Anda di halaman 1dari 9

BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP TEORI TRAKEOSTOMI


1. Definisi
Trakea merupakan tabung berongga yang disokong oleh cincin kartilago.
Panjang trakea pada orang dewasa 10-12 cm. Trakea berawal dari kartilago
krikoid yang berbentuk cincin dan meluas ke anterior pada esofagus, turun ke
dalam thoraks dimana ia membelah menjadi dua bronkus utama pada karina.
Pembuluh darah besar pada leher berjalan sejajar dengan trakea di sebelah lateral
dan terbungkus dalam selubung karotis. Kelenjar tiroid terletak di atas trakea di
setelah depan dan lateral. Ismuth melintas trakea di sebelah anterior, biasanya
setinggi cincin trakea kedua hingga kelima. Saraf laringeus rekuren terletak pada
sulkus trakeoesofagus. Di bawah jaringan subkutan dan menutupi trakea di bagian
depan adalah otot-otot supra sternal yang melekat pada kartilago tiroid dan hioid.
Trakeostomi adalah suatu tindakan dengan membuka dinding depan/anterior
trakea untuk mempertahankan jalan nafas agar udara dapat masuk ke paru-paru
dan memintas jalan nafas bagian atas.
Trakeostomi adalah prosedur dimana dibuat lubang ke dalam trakea. (Smelzer
& Bare, 2002)
Trakeostomi adalah insisi operasi dimana memasukkan selang ke dalam
trakea agar klien dapat bernafas dengan lebih mudah dan mengeluarkan
sekretnya. (Putriarditha, 2008)
2. Fungsi trakeostomi
Fungsi dari trakheostomi antara lain:
a. Mengurangi tahanan aliran udara pernafasan yang selanjutnya mengurangi
kekuatan yang diperlukan untuk memindahkan udara sehingga mengakibatkan
peningkatan regangan total dan ventilasi alveolus yang lebih efektif. Asal
lubang trakheostomi cukup besar (paling sedikit pipa 7)
b. Proteksi terhadap aspirasi
c. Memungkinkan pasien menelan tanpa reflek apnea, yang sangat penting pada
pasien dengan gangguan pernafasan
d. Memungkinkan jalan masuk langsung ke trachea untuk pembersihan
e. Memungkinkan pemberian obat-obatan dan humidifikasi ke traktus
respiratorius
f. Mengurangi kekuatan batuk sehingga mencegah pemindahan secret ke perifer
oleh tekanan negatif intra toraks yang tinggi pada fase inspirasi batuk yang
normal.

1
3. Indikasi dan kontraindikasi trakeostomi
Indikasi dari dilakukannya trakeostomi antara lain:
a. Terjadinya obstruksi jalan nafas atas.
b. Sekret pada bronkus yang tidak dapat dikeluarkan secara fisiologis, misalnya
pada pasien dalam keadaan koma.
c. Untuk memasang alat bantu pernafasan (respirator).
d. Apabila terdapat benda asing di subglotis.
e. Penyakit inflamasi yang menyumbat jalan nafas ( misal angina ludwig),
epiglotitis dan lesi vaskuler, neoplastik atau traumatik yang timbul melalui
mekanisme serupa.
f. Obstruksi laring yang disebabkan oleh:
1) Karena radang akut, misalnya pada laryngitis akut, laryngitis difterika,
laryngitis membranosa, laringo-trakheobronkhitis akut, dan abses laring.
2) Karena radang kronis, misalnya perikondritis, neoplasma jinak dan ganas,
trauma laring, benda asing, spasme pita suara, dan paralise Nerus
Rekurens.
3) Sumbatan saluran napas atas karena kelainan kongenital, traumaeksterna
dan interna, infeksi, tumor.
4) Cedera parah pada wajah dan leher.
5) Setelah pembedahan wajah dan leher.
g. Hilangnya refleks laring dan ketidakmampuan untuk menelan sehingga
mengakibatkan resiko tinggi terjadinya aspirasi.
h. Penimbunan sekret di saluran pernafasan. Terjadi pada tetanus, trauma kapitis
berat, Cerebro Vascular Disease (CVD), keracunan obat, serta selama dan
sesudah operasi laring.

Sedangkan untuk kontraindikasi dari trakeostomi antara lain adalah adanya


infeksi pada tempat pemasangan, dan gangguan pembekuan darah yang tidak
terkontrol, seperti hemofili.

