Asep Jsessionid
Asep Jsessionid
ASEP PURNAMA
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
PEMETAAN KAWASAN RAWAN BANJIR
DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CISADANE MENGGUNAKAN
SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
ASEP PURNAMA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
RINGKASAN
Flood is the puddle of water that happening around the river area, caused
by the current water can’t patch be the river. Cisadane basin is a large catchment
area (1.100 km2) that placed ini banten and west java province with sources in
salak – Pangrango Mountain and have lower course in Java seas. The large
catchment area and the change of land covering in Cisadane Basin make this area
have high potential for flood happen. Geographic Information System (GIS) is
useful for ward off the flood which this system that can mapping the sensitive
flood area by get analysis the flood factor like hydrology, climate, and physical
area condition.
Research have done in September 2007 to March 2008 with the study area
in Cisadane Basin, place in Bogor (city and regency) and Tangerang (city and
regency). The tools that use is hardware (computer, printer, scanner, camera, and
GPS) and software (ArcView GIS 3.3, Erdas Imagine 8.5, and Microsoft Excel
2003). The substance is rainfall data, land map, and landsat image. The method
for get the data is ground truth/check and analysis the map and the flood factor.
The analysis is attribute and skoring.
From The Map of The sensitive flood area, there are four class sensitive
flood area, that is: Safe (44881 Ha/30,19%), low risk (36574,25 Ha/24,60%),
average (55317,93 Ha/37,21%), high risk (11909,5 Ha/8,01%). Lower course is
the largest segment that have high risk sensitive flood class (7388,5 Ha). Upper
course have largest safe class with 441621,75 Ha. This is coused by land covering
in upper course is dominate by forest and crop, that forest can prevent the flood.
Subdistrict that have largest high risk sensitive flood class are Kosambi (2548
Ha), Pakuhaji (2367 Ha), and Teluk Naga (1538,5 Ha).
Suggestion for this research or the next research is necessary to examine
the other factor that can caused flood. The other suggestion is used the same factor
with have more detail or specific data, like the rainfall data.
Asep Purnama
NRP. E34103035
Judul Skripsi : Pemetaan Kawasan Rawan Banjir di Daerah Aliran Sungai
Cisadane Menggunakan Sistem Informasi Geografis
Nama : Asep Purnama
NIM : E34103035
Menyetujui :
Komisi Pembimbing
Ketua, Anggota,
Mengetahui :
Dekan Fakultas Kehutanan IPB,
Tanggal Lulus:
i
KATA PENGANTAR
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan skripsi ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu harapan adanya kritik dan masukan yang konstruktif
dari para pembaca.
Semoga laporan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya serta
bagi masyarakat yang bersangkutan umumnya.
Penulis
iii
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ iii
DAFTAR ISI................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .......................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................. 1
1.2 Tujuan Penelitian ............................................................... 2
1.3 Kegunaan Penelitian .......................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................... 3
2.1 Banjir.................................................................................. 3
2.2 Curah Hujan ....................................................................... 4
2.2.1 Klasifikasi Curah Hujan............................................ 5
2.3 Debit Aliran Sungai............................................................ 6
2.4 Daerah Aliran Sungai (DAS) ............................................. 6
2.5 Peta dan Pemetaan.............................................................. 9
2.6 Identifikasi Kawasan Rawan Bencana Banjir .................... 9
2.6.1 Faktor Kondisi Alam................................................. 9
2.6.2 Faktor Peristiwa Alam............................................... 11
2.6.3 Aktivitas Manusia ..................................................... 12
2.7 Sistem Informasi Geografi ................................................. 12
2.8 Penerapan SIG untuk identifikasi dan Pemetaan Kawasan
Berpotensi Banjir ............................................................... 13
2.9 Sistem Peringatan Dini (Early Warning System) Banjir .... 14
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................... 15
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................. 15
3.2 Alat dan Bahan................................................................... 15
3.2.1 Alat............................................................................ 15
3.2.2 Bahan ........................................................................ 15
v
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
yang tinggi (bagian tengah dan hulu sungai) yaitu perubahan penutupan lahan
yang umumnya dari hutan menjadi kawasan pemukiman dan sawah.
