Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian
berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan
pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat.
Tenaga keperawatan sebagai salah satu komponen utama pemberi layanan kesehatan
kepada masyarakat memiliki peran penting karena terkait langsung dengan mutu pelayanan
kesehatan sesuai dengan kompetensi dan pendidikan yang dimilikinya. Perawat merupakan
tenaga kesehatan yang paling banyak di Indonesia. Dalam Kepmenkes RI No. 1239 Tahun
2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat, disebutkan bahwa perawat adalah “Seseorang
yang telah lulus pendidikan tinggi keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri yang
diakui oleh pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Tenaga
keperawatan yang melakukan tindakan keperawatan harus sesuai dengan kompetensi
perawat yang sudah ditetapkan dan didapatkan selama proses pendidikan. Oleh karena itu,
tanggung jawab hukum seorang perawat dalam menjalankan praktik mandiri keperawatan
harus sesuai dengan standar pelayanan perawat, standar profesi, standar operasional dan
kebutuhan kesehatan penerima pelayanan kesehatan.
Dewasa ini, perkembangan keperawatan dunia menjadi acuan bagi perawat untuk
melakukan perubahan mendasar dalam kegiatan profesinya. Pekerjaan perawat yang semula
vokasional bergeser menjadi pekerjaan profesional. Perawat yang dulunya berfungsi sebagai
perpanjangan tangan dokter, menjadi bagian dari upaya mencapai tujuan pelayanan klinis,
kini mereka menginginkan pelayanan keperawatan mandiri sebagai upaya mencapai tujuan
asuhan keperawatan.
Perawat dalam melakukan praktik keperawatan diharuskan menjunjung asas etik dan
profesionalisme. Aspek etik merupakan salah satu pondasi yang sangat penting bagi perawat
dalam membangun hubungan baik dengan semua pihak selama melakukan pelayanan
keperawatan. Hubungan baik dengan semua pihak yang berperan dalam pelayanan
kesehatan dapat mempermudah dalam mencapai tujuan bersama, yaitu kesembuhan dan

1
kepuasan pasien. Interaksi perawat dengan pasien sangat dibutuhkan dalam proses
pelayanan keperawatan demi tercapainya kerekatan dan kekeluargaan.ngan penapisan ilmu
pengetahuan dan tehnologi.
Masalah etik keperawatan sebagian besar terjadi pada pelaksanaan pelayanan
keperawatan. Rasa ketidakpuasan yang sering kali timbul pada pasien adalah pasien merasa
kebutuhannya tidak dipenuhi dan merasa tidak diperhatikan oleh perawat dalam pelayanan
kesehatan. Masalah etik yang sering muncul menyebabkan konflik antar tenaga kesehatan
dengan tenaga kesehatan yang lain maupun dengan pasien, sesuai dengan buku etik
keperawatan dengan penekatan praktik dijelaskan bahwa permasalahan etis yang dihadapi
perawat dalam melaksanakan praktik keperawatan telah menimbulkan konflik antara
kebutuhan pasien dengan harapan perawat dan falsafah perawat. Kode etik keperawatan
merupakan salah satu pegangan seorang perawat untuk mencegah terjadinya
kesalahpahaman dan konflik yang terjadi. Kasus pelanggaran etik keperawatan yang terjadi
di rumah sakit yaitu perawat melanggar aspek etik autonomy perawat, seperti kasus kisah
bayi prematur Evan yang meninggal setelah disuntik perawat.3 Perawat dalam kasus ini
tidak meminta persetujuan kepada keluarga pasien sebelum melakukan tindakan
penyuntikan, seperti yang dikatakan oleh keluarga dari pasien tersebut. Perawat disini juga
melanggar aspek etik perawat veracity, dimana perawat tidak mengatakan secara jujur
suntikan apa yang diberikan kepada pasien.
Kasus pelanggaran etik keperawatan lain yang juga terjadi kepada pasien, yaitu pada
kasus akibat kelalaian perawat, kaki bayi usia enam hari melepuh dicelup ke air mendidih.
Kasus ini menunjukkan pelanggaran etik keperawatan non-maleficence, dimana tindakan
perawat yang dilakukan merugikan orang lain dan membahayakan nyawa dari orang
tersebut.4
Hubungan hukum antara perawat dan pasien dimulai secara keperdataan. Untuk
melihat atau mendudukkan hubungan perawat dengan pasien yang mempunyai landasan
hukum, dapat dimulai dengan Pasal 1367 KUH Perdata dinyatakan :”Seseorang tidak hanya
bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan atas perbuatannya sendiri, melainkan
juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan orang-orang yang menjadi
tanggungannya atau disebabkan orang-orang yang berada dibawah pengawasannya”. Ketika
kerugian yang diderita pasien akibat tindakan tersebut berakibat fatal, maka disinilah

2
muncul permasalahan hukum, khususnya di bagian hukum perdata dalam rumusan Pasal
1365 KUH Perdata tentang perbuatan melawan hukum yang berbunyi “Tiap perbuatan yang
melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang
menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan tersebut”.