4. Klasifikasi
a. Menurut Lama Pemasangan.
1) Permanen (Tracheal Stoma Post Laryngectomy) Tracheal cartilage
diarahkan kepermukaan kulit, dilekatkan pada leher. Rigiditas cartilage
mempertahankan stoma tetap terbuka sehingga tidak diperlukan
tracheostomy tube (canule).
2) Sementara (Tracheal Stoma without Laryngectomy) Trachea dan jalan
nafas bagian atas masih intak tetapi terdapat obstruksi. Digunakan
tracheostomy tube (canule) terbuat dari metal atau Non metal (terutama
pada penderita yang sedang mendapat radiasi dan selama pelaksanaan
MRI Scanning).

2
b. Menurut Letak Insisi
a) Insisi Vertikal.
Dilakukan pada keadaan darurat
b) Insisi Horisontal.
Dilakukan pada keadaan elektif.
c. Menurut Waktu Dilakukan Tindakan.
a) Darurat Tipe ini hanya bersifat sementara dan dilakukan pada unit gawat
darurat. Dilakukan pembuatan lubang di antara cincing trakea satu dan dua
atau dua dan tiga. Karena lubang yang dibuat lebih kecil, maka
penyembuhan lukanya akan lebih cepat dan tidak meninggalkan scar.
Selain itu, kejadian timbulnya infeksi juga jauh lebih kecil. Menggunakan
teknik insisi vertical.
b) Non-Darurat Tipe ini dapat sementara dan permanen dan dilakukan di
dalam ruang operasi. Insisi dibuat di antara cincin trakea kedua dan ketiga
sepanjang 4-5 cm. Menggunakan teknik insisi horizontal.
5. Komplikasi
Komplikasi dini yang sering terjadi adalah perdarahan, pneumotoraks
terutama pada anak-anak, hilangnya jalan nafas, penempatan kanul yang sulit,
laserasi trakea, ruptur balon, henti jantung sebagai rangsangan hipoksia terhadap
respirasi dan paralisis saraf rekuren.
Perdarahan terjadi bila hemostasis saat trakeostomi tidak sempurna serta
disertaii naiknya tekanan arteri secara mendadak setelah tindakan operasi dan
peningkatan tekanan vena karena batuk. Perdarahan diatasi dengan pemasangan
kasa steril sekitar kanul. Apabila tidak berhasil maka dilakukan ligasi dengan
melepas kanul.
Emfisema subkutan terjadi di sekitar stoma tetapi bisa juga meluas ke daerah
muka dan dada, hal ini terjadi karena terlalu rapatnya jahitan luka insisi sehingga
udara yang terperangkap di dalamnya dapat masuk ke dalam jaringan subkutan
pada saat penderita batuk. Penanganannya dilakukan dengan multiple puncture
dan longgarkan semua jahitan untuk mencegah komplikasi lanjut seperti
pneumotoraks dan pneumomediastinum.
Sedangkan komplikasi pasca trakeostomi terdiri atas kematian pasien,
perdarahan lanjutan pada arteri inominata, disfagia, aspirasi, pneumotoraks,
emfisema, infeksi stoma, hilangnya jalan nafas, fistula trakeoesofagus dan
stenosis trakea. Kematian pasien terjadi akibat hilangnya stimulasi hipoksia dari
respirasi. Pasien hipoksia berat yang dilakukan tindakan trakeostomi, pada
awalnya pasien akan bernafas lalu akan terjadu apnea. Hal ini terjadi akibat
deinervasi fisiologis dari kemoreseptor perifer yang dipicu dari peningkatan
tekanan oksigen tiba-tiba dari udara pernafasan.