Upaya-upaya untuk mengatasi banjir telah dilakukan antara lain dengan
melakukan pengerukan sedimen, merehabilitasi tanggul sungai untuk menambah
kapasitas tampung debit sungai, peningkatan kemampuan meresapnya air hujan
dari setiap penggunaan lahan baik daerah hulu maupun hilir dan menghindari
darah rawan banjir atau bantaran sungai sebagai tempat pemukiman.
Dalam upaya mengatasi permasalahan akibat terjadinya banjir, ada
beberapa cara yaitu salah satunya mengetahui sebab-sebab terjadinya banjir dan
daerah sasaran banjir, yang tergantung pada karakteristik klimatologi, hidrologi,
dan kondisi fisik wilayah. Salah satu disiplin ilmu yang sangat berpengaruh dalam
penanggulangan masalah banjir adalah dengan bantuan aplikasi Sistem Informasi
Geografis (SIG) yaitu untuk identifikasi dan pemetaan kawasan yang berpotensi
banjir.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Banjir
Banjir menurut Richards (1955), diacu dalam Suherlan (2001) memiliki
dua arti yaitu meluapnya air sungai disebabkan oleh debitnya yang melebihi daya
tampung sungai pada keadaan curah hujan yang tinggi dan arti kedua adalah
banjir merupakan genangan pada daerah datar yang biasanya tidak tergenang.
Sedangkan menurut Suwardi (1999), bencana banjir merupakan aspek interaksi
antara manusia dengan alam yang timbul dari proses dimana manusia mencoba
menggunakan alam yang bermanfaat dan menghindari alam yang merugikan
manusia.
Banjir dipengaruhi oleh banyak faktor, tetapi apabila dikelompokkan maka
akan didapatkan tiga faktor yang berpengaruh tehadap banjir, yaitu elemen
meteorologi, kharakteristik fisik DAS, dan manusia. Elemen meteorologi yang
berpengaruh pada timbulnya banjir adalah intensitas, distribusi, frekuensi, dan
lamanya hujan berlangsung. Kharakteristik DAS yang berpengaruh terhadap
terjadinya banjir adalah luas DAS, kemiringan lahan, ketinggian, dan kadar air
tanah. Manusia beperan pada percepatan perubahan penggunaan lahan seperti
hutan lebat belukar. Pengaruh perubahan lahan terhadap perubahan kharakteristik
aliran sungai berkaitan dengan berubahnya areal konservasi yang dapat
menurunkan kamampuan tanah dalam menahan air. Hal tersebut dapat
memperbesar peluang terjadinya aliran permukaan dan erosi.
Dalam skala perkotaan, faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya banjir
adalah:
1. Topografi, kelandaian lahan sangat mempengaruhi timbulnya banjir terutama
pada lokasi dengan topografi dasar dan kemiringan rendah, seperti pada kota-
kota pantai. Hal in menyebabkan kota-kota pantai memiliki potensi/peluang
terjadinya banjir yang besar disamping dari ketersediaan saluran drainase yang
kurang memadai, baik saluran utama maupun saluran yang lebih kecil.
4
2. Areal terbangun yang luas biasanya pada kawasan perkotaan dengan tingkat
pembangunan fisik yang tinggi, sehingga bidang peresapan tanah semakin
mengecil.
3. Kondisi saluran drainase yang tidak memadai akibat pendangkalan,
pemeliharaan kurang, dan kesadaran penduduk untuk membuangan sampah
pada tempatnya masih belum memasyarakat (Utomo 2004).
Sifat hujan yang berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi adalah
jumlah, intensitas, dan lamanya hujan. Dari hal-hal tersebut yang paling erat
hubungannya dengan energi kinetik adalah intensitas. Kekuatan dan daya rusak
hujan terhadap tanah ditentukan oleh besar kecilnya curah hujan. Bila jumlah dan
intensitas hujan tinggi maka aliran permukaan dan erosi yang akan terjadi lebih
besar dan demikian juga sebaliknya (Wischmeier dan Smith 1978, diacu dalam
Utomo 2004).
Hujan yang jatuh ke bumi akan mengalami proses intersepsi, infiltrasi, dan
perlokasi. Sebagian hujan yang diintersepsi oleh tajuk tanaman menguap,
sebagian mencapai tanah dengan melalui batang sebagai aliran batang (streamfall)
dan sebagian lagi mencapai tanah secara langsung yang disebut air tembus
(throughfall). Sebagian air hujan yang mencapai permukaan tanah terinfiltrasi dan
terperkolasi ke dalam tanah (Utomo 2004).