3
BAB II
TUJUAN PUSTAKA
.
Perawat dan bidan telah berperan penting dalam menopang sistem pelayanan
kesehatan. Sebab, sebagaimana diketahui bahwa baik di rumah sakit pemerintah maupun
swasta, baik di perkotaan maupun di pelosok desa terpencil sekalipun, peranan perawat dan
bidan senantiasa memberi andil yang signifikan dalam menunjang pelayanan kesehatan
masyarakat. Oleh karenanya harus diakui bahwa memang sangat diperlukan suatu landasan
hukum dalam bentuk undang-undang yang mengatur profesi atau praktik keperawatan.
Dengan adanya undang-undang ini, diharapkan dapat mengatur paling tidak dua hal pokok,
yaitu :
a. perlindungan hukum atas bekerja/berpraktiknya profesi keperawatan; dan
b. mendorong profesionalitas perawat.
Sehubungan dengan itu, dalam penyusunan Program Legislasi Nasional Prioritas
Tahun 2009, DPR dan Pemerintah telah sepakat bahwa RUU yang mengatur mengenai
praktik keperawatan merupakan salah satu RUU yang menjadi prioritas tahun 2009. Hal ini
telah dituangkan dalam Keputusan DPR RI Nomor 02A/DPR RI/II/2009 tentang Program
Legislasi Nasional Rancangan Undang-Undang Prioritas Tahun 2009, dimana dari 35 RUU
yang ditetapkan sebagai perioritas terdapat RUU tentang Praktik Keperawatan (sebagaimana
terdapat dalam nomor urut 26).
Kemudian dalam rapat paripurna berikutnya, Pimpinan DPR memberitahukan kepada
Anggota tentang masuknya usul inisiatif RUU tersebut dan dibagikan kepada seluruh
Anggota (Pasal 130 ayat (4) Peraturan Tata Tertib DPR). Dalam rapat paripurna ini masing-
masing fraksi menyampaikan pendapatnya kemudian diambil keputusan.
Kebijakan tentang UU keperawatan masih dalam tahap formulasi. Belum
disahkannya RUU keperawatan oleh DPR menjadi UU menjadi satu fenomena yang
menarik untuk dianalisis. Penulis menilai bahwa pihak-pihak terkait belum mempunyai
pemahaman yang sama tentang pentingnya UU keperawatan di Indonesia.
UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 63 ayat (4) secara eksplisit
menyebutkan bahwa; pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu
kedokteran dan atau ilmu keperawatan, hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan

4
yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Pada pasal 27 ayat (1) juga
menyebutkan bahwa; tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan perlindungan
hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya. Sementara itu, PP No.32 tahun
1996 tentang tenaga kesehatan menempatkan tenaga keperawatan dalam kategori tersendiri,
maka mempunyai UU keperawatan sendiri berarti menjalankan amanah UU.
Perawat bukan tenaga medis, sementara peraturan yang ada bernuansa medis
sehingga peraturan untuk keperawatan tidak dapat dititipkan. Misalnya, dalam UU Praktik
Kedokteran tidak ada aturan untuk tugas pelimpahan, padahal kenyataannya banyak tugas
dokter yang dilimpahkan kepada perawat seperti melakukan tindakan invasif pemasangan
infus.
Selain itu, kecenderungan tuntutan klien semakin meningkat terhadap pelayanan
kesehatan termasuk pelayanan keperawatan. Dalam beberapa kasus, tidak sedikit akhirnya
perawat yang harus berurusan dengan hukum. Sejak tahun 2005 tercatat 33 kasus
penangkapan perawat di 7 provinsi. Misalnya kontroversi kewajiban perawat menolong
tindakan gawat darurat yang dapat dipidana karena tidak boleh menyimpan obat, seperti
yang terjadi pada kasus Misran. Beberapa penyebab kejadian tersebut adalah belum adanya
undang-undang keperawatan.
Hasil analisis menunjukkan kebijakan yang ada dirasa belum cukup untuk menjadi
payung hukum bagi perawat dalam memberikan pelayanan. Kebijakan yang mengatur
keperawatan baru setingkat Peraturan Menteri dengan dikeluarkannya Permenkes No.148
tahun 2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik keperawatan dan Permenkes No.1796
tahun 2011 tentang registrasi tenaga kesehatan. Konten dari peraturan tersebut masih
bersifat parsial dalam mengatur perawat. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau
serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan
untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk
pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan
kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. (Pasal 1 angka 11 Undang-Undang No. 36
Tahun 2009).11
Tenaga kesehatan, bila ditinjau dari Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1996
tentang Tenaga Kesehatan, meliputi :

