Anda di halaman 1dari 29

Membentuk Fikrah dan Visi Gerakan

Islam
Perjuangan menegakkan Islam haruslah ditempuh dengan cara yang terorganisir rapi
(tanzhim), dengan perencanaan yang matang, keterpaduan perjuangan di segala aspek (takamul)
dan keseimbangan perjuangan dalam masing-masing aspek yang diperjuangkan (tawazun).
Karena memperjuangkan Islam merupakan perintah langit, sehingga sangat mustahil jika
dilakukan secara serampangan.
Aspek tanzhim dalam perjuangan Islam ini, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah
dalam proses hijrah. Di mana beliau mengorganisir dengan baik para sahabat yang ditugaskan
dalam peristiwa tersebut. Mulai dari Abu Bakar ash-Shidiq yang menemani perjalanan, Ali bin
Abi Thalib yang menggantikan Rasulullah di tempat tidurnya, pemilihan Gua Tsur untuk
bersembunyi –di mana gua tersebut terletak berlawanan arah dengan perjalanan menuju
Madinah-, penugasan Abdullah bin Abu Bakar sebagai informan, Asma’ binti Abu Bakar sebagai
penyuplai makanan, juga Abi bin Fahirah yang bertugas menyamarkan jejak dengan
menggembala kambing di setiap sore hari. Tak ketinggalan, dengan dibayarnya Abdullah bin
Uraiqith al-Laitsi sebagai penunjuk jalan menuju Madinah.
Tanzhim ini sangat penting, karena musuh yang dihadapi oleh kaum muslimin adalah
organisasi internasional yang terstruktur rapi. Baik itu gerakan Salibisme Internasional, Zionisme
Internasional maupun Komunisme Internasional.
Selanjutnya, gerakan Islam harus bersikap takamul, keterpaduan. Yakni meliputi banyak
aspek, bukan bersifat juz’iyah (parsial). Karena tabiat Islam yang memang menyeluruh dan
mengatur segala aspek. Sehingga, gerakan Islam tidak boleh hanya fokus pada salah satu aspek
dan melupakan aspek yang lain.
Sebagai gambaran dalam hal ini, apa yang dirumuskan oleh Hasan al-Banna sangatlah
relevan. Bahwa Ikhwanul Muslimin yang didirikannya, merupakan Dakwah Salafiyah yang
mengajak kepada kemurnian Islam, Thariqat Sunniyah yang menyerukan pentingnya
melaksanakan sunnah yang suci dalam segala aspek, Hakikat Sufiyah yang mengajak anggotanya
untuk selalu menyucikan diri dengan aneka amal ibadah, Lembaga Politik yang menuntut
perbaikan sistem pemerintahan dan hukum agar sesuai dengan al-Qur’an dan sunnah,
Perkumpulan Olah Raga yang menekankan pentingnya kesehatan anggotanya dengan aneka
macam kegiatan dan pelatihan fisik, Ikatan Ilmiah dan Kebudayaan yang mewajibkan kepada
anggotanya untuk mengutamakan dan menghargai ilmu pengetahuan, Usaha Ekonomi yang
menekankan anggotanya agar pandai mengatur dan mengupayakan harta yang halal untuk
kemaslahatan umat, dan Gagasan Kemasyarakatan yang mempunyai program agar anggotanya
semakin bersemangat dalam menghadirkan kemanfaatan sebesar-besarnya untuk sesama.
Setelah aspek tanzhim dan takamul dipenuhi, gerakan Islam haruslah memiliki visi tawazun.
Yakni seimbang dalam memperjuangkan masing-masing aspek takamul, hingga mencapai hasil
yang maksimal sesuai dengan yang ditargetkan.
Tawazun ini disusun sesuai dengan yang termaktub dalam al-Qur’an, dan sesuai dengan
prioritasnya. Yakni Aqidah dan Tarbiyah, Fiqih Aqidah dan Syariat, Ibadah, Kekuatan dan
Politik. Tawazun ini juga terkait dengan tanggungjawab para aktivis pergerakan Islam yang
terdiri dari tiga aspek; tanggungjawab terhadap dirinya sendiri, keluarga dan dakwah. Di mana
masing-masing aspek ini harus dilakukan dengan baik agar tercipta cita-cita Islam sebagai
rahmat bagi semesta.
Jika gerakan Islam impian sudah memenuhi tiga aspek tersebut, selanjutnya gerakan
Islam harus bisa mewujudkan kesatuan amal islami –bersatunya umat Islam dalam satu gerakan
dan tidak terkotak-kotak apalagi banyak gerakan Islam-, memprogramkan tarbiyah
jihadiyah dalam amal islami –sebagai puncak tertinggi dalam amal, dan untuk mempertahankan
diri dari gempuran musuh di segala aspek kehidupan-, memahami dan mewujudkan
pentingnya tarbiyah amniyah –sebagai syarat utama bagi berlangsungnya amal islami dan
pertahanan diri terhadap intimidasi musuh Islam-, juga kewajiban memahami dan mewujudkan
adanya internasionalisasi gerakan amal islami.
Terakhir, yang harus diingat dan diupayakan oleh masing-masing kader pergerakan
Islam, adalah aspek ibadah sebagai sarana mengambil kekuatan dari Allah yang Mahakuat. Baik
itu melalui qiyamullail, shalat berjamaah di masjid terutama subuh dan Isya’, mengakrabkan diri
dengan al-Qur’an dan berupaya mengamalkannya, selalu merasa diawasi oleh Allah, menikmati
karunia makan dan minum sebagai sarana untuk menguatkan diri dalam beribadah, berupaya
mengamalkan Islam dalam setiap aspek kehidupan, dan selalu melakukan introspeksi diri
terhadap setiap amal yang sudah, sedang dan akan dikerjakan.
Insya Allah, dengan ini semua, kejayaan Islam akan segera terwujud, bi idznillah.

Sistem Kaderisasi dalam Sirah


Nabawiyah
Pertarungan antara kebaikan dan keburukan akan terus berlangsung hingga akhir zaman.
Karena memang seperti itulah tabiat kehidupan yang sudah Allah ciptakan. Sehingga, sebagai
seorang muslim, kita harus menyadari betul akan hal ini. Dan, bersungguh-sungguh agar terus
menerus berada dalam kebaikan, hingga ajal menjemput kita.
Perjuangan memenangkan kebaikan Islam ini, merupakan pekerjaan yang tak kan pernah
usai. Bahkan, ia lebih panjang dari usia masing-masing kita. Maka, estafet dalam hal ini,
sangatlah penting. Jika tidak, kebaikan akan kalah. Meskipun pada akhirnya, karena sunnatullah,
kebaikan akan kembali memenangkan laga. Meskipun, tanpa kita di dalamnya.
Perjuangan memenangkan kebaikan ini juga berlangsung dalam berbagai medan. Karena
memang, Islam adalah agama yang menyeluruh. Mulai dari medan aqidah, syariah, politik,
hingga dalam keseharian kita. Mulai dari aspek terkecil, diri dan keluarga, hingga aspek yang
lebih besar; menjadi guru bagi alam semesta.
Di tahap inilah, perlu dipahami betul tentang makna jihad dan aplikasinya sebagaimana
dilakukan oleh Rasulullah dan generasi terbaik yang sezaman dengan beliau. Karena salah
paham terhadap makna dan pelaksanaan jihad, bisa berakibat fatal. Mulai dari menganggap diri
paling benar, mengkafirkan sesama muslim hanya karena beda ‘baju’ organisasi, hingga dengan
mudahnya menumpahkan darah dengan dalih jihad qital. Tentu, kita tak menghendaki hal ini
terjadi. Apalagi, kita hidup di Indonesia yang aman ini. Di mana perjuangan, tak melulu
berbentuk mengangkat senjata sebagaimana saudara kita di belahan bumi lainnya.
Jihad yang merupakan amal tertinggi dalam Islam ini, disyariatkan secara bertahap.
Karena kebertahapan ini memang bagian dari ajaran Islam, bukan serta merta apalagi revolusi
berdarah. Bahkan, dalam proses perang sekalipun, pimpinan dan pasukan kaum muslimin sudah
terlebih dahulu mengajak agar musuh-musuh Islam masuk ke dalam agama damai ini, dengan
cara yang santun. Pun, dalam proses perang itu sendiri, Islam melarang membunuh orang tua
jompo, anak-anak, ibu hamil, dan merusak tumbuh-tumbuhan maupun hewan yang tidak terlibat
dalam perang.
Jihad ini, awalnya dilarang oleh Allah ketika kaum muslimin berada di Mekkah. Banyak
riwayat yang menerangkan peristiwa ini, di antaranya ketika ada sahabat yang mengajukan agar
kaum Muslimin melawan siksaan kaum kafir Mekkah, namun Rasulullah menolaknya karena
belum adanya perintah untuk berjihad.
Perintah untuk jihad ini baru diturunkan ketika kaum muslimin berhijrah ke Madinah.
Namun, tidak serta merta. Dimulai dari perang kecil melawan suku-suku di Madinah yang
menyerang kaum muslimin, kemudian hanya memerangi kaum kafir yang memerangi kaum
muslimin, hingga memerangi seluruh kaum kafir, di manapun mereka berada, secara
keseluruhan.
Perintah jihad ini, tidak terhenti ketika Rasulullah wafat. Tapi menjadi kewajiban abadi
yang akan terus ada hingga kemenangan Islam kembali terwujud di muka bumi ini. Sehingga,
masing-masing ormas Islam, harakah atau organisasi apapun yang mengaku memperjuangkan
Islam, harus senantiasa mengingatkan dan mentarbiyahanggotanya tentang materi ini. Tidak
sekedar itu, mereka harus pula melakukan serangkaian latihan fisik untuk menuju kesempurnaan
jihad di segala aspeknya ini.
Mudahnya, materi tentang jihad ini banyak kita dapati dalam wahyu-wahyu langit,
khususnya di dalam surah-surah tentang jihad, seperti Al-Anfal, At-Taubah, Al-Fath, dan surah
lainnya.
Penting diingat, dalam rangkaian perang yang dipimpin Thalut atau Perang Badar, kita
mencatat satu hal, bahwa golongan besar, bisa dikalahkan oleh golongan yang jumlahnya lebih
kecil, jika pertolongan Allah menyertai mereka. Lebih lanjut, dalam Perang Badar ini, Al-Quran
mencatat bahwa ribuan malaikat, diturunkan oleh Allah untuk membantu kaum muslimin
Madinah yang memerangi kafirin pimpinan Abu Sofyan.
Yang membedakan kedua golongan ini adalah motif. Jika kaum kafir berperang lantaran
gengsi, sombong dan pamer harta, maka kaum muslimin hanya berperang lantaran Allah,
sehingga Allah memenangkan mereka.
Buku yang ditulis oleh Syeikh Munir Ghadban ini, sangat relevan untuk kita kaji ulang.
Meskipun, ditulis pada masa puluhan tahun Islam. Dirangkai dengan analisa yang tajam, disertai
dengan banyak dalil shahih dari tafsir Sayyid Quthb, Imam ath-Thabari, Imam al-Qurthubi dan
juga tafsir Ibnu Katsir, membuat buku ini semakin berbobot. Ditambah lagi dengan banyaknya
keterangan hadits-hadits shahih, semakin menambah bobot dan kualitas buku ini. Yang tak kalah
serunya, pengalaman beliau dalam dakwah, menjadikan sajian dalam buku ini serasa hidup.
Sehingga kita seperti mendengar langsung taujih beliau, dan bersemangat dalam setiap
lembarnya. Jihad, adalah sumber semangat dalam setiap amal Islami yang kita lakukan. Pun, jika
kita hanya mampu berjihad dengan menafkahi keluarga dan merawat kedua orang tua kita.
Rukun Islam Dan Prinsip-Prinsip Akhlaq
(Bagian ke-1)
Rasulullah telah menjelaskan tujuan utama diutusnya beliau menjadi rasul dan minhaj
yang jelas melalui sabdanya,