Hujan selain merupakan sumber air utama bagi wilayah suatu DAS
(Daerah Aliran Sungai), juga merupakan salah satu penyebab aliran permukaan
bila kondisi tanah telah jenuh, maka air yang merupakan presipitasi dari hujan
akan dijadikan aliran permukaan. Sedangkan karakteristik hujan yang
mempengaruhi aliran permukaan dan distribusi aliran DAS adalah intensitas
hujan, lama hujan dan distribusi hujan di areal DAS tersebut (Arsyad 2000, diacu
dalam Primayuda 2006).
2.2.1. Klasifikasi Curah Hujan
Secara umum, Indonesia terbagi kedalam tiga pola iklim, yaitu:
1. Pola ekuatorial, yang ditandai dengan adanya dua puncak hujan dalam
setahun. Pola ini terjadi karena letak geografis Indonesia yang dilewati DKAT
(Daerah Konvergensi Antar Tropik) dua kali setahun (Farida 1999, diacu
dalam Primayuda 2006). DKAT ini merupakan suatu daerah yang lebar
dengan suhu udara sekitarnya adalah yang tertinggi yang menyebabkan
tekanan udara di atas daerah itu rendah. Untuk keseimbangan, udara dari
daerah yang bertekanan tinggi bergerak ke daerah yang bertekanan rendah.
Gerakan ini diikuti pula dengan gerakan udara naik sebagai akibat pemanasan,
kemudian terjadi penurunan suhu, sehingga uap air jatuh, dan terjadilah hujan.
6
2. Pola musiman, yang ditandai oleh danya perbedaan yang jelas antara periode
musim hujan dan musim kemarau. Umumnya musim hujan terjadi pada
periode Oktober – Maret dan kemarau pada periode April – September.
Cakupan wilayah yang terkena pengaruh pola iklim ini secara langsung adalah
35o LU sampai 250 LS dan 300 BB sampai 1700 BT.
3. Pola lokal, yang sangat dipengaruhi oleh kondisi geografi dan topografi
setempat serta daerah sekitarnya. Umumnya daerah dengan pola lokal ini
mempunyai perbedaan yang jelas antara periode musim hujan dengan periode
musim hujan, namun waktunya berlawanan dengan pola musiman.
(1976), diacu dalam Utomo (2004) mendefinisikan DAS sebagai suatu hamparan
wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang
menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta
mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada sungai utama ke laut
atau danau.
Secara makro, DAS terdiri dari unsur biotik (flora dan fauna), abiotik
(tanah, air, dan iklim), dan manusia, dimana ketiganya saling berinteraksi dan
saling ketergantungan membentuk suatu sistem hidrologi (Haridjaja 2000). DAS
merupakan ekosistem, dimana unsur organisme dan lingkungan biofisik serta
unsur kimia berinteraksi secara dinamis dan didalamnya terdapat keseimbangan
inflow dan outflow dari material dan energi. Selain itu pengelolaan DAS dapat
disebutkan merupakan suatu bentuk pengembangan wilayah yang menempatkan
DAS sebagai suatu unit pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang secara umum
untuk mencapai tujuan peningkatan produksi pertanian dan kehutanan yang
optimum dan berkelanjutan (lestari) dengan upaya menekan kerusakan
seminimum mungkin agar distribusi aliran air sungai yang berasal dari DAS dapat
merata sepanjang tahun.
Berdasarkan pendapat dari berbagai pakar, dapat disimpulkan bahwa DAS
merupakan:
1. Suatu wilayah bentang alam dengan batas topografis
2. Suatu wilayah kesatuan hidrologi
3. Suatu wilayah ekosistem
Dengan demikian, DAS dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah
kesatuan ekosistem yang dibatasi oleh pemisah topografis dan berfungsi sebagai
pengumpul, penyimpan, dan penyalur air, sedimen, dan unsur hara dalam sistem
sungai, keluar melalui suatu outlet tunggal. DAS juga berati suatu daerah dimana
setiap air yang jatuh ke darah tersebut akan dialirkan menuju ke satu outlet.