5
1) Tenaga medis;
2) Tenaga keperawatan;
3) Tenaga kefarmasian;
4) Tenaga kesehatan masyarakat;
5) Tenaga gizi;
6) Tenaga keterapian fisik; dan
7) Tenaga keteknisian medis.
Dan di dalam penjelasan pasal tersebut, disebutkan bahwa yang termasuk tenaga
keperawatan adalah perawat dan bidan.
Kewenangan Perawat dalam menjalankan tugas dan profesinya secara prinsip diatur
dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1293/Menkes/SK/XI/2001 tentang Registrasi
dan Praktik Perawat. Keputusan Menteri ini sebagai peraturan tekhnis yang diamanatkan
UU Kesehatan Tahun 1992 dan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah No. 32
Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan. Dalam Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1996
tersebut dijabarkan bahwa perawat merupakan salah satu tenaga kesehatan yang memiliki
kewenangan dan fungsi khusus yang berbeda dengan tenaga kesehatan lain. Dengan
demikian sebagai peraturan pelaksana, Keputusan ini merupakan norma yuridis yang
mengikat perawat dalam menjalankan profesinya, terutama yang dilakukan di rumah sakit.
Dalam menjalankan profesinya maka perawat tidak akan terlepas dari batasan
kewenangan yang dimiliknya. Karena menurut Prof. Leenan seperti yang telah dikutip
dalam bab terdahulu, bahwa kewenangan merupakan syarat utama dalam melakukan suatu
tindakan medis. Pasal 15 Kepmenkes RI No. 1293/Menkes/SK/XI/2001 menyebutkan
batasan kewenangan tersebut yaitu:
1) Melaksanakan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, penetapan diagnosa
keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan keperawatan dan evluasi keperawatan;
2) Tindakan perawat sebabaimana dimaksud pada butir a meliputi intervensi keperawatan,
observasi keperawatan, pendidikan, dan konseling kesehatan;
3) Dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud huruf (a) dan (b) harus
sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi profesi;
4) Pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakukan berdasarkan perintah tertulis dari
dokter.

6
Dalam menjalankan kewenangan tersebut, ada kewajiban yang patut diingat oleh perawat.
Kewajiban tersebut terdapat dalam Pasal 16 yaitu:
1) Menghormati hak pasien;
2) Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani;
3) Menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
4) Memberikan informasi;
5) Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan;
6) Melakukan catatan perawatan dengan baik.
Meskipun demikian ada pengecualian terhadap kewenangan yang telah dilandaskan
pada Pasal 15 tersebut. Pengecualian tersebut jelas dimaksudkan untuk memberikan
perlindungan hukum yang lebih luas terhadap penyelenggaran dan pelayanan kesehatan
yang dilakukan seorang perawat. Ketentuan tentang pengecualian tersebut terdapat dalam
Pasal 20 yakni:
1) Dalam keadaaan darurat yang mengancam jiwa seseorang/pasien, perawat
berwenang untuk melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangannya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15.
2) Pelayanan dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan
untuk penyelamatan jiwa.
Pengaturan kewenangan perawat tersebut lebih lanjut dijelaskan dalam Petunjuk
Pelaksana Kepmenkes RI No. 1239/Menkes/2001 yang merupakan suatu pedoman untuk
melaksanakan registrasi praktek kepeawatan. Pada petunjuk pelaksanaan tersebut disebutkan
bahwa kewenangan perawat adalah melakukan asuhan keperawatan yang meliputi kondisi
sehat dan sakit yang mencakup; asuhan keperawatan pada perinatal, asuhan keperawatan
pada neonatal, asuhan keperawatan pada anak, asuhan keperawatan pada dewasa, dan
asuhan keperawatan pada maternitas.

