Disusun Oleh :
Ahmad Haren N 14310031
Prasetyoko 14310051
Sandi Bakhtiar 14310101
Mahrofin Sholeh 14310114
i
LEMBAR PENGESAHAN
TUGAS IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Disusun oleh:
Disusun Oleh :
Ahmad Haren N 14310031
Prasetyoko 14310051
Sandi Bakhtiar 14310101
Mahrofin Sholeh 14310114
ii
KATA PENGANTAR
Penyusun
iii
LEMBAR ASISTENSI
TUGAS IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ............................................................................................. iii
LEMBAR ASISTENSI ............................................................................................ iv
DAFTAR ISI .............................................................................................................v
DAFTAR TABEL ................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. viii
v
3.3 Stasiun Pengukuran Curah Hujan dan Klimatologi ..................................27
3.3.1 Stasiun pengukuran curah hujan .............................................................27
3.3.2 Stasiun pengukuran klimatologi ..............................................................29
3.4 Data Pengukuran Hidrometeorologi DAS .................................................31
LAMPIRAN ............................................................................................................107
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
BAGIAN I
BAB I
PENDAHULUAN
1
irigasi tersebut terhadap wilayah administrasi juga perlu didasarkan pada strata
luasannya, sebagai berikut :
a. Pemerintah Pusat mempunyai wewenang dan Tanggung Jawab melakukan
Pengembangan dan Pengelolaan sistem Irigasi Primer dan Sekunder pada
Daerah Irigasi yang luasnya lebih dari 3000 Ha, Dareah Irigasi lintas daerah
Propinsi Daerah Irigasi lintas Negara dan Daerah Irigasi strategis Nasional.
b. Pemerintah Daerah Provinsi mempunyai wewenang dan Tanggung Jawab
melakukan Pengembangan dan Pengelolaan sistim irigasi Primer dan
Sekunder pada irigasi yang luasnya 1.000 Ha – 3.000 Ha, dan Daerah Irigasi
lintas Kabupaten / Kota.
c. Pemerintah daerah Kabupaten / Kota mempunyai wewenang dan Tanggung
Jawab melakukan Pengembangan dan Pengelolaan sistem Irigasi Primer dan
Sekunder pada Daerah Irigasi yang luasnya kurang dari 1000 Ha dalam satu
daerah Kabupaten / Kota.
Tujuan :
a. Mengetahui langkah-langkah dalam merencanakan sebuah
bendung tetap.
b. Mampu menganalisis data dalam merencanakan sebuah bendung
tetap
c. Perhitungan dan penggambaran untuk mendapatkan desain yang
mantap
d. Mengetahui kebutuhan air untuk irigasi
2
e. Mengetahui dimensi saluran yang diperlukan
f. Dapat mendesain bendung beserta komponen-komponen
pelengkapnya
g. Mengetahui kestabilan bendung yang direncanakan dalam keadaan
normal dan banjir serta pada kondisi gempa
1. 3. RUANG LINGKUP
Secara garis besar lingkup pekerjaan Tugas Besar Irigasi dan bangunan air
adalah sebagai berikut:
a. Perencanaan Bangunan Utama
Bendung
Saluran Pengelak
Kolam Olak
Pembilas Bendung
Pintu Pengambilan
Kantong Lumpur
b. Perencanaan Jaringan Utama
Saluran Primer
Saluran Sekunder
Saluran Tersier
c. Perencanaan Bangunan Pelengkap di Jaringan Utama
Bangunan Bagi
Bangunan Sadap
Bangunan Ukur
Pintu Sadap
3
Studi yang dilakukan didasarkan pada konsep-konsep Pengembangan
Sumber Daya Air yang merupakan bagian dari Jurusan Teknis Sipil.
Konsep utama yang digunakan adalah Hidrologi, Irigasi, dan Bangunan
Air.
2. Mengumpulkan Data Wilayah, Hidrologi, dan Klimatologi
Data yang dikumpulkan merupakan data yang merepresentasikan keadaan
wilayah studi, yaitu Daerah Irigasi Bantimurung, Sulawesi Selatan. Data-
data yang digunakan untuk melakukan analisis antara lain :
a. Data curah hujan untuk menghitung curah hujan efektif regional yang
didapat dari empat stasiun disekitar daerah irigasi, yaitu Stasiun
Bronggang, Stasiun Angin-angin, Stasiun Prumpung, Stasiun Santan,
Stasiun Gemawang, dan Stasiun Nyemengan.
b. Peta topografi daerah hilir Sungai Gadjahwong
c. Data klimatologi yang mencakup kecepatan angin rata-rata, penyinaran
matahari dalam %, kelembapan rata-rata, dan temperatur udara rata-
rata
3. Analisis Hidrologi dan Klimatologi
Data yang sudah dikumpulkan kemudian dianalisis menggunakan konsep
hidrologi dan klimatologi untuk selanjutnya digunakan dalam analisis
irigasi dan bangunan air.
4. Analisis Irigasi dan Bangunan Air
Hasil analisis hidrologi dan klimatologi selanjutnya digunakan untuk
melakukan analisis irigasi dan bangunan air. Analisis ini merupakan tahap
pengolahan data terakhir dan digunakan untuk menentukan seluruh bagian
dari sistem irigasi pada daerah pertanian wilayah studi.
5. Kesimpulan dan Saran
Pada bagian ini kesuluruhan metode yang telah digunakan beserta hasilnya
akan dievaluasi. Evaluasi didasarkan pada tujuan laporan dan
hubungannya dengan hasil analisis.
4
1. 5. SISTEMATIKA PENYUSUNAN
Sistematika penyusunan laporan ini adalah sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Maksud dan Tujuan
1.3 Ruang Lingkup
1.4 Metodologi Penyusunan Tugas
1.5 Sistematika Penyusunan
Bab II Tinjauan Pustaka
2.1 Sistem Irigasi
2.2 Teori Perencanaan Petak, Saluran, dan Bangunan Air
2.2.1 Teori Perencanaan Petak
2.2.2 Teori Perencanaan Saluran
2.2.3 Teori Perencanaan Bangunan Air
2.3 Teori Perhitungan Ketersediaan Air
2.4 Teori Perhitungan Kebutuhan Air
2.5 Teori Keseimbangan Air
2.6 Sistem Tata Nama (Nomenklatur)
Bab III Kondisi Daerah Aliran Sungai
3.1 Lokasi Daerah Aliran Sungai
3.2 Luas Daerah Aliran Sungai
3.3 Stasiun Pengukuran Curah Hujan dan Klimatologi
3.4 Data Pengukuran Hidrometeorologi DAS
5
4.3 Perhitungan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Bantimurung
4.4 Evaluasi Keseimbangan Air Daerah Irigasi Bantimurung
Bab V Perencanaan dan Perhitungan Dimensi Saluran
5.1 Perencanaan Saluran
5.2 Pendimensian Saluran
5.3 Contoh Perhitungan
Bab VI Simpulan dan Saran
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
Daftar Pustaka
Lampiran
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PERENCANAAN DAERAH IRIGASI
7
Selain itu jaringan irigasi mempunyai klasifikasi yang didasarkan pada hal-hal
seperti dijelaskan dalam tabel berikut.
8
irigasi masih menyatu. Akan tetapi sudah dapat mengairi petak sawah yang
lebih besar daripada irigasi sederhana.
c. Jaringan Irigasi Teknis
Jaringan ini jauh lebih maju daripada 2 jaringan lainnya dalam hal
rekayasa irigasi. Bangunan air banyak digunakan pada jaringan ini.
Sepenuhnya saluran irigasi dan pembuang bekerja secara terpisah. Sehingga
pembagian air dan pembuangan air optimum. Selain itu ada petak tersier yang
menjadi ciri khas jaringan teknis. Petak tersier kebutuhannya diserahkan
petani dan hanya perlu disesuaikan dengan saluran primer dan sekunder yang
ada.
Keuntungan dari jaringan ini adalah pemakaian air yang efektif dan
efisien, menekan biaya perawatan, dan dibuat sesuai kondisi dan kebutuhan.
Kelemahannya adalah biaya pembuatan yang mahal dan pegoperasian yang
tidak mudah.
9
Petak tersier haruslah juga berbatasan dengan petak sekunder.
Yang harus dihindari adalah petak tersier yang berbatasan langsung
dengan saluran irigasi primer. Selain itu disarankan panjang
saluran tersier tidak lebih dari 1500 m.
b. Petak Sekunder
Petak sekunder adalah petak yang terdiri dari beberapa petak tersier
yang berhubungan langsung dengan saluran sekunder. Petak
sekunder mendapatkan airnya dari saluran primer yang airnya
dibagi oleh bangunan bagi dan dilanjutkan oleh saluran sekunder.
Batas sekunder pada umumnya berupa saluran drainase. Luas petak
sekunder berbeda-beda tergantung dari kondisi topografi.
c. Petak Primer
Petak primer merupakan gabungan dari beberapa petak sekunder
yang dialiri oleh satu saluran primer. Dimana saluran primer
menyadap air dari sumber air utama. Apabila saluran primer
melewati daerah garis tinggi maka seluruh daerah yang berdekatan
langsung dilayani saluran primer.
10
sekunder yang ada. Saluran ini dapat menyadap dari sungai,
waduk, atau waduk. Bangunan sadap terakhir yang terdapat di
saluran ini menunjukan batas akhir dari saluran ini
2. Saluran Sekunder
Air dari saluran primer akan disadap oleh saluran sekunder.
Saluran sekunder nantinya akan memberikan air kepada
saluran tersier. Akan sangat baik jika saluran sekunder dibuat
memotong atau melintang terhadap garis tinggi tanah.
Sehingga air dapat dibagikan ke kedua sisi dari saluran.
3. Saluran Tersier
Merupakan hierarki terendah yang berfungsi mengalirkan air
yang disadap dari saluran sekunder ke petak-petak sawah.
Saluran ini dapat mengairi kurang lebih 75-125 Ha.
b. Saluran Pembuang
Fungsinya membuang air yang telah terpakai ataupun kelebihan air
yang terjadi pada petak sawah. Umumnya saluran ini menggunakan
saluran lembah. Saluran lembah tersebut memotong garis tinggi
sampai ketitik terendah daerah sekitar.