Dalam mempelajari ekosistem DAS, dapat diklasifikasikan menjadi daerah
hulu, tengah, dan hilir. DAS bagian hulu dicirikan sebagai daerah konservasi,
DAS bagian hilir merupakan daerah pemanfaatan. DAS bagian hulu mempunyai
arti penting terutama dari segi perlindungan fungsi tata air, karena itu setiap
terjadinya kegiatan di daerah hulu akan menimbulkan dampak di daerah hilir
8
dalam bentuk perubahan fluktuasi debit dan transportasi sedimen serta material
terlarut dalam sistem aliran airnya. Dengan perkataan lain ekosistem DAS, bagian
hulu mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan DAS. Perlindungan
ini antara lain dari segi fungsi tata air dan oleh karenanya pengelolaan DAS hulu
seringkali menjadi fokus perhatian mengingat dalam suatu DAS, bagian hulu dan
hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi.
Dalam rangka memberikan gambaran keterkaitan secara menyeluruh
dalam pengelolaan DAS, terlebih dahulu diperlukan batasan-batasan mengenai
DAS berdasarkan fungsi, yaitu pertama DAS bagian hulu didasarkan pada fungsi
konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar
tidak terdegradasi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan
vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air (debit), dan curah
hujan. Kedua DAS bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai
yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan
ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air,
kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada
prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau. Ketiga DAS
bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk
dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang
diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air,
ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta
pengelolaan air limbah. Keberadaan sektor kehutanan di daerah hulu yang
terkelola dengan baik dan terjaga keberlanjutannya dengan didukung oleh
prasarana dan sarana di bagian tengah akan dapat mempengaruhi fungsi dan
manfaat DAS tersebut di bagian hilir, baik untuk pertanian, kehutanan maupun
untuk kebutuhan air bersih bagi masyarakat secara keseluruhan. Dengan adanya
rentang panjang DAS yang begitu luas, baik secara administrasi maupun tata
ruang, dalam pengelolaan DAS diperlukan adanya koordinasi berbagai pihak
terkait baik lintas sektoral maupun lintas daerah secara baik.
9
ambang atau pembendungan alami pada ruas sungai), serta pemanasan global
yang menyebabkan kenaikan permukaan air laut.
1. Topografi
Daerah-daerah dataran rendah atau cekungan, merupakan salah satu
karakteristik wilayah banjir atau genangan.
2. Tingkat Permeabilitas Tanah
Permeabilitas atau daya rembesan adalah kemampuan tanah untuk dapat
melewatkan air. Air dapat melewati tanah hampir selalu berjalan linier, yaitu jalan
atau garis yang ditempuh air merupakan garis dengan bentuk yang teratur.
Permeabilitas diartikan sebagai kecepatan bergeraknya suatu cairan pada
media berpori dalam keadaan jenuh atau didefinisikan juga sebagai kecepatan air
untuk menembus tanah pada periode waktu tertentu. Permeabilitias juga
didefinisikan sebagai sifat bahan berpori yang memungkinkan aliran rembesan
dari cairan yang berupa air atau minyak mengalir lewat rongga porinya.
Daerah-daerah yang mempunyai tingkat permeabilitas tanah rendah,
mempunyai tingkat infiltrasi tanah yang kecil dan runoff yang tinggi. Daerah
Pengaliran Sungai (DAS) yang karakteristik di kiri dan kanan alur sungai
mempunyai tingkat permeabilitas tanah yang rendah, merupakan daerah potensial
banjir.
3. Kondisi Daerah Aliran Sungai
Daerah Aliran sungai (DAS) yang berbentuk ramping mempunyai tingkat
kemungkinan banjir yang rendah, sedangkan daerah yang memiliki DAS
berbentuk membulat, mempunyai tingkat kemungkinan banjir yang tinggi. Hal ini
terjadi karena waktu tiba banjir dari anak-anak sungai (orde yang lebih kecil) yang
hampir sama, sehingga bila hujan jatuh merata di seluruh DAS, air akan datang
secara bersamaan dan akhirnya bila kapasitas sungai induk tidak dapat
menampung debit air yang datang, akan menyebabkan terjadinya banjir di daerah
sekitarnya.
11
BAB III
METODOLOGI
pakai adalah model builder – add process – data conversion – point interpolation.
Point interpolation inilah yang berfungsi menghitung daerah mana saja yang
memiliki nilai tinggi yang sama sehingga dapat dilakukan klasifikasi kelas tinggi.
3.3.1.2 Analisis Peta Tinjau Tanah
Analisis peta Tinjau Tanah dilakukan untuk mempersiapkan peta tekstur
dan peta drainase tanah. Untuk membuat peta tekstur tanah dan drainase tanah
menggumakan metode digitasi on screen setelah terlebih dahulu melakukan
koreksi geometrik terhadap peta tinjau. Setelah dilakukan digitasi maka hasil
digitasi yang berupa peta vektor (shapefile) diberikan atribut sesuai legenda yang
ada pada peta tinjau. Pada legenda tersebut terdapat keterangan tekstur dan
drainase tanah yang dapat dijadikan atribut pada peta vektor. Peta vektor yang
telah diberi atribut tersebut merupakan peta tekstur tanah dan peta drainase tanah.
3.3.1.3 Analisis Citra Landsat
Pada penelitian ini digunakan citra Landsat TM+7 Propinsi Jawa Barat dan
Banten tahun 2005. Secara umum analisis dilakukan dengan bantuan software
Erdas Imagine 8.5.
Kab. Serang
Kab. Rangkasbitung
Kab. Cianjur
Kab. Sukabumi
kesalahan dari proses koreksi geometrik. Akurasi yang baik ditunjukkan oleh nilai
RMS-error yang sangat kecil mendekati nol. Perhitungan RMS-error dengan
menggunakan persamaan berikut:
RMS-error = ( X − x) + (Y − y )
Keterangan:
X dan Y = Koordinat citra asli (input)
X dan y = Koordinat citra keluaran (output)
2. Penentuan Daerah Contoh (Training Site)
Pengambilan daerah contoh untuk penutupan/penggunaan lahan sangat
penting pada pengolahan citra landsat, terutama untuk klasifikasi terbimbing,
karena kualitas klasifikasi penutupan/penggunaan lahan akan ditentukan oleh
penentuan daerah contoh.
3. Klasifikasi Citra
Klasifikasi citra dilakukan dengan menggunakan pendekatan klasifikasi
terbimbing dengan metode klasifikasi kemiripan maksimum (Maximum
Likelihood Classification atau MLC). Klasifikasi bertujuan untuk mendapatkan
kelas-kelas penggunaan/penutupan lahan. Klasifikasi ini dilakukan setelah
diperoleh daerah contoh (Training Site).
4. Ground Truth
Setelah dilakukan klasifikasi maka dilakukan pengukuran keakuratan
dengan melakukan ground truth, yaitu pengambilan titik-titik di lapangan/lokasi
penelitian menggunakan GPS dengan memberikan data atribut pada titik tersebut
sesuai dengan keadaan sebenarnya di lapangan.
Klasifikasi
Koreksi Geometri Penentuan Training Site
Terbimbing
Tidak
X = ∑ Ri/n
i=1
Keterangan:
X = Curah hujan rata-rata tahunan
Ri = Curah hujan tahunan untuk tahun ke-i
N = Jumlah tahun data curah hujan yang digunakan untuk membuat peta curah
hujan
2. Pembuatan peta curah hujan
Terdapat dua metode yang umumnya digunakan untuk membuat peta
curah hujan yaitu metode poligon Thiessen dan model interpolasi titik. Metode
tersebut adalah:
a. Metode Poligon Thiessen
Poligon Thiessen mendefinisikan individu area yang dipengaruhi oleh
sekumpulan titik yang terdapat di sekitarnya. Poligon ini merupakan pendekatan
terhadap informasi titik yang diperluas (titik menjadi poligon) dengan asumsi
bahwa informasi yang terbaik untuk semua lokasi yang tanpa pengamatan adalah
informasi yang terdapat pada titik terdekat dimana hasil pengamatannya diketahui
(Aronoff, 1989 diacu dalam Primayuda 2006). Garis didefinisikan pada jarak
equidistan antara dua titik yang berdampingan (Barus 2005).
b. Metode Interpolasi Titik
Prosesnya Metode Interpolasi Titik menggunakan ArcView 3.3 dengan
extensions model builder. Interpolasi titik merupakan prosedur untuk menduga
20
nilai-nilai yang tidak diketahui dengan menggunakan nilai yang diketahui pada
lokasi yang berdekatan. Titik-titik yang berdekatan tersebut dapat berjarak teratur
atau tidak.
3.3.1.5 Pembuatan Peta Buffer Sungai
Buffer sungai adalah suatu daerah yang mempunyai lebar tertentu yang
digambarkan di sekeliling sungai dengan jarak tertentu. Buffer sungai dibuat
berdasarkan logika dan pengetahuan mengenai hubungan sungai dan kejadian
banjir. Dengan asumsi semakin dekat dengan sungai, maka peluang untuk
terjadinya banjir lebih tinggi.
Peta buffer sungai dibuat berdasarkan zona buffer sungai yang dihasilkan
dari pengkelasan tingkat kerawanan banjir suatu wilayah berdasarkan jarak
dengan sungai. Kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan operasi Theme –
create buffer. Batas buffer berdasarkan kriteria yang telah ditentukan berdasarkan
perkiraan tingkat kerawanan daerah dekat sungai terhadap banjir.
3.3.2 Analisis Data
Tahap analisis data dibagi menjadi dua bagian, yaitu analisis keruangan
dan analisis atribut. Analisis – analisis tersebut mempunyai fungsi-fungsi masing-
masing dalam pembuatan peta kerawawan banjir.
3.3.2.1 Analisis Keruangan
Analisis keruangan adalah analisis yang berhubungan dengan data berupa
data vektor maupun raster. Dimana masing – masing data tersebut di analisis
untuk menghasilkan data yang diinginkan.
1. Klasifikasi/ Reklasifikasi
Digunakan untuk mengklasifikasikan atau reklasifikasi data spasial atau
data atribut menjadi data spasial baru dengan memakai kriteria tertentu, untuk
mempermudah dalam proses analisis selanjutnya.
2. Overlay
Analisis ini merupakan hasil interaksi atau gabungan dari beberapa peta.
Overlay berupa peta tersebut akan menghasilkan suatu informasi baru dalam
bentuk luasan atau poligon yang terbentuk dari irisan beberapa poligon dari peta –
peta tersebut.
21
3. Buffer
Analisis ini digunakan untuk membatasi suatu wilayah dengan lebar
tertentu yang digambarkan di sekeliling titik, garis, atau poligon dengan jarak
tertentu.
3.3.2.2 Analisis Atribut
Dua proses paling penting dalam analisis data yaitu pengskoran dan
pembobotan. Dua proses tersebut dilakukan setelah proses klasifikasi nilai dalam
tiap parameter. Setelah kedua proses tersebut selesai, dilanjutkan dengan tahap
analisis tingkat kerawanan banjir.
1. Pengskoran
Pengskoran dimaksudkan sebagai pemberian skor terhadap masing-masing
kelas dalam tiap parameter. Pemberian skor ini didasarkan pada pengeruh kelas
tersebut tehadap banjir. Semakin tinggi pengeruhnya terhadap banjir, maka skor
yang diberikan akan semakin tinggi.
a. Pemberian Skor Kelas Kemiringan
Kemiringan lahan semakin tinggi maka air yang diteruskan semakin
tinggi. Air yang berada pada lahan tersebut akan diteruskan ke tempat yang lebih
rendah semakin cepat, dibandingkan lahan yang kemiringannya rendah (landai).
Sehingga kemungkinan terjadi penggenangan atau banjir pada daerah yang derajat
kemiringan lahannya tinggi semakin kecil (Tabel 2).
ketinggian rendah lebih berpotensi besar untuk terjadinya banjir. Pemberian skor
pada kelas ketinggian yang lebih tinggi lebih kecil daripada skor untuk kelas
ketinggian yang rendah.
X = ∑ (Wi x Xi)
i=1
Keterangan:
K = Nilai kerawanan
Wi = Bobot untuk parameter ke-i
Xi = Skor kelas pada parameter ke-i
25
i = R/n
Keterangan:
i = Lebar interval
R = Selisih skor maksimum dan skor minimum
n = Jumlah kelas kerawanan banjir
Daerah yang sangat rawan terhadap banjir akan mempunyai total nilai
yang tinggi dan sebaliknya daerah yang tidak rawan terhadap banjir akan
mempunyai total nilai yang rendah. Dari tabel 10 menunjukkan tingkat kerawanan
banjir berdasarkan nilai kerawanan penjumlahan skor masing-masing parameter
banjir.
