Anda di halaman 1dari 12

TUGAS – PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN

RE 185102

PENENTUAN STRUKTUR MODEL PENCEMARAN AIR KALI


SURABAYA SEGMEN KARANGPILANG – GUNUNG SARI
DENGAN MODEL STELLA

Annisa Tamara Sari (03211750012002)


Wahyu Budi Pratiwi (03211750012004)

DOSEN PENGAJAR
Prof. Dr. Ir. Nieke Karnaningroem Dipl.SE, M.Sc
A. Identifikasi Masalah
Kota Surabaya merupakan kota yang memiliki penduduk terbanyak di Jawa Timur.
Banyaknya populasi penduduk di kota Surabaya meningkatkan jumlah aktivitas yang
dilakukan. Setiap kegiatan yang dilakukan manusia sebagian besar membutuhkan air,
baik air minum maupun air bersih. Disisi lain, untuk memenuhi kebutuhan air, PDAM
kota Surabaya menggunakan air permukaan (badan air) sebagai air bakunya. Adanya
aktivitas penduduk kota Surabaya akan menghasilkan air limbah dan mempengaruhi
air sungai. Sehingga, dibutuhkan pengendalian kualitas air pada badan air agar tetap
memenuhi baku mutu.
Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan beberapa kajian mengenai
pencemaran air dan pengendalian beban pencemaran air yang terjadi di Kali
Surabaya. Tingginya tingkat pencemaran tidak lepas dari lemahnya mekanisme
pengendalian pencemaran. Pencemaran yang masuk pada Kali Surabaya meliputi
industri, domestik dan pertanian. Limbah domestik sebagai penyumbang pencemar
terbesar pada air Kali Surabaya. Limbah domestik menyumbang 65% pencemaran
daripada industri 30% sisanya limbah pertanian (Faizal dan Desy, 2015). Industri
banyak disumbang oleh industri rumahan dari kawasan Mlirip Mojokerto hingga
Karangpilang Surabaya yang belum memiliki instalasi pengolahan air limbah.
Penyebab pencemaran dari sumber komersial antara lain berasal dari limbah rumah
makan dan hotel (17,8%) industri manufaktur (20%) dan kegiatan lainnya (Thornton.
2001). Limbah domestik yang dibuang ke badan sungai mengandung polutan organik
yaitu BOD dan COD. Adanya kandungan polutan organik tersebut mengakibatkan
menurunnya kualitas air pada sungai. Sedangkan, air sungai banyak digunakan
sebagai air baku dalam PDAM.
Oleh karena itu, perlu adanya kegiatan perencanaan dan pengelolaan
mempertimbangkan terhadap kondisi hidrolik dan kualitas air yang seringkali di luar
kisaran data lapangan yang terlihat. Dalam konteks ini model hidrolik dan kualitas air
perlu diformulasikan seumum mungkin untuk (1) mendeskripsikan kondisi
terobservasi dan (2) memprediksikan skenario perencanaan yang mungkin berbeda
secara substansial dari kondisi yang terlihat (Radwan dkk, 2003). Simonovic (1992;
dalam Elshorbagy dan Ormsbee, 2006) menyarankan bahwa analisis sistem memiliki
tempat tersendiri dalam ruang lingkup pengelolaan sumber daya air dan simulasinya
merupakan alat yang esensial untuk pengembangan basis kuantitatif untuk
pengambilan keputusan pengelolaan air. Bagaimanapun juga, terdapat kebutuhan
yang kuat untuk mengeksplor alat simulasi yang dapat merepresentasikan sistem
kompleks secara realistis dan dapat melibatkan pengelola sumber daya air dan
operatornya dalam pengembangan model tersebut. Kebutuhan ini salah satunya
dapat dipenuhi dengan pendekatan sistem dinamik. Adanya kebutuhan data untuk
pengelolaan Kali Surabaya terutama oleh Pemerintah Kota Surabaya sebagai
pengelola dan sebagai input bagi PDAM Kota Surabaya sendiri, maka salah satu
pendekatannya ialah melalui pemodelan DO, BOD, dan COD dalam sungai tersebut.
Uraian ini bertujuan untuk menguraikan sistem COD-DO-BOD dalam segmen Kali
Surabaya, membuat model sistem dinamik pada segmen terpilih.