7
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pokok-Pokok Materi Muatan Dalam Pengaturan Praktik Keperawatan


1. Pengertian Umum
Pengertian yang terdapat didalam RUU ini antara lain:
a. Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan
bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiatkeperawatan
ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun sakit
yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.
b. Praktik keperawatan adalah tindakan perawat melalui kolaborasi dengan klien
dan atau tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan pada berbagai
tatanan pelayanan kesehatan yang dilandasi dengan substansi keilmuan khusus,
pengambilan keputusan dan keterampilan perawat berdasarkan aplikasi prinsip-prinsip ilmu
biologis, psikolologi, sosial, kultural dan spiritual.
c. Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan pada praktik
keperawatan yang diberikan kepada klien di sarana pelayanan kesehatan dan tatanan
pelayanan lainnya, dengan menggunakan pendekatan ilmiah keperawatan berdasarkan kode
etik dan standar praktik keperawatan.
d. Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan
keperawatan baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik
Indonesia sesuai dengan peraturan perundang undangan.
e. Perawat professional adalah tenaga professional yang mandiri, bekerja secara
otonom dan berkolaborasi dengan yang lain dan telah menyelesaikan program pendidikan
profesi keperawatan, telah lulus uji kompetensi perawat profesional yang dilakukan oleh
konsil dengan sebutan Registered Nurse (RN).
f. Perawat Profesional Spesialis adalah seseorang perawat yang disiapkan diatas
level perawat profesional dan mempunyai kewenangan sebagai spesialis atau kewenangan
yang diperluas dan telah lulus uji kompetensi perawat profesional spesialis.

8
g. Sertifikat kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kemampuan
seorang perawat untuk menjalankan praktik keperawatan di seluruh Indonesia setelah lulus
uji.
h. Registrasi adalah pencatatan resmi oleh konsil terhadap perawat yang telah
memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempuyai kualifikasi tertentu lainnya serta diakui
secara hukum untuk melaksanakan profesinya.
i. Surat Izin Perawat adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota kepada perawat yang akan menjalankan praktik keperawatan setelah
memenuhi persyaratan.

2. Azas dan Tujuan


Azas undang-undang praktik keperawatan hádala bahwa praktik keperawatan
dilaksanakan berasaskan Pancasila dan berlandaskan pada nilai ilmiah, etika dan etiket,
manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan dan perlindungan serta keselamatan bagi
penerima dan pemberi pelayanan keperawatan.

3. Lingkup Praktik Keperawatan


Lingkup praktik keperawatan adalah :
a. Memberikan asuhan keperawatan pada individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat dalam menyelesaikan masalah kesehatan sederhana dan kompleks.
b. Memberikan tindakan keperawatan langsung, pendidikan, nasehat, konseling,
dalam rangka penyelesaian masalah kesehatan melalui pemenuhan kebutuhan dasar manusia
dalam upaya memandirikan system klien.
c. Memberikan pelayanan keperawatan di sarana kesehatan dan tatanan lainnya.
d. Memberikan pengobatan dan tindakan medik terbatas, pelayanan KB, imunisasi,
pertolongan persalinan normal.
e. Melaksanakan program pengobatan secara tertulis dari dokter.

4. Konsil Keperawatan Indonesia


Konsil keperawatan Indonesia dibentuk dalam rangka mencapai tujuan
terselenggaranya praktik keperawatan yang bertanggung jawab kepada Presiden, bersifat

9
nasional dan dapat membentuk kantor perwakilan bila diperlukan serta berkedudukan di Ibu
Kota Negara Republik Indonesia. Konsil Keperawatan Indonesia mempunyai fungsi
pengaturan, pengesahan, serta penetapan kompetensi perawat yang menjalankan praktik
keperawatan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan keperawatan. Sedangkan
tugasnya adalah;
a. Melakukan uji kompetensi dan registrasi perawat.
b. Mengesahkan standar pendidikan perawat.
c. Membuat peraturan-peraturan terkait dengan praktik perawat untuk melindungi
masyarakat.

Dalam menjalankan tugasnya, konsil Keperawatan Indonesia mempunyai wewenang:


a. Mengesahkan standar kompetensi perawat dan standar praktik Perawat yang dibuat
oleh organisasi profesi.
b. Menyetujui dan menolak permohonan registrasi perawat.
c. Menetapkan seorang perawat kompeten atau tidak melalui mekanisme uji kompetensi.
d. Menetapkan ada tidaknya kesalahan disiplin yang dilakukan perawat.
e. Menetapkan sanksi disiplin terhadap kesalahan disiplin dalam praktik yang dilakukan
perawat.
f. Menetapkan penyelenggaraan program pendidikan profesi keperawatan berdasarkan
rekomendasi Organisasi Profesi.

5. Standar Pendidikan Profesi Keperawatan


Standar pendidikan profesi keperawatan disusun oleh organisasi profesi keperawatan
dan disahkan oleh Konsil Keperawatan Indonesia. Dalam rangka memperlancar penyusunan
standar pendidikan profesi keperawatan, organisasi profesi dapat membentuk Kolegium
Keperawatan.