Dimensi Saluran
Pada saluran terbuka dikenal berbagai macam bentuk saluran
seperti persegi, setengah lingkaran, elips , dan trapesium. Untuk
pengaliran air irigasi, penampang saluran yang digunakan adalah
trapesium karena umum dipakai dan ekonomis. Dalam mendesain saluran
digunakan rumus-rumus sebagai berikut.
a. Debit rencana (Q)
Q = A*a/(1000*eff.) m3/dt
b. Rumus Strickler
V = k.R2/3.S1/2
Keterangan :
V = Kecepatan aliran
11
R = Jari-jari hidraulik
S = Kemiringan saluran
K = Koefisien saluran
c. Nilai V diperoleh melalui persamaan
V = 0,42.Q0,182 m/dt
d. Luas penampang basah
A = Q/V m2
e. Kemiringan talud (m) diperoleh dari tabel
f. Nilai perbandingan b/h (n)
N = (0,96*Q0,25)+m
g. Ketinggian air (h)
h = 3*V1,56 m
h. Lebar dasar saluran
b = n*h m
i. Lebar dasar saluran di lapangan (b’) dengan pembulatan 5 cm dari b
j. Luas basah rencana (A’)
A’ = (b+t*h)h m2
k. Keliling basah
P = b+(2*h((1+m2)0,5) m
l. Jari-jari hidraulis
R = A’/P m
m. Koefisien Strickelr diperoleh melalui tabel
n. Kecepatan aliran rencana (V’)
V’ = Q/A’ m/s
o. Kemiringan saluran pada arah memanjang (i)
I = V2/(k2*R4/3)
p. Tinggi jagaan diperoleh melalui tabel
q. Tinggi saluran ditambah freeboard (H)
H=h+W
r. Lebar saluran yang ditambah freeboard (B)
B = b+2*(h+W) m
12
Tabel 2.2 Nilai n dan m dari Fungsi Q
13
5 cm terdekat. Perhitungan dimensi saluran dimaksudkan untuk
memperoleh dimensi dari saluran yang dipergunakan dalam jaringan
irigasi serta untuk menentukan tinggi muka air yang harus ada pada
bendung agar kebutuhan air untuk seluruh wilayah irigasi dapat terpenuhi.
Perhitungan dimensi saluran ini ada dua tahap yaitu tahap
penentuan dimensi untuk setiap ruas saluran dan tahan perhitungan
ketinggian muka air pada tiap-tiap ruas saluran. Hasil perhitungan tersebut
lebih efisien ditampilkan dalam bentuk tabel dimana urutan pengerjaan
sudah diurutkan perkolom.
14
pengatur sampai + 1,5 m/dt. Bangunan pengatur tingggi muka
air terdiri dari jenis bangunan dengan sifat sebagai berikut :
Bangunan yang dapat mengontrol dan mengendalikan tinggi
muka air di saluran. Contoh : pintu schot balk, pintu sorong.
Bangunan yang hanya mempengaruhi tinggi muka air. Contoh :
merce tetap, kontrol celah trapesium.
Bangunan pembawa
Bangunan pembawa adalah bangunan yang digunakan
untuk membawa air melewati bawah saluran lain, jalan, sungai,
ataupun dari suatu ruas ke ruas lainnya. Bangunan ini dibagi
menjadi 2 kelompok :
Bangunan aliran subkritis : gorong-gorong, flum, talang,
dan sipon.
Bangunan aliran superkritis : bangunan pengukur dan
pengatur debit, bangunan terjun, dan got miring
15
Metoda Isohyet
Dalam studi ini, ketersediaan air dihitung menggunakan metoda poligon
thiessen untuk mencari curah hujan regional dan metoda FJ Mock untuk
menghitung debit air di daerah aliran sungai yang menjadi objek studi.
Metoda Poligon Thiessen :
∑𝑛𝑖=1 𝐻𝑖 𝑥 𝐿𝑖
𝑅𝐻 =
∑𝑛𝑖=1 𝐿𝑖
Dimana :
Hi = hujan pada masing-masing stasiun
Li = luas poligon/wilayah pengaruh masing-masing stasiun
N = jumlah stasiun yang ditinjau
RH = Curah hujan rata-rata.
16
Keterangan :
ET = Evapotranspirasi (mm/hari)
c = Faktor koreksi akibat keadaan iklim siang dan malam
w = Faktor bobot tergantung dari temperature udara dan ketinggian
tempat
Rn = Radiasi netto ekivalen dengan evapotranspirasi (mm/hari) = Rns
–
Rnl
Rns = Gelombang pendek radiasi yang masuk
= (1-α).Rs = (1-α).(0,25+n/N).Ra
Ra = Radiasi ekstraterestrial matahari
Rnl = Gelombang panjang radiasi netto = ft(t).f(ed).f(n/N)
N = Lama maksimum penyinaran matahari
1-w = Faktor bobot tergantung pada temperature udara
f(u) = Fungsi kecepatan angin = 0,27.(1 + u/100)
f(ed) = Efek tekanan uap pada radiasi gelombang panjang
f(n/N) = Efek lama penyinaran matahari pada radiasi gelombang panjang
f(t) = Efek temperature pada radiasi gelombang panjang
ea = Tekanan uap jenuh tergantung temperature
ed = ea.Rh/100
Rh = Curah hujan efektif
17
Curah hujan lebih, yang digunakan untuk menentukan besar kebutuhan
pembuangan dan debit banjir
c. Pola tanam
Untuk memenuhi kebutuhan air bagin tanaman, penentuan pola tanam
merupakan hal yang perlu dipertimbangkan. Tabel di bawah merupakan
contoh pola tanam yang biasa digunakan.
Tabel 2.5 Urutan Pola Tanam
Pola tanam yang digunakan pada laporan ini adalah padi-padi-palawija karena
ketersediaan air diasumsikan cukup banyak
d. Koefisien tanaman
Koefisien tanaman diberikan untuk menghubungkan evapotranspirasi dengan
evapotranspi tanaman dan dipakai dalam rumus Penman Modifikasi. Koefisien
yang dipakai harus didasarkan pada pengalaman dalam tempo panjang dari
18
proyek irigasi di daerah tersebut. Harga koefisien tanaman padi diberikan pada
tabel berikut :
e. Perkolasi
Perkolasi adalah peristiwa meresapnya air ke dalam tanah dimana tanah dalam
keadaan jenuh. Laju perkolasi sangat tergantung pada sifat-sifat tanah. Data-
data mengenai perkolasi akan diperoleh dari penelitiian kemampuan tanah.
Tes kelulusan tanah akan merupakan bagian dari penyelidikan ini. Apabila
padi sudah ditanam di daerah proyek maka pengukuran laju perkolasi dapat
dilakukan langsung di sawah. Laju perkolasi normal pada tanah lempung
sesudah dilakukan penggenangan berkisar antara 1 sampai 3 mm/hari.
Didaerah-daerah miring, perembesan dari sawah ke sawah dapat
mengakibatkan banyak kehilangan air. Di daerah-daerah dengan kemiringan
diatas 5%, paling tidak akan terjadi kehilangan 5mm/hari akibat perkolasi dan
rembesan. Pada tanah-tanah yang lebih ringan, laju perkolasi bisa lebih tinggi.
Dari hasil penyelidikan tanah pertanian dan penyelidikan kelulusan, besarnya
laju perkolaasi serta tingkat kecocokan tanah untuk pengolahan tanah dapat
ditetapkan dan dianjurkan pemakaiannya. Pada laporan ini digunakan nilai
perkolasi rata-rata yaitu 2 mm/hari.
19
f. Penggantian Lapisan Air Tanah (WLR)
Penggantian lapisan air tanah dilakukan setengah bulan sekali. Di Indonesia
besar penggantian air ini adalah 3,3 mm/hari.
g. Masa penyiapan lahan
Untuk petak tersier, jangka waktu yang dianjurkan untuk penyiapan lahan
adalah 1,5 bulan. Bila penyiapan lahan terutama dilakukan dengan peralatan
mesin, jangka waktu 1 bulan dapat dipertimbangkan.
Kebutuhan air untuk pengolahan lahan sawah (puddling) bisa diambil 200
mm. Ini meliputi penjenuhan (presaturation) dan penggenangan sawah, pada
awal transplantasi akan ditambahkan lapisan 50 mm lagi.
Angka 200 mm diatas mengandaikan bahwa tanah itu bertekstur berat, cocok
digenangi dan bahwa lahan itu belum ditanami selama 2,5 bulan. Jika tanah itu
dibiarkan berair lebih lama lagi maka diambil 250 mm sebagai kebutuhan air
untuk penyiapan lahan. Kebutuhan air untuk penyiapan lahan termasuk
kebutuhan air untuk persemaian.
20
Kondisi sosial budaya yang ada di daerah penanaman padi akan
mempengaruhi lamanya waktu yang diperlukan untuk penyiapan lahan.
Untuk daerah-daaerah proyek baru, jangka waktu penyiapan lahan akan
ditetapkan berdasarkan kebiasaan yang berlaku di daeah-daerah
sekitaarnya. Sebagai pedoman diambil jangka waktu 1.5 bulan untuk
menyelesaikan penyiapan lahan di seluruh petak tersier. Bilamana untuk
penyiapan lahan diperkirakan akan dipakai mesin secara luas maka jangka
waktu penyiapan lahan akan diambil 1 bulan.
b. Jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan.
Pada umumnya jumlah air yang dibutuhkan untuk penyiapan lahan dapat
ditentukan berdasarkan kedalaman serta porositas tanah di sawah.
Untuk perhitungan kebutuhan air total selama penyiapan lahan digunakan
metode yang dikembangkan oleh Van de Goor dan Zijlstra (1968). Metode
tersebut didasarkan pada laju air yang konstan l/dt selama periode
penyiapan lahan dan menghasilkan rumus sebagai berikut :
IR = M.ek / (ek - 1)
dimana :
IR : Kebutuhan aiir total dalam mm/hari
M : Kebutuhan air untuk mengganti/mengkompensari kehilangan air
akibat evaporasi dan perkolasi di sawah yang sudah dijenuhkan .
M = Eo + P
Eo = 1.1 * Eto
P = perkolasi
K = M.T/S
T = Jangka waktu penyiapan lahan, hari
S = kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air
50 mm yakni 200 + 50 = 250 mm seperti yang sudah diterangkan diatas.
21
Kebutuhan total tersebut bisa ditabelkan sebagai berikut :
Tabel 2.7 Kebutuhan Air Untuk Penyiapan Lahan
T = 30 hr T = 45 hr
Eo + P (mm/hr) S = 250 mm S = 300 mm S = 250 mm S = 300 mm
5.0 11.1 12.7 8.4 9.5
5.5 11.4 13.0 8.8 9.8
6.0 11.7 13.3 9.1 10.1
6.5 12.0 13.6 9.4 10.4
7.0 12.3 13.9 9.8 10.8
7.5 12.6 14.2 10.1 11.1
8.0 13.0 14.5 10.5 11.4
8.5 13.3 14.8 10.8 11.8
9.0 13.6 15.2 11.2 12.1
9.5 14.0 15.5 11.6 12.5
10.0 14.3 15.8 12.0 12.9
10.5 14.7 16.2 12.4 13.2
11.0 15.0 16.5 12.8 13.6
22
a. Menghitung curah hujan efektif (Re) dengan cara seperti yang sudah
diterangkan diatas.
b. Menghitung evapotranspirasi potensial dengan metoda penman
modifikasi yang sudah diterangkan diatas.
c. Mencari data perkolasi (P) dan Penggantian lapisan air (WLR)
d. Menghitung ETc = Eto * c
dimana c adalah koefisien tanaman
e. Menghitung kebutuhan air total (bersih) disawah untuk padi
NFR = Etc + P + WLR - Re
f. Menghitung kebutuhan air irigasi untuk padi(IR)
IR = NFR/0.64
g. Menghitung kebutuhan air untuk irigasi (DR=a)
DR(a) = IR/8.64
h. Untuk keperluan perencanaan jaringan irigasi maka harga “a” yang
diambil adalah harga “a” yang terbesar.