3
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Data yang dikumpulkan merupakan data awal dari pasien yang memakai
trakheostomi meliputi:
a. Riwayat yang berhubungan :
1) Alasan dilakukan trakheostomi
2) Tanggal tindakan pemasangangan trakheostomi
3) Trakheostomi sementara atau permanen
4) Ukuran dan tipe dari tube trakheostomi
5) Status nutrisi
b. Pemeriksaan fisik
1) Warna kulit, kondisi kulit sekitar lokasi stoma
2) Vital sign yang berhubungan dengan pernafasan
3) Suara nafas
4) Tube apakah sudah dikembangkan atau belum, atau dikempiskan
5) Secret pada tube, warna secret, konsistensi dan ban.
c. Faktor psikososial
1) Usia
2) Ketidakmampuan untuk berkomunikasi verbal
3) Takut terhadap aspiksia
4) Perubahan body image
5) Gaya hidup
6) Pengetahuan
2. Diagnosa Keperawatan
a. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan benda asing (jalan
nafas buatan) pada trachea.
Batasan karakteristik :
 Mayor (harus terdapat salah satu atau lebih)
1) Batuk tak efektif atau tidak ada batuk
2) Ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekresi jalan nafas
 Minor (mungkin terdapat)
1) Bunyi nafas abnormal
2) Frekuensi, irama, kedalaman pernafasan abnormal.
b. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan : ketidak efektifnya
bersihan jalan nafas
c. Komunikasi kerusakan verbal berhubungan dengan hambatan fisik
trakheostomi, kelemahan neuromuskuler ditandai dengan ketidakmampuan
untuk bicara.
Batasan karakteristik:
 Mayor (harus terdapat salah satu atau lebih)

4
Ketidakmampuan untuk mengucapkan kata-kata tetapi dapat mengerti
orang lain atau difisit artikulasi.
 Minor (mungkin terjadi)
1) Inkongruen antara pesan non verbal dan verbal afasia.
2) Trauma fasial
3) Suara lemah atau tidak terdengar, trauma oral
4) Paralisis pita suara
5) Edema/infeksi laring
d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan adanya stoma pada trakheostomi
Batasan karakteristik:
 Mayor (harus terdapat)
1) Respon verbal nonverbal terhadap perubahan actual (malu)
 Minor (mungkin terdapat)
1) Tidak melihat pada bagian tubuh
2) Perubahan dalam keterlibatan sosial
3) Perasaan negative terhadap tubuh
4) Penolakan untuk membuktikan perubahan actual.
3. Intervensi
Dx 1 : Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan benda asing
(jalan nafas buatan) pada trachea.
Intervensi :
a. Kaji ulang sistem pernafasan (RR, karakteristik, taktil premitus, ronchi,
whisint)
Rasional : memastikan posisi secret pada setiap bronchus pasien.
b. Suction 2-4 jam atau bila perlu.
Rasional : agar jalan nafas bersih agar pola nafas normal.
c. Observasi adanya terjadi perubahan pada pasien lemas, stridor, takikardi,
monitor AGD
Rasional : untuk mengetahui komplikasi pada pasien sejak dini.
d. Anjurkan untuk tarik nafas dalam dan alih sisi setiap 2 jam sekali.
Rasional : agar memperlancar ventilasi paru.
e. Lakukan perkusi dada dan postural drainase.
Rasional : secret yang masih menempel pada setiap cabang bronchus akan
mengalir ke bronchus utama sehingga terjadi optimalisasi bersihan jalan nafas.
f. Hindarkan benda yang menutup trakheostomi seperti kapas, benang, pada saat
dilakukan perawatan trakheostomi.
Rasional : agar tidak terjadi aspirasi
g. Ganti pipa trakheotomi setiap 7-10 hari atau sesuai dengan instruksi medis.
Rasional : mencegah terjadinya infeksi dan dapat menimbulkan komplikasi.

5
Dx 2 : Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan : ketidak efektifnya
bersihan jalan nafas
Intervensi :
a. Kaji tanda-tanda infeksi.
Rasional : untuk menentukan tindakan selanjutnya (terapi).
b. Lakukan perawatan luka dengan prinsip septic asetik.
Rasional : mencegah mikroorganisme masuk ke dalam tubuh.
c. Jaga setiap alat yang akan digunakan dalam perawatan luka.
Rasional : pencegahan organisme masuk melalui alat dan meningkatkan
proses penyembuhan.
d. Berikan intake nutrisi (protein).
Rasional : menjaga daya tahan tubuh dengan baik dan mengganti jaringan
yang rusak.
e. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian antibiotic.
Rasional : diberikan guna mencegah infeksi atau propilaksis.

