membelah bilirubin glukuronida untuk menghasilkan larut bilirubin tak
terkonjugasi. Hal endapan dengan kalsium, dan bersama dengan badan sel bakteri
mati, membentuk coklat yang lembut batu di saluran empedu.
14
Batu coklat biasanya ditemukan di saluran empedu dari populasi Asia dan
berhubungan dengan stasis sekunder untuk parasit infeksi. Dalam populasi Barat,
batu coklat terjadi sebagai empedu utama batu saluran pada pasien dengan
penyempitan empedu atau batu empedu saluran lain yang menyebabkan stasis dan
kontaminasi bakteri. 3
3. Batu campuran
2.4 Epidemiologi
Penyakit batu empedu merupakan salah satu masalah yang paling umum
yang mempengaruhi saluran pencernaan. Laporan otopsi menunjukkan prevalensi
batu empedu dari 11% menjadi 36 %. Prevalensi batu empedu berhubungan dengan
banyak faktor, termasuk usia, jenis kelamin, dan latar belakang etnis. Kondisi
tertentu predisposisi yang pengembangan batu empedu. Obesitas, kehamilan, faktor
makanan, penyakit Crohn, reseksi ileum terminal, operasi lambung, sferositosis
herediter, penyakit sel sabit, dan talasemia yang semua yang berhubungan dengan
peningkatan risiko mengembangkan batu empedu.
15
Sekitar 5,5 juta penderita batu empedu ada di Inggris dan 50.000
kolesistektomi dilakukan setiap tahunnya. Kasus batu empedu sering ditemukan di
Amerika, yaitu pada 10 sampai 20% penduduk dewasa. Setiap tahun beberapa ratus
ribu penderita ini menjalani pembedahan.6 Dua per tiga dari batu empedu adalah
asimptomatis dimana pasien tidak mempunyai keluhan dan yang berkembang
menjadi nyeri kolik tahunan hanya 1-4%. Sementara pasien dengan gejala
simtomatik batu empedu mengalami komplikasi 12% dan 50% mengalami nyeri
kolik pada episode selanjutnya. Risiko penyandang batu empedu untuk mengalami
gejala dan komplikasi relatif kecil. Walaupun demikian, sekali batu empedu
menimbulkan masalah serangan nyeri kolik yang spesifik maka resiko untuk
mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat.6
Di negara Barat 10-15% pasien dengan batu kandung empedu juga disertai
batu saluran empedu. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk
primer di dalam saluran empedu intra-atau ekstra-hepatik tanpa melibatkan
kandung empedu. Batu saluran empedu primer lebih banyak ditemukan pada pasien
di wilayah Asia dibandingkan dengan pasien di negara Barat.6
16
2.5 Etiologi
Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan
asam chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein
dan 0,3% bilirubin.2 Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan
sempurna namun yang paling penting adalah gangguan metabolisme yang
disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi
kandung empedu.3 Sementara itu, komponen utama dari batu empedu adalah
kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi
jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan
membentuk endapan di luar empedu.
Gejala empedu simtomatik utama yang terkait dengan batu adalah nyeri. Rasa
sakit adalah konstan dan peningkatan keparahan selama setengah jam pertama atau
lebih dan tipikal berlangsung selama 1 sampai 5 jam. Hal ini terletak di epigastrium
17
atau kuadran kanan atas dan sering menyebar ke punggung bagian atas kanan atau
antara skapula. Rasa sakit parah dan datang pada tiba-tiba, biasanya pada malam
hari atau setelah makan lemak. Hal ini sering dikaitkan dengan mual dan muntah
kadang-kadang. Rasa sakit adalah episodik. Pasien menderita serangan diskrit
nyeri, antara yang mereka merasa baik. Pemeriksaan fisik dapat mengungkapkan
ringan kuadran kanan atas nyeri selama episode nyeri. Jika pasien sakit gratis,
pemeriksaan fisik biasanya kategorinya sekutu biasa-biasa saja. Nilai laboratorium,
seperti jumlah dan fungsi hati WBC tes, biasanya normal pada pasien dengan batu
empedu dipersulit. 3
2.7 Patofisiologi
Hepatolitiasis ialah batu empedu yang terdapat di dalam saluran empedu dari
awal percabangan duktus hepatikus dextra dan sinistra meskipun percabangan
tersebut mungkin terdapat diluar parenkrim hati. Batu tersebut umumnya berupa
batu pigmen yang berwarna coklat, lunak, bentuk seperti lumpur dan rapuh.
Hepatolitiasis akan menimbulkan kolangitis piogenik rekurens atau kolangitis
oriental yang sering sulit penanganannya.
lemak. Jika kadar kolesterol yang terdapat dalam cairan empedu melebihi
batas normal, maka cairan empedu dapat mengendap dan lama kelamaan
menjadi batu. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat
mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat
menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
e. Aktivitas fisik
Kurangnya aktivitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko
terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih
sedikit berkontraksi.
2.9 Diagnosis
2. Pemeriksaan Radiologis
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena
hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang
kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat
dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang
membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan
lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di
fleksura hepatika.1
21
Terlihat kontur, besar dan batas yang normal, dinding tidak menebal. Terletak diantara
parenkim hati lobus kanan pada fossa vesika felea. Ekocairan homogen
4. Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena
relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga
dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan
ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan
23
hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati.
Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung
empedu.1
2.11 Komplikasi
1. Kolesistitis Akut
Hampir semua kolesititis akut terjadi akibat sumbatan duktus sistikus oleh
batu yang terjebak di dalam kantung Hartmann, komplikasi ini terjadi pada
penderita kolelittiasis 5%.
Gambaran klinis, keluhan utama ialah nyeri akut di perut kuadran kanan
atas, yang kadang-kadang menjalar ke belakang di daerah scapula. Pada
kolesistitis, nyeri menetap dan disertai tanda rangsang peritoneal berupa nyeri
tekan, lepas, dan defans muscular otot dinding perut. Kandung empedu yang
membesar dan dapat diraba. Pada separuh penderita dapat disertai mual dan
muntah.
Sering diikuti rasa nyeri pada penekanan dengan transduser yang dikenal
2. Kolesititis Kronik
dan eko cairan lebih terlihat hiperekoik. Sering terdapat pada kolesistisis kronik
25
Kadang-kandang hanya eko batunya saja yang terlihat pada fossa vesika felea.9
Gambar 10. USG Kolesistitis kronik, terlihat dinding yang menebal, kandung
empedu mengkisut dan batu yang disertai bayangan akuistik.
3. Keganasan
kolelitiasis dan tanpa kolelitiasis, pada perempuan dan laki-laki tidak berbeda.
Umur kejadian rata-rata pada 60 tahun, jarang pada usia muda. Jenis tumor
disebut kolangiokarsinoma.
ditemukan nyeri menetap di perut uadran kanan atas, mirip kolik bilier. Apabila
tejadi obstruksi duktus sstikus, akan timbul kolesistitis akut. Diagnosis, pada
ini tidak akan disangka tumor apabila disertai tanda kolesistitis akut.
Gambar 11. Keganasan : Terlihat massa padat di dalam kandung empedu dengan
batas ireguler,tidak menimbulkan bayangan akustik, kandung empedu
membesar,sehingga batasnya dengan parenkim hepar tidak tegas.
Terlihat area anekoik sekeliling kandung empedu (perikolesistitis)
4. Kolangitis
2.12 Penatalaksanaan
cholesistitis akut yang sering parah. Wanita hamil dengan batu empedu simtomatik
yang tidak dapat dikelola harap dengan diet modifikasi dapat dengan aman
menjalani kolesistektomi laparoskopi selama trimester kedua. Kolesistektomi
laparoskopi aman dan efektif pada anak-anak dan dewasa, kolesistektomi,
laparoskopi terbuka, untuk pasien dengan batu empedu yang simptomatik. Sekitar
90 % dari pasien dengan gejala khas empedu dan batu tersebut diberikan bebas dari
gejala setelah kolesistektomi. Untuk pasien dengan gejala atypikal atau dispepsia
(kembung, bersendawa, kembung, dan intoleransi lemak dari makanan), hasilnya
tidak seperti yang menguntungkan. 3
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri
yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau
mengurangi makanan berlemak. 1
Jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun
telah dilakukan perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk menjalani
pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi). Pengangkatan kandung empedu
tidak menyebabkan kekurangan zat gizi dan setelah pembedahan tidak perlu
dilakukan pembatasan makanan. 1
pasien.10 Kurang dari 10% batu empedu dilakukan cara ini an sukses.2
Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi criteria terapi non operatif
diantaranya batu kolesterol diameternya < 20 mm, batu kurang dari 4 batu,
fungsi kandung empedu baik dan duktus sistik paten.
4. Disolusi kontak
Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang
poten (Metil-Ter-Butil-Eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui
kateter yang diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu
empedu pada pasien-pasien tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian
utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun).
6. Kolesistotomi
Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di
samping tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang
bermanfaat, terutama untuk pasien yang sakitnya kritis.
31
2.13 Prognosis
Untuk penderita dengan ukuran batu yang kecil, pemeriksaan serial USG
diperlukan untuk mengetahui perkembangan dari batu tersebut. Batu bisa
menghilang secara spontan. Untuk batu besar masih merupakan masalah, karena
resiko terbentuknya karsinoma kandung empedu (ukuran batu > 2cm). Karena
resiko tersebut, dianjurkan untuk mengambil batu tersebut.
32
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
2. Coopeland III EM, MD Kirby I, Bland MD. Sabiston Buku Ajar Bedah. Jakarta;
1995.
3. Brunicardi, CF. Andersen, D.K, Billiar RT, Dunn LD, dkk. Schwartz’s
4. Moore KL, Anne MR. Anatomi klinis dasar. Jakarta : Hipokrates. 2002 ; Hal
122 -123.
6. Lesmana L. Batu empedu. Dalam : Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 3.
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2000. 380-
384.
8. Putz RV, Pabst R. Atlas Anatomi Manusia SOBOTTA Batang Badan. Panggul
dan Ekstremitas Bawah Jilid I. Edisi 21. Editor: Suyono YJ. Jakarta; 2000. Hal
142-150.