Anda di halaman 1dari 9

A.

Kecerdasan spiritual

1. Pengertian Kecerdasan Spiritual

Kecerdasan spiritual (SQ) adalah kecerdasan untuk menghadapi dan


memecahkan persoalan makna kehidupan, nilai-nilai, dan keutuhan diri yaitu
kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna
yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan
hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. Seseorang dapat
menemukan makna hidup dari bekerja, belajar dan bertanya, bahkan saat
menghadapi masalah atau penderitaan. Kecerdasan spiritual merupakan
kecerdasan jiwa yang membantu menyembuhkan dan membangun diri manusia
secara utuh.
Kecerdasan spritual tersusun dalam dua kata yaitu “kecerdasan” dan
“spiritual”. Kecerdasan adalah kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah
yang dihadapinya, terutama masalah yang menuntut kemampuan fikiran. Berbagai
batasan-batasan yang dikemukakan oleh para ahli didasarkan pada teorinya
masing-masing. (Munandir, 2001). Spiritual juga berarti kejiwaan, rohani, batin,
mental, moral.
2. Ciri Kecerdasan Spritual

Menurut Agustian, Zohar dan marshall, 2007 mengindikasikan tanda dari


SQ yang telah berkembang dengan baik mencangkup hal berikut:
a. Tawazzun (Kemampuan bersikap fleksibel).

b. Kaffah (Mencari jawaban yang mendasar dalam melihat berbagai persoalan


secara holistik).
c. Memiliki kesadaran tinggi dan istiqomah dalam hidup yang diilhami oleh visi
dan nilai.
d. Tawadhu‟ (Rendah hati).

e. Ikhlas dan tawakkal dalam menghadapi dan melampaui cobaan.


f. Memiliki integritas dalam membawakan visi dan nilai pada orang lain.

Mahayana menyebutkan beberapa ciri orang yang mempunyai kecerdasan


spritual yang tinggi, (Nggermanto, 2005, hal. 123-136).
a. Memiliki prinsip dan visi yang kuat

b. Kesatuan dan keragaman

c. Memaknai

d. Kesulitan dan penderitaan

3. Aspek-Aspek Kecerdasan Spiritual

Kecerdasan Spiritual adalah kemampuan seseorang untuk mendengarkan


hati sebagai bisikan kebenaran yang berasal dari Allah SWT, ketika seseorang
mengambil keputusan atau melakukan pilihan, berempati, dan beradaptasi.
Potensi ini sangat ditentukan oleh upaya membersihkan qalbu dan memberikan
pencerahan qalbu, sehingga mampu memberikan nasehat dan mengarahkan
tindakan, bahkan akhirnya menuntut seseorang dalam mengambil tiap-tiap
keputusan, (Tasmara, 2001).
Aspek kecerdasan spiritual Ary ginanjar agustian, (Tasmara, 2001) adalah
sebagai berikut :
a. Shiddiq

Shiddiq adalah orang benar dalam semua kata, perbuatan, dan keadaan
batinya. Hati nuraninya menjadi bagian dari kekuatan dirinya karena dia sadar
bahwa segala hal yang akan mengganggu ketentraman jiwanya merupakan dosa.
b. Istiqomah
Istiqamah diterjemahkan sebagai bentuk kualitas batin yang melahirkan
sikap konsisten (taat azas) dan teguh pendirian untuk menegakkan dan
membentuk sesuatu menuju pada kesempurnaan atau kondisi yang lebih baik,
sebagai mana kata taqwin merujuk pula pada bentuk yang sempurna(qiwam).
Abu Ali ad-Daqqaq (Tasmara, 2001, hal. 189), berkata ada tiga derajat
pengertian istiqamah, yaitu menegakkan atau membentuk sesuatu (taqwim),
menyehatkan dan meluruskan (iqamah), dan berlaku lurus (istiqamah), takwim
menyangkut disiplin jiwa, Iqamah berkaitan dengan penyempurnaan, dan
istiqamah berhubungan dengan tindakan pendekatan diri kepada Allah. Sikap
istiqamah menunjukkan kekuatan iman yang merasuki seluruh jiwanya,
sehingga dia tidak mudah goncang atau cepat menyerah pada tantangan atau
tekanan, mereka yang memiliki jiwa istiqamah itu adalah tipe manusia yang
merasakan ketenanggan luar biasa (iman, aman, muthmainah) walau
penampakannya diluar bagai yang gelisah. Dia meresa tenteram karena apa
yang dia lakukan merupakan rangkaian ibadah sebagai bukti “yakin” kepada
ALLAH SWT dan Rasul-Nya. Sikap istiqamah ini dapat terlihat pada orang-
orang :
1) Mempunyai Tujuan
Sikap istiqamah hanya mungkin merasuki jiwa seseorang bila mereka
mempunyai tujuan atau ada sesuatu yang ingin dicapai. Mereka mempunyai
visi yang jelas dan dihayatinya sebagai penuh kebermaknaan, mereka pun
sadar bahwa pencaSpiritualan tujuan tidaklah datang begitu saja, melainkan
harus diperjuangkan dengan penuh dengan kesabaran, kebijakan,
kewaspadaan, dan perbuatan yang memberikan kebaikan semata.
2) Kreatif
Orang yang memilki sifat istiqamah akan tanpak dari kretivitasnya,
yaitu kemampuan untuk mengahasilkan sesuatu melalui gagasan-gagasannya
yang segar, mereka mampu melakukan deteksi dini terhadap permasalahan
yang dihadapinya, haus akan imformasi, dan mempunyai rasa ingin tahu yang
besar (curiousity) serta tidak takut pada kegagalan.
3) Menghargai Waktu