B. Gambaran Umum Kota Surabaya


Surabaya merupakan kota metropolitan yang berada di Jawa Timur dengan luas ±
32,637.06 ha, dengan kedudukan geografis pada 07012’- 07021’ Lintang Selatan dan
112036’- 11054’ Bujur Timur. Batas-batas wilayah Kota Surabaya adalah sebagai
berikut:
 Batas Timur : Selat Madura
 Batas Selatan : Kabupaten Sidoarjo
 Batas Barat : Kabupaten Gresik
 Batas Utara : Selat Madura
Kota Surabaya memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan.
Temperatur Kota Surabaya rata-rata 25°C-30°C dengan kelembaban antara 42%-
97% tekanan udara rata-rata antara 1005,2-1013,9 milibar. Rata-rata curah hujan
berkisar antara 120-190 mm/tahun. (RPJMD Kota Surabaya, 2010). Secara geografis,
Surabaya berada pada hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas yang akan bermuara
pada Selat Madura. Sungai-sungai yang melewati Surabaya yaitu Kali Surabaya,
Kalimas dan Kali Jagir.

C. Gambaran Umum Kali Surabaya


Kali Surabaya merupakan sungai utama di Surabaya bersama dengan Kali Mas
dan Kali Wonokromo yang merupakan DAS Brantas. Menurut Badan Lingkungan
Hidup Kota Surabaya tahun 2011 (dalam Ashari Putri, 2018) Kali Surabaya
merupakan anak kali Brantas yang terbentang sepanjang 41 km mulai dari DAM Mlirip
hingga DAM Jagir. Kali Surabaya memiliki fungsi sebagai air baku untuk minum
(PDAM) masyarakat. Sedangkan Kali Mas dan Kali Wonokromo diperuntukkan untuk
drainase kota, kegiatan perikanan, peternakan, serta pariwisata air.
Kali Surabaya pada tahun 2008 mempunyai profil memanjang dan profil melintang
yang bervariasi, bagian Driyorejo hingga Jagir 6 memiliki lebar sungai yang bervariasi
antara 50 sampai 60 m. Kedalaman Kali Surabaya adalah 3,5 hingga 7 m.

D. Segmentasi Sungai
Pada penelitian Febriandita Ashari Putri pada tahun 2018 melakukan penelitian
pada Kali Surabaya dengan dibagi dalam 3 segmen. Titik awal sampling yaitu
Karangpilang hingga di Ngagel. Berikut pembagian segmen pada Kali Surabaya.
Tabel 1 Pembagian Segmen Kali Surabaya

Panjang Koordinat
No Nama Segmen
(km) Hulu Hilir
Karangpilang- 720’54.84” S 720’30.13” S
1 2,04
Sepanjang 11240’52.74” T 11241’53.35” T
Sepanjang- 720’30.13” S 719’4.20” S
2 3,16
Gunung Sari 11241’53.35” T 11242’40.54” T
Gunung Sari- 719’4.20” S 718’1.23” S
3 4,46
Ngagel 11242’40.54” T 11244’22.83” T

Dalam pembahasan kali ini hanya digunakan 2 segmen saja, yaitu segmen
Karangpilang-Sepanjang dan Sepanjang-Gunung Sari. Pembagian segmen
tersebut didasari dengan adanya masukan dari kawasan pemukiman yang limbah
domestiknya mempengaruhi kualitas Kali Surabaya.