Standar pendidikan profesi keperawatan adalah:


a. untuk pendidikan profesi Ners disusun oleh Kolegium Ners generalis dengan
melibatkan asosiasi institusi pendidikan keperawatan.

10
b. untuk pendidikan profesi Ners Spesialis I dan II disusun oleh Kolegium Ners
Spesialis dengan melibatkan asosiasi institusi pendidikan keperawatan.

6. Pendidikan dan Pelatihan Keperawatan Berkelanjutan


Pendidikan dan pelatihan keperawatan berkelanjutan, dimana untuk memberikan
suatu kompetensi kepada perawat, dilaksanakan sesuai dengan standar pendidikan
keperawatan berkelanjutan. Maka dari itu, Setiap perawat yang berpraktik wajib
meningkatkan kompetensinya melalui pendidikan dan pelatihan keperawatan berkelanjutan
yang diselenggarakan oleh organisasi profesi dan lembaga lain yang diakreditasi oleh suatu
organisasi profesi. Pendidikan dan pelatihan keperawatan berkelanjutan sebagaimana
dimaksud dilaksanakan sesuai dengan standar pendidikan berkelanjutan perawat yang
ditetapkan oleh organisasi profesi.

7. Registrasi Keperawatan
Setiap perawat yang akan melakukan praktik keperawatan di Indonesia harus
memiliki Surat Tanda Registrasi Perawat (STRP). Registrasi perawat dilakukan dalam 2
(dua) kategori:
a. LVN untuk perawat vokasional
b. RN untuk perawat profesional
Untuk melakukan registrasi awal, perawat harus memenuhi persyaratan :
a. memiliki ijazah perawat Diploma III dan SPK untuk LVN
b. memiliki ijazah Ners, atau Ners Spesialis untuk RN
c. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji perawat
d. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental
e. lulus uji kompetensi
f. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan kode etik profesi
keperawatan
g. rekomendasi dari organisasi profesi

8. Penyelenggaraan Praktik Peperawatan

11
Praktik keperawatan dilakukakan berdasarkan pada kesepakatan antara perawat
dengan klien dan atau pasien dalam upaya untuk peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, pemeliharaan kesehatan, kuratif, dan pemulihan kesehatan.
Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat yang telah memililki SIPP
berwenang untuk:
a. Melaksanakan asuhan keperawatan yang meliputi diantaranya: pengkajian
keperawat, penetapan diagnosis keperawatan, perencanaan, melaksanakan
tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan.
b. Melaksanakan tindakan keperawatan sebagaimana meliput antara lain:
intervensi/tritmen keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan dan
konseling kesehatan.
c. Melaksanakan intervensi keperawatan
d. Memberikan pengobatan (tidak termasuk obat-obat dengan label merah) dan
tindakan medik terbatas, pelayanan KB, imunisasi, pertolongan persalinan
normal dan menulis permintaan obat/resep terbatas.
e. Melaksanakan program pengobatan secara tertulis dari dokter.

9. ketentuan pidana
Apabila dalam pembinaan dan pengawasan praktik keperawatan yang berkaitan
dengan aspek hukum ditemukan pelanggaran dan kejahatan maka perlu diberikan sanksi
hukum. Perawat yang melanggar ketentuan dikenakan sanksi administrasi berupa
pencabutan sementara Surat Ijin Praktik Perawat maupun permanen hingga sanksi pidana.
Penetapan sanksi administrasi dan Sanksi Disiplin maupun pidana harus didasarkan pada
motif pelanggaran dan berat ringannya risiko yang ditimbulkan sebagai akibat pelanggaran.

10. Ketentuan Peralihan


Dalam rangka untuk mengatasi jangan sampai terjadi kekosongan hokum apabila
undang-undang telah disahkan tetapi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan
praktik keperawatan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum dicabut. Maka
perlu dibunyikan dalam pasal peralihan undang-undang ini. Pada saat diundangkannya
Undang-Undang ini semua peraturan perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan

12
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang berkaitan dengan
pelaksanaan praktik keperawatan, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dan/atau belum diganti berdasarkan Undang-undang ini. Ijin praktik yang diberikan sesuai
KepMenKes Nomor 1239 Tahun 2001 tentang Registrasi dan Praktik Keperawatan, masih
tetap berlaku sampai berakhirnya izin praktik tersebut sesuai ketentuan.