Waktu adalah aset Ilahiyah yang paling berharga, bahkan merupakan


kehidupan itu yang tidak dapat disia-siakan, Sungguh benar apa yang
difirmankan Allah agar kita memperhatikan waktu (ashar). Rasulullah saw.
Bersabda, “Jangan mencerca waktu karena Allah pemilik waktu.” (HR
Ahmad).
4) Sabar
Sabar merupakan suasana batin yang tetap tabah, istiqamah pada awal
dan akhir ketika menghadapi tantangan, dan mengemban tugas dengan hati
yang tabah dan optimis, sehingga dalam jiwa orang yang sabar tersebut
terkandung beberapa hal yang diantaranya sebagai berikut, menerima dan
menghadapi tantangan dengan tetap konsisten dan berpengharapan,
berkeyakinan Allah tidak akan memberikan beban diluar kemampuanya.
Mereka tetap mengendalikan dirinya dan mampu melihat sesuatu dalam
perspektif yang luas, tidak hanya melihat apa yang tanpak, tetapi melihat
sesuatu dalam kaitanya dengan yang lain.

c. Fathanah

Fathanah diartikan sebagai kemahiran, atau penguasaan terhadap


bidang tertentu, pada hal makna fathanah merujuk pada dimensi mental yang
sangat mendasar dan menyeluruh. Seorang yang memilki sikap fathanah,
tidak hanya menguasai bidangnya saja begitu juga dengan bidang-bidang
yang lain, Keputusan-keputusanya menunjukkan warna kemahiran seorang
profesional yang didasarkan pada sikap moral atau akhlak yang luhur,
memilki kebijaksanaan, atau kearifan dalam berpikir dan bertindak.
d. Amanah
Amanah menjadi salah satu dari aspek dari ruhaniah bagi kehidupan
manusia, seperti halnya agama dan amanah yang dipikulkan Allah menjadi
titik awal dalam perjalanan manusia menuju sebuah janji. Janji untuk
dipertemukan dengan Allah SWT,
e. Tablig
Tablig adalah mengajak atau mennyampaikan sekaligus memberikan
suatu contoh kepada orang lain untuk melakukan perbuatan yang benar didalam
kehidupan.(M. Zamz’syari 2010).
Berdasarkan kelima aspek-aspek kecerdasan ruhaniah dari (Tasmara,
2001), maka dapat membuat disimpulkan, bahwa kecerdasan Spiritual adalah
kemampuan atau kapasistas seseorang untuk pengunaan nilai- nilai agama
baik dalam berhubungan secara vertikal atau hubungan dengan Allah SWT
(Hab lum minallah) dan hubungan secara horizontal atau hubungan sesama
manusia (Hab lim min‟nan nas) yang dapat dijadikan pedoman suatu
perbuatan yang bertangung jawab didunia maupun diakhirat.
4. Fungsi Kecerdasan Spiritual

Zohar & Marshall, 2007 menyebutkan dalam bukunya bahwa kita


menggunakan SQ untuk:
a. Menjadikan kita untuk menjadi manusia apa adanya sekarang dan member
potensi lagi untuk terus berkembang.
b. Menjadi lebih kreatif. Kita menghadirkannya ketika kita inginkan agar kita
menjadi lues, berwawasan luas, dan spontan dengan cara yang kreatif.
c. Menghadapi masalah ekstensial yaitu pada waktu kita secara pribadi
terpuruk terjebak oleh kebiasaan dan kekhawatiran, dan masa lalu kita
akibat kesedihan. Karena dengan SQ akan kita sadar bahwa kita mempunyai
masalah ekstensial dan membuat kita mengatasinya atau paling tidak kita
bisa berdamai dengan masalah tersebut.
d. SQ dapat digunakan pada masalah krisis yang sangat membuat kita seakan
kehilangan keteraturan diri. Dengan SQ suara hati kita akan menuntun
kejalan yang lebih benar.