Penentuan Kebutuhan Air Untuk palawija
Kebutuhan air untuk palawija diperhitungkan dari harga Etc dan Re,
dimana langkah pengerjaannya sama seperti pada padi. Jadi yang sangat
mempengaruhi adalah evapotranspirasi dan curah hujan efektif saja.
23
Bagian-bagian tertentu dari daerah yang bisa diairi (luas maksimum daerah
layanan) tidak akan diairi.
2. Melakukan modifikasi dalam pola tanam
Dapat diadakan perubahan dalam pemilihan tanaman atau tanggal tanam
untuk mengurangi kebutuhan air irigasi di sawah (l/dt/ha) agar ada
kemungkinan untuk mengairi areal yang lebih luas dengan debit yang tersedia.
3. Rotasi teknis golongan
Untuk mengurangi kebutuhan puncak air irigasi. Rotasi teknis atau golongan
mengakibatkan eksploitasi yang lebih kompleks dan dianjurkan hanya untuk
proyek irigasi yang luasnya sekitar 10.000 ha atau lebih.
24
Syarat-syarat dalam menentukan indeks adalah sebagai berikut :
Sebaiknya terdiri dari satu huruf,
Huruf itu dapat menyatakan petak, saluran atau bangunan,
Letak objek dan saluran beserta arahnya,
Jenis saluran pembawa atau pembuang,
Jenis bangunan untuk membagi atau member air, sipon, talang dan lain-lain,
Jenis petak, primer atau sekunder.
Didalam petak tersier diberi kotak dengan ukuran 4cm x 1,25 cm. Dalam
kotak ini diberi kode dari saluran mana petak itu mendapat air. Arah saluran
tersier kanan/kiri dari bangunan sadap melihat aliran air. Kotak dibagi 2, atas dan
bawah. Bagian atas dibagi kanan dan kiri. Bagian kiri menunjukan luas petak (Ha)
dan bagian kanan menunjukan besar debit (l/dtk) untuk menentukan dimensi
saluran tersier.
25
BAB III
DAERAH ALIRAN SUNGAI ( DAS ) GADJAHWONG
26
Lokasi DAS Gadjahwong terletak pada 110°19’30” BT sampai
dengan110°30’00” BT dan 7°31’00” LS sampai dengan 7°48’30” LS.
27
RSt4 : Data curah hujan stasiun 4
RSt5 : Data curah hujan stasiun 5
RSt6 : Data curah hujan stasiun 6
28
3.3.2 Stasiun pengukuran klimatologi
Data pengukuran hidrometeorologi digunakan untuk menganalisis
ketersediaan air di suatu daerah. Data pengukuran curah hujan dan
klimatologi, seperti temperatur, kelembaban udara, penyinaran matahari,
dan kecepatan angin digunakan untuk perhitungan evaporasi.
a. Evapotranspirasi
Faktor penentu yang lain pada tersedianya air permukaan setelah hujan
adalah evapotranspirasi. Evapotranspirasi merupakan banyaknya air
yang dilepaskan ke udara dalam bentuk uap air yang dihasilkan dari
proses evaporasi dan transpirasi.
1) Evaporasi/penguapan adalah suatu proses perubahan dari molekul
air dalam wujud cair kedalam wujud gas. Evaporasi terjadi apabila
terdapat perbedaan tekanan uap air antara permukaan dan udara
diatasnya. Evaporasi terjadi pada permukaan badan-badan air,
misalnya danau, sungai, dan genangan air.
2) Transpirasi adalah suatu proses ketika air di dalam tumbuhan
dilimpahkan ke atmosfir dalam wujud uap air. Pada saat
transpirasi berlangsung, tanah tempat berada tumbuhan juga
mengalami kehilangan kelembaban akibat evaporasi. Transpirasi
dapat terjadi jika tekanan uap air didalam sel daun lebih tinggi dari
pada tekanan air di udara.
Dalam beberapa penerapan hidrologi, proses evaporasi dan
transpirasi dapat dianggap sebagai satu kesatuaan sebagi
evapotranspirasi.
Besarnya limpasan atau run off dapat diperkirakan dari seleisih
antara hujan dan evapotranspirasi. Cara ini memberikan
pendekatan yang lebih baik dari pada pemakaian koefisien run off
terutama untuk daerah tropis seperti Indonesia, dimana daerah
tersebut mempunyai curah hujan dan kelembaban dalam tanah
sehingga air tidak membatasi evapotranspirasi sepanjang tahun
kecuali untuk beberapa wilayah di Indonesia.
29
Pada kondisi atmosfir tertentu evapotranspirasi tergantung pada
keberadaan air. Jika kandungan air dalam tanah selalu dapat
memenuhi kelembaban yang dibutuhkan oleh tanaman, digunakan
istilah evapotranspirasi potensial. Evapotranpirasi yang
sebenarnya terjadi pada kondisi spesifik tertentu dan disebut
evapotranspirasi aktual. Faktor-faktor yang mempengaruhi
evapotranspirasi antara lain adalah temperatur, kecepatan angin,
kelembaban udara dan penyinaran matahari. Tabel perhitungan
evapotranspirasi dapat dilihat di lampiran.
b. Temperatur
Jika faktor lain dibiarkan konstan, tingkat evaporasi meningkat seiring
dengan peningkatan temperatur air. Walaupun secara umum terdapat
peningkatan evaporasi seiring dengan peningkatan temperatur udara,
ternyata tidak terdapat korelasi yang tinggi antara tingkat evaporasi
dan temperatur udara. Tabel temperatur dapat dilihat di lampiran.
c. Kelembaban udara
Jika kelembaban naik, kemampuannya untuk menyerap air akan
berkurang sehingga laju evaporasi akan menurun. Penggantian lapisan
udara pada batas tanah dan udara dengan udara yang sama
kelembaban relatifnya tidak akan menolong untuk memperbesar laju
evaporasi. Tabel kelembaban udara dapat dilihat di lampiran.
d. Penyinaran matahari
Evaporasi merupakan konversi air kedalam uap air. Proses ini terjadi
hampir tanpa berhenti di siang hari dan kadangkala di malam hari.
Perubahan dari keadaan cair menjadi gas ini memerlukan input energi
yaitu berupa panas untuk evaporasi. Proses tersebut akan sangat aktif
jika ada penyinaran langsung dan matahari. Awan merupakan
penghalang matahari dan akan mengurangi input energi. Tebal
penyinaran matahari dapat dilihat di lampiran.
30
e. Kecepatan angin
Angin berperan dalam proses pemindahan lapisan udara jenuh dan
menggantikannya dengan lapisan udara lain sehingga evaporasi dapat
berjalan terus. Jika kecepatan angin cukup tinggi untuk
mememindahakan seluruh udara jenuh, peningkatan kecepatan angin
lebih lanjut tidak berpengaruh terhadap evaporasi. Maka tingkat
evaporasi meningkat seiring dengan kecepatan angin hingga suatu
kecepatan kritis, dimana kecepatan angin tidak lagi mempengaruhi
evaporasi.
Keterangan
HD : Hujan yang hilang pada stasiun D yang dihitung
HA, HB, HC, : Hujan yang teramati pada masing-masing stasiun
A, B dan C
dAD, dBD, dCD, : Jarak dari masing-masing stasiun A, B dan C ke
stasiun D (yang hilang)
31
Gambar 3.2 DAS dan Polygon Thiessen daerah irigasi Gadjahwong
32
BAB IV
SISTEM IRIGASI PUNAKAWAN
33
2. Saluran Sekunder berfungsi untuk menyadap air dari saluran primer untuk
mengairi daerah di sekitarnya. Saluran sekunder dibuat tegak lurus terhadap
saluran primer dan mengikuti kontur yang ada.
3. Saluran Tersier berfungsi untuk membawa air dari saluran sekunder dan
membagikannya ke petak-petak sawah dengan luas maksimum 100 hektar.
34
bangunan bagi dan bangunan sadap (bangunan yang terletak di saluran primer
atau sekunder yang memberi air ke saluran tersier.
35
36
4.2 Perhitungan Ketersediaan Air Daerah Irigasi Punakawan
Untuk menghitung ketersediaan air, digunakan curah hujan 80%. Cara
mencari R80 adalah sebagai berikut.
1. Mengumpulkan data curah hujan bulanan selama kurun waktu n tahun
dari beberapa stasiun curah hujan yang terdekat dengan daerah rencana
pengembangan irigasi. Pada perhitungan ini, digunakan data curah hujan
selama 10 tahun dan minimal diperlukan 3 stasiun curah hujan.
2. Merata-ratakan data curah hujan yang diperoleh dari stasiun-stasiun
tersebut.
3. Mengurutkan (sorting) data curah hujan per bulan tersebut dari yang
terbesar hingga terkecil, dimana data pertama berarti m=1.
4. Mencari probabilitas dari data curah hujan yang telah diurutkan dengan
cara
𝑚
𝑃= × 100%
𝑛+1
5. Mencari R80 dengan menggunakan regresi linier.
Menghitung Re dimana Re = 0.7 * R80.
37
2. Dari data-data dicari nilai rata-rata setiap bulannya, maka dapat dilakukan
perhitungan evatransporasi potensial setiap bulannya. Untuk menghitung nilai
evapotranspirasi potensial (ETo) digunakan metode Penman Modifikasi.
38
Contoh perhitungan untuk awal Bulan Januari
Perhitungan ETo dengan metode Penman adalah sebagai berikut.
39
Langkah 1 : Data iklim bulan Januari
o
Temperatur rata-rata (T) 26,81 C
Kelembaban rata-rata (Rh) 87,59 %
Penyinaran matahari rata-rata (n/N) 40,10 %
Kecepatan angin rata-rata (U) 0,20 m/dt
Kecepatan angin rata-rata (U) 17,56 km/jam
Langkah 2 : Mencari nilai tekanan uap jenuh (ea)
o
Temperatur rata-rata (T) 26,81 C
Tekanan uap jenuh (ea) 35,30 mbar
Dengan menginterpolasi dari data yang sudah ada.