3.2 Alasan Perlunya Pengaturan Perundang-Undangan Keperawatan


1. Alasan Filosofis
Kesehatan sebagai hak asasi manusia sebagai tanggung jawab Pemerintah dan seluruh
elemen masyarakat harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan
kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang
berkualitas dan terjangkau.
Pelayanan kesehatan baik oleh pemerintah maupun masyarakat harus diselenggarakan
secara bermutu, adil dan merata dengan memberikan perhatian khusus kepada penduduk
miskin, anak-anak, remaja, para ibu dan para lanjut usia yang terlantar baik di perkotaan
maupun di pedesaan. Prioritas diberikan pula kepada daerah terpencil, pemukiman baru,
wilayah perbatasan dan daerah kantong-kantong keluarga miskin. Penyelesaian masalah
yang memberi dampak pada kesehatan masyarakat memerlukan keterlibatan pemerintah,
organisasi profesi dan pihak terkait lainnya.

2. Alasan Yuridis
a. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat 1 menyebutkan bahwa Setiap orang berhak
hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup
yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
b. Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992, tentang kesehatan, Bab VI mengenai Sumber
Daya Kesehatan yang terdiri dari: tenaga kesehatan, sarana kesehatan, perbekalan
kesehatan, pembiayaan kesehatan, pengelolaan kesehatan dan penelitaian dan
pengembangan kesehatan. Dalam Pasal 32 ayat (4) secara eksplisit menyebutkan bahwa:
Pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan
atau ilmu keperawatan, hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.”

13
Pada Pasal 53 ayat 1 juga menyebutkan bahwa: Tenaga kesehatan berhak
memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.

3. Alasan Sosiologis
Undang-Undang menganut beberapa alasan sosiologis sebagai berikut:
a. Mengantisipasi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan khususnya
pelayanan keperawatan dengan adanya pergeseran paradigma dalam pemberian
pelayanan kesehatan dari model medical yang menitikberatkan pelayanan pada
diagnosis penyakit dan pengobatan ke paradigma sehat yang lebih holistik yang
melihat penyakit dan gejala sebagai informasi dan bukan sebagai fokus pelayanan
(Cohen, 1996).
b. Sudah disepakati secara nasional pada tahun 1983 bahwa keperawatan sebagai
profesi dan struktur pendidikan tinggi keperawatan sebagai pendidikan profesi
sesuai dengan proyeksi kebutuhan jenis dan jenjang tenaga perawat.
c. Mendekatkan keterjangkauan masyarakat terhadap pelayanan keperawatan.
d. Meningkatkan kontribusi pelayanan keperawatan yang bermutu sebagai bagian
integral dari pelayanan kesehatan.
e. Memberikan kepastian hukum kepada pemberian dan penyelenggaraan pelayanan
keperawatan Masyarakat terutama masyarakat Indonesia berhak mendapakan
pelayanan keperawatan yang berkualitas oleh perawat yang kompeten tanpa
diskriminatif menurut status social, budaya, agama, ras dll.

4. Alasan Tehnik Keperawatan


a. Citra keperawatan rendah terkait dengan Persepsi masyarakat terhadap perawat.
b. Keperawatan masih dianggap bukan merupakan komponen penting dalam
pengambilan keputusan (kebijakan).
c. Variasi proporsi kualifikasi tenaga perawat Penyebaran tenaga yang tidak merata.
d. Kepemimpinan dan manajemen yang tidak efektif.
e. Ketidaksesuaian kompetensi dengan tanggung jawab.
f. Peluang untuk Pelatihan kurang, jika ada kesempatan menggunakan peluang
sempit.

14
g. Kurang dilibatkan dalam pengambilan keputusan penting.
h. Kondisi kerja.