e. Kita juga akan lebih mempunyai kemampuan beragama yang benar, tanpa
harus fanatik dan tertutup terhadap kehidupan yang sebenarnya sangat
beragam.
f. SQ memungkinkan kita menjembatani atau menyatukan hal yang bersifat
personal dan interpersonal, antara diri dan orang lain karenanya kita akan
sadar akan ingritas orang lain dan integritas kita.
g. SQ juga kita gunakan untuk mencapai kematangan pribadi yang lebih utuh
karena kita memang mempunyai potensi untuk itu. Juga karena SQ akan
membuat kita sadar mengenai makna dan prinsip sehingga ego akan di
nomor duakan, dan kita hidup berdasarkan prinsip yang abadi.
h. Kita akan menggunakan SQ dalam menghadapi pilihan dan realitas yang
pasti akan datang dan harus kita hadapi apapun bentuknya. Baik atau buruk
jahat atau dalam segala penderitaan yang tiba-tiba datang tanpa kita duga,
(Zohar & Marshall, 2007).
5. Faktor yang mempengaruhi kecerdasan spiritual
a. Inner value (nilai-nilai spiritual dari dalam) yang berasal dari dalam diri,
(suara hati) transparency, responsibilities, accountabilities, fairness dan
social wareness.
b. Drive yaitu dorongan dan usaha untuk mencapai kebenaran dan
kebahagiaan.
Ada tiga sebab yang membuat seseorang dapat terhambat
secara spiritual, (Tasmara, 2001) yaitu :

1) Tidak mengembangkan beberapa bagian dari dirinya sendiri sama


sekali.
2) Telah mengembangkan beberapa bagian, namun tidak proporsional.
3) Bertentangannya atau buruknya hubungan antara bagian-bagian.
Kecerdasan ruhaniah sangat erat kaitannya dengan cara dirinya
mempertahankan prinsip lalu bertangung jawab untuk melaksankan
prinsipprinsipnya itu dengan tetap menjaga keseimbangan dan melahirkan
nilai manfaat yang berkesesuaian. Prinsip merupakan fitrah paling mendasar
bagi harga diri manusia. Nilai takwa atau tanggung jawab merupakan ciri
seorang profesional. Mereka melangar prinsip dan menodai hati nurani
merupakan dosa kemanusiaan yang paling ironis. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh (Gandhi, Tasmara, 2001, hal. 6), yang membuat daftar
tujuh dosa orang-orang yang menodai prinsip atau nuraninya sebagai berikut:
a) Kekayaan tanpa kerja (wealth Without work).
b) Kenikmatan tanpa suara hati (pleasure without conscience).
c) Pengetahuan tanpa karakter (knowledge without caracter).
d) Perdagangan tanpa etika (moral) (commerce without morality).
e) Ilmu pengetahuan tanpa kemanusiaan (science without humanity).
f) Agama tanpa pengorbanan (religion without sacrifice).
g) Politik tanpa prinsip (politic without principle).
Tujuh dosa itu dapat saja menjadi lebih panjang misalnya, mengaku
Islam tapi sikapnya tidak Islami, tidak mendirikan salat, tidak ikhlas dalam

membantu sesama. (Tasmara, 2001), mengatakan kecerdasan spritual dari


sudut pandang keagamaan ialah suatu kecerdasan yang berbentuk dari upaya
menyerap kemahatahuan Allah dengan memanfaatkan diri sehingga diri yang
ada adalah Dia Yang Maha Tahu dan Maha Besar. Spiritual merupakan pusat
lahirnya gagasan, penemuan, motivasi, dan kreativitas yang paling fantastik.
Sementara dalam kecerdasan ruhaniah, kecerdasan yang paling sejati tentang
kearifan dan kebenaran serta pengetahuan Ilahi. Kecerdasan ini dapat
menimbulkan kebenaran yang sangat mendalam terhadap kebenaran,
sedangkan kecerdasan lainya lebih bersifat pada kemampuan untuk mengelola
segala hal yang berkaitan dengan bentuk lahiriah (duniawi). Oleh sebab itu
Mujib mendefinisikan kecerdasan Spiritual sebagai “kecerdasan qalbu yang
berhubungan dengan kualitas batin seseorang.
Kecerdasan ini mengarahkan seseorang untuk berbuat lebih
manusiawi, sehingga dapat menjangkau nilai-nilai luhur yang mungkin belum
tersentuh oleh akal fikiran manusia”. Oleh karena itulah, dapat dikatakan
bahwa setiap niat yang terlepas dari nilai-nilai kebenaran Ilahiah, merupakan
kecerdasan duniawi dan fana (temporer), sedangkan kecerdasan ruhaniah
qalbiyah bersifat autentik, universal, dan abadi. Kecerdasan ruhaniah
merupakan inti dari seluruh kecerdasan yang dimilki manusia karena
kecerdasan ruhaniah dapat mempengaruhi perkembangan berapa kecerdasan
yang lain diantranya yaitu: (Mujib, 2001)
1. Kecerdasan Intlektual.

2. Kecerdasan Emosional.

3. Kecerdasan Sosial.

4. Kecerdasan Physical.

Pada gambar berikut dapat terlihat bagaimana peran kecerdasan

ruhaniah atau kecerdasan Spiritual dari Tasmara, menjadi puasat atau inti dari

seluruh kecerdasan yang dimilik oleh seseorang.

Kecerdasan
intelektual

Kecerdasan Kecerdasan Kecerdasan


sosial ruhani emosional

Kecerdasan
physical

Gambar 2.1 Kecerdasan Ruhaniah Menurut Tasmara

Sumber : Diadaptasi dari ( Tasmara, 2001)

Anda mungkin juga menyukai