40
Langkah 4 : Mencari tekanan uap nyata (ed)
ed = ea x Rh/100 = 35,30 x 0.88 = 30,92 mmHg
Langkah 5 : Mencari harga (ea – ed) perbedaan tekanan uap air (mmHg)
ea–ed = 35,30 – 30,92 = 4,38
41
Langkah 11 : Mencari harga n/N/100
n/N/100 = 40,10/100 = 0,40
42
Temp (°C) f(t)
20 14,6
21 14,8
22 15,0
23 15,2
24 15,4
25 15,7
26 15,9
27 16,1
Langkah 17: Mencari harga radiasi matahari yang dipancarkan bumi (Rnl)
Rnl = f(T) x f(ed) x f(n/N) = 15,90 x 0,10 x 0,46= 0,70 mm/hari
Langkah 18: Mencari harga radiasi matahari yang dipancarkan bumi (Rn)
Rn = Rns – Rnl = 4,81 – 0,70 = 4,11 mm/hari
Langkah 19 : Mencari faktor pengali pengganti kondisi cuaca akibat siang dan
malam (C)
C = 1.10
43
3. Menghitung curah hujan efektif
Untuk irigasi padi, curah hujan efektif bulanan diambil 70 % dari curah hujan
minimum tengah bulanan dengan periode ulang 5 tahun, dihitung dengan
rumus :
Re = 0,7 R80 (mm/hari)
Untuk bulan Januari:
Re = 3,95 mm/hari
44
Baris 1 : Periode tanaman, dimulai pada bulan November tengah bulan
pertama
Baris 2 : Evapotranspirasi potensial (ETo) (mm/hari)
Untuk bulan November, ETo = 3,88 mm/hari
Baris 3 : Nilai kehilangan air akibat perkolasi tanaman (P) (mm/hari)
Diambil nilai P = 2 mm/hari
Baris 4 : Curah hujan efektif (Re) (mm/hari)
Nilai Re diambil dari tabel, yaitu Re50 dan Re80
Untuk bulan November periode I, Re50 = 0,02 mm/hari
Baris 5 : Penggantian lapisan air (WLR)
Untuk penyiapan lahan 1,5 bulan dilakukan pemasukan nilai 1,1
sampai dengan 2,2 yang dilakukan pada bulan Desember periode II
untuk alternatif A, bulan Januari periode I untuk alternatif B, dan
bulan Januari periode II untuk alternatif C.
Baris 6 : Koefisien tanaman (C1) didasarkan pada ketentuan yang ada pada
KP penunjang
Baris 7 : Koefisien tanaman (C2) didasarkan pada ketentuan yang ada pada
KP penunjang
Baris 8 : Koefisien tanaman (C3) didasarkan pada ketentuan yang ada pada
KP penunjang
Baris 9 : Koefisien rata-rata tanaman (C)
C = (C1 + C2 + C3) / 3
Baris 10 : Penggunaan air untuk masa penyiapan lahan (mm/hari),
menggunakan rumus, LP = M.ek / (ek - 1)
dimana :
M : Kebutuhan air untuk mengganti/mengkompensasi kehilangan
air akibat evaporasi dan perkolasi di sawah yang sudah
dijenuhkan
M = Eo + P
Eo = 1,1 x Eto
P = perkolasi
45
k =MxT/S
T = Jangka waktu penyiapan lahan, hari
S = Kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air
50 mm yakni 200 + 50 = 250 mm seperti yang sudah
diterangkan diatas
Untuk bulan November periode I, LP = 16,71 mm/hari
Baris 11 : Penggunaan air konsumtif untuk tanaman (Etc)
ETc = C x Eto
Untuk November Periode I (masa penyiapan lahan)
Etc = LP = 16,71 mm/hari
Baris 12 : Kebutuhan air bersih di sawah untuk padi, NFR (Netto Field
Requirement)
Untuk masa penyiapan lahan,
NFR = LP – Re
Untuk tanaman padi,
NFR = ETc + WLR + P – Re
Untuk tanaman palawija,
NFR = Etc + P – Re
Karena pada bulan November periode I, lahan sedang dalam masa
persiapan maka,
NFR = 16,71 + 2 – 0.02 = 16,69 mm/hari
Baris 13 : Kebutuhan air netto sebelum dibagi dengan efisiensi (DR x eff)
(l/det/ha)
DR= NFR / 8,64
November Periode I,
DR = 16,69 / 8,64 = 2,97 l/det/ha
46
Bantimurung digunakan rotasi teknis. Adapun alternatif-alternatif tersebut
adalah sebagai berikut.
Golongan I : Alternatif A, mulai tanggal 1 November
Golongan II : Alternatif B, mulai tanggal 15 November
Golongan III : Alternatif C, mulai tanggal 1 Desember
Golongan IV : Alternatif (A+B)/2
Golongan V : Alternatif (B+C)/2
Golongan VI : Alternatif (A+B+C)/3
Pada tabel dapat dilihat kebutuhan air untuk masing-masing golongan.
Golongan yang dipilih adalah golongan II (alternatif B), yang memiliki
DRmaks terbesar.
DRmaks = 2,98
47
4.4 Evaluasi Keseimbangan Air Daerah Irigasi Punakawan
Setelah mengetahui besarnya kebutuhan air di sawah (q), debit andalan
80% (Q80) tiap periode ½ bulanan, maka dapat dihitung besarnya total daerah
yang dapat dialiri tiap periode. Dari hasil perhitungan yang penulis lakukan,
diketahui besarnya total daerah yang dapat dialiri oleh Sungai Gadjahwong adalah
sebesar 1885 Ha dengan tabel perhitungan terlampir. Dengan mengetahui
besarnya total daerah maksimum yang dapat terairi, maka perencanaan luas petak
sawah tidak boleh melebihi luas daerah yang dapat terairi, atau dengan kata lain
luas total petak sawah tidak boleh melebihi 1885 Ha. Karena dalam perencanaan
petak sawah yang dilakukan penulis hanya memiliki luas total sawah sebesar 1847
Ha, maka dapat dikatakan daerah sawah yang penulis rencanakan dapat terairi
dengan baik.
Dipakai Luas Areak Nomor 1
LAHAN LUAS AREAL SAWAH (ha)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Lahan 1 60 55 50 110 105 100 95 80 75 70
Lahan 2 103 108 113 102 107 112 117 105 110 115
Lahan 3 75 70 65 77 72 67 62 115 110 105
Lahan 4 90 95 100 97 102 107 112 55 60 65
Lahan 5 120 115 110 90 85 80 75 80 75 70
Lahan 6 65 70 75 80 85 90 95 110 115 120
Lahan 7 80 75 70 60 55 50 55 102 107 112
Lahan 8 105 110 115 82 87 92 97 97 102 107
Lahan 9 115 110 105 112 107 102 97 90 85 80
Lahan 10 55 60 65 67 72 77 82 107 112 117
Lahan 11 80 75 70 60 55 50 55 60 65 70
Lahan 12 110 115 120 103 108 113 118 82 87 92
Lahan 13 102 97 92 75 70 65 60 112 107 102
Lahan 14 77 82 87 90 95 100 105 67 72 77
Lahan 15 97 92 87 120 115 110 105 60 55 50
Lahan 16 90 95 100 65 70 75 80 103 108 113
Lahan 17 107 102 97 80 75 70 65 75 70 65
Lahan 18 60 65 70 105 110 115 120 90 95 100
Lahan 19 82 77 72 115 110 105 100 120 115 110
Lahan 20 112 117 112 55 50 55 60 65 70 75
Lahan 21 67 62 57 80 75 70 65 80 75 70
48
BAB V
PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN
DIMENSI SALURAN
49
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam perencanaan saluran adalah:
a. Dimensi saluran didasarkan pada kapasitas terbesar, yaitu kapasitas pada
musim kemarau.
b. Letak saluran pembuangan sedemikian rupa sehingga seluruh areal dapat
dialiri. Untuk itu sedapat mungkin saluran diletakkan di punggung bukit.
c. Saluran pembawa sedapat mungkin dipisah dari saluran pembuang. Kecepatan
saluran pembawa kecil, sedangkan pada saluran pembuang kecepatannya
besar.
d. Saluran primer mempunyai syarat:
panjang maksimum 5 kilometer
kemiringannya kecil dan lurus.
50
direncanakan dan penentuan dimensi saluran rencana yang telah dilakukan di atas,
maka tinggi muka air yang akan melewati saluran bisa dihitung.
Contoh Perhitungan
Perhitungan dimensi saluran dilakukan dengan langkah berikut.
1. Perhitungan luas kumulatif
Luas kumulatif untuk saluran primer merupakan penjumlahan dari luas petak-
petak tersier yang mendapat aliran air dari saluran primer tersebut. Luas
kumulatif dihitung dengan menjumlakan luas petak untuk tiap saluran. Luas
kumulatif untuk Saluran 1/ Saluran Primer adalah 3810ha.
2. Perhitungan debit (Q)
𝐷𝑅 × 𝐴
𝑄=
1000 × 𝜂
dimana : DR = kebutuhan pengambilan air
A = luas petak (ha)
η = efisiensi irigasi
Debit Saluran A adalah sebagai berikut.
𝐷𝑅×𝐴 2.98×1847
𝑄 = 1000×𝜂 = 1000×90% = 6,115 m3/detik
51
4. Perhitungan kemiringan talud (m)
Berdasarkan KP penunjang halaman 125, kemiringan talud ditentukan
sebagai berikut :
Tabel 5.1 Kemiringan Talud
Q
(m3/dt) m
0,15-0,30 1
0,30-0,50 1
0,50-0,75 1
0,75-1,00 1
1,00-1,50 1
1,50-3,00 1,5
3,00-4,50 1,5
4,50-5,00 1,5
5,00-6,00 1,5
6,00-7,50 1,5
7,50-9,00 1,5
9,00-10,00 1,5
10,00-11,00 2
11,00-15,00 2
15,00-25,00 2
25,00-40,00 2
52
BAB VI
PERENCANAAN BANGUNAN UKUR
53
6.2 Alat Ukur Ambang Lebar
Bangunan ukur ambang lebar dianjurkan karena bangunan itu kokoh dan
mudah dibuat. Karena bisa mempunyai berbagai bentuk mercu, bangunan ini
mudah disesuaikan dengan tipe saluran apa saja. Hubungan tunggal antara muka
air hulu dan debit mempermudah pembacaan debit secara langsung dari papan
duga, tanpa memerlukan tabel debit.
6.3 Tipe
Alat ukur ambang lebar adalah bangunan aliran atas (overflow), untuk ini
tinggi energi hulu lebih kecil dari panjang mercu. Karena pola aliran di atas alat
ukur ambang lebar dapat ditangani dengan teori hidrolika yang sudah ada
sekarang, maka bangunan ini bisa mempunyai bentuk yang berbedabeda,
sementara debitnya tetap serupa. Gambar 2.1 dan 2.2 memberikan
contoh alat ukur ambang lebar. Mulut pemasukan yang dibulatkan pada alat ukur
Gambar 2.1. dipakai apabila kostruksi permukaan melengkung ini tidak
menimbulkan masalah – masalah pelaksanaan, atau jika berakibat diperpendeknya
panjang bangunan. Hal ini sering terjadi bila bangunan dibuat dari pasangan batu.
Tata letak pada Gambar 2.2. hanya menggunakan permukaan datar saja. Ini
merupakan tata letak paling ekonomis jika bangunan dibuat dari beton. Gambar
2.1. memperlihatkan muka hilir vertikal bendung; Gambar. 2.2. menunjukkan
peralihan pelebaran miring 1:6. Yang pertama dipakai jika tersedia kehilangan
tinggi energi yang cukup diatas alat ukur. Peralihan pelebaran hanya digunakan
jika energi kinetik diatas mercu dialihkan Bangunan Pengatur- Debit Kriteria
Perencanaan – Bangunan 30 kedalam energi potensial di sebelah hilir saluran.
Oleh karena itu, kehilangan tinggi energi harus sekecil mungkin. Kalibrasi tinggi
debit pada alat ukur ambang lebar tidak dipengaruhi oleh bentuk peralihan
pelebaran hilir.
54
Juga, penggunaan peralihan masuk bermuka bulat atau datar dan peralihan
penyempitan tidak mempunyai pengaruh apa–apa terhadap kalibrasi. Permukaan-
permukaan ini harus mengarahkan aliran ke atas mercu alat ukur tanpa kontraksi
dan pemisahan aliran. Aliran diukur di atas mercu datar alat ukur horisontal.
55
6.4 Perencanaan Hidrolis
Persamaan debit untuk alat ukur ambang lebar dengan bagian pengontrol segi
empat adalah :
Dimana :
Q = debit m3/dt
Cd = koefisien debit
Cd adalah 0,93 + 0,10 H1/L, for 0,1 < H1/L < 1,0
H1 adalah tinggi energi hulu, m
L adalah panjang mercu, m
Cv = Koefisien kecepatan datang
g = percepatan gravitasi, m/dt2 (≈ 9,8)
bc = lebar mercu, m
h1 = kedalaman air hulu terhadap ambang bangunan ukur, m
56
Perhitungan Bangunan Ukur Cipoletti
57
BAGIAN II
BAB VII.
PERHITUNGAN CURAH HUJAN MAKSIMUM
7.1 Tabel data curah hujan harian maksimum tahunan
St.Angin- St.
St.Bronggang St.Prumpung St.Santan St.Gemawang CH Harian
NO TAHUN Angin Nyemengan
Maks (mm)
(mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm)
1 1991 36.20 56.74 56.74 64.46 34.90 14.60 64.463
2 1992 26.04 49.57 72.60 52.19 33.69 14.11 72.599
3 1993 23.55 7.65 46.22 24.39 15.75 6.37 46.221
4 1994 42.94 43.63 57.31 48.99 189.68 43.70 189.680
5 1995 46.55 10.70 68.02 58.98 158.09 42.81 158.088
6 1996 28.55 18.31 27.98 22.54 11.24 11.44 28.546
7 1997 34.54 66.59 66.59 22.54 21.43 11.29 66.592
8 1998 33.25 39.28 62.02 43.91 32.84 43.91 62.022
9 1999 96.06 10.06 96.06 50.21 83.29 0.40 96.059
10 2000 26.40 46.23 51.68 41.59 73.23 7.13 73.228
11 2001 20.67 21.53 70.53 40.22 25.84 17.17 70.529
12 2002 118.08 11.84 59.21 30.04 10.03 2.46 118.078
13 2003 40.73 0.59 50.58 68.62 38.99 3.12 68.620
14 2004 140.78 140.78 45.98 140.78 38.71 40.65 140.778
15 2005 66.28 66.28 61.91 64.07 45.45 61.91 66.280
16 2006 98.15 42.09 98.15 39.42 10.22 34.99 98.148
17 2007 66.29 10.75 58.88 57.49 57.49 39.92 66.287
18 2008 26.03 14.40 119.44 34.46 24.00 5.63 119.441
19 2009 23.04 132.65 12.30 35.21 12.32 8.42 132.650
20 2010 8.85 0.00 8.55 0.01 3.68 0.31 8.845
21 2011 42.68 79.94 33.09 29.77 7.06 6.86 79.938
22 2012 65.97 17.13 56.87 67.50 22.14 7.83 67.496
23 2013 35.75 52.17 51.18 25.75 12.35 0.62 52.171
Total 1147.37 938.92 1331.87 1063.15 962.41 425.66
58
7.3. CH maks rerata
Tabel 7.3. Koefisien luas area tiap STA
No Nama Pos Luas (km²) Faktor Bobot (%)
1 St.Bronggang 13.5625 0.222
2 St.Angin-Angin 0.25 0.004
3 St.Prumpung 24.6875 0.405
4 St.Santan 15.1875 0.249
5 St.Gemawang 7.0625 0.116
6 St. Nyemengan 0.27 0.004
Total 61.02 1
59
Tabel 7.3.1. CH maks rerata
St.Angin- St. CH
St.Bronggang St.Prumpung St.Santan St.Gemawang
NO TAHUN Angin Nyemengan Harian CH
(mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) Maks MAX
0.222 0.004 0.405 0.249 0.116 0.004 (mm)
27- Stasiun Belum Stasiun
80 0 0 74 36.199
Feb Ada Belum Ada
11- Stasiun Belum Stasiun
0 122 139 0 56.737
Apr Ada Belum Ada
11- Stasiun Belum Stasiun
0 122 139 0 56.737
Apr Ada Belum Ada
11- Stasiun Belum Stasiun
1 1991 0 0 0 259 64.463 64.463
Feb Ada Belum Ada
Stasiun Stasiun
Stasiun Stasiun Stasiun Belum Stasiun
- Belum Belum -
Belum Ada Belum Ada Ada Belum Ada
Ada Ada
Stasiun Stasiun
Stasiun Stasiun Stasiun Belum Stasiun
- Belum Belum -
Belum Ada Belum Ada Ada Belum Ada
Ada Ada
31- Stasiun Belum Stasiun
111 30 0 5 26.039
Aug Ada Belum Ada
19- Stasiun Belum Stasiun
43 90 98 0 49.575
Mar Ada Belum Ada
2 1992 72.599
14- Stasiun Belum Stasiun
10 34 141 53 72.599
Jan Ada Belum Ada
05- Stasiun Belum Stasiun
3 0 0 207 52.188
Feb Ada Belum Ada
60
Stasiun Stasiun
Stasiun Stasiun Stasiun Belum Stasiun
- Belum Belum -
Belum Ada Belum Ada Ada Belum Ada
Ada Ada
Stasiun Stasiun
Stasiun Stasiun Stasiun Belum Stasiun
- Belum Belum -
Belum Ada Belum Ada Ada Belum Ada
Ada Ada
08- Stasiun Belum Stasiun
79 4 0 24 23.549
Mar Ada Belum Ada
16- Stasiun Belum Stasiun
0 89 18 0 7.647
Apr Ada Belum Ada
05- Stasiun Belum Stasiun
0 24 114 0 46.221
Apr Ada Belum Ada
03- Stasiun Belum Stasiun
3 1993 0 0 0 98 24.392 46.221
Jan Ada Belum Ada
Stasiun Stasiun
Stasiun Stasiun Stasiun Belum Stasiun
- Belum Belum -
Belum Ada Belum Ada Ada Belum Ada
Ada Ada
Stasiun Stasiun
Stasiun Stasiun Stasiun Belum Stasiun
- Belum Belum -
Belum Ada Belum Ada Ada Belum Ada
Ada Ada
27- Stasiun Belum
113 0.3 32.3 19 5.2 42.937
Mar Ada
02- Stasiun Belum
33 58.3 73.1 26 2.3 43.630
Mar Ada
07- Stasiun Belum
4 1994 55 4.5 111.3 0 8 57.308 57.308
Dec Ada
12- Stasiun Belum
78 0.2 2.3 123 25.5 48.995
Mar Ada
Stasiun Stasiun Stasiun Stasiun Stasiun Belum Stasiun
- -
Belum Ada Belum Belum Ada Belum Ada Belum Ada
61
Ada Ada
04- Stasiun Belum
47 30.7 33.2 78 62.9 43.696
Mar Ada
06- Stasiun Belum
106 18.8 38 30 16 46.549
Feb Ada
03- Stasiun Belum
46 116.6 0 0 0 10.702
Feb Ada
15- Stasiun Belum
29 95.6 151 0 20 68.017
Nov Ada
5 1995 21- Stasiun Belum 68.017
69 5 22.5 138 40 58.984
Nov Ada
Stasiun Stasiun
Stasiun Stasiun Stasiun Belum Stasiun
- Belum Belum -
Belum Ada Belum Ada Ada Belum Ada
Ada Ada
07- Stasiun Belum
9 41.7 53 75 120 42.812
Dec Ada
18- Stasiun Belum Stasiun
87 - - 37 28.546
Nov Ada Belum Ada
12- Stasiun Belum Stasiun
17 83 - 57 18.305
Feb Ada Belum Ada
17- Stasiun Belum Stasiun
23 0 51.6 8 27.980
Apr Ada Belum Ada
21- Stasiun Belum Stasiun
6 1996 57 - - 125 43.781 43.781
Nov Ada Belum Ada
Stasiun Stasiun
Stasiun Stasiun Stasiun Belum Stasiun
- Belum Belum -
Belum Ada Belum Ada Ada Belum Ada
Ada Ada
Stasiun Stasiun
Stasiun Stasiun Stasiun Belum Stasiun
- Belum Belum -
Belum Ada Belum Ada Ada Belum Ada
Ada Ada
62
13- Stasiun Belum Stasiun
74 41.8 - 72 34.539
Feb Ada Belum Ada
12- Stasiun Belum Stasiun
0 58.7 164 0 66.592
Feb Ada Belum Ada
12- Stasiun Belum Stasiun
0 58.7 164 0 66.592
Feb Ada Belum Ada
11- Stasiun Belum Stasiun
7 1997 0 34.2 0 90 22.541 66.592
Apr Ada Belum Ada
Stasiun Stasiun
Stasiun Stasiun Stasiun Belum Stasiun
- Belum Belum -
Belum Ada Belum Ada Ada Belum Ada
Ada Ada
Stasiun Stasiun
Stasiun Stasiun Stasiun Belum Stasiun
- Belum Belum -
Belum Ada Belum Ada Ada Belum Ada
Ada Ada
15- Stasiun Belum Stasiun
95 - 30 0 33.252
Mar Ada Belum Ada
Stasiun Belum Stasiun
- - - - - -
Ada Belum Ada
06- Stasiun Belum Stasiun
0 - 125 46 62.022
Feb Ada Belum Ada
8 1998 16- Stasiun Belum 62.022
45 - 13.5 112 129 43.911
Jun Ada
Stasiun Stasiun
Stasiun Stasiun Stasiun Belum Stasiun
- Belum Belum -
Belum Ada Belum Ada Ada Belum Ada
Ada Ada
16- Stasiun Belum
45 - 13.5 112 129 43.911