ِ ‫إِنَّ َما بُ ِعثْتُ أل ُ ِِتَ ِ ِّم َم َم َك‬


ِ َ‫ار َم األ َ ْخال‬
‫ق‬
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq mulia.” (HR. Malik).
Seolah-olah risalah yang alirannya telah ditentukan di dalam sejarah kehidupan, si pembawanya
telah mengerahkan segenap tenaga untuk memancarkan sinarnya dan mengumpulkan orang di
sekitarnya. Tidak lebih dari sekadar memberi dukungan terhadap kemuliaan mereka dan
menyinari kesempurnaan yang telah berkibar di depan mereka agar mereka berjalan menuju
risalah itu dengan jelas dan gamblang.
Dan sabdanya:
”‫“الدين حسن الخلق‬
“Agama adalah akhlaq yang baik.” (HR. Hakim).
Begitu pentingnya akhlaq dalam Islam seakan tidak ada ajaran agama kecuali akhlaq. Oleh
karena itu akhlaq menjadi landasan hidup dan pijakan dalam berbicara, bersikap dan
berperilaku, sebagai mana firman Allah:

َ ‫َو ِإ َّن لَ َك َأل َ ْج ًرا‬


ٍ ُ‫غي َْر َم ْمن‬
]٦٨:٣[ ‫ون‬
“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al-Qalam)
Rukun Islam yang lima sangat erat kaitannya dengan akhlaq; dua kalimat syahadat, shalat, zakat,
shaum, dan hajji tidak dapat dipisahkan dari prinsip-prinsip dan nilai-nilai akhlaq. Setiap rukun
dari rukun Islam yang lima harus berdampak positif pada perubahan perilaku dan gaya hidup
seorang muslim.
Dan ibadah yang disyariatkan Islam adalah sebagai pilar-pilar keimanan bukan sekadar
ritual semu yang menghubungkan antara manusia dengan alam gaib yang misterius. Memberinya
dengan berbagai amal serba samar dan gerak-gerik tanpa makna. Tidak, sekali lagi tidak,
berbagai kewajiban yang dibebankan Islam kepada setiap muslim merupakan latihan yang
berulang-ulang agar terbiasa dengan akhlaq yang benar dan senantiasa komitmen dengan akhlaq
tersebut apapun kondisi yang dialaminya.
Ia tak ubahnya seperti senam yang sangat diminati orang. Dengan melakukannya secara kontinyu
ia berharap agar badannya sehat dan hidupnya sejahtera.

1. Syahadatain dan akhlaq


Mengucapkan dua kalimat syahadat bukan kegiatan formalitas untuk menjadi muslim
akan tetapi lebih jauh dan lebih dalam dari itu adalah bukti keyakinan yang kuat dan kejujuran
yang sempurna serta keikhlasan yang mendalam dalam menerima Islam sebagai system hidup.
Oleh karena itu Rasulullah menegaskan barang siapa yang mengucapkan laa ilaaha illallah
dengan hati yang jujur maka ia masuk surga.
َ‫علَى ذَ ِل َك إِ ََّل دَ َخ َل ْال َجنَّة‬ َ ‫َّللاُ ث ُ َّم َم‬
َ ‫ات‬ َّ ‫ع ْب ٍد قَا َل ََل إِلَهَ إِ ََّل‬
َ ‫َما ِم ْن‬
“Tidak ada seorang hamba yang mengucapkan laa ilaaha illallah kemudian mati dengan
komitmen padanya melainkan ia masuk surga” (HR. Bukhari)

َ‫َاك دَ َخ َل ْال َجنَّة‬ َ ‫ع َّز َو َج َّل بِ ِه َما‬


ٍِّ ‫غي َْر ش‬ َّ ‫ي‬
َ َ‫َّللا‬ َ ‫َو َم ْن لَ ِق‬
“Barang siapa yang menghadap Allah dengan dua kalimat syahadat tanpa
meragukannya sedikit pun maka ia masuk surga” (HR. Ahmad)
Dari dua hadits di atas sangat jelas bahwa mengucapkan dua kalimat syahadat bukan hanya
sekadar ucapan lisan akan tetapi disertai dengan keyakinan, kejujuran hati dan komitmen untuk
menjalankan tuntutannya dengan benar dan ikhlas.

2. Shalat dan akhlaq


Al-Qur’an Al-Karim dan As-Sunnah Al-Muthahharah menyingkap hakikat ini. Shalat
wajib misalnya, saat Allah memerintahkan melaksanakannya Dia juga menjelaskan hikmahnya.
Allah berfirman,

ِ ‫ع ِن ْالفَ ْحش‬
‫َاء‬ َ ‫ص َالةَ تَ ْن َه ٰى‬
َّ ‫ص َالةَ ِ ِإ َّن ال‬ ِ ‫ي إِلَي َْك ِمنَ ْال ِكتَا‬
َّ ‫ب َوأَ ِق ِم ال‬ ِ ُ ‫اتْ ُل َما أ‬
َ ‫وح‬
]٢٩:٤٥[ َ‫صنَعُون‬ ْ َ‫َّللاُ َي ْعلَ ُم َما ت‬ َّ ‫َو ْال ُمن َك ِر ِ َولَ ِذ ْك ُر‬
َّ ‫َّللاِ أَ ْكبَ ُر ِ َو‬
Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan
Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan
mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari
ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-‘Ankabuut:
45)
Menjauhkan diri dari keburukan dan mensucikan diri dari semua perkataan serta amal
buruk adalah hakikat shalat. Nabi meriwayatkan dari Rabbnya,

‫ َو َل ْم‬، ‫علَى خ َْل ِقي‬ َ ‫ َولَ ْم َي ْستَ ِط ْل‬، ‫ظ َم ِتي‬َ ‫ض َع بِ َها ِل َع‬
َ ‫صالة َ ِم َّم ْن تَ َوا‬ َّ ‫ِإنَّ َما أَتَقَبَّ ُل ال‬
َ‫ َو َر ِح َم ْال ِم ْس ِكيْنَ َوابْن‬، ‫ار فِي ِذ ْك ِري‬ َ ‫ط َع النَّ َه‬َ َ‫ص َيتِي َوق‬ ِ ‫علَى َم ْع‬ َ ً ‫ت ُمصرا‬ ْ ‫َي ِب‬
‫اب‬
َ ‫ص‬َ ‫ َو َر ِح َم ال ُم‬، ‫س ِب ْي ِل َواأل َ ْر َملَ ِة‬
َّ ‫ال‬
“Sesungguhnya Aku menerima shalatnya seseorang yang tawadhu’ karena keagungan-
Ku, tidak sombong terhadap makhluk-Ku, tidak terus-menerus melakukan maksiat terhadap-Ku,
menghabiskan siangnya untuk berdzikir kepada-Ku, menyayangi orang miskin, ibnu sabil, dan
janda, serta menyantuni orang yang terkena musibah.” (Al-Bazzar).
Rukun Islam Dan Prinsip-Prinsip Akhlaq
(Bagian ke-2)
3. Zakat dan Akhlaq
Zakat wajib bukan pajak yang diambil dari kas. Namun, pertama-tama ia merupakan
bentuk penanaman perasaan kasih sayang, penguat hubungan antar orang-orang yang saling
mengenal, serta penyatuan lintas strata masyarakat.
Al-Qur’an menyebutkan tujuan dikeluarkannya zakat.

َ ‫علَ ْي ِه ْم ِ ِإ َّن‬
َ ‫ص َالتَ َك‬
‫س َك ٌن‬ َ ‫ط ِِّه ُر ُه ْم َوتُزَ ِ ِّكي ِهم ِب َها َو‬
َ ‫ص ِِّل‬ َ ‫ُخ ْذ ِم ْن أ َ ْم َوا ِل ِه ْم‬
َ ُ ‫صدَقَةً ت‬
﴾١٠٣﴿ ‫ع ِلي ٌم‬َ ‫س ِمي ٌع‬ َّ ‫لَّ ُه ْم ِ َو‬
َ ُ‫َّللا‬
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. At
Taubah: 103)
Membersihkan dari daki-daki kekurangan dan mengangkat masyarakat ke tingkat
keluhuran merupakan hikmah utama zakat.
Oleh sebab itu Nabi memperluas pemahaman sedekah agar seorang muslim berusaha untuk
melakukannya,

، ٌ‫صدَقَة‬َ ‫ع ِن ْال ُم ْن َك ِر‬ َ ‫ف َونَ ْهيُ َك‬ ِ ‫ َوأَ ْم ُر َك بِ ْال َم ْع ُر ْو‬، ٌ‫صدَقَة‬ َ ‫س ُم َك ِفي َو ْج ِه أَ ِخي َْك‬ ُّ ‫تَ َب‬
‫ش ْو َك‬َّ ‫طت ُ َك األَذَى َوال‬ َ ‫ َو ِإ َما‬، ٌ‫صدَقَة‬
َ ‫ضالَ ِل لَ َك‬ َّ ‫ض ال‬ ِ ‫الر ُج َل فِي أَ ْر‬َّ ‫َو ِإ ْرشَاد َُك‬
َ ‫غ َك ِم ْن دَ ْل ِو َك فِي دَ ْل ِو أَ ِخي َْك لَ َك‬
ٌ‫صدَقَة‬ ُ ‫ َو ِإ ْف َرا‬، ٌ‫صدَقَة‬ َ ‫ق لَ َك‬ َّ ‫ع ِن‬
ِ ‫الط ِر ْي‬ ْ ‫َو ْال َع‬
َ ‫ظ َم‬
ٌ‫صدَقَة‬
َ ‫ص ِر لَ َك‬ َ َ‫ِي ِء ْالب‬ْ ‫الرد‬ َّ ‫لر ُج ِل‬ َّ ‫ص ُر َك ِل‬َ َ‫ َوب‬،
“Senyum untuk saudaramu adalah sedekah, kamu memerintahkan yang ma’ruf dan
mencegah yang mungkar adalah sedekah. Kamu membimbing seseorang di tempat tersesatnya
adalah sedekah, serta kamu menunjukkan jalan bagi orang yang lemah penglihatannya adalah
sedekah. Kamu menyingkirkan duri, tulang dari jalan adalah sedekah. Mengosongkan embermu
dengan mengisi ember saudaramu adalah sedekah. Menuntun orang buta adalah sedekah
“ (Bukhari)
Ajaran semacam ini bagi masyarakat gurun pasir yang selama berabad-abad berada
dalam permusuhan dan pertikaian mengisyaratkan tujuan yang dipaparkan oleh Islam, yang
membimbing masyarakat Arab jahiliyah yang gelap gulita itu.
4. Puasa dan Akhlaq
Islam juga mensyariatkan puasa. Ibadah ini tidak dipandang sebagai larangan makan dan
minum untuk rentang waktu tertentu. Namun ia dianggap sebagai tahapan larangan bagi jiwa
manusia untuk memenuhi syahwatnya yang berbahaya serta keinginannya yang bejat.
Untuk menegaskan pengertian ini, Rasulullah saw bersabda,

ُ‫ط َعا َمهُ َوش ََرابَه‬ َ ‫ َو ْالعَ َم ِل ِب ِه فَلَي‬، ‫الز ْو ِر‬


َ َ‫ْس هللِ َحا َجةٌ فِي أ َ ْن يَد‬
َ ‫ع‬ ْ َ‫َم ْن لَ ْم يَد‬
ُّ ‫ع قَ ْو َل‬
“Barangsiapa tidak meninggalkan persaksian palsu dan tidak meninggalkan perbuatan
(karena persaksian palsu itu) maka Allah tidak punya kepentingan apapun ketika ia
meninggalkan makanan dan minumannya.” (Bukhari).

َ ‫ث فَإِذَا‬
‫سا َب َك‬ َّ ‫الص َيا ُم ِمنَ اللَّ ْغ ِو َو‬
ِ َ‫الرف‬ ِّ ِ ‫ إِنَّ َما‬، ‫ب‬
ِ ‫ش ْر‬ ُّ ‫الص َيا ُم ِمنَ األ َ ْك ِل َوال‬ َ ‫لَي‬
ِّ ِ ‫ْس‬
َ : ‫ فَقُ ْل ِإنِِّي‬، ‫علَي َْك‬
‫صائِ ٌم‬ َ ‫ أَ ْو َج ِه َل‬، ٌ‫أَ َحد‬
“Bukanlah puasa itu hanya sekadar tidak makan dan minum. Puasa itu adalah
meninggalkan ucapan sia-sia dan kata-kata jorok. Jika seseorang mencacimu atau berbuat jahil
kepadamu katakan saja, ‘Aku sedang puasa.'” (Ibnu Khuzaimah).
Al-Qur’an juga menyebutkan buah puasa seperti halnya firman Allah,

‫علَى الَّذِينَ ِمن قَ ْب ِل ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم‬ ِّ ِ ‫علَ ْي ُك ُم‬


َ ِ‫الص َيا ُم َك َما ُكت‬
َ ‫ب‬ َ ِ‫ي َِا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا ُكت‬
َ ‫ب‬
َ‫تَتَّقُون‬
﴾١٨٣﴿
“Diwajibkan kepada kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang
sebelum kalian agar kalian bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah: 183).