3.3 Manfaat RUU Keperawatan


Tingginya tuntutan pengesahan UU keperawatan oleh anggota profesi perawat tak
lain untuk melindungi kepentingan pasien dan masyarakat. UU ini menjamin kompetensi
perawat yang baik sehingga kepentingan pasien untuk mendapatkan asuhan keperawatan
yang bermutu akan terjamin. Pasien akan terhindar dari praktek keperawatan yang dilakukan
oleh perawat yang tidak kompeten.
UU keperawatan juga akan mencegah dampak negatif dari perdagangan bebas bidang
jasa. UU keperawatan akan melindungi masyarakat dan profesi keperawatan terutama yang
menyangkut penapisan kompetensi. Mulai 1 Januari 2010 berlaku Mutual Recognition
Arrange (MRA) dimana perawat-perawat asing sudah bebas masuk ke Indonesia. Sementara
Indonesia sebagai tuan rumah belum memiliki pengaturan hukum yang melindungi
masyarakat dan perawat Indonesia. Dibandingkan 10 negara di Asia Tenggara hanya
Indonesia dan Laos saja yang belum memiliki UU keperawatan.
Saat ini, perawat masih dipandang sebagai vokasional bukan profesional. Perawat
dinilai belum mampu menjadi mitra dokter, perawat hanya dipandang sebagai pelaksana
instruksi dokter. Disamping itu, ketika perawat berada di tempat dan situasi dimana tidak
terdapat tenaga dokter seperti daerah terpencil yang mengharuskan perawat melakukan
tindakan penyelamatan hidup (life saving) dan pengobatan tidak ada UU yang melindungi
perawat.Tentu kita tidak menginginkan kasus Misran terjadi pada rekan perawat yang lain.
Perawat perlu perlindungan hukum untuk melakukan tindakan medis bagi keadaan yang
mengancam nyawa. Muara dari urgensi UU keperawatan ini adalah untuk melindungi pasien
dan masyarakat itu sendiri.
Perjuangan dalam mengesahkan UU keperawatan ini tidak akan tercapai tanpa usaha
dan dukungan dari seluruh anggota profesi dan masyarakat. Pemerintah perlu membuka
mata bahwa UU keperawatan merupakan perjuangan melindungi kepentingan masyarakat
dan profesi. PR kita sebagai perawat adalah bersama-sama membangun organisasi profesi
agar lebih kuat, mulai sekarang perawat dituntut untuk meningkatkan pengetahuan dan

15
keterampilannya agar makna kolaborasi dan mitra benar-benar bisa dibuktikan. Mulailah
dari diri sendiri, dari hal yang kecil, dan mulai sekarang.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa ada empat hal yang menjadi
urgensi atau pentingnya UU keperawatan yaitu perawat sebagai profesi mandiri perlu
memiliki kewenangan untuk mengatur kehidupan profesi sendiri, kesyahan peraturan profesi
yang terkait dengan kehidupan masyarakat, mencegah dampak negatif dari perdagangan
bebas di bidang jasa, dan mengejar ketertinggalan dari luar negeri. Rekomendasi penting
yang harus dilakukan adalah advokasi kepada pengambil keputusan dan sosialisasi kepada
masyarakat untuk mendukung pengesahan UU keperawatan ini.

3.4 Hal yang Menghambat Disahkannya RUU Keperawatan


Dalam mengesahkan RUU keperawatan sebenarnya yang menjadi kendala adalah
keraguan orang lain terhadap profesi keperawatan. Dalam mengubah pola pikir orang lain
terhadap profesi keperawatan ,perawat harus bias menangani dan mengatasi permasalahan
atau penyakit yang dialami pasien menggunakan pendekatan ilmu keperawatan yang
dimiliki dan rasionalnya. Jangan sampai profesi keperawatan dipandang sebelah mata
karena ulah dari perawat itu sendiri yang bekerja secara tidak profesional , sehingga banyak
menimbulkan pertanyaan dan keraguan dalam diri orang lain terhadap terhadap profesi
keperawatan. Mari kita bersama- sama meningkatkan kapasitas keilmuan dan
keintelektualan kita dengan meningkatkan kapasitas keilmuan, kita tidak akan merasa
tertinggal dengan teman- teman sejawat dan kita bisa profesional dalam menjalankan tugas
kita yang mulia.
Rancangan undang-undang keperawatan yang sampai saat ini masih terus dalam
pembahasan Komisi IX DPR RI belum menemui titik waktu kapan disahkannya. Ada
beberapa hal yang mungkin perlu dipikirkan oleh segenap perawat di Indonesia agar RUU
Keperawatan segera mendapatkan pengesahannya, sebagai berikut:
Pertama: apakah perawat telah melakukan sosialisasi ke masyarakat umum. Fenomena yang
terjadi dilapangan menggambarkan bahwa hanya perawat saja yang menuntut untuk
disahkannya RUU Keperawatan tersebut (mungkin juga ada sebagian perawat yang juga
tidak mengetahui tentang RUU keperawatan), sedangkan sebagian besar masyarakat belum
memberikan reaksi aktif untuk mendukung pengesahan RUU keperawatan ini.

16
Padahal bila menilik substansi isi RUU keperawatan yang terdiri 12 bab 97 pasal
dapat disimpulkan bahwa RUU keperawatan tersebut tidak hanya melindungi perawat
sebagai perangkat anggota profesi, namun juga melindungi masyarakat sebagai klien dalam
pelayanan keperawatan. Disini perlu adanya support dari dari masyarakat sehingga semua
lapisan akan merasa bahwa RUU keperawatan tersebut bukan ditujukan untuk kepentingan
perawat semata namun untuk melindungi masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan
keperawatan.

Dari substansi RUU Keperawatan itu sendiri tidak hanya membahas tentang praktik
keperawatan saja yang sempat menjadi kontra pada sebagian petinggi negara. Namun juga
mengatur tentang sistem registrasi dan jaminan mutu lulusan perawat yang nantinya akan
mengayomi masyarakat.