Jun Ada
13- Stasiun Belum
110 0 121.5 90 12 96.059
9 1999 Dec Ada 96.059
12- 9 85.1 0 31 Stasiun Belum 0 10.065
63
Mar Ada
13- Stasiun Belum
110 0 121.5 90 12 96.059
Dec Ada
14- Stasiun Belum
78 3 0 131 58 50.211
Mar Ada
Stasiun Stasiun
Stasiun Stasiun Stasiun Belum Stasiun
- Belum Belum -
Belum Ada Belum Ada Ada Belum Ada
Ada Ada
04- Stasiun Belum
0 0 0 0 91 0.403
Jan Ada
27- Stasiun Belum
92 1.2 12 4.4 0 26.403
Apr Ada
11- Stasiun Belum
- 46.5 90 38.7 0 46.235
Dec Ada
02- Stasiun Belum
0 6.1 106 33.9 76 51.684
Apr Ada
10 2000 20- Stasiun Belum 51.684
5 9.5 49.5 82 0 41.586
Mar Ada
Stasiun Stasiun
Stasiun Stasiun Stasiun Belum Stasiun
- Belum Belum -
Belum Ada Belum Ada Ada Belum Ada
Ada Ada
10- Stasiun Belum
30 0 0 0 105 7.132
Apr Ada
5-
93 0 0 0 0 0 20.670
Oct
27-
5 90 26 22.5 34 0 21.534
11 2001 Jan 70.529
2-
8 0 164 9 0 36 70.529
Dec
6- 11 21 25 101 20.7 9 40.219
64
Apr
2-
31 33 17 12.6 76 - 25.836
Feb
30-
8 1.5 9 45 0 123 17.170
Jan
- - - - - - - -
19-
- 19 0 42 10.5 21 11.840
Mar
6-
- 2 108 61 0 73 59.208
Feb
12 2002 23- 59.208
- 2.5 25 80 0 16 30.036
Jan
21-
- 12 6 0 65.3 6 10.035
Jan
17-
- 1 5 0 0 98 2.461
Apr
27-
140 0 0 27 25 0 40.730
Jan
13-
0 45 1 0 0 0 0.589
Jan
21-
79 0 76 0 18 42 50.576
Mar
13 2003 68.620
27-
69 1.5 0 196 37 48 68.620
Feb
19-
90 0 6 42 52 18.8 38.986
Nov
26-
2 1.5 5 0 0 146 3.120
Feb
29-
14 2004 419 156 3 184 0 0 140.778 140.778
Feb
65
29-
419 156 3 184 0 0 140.778
Feb
29-
23.5 88 90 16 0 0 45.978
Nov
29-
419 156 3 184 0 0 140.778
Feb
27-
13.2 35 30 20 160 0 38.711
Jan
29-
5 80 83 0 43 148.5 40.653
Jan
23-
162 145 29 72 0 6 66.280
Feb
23-
162 145 29 72 0 6 66.280
Feb
17-
40.5 105 107 0 72.8 171.5 61.907
Dec
15 2005 66.280
21-
42.1 20 44 145 2.3 106.3 64.067
Jan
11-
20.5 19.5 28.5 70 97.7 125.5 45.453
Dec
17-
40.5 105 107 0 72.8 171.5 61.907
Dec
10-
111 0 161 33 0 28.5 98.148
Apr
17-
0 102 101 0 7 0 42.091
Dec
16 2006 98.148
10-
111 0 161 33 0 28.5 98.148
Apr
13-
2.1 40 40 84 13 45 39.425
Dec
66
09-
0 0 0 15 55 28.1 10.223
May
27-
0 0 44 63 6 185 34.995
Jan
29-
200.5 7 44 15 0 36 66.287
Oct
23-
19 145 5 12 8 0 10.753
Feb
26-
55 60 81 47 16 20 58.880
Dec
17 2007 66.287
28-
31 10 13 157 53 20.6 57.492
Dec
28-
31 10 13 157 53 20.6 57.492
Dec
16-
89 27 2 72 8 85.3 39.925
Feb
01-
110.5 0 - 0 12 18.5 26.031
Feb
01-
4 0 - 38 35 0 14.398
Jan
-(data -(data -(data
- -(data hilang) -(data hilang) -(data hilang) -
hilang) hilang) hilang)
18 2008 34.465
13-
73 0 - 68 11 9.4 34.465
Apr
27-
5 0 - 65 58 0 24.002
Jan
28-
17 0 - 0 13 79.5 5.635
Oct
30- -(data
19 2009 86.5 0 12 5 56 23.039 35.210
Jan hialang)
67
-(data -(data -(data -(data -(data -(data
- -
hialang) hialang) hialang) hialang) hialang) hialang)
26-
55 0 0 0 0 18 12.304
Dec
03-
42 0 0 98 12 21.4 35.210
Feb
25- -(data
27 0 3.5 47 1.5 12.319
Jan hilang)
25-
33.2 0 0 0 4 130.5 8.420
Dec
06- Station Belum
38.7 0 0 0 55.1 8.845
Dec Ada
01- Station Belum
0 0 0 0 1 0.004
Mar Ada
26- Station Belum
37.7 0 0 0 38 8.547
Dec Ada
20 2010 8.845
02- -(data Station Belum
0 0 0 1.6 0.007
Feb hilang) Ada
-(data -(data Station Belum Station
- -(data hilang) -(data hilang) -
hilang) hilang) Ada Belum Ada
04- Station Belum
0 0 0 0 70 0.310
Nov Ada
23-
148 5 0 39 0 13 42.680
Mar
Stasiun
- - Belum - - - - -
21 2011 42.680
Ada
9-
8.5 0 74 5 0.1 0.3 33.086
Dec
3- 23.5 0 1 97 0 0 29.770
68
Nov
3-
0.5 0 0 0 60 0 7.056
Oct
3-
0 0 12 0 13 114 6.864
Apr
2-
147 5.6 72 0 35.3 14.3 65.974
Jan
16-
40.5 61.4 17 1.2 6 1.7 17.132
Nov
22-
72 27.5 90 8.4 19 11.8 56.870
Nov
22 2012 67.496
23-
95.5 39.6 76 48 27.4 54.6 67.496
Nov
1-
10 38.9 10 0 131.2 119.8 22.143
Jan
21-
32.5 12 0 0 0 126.7 7.833
Feb
25-
96.5 25 8 25 40.4 15.5 35.754
Jan
20-
48 71 55 39.9 74.8 84 52.171
Dec
24-
0 0 126.5 0 0 0 51.179
Mar
23 2013 52.171
5-
7.5 0.4 1.5 90.6 8 0 25.751
Apr
18-
0 0 0 0 106.7 0 12.350
Dec
2-
0 42.4 0 0 0 101 0.621
Jan
69
Tabel 7.3.2. Rangking data CH maks rerata
Ran CH Harian Maks
Tahun
k (mm)
70
BAB VIII.
MEMILIH DISTRIBUSI CH YANG SESUAI
71
3.1.1. Uji abnormalitas data paling maksimum
X = 138,4244 mm
Tabel 8. Uji Abnormalitas Data Hujan
Uji Abnormalitas untuk data paling maksimum
X= 138,9806 mm
72
Anti log Xo = 66,69861
2 Xo = 133,3972
Xo2 = 4448,705
Tabel 8.1. Uji abnormalitas untuk data paling maksimum
(xs.xt -
no xs xt xs * xt xs +xt xo^2) 2xo-(xs+xt) bi
1 112,2238 31,9935 3590,435 144,2173 -858,27 -10,8201 79,32184
2 108,2572 36,0101 3898,359 144,2674 -550,35 -10,8702 50,62895
Total 129,9508
b 64,9754
Sx= 3,995582
73
Tabel Abnormalitas
74
log (xi + log^2 (xi +
No Tahun xi log xi b) b)
1 2009 31,9935 1,505062 3,0782044 9,475342148
2 2008 36,0101 1,556425 3,0796589 9,484298739
3 2002 38,1544 1,581544 3,0804333 9,48906957
4 2011 42,5657 1,62906 3,0820223 9,498861736
5 2013 50,4426 1,702797 3,0848453 9,516270591
6 1996 51,2025 1,709292 3,0851167 9,517945025
7 2003 61,1775 1,786592 3,0886632 9,539840624
8 1994 67,8751 1,83171 3,0910284 9,554456328
9 2005 68,0999 1,833146 3,0911075 9,554945711
10 1991 70,0465 1,845387 3,0917924 9,559180318
11 2007 71,2473 1,852769 3,0922144 9,561789629
12 1998 73,1825 1,864407 3,0928935 9,565990113
13 2000 75,4796 1,87783 3,0936983 9,57096891
14 1997 81,8724 1,913137 3,0959301 9,584782993
15 1995 82,1377 1,914542 3,0960224 9,585354907
16 1992 84,7132 1,927951 3,0969182 9,590902282
17 2001 84,8416 1,928609 3,0969628 9,591178472
18 2012 86,3325 1,936174 3,0974804 9,594384759
19 1999 106,0416 2,025476 3,1042658 9,636465957
20 1993 108,2572 2,034457 3,105022 9,641161497
21 2006 112,2238 2,050085 3,1063725 9,649550056
22 2004 138,9806 2,142954 3,1153745 9,705557972
Total 1590,8843 38,9443 64,9678 200,7627
75
2 Xo = 143,061
Xo2 = 5116,64
Tabel 8.4. Uji abnormalitas untuk data paling minimum
(xs.xt - 2xo-
no xs xt xs * xt xs +xt xo^2) (xs+xt) bi
112,2238 31,9935 3590,435 144,2173 -1526,21 -1,1559 1320,395
108,2572 36,0101 3898,359 144,2674 -1218,28 -1,2060 1010,226
Total 2330,621
b 1165,31
Perhitungan data paling maksimum
Sx=9,56013
Tabel Abnormalitas
76
ye1= 1,243 e1= 0,125
ye2= 0,721 e2= 0,25
ye3= 0,04 e3= 0,304239401
77
8 67,8751 -5,8921 34,7169 -204,5557 1205,2636
9 68,0999 -5,6673 32,1184 -182,0246 1031,5892
10 70,0465 -3,7207 13,8433 -51,5063 191,6377
11 71,2473 -2,5199 6,3496 -16,0002 40,3180
12 73,1825 -0,5847 0,3418 -0,1999 0,1169
13 75,4796 1,7125 2,9325 5,0218 8,5996
14 81,8724 8,1052 65,6944 532,4667 4315,7529
15 82,1377 8,3705 70,0650 586,4775 4909,0990
16 84,7132 10,9461 119,8165 1311,5197 14355,9881
17 84,8416 11,0744 122,6428 1358,1987 15041,2671
18 86,3325 12,5653 157,8864 1983,8874 24928,1096
19 106,0416 32,2744 1041,6374 33618,2300 1085008,4619
20 108,2572 34,4901 1189,5649 41028,1744 1415064,5703
21 112,2238 38,4566 1478,9104 56873,8736 2187176,0626
22 138,9806 65,2134 4252,7868 277338,6599 18086195,3302
Total 1622,8778 0,0000 15213,4393 185743,2116 31053565,0426
Rata rata 73,7672
Koefisien Kepencengan
CS 0,498969698 2,68950626
78
cv=
0,498969698 =skew(
Cs =
0,7859
79
Tabel 8.7. Analisis pemilihan agihan log pearson III
CH maks ( logXi- ( logXi- ( logXi-
No log xi P
(Xi) logX ) logX )2 logX )3
1 31,9935 1,5051 -0,3335472 0,1112537 -0,0371084 4,3478261
2 36,0101 1,5564 -0,2821845 0,0796281 -0,0224698 8,6956522
3 38,1544 1,5815 -0,2570652 0,0660825 -0,0169875 13,0434783
4 42,5657 1,6291 -0,2095497 0,0439111 -0,0092016 17,3913043
5 50,4426 1,7028 -0,1358120 0,0184449 -0,0025050 21,7391304
6 51,2025 1,7093 -0,1293179 0,0167231 -0,0021626 26,0869565
7 61,1775 1,7866 -0,0520174 0,0027058 -0,0001407 30,4347826
8 67,8751 1,8317 -0,0068991 0,0000476 -0,0000003 34,7826087
9 68,0999 1,8331 -0,0054631 0,0000298 -0,0000002 39,1304348
10 70,0465 1,8454 0,0067771 0,0000459 0,0000003 43,4782609
11 71,2473 1,8528 0,0141592 0,0002005 0,0000028 47,8260870
12 73,1825 1,8644 0,0257979 0,0006655 0,0000172 52,1739130
13 75,4796 1,8778 0,0392204 0,0015382 0,0000603 56,5217391
14 81,8724 1,9131 0,0745280 0,0055544 0,0004140 60,8695652
15 82,1377 1,9145 0,0759329 0,0057658 0,0004378 65,2173913
16 84,7132 1,9280 0,0893419 0,0079820 0,0007131 69,5652174
17 84,8416 1,9286 0,0899994 0,0080999 0,0007290 73,9130435
18 86,3325 1,9362 0,0975647 0,0095189 0,0009287 78,2608696
19 106,0416 2,0255 0,1868668 0,0349192 0,0065252 82,6086957
20 108,2572 2,0345 0,1958476 0,0383563 0,0075120 86,9565217
21 112,2238 2,0501 0,2114755 0,0447219 0,0094576 91,3043478
22 138,9806 2,1430 0,3043447 0,0926257 0,0281901 95,6521739
Total 1622,8778 40,4494 0,0000000 0,5888209 -0,0355879
Rata 73,7672
rata
Log 1,8386
Rata2
80
Sd (log) 0,1674
-
SKEW = 0,03970364
cs -0,0397
Log x = 1,609826456
X= 40,72175216
Log x = 1,80511587
81
X= 63,84337982
P= 0,2 G= 0,85
P= 0,3 G= 0,57767
P= 0,5 G= 0,033
Cs = 0 G= 0,56133333
Cs = -0,0365 G = 0,56413167
Cs = -0,2 G = 0,5766667
Log x = 1,818018584
X= 65,76859803
P= 0,2 G= 0,85
P= 0,4 G= 0,305333333
P= 0,5 G= 0,033
82
Cs = 0 G= 0,28066667
Cs = -0,0365 G = 0,285168335
Cs = -0,2 G = 0,30533333
Log x = 1,828200746
X= 67,32878013
Log x = 1,838389569
X= 68,92703053
F. Untuk P=60% Maka Present
Change 40%
P= 0,5 G= 0
P= 0,6 G= -1,12267
P= 0,8 G= -0,842
P= 0,5 G= 0,033
P= 0,6 G= -0,25467
P= 0,8 G= -0,83
Cs = 0 G= -0,28067
Cs = -0,0397 G = -0,27551
Cs = -0,2 G = -0,25467
Log
x= 1,849548082
83
X= 70,72094928
P= 0,5 G= 0,033
P= 0,7 G= -0,54233
P= 0,8 G= -0,83
Cs = 0 G= -0,56133
Cs = -0,0365 G = -0,55786
Cs = -0,2 G = -0,54233
Log
x= 1,858971371
X= 72,27221604
Log
x= 1,86939568
X= 74,02794271
84
I. Untuk P=90% Maka Present
Change 10%
P= 0,8 G= -0,842
P= 0,9 G= -1,69421
P= 0,99 G= -2,326
P= 0,8 G= -0,83
P= 0,9 G= -1,69421
P= 0,99 G= -2,472
Cs = 0 G= -1,62305
Cs = -0,0365 G = -1,63604
Cs = -0,2 G = -1,69421
Log
x= 1,89832473
X= 79,12700536
Tabel 8.9. Hubungan antara Percent Change dan Curah Hujan Harian Maksimum
P Present Change G Log X X
% %
10 90 1,277 1,610 40,722
20 80 0,844 1,805 63,843 90
30 70 0,564 1,818 65,769 80
40 60 0,285 1,828 67,329 70
50 50 0,006 1,838 68,927 60
60 40 -0,276 1,850 70,721 50
70 30 -0,545 1,919 72,272 40
80 20 -0,843 1,869 74,028 30
90 10 -1,636 1,898 79,127 20
10
85
Gambar 8. Grafik uji kecocokan distribusi
y = -0.3343x + 83.685
R² = 0.7103
10.000
1 10 100 1000
86
BAB IX.
UJI KESESUAIAN DISTRIBUSI
K = 1 + 3,322 log n
K = 1 + 3,322 log (22)
K = 5,4595 = 6
9.1.2. Penentuan range atau jumlah kelas
CH maks = 138,9806
CH min = 31,9935
R = nilai data terbesar – nilai data terkecil
R = 138,9806 – 35,0504
R = 106,9870 mm
9.1.3. Penentuan interval kelas
106,9870
I=
6
= 17,83117231
9.1.4. Pembagian Interval
P = nilai data terkecil + Interval kelas
P1 = 49,8247 mm
P2 = 67,6559 mm
P3 = 85,4871 mm
P4 = 103,3182 mm
P5 = 121,1494 mm
P6 = 138,9806 mm
87
9.1.5. Menentukan Ei ( sebaran )
𝐸𝑖
𝑛
=
𝑘
22
𝐸𝑖 =
6
= 3,6667
(Oi -
Interval ( p ) Oi Ei Ei) (Oi - Ei)^2
P < 51,8835 5 3,6667 1,3333 1,7778
51,8835< P < 69,1917 6 3,6667 2,3333 5,4444
69,1917 < P <86,4999 7 3,6667 3,3333 11,1111
86,4999 < P < 103,8081 1 3,6667 -2,6667 7,1111
103,8081 < P <
121,1162 2 3,6667 -1,6667 2,7778
121,1162 P < 138,4244 1 3,6667 -2,6667 7,1111
Jumlah 22 22 0 35,3333
2
𝑋ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 1,6061
88
Dari :
n= 22
α= 5%
Di dapat:
2
𝑋𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖 =33,924
89
Karena 2 maka data sesuai dengan distribusi frekuensi
𝑋ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔
2
< 𝑋𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖
Tabel 9.1. Smirnov – Kolmogorov
Xi m Px P(x<) f(t)=(Xi-Xi rerata)/SD P'(x<)=M/(n-1) P'(x<) D
1 2 3 4=1-3 5 6 7=1-6 8=4-7
31,9935 1 0,0435 0,9565 -3,9749 0,0476 0,9524 0,0041
36,0101 2 0,0870 0,9130 -3,8257 0,0952 0,9048 0,0083
38,1544 3 0,1304 0,8696 -3,7460 0,1429 0,8571 0,0124
42,5657 4 0,1739 0,8261 -3,5821 0,1905 0,8095 0,0166
50,4426 5 0,2174 0,7826 -3,2895 0,2381 0,7619 0,0207
51,2025 6 0,2609 0,7391 -3,2612 0,2857 0,7143 0,0248
61,1775 7 0,3043 0,6957 -2,8906 0,3333 0,6667 0,0290
67,8751 8 0,3478 0,6522 -2,6418 0,3810 0,6190 0,0331
68,0999 9 0,3913 0,6087 -2,6334 0,4286 0,5714 0,0373
70,0465 10 0,4348 0,5652 -2,5611 0,4762 0,5238 0,0414
71,2473 11 0,4783 0,5217 -2,5165 0,5238 0,4762 0,0455
73,1825 12 0,5217 0,4783 -2,4446 0,5714 0,4286 0,0497
75,4796 13 0,5652 0,4348 -2,3593 0,6190 0,3810 0,0538
81,8724 14 0,6087 0,3913 -2,1218 0,6667 0,3333 0,0580
82,1377 15 0,6522 0,3478 -2,1119 0,7143 0,2857 0,0621
84,7132 16 0,6957 0,3043 -2,0162 0,7619 0,2381 0,0663
84,8416 17 0,7391 0,2609 -2,0114 0,8095 0,1905 0,0704
86,3325 18 0,7826 0,2174 -1,9560 0,8571 0,1429 0,0745
106,0416 19 0,8261 0,1739 -1,2238 0,9048 0,0952 0,0787
108,2572 20 0,8696 0,1304 -1,1415 0,9524 0,0476 0,0828
112,2238 21 0,9130 0,0870 -0,9941 1,0000 0,0000 0,0870
138,9806 22 0,9565 0,0435 0,0000 1,0476 -0,0476 0,0911
Xi rerata = 138,9806
SD = 26,9156
Dmax = 0,0911
Derajad signifikan 5% dengan n=22 didapat
20 0,29
22 0,282 Do Kritis
25 0,27
90
Tabel 9.2. Harga kritis untuk smirnov kolmogorov
91
BAB X.
PERHITUNGAN HUJAN RENCANA
Cs= -0,039704
Log
Rata2 = 1,8386094
R
5tahun
Cs = 0 G= -0,842
Cs = -0,04 G = -0,84359
Cs = -0,2 G= -0,85
Log x = 1,8721029
X = 74,490847 mm
R
10tahun
P= 0,8 G= -0,842
P= 0,9 G= -1,07358
P= 0,99 G= -1,282
P= 0,8 G= -0,85
P= 0,9 G= -1,06474
P= 0,99 G= -1,258
Cs = 0 G= -1,282
Cs = -0,04 G = -1,27962
Cs = -0,2 G= -1,27
Log x = 1,8894149
X = 77,520198 mm
92
R 20 Tahun
P= 0,8 G= -1,282
P= 0,9 G= -2,05516
P= 0,99 G= -2,751
P= 0,8 G= -1,258
P= 0,9 G= -1,48011
P= 0,99 G= -1,68
Cs = 0 G = -2,05516
Cs = -0,04 G = -1,64717
Cs = -0,2 G = -1,48011
Log x = 1,9040081
X= 80,1693 mm
R
25Tahun
P= 0,80 G = -1,751
P= 0,96 G = -0,27647
P= 0,99 G = -2,051
P= 0,80 G = -1,68
P= 0,96 G = -0,26526
P= 0,99 G = -1,945
93
R
50Tahun
Cs = 0 G= -2,054
Cs = -0,04 G = -1,64624
Cs = -0,2 G = -1,945
Log x = 1,9039713
X= 80,16250 mm
R 100Tahun
Cs = 0 G= -2,326
Cs = -0,04 G = -2,35498
Cs = -0,2 G= -2,472
Log x = 1,9321108
X = 85,528492 mm
R
25Tahun
Cs = 0 G= -1,751
Cs = -0,04 G = -1,40339
Cs = -0,2 G = -1,68
Log x = 1,894329
X= 78,40238 mm
94
Tabel 10. Perhitungan Hujan Rencana
Log X
R Cs SD rerata G Log X X
5 -0,040 0,1674 1,8386 -0,8436 1,8721 74,4908
10 -0,040 0,1674 1,8386 -1,2796 1,8894 77,5202
20 -0,040 0,1674 1,8386 -1,6472 1,9040 73,7964
25 -0,040 0,1674 1,8386 -0,2765 1,8474 78,4024
50 -0,040 0,1674 1,8386 -1,6462 1,9040 80,1625
100 -0,040 0,1674 1,8386 -2,4720 1,932111 85,52849
95
BAB VI.
PERHITUNGAN DEBIT BANJIR RANCANGAN
96
Data
A 46,805 km2
L 25 km2
I 0,00035
t= 14,29327
97
98
Data
A 46,0815 km2
L 25 km2
I 0,00035
t= 14,29327
α= 0,558614
1/𝛽= 1,237566 0,808037
99
11.3. Debit Rancangan
Tabel 11.3. Debit Rancangan
Kala
Ulang Rn Harpers Melchior Weduwen
Dengan rumus debit dibawah ini akan didapat tinggi air H50 dan lebar bendung
so= 0,00035
b= 84.5-2h
1 1
𝑋 ((57,14 − 2 𝑥 1,18766 + 1,1876) 𝑥 1,18766)5/3
𝑄 = 𝑥 0,00035 2 2
0,025 (57,14 − (2 + √2 ) 𝑥 1,187662/3
nmanning 0,025
S0 0,00035
b 84,5 -2h
Q50= 20,9351
coba-
h= 0,51220 coba
Qhit= 20,9355 cek
100
No elevas
. h i A P R V Q Q h
(m) (m²) (m) (m) m/dt (m3/dt
1 0,2 102,3 16,74 84,04 0,20 0,099 1,66 1,66 0,2
2 0,4 102,8 33,55 84,61 0,40 0,198 6,64 6,64 0,4
3 0,6 103,1 50,45 85,17 0,59 0,295 14,91 14,91 0,6
4 0,8 103,4 67,42 85,74 0,79 0,392 26,45 26,45 0,8
5 1,0 103,6 84,48 86,30 0,98 0,488 41,25 41,25 1,0
6 1,2 103,9 101,61 86,87 1,17 0,584 59,29 59,29 1,2
7 1,4 103,9 118,83 87,44 1,36 0,678 80,56 80,56 1,4
105,0
8 1,6 104,2 136,12 88,00 1,55 0,772 105,04 4 1,6
132,7
9 1,8 104,8 153,50 88,57 1,73 0,865 132,72 2 1,8
163,5
10 2,0 104,9 170,95 89,13 1,92 0,957 163,57 7 2,0
197,6
11 2,2 105,1 188,49 89,70 2,10 1,048 197,60 0 2,2
234,7
12 2,4 105,4 206,10 90,26 2,28 1,139 234,77 7 2,4
275,0
13 2,6 105,5 223,80 90,83 2,46 1,229 275,09 9 2,6
318,5
14 2,8 105,7 241,57 91,40 2,64 1,319 318,55 5 2,8
365,1
15 3,0 106,2 259,43 91,96 2,82 1,407 365,11 1 3,0
414,7
16 3,2 106,5 277,36 92,53 3,00 1,495 414,79 9 3,2
467,5
17 3,4 106,8 295,38 93,09 3,17 1,583 467,57 7 3,4
101
523,4
18 3,6 108,4 313,47 93,66 3,35 1,670 523,43 3 3,6
644,3
19 4,0 108,6 349,90 94,79 3,69 1,842 644,37 7 4,0
Lengkung Debit
4.5
4.0
3.5
3.0
2.5
2.0
1.5
1.0
0.5
0.0
0.0000 100.0000 200.0000 300.0000 400.0000 500.0000
Q= 20,94
h interpolasi dan digunakan untuk perencanaan hidrolis
max= 0,704 bendung
h50 0,512 dari trial error
hrerata 0,608 m
hrerata 0,700 m (dibulatkan)
1 104,2 102,29 102,29 102,29 1
2 104 102,82 102,84 2
3 103,9 102,84 102,84 103,14 3
4 104,8 103,14 103,14 103,4 4
5 104,8 103,4 103,4 103,63 5
6 106,5 103,56 103,85 6
102
7 106,2 103,63 103,63 103,93 7
8 105,4 103,82 104,19 8
9 108,6 103,85 103,85 104,79 9
10 105,4 103,91 104,91 10
11 103,6 103,93 103,93 105,14 11
12 104,8 104,03 105,38 12
13 103,9 104,17 105,49 13
14 102,8 104,19 104,19 105,74 14
15 102,3 104,78 106,2 15
16 103,6 104,79 104,79 106,45 16
17 104,9 104,83 106,79 17
18 105,1 104,91 104,91 108,39 18
19 102,8 105,14 105,14 108,57 19
20 103,1 105,31
21 104,2 105,38 105,38
22 105,7 105,43
23 106,1 105,49 105,49
24 105,5 105,74 105,74
25 103,8 106,13
26 103,9 106,2 106,2
27 103,4 106,45 106,45
28 105,3 106,79 106,79
29 106,8 108,09
30 108,4 108,39 108,39
31 108,1 108,57 108,57
103
BAB XII.
PERANCANGAN HIDROLIS BENDUNG
h max 50 = 0,704473 m
= 102,29 + 0,70
= 102,99
Perhitungan elevasi mercu bendung dilakukan sbb (Standar perhitungan
elevasi mercu bendung)
a. Elevasi sawah tertnggi : 102,99
b. Tinggi muka air sawah (genangan) (m) : 0,10
c. Jumlah kehilangan energi :
1. Kehilangan dari saluran tersier ke sawah : 0,10
2. Kehilangan dari saluran sekunder ke tersier : 0,10
3. Kehilangan dari saluran primer ke sekunder : 0,10
4. Kehilangan dari sungai ke saluran primer : 0,20
5. Kehilangan kemiringan sungai : 0,15
6. Karena alat ukur : 0,40
d. Persedian karena eksplotasi (m) : 0,10
e. Persedian karena lain-lain (m) : 0,25
Elevasi Mercu bendung : 104,49 +
Sawah yang akan di airi : 102,29
Tinggi bendung : 2,20
104
104,49
0 m
102,99
Data Bendung
105
12.2.2.Lebar Efektif Bendung
Be = B - 2 (nKp + Ka ) H1
dimana :
n = jumlah pilar = 1
(ujung pilar
Kp = koefisien kontraksi pilar = 0,01 bulat)
(tembok
Ka = koefisien kontraksi pangkal hulu
bendung = 0,15 miring)
H1 = tinggi energi di hulu, m =
Be = 80.9756 -
0,16H1
2 2
Q= 3 𝐶𝑑√3 𝑔 𝐻1,5 𝐵𝑒
Cd = 1,6329 (asumsi1)
Be = 80,9101 m
H1 = 0,204778 m
Be = 80,9101 m
n 0,025
So 0,00035
m= 1
b A P R V v
83,4756 59,3026 85,4682 0,6939 0,5865
106
Tabel 12.
C2 H2/H1 f
H1/r Co p/H1 C1
1 0,667 0,333
0,50 1,05 0,00 0,65 0,1 1
1,00 1,17 0,25 0,86 1,030 1,025 1,008 0,2 0,99
2,00 1,33 0,50 0,93 1,012 1,017 1,005 0,3 0,98
3,00 1,41 0,75 0,95 1,004 1,010 1,004 0,4 0,97
4,00 1,46 1,00 0,97 0,998 1,006 1,002 0,5 0,95
5,00 1,47 1,50 0,99 0,993 1,000 1,000 0,6 0,92
107
12.2.3. Kolam Olak
Kolam olak tipe Vlughter
Gambar 7. Kolam olak tipe Vlughter
Diketahui :
Q50 = 20,9354766 m3/det
Be = 80,9101 m
ℎ𝑐
q= 0,2587 m3/det/m
𝑞23
=√
𝑔
hc = 0,1897
108
maka tinggi air di hilir
t = 3hc + 0,1z = 0,7395 m
tinggi √ℎ𝑐
𝑧
ambang
ujung
kolam
a=0,28hc = 0,018 m
109
El. Dasar
z yz Qhitung Q100 vz Frz kolam y2 El. Muka air
coba2 kontrol
1 0,0460 20,6592 20,9355 5,5456 8,2549 103,49 0,5230 104,02
2 0,0361 20,7661 20,9355 7,1112 11,9558 102,49 0,5984 103,47
3 0,0307 20,8132 20,9355 8,3842 15,2886 101,49 0,6532 102,53
4 0,0271 20,8398 20,9355 9,4860 18,3874 100,49 0,6970 101,19
5 0,0246 20,8569 20,9355 10,4716 21,3175 99,49 0,7339 100,23
6 0,0227 20,8688 20,9355 11,3715 24,1170 98,49 0,7660 99,26
7 0,0211 20,8775 20,9355 12,2050 26,8108 97,49 0,7946 98,29
8 0,0199 20,8843 20,9355 12,9849 29,4164 96,49 0,8204 97,31
9 0,0188 20,8896 20,9355 13,7203 31,9466 95,49 0,8440 96,34
10 0,0179 20,8939 20,9355 14,4182 34,4113 94,49 0,8658 95,36
11 0,0171 20,8975 20,9355 15,0838 36,8181 93,49 0,8861 94,38
12 0,0164 20,9005 20,9355 15,7212 39,1734 92,49 0,9051 93,40
13 0,0158 20,9031 20,9355 16,3336 41,4821 91,49 0,9229 92,42
14 0,0153 20,9053 20,9355 16,9239 43,7486 90,49 0,9398 91,43
15 0,0148 20,9072 20,9355 17,4942 45,9765 89,49 0,9558 90,45
Elevasi muka air yang diharapkan di hilir = El. Puncak bendung - tinggi
bendung + hmax
Elevasi muka air yang diharapkan di
hilir = 102,99
Maka elevasi dasar kolam olak didapatkan dari interpolasi,
dan didapatkan 101,9884 (Interpolasi)
1,00612069 101.979
110
Diketahui :
Q= 20,93548
n= 0,025
So = 0,00035 0,0632599
α= 1
111
Tabel 12.2. Perhitungan backwater
112