5. Haji dan Akhlaq


Mungkin seseorang mengira bahwa bepergian ke tempat suci, yang diwajibkan bagi siapa
yang mampu dan dijadikan sebagai salah satu kewajiban Islam kepada pengikutnya, hanya
sebagai wisata dan jauh dari pesan-pesan moral dan nilai-nilai luhur yang kadang dimiliki oleh
berbagai agama melalui ritual gaibnya.
Tentu ini tidak benar. Sebab Allah telah berfirman,

‫سوقَ َو ََل ِجدَا َل‬ َ َ‫ض فِي ِه َّن ْال َح َّج فَ َال َرف‬
ُ ُ‫ث َو ََل ف‬ َ ‫ات ِ فَ َمن فَ َر‬ ٌ ‫ْال َح ُّج أَ ْش ُه ٌر َّم ْعلُو َم‬
َّ ‫َّللاُ ِ َوتَزَ َّودُوا فَإِ َّن َخي َْر‬
‫الزا ِد‬ َّ ُ‫فِي ْال َح ِّجِ ِ َو َما تَ ْفعَلُوا ِم ْن َخي ٍْر يَ ْعلَ ْمه‬
﴾١٩٧﴿ ‫ب‬ ِ ‫ون َيا أُو ِلي ْاأل َ ْل َبا‬ ِ ُ‫الت َّ ْق َو ٰى ِ َواتَّق‬
“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan
niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan
berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa
kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal
adalah takwa dan bertaqwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.” (QS. Al-Baqarah:
197).
Inilah paparan ringkas tentang sebagian ibadah populer dalam Islam dan dikenal sebagai
rukun-rukun utamanya. Jelaslah kiranya sejauh mana kuatnya hubungan antara agama dengan
akhlaq.
Ibadah yang berbeda inti dan tampilannya. Namun ia bertemu pada tataran tujuan
sebagaimana yang digambarkan Rasulullah saw melalui sabdanya,
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq mulia.”
Shalat, puasa, zakat, haji dan ibadah ketaatan lainnya yang ada pada ajaran Islam merupakan
tangga menuju kesempurnaan ideal dan sarana mensucikan jiwa untuk memelihara dan
meninggikan kualitas hidup. Perilaku yang mulia dan berkaitan erat dengan ibadah itu atau
muncul akibat itu akan membuat seseorang memiliki tempat tertinggi dalam agama Allah.
Jika seseorang tidak mendapatkan apapun untuk mensucikan hatinya, membersihkan otaknya
serta mengeratkan hubungannya dengan Allah dan dengan manusia maka orang itu gagal. Allah
berfirman,

‫﴾ َو َمن َيأْتِ ِه‬٧٤﴿ ‫ت َربَّهُ ُم ْج ِر ًما فَإِ َّن لَهُ َج َهنَّ َم ََل َي ُموتُ فِي َها َو ََل َي ْحيَ ٰى‬ ِ ْ ‫ِإنَّهُ َمن َيأ‬
َ ُ‫﴾ َجنَّات‬٧٥﴿ ‫ت فَأُو ٰلَئِ َك لَ ُه ُم الد ََّر َجاتُ ْالعُلَ ٰى‬
‫ع ْد ٍن‬ ِ ‫صا ِل َحا‬ َّ ‫ع ِم َل ال‬َ ‫ُمؤْ ِمنًا قَ ْد‬
﴾٧٦﴿ ‫ار خَا ِلدِينَ فِي َها ِ َو ٰذَ ِل َك َجزَ ا ُء َمن ت َزَ َّك ٰى‬ُ ‫تَ ْج ِري ِمن تَ ْحتِ َها ْاأل َ ْن َه‬
“Sesungguhnya barangsiapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan berdosa, Maka
Sesungguhnya baginya neraka jahanam. ia tidak mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup. Dan
barangsiapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan beriman, lagi sungguh-sungguh Telah
beramal saleh, Maka mereka Itulah orang-orang yang memperoleh tempat-tempat yang Tinggi
(mulia), (yaitu) surga ‘Adn yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di
dalamnya. dan itu adalah balasan bagi orang yang bersih (dari kekafiran dan
kemaksiatan).” (QS. Thaha: 74-76)

Rukun Islam Dan Prinsip-Prinsip Akhlaq


(Bagian ke-3): Kelemahan Akhlaq Bukti
Lemahnya Keimanan

Iman adalah kekuatan yang memelihara seseorang dari dunia dan mendorongnya mencapai
kemuliaan. Oleh karena itu ketika Allah menyeru hamba-Nya menuju kebaikan atau mewanti-
wantinya melakukan kejahatan. Allah menjadikannya sebagai konsekuensi keimanan yang kokoh
tertancap di dalam hati mereka. Betapa sering Allah mengucapkan hal ini di dalam kitab-Nya,
“Hai orang-orang beriman…”
Setelah itu Allah menyebutkan tugas yang dibebankan kepada mereka,
َّ ‫ي َِا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا اتَّقُوا‬
َّ ‫َّللاَ َو ُكونُوا َم َع ال‬
﴾١١٩﴿ َ‫صا ِدقِين‬
“Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu
bersama orang-orang yang benar.“ (QS. At-Taubah: 119). Misalnya.
Pemandu risalah menjelaskan bahwa keimanan yang kuat akan melahirkan akhlaq yang kuat
pula. Dan kemerosotan akhlaq disebabkan oleh lemahnya keimanan atau kehilangan keimanan.
Tergantung bobot kejahatan yang ada.
Orang yang menyeramkan wajahnya dan rusak perilakunya melakukan serangkaian kejahatan
dan tidak peduli kepada seorang pun. Rasulullah saw bersabda;

‫ان قُ َرنَا ُء َج َِ ِم ْيعًا ً فَإِذَا ُر ِف َع أَ َحدُ ُه َما ُر ِف َع اآلخ َُر‬ ِ ‫اَ ْل َح َيا ُء َو‬
ُ ‫اإل ْي َم‬
“Rasa malu dan keimanan saling terkait satu sama lainnya. Jika salah satunya
hilang, hilang pula yang lain.” (Hakim dan Thabari).
Orang yang menyakiti tetangganya dan selalu mengatakan hal-hal buruk kepada mereka. Agama
memberi penilaian kepadanya sebagai suatu kekerasan. Seperti apa yang dikatakan oleh
Rasulullah,

: ‫س ْو َل هللاِ ؟ قَا َل‬


ُ ‫ َم ْن َيا َر‬: ‫ قِ ْي َل‬.‫ َوهللاِ َلَ يُؤْ ِم ُن َوهللاِ َلَ يُؤْ ِم ُن‬،‫َوهللاِ َلَ يُؤْ ِم ُن‬
ُ ‫اَلَّذِي َلَ يَأ ْ َم ُن َج‬
ُ‫ارهُ بَ َوائِقَه‬
“Demi Allah, ia tidak beriman. Demi Allah ia tidak beriman. Dan demi Allah ia tidak
beriman.” Ada yang bertanya, “Siapa ya Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Orang yang
apabila tetangganya tidak merasa aman dari kejahatannya.” (Al-Bukhari).
Anda juga mendapati ketika Rasulullah mengajarkan para pengikutnya agar berpaling dari kesia-
siaan dan menjauhi kasak-kusuk. Beliau bersabda,

ْ ‫اآلخ ِر فَ ْل َيقُ ْل َخيْرا ً أَ ْو ِل َي‬


ْ ‫ص ُم‬
‫ت‬ ِ ‫َم ْن َكانَ يُؤْ ِم ُن ِباهللِ َو ْال َي ْو ِم‬
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya berkata yang baik atau
diam.” (Bukhari).
Demikianlah kemuliaan ditanam dan dikokohkan hingga muncul buahnya. Itu semua
bersumber dari kejujuran dan kesempurnaan iman.
Hanya saja sebagian orang yang mengaku sebagai muslim menggampangkan ibadah
wajib. Di hadapan masyarakat Islam mereka menampakkan seolah-olah sangat peduli untuk
melaksanakan ibadah itu. Dan pada saat yang sama mereka melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan akhlaq mulia dan keimanan yang sesungguhnya.
Nabi mengancam orang-orang yang mencampur-campur seperti itu dan mewanti-wanti
umatnya.
Sebab meniru bentuk-bentuk ibadah dapat dilakukan siapa saja yang tidak mampu
menangkap ruhnya atau tidak bisa naik sesuai dengan tingkatannya.
Bisa jadi seorang anak kecil dapat meniru gerakan shalat dan melafalkan doa-doanya.
Bisa jadi seorang artis dapat memerankan ketawadhuan dan memperagakan ibadah paling
penting.
Namun, semuanya tidak ada gunanya dan tidak menunjukkan kebenaran keyakinan dan
kebersihan motivasi.
Ukuran kemuliaan dan kebersihan perilaku harus menggunakan parameter yang tidak
pernah salah, yakni akhlaq yang luhur.
Dalam hal ini terdapat hadits dari Nabi bahwa seseorang berkata kepada beliau,

‫ إن فالنة تذكر من كثرة صالتها وصيامها وصدقتها غير أنها‬. ‫يا رسول هللا‬
‫ يا رسول هللا فالنة‬: ‫ ” هي في النار ” ثم قال‬: ‫تؤذي جيرانها بلسانها فقال‬
‫ وأنها تتصدق ” باألثوار من األقط ” ـ‬، ‫تذكر من قلة صالتها وصيامها‬
‫ ” هي في الجنة‬: ‫ قال‬. ‫بالقطع من الجبن ـ وَل تؤذي جيرانها‬
“Ya Rasulullah, si Fulanah itu diceritakan banyak shalatnya, puasanya, dan sedekahnya.
Hanya saja ia sering menyakiti tetangganya dengan lisannya.” Rasulullah menjawab, “Wanita itu
ada di neraka.” Lalu orang itu berkata lagi, “Ya Rasulullah, si Fulanah itu sedikit shalatnya,
puasanya, dan sedekahnya. Ia hanya bersedekah dengan sepotong keju saja namun tidak
menyakiti tetangganya. Rasulullah menjawab, “Wanita itu berada di surga.”
Jawab beliau menunjukkan nilai akhlaq yang luhur. Juga ditegaskan bahwa sedekah adalah
ibadah sosial yang manfaatnya merembet kepada orang lain. Oleh karena itu sisi kuantitasnya
berbeda dengan ibadah shalat dan puasa, yang secara lahir merupakan ibadah pribadi.
Rasul Islam tidak cukup hanya dengan menjawab pertanyaan. Beliau perlu menjelaskan
hubungan antara akhlaq dan keimanan yang sesungguhnya dan ibadah yang benar lalu
menjadikannya sebagai asas kebaikan dunia dan akhirat.
Permasalahan akhlaq lebih penting dari itu semua. Pada suatu hari beliau pernah bertanya kepada
para sahabat,

:‫ فَقَا َل‬،‫ع‬َ ‫س فِ ْينَا َم ْن َلَ د ِْره ََم لَهُ َوَلَ َمتَا‬ ُ ‫ ال ُم ْف ِل‬:‫س قَالُ ْوا‬ ُ ‫“أَتَ ْد ُر ْونَ َم ِن ْال ُم ْف ِل‬
َ ‫ َويَأْتِي َوقَ ْد‬،‫صيَ ٍام‬
‫شتَ َم‬ ِ ‫صالَةٍ َوزَ َكاةٍ َو‬ َ ِ‫ي يَ ْو َم ْال ِقيَا َم ِة ب‬ ْ ُ
َ ِ‫س ِم ْن أ َّمتَي َم ْن يَأت‬ ُ ‫ال ُم ْف ِل‬
‫ فَيُ ْع ِطى َهذَا ِم ْن‬،‫ب َهذَا‬ َ ‫ض َر‬ َ ‫ َو‬،‫سفَ َك دَ َم َهذَا‬ َ ‫ َو‬،‫ َوأ َ َكل َما َل َهذَا‬،‫ف َهذَا‬ َ َ‫ َوقَذ‬،‫َهذَا‬
‫ أَ َخذَ ِم ْن‬،‫علَ ْي ِه‬
َ ‫ي َما‬ َ ‫ض‬ِ ‫سنَاتُهُ قَ ْب َل أَ ْن َي ْق‬َ ‫ت َح‬ ْ َ‫ فَإِ ْن فَ ِني‬،‫سنَا ِت ِه‬َ ‫ َو َهذَا ِم ْن َح‬،‫سنَا ِت ِه‬ َ ‫َح‬
ِ َّ‫ط ِر َح فِي الن‬
‫ار‬ ُ ‫ ث ُ َّم‬،‫علَ ْي ِه‬
َ ‫ت‬ ْ ‫ط ِر َح‬ ُ َ‫طا َيا ُه ْم ف‬
َ ‫َخ‬
“Tahukah kalian siapa orang bangkrut itu?” Mereka menjawab, “Orang bangkrut
menurut kami adalah yang tidak punya dirham dan harta benda.” Beliau bersabda, “Orang
bangkrut di kalangan umatku adalah seseorang yang datang pada hari Kiamat nanti dengan
shalat, zakat, dan puasanya. Ia datang pada hari itu dan sebelumnya pernah mencaci si ini,
menuduh si ini, memakan harta si ini, menumpahkan darah si ini, dan memukul ini. Maka yang
ini diberi dari kebaikannya (ibadahnya) dan itu dari kebaikannya (ibadahnya). Jika kebaikannya
sudah habis sebelum melunasi tanggungannya diambillah dari kesalahan mereka dan
dilemparkan kepadanya. Lalu orang itu dilemparkan ke dalam neraka.” (Muslim)
Itulah orang bangkrut. Seperti seorang pedagang yang memiliki dagangan di tokonya senilai
seribu. Sementara ia punya utang senilai dua ribu. Bagaimana mungkin orang malang ini
menjadi kaya?
Seorang taat beragama yang melakukan banyak ibadah lalu setelah itu banyak melakukan dosa.
Wajahnya muram. Dekat dengan permusuhan. Bagaimana mungkin ia menjadi seorang yang
bertaqwa?
Diriwayatkan bahwa untuk permasalahan ini Nabi membuat perumpamaan yang dekat. Beliau
bersabda,

، ‫ وال ُخلق السوء‬، ‫ ” الخلق الحسن يذيب الخطايا كما يذيب الماء الجليد‬: ‫قال‬
‫يفسد العمل كما يفسد الخل العسل‬
“Akhlaq yang baik melarutkan kesalahan sebagaimana air melarutkan tanah keras.
Akhlaq buruk itu merusak amal sebagaimana cuka merusak madu.” (Al-Baihaqi).
Seseorang bisa terlepas dari agamanya sebagaimana orang telanjang terlepas dari pakaiannya.
Lalu anggapan sebagai orang beriman menjadi palsu. Lalu adakah nilai agama tanpa akhlaq?
Apa pula pengertian kerusakan walaupun ada afiliasi kepada Allah?
Untuk mengukuhkan prinsip-prinsip yang tegas tersebut, hubungan antara keimanan dan akhlaq
yang kuat. Nabi bersabda,

‫ وإن صام وصلى وحج‬، ‫ ” ثالث من كن فيه فهو منافق‬: ‫يقول النبي الكريم‬
‫ وإذا اؤتمن‬، ‫ وإذا وعد أخلف‬، ‫ إذا حدث كذب‬: ‫ وقال إني مسلم‬، ‫واعتمر‬
‫خان‬
“Ada tiga hal yang jika berada pada seseorang ia menjadi munafik. Kendatipun ia
puasa, shalat, haji, umrah, dan mengatakan dirinya muslim: jika berbicara ia berdusta, jika
berjanji ia ingkar, dan jika diberi amanah ia khianat.” (Muslim).
Beliau bersabda di riwayat lain,

‫ وإذا وعد‬، ‫ إذا حدث كذب‬، ‫ ” آية المنافق ثالث‬: ‫وقال في رواية أخرى‬
.! ” ‫ وإن صلَّى وصام وزعم أنه مسلم‬، ‫ وإذا عاهد غدر‬، ‫أخلف‬
“Tanda munafik ada tiga: Jika berbicara ia berdusta, jika berjanji ia ingkar, dan jika
diberi amanah ia khianat.”
Beliau bersabda lagi,

ْ ‫صلَةٌ ِم ْن ُه َّن َكان‬


‫َت فِ ْي ِه‬ ْ ‫ َو َم ْن َكانَ فِ ْي ِه َخ‬، ً ‫أَ ْربَ ٌع َم ْن ُك َّن فِ ْي ِه َكانَ ُمنَافِقا ً خَا ِلصا‬
َ‫عا َهد‬ َ ‫ َو ِإذَا‬، ‫ب‬َ َ‫ث َكذ‬ َ َ‫ق َحتَّى يَد‬
َ َ‫ ِإذَا أؤْ ت ُ ِمنَ خَانَ َو ِإذَا َحد‬: ‫ع َها‬ ِ ‫صلَةٌ ِمنَ ال ِنِّفَا‬
ْ ‫َخ‬
َ ‫ َو ِإذَا خَا‬، ‫غدَ َر‬
‫ص َم فَ َج َر‬ َ
“Ada empat hal yang jika berada pada seseorang ia menjadi munafik murni. Dan siapa
yang padanya terdapat satu ciri berarti padanya ada satu ciri kemunafikan sampai ia
meninggalkannya: Jika diberi amanah ia khianat, jika berbicara ia berdusta, jika berjanji ia
ingkar, dan jika bertikai ia curang.” (Bukhari).
Husnul Khuluq (Akhlak yang Baik)
Tirmidzi meriwayatkan dari Abdullah bin Mubarak tentang pengertian Husnul Khuluq, ia
mengatakan, wajah yang cerah, mengerahkan kebaikan, dan mencegah bahaya.

Urgensi Akhlak yang Baik:


Jangan remehkan soal peneguhan akhlak. Hati sekeras batu milik para kafir Quraisy pun dapat
luluh dengan akhlak mulia.

Karena Islam bukan sekadar tujuan tapi juga cara. Artinya kalau kita mempunyai cita-cita
menegakkan Islam maka tidak ada cara lain untuk mencapai kecuali dengan cara (akhlak) Islam.
Hal ini juga diisyaratkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:
“Dan janganlah kalian seperti orang-orang yang keluar dari rumah-rumah mereka dengan
congkak dan ingin dilihat oleh manusia dan menghalang-halangi (orang lain) dari jalan
Allah.” (QS. Al-Anfal: 47)
Orang-orang kafir, sekalipun membangkang dan bersikeras memerangi Rasulullah SAW, namun
mereka tidak kuasa menampik kebenaran yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Mengapa?
Apa –selain faktor hidayah dari Allah SWT- yang membuat hati banyak orang yang
semula lebih keras dari batu, bisa tiba-tiba luluh, dan tak berdaya selain tunduk dan pasrah
kepada seruan Rasulullah SAW? Jawabannya adalah karena Islam adalah kebenaran mutlak yang
pasti sesuai dengan fitrah manusia. Namun ada faktor lain yang menempati posisi amat
bermakna untuk membuat seseorang tersentuh fitrahnya yakni: akhlak.
Keindahan akhlak yang ditampilkan Rasulullah saw telah membungkam segala hujjah
orang yang mendustakan Rasulullah SAW. Karenanya hal yang paling mungkin mereka
tuduhkan kepada Rasulullah SAW adalah bahwa beliau seorang tukang sihir atau berpenyakit
gila. Meski akhirnya tuduhan itu tak dapat juga mereka buktikan.
Karena itu, semangat menegakkan kebenaran (baca: syari’at Islam) bukan alasan untuk
mengabaikan akhlak Islami. Bahkan justeru semangat itu seharusnya mendorong untuk
meningkatkan kualitas akhlak.
Prinsip itu berlaku universal dan dipraktekkan oleh para nabi sebelum Rasulullah SAW.
Lihat, bagaimana Allah SWT mengutus Nabi Musa dan Nabi Harun untuk menghadapi Firaun.
Bukan untuk semata-mata menawarkan kebenaran, namun untuk menawarkan kebenaran dengan
memakai akhlak. “Pergilah kamu berdua kepada Firaun sesungguhnya dia telah melampaui
batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut,
mudah-mudahan ia ingat atau takut (kepada Allah).” (QS. Thaha: 43-44)
Rasulullah SAW pun mendapat perintah yang sama. “Siapakah yang lebih baik
perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal shalih dan
berkata, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri. Dan tidaklah sama antara
kebaikan dengan keburukan. Maka tolaklah (keburukan) itu dengan cara yang lebih baik, maka
tiba-tiba orang yang antara kamu dengan dia ada permusuhan menjadi seolah-olah telah
menjadi teman setia.” (QS. Fushshilat: 33-34)
Kedua ayat ini menunjukkan akhlak dalam berdakwah dengan segala tantangannya
sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang mau menerima kebenaran atau tidak,
menjadi tunduk hatinya atau semakin congkak, menjadi suadara seiman atau semakin menjadi-
jadi permusuhannya.
Karenanya, dakwah yang penuh cacian dan makian, kepada siapa pun: penguasa, kelompok lain
yang tidak sehaluan, orang yang tidak mau mengikuti seruan dakwahnya adalah bertentangan
dengan akhlak Islam. Selain tidak sesuai dengan esensi kebenaran itu sendiri cacian dan makian
itu tidak akan menambah keimanan dan amal. Alih-alih meningkatkan pemahaman dan kesiapan
untuk berjuang, bertambah justeru penyakit-penyakit hati seperti iri, dengki, kebencian, dan
kesumpekan dada.

Langkah menuju akhlak yang baik:


Dilakukan dengan dua langkah secara bersamaan. Langkah pertama adalah takhliyah,
yakni membesihkan diri dari segala akhlak yang buruk. Dan langkah kedua adalah tahliyah
menghiasi diri dengan akhlak yang baik. Dalam konteks perjuangan menghadapi tantangan,
Allah menyebut dua sifat buruk secara khusus. Yakni al-bathar (congkak) dan riya (beramal
demi untuk dilihat manusia). Mengapa dua penyakit hati itu disebut secara khusus?
Kesombongan akan melemahkan posisi dai dalam menghadapi tantangan, baik yang muncul
karena sebab kelebihan ilmu, wawasan, atau informasi. Ini sering mengakibatkan dirinya mudah
mengambil kesimpulan, keputusan, atau bahkan memvonis keadaan. Jelas cara ini sangat
berbahaya. Karena dengan cara seperti itu seorang da’i bisa terjebak dalam pandangan yang over
istimasi tentang dirinya dan sebaliknya under estimasi tentang orang lain dan keadaan yang
dihadapinya. Ini pernah menjadi catatan pahit kaum muslimin di masa lalu, sebagaimana Allah
rekam dalam ayat-Nya:
“Sungguh Allah telah menolong kalian di banyak tempat dan pada hari (perang) Hunain,
saat jumlah kalian yang banyak membuat kalian bangga tapi ternyata tidak berguna sama sekali
bagi kalian (jumlah tersebut), dan bumi kalian rasakan menjadi sempit padahal ia luas,
kemudian kalian berpaling dengan membelakang. Kemudian Allah menurunkan ketenteraman-
Nya atas rasul-Nya dan atas orang-orang beriman dan menurunkan bala tentara yang kalian
tidak dapat melihatnya, dan menyiksa orang-orang kafir. Dan itulah balasan bagi orang-orang
kafir.” (QS. At-Taubah: 25-26)
Kesombongan juga bisa muncul dalam bentuk mengangkat diri sendiri melebihi kapasitas
sebenarnya. Sejarah telah membuktikan bahwa tidak ada kemenangan yang dicapai oleh
kesendirian. Kemenangan Islam adalah kemenangan kolektif dan dihasilkan dari amal jama’i
yang segala keputusannya lahir dari musyawarah (syura).
Riya juga menempati posisi penting dalam faktor-faktor penyebab kegagalan dakwah dan
perjuangan Islam. Sebelum riya itu berdampak buruk dalam kaitan interkasi sesama manusia, ia
terlebih dahulu merupakan penyakit yang dimurka Allah SWT sampai-sampai Rasulullah SAW
menjelaskan bahwa alih-alih mendapatkan pahala, orang yang beramal dengan riya lebih layak
menjadi penghuni neraka. Karena memang orang yang riya bukan mencari ridha Allah dengan
amalnya. Atau mencari ridha Allah sambil mencari pujian manusia. Dan Allah tidak suka cara
seperti itu. Lalu, bagaimana bisa mendapatkan pertolongan Allah SWT jika dalam beramal yang
diinginkan adalah keridhaan manusia?
Sombong dan riya ini merupakan induk dari akhlak buruk yang akan memunculkan perilaku
buruk lainnya. Karena itu dapat dimengerti jika larangan sombong dan riya kemudian diikuti
larangan menghalang-halangi orang lain dari jalan Allah. Apa maksudnya?
Bukan dakwah dan perjuangannya, tentu, yang menghalang-halangi manusia dari jalan Allah,
melainkan sifat dan akhlak buruk yang menyertai dakwah dan perjuangan itu. Akhlak buruk bisa
menyebabkan orang lari dari dakwah dan bahkan dari Islam itu sendiri. Dan jika ada orang yang
lari dari Islam gara-gara kita berakhlak buruk kita dianggap telah menghalang-halangi orang lain
dari jalan Allah. Maka, sifat-sifat buruk ini perlu dibersihkan dari diri kita. Namun tidak cukup
dengan hanya takhliyah, tapi juga dihiasi dengan sikap tahliyah.
Sikap berikutnya adalah tahliyah yakni menghiasi diri dengan segala akhlak terpuji. Dan
Rasulullah SAW telah melakukan keduanya (takhliyah dan tahliyah), yang karenanya Allah
SWT memujinya, “Dan engkau sungguh memiliki akhlak yang agung.” Allah berfirman,
“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al-Qalam: 4)
Anas RA berkata,

‫اس ُخلُقًا‬ َ ‫سلَّ َم أَ ْح‬


ِ َّ‫سنَ الن‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ ُّ ِ‫َكانَ النَّب‬
َ ‫ي‬
“Adalah Rasulullah SAW itu orang yang paling baik akhlaknya.” (Muttafaq Alaihi).

Macam-macam sikap tahliyah, diantaranya;

1. Berinfak, menahan marah, memaafkan kesalahan orang lain meskipun kita ampu
membalasnya. Allah berfirman:
“(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun
sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran: 134).
Allah berfirman,
“(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun
sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran: 134).
Abu Huraiah RA meriwayatkan,

َ‫ضبْ فَ َردَّد‬ ِ ‫سلَّ َم أَ ْو‬


َ ‫صنِي قَا َل ََل ت َ ْغ‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِ ‫أَ َّن َر ُج ًًل قَا َل ِللنَّ ِبي‬
ْ‫ضب‬ َ ‫ارا قَا َل ََل تَ ْغ‬
ً ‫ِم َر‬
“Seseorang berkata kepada Rasulullah saw, ‘Nasihati aku!’ Beliau bersabda, ‘Jangan
marah!’ beliau mengulang beberapa kali, ‘Jangan marah!” (Bukhari).

2. Menyuruh kepada yang m’aruf, berpaling dari orang jahil;


Allah berfirman,
“Jadilah Engkau Pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta
berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’raf: 199).

3. Bersikap sabar;
Allah berfirman,
“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang
lebih baik, Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah
Telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan
kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang
mempunyai keuntungan yang besar”. (QS. Fushshilat: 34-35).
Allah berfiman,
“Tetapi orang yang bersabar dan mema’afkan, Sesungguhnya (perbuatan ) yang
demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.” (QS. As-Syura: 43).
4. Sopan santun dan telaten
Ibnu Abbas RA berkata,

‫صلَتَي ِْن‬ْ ‫عبْد ْالقَيْس إِ َّن فِيك لَ َخ‬ َ ‫سلَّ َم ِلألَشَج‬


َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللا‬ ُ ‫َوقَا َل َر‬
َّ ‫سول‬
َ ‫َّللا‬
ُ ‫َّللاُ ْال ِح ْلم َو ْاْلَنَاة‬
َّ ‫يُ ِحبُّ ُه َما‬
“Rasulullah saw berkata kepada Asyaj Abdul Qais, ‘Pada dirimu ada dua sifat yang
dicintai Allah, yaitu sopan santun dan telaten.” (Muslim).
Aisyah RA berkata, Rasulullah SAW bersabda,

‫الر ْفقَ فِي ْاْل َ ْم ِر ُك ِل ِه‬


ِ ‫ب‬ َّ ‫ِإ َّن‬
ُّ ‫َّللاَ يُ ِح‬
“Sesungguhnya Allah mencintai sikap santun dalam segala hal.” (Muttafaq Alaihi).
5. Mempermudah dan tidak mempersulit;
Abu Hurairah RA meriwayatkan,

‫صلَّى‬ َّ ‫سو ُل‬


َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫اس ل َيقَعُوا ِب ِه فَقَا َل لَ ُه ْم َر‬ َ َ‫أَ َّن أَع َْرابِيًّا َبا َل ِفي ْال َم ْس ِج ِد فَث‬
ُ َّ‫ار إِلَ ْي ِه الن‬
َ ‫علَى بَ ْو ِل ِه ذَنُوبًا ِم ْن َماءٍ أَ ْو‬
ٍ‫س ْج ًًل ِم ْن َماء‬ َ ‫عوهُ َوأَ ْه ِريقُوا‬ ُ َ‫سلَّ َم د‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ
َ ُ‫َّللا‬
َ‫فَإِنَّ َما بُ ِعثْت ُ ْم ُميَس ِِرينَ َولَ ْم ت ُ ْبعَثُوا ُمعَس ِِرين‬
“Seorang Arab Baduwi kencing di masjid dan orang-orang (sahabat) bangkit untuk
menghentikannya. Nabi SAW bersabda, ‘Biarkan dia dan siramlah seember air pada kencingnya
atau seember besar air. Karena kalian diutus untuk mempermudah dan tidak diutus untuk
mempersulit.” (HR. Bukhari).
Anas ra meriwayatkan dari Nabi SAW beliau bersabda,

‫َيس ُِروا َو ََل تُعَس ُِروا َو َبش ُِروا َو ََل تُن َِف ُروا‬
“Permudahlah dan jangan persulit. Berilah berita gembira dan jangan kalian buat mereka
berlari.” (Muttafaq Alaihi).
Jarir bin Abdullah RA berkata, aku mendengar Rasulullah SAW bersabda,

‫الر ْفقَ يُ ْح َر ْم ْال َخي َْر‬


ِ ‫َم ْن يُ ْح َر ْم‬
“Barangsiapa diharamkan memiliki kelembutan maka ia diharamkan dari kebaikan.”
(HR. Muslim).

6. Berbuat ihsan dalam segala hal


Abu Ya’la Syaddad bin Aus

‫ش ْيءٍ فَإِذَا قَتَ ْلت ُ ْم فَأ َ ْح ِسنُوا ْال ِقتْلَةَ َو ِإذَا ذَ َب ْحت ُ ْم‬
َ ‫ع َلى ُك ِل‬ َ َ‫سان‬ ِْ ‫ب‬
َ ‫اْل ْح‬ َّ ‫ِإ َّن‬
َ َ‫َّللاَ َكت‬
ُ‫ش ْف َرتَهُ فَ ْليُ ِرحْ ذَ ِبي َحتَه‬ َ ‫فَأ َ ْح ِسنُوا الذَّ ْب َح َو ْليُ ِحدَّ أَ َحدُ ُك ْم‬
“Allah menentukan ihsan dalam segala hal, jika kalian membunuh, baiklah dalam
membunuh, jika kalian menyembelih, baiklah dalam menyembelih. Hendaknya salah seorang di
antara kalian menajamkan pisaunya dan menyamankan binatang sembelihannya.” (HR. Muslim).
Aisyah ra berkata,

‫س َر ُه َما َما لَ ْم‬ َ ‫سلَّ َم بَيْنَ أَ ْم َري ِْن إِ ََّل أَ َخذَ أَ ْي‬َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َّ ‫سو ُل‬
َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫َما ُخ ِي َر َر‬
َّ ‫صلَّى‬
ُ‫َّللا‬ َّ ‫سو ُل‬
َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫اس ِم ْنهُ َو َما ا ْنتَقَ َم َر‬ ِ َّ‫يَ ُك ْن ِإثْ ًما فَإِ ْن َكانَ ِإثْ ًما َكانَ أَ ْب َعدَ الن‬
‫ع َّز َو َج َّل‬
َ ِ‫َّللا‬َّ ُ‫سلَّ َم ِلنَ ْف ِس ِه ِإ ََّل أَ ْن ت ُ ْنت َ َه َك ُح ْر َمة‬َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ
“Tidaklah Rasulullah diberi pilihan terhadap dua hal kecuali beliau memilih yang paling
mudah selama tidak dasa. Jika ia dosa, beliau adalah orang yang paling jauh. Rasulullah SAW
tidak pernah marah kepada sesuatu karena dirinya kecuali jika kehormatan Allah dinodai, maka
beliau akan marah karena Allah.” (Muttafaq Alaihi).
Rasulullah Saw memberikan contoh dalam kehidupan sehari-hari bagaimana berakhlak yang
baik. Seperti penuturan para sabahat di bawah ini;
Anas berkata;

ُ‫ع ْنه‬ َّ ‫ي‬


َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ض‬ ِ ‫ع ْن أَن ٍَس َر‬ َ ‫ت‬ ٍ ‫ع ْن ثَا ِب‬ َ ٌ‫ب َحدَّثَنَا َح َّماد‬ ٍ ‫ان ب ُْن َح ْر‬ ُ ‫سلَ ْي َم‬
ُ ‫َحدَّثَنَا‬
‫علَ ْي ِه‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِ ‫ف النَّبِي‬ ِ ‫يرا َو ََل دِيبَا ًجا أ َ ْليَنَ ِم ْن َك‬ ً ‫قَا َل َما َم ِس ْستُ َح ِر‬
‫صلَّى‬ َ ِ ‫ف النَّ ِبي‬ ِ ‫ع ْر‬ َ ‫ب ِم ْن ِريحِ أَ ْو‬ ْ َ‫ط أ‬
َ ‫ط َي‬ ُّ َ‫ع ْرفًا ق‬
َ ‫ط أَ ْو‬ ُّ َ‫سلَّ َم َو ََل ش َِم ْمتُ ِري ًحا ق‬ َ ‫َو‬
‫ع ْش َر ِسنِيْنَ فَ َما قَا َل‬ َ ‫سلَّم‬ َ ‫علَي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِ‫َّللا‬َّ ‫سو َل‬ ُ ‫سلَّ َم َولَقَ ْد َخدَ ْمتُ َر‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ
َ ُ‫َّللا‬
‫ت‬ َ ‫ أََلَ فَ َع ْل‬:ُ‫ش ْيءٍ لَ ْم أَ ََ ْف َع ْله‬َ ‫ ِل َم فَعَ ْلتَهُ؟ َوَلَ ِل‬:ُ‫ش ْيءٍ فَ َع ْلتُه‬ َ ‫ َوَلَ قا َ َل ِل‬، ٍ‫ط أُف‬ ُّ َ‫ِلي ق‬
‫َكذَا؟‬
“Aku tidak pernah memegang kain sutra maupun brokat yang lebih halus daripada
telapak tangan Raslullah SAW dan aku tidak pernah mencium bau yang lebih harum daripada
bau Rasulullah SAW. Aku telah melayani Rasulullah SAW selama sepuluh tahun, beliau tidak
pernah berkata, ‘uf’ kepadaku dan tidak pernah mengatakan terhadap sesuatu yang aku kerjakan,
‘mengapa kamu lakukan itu,’ serta sesuatu yang tidak aku kerjakan, ‘mengapa kamu tidak
lakukan itu?” (Muttafaq Alaihi).
As-Sha’bu bin Jattsamah RA berkata,

‫علَ ْي ِه‬
َ ُ‫ارا َو ْح ِشيًّا فَ َردَّه‬ً ‫سلَّ َم ِح َم‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِ‫َّللا‬ َّ ‫سو ِل‬ُ ‫أَ ََ ْهدَيْتُ إلى َِر‬
َّ ‫صلَّى‬
ُ‫َّللا‬ َ ِ‫َّللا‬ َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫سلَّ َم قَا َل فَلَ َّما أَ ْن َرأَى َر‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َّ ‫سو ُل‬
َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫َر‬
َ ُ‫سلَّ َم َما ِفي َو ْج ِهي قَا َل ِإنَّا لَ ْم ن َُردَّه‬
‫علَي َْك ِإ ََّل أَنَّا ُح ُر ٌم‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬َ
“Aku memberi hadiah keledai liar kepada Rasulullah saw namun beliau
mengembalikannya. Ketika Rasulullah melihat perubahan pada wajahku beliau bersabda, ‘Kami
tidak mengembalikannya kepadamu kecuali karena hal itun haram (bagi kami).” (Muttafaq
Alaihi).
Nawwas bin Sim’an ra berkata,
ِ ُ‫اْلثْ ِم فَقَا َل ْال ِب ُّر ُح ْس ُن ْال ُخل‬
‫ق‬ ِ ْ ‫ع ْن ْال ِب ِر َو‬َ ‫سلَّ َم‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ ُ ‫سأ َ ْلتُ َر‬
َّ ‫سو َل‬
َ ِ‫َّللا‬ َ
ُ َّ‫علَ ْي ِه الن‬
‫اس‬ َّ َ‫ت أَ ْن ي‬
َ ‫ط ِل َع‬ َ ‫ص ْد ِر َك َو َك ِر ْه‬ َ ‫اك فِي‬ َ ‫اْلثْ ُم َما َح‬ ِ ْ ‫َو‬
“Aku bertanya kepada Rasulullah SAW tentang kebajikan dan dosa. Beliau bersabda,
‘Kebajikan adalah akhlak yang baik dan dosa adalah sesuatu yang mengganjal di dalam dada dan
engkau tidak suka jika dilihat orang.” (Muttafaq Alaihi).
Abdullah bin Amr bin Ash berkata,

‫شا َو ِإنَّهُ َكانَ يَقُو ُل إِ َّن‬ ً ‫شا َو ََل ُمتَفَ ِح‬ ِ َ‫سلَّ َم ف‬
ً ‫اح‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ ُ ‫لَ ْم يَ ُك ْن َر‬
َّ ‫سو ُل‬
َ ِ‫َّللا‬
‫ار ُك ْم أَ َحا ِسنُ ُك ْم أَ ْخ ًَلقًا‬
َ َ‫ِخي‬
“Rasulullah itu tidak ngelantur berbicara dan bukan pembual. Beliau pernah bersabda,
‘Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik akhlaknya.”
Abu Darda’ ra meriwayatkan, Rasulullah saw bersabda,

‫ش‬ ِ َ‫ض ْالف‬


َ ‫اح‬ ُ ‫َّللاَ لَيُ ْب ِغ‬
َّ ‫س ٍن َو ِإ َّن‬ ٍ ُ‫ان ْال ُمؤْ ِم ِن َي ْو َم ْال ِق َيا َم ِة ِم ْن ُخل‬
َ ‫ق َح‬ ِ َ‫أَثْقَ ُل فِي ِميز‬
‫ْالبَذِي َء‬
“Yang paling berat dalam timbangan seorang mukmin di hari Kiamat adalah akhlak yang
baik. Dan Allah itu sangat membenci pembual lagi berkata jorok” (Tirmidzi, hadits shahih).

Keutamaan Akhlak yang baik


Abu Hurairah RA meriwayatkan,

َ‫اس ْال َجنَّة‬ َ َّ‫ع ْن أَ ْكثَ ِر َما يُ ْد ِخ ُل الن‬َ ‫سلَّ َم‬


َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َّ ‫سو ُل‬
َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫سئِ َل َر‬ ُ
‫ار‬َ َّ‫اس الن‬ َ َّ‫ع ْن أَ ْكث َ ِر َما يُ ْد ِخ ُل الن‬َ ‫سئِ َل‬ ُ ‫ق َو‬ِ ُ‫َّللاِ َو ُح ْس ُن ْال ُخل‬
َّ ‫فَقَا َل تَ ْق َوى‬
‫َّللاِ ب ُْن‬
َّ ُ‫ع ْبد‬ َ ‫يب َو‬ٌ ‫ص ِحي ٌح غ َِر‬ َ ‫ِيث‬ ٌ ‫سى َهذَا َحد‬ َ ‫فَقَا َل ْالفَ ُم َو ْالفَ ْر ُج قَا َل أَبُو ِعي‬
ُّ ‫الر ْح َم ِن ْاْل َ ْو ِد‬
‫ي‬ َ ‫يس ُه َو اب ُْن َي ِزيدَ ب ِْن‬
َّ ‫ع ْب ِد‬ َ ‫ِإ ْد ِر‬
“Rasulullah SAW ditanya tentang kebanyakan hal yang memasukkan orang ke surga.
Beliau menjawab, takwa kepada Allah dan husnul khuluq. Beliau ditanya lagi tentang
kebanyakan hal yang memasukkan orang ke dalam neraka dan beliau menjawab, mulut dan
kemaluan.” (Tirmidzi, hadits shahih).
Abu Hurairah RA meriwayatkan lagi,

‫سا ِئ ِه ْم ُخلُقًا‬
َ ِ‫ار ُك ْم ِلن‬ َ ‫أَ ْك َم ُل ْال ُمؤْ ِم ِنينَ إِي َمانًا أَ ْح‬
ُ ‫سنُ ُه ْم ُخلُقًا َو ِخ َي‬
ُ ‫ار ُك ْم ِخ َي‬
“Orang-orang mukmin yang paling sempurna adalah yang paling baik akhlaknya. Dan
sebaik-baik kalian adalah yang paling baik akhlaknya terhadap istrinya.” (HR. Tirmidzi, hadits
shahih).
Aisyah RA berkata,
‫صائِ ِم ْالقَا ِئ ِم‬
َّ ‫ِإ َّن ْال ُمؤْ ِمنَ لَيُ ْد ِركُ بِ ُح ْس ِن ُخلُ ِق ِه دَ َر َجةَ ال‬
“Sesungguhnya seorang mukmin, dengan kebaikan akhlaknya, dapat mencapai derajat
orang yang berpuasa dan qiyamul lail.” (HR. Abu Dawud).
Aisyah ra berkata, Rasulullah saw bersabda,
ِ ‫علَى ْالعُ ْن‬
‫ف َو َما ََل‬ ِ ‫الر ْف‬
َ ‫ق َما ََل يُ ْع ِطي‬ َ ‫الر ْفقَ َويُ ْع ِطي‬
ِ ‫علَى‬ ِ ‫ب‬ ٌ ِ‫َّللاَ َرف‬
ُّ ‫يق يُ ِح‬ َّ ‫ِإ َّن‬
ُ‫علَى َما ِس َواه‬ َ ‫يُ ْع ِطي‬
“Sesungguhnya Allah mencintai kelembutan dan memberikan, melalui kelembutan,
sesuatu yang tidak diberikan melalui kekerasan, dan yang tidak diberikan melalui yang lain.”
(HR. Muslim).
Aisyah ra berkata, Nabi SAW bersabda,

ُ‫ش ْيءٍ إِ ََّل شَانَه‬ ُ َ‫ش ْيءٍ ِإ ََّل زَ انَهُ َو ََل يُ ْنز‬
َ ‫ع ِم ْن‬ ُ ‫الر ْفقَ ََل يَ ُك‬
َ ‫ون فِي‬ ِ ‫ِإ َّن‬
“Sesungguhnya kelembutan itu tidak berada pada sesuatu kecuali menghiasinya dan tidak
dicabut dari sesuatu kecuali memperburuknya.” (HR. Muslim).
Abu Umamah Al-Bahili RA berkata, Rasulullah SAW bersabda,

‫ت ِفي‬ ٍ ‫ض ْال َجنَّ ِة ِل َم ْن ت َ َر َك ْال ِم َرا َء َو ِإ ْن َكانَ ُم ِحقًّا َو ِب َب ْي‬ ِ ‫ت ِفي َر َب‬ ٍ ‫أَنَا زَ ِعي ٌم بِ َب ْي‬
‫ت ِفي أَ ْعلَى ْال َجنَّ ِة ِل َم ْن‬ ِ ‫ِب َو ِإ ْن َكانَ َم‬
ٍ ‫از ًحا َو ِب َب ْي‬ َ ‫س ِط ْال َجنَّ ِة ِل َم ْن تَ َر َك ْال َكذ‬َ ‫َو‬
ُ‫َحسَّنَ ُخلُقَه‬
“Aku adalah penjamin sebuah rumah di sekitar taman (surga) bagi seseorang yang
meninggalkan perdebatan walaupun ia benar, penjamin rumah di tengah surga bagi orang yang
meninggalkan dusta walaupun ia bercanda, juga menjadi penjamin sebuah rumah di surga paling
atas bagi orang yang memiliki husnul khuluq.” (HR. Abu Dawud dengan sanad shahih).
Jabir RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda,

‫سا يَ ْو َم ْال ِق َيا َم ِة أَ َحا ِسنَ ُك ْم أ َ ْخ ًَلقًا َو ِإ َّن‬ ً ‫ي َوأ َ ْق َربِ ُك ْم ِم ِني َم ْج ِل‬َّ َ‫ِإ َّن ِم ْن أَ َح ِب ُك ْم إِل‬
َ‫ارونَ َو ْال ُمتَش َِدقُون‬ ُ َ‫سا َي ْو َم ْال ِق َيا َم ِة الث َّ ْرث‬ ً ‫ي َوأَ ْب َعدَ ُك ْم ِمنِي َم ْج ِل‬ َّ َ‫ض ُك ْم ِإل‬َ َ‫أَ ْبغ‬
‫ارونَ َو ْال ُمتَش َِدقُونَ فَ َما‬ ُ َ‫ع ِل ْمنَا الث َّ ْرث‬ َ ‫َّللاِ قَ ْد‬
َّ ‫سو َل‬ ُ ‫َو ْال ُمتَفَ ْي ِهقُونَ قَالُوا يَا َر‬
َ‫ْال ُمتَفَ ْي ِهقُونَ قَا َل ْال ُمتَ َكبِ ُرون‬
“Yang paling aku cintai di antara kalian dan yang paling dekat denganku tempat
duduknya pada hari Kiamat adalah yang paling bagus akhlaknya. Yang paling aku benci di
antara kalian dan paling jauh tempat duduknya di hari Kiamat adalah yang banyak berbicara,
yang suka usil, dan orang-orang Mutafaihiq (yang pongah dengan ucapannya).” Mereka
bertanya, “Siapakah orang-orang Mutafaihiq itu?” Beliau menjawab, “Orang-orang yang
sombong.” (HR. Tirmidzi, hadits hasan).
Ibnu Mas’ud ra berkata, Rasulullah SAW bersabda,
ٍ ‫علَى ُك ِل قَ ِري‬
‫ب هَيِ ٍن‬ َ ‫ار أَ ْو ِب َم ْن تَ ْح ُر ُم‬
ُ َّ‫علَ ْي ِه الن‬
َ ‫ار‬ َ ‫أَ ََل أ ُ ْخ ِب ُر ُك ْم ِب َم ْن َي ْح ُر ُم‬
ِ َّ‫علَى الن‬
‫س ْه ٍل‬
َ
“Maukah kalian aku beritahu tentang orang yang diharamkan masuk neraka atau neraka
diharamkan terhadap setiap orang yang gampang dekat, lembut perangai, dan mudah.” (HR.
Tirmidzi, hadits hasan).

Akhlaq yang Baik (bagian ke-1): Setiap


Kebaikan adalah Sedekah
A. Setiap Kebaikan adalah sedekah

‫ ـ عن جابر بن عبد هللا ـ رضي هللا عنهما ـ عن النبي ـ صلى هللا عليه‬1
. ‫ ومسلم‬، ‫رواه البخاري‬ . ” ‫” كل معروفٍ صدقة‬: ‫وسلم ـ قال‬
Dari Jabir bin Abdullah RA, dari Nabi Muhammad saw bersabda: “Semua kebaikan itu
adalah sedekah.” (HR Al Bukhari dan Muslim)
Penjelasan:
ٍ‫ كل معروف‬Kebaikan yang lahir dari manusia dalam bentuk perbuatan aktif, atau
meninggalkan perbuatan tertentu. Dicatat pahala sedekah baginya.
Al Ma’ruf adalah semua yang diketahui berdasarkan dalil syar’i termasuk dalam amal kebaikan.
Maka termasuk dalam al ma’ruf itu adalah nafkah suami kepada istrinya, berwajah cerah ketika
berjumpa dengan saudaranya. Demikian juga tidak melakukan keburukan adalah salah satu
bentuk al ma’ruf.

‫ قال النبي ـ صلى هللا‬: ‫ ـ عن أبي موسى األشعري ـ رضي هللا عنه ـ قال‬2
‫ فإن لم يجد ؟ قال فيعمل بيديه‬: ‫ قالوا‬. ‫ ” على كل مسلم صدقة‬: ‫عليه وسلم ـ‬
‫ فيعين ذا‬: ‫ أو لم يفعل ؟ قال‬، ‫ فإن لم يستطع‬: ‫ قالوا‬. ‫ ويتصدق‬، ‫ فينفع نفسه‬،
‫ فيأمر بالخير ـ أو قال‬: ‫ فإن لم يفعل ؟ قال‬: ‫ قالوا‬: ‫الحاجة الملهوف‬
“ ‫ فإنه له صدقة‬، ‫ فإن لم يفعل ؟ قال فليمسك عن الشر‬: ‫ قال‬. ‫بالمعروف‬

Dari Abu Musa Al Asy’ariy RA berkata, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Setiap
muslim harus bersedekah.” Para sahabat bertanya: “Jika tidak memiliki sesuatu untuk
bersedekah?” Jawab Nabi: “Bekerja dengan tangannya, sehingga bermanfaat bagi dirinya dan
bersedekah.” Para sahabat bertanya lagi: “Jika tidak mampu atau tidak melakukannya?”
Jawab Nabi: “Membantu orang yang memerlukan yang mengharapkan bantuan.” Para sahabat
bertanya lagi: “Jika tidak mampu?” Jawab Nabi: “Menyuruh yang baik –atau ma’ruf.” Ada
yang bertanya lagi: “Jika tidak mampu?” Jawab Nabi: “Hendaklah menahan diri dari
keburukan, karena sesungguhnya itu adalah shadaqah.”
Penjelasan:
Sabda Nabi Muhammad SAW: ‫ فيعمل بيده فينفع‬bekerja dengan tangannya, pekerjaan
apa saja yang bisa dikerjakannya seperti : kerajinan tangan, dagang, dll.
‫لنفسه‬Bisa membiayai diri sendiri dan orang yang menjadi tanggung jawabnya, sehingga tidak
meminta-minat kepada orang lain.

‫ويتصدق‬Dan bersedekah sehingga bermanfaat bagi orang lain, dan berpahala.


‫ أو لم يفعل‬، ‫ فإن لم يستطع‬Jika tidak mampu melakukannya, atau tidak mengerjakannya
karena malas. Ada keraguan perawi.
‫ فيعين‬maka membantu dengan ucapan atau perbuatan, atau kedua-duanya.
Jawab Nabi:
‫ ذا الحاجة الملهوف‬Orang yang memerlukan, teraniaya, meminta pertolongan, berduka, atau
dalam kesulitan.
ً‫ أو كسال‬، ً ‫فإن لم يفعل ” ذلك عجزا‬Jika ia tidak melakukannya karena tidak mampu atau
malas?
Jawab Nabi: ‫ فيأمر بالخير أو قال بالمعرو‬menyuruh yang baik atau yang ma’ruf, perawi
hadits ini ragu.
Ar Rhaghib berkata: Al Ma’ruf adalah nama untuk semua perbuatan yang dikenal baik menurut
syariah maupun akal sehat. Maka semua yang ma’ruf adalah baik.
‫قال‬Berkata salah seorang sahabat yang ada ketika Rasulullah menyampaikan hal ini. Jika tidak
mampu? Jawab Nabi: ” ‫ فليمسك عن الشر فإنه له صدقة‬Hendaklah ia menahan diri dari
perbuatan buruk. Karena sikap ini adalah sedekah baginya.
Dari hadits ini dapat diambil pelajaran anjuran bersedekah dengan harta, sebagaimana anjuran
bekerja dan berusaha agar mendapatkan nafkah untuk dirinya, dapat bersedekah kepada orang
lain, menjaga kehormatan diri dari meminta-minta.
Dari hadits ini dapat pula diambil pelajaran anjuran berbuat kebaikan semaksimal mungkin. Dan
bahwa seseorang yang telah berniat melakukan kebaikan kemudian mengalami kesulitan
hendaklah berpindah kepada kebaikan lainnya. Karena semua perbuatan baik adalah ma’ruf, dan
semua yang ma’ruf adalah sedekah.

Akhlaq yang Baik (bagian ke-2):


Menyayangi Manusia dan Hewan
B. Menyayangi Manusia dan Hewan

‫يـ‬ ِّ ِ‫ث ـ رضي هللا عنه ـ قَا َل أَتَ ْينَا النَّب‬ ِ ‫سلَ ْي َمانَ َما ِل ِك اب ِْن ْال ُح َوي ِْر‬
ُ ‫ع ْن أَبِي‬ َ ‫ـ‬1
، ً‫ فَأَقَ ْمنَا ِع ْندَهُ ِع ْش ِرينَ لَ ْيلَة‬، َ‫اربُون‬ ِ َ‫ ُمتَق‬، ٌ‫ش َب َبة‬ َ ‫صلى هللا عليه وسلم ـ َون َْح ُن‬
‫ َو َكانَ َرفِيقًا‬، ُ‫ فَأ َ ْخ َب ْرنَاه‬، ‫ع َّم ْن تَ َر ْكنَا فِي أَ ْه ِلنَا‬
َ ‫سأَلَنَا‬َ ‫ َو‬، ‫ظ َّن أَنَّا ا ْشت َ ْقنَا أَ ْهلَنَا‬
َ َ‫ف‬
‫ َك َما‬، ‫صلُّوا‬ َ ‫ َو‬، ‫ َو ُم ُرو ُه ْم‬، ‫ فَ َع ِلِّ ُمو ُه ْم‬، ‫ار ِجعُوا ِإلَى أَ ْه ِلي ُك ْم‬
ْ : ‫ فَقَا َل‬، ‫َر ِحي ًما‬
‫ ث ُ َّم ِليَ ُؤ َّم ُك ْم‬، ‫صالة ُ ؛ فَ ْليُ َؤذِّ ِْن لَ ُك ْم أَ َحدُ ُك ْم‬
َّ ‫ت ال‬
ِ ‫ض َر‬ َ ُ ‫َرأَ ْيت ُ ُمونِي أ‬
َ ‫ َو ِإذَا َح‬، ‫ص ِلِّي‬
. ‫أَ ْكبَ ُر ُك ْم “رواه البخاري‬

Dari Abu Sulaiman Malik bin Al Huwairits RA berkata: Kami menemui Nabi Muhammad
saw, ketika itu kami masih muda, rata-rata usianya. Kami berada bersama Nabi Muhammad
saw selama dua puluh hari, sehingga ia menganggap kami telah rindu kepada keluarga kami, ia
menanyakan kepada kami tentang keluarga yang kami tinggalkan. Lalu kami sampaikan
kepadanya. Nabi Muhammad adalah orang yang sangat lemah lembut dan penyayang. Lalu
bersabda: Pulanglah ke keluarga kamu semua, ajarkan kepada mereka, suruhlah mereka, dan
shalatlah kamu sebagaimana kamu melihatku shalat. Dan jika datang waktu shalat hendaklah
ada salah seorang di antaramu mengumandangkan adzan, kemudian yang paling tua hendaklah
menjadi imam. (HR. Al Bukhari)
Penjelasan:
‫ث ـ رضي هللا عنه‬ ِ ‫سلَ ْي َمانَ َما ِل ِك اب ِْن ْال ُح َوي ِْر‬
ُ ‫ َع ْن أَبِي‬Al Laitsiy, tinggal di Bashrah.
ٌ‫شبَبَة‬
َ ‫ َون َْح ُن‬Bentuk jama’ dari kata seperti kata ‫ شاب‬pemuda. Seperti kata ‫ كتبة وكاتب‬para
penulis. ‫ متقاربون‬Berdekatan usianya.
ً ‫ وكان رفيقا‬Dengan fa’ lalu qaf, dari kata ‫ الرفق‬lemah lembut. Dalam riwayat lain ‫وكان‬
ً ‫ رقيقا‬: dengan dua qaf, dari kata ‫ الرقة‬:sensitif
‫ ” فعلموهم ” أي الشرع‬Ajarkan kepada mereka agama
” ‫ ومروهم ” أي بالمأمورات التي أمر هللا تعالى بها‬Suruhlah mereka dengan perintah-
perintah Allah, antara lain: shalat, rukun kedua dalam Islam, ajarkan kepada mereka, suruhlah
mereka mengerjakannya.
” ً ‫ وليؤمكم أكبركم ” سنا‬Hendaklah yang lebih tua usianya di antara kalian menjadi imam. Hal
ini tidak menafikan prioritas yang paling mengerti As Sunnah, paling banyak hafalan Al Qur’an,
paling menjaga agamanya. Jika mereka sama dalam hal ini maka diprioritaskan yang paling tua
usianya.
Dari hadits ini dapat diambil pelajaran:
Keutamaan menyayangi sesama manusia –meneladani Rasulullah saw- dialah orang yang sangat
lembut dan penyayang. Dan di antara kelembutan dan kasih sayangnya adalah perhatian kepada
Malik bin Al Huwairits dan teman-temannya yang telah rindu kepada keluarganya . sehingga
Nabi perintahkan kepada mereka: ” ‫إلى أهليكم‬ ‫ ” ارجعوا‬Pulanglah kepada keluarga kalian
semua. Agar berbahagia dengan perjumpaan.

‫َّللاِ ـ صلى هللا عليه وسلم‬ َّ ‫سو َل‬ ُ ‫ ـ عن أَ ِبي ُه َري َْرةَ ـ رضي هللا عنه ـ أَ َّن َر‬2
‫ ث ُ َّم‬، ‫ب ِم ْن َها‬
َ ‫ فَش َِر‬، ‫ش فَنَزَ َل بِئْ ًرا‬ َ َ‫علَ ْي ِه ْالع‬
ُ ‫ط‬ َ َّ‫ بَ ْينَا َر ُج ٌل يَ ْمشِي ا ْشتَد‬: ‫ـ قَا َل‬
‫ فَقَا َل لَقَ ْد بَلَ َغ َهذَا الكلب‬، ‫ط ِش‬ َ ‫ث َيأ ْ ُك ُل الث َّ َرى ِمنَ ْال َع‬ُ ‫ب َي ْل َه‬
ٍ ‫ فَإِذَا ُه َو بِ َك ْل‬، ‫خ ََر َج‬
‫س َقى‬
َ َ‫ ف‬، ‫س َكهُ ِب ِفي ِه‬ َ ‫ فَ َمأل َ ُخفَّهُ ث ُ َّم أَ ْم‬، ‫من العطش ِمثْ ُل الَّذِي بَلَ َغ ِبي فنزل البئر‬
‫َّللاِ َو ِإ َّن لَنَا فِي ْالبَ َهائِ ِم أَ ْج ًرا ؟‬َّ ‫سو َل‬ ُ ‫ قَالُوا يَا َر‬. ُ‫ فَغَفَ َر لَه‬، ُ‫َّللاُ لَه‬ َ ‫ْال َك ْل‬
َ َ‫ب ف‬
َّ ‫ش َك َر‬
. ‫طبَ ٍة أَ ْج ٌر ” رواه البخاري‬ ْ ‫ فِي ُك ِِّل َكبِ ٍد َر‬: ‫قَا َل‬

Dari Abu Hurairah RA bahwasanya Rasulullah saw bersabda: Ketika seorang laki-laki
berjalan ia mengalami dahaga yang sangat luar biasa. Lalu ia turun ke dalam sumur, minum
airnya, lalu naik keluar. Tiba-tiba ia dapati seekor anjing yang menjulurkan lidahnya karena
kehausan. Ia berkata (dalam hati): anjing ini telah kehausan seperti kehausan yang aku alami.
Lalu ia kembali turun ke dalam sumur, ia penuhi sepatunya dengan air, ia pegang dengan
mulutnya, lalu diberikan minum untuk anjing itu. Allah membalasnya dan mengampuni dosanya.
Para sahabat bertanya: Ya Rasulullah apakah kita mendapatkan pahala dari hewan-hewan
ternak kita? Jawab Nabi: Dalam setiap hati yang basah terdapat pahala. (HR Al Bukhari)
Penjelasan:
” ‫ من البئر‬: ” ‫ ثم خرج‬. Kemudian keluar dari sumur
” ‫“ يلهث‬Dengan tsa’ bertitik tiga, ‫ أي يخرج لسانه من العطش‬. artinya menjulurkan
lidahnya karena kehausan ” ‫“ يأكل الثرى‬dengan tsa’ bertitik tiga Makan tanah ‫التراب الندي أي‬
yang basah/lembab .
” ‫ ” من العطش‬Karena rasa sangat haus yang menimpanya
” ‫ ” لقد بلغ هذا الكلب‬Anjing ini telah mengalami .
” ‫بفيه ” بفمه‬dengan mulutnya. ” ‫أي جازاه عليه‬:“ ‫ فشكر هللا له ذلك‬Allah membalasnya.
” ‫ فقالوا يا رسول هللا وإن لنا في ” سقى ” البهائم أجرا ً ؟‬Lalu para sahabat bertanya: Ya
Rasulullah, apakah kita mendapatkan pahala ketika memberi minum hewan ternak kita?
Rasulullah saw menjawab: ‫أجر‬ ” ‫ في كل ذات كبد رطبة ” أي في سقي كل حيوان‬. ‫نعم‬
” Ya dalam setiap memberikan minum hewan terdapat pahala.
‫ والرطوبة ـ هنا ـ كناية عن الحياة‬Kata basah adalah kata kinayah/pinjaman/istilah lain untuk
kata hidup. Ada yang mengatakan: Bahwa hati itu ketika haus, ia akan basah. Dengan alasan
bahwa hati ketika dilemparkan ke dalam api akan tampak basah. Hal ini disebabkan karena api
mengeluarkan bahan basahnya.
Dari hadits ini dapat diambil pelajaran tentang keutamaan menyayangi hewan.

Akhlaq yang Baik (bagian ke-3):


Menyayangi Manusia dan Hewan

‫َّللاِ ـ صلى هللا عليه وسلم‬ َّ ‫سو َل‬


ُ ‫قام َر‬َ ‫ع ْن أَ ِبي ُه َري َْرةَ ـ رضي هللا عنه ـ‬ َ ‫ـ‬3
‫ار َح ْم ِني‬
ْ ‫ الل ُه َّم‬: ‫صال ِة ـ‬ ٌّ ‫ فَقا َل أع َْرا ِب‬، ُ‫ َوقُ ْمنَا َم َعه‬، ِ‫صالة‬
َّ ‫ي ـ َو ُه َو ِفي ال‬ َّ ‫ـ في ال‬
‫ي ـ صلى هللا عليه وسلم ـ قا َل‬ ُّ ‫سلَّ َم النَّ ِب‬
َ ‫ فَلَ َّما‬، ً ‫ َوَل ت َ ْر َح ْم َم َعنَا أ َحدا‬، ً ‫َو ُم َح َّمدا‬
. ‫رواه البخاري‬. ” ِ‫ يُ ِر ْيدُ َر ْح َمةَ هللا‬، ً ‫ت َوا ِسعا‬ َ ‫ لَقَ ْد َح َّج ْر‬: ‫ِلألع َْرا ِبي‬
“Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah saw berdiri shalat, kami berdiri bersamanya. Lalu
seorang a’rabiy (Arab Badui) berkata dalam shalatnya: Ya Allah ampunilah saya dan
Muhammad, dan jangan seorang pun Engkau ampuni bersama kami. Maka ketika Nabi
Muhammad salam (selesai shalat) berkata kepada A’rabiy tadi: Sesungguhnya engkau telah
mempersempit yang luas, maksudnya adalah rahmat Allah.” (HR Al Bukhari)

Penjelasan:
” ‫” فقال أعرابي‬Berkata seorang A’rabiy, yaitu Dzul Huwaishirah Al Yamaniy, ada pula
yang mengatakan bahwa dialah Al Aqra’ in Habis.
Rasulullah saw bersabda kepada a’rabiy tadi dengan penolakan. Karena ia pelit dengan rahmat
Allah kepada makhluk-Nya. ً ‫ لقد حجرت واسعا‬Ha’ tanpa titik dibaca fathah, jim dibaca
tasydid dan ra’ dibaca sukun/mati; artinya: mempersempit sesuatu yang luas, yang menjangkau
banyak orang yang berhak mendapatkannya. Dan yang dimaksudkan Rasulullah saw adalah
rahmat Allah yang menjangkau segala sesuatu.
Dari hadits ini dapat diambil pelajaran tentang luasnya rahmat Allah, dan bahwasanya tidak
boleh membatasi rahmat Allah hanya untuk diri sendiri saja tanpa lainnya yang juga berhak
mendapatkannya.

‫ قال رسول هللا ـ صلى هللا‬: ‫ ـ عن النعمان بن بشير ـ رضي هللا عنه ـ قال‬4
‫ كمثل‬، ‫ وتعاطفهم‬، ‫وتوادهم‬، ‫ ترى المؤمنين في تراحمهم‬: ‫عليه وسلم ـ‬
” ‫ تداعى له سائر جسده بالسهر والحمى‬، ‫ إذا اشتكى منه عضو‬، ‫الجسد‬
‫رواه البخاري ومسلم‬
Dari An Nu’man bin Basyir RA berkata: “Rasulullah saw bersabda: Kamu melihat kaum
mukminin dalam berkasih sayang, mencintai, tenggang rasa, adalah seperti satu tubuh, jika ada
bagian tubuh yang sakit maka seluruh tubuh lainnya merasakan panas dan berjaga.” (HR. Al
Bukhari dan Muslim)
Penjelasan:
” ‫عن النعمان بن بشير ” األنصاري‬Dari An Nu’man bin Basyir Al Anshari ra
‫ ترى المؤمنين ” أي الكاملين في إيمانهم‬Kamu melihat kaum mukminin yang sempurna
imannya
‫ في تراحمهم‬Saling menyayangi satu sama lain, tidak ada sebab lain kecuali keimanan
‫وتوادهم‬Dal bertasydid, aslinya ada dua huruf dal, lau diidzghamkan, artinya: hubungan cinta
mereka, seperti ziarah dan memberikan hadiah.
‫تعاطفهم‬Saling bantu di antara mereka, seperti tubuh dengan seluruh anggotanya.
Kemiripannya adalah pada persamaan senggang dan lelah.
‫ إذا اشتكى عضو ” منه ” تداعى له سائر جسده‬Jika ada salah satu tubuh yang sakit maka
bagian tubuh lainnya bekerja sama dalam memikul rasa sakit itu.
‫ بالسهر‬tidak bisa tidur, karena sakit akan menghilangkan rasa kantuk/tidur, dan ‫والحمى‬
panas bisa terjadi ketika orang tidak bisa tidur
Kesimpulannya: bahwa perumpamaan tubuh itu jika ada salah satu organ yang sakit maka
semua tubuh akan itu sakit, seperti pohon, jika salah satu dahannya ditarik maka bagian batang
lainnya akan ikut bergerak.
Dari hadits ini dapat diambil pelajaran:
1. Dibolehkan membuat penyerupaan dan contoh untuk mendekatkan pemahaman
2. Sesungguhnya persatuan kaum mukminin yang sempurna imannya adalah sifat asasinya
3. Besarnya hak sesama muslim dan anjuran untuk saling membantu, dan saling memperhatikan
satu sama lain
‫ ” ما‬: ‫ ـ عن أنس بن مالك ـ رضي هللا عنه ـ عن النبي ـ صلى هللا عليه وسلم ـ قال‬5
. ” ‫ إَل كان له به صدقة‬، ‫ أو دابة‬، ‫ فأكل منه إنسان‬، ً ‫من مسلم غرس غرسا‬
Dari Anas bin Malik ra, dari Nabi Muhammad saw bersabda: “Tidak ada seorang muslim yang
menanam tanaman, lalu dimakan manusia atau hewan, kecuali menjadi sedekah baginya.”
Penjelasan:
‫فأكل منه إنسان أو دابة‬Lalu dimakan manusia atau hewan. Penggabungan kata umum pada
kata khusus. Jika yang dimaksudkan adalah semua yang berjalan di muka bumi. Atau
penggabungan satu jenis kepada jenis lain, jika yang dimaksudkan adalah hewan melata seperti
yang kita kenal. Dan inilah yang lebih kuat.
Ibnu Abi Jamrah mengatakan: kuda masuk dalam cakupan umum kata insan.
‫كان له به صدقة‬Menjadi sedekah baginya, meskipun ia tidak secara khusus berniat sedekah
dengan hal itu.
Dari hadits ini dapat diambil pelajaran antara lain:
1. Mengingatkan kedudukan seorang muslim, bahwa ia mendapatkan pahala cocok tanamnya,
meskipun tidak secara khusus berniat sedekah
2. Anjuran untuk pekerjaan-pekerjaan yang banyak menghasilkan pahala, seperti menanam yang
bermanfaat bagi manusia dan hewan
3. Bahwa mengerjakan keputusan Allah untuk memakmurkan bumi ini tidak menafikan nilai
ibadah, zuhud dan tawakal
4. Anjuran belajar hadits/As Sunnah, untuk mengenali amal kebaikan, sehingga senang
mengerjakannya. Karena seperti pahala bercocok tanam ini tidak akan pernah ditemui kecuali
dalam As Sunnah.

Akhlaq yang Baik (bagian ke-4):


Bertutur Kata yang Baik
C. Bertutur Kata yang Baik
‫ ذكر النبي ـ صلى هللا عليه وسلم ـ‬: ‫ي بن حاتم ـ رضي هللا عنه ـ قال‬ ِّ ‫عن عد‬
‫ وأشاح‬، ‫ فتعوذ منها‬، ‫ ثم ذكر النار‬، ‫ وأشاح بوجهه‬، ‫ فتعوذ منها‬، ‫النار‬
‫ إما مرتين ـ‬: ‫ قال شعبة‬. ‫ وأشاح بوجهه‬، ‫ فتعوذ منها‬، ‫ ثم ذكر النار‬، ‫بوجهه‬
” ‫ فإن لم يجد ـ فبكلمة طيبة‬، ‫ ” اتقوا النار ولو بشق تمرة‬: ‫ ثم قال‬، ‫فال أشك‬
. ‫رواه البخاري‬ .

“Dari ‘Adiy bin Hatim RA berkata: Nabi Muhammad saw pernah menyebutkan tentang
neraka, kemudian berlindung diri darinya dan mengekspresikan dengan wajahnya. Kemudian
menyebutkan neraka lalu berlindung diri darinya dan mengekspresikan dengan wajahnya.
Kemudian menyebutkan neraka dan berlindung diri darinya dan mengekspresikan dengan
wajahnya. Syu’bah berkata: kemungkinan dua kali, lalu saya tidak ragu. Kemudian Rasulullah
saw bersabda: Takutlah neraka walaupun hanya dengan sebutir kurma, jika tidak ada maka
dengan tutur kata yang baik.” (HR Al Bukhari)
Penjelasan:
‫باب طيب الكالم‬Bab tentang disyariatkannya tutur kata yang indah. Tutur kata yang indah
adalah amal kebaikan yang besar nilainya, karena firman Allah:
ٌ ‫س ُن فَإِذَا الَّذِي بَ ْين ََك َوبَ ْينَهُ َعدَ َاوة‬ َ ‫س ِيِّئَةُ ِ ا ْدفَ ْع ِبالَّتِي ِه‬
َ ‫ي أ َ ْح‬ َ ‫َو ََل ت َ ْست َ ِوي ْال َح‬
َّ ‫سنَةُ َو ََل ال‬
﴾٣٤﴿ ‫ي َح ِمي ٌم‬ ٌّ ‫َكأَنَّهُ َو ِل‬
“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang
lebih baik, Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah
Telah menjadi teman yang sangat setia.” (QS. Fushshilat: 34)
Pertahanan itu sebagaimana dilakukan dengan perbuatan bisa juga dilakukan dengan perkataan.
Kalimat yang indah seperti halnya perbuatan yang baik akan membuat musuh yang
membahayakan menjadi teman yang menyenangkan.
‫ي بن حاتم‬
ِّ ‫عن عد‬Dari ’Adiy bin Hatim At Tha’iy. Hatim adalah orang yang dikenal sebagai
dermawan Arab, tidak sempat bertemu Islam. Berkata:
‫ذكر النبي ـ صلى هللا عليه وسلم ـ النار‬Rasulullah saw menyebut neraka yang disediakan
bagi kaum kafir, seperti yang diterangkan dalam ayat:

‫علَ ْي َها‬ َ ‫اس َو ْال ِح َج‬


َ ُ ‫ارة‬ ُ َّ‫َارا َوقُودُهَا الن‬ َ ُ‫ي َِا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا قُوا أَنف‬
ً ‫س ُك ْم َوأَ ْه ِلي ُك ْم ن‬
﴾٦﴿ َ‫َّللاَ َما أَ َم َر ُه ْم َو َي ْفعَلُونَ َما يُؤْ َم ُرون‬
َّ َ‫صون‬ ٌ ‫َم َالئِ َكةٌ ِغ َال‬
ُ ‫ظ ِشