Suatu pagi...
Jangga : “Adinda, aku berangkat berburu.”
Sinta : “Jangan pergi, Kakanda! Aku merasa seperti akan
melahirkan hari ini!”
Jangga : “Jangan khawatir. Jika bayi itu laki-laki, namakan bayi itu
Jangga Hatuen Bulan. Artinya seorang lelaki yang berasal
dari bulan. Dan jika bayi itu perempuan, namakan bayi
itu Hendan Bawi Bulan. Artinya seorang wanita yang
berasal dari bulan. Aku pergi.”
Jangga pun pergi meninggalkan istrinya, Sinta. Tidak lama
setelah Jangga pergi, Sinta pun melahirkan seorang anak laki-laki.
Sinta menjadi sangat marah karena Jangga tidak ada di sisinya. Ia
berniat untuk melarang Jangga melihat bayi itu.
Beberapa lama kemudian, Jangga pun kembali pulang. Dia
mendengar tangisan seorang bayi. Dia sangat senang.
Bayi : “Huwaa~ Huwaa~”
Jangga : “Bayikuhh!!! Dimana bayiku??! Aku mau melihat bayiku.”
Sinta : “Tidak!! Kau tidak boleh bertemu dengannya. Aku tidak
mau kau bertemu dengannya!”
Jangga : “Apa?!!”
Sinta : “Pergi kau dari sini! Enyahlah kau Jangga!”
Jangga terkejut, sedih, dan juga marah! Dia pergi keluar
rumah, sambil menarik tali kekang anjingnya. Setelah itu Jangga
pun berdoa memanggil ibunya.
Jangga : “Aku hanya ingin melihat anakku! Tuhan, apa salahku?!!
Ibu...!!”
Tiba-tiba....................., petir menyambar tempat itu. Dan
muncullah ibu Jangga dari kejauhan.
Ibu Jangga : “Puteraku....”
Jangga : “Ibu.....”
Ibu Jangga : “Kemana kau selama ini anakku? Aku mencarimu
kemana-mana.”
Jangga : “Aku tersesat Ibu. Maafkan aku.”
Ibu Jangga : “Sudahlah anakku. Mari kita pulang.”
Jangga : “Tapi Ibu, aku telah memiliki anak.”
Ibu Jangga : “Jiwa anakmu telah terikat padamu. Kemanapun kau
pergi, anakmu akan bersama denganmu. Lebih baik kita
pulang. Anakmu telah sampai di rumah.”
Jangga : “Baik Ibu.”
Ibu Jangga dan Jangga perlahan berjalan kembali ke bulan.
Sinta yang berada di dalam rumah pun terkejut ketika menyadari
anaknya telah tiada. Ia berjalan keluar rumah dan memanggil
Jangga.
Sinta : “Jangga! Anak kita telah tiada! Jangga!”
(Jangga dan ibunya berjalan tanpa menoleh ke belakang lagi)
Sinta : “Jangga! Jangan tinggalkan aku sendiri! Jangga...!”
Teriakan Sinta sudah tidak berarti apa-apa. Jangga dan
ibunya telah kembali ke bulan untuk menemui jiwa dari bayinya.
Sinta pun tak hentinya menangis akan kepergian Jangga serta
puteranya.
Para dewa yang mendengar tangisan Sinta tidak
menyukainya. Para Dewa yang marah lalu mengubah Sinta
menjadi seekor burung. Orang-orang menamai burung itu
burung pungguk.