E. Kondisi Kualitas Air Kali Surabaya


a) DO
Oksigen terlarut adalah senyawa esensial yang diperlukan untuk metabolisme
semua organisme perairan. Oksigen terlarut dalam perairan berfluktuasi sepanjang
waktu sesuai dengan pemasukan dan pemanfaatannya oleh organisme dan
dekomposisi mikroorganisme (Wetzel 2001). Pengukuran tingkat kualitas air dilihat
dari oksigen terlarut (Dissolved Oxygen). Semakin tinggi kandungan Dissolved
Oxygen (DO) semakin bagus kualitas air tersebut (Simanjuntak, 2007). Suatu
aliran air dapat menyumbang oksigen dalam perairan yang dituju dengan syarat
aliran tersebut memiliki ketersediaan oksigen yang mencukupi. Apabila kualitas air
pada aliran yang masuk lebih buruk dari perairan yang dituju, maka hal tersebut
akan memperburuk kualitas perairan tersebut.
Oksigen dimanfaatkan untuk respirasi oleh organisme perairan dan
dekomposisi bahan organik oleh mikroba, serta proses-prosess kimiawi.
Organisme perairan yang memanfaatkan oksigen untuk respirasi adalah semua
organisme termasuk di dalamnya fitoplankton. Respirasi dalam perairan terjadi
siang dan malam hari, sedangkan fotosintesis hanya terjadi pada siang hari karena
keterbatasan cahaya. Pada siang hari, pelepasan oksigen sebagai hasil
fotosintesis pada lapisan fotik lebih besar dari pada oksigen yang dikonsumsi
sehingga perairan mengalami supersaturasi. Sebaliknya, pada malam hari,
fotosintesis berhenti namun konsumsi oksigen terus berlangsung. Hal tersebut
menyebabkan terbentuknya pola perubahan kadar oksigen dan menghasilkan
fluktuasi harian oksigen (Jeffries dan Mills 1996).
Oksidasi bahan organik oleh mikroba dalam perairan terjadi melaui proses
dekomposisi. Pasokan oksigen diperlukan secara terus-menerus sehingga
dekomposisi dapat berjalan. Hasil dari proses ini berupa bahan anorganik atau
dikenal dengan nutrien yang kemudian akan dimanfaatkan untuk pertumbuhan
fitoplankton dan autotrof lain. Apabila pasokan oksigen dalam air tidak mencukupi,
maka dekomposisi akan terjadi secara anaerob.
Perairan yang tercemar bahan organik akan mengalami penurunan kandungan
oksigen terlarut karena oksigen yang tersedia dalam air akan digunakan
mikroorganisme untuk menguraikan bahan pencemar organik. Pencemaran
organik yang berlebihan akan meningkatkan aktivitas mikroorganisme pengurai,
sehingga akan menimbulkan kondisi perairan tanpa oksigen (anoksik). Pada
kondisi perairan anoksik, penguraian bahan organik tetap berlanjut namun terjadi
secara anaerobik yang akan menghasilkan gas berbau busuk (Bapedal 2006).
Penurunan kandungan oksigen terlarut dalam perairan tidak hanya diakibatkan
oleh respirasi organisme dan dekomposisi. Proses-proses kimiawi yang terjadi
dalam perairan dapat memengaruhi kandungan oksigen terlarut. Hal ini
sebagaimana diungkapkan oleh Welch (1952) bahwa reduksi oksigen oleh gas lain,
keberadaan besi dalam perairan serta pelepasan oksigen terlarut dari air ke udara
secara otomatis dari lapisan epilimnion dapat menurunkan kandungan oksigen
terlarut dalam perairan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar oksigen terlarut (DO) di perairan Kali
Surabaya pada empat titik pengamatan di zona hulu lebih tinggi dibandingkan zona
tengah dan hilir. Nilai DO tertinggi terdapat di Sepanjang (4,7 mg/l), sedangkan nilai
DO terendah terdapat di Ngagel (3,73 mg/l). Nilai DO rata-rata berkisar 3,73-4,70
mg/l, dengan nilai rata-rata keseluruhan 4.13 mg/l. Nilai DO ini hampir sama
dengan hasil penelitian PJT I (2017) dengan rata-rata 4,25 mg/l. Menurut Akan et
al. (2010), standar DO yang ditentukan untuk keberlanjutan kehidupan organisme
perairan adalah 5 mg/l, di bawah nilai tersebut berdampak negatif terhadap
kehidupan organisme perairan. Jika konsentrasi DO di perairan berada di bawah 2
mg/l menyebabkan kematian pada kebanyakan ikan. Pada penelitian yang
dilakukan oleh