Kharakteristik Banjir
No. Kelas Kerawanan
Frekuensi Durasi Kedalaman (m)
1 Aman Tidak pernah banjir - -
2 Tidak Rawan/ Rendah 1 – 2 tahun - -
3 Rawan/Sedang 1 – 2 tahun 1 – 2 hari 0,5 – 1.0
4 Sangat Rawan/Tinggi Setiap tahun 2 – 15 hari 0,5 – 3.0
Sumber: Nurjanah (2005) dan Primayuda (2006)
26
BAB IV
KONDISI UMUM DAS CISADANE
Kab. Serang
Kab. Rangkasbitung
Kab. Cianjur
Kab. Sukabumi
Luas DAS Cisadane dari hulu sampai Teluk Naga adalah sekitar
148682,68 Ha. DAS ini melingkupi Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota
Tangerang dan Kabupaten Tangerang yang di bagi menjadi tiga segmen yakni :
1. Bagian hulu DAS Cisadane seluas 112093,50 Ha sebagian besar termasuk
wilayah Kabupaten Bogor (Kecamatan Nanggung, Leuwiliang, Pamijahan,
Cibungbulang, Ciampea, Cijeruk, Ciawi, Kemang, Parung, Gunung
Sindur, Rumpin, Cigudeg, Dramaga dan Ciomas) dan sebagian kecil Kota
Bogor (Kecamatan Bogor Barat dan Bogor Selatan) serta sebagian kecil
kecamatan di Kabupaten Sukabumi (Cibadak, Lebak, Cicurug,
Kabandungan, Cidahu, Cibeber, Kadudampit, dan Nagrak)
2. Bagian tengah DAS Cisadane seluas 20264,68 Ha termasuk wilayah
Kabupaten Tangerang (Kecamatan Curug, Legok, Serpong, dan Batu
Ceper, dan Pedegangan), Kota Tangerang (Kecamatan Cipondoh,
Jatiuwung, dan Tangerang).
3. Bagian hilir seluas 16324,50 Ha termasuk wilayah administrasi
pemerintahan Kabupaten Tangerang, yang terdiri dari wilayah Kecamatan
Mauk, Sepatan, Teluk Naga, Paku Haji, Benda, dan Kosambi
4.1.2 Karakteristik Iklim
Ikilm Daerah Aliran Sungai Cisadane bervariasi menurut segmen hulu,
tengah dan hilir. Namun data yang diperoleh hanya menjelaskan karakteristik
bagian hulu yaitu Curah hujan yang terjadi berkisar antara 81 – 526 mm/bln.
Dengan bulan basah terjadi selama 11 bulan antara bulan September hingga Juli
dan bulan terbasah terjadi pada bulan Desember. Bulan lembab terjadi pada bulan
Agustus.
Menurut klasifikasi iklim Schmidth-Ferguson, DAS Cisadane bagian hulu
digolongkan kedalam tipe A, yaitu daerah basah dengan vegetasi hutan hujan
tropis. Sedangkan menurut klasifikasi Oldeman digolongkan kedalam tipe A1,
yaitu sesuai untuk Padi terus menerus, tetapi produksi kurang karena pada
umumnya kerapatan fluks surya radiasi surya rendah sepanjang tahun.
4.1.3 Karakteristik Topografi
DAS Cisadane mempunyai topografi yang bervariasi dari datar hingga
sangat curam dengan ketinggian antara 0 – 2800 mdpl. Sebagian besar topografi
28
yang terbawa aliran sungai akan diendapkan. Macam tanah terbentuk meliputi
aluvial coklat kekelabuan, aluvial kelabu, dan aluvial hidromorf.