Dx 3 : Komunikasi kerusakan verbal berhubungan dengan hambatan fisik


trakheostomi, kelemahan neuromuskuler ditandai dengan ketidakmampuan untuk
bicara.
Intervensi :
a. Kaji kempuan pasien untuk berkomunikasi dengan pilihan arti.
Rasional : metode komunikasi dengan pasien sangat individual.
b. Buatkan cara komunikasi (kontak mata). Berikan kertas, pensil, dan
menggunakan tanda bahasa yang tepat serta validasi arti upaya
berkomunikasi.
Rasional : kontak mata menjamin keinginan untuk bicara bila pasien mampu
untuk menggerakkan kepala.
c. Pertimbangkan bentuk komunikasi bila pasien terpasang infuse.
Rasional : intravena pada tangan/pergelangan dapat membatasi kemampuan
untuk menulis atau membuat tanda.
d. Letakkan catatan pada pusat pemanggil informasi staf bahwa pasien tidak
mampu bicara.
Rasional : menyadarkan semua tim kesehatan untuk merespons pada pasien
sebagai alat bantu intercom.
e. Berikan motifasi pada pasien/keluarga berikan informasi tentang keluarga dan
kejadian sehari-hari.
Rasional : membantu pasien untuk meningkatkan/mempertahankan kontak
dan realita.
f. Kolaborasi dengan tim fisioterapi.
Rasional : meningkatkan kemampuan komunikasi verbal.

6
g. Kolaborasi : evaluasi kebutuhan pasien/ketepatan bicara dengan kanul
trakheostomi.
Rasional : pasien dengan tingkat pengetahuan/keterampialan otot sehingga
pasien mampu memanipulasi bicara.

Dx 4 : Gangguan citra tubuh berhubungan dengan adanya stoma pada


trakheostomi.
Intervensi :
a. Kaji tentang pengetahuan pasien.
Rasional : dengan tingkat pengetahuan, pasien dapat menerima kondisi yang
dialami (pemasangan trakheostomik).
b. Observasi tentang keterlibatan pasien dalam perubahan hubungan sosial.
Rasional : dengan adanya perubahan dalam hubungan sosial menentukan
pasien telah menerima kondisinya.
c. Pasien dapat menerima kondisinya.
Rasional : dengan menerima kondisi dapat menentukan citra tubuhnya.
d. Observasi vital sign.
Rasional : dengan adanya vital sign yang normal menunjukkan bahwa pasien
menerima keadaan.

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Trakeostomi adalah suatu tindakan dengan membuka dinding depan/anterior
trakea untuk mempertahankan jalan nafas agar udara dapat masuk ke paru-
paru dan memintas jalan nafas bagian atas.
Trakea merupakan tabung berongga yang disokong oleh cincin kartilago.
Panjang trakea pada orang dewasa 10-12 cm. Trakea berawal dari kartilago
krikoid yang berbentuk cincin dan meluas ke anterior pada esofagus, turun ke
dalam thoraks dimana ia membelah menjadi dua bronkus utama pada karina.
Pembuluh darah besar pada leher berjalan sejajar dengan trakea di sebelah
lateral dan terbungkus dalam selubung karotis.
Fungsi dari trakheostomi antara lain:
1) Mengurangi tahanan aliran udara pernafasan yang selanjutnya mengurangi
kekuatan yang diperlukan untuk memindahkan udara sehingga
mengakibatkan peningkatan regangan total dan ventilasi alveolus yang
lebih efektif. Asal lubang trakheostomi cukup besar (paling sedikit pipa 7)
2) Proteksi terhadap aspirasi
3) Memungkinkan pasien menelan tanpa reflek apnea, yang sangat penting
pada pasien dengan gangguan pernafasan
4) Memungkinkan jalan masuk langsung ke trachea untuk pembersihan
5) Memungkinkan pemberian obat-obatan dan humidifikasi ke traktus
respiratorius
6) Mengurangi kekuatan batuk sehingga mencegah pemindahan secret ke
perifer oleh tekanan negatif intra toraks yang tinggi pada fase inspirasi
batuk yang normal.

B. Saran
Pada makalah ini, kami telah menjabarkan beberapa hal tentang Konsep
Keperawatan Trakeostomi, saran kami bagi para pembaca agar dapat
memahami dan mengaplikasikan apa yang telah kami jabarkan dalam makalah
ini. Kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sehingga terciptanya
kesempurnaan dalam makalah kami.

8
DAFTAR PUSTAKA

Hetharia, Rospa. 2011. ASUHAN KEPERAWATAN gangguan THT (Telinga, Hidung,


Tenggorokan). Jakarta; CV. TRANS INFO MEDIA

http://edoc.site/queue/lp-trakeostomi-pdf-free.html

Anda mungkin juga menyukai