Kedua: apa urgensinya RUU keperawatan sehingga perlu disahkan. Keperawatan


sebagai suatu profesi, dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab pengembangannya
harus mampu mandiri. Untuk itu memerlukan suatu wadah yang mempunyai fungsi utama
untuk menetapkan, mengatur serta mengendalikan berbagai hal yang berkaitan dengan
profesi seperti pengaturan hak dan batas kewenangan, standar praktek, standar pendidikan,
legislasi dan kode etik profesi.

Serta peraturan lain yang berkaitan dengan profesi keperawatan sehingga perawat
yang bekerja dalam lingkup kewenangan profesi seharusnya mengetahui apa yang boleh dan
tidak boleh dilakukannya. Bila kita melihat isi UU Kesehatan no. 36 tahun 2009, banyak
sekali substansi dari peraturan yang ada diperundang-undangan tersebut yang bernuansa
medis, padahal pada semua tempat pelayanan kesehatan yang ada di Indonesia jumlah
tenaga keperawatan.

Selain itu, UU Kesehatan tersebut belum spesifik diatur menjadi PP, sementara
Kepmenkes kurang mengikat peraturan-peraturan yang ada di daerah karena hingga saat ini
di Indonesia, baru Provinsi Lampung saja yang mempunyai Peraturan Daerah tentang
Praktik Keperawatan.

17
Perawat dalam melaksanakan peran dan fungsinya kerapkali mengalami berbagai
kendala, mulai dari adanya kasus mal praktek, tidak adanya legalisasi dalam memberikan
pelayanan kesehatan, hingga ada yang meragukan kompetensi yang dimiliki dan sebagainya.
Dari berbagai masalah yang muncul memicu kita sebagai anggota profesi dan juga perawat
tentunya untuk berusaha mencari sebuah kebijakan yang dapat mengatur profesi
keperawatan dalam melaksanakan peran dan fungsinya dimasyarakat.

Dalam upaya pengembangan kebijakan, ada beberapa model pengembangan dalam


menentukan kebijakan publik bagi profesi keperawatan. Untuk menghadapi situasi saat ini,
salah satu metode yang cocok digunakan adalah model kelompok, dimana diperlukan peran
aktif dari berbagai anggota kelompok yang berkepentingan untuk mempengaruhi substansi
dan bentuk kebijakan.

Dalam aplikasinya, organisasi profesi (PPNI) perlu melakukan advokasi dan


sosialisasi secara menyeluruh kepada segenap lapisan masyarakat baik kalangan elit
maupun masyarakat umum agar memiliki kesadaran akan manfaat bila RUU Keperawatan
ini disahkan.
Gambaran fenomena diatas dapat menyimpulkan bahwa RUU Keperawatan yang
telah diajukan merupakan bentuk dari pertanggungjawaban dari profesi keperawatan
terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat dan ini juga melindungi
masyarakat dari kesalahan dalam menerima pelayanan kesehatan. Oleh karena itu
hendaknya dapat menjadi kesepakatan bersama agar RUU Keperawatan ini segera disahkan.

BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

18
4.1 Kesimpulan
Dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelenggaraan
praktik keperawatan saat ini didominasi oleh kebutuhan formil dan kepentingan pemerintah,
sedangkan peran profesi masih kurang .
Kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi dibidang keperawatan yang sangat pesat
harus diimabngi pula dengan perangkat hukum yang ada, sehingga dapat memberikan
perlindungan yang menyeluruh kepada tenaga keperawatan sebagai pemberi pelayanan
maupun di masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan. Dalam melakukan perubahan
atau dalam membentuk suatu undang-undang yang diharapkan dapat sesuai dengan
kebutuhan hukum masyarakat, maka keberadaan Undang-Undang yang mengatur tentang
praktik keperawatan.

4.2 Saran

19
DAFTAR PUSTAKA

Anoname (2012). MAKALAH RUU KEPERAWATAN. diakses pada tanggal 20 Mei 2013
RUU Keperawatan (2010).

Draf RUU Keperawatan (2011).

DPDRI. (2012). RUU Keperawatan untuk Mempertahankan dan Meningkatkan Mutu Keperawatan

Soekarno. (2009). PENYUSUNAN RUU TENTANG PRAKTIK KEPERAWATAN. Retrieved 23 Agustus


PENYUSUNAN_RUU_TENTANG_PRAKTIK_KEPERAWATAN Oleh. F.X._Soekarno,_SH.pdf

20

Anda mungkin juga menyukai