4.1.5 Jaringan Sungai
Sungai Cisadane memiliki hulu di kawasan Sukabumi. Beberapa anak
Sungai Cikaniki di bagian barat, Sungai Cianten dan Cihideung di bagian tengah
dan Sungai Ciapus di bagian timur. Disamping itu masih ada beberapa sungai
kecil lain yang bermuara baik langsung ke Sungai Cisadane maupun pada anak-
anak sungainya, karena itu kawasan hulu Sungai Cisadane ini meliputi kawasan
yang sangat luas sehingga aliran Cisadane merupakan kumulatif dari seluruh
sungai-sungai tersebut.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Buffer adalah batas dangan jarak – jarak tertentu yang dibuat mengelilingi
suatu titik, garis, atau poligon. Dalam hal ini yang dibatasi adalah sungai yang
merupakan bentuk garis. Pembuatan peta buffer sungai ini dapat menunjukkan
daerah – daerah yang berbatasan atau berdekatan dengan sungai, dimana semakin
dekat suatu daerah dengan sungai maka semakin besar peluang suatu daerah untuk
terjadinya banjir.
38
Kecamatan yang memiliki luas kelas kerawanan sangat rawan yang paling
tinggi adalah kecamatan Kosambi (2548 Ha) diikuti Pakuhaji (2367 Ha), dan
Teluk Naga (1538,5 Ha). Daerah ini mempunyai daerah sangat rawan banjir yang
luas dipengaruhi oleh faktor yaitu: kelas lereng yang umumnya datar (0 - 3%),
kelas tinggi dengan kisaran ketinggian 0 – 12,5 mdpl, tekstur tanah dengan
kriteria Sangat halus, drainase terhambat, dan Penutupan Lahan yang didominasi
sawah, pemukiman dan tubuh air (tambak) (Tabel 21).
40
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. DAS Cisadane terdiri dari empat kelas kerawanan banjir yaitu: Aman
(44881Ha/30,19%), Tidak rawan (36574,25 Ha/24,60%), Rawan
(55317,93Ha/37,21%), Sangat rawan (11909,5Ha/8,01%).
2. Bagian/segmen yang paling luas memiliki daerah dengan kelas sangat rawan
adalah bagian hilir (7388,50 Ha) sedangkan bagian tengah memiliki luas
929,25 Ha dan bagian hilir dengan luas 3591,75 Ha.
3. Kecamatan yang memiliki daerah paling luas kelas sangat rawan adalah:
Kosambi (2548 Ha), Pakuhaji (2367 Ha), Teluk Naga (1538,5 Ha), Parung
(1685,25 Ha). Kecamatan – kecamatan di bagian hulu umumnya merupakan
kecamatan yang termasuk kelas aman banjir (44162,75 Ha).
6.2 Saran
1. Dilakukan validasi atau pengujian daerah rawan banjir pada daerah DAS
Cisadane sehingga peta kerawanan banjir dapat digunakan dalam rencana
pencegahan atau penanganan banjir.
2. Perlu dilakukan pendeskripsian dari masing – masing kelas kerawanan banjir.
3. Menggunakan data faktor penentu kerawanan banjir yang lebih spesifik
sebagai contoh data curah hujan harian dan bulanan. Atau menggunakan
faktor – faktor penentu yang paling berpengaruh secara nyata terhadap
terjadinya banjir agar faktor yang dipergunakan tidak terlalu banyak sehingga
pembuatan peta kerawanan banjir menjadi lebih sederhana.
4. Pengembangan ataupun sumbangan ide dari berbagai ilmu pengetahuan lain
sangat diperlukan untuk menyempurnakan metode analisis kawasan rawan
banjir.
43
DAFTAR PUSTAKA
Barus B. 2005. Kamus SIG (Sistem Informasi Geografis) dengan 128 Diagram.
Bogor: Studio Teknologi Informasi Spasial.
ESRI. 1991. Point Interpolation Prosess Wizard. Arc/view user guide. ESRI, Inc.
Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2006. Kajian dan Penetapan Kelas Air
Sungai Cisadane. Jakarta: Kementerian Negara Lingkungan Hidup,
Republik Indonesia.
Restiana N. 2004. Evaluasi Debit Aliran dan Debit Sedimen Akibat Perubahan
Penggunaan Lahan: studi kasus Daerah Tangkapan Air (DTA) Cikumutu,
Sub DAS Cimanuk Hulu [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
46
Analisis Data Curah Hujan Analisis Citra Analisis Peta Rupa Bumi Analisis Peta Tanah
Data Curah Hujan Citra Landsat Peta Rupa bumi Peta Tinjau Tanah Semi-Detail