Gambar 1 Nilai DO pada Kali Surabaya dari Karangpilang – Ngagel/Jagir


Gambar diatas menunjukkan bahwa kadar oksigen terlarut berfluktuasi antara
periode pengamatan yaitu 3.7 – 4,7 mg/L. Fluktuasi tersebut diduga akibat proses
pencampuran (mixing) dan pergerakan massa air (turbulence), aktifitas
fotosintesis, respirasi dan pengaruh limbah (effluent) yang masuk ke dalam badan
air. Secara umum, kadar oksigen terlarut Kali Surabaya tidak memenuhi kelas II
yang mensyaratkan kadar DO > 4 mg/l. Kadar DO yang melebihi 4 mg/L
memberikan gambaran bahwa Kali Surabaya sudah tercemar oleh bahan organik.
Hal ini sejalan dengan pendapat Rahayu dan Tontowi (2005) yang menyatakan
bahwa besarnya oksigen terlarut dalam air menunjukkan tingkat kesegaran air di
lokasi tersebut, sehingga apabila kadar oksigen terlarut rendah maka ada indikasi
telah terjadi pencemaran oleh zat organik. Hal ini terjadi karena semakin banyak
zat organik yang dapat diuraikan oleh mikroorganisme, semakin banyak pula
oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme sehingga pada segmen
Karangpilang-Ngagel DO menurun dari 4,7 mg/L menjadi 3,7 mg/L. Limbah
domestik, pertanian, efluen industri dan sampah yang di buang ke dalam sungai
menjadi penyebab utama tingginya tingkat pencemaran di bagian hilir sungai.
Penurunan kadar DO dapat terjadi karena adanya penambahan beban
pencemaran organik (Ashari Putri, 2017).
b) BOD
c) COD

F. Pembentukan Model
Model merupakan representasi dari realita yang kompleks. Model digunakan untuk
menguji teori, untuk mengeksplor implikasi dan kontradiksinya (Winz dan Brierly,
2007). Sistem dinamik (Forester, 1961; dalam Teegavarapu dkk., 2005) adalah
konsep berdasarkan system thinking dimana interaksi dinamik antara elemen dalam
sebuah sistem keseluruhan. Gagasan utama pemodelan sistem dinamik ialah untuk
memahami perilaku sebuah sistem melalui penggunaan struktur matematika
sederhana secara konseptual. Tahapan dalam pemodelan dinamik ialah (Sterman,
2000):
(1) Artikulasi masalah;
(2) Formulasi hipotesis dinamik;
(3) Formulasi model simulasi;
(4) Pengujian model;
(5) Desain kebijakan dan evaluasi.
Formulasi model menggunakan perangkat lunak STELLA 9.0.1 dengan persamaan
Streeter-Phelps (1925) modifikasi. STELLA (Structural Thinking, Experiental Learning
Laboratory with Animation) merupakan alat yang ideal untuk memodelkan sistem
dinamik (Teegavarapu et al, 2005) salah satunya pemodelan sumber daya air.
STELLA memiliki empat objek yang digunakan untuk memformulasikan struktur
model, yaitu stock, flow, converter, dan connector. Keempat objek tersebut
merepresentasikan elemen fisik dan proses yang mempengaruhi kualitas air
sebagaimana ditunjukkan oleh Tabel 2.
Tabel 2 Elemen fisik dan proses yang memengaruhi kualitas air dan objek terkait dalam
STELLA (Teegavarapu, R. S. V., A. K. Tangirala, dan L. Ormsbee 2005)
Komponen Objek
Danau, aliran sungai, deposisi, beban
Stock
polutan
Aliran masuk (sungai), berbagai beban Flows
Hubungan matematis (contoh: aliran
Converters
beban polutan, hubungan peluluhan)
Batas system: alur sungai, outlet, dan
Sources and sinks
DAS
Transfer hubungan dan penghubung
Connectors
tautan

a) Causal Loop
Model CLD adalah model yang banyak digunakan dalam pemecahan masalah
dengan pendekatan sistem yang mempertimbangkan kompleksitas dinamis dari
sistem atau untuk mendukung pendekatan sistem dinamik. Model CLD
menekankan perhatiannya kepada hubungan sebab- akibat antar komponen
sistem yang digambarkan dalam suatu diagram berupa garis lengkung yang
berujung tanda panah yang menghubungkan antara komponen sistem yang satu
dengan lainnya (Malabay, 2008). Berikut Gambar 2 adalah diagram causal loop
COD-DO-BOD.
Gambar 2 Causal Loop Diagram COD-DO-BOD
Pada Gambar 2 menunjukkan hubungan yang mempengaruhi Dissolved
Oxygen (DO). DO dipengaruhi oleh debit sungai, BOD, dan COD. BOD dan
COD dalam air sungai adalah polutan yang akan mempengaruhi kualitas air
sungai. Indikator kualitas sungai adalah DO, jika nilai polutan (BOD dan COD)
tinggi maka nilai DO akan turun. DO akan menurun karena nilai oksigen pada
air sungai akan mengoksidasi polutan BOD dan COD menjadi gas. Proses
oksidasi tersebut terjadi secara alami dimana badan air mampu melakukan self
purification. Oleh karena itu, jika polutan BOD dan COD semakin banyak yang
dibuang ke badan air sungai dan nilai DO tidak sesuai, maka kemampuan
mengoksidasi akan menurun begitu pula kualitas air semakin rendah.
Disamping itu pengaruh debit memberikan dampak positif ke nilai DO karena
dengan adanya debit air ini mampu melakukan pengenceran pada polutan
yang ada, sehingga nilai polutan pada air akan menurun dan nilai DO akan
meningkat.
b) Struktur Model

G. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Akan, J., Abdulrahman FI, Yusuf E. 2010. Physical and Chemical Parameters in
Abattoir Wastewater Sample, Maiduguri Metropolis, Nigeria. The Pacific
Journal of Science and Technology 11(1): 640-648.
Ashari Putri, Febriandita. 2018. Prediksi Pencemaran Air Kali Surabaya Segmen
Karangpilang-Ngagel dengan Model Stella (Structural Thinking,
Experiental Learning Laboratory with Animation). Institus Teknologi
Surabaya: Indonesia.
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Kota Surabaya. 2006. Status Lingkungan
Hidup Kota Surabaya 2006. Surabaya: Penerbit Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan Kota Surabaya.
Elshorbagy, Amin & Ormsbee, Lindell. (2006). Object Oriented Modeling Approach
to Surface Water Quality Management. Environmental Modeling & Software
21, 689 – 698.
Faizal,A dan Desy A. 2015.Waspada Pencemaran Kali Surabaya Saat Musim Libur
Lebaran.Surabaya
Jeffries M dan Mills D. 1996. Freshwater ecology: principles, and application. John
Wiley dan Sons Ltd. UK. 285 hal.
Malabay. 2008. Pendekatan Sistem Model Causal Loop Diagram (CLD) dalam
Memahami Permasalahan Baru di Perguruan Tinggi Swasta. ISSN: Jakarta.
Radwan, M., Willems, P., El-Sadek, A., & Berlamont, J. (2003). Modeling of
Dissolved Oxygen and Biochemical Oxygen Demand in River Water Using
a Detailed and a Simplified Model. Intl Journal of River Basin Management Vol.
1, No. 2, pp. 97-103.
Rahayu S, Tontowi. 2005. Penelitian Kualitas Air Sungai di Lokasi-Lokasi Alamiah
dalam Rangka Pemanfaatan Air dan Kajian Terhadap Kriteria Mutu Air yang
Berlaku. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pengairan 19(55):31-38.
Sterman, John D. (2000). Business Dynamics: System Thinking and Modeling for
a Complex World. McGraw-Hill: New York.
Simanjutak, M. (2007). Oksigen Terlarut dan Apparent Oxygen Utilization di
Perairan Teluk Klabat Pulau Bangka. Jurnal ILMU KELAUTAN, Juni 2007. Vol
12 (2): 59-66.
Streeter, H., & E. Phelps. 1925. A study of the purification of the Ohio River. U.S.
Public Health Service Bulletin No. 146, Washington, D.C., USA.
Teegavarapu, R. S. V., Tangirala , A. K., & Ormsbee, L. (2005). Modeling Water
Quality Management Alternatives for a Nutrient Impaired Stream using
System Dynamics Simulation. Journal of Environmental Informatics 5 (2) 73-
81.
Thornton,2001. Pollutant in Urban Waste Water and Sewage Sludge. European
Communities. Luxembourg.

Welch PS. 1952. Limnology. 2nd ed. McGraw-Hill book Company, Inc. New York,
Toronto, London. 538 hal.

Wetzel RG. 2001. Limnology: lake and river ecosystems 3rd ed. Academic Press.
San Diego, Ma. 1006 hal.
Winz, Ines & Brierley, Gary. (2007). The Use of System Dynamics Simulation in
Integrated Water Resources Management. Proceedings of the 25th
International Conference of the System Dynamics Society and 50th Anniversary
Celebration. System Dynamics Society. [Available at
http://www.systemdynamics.org/conferences/2007/proceed/index.htm]

Anda mungkin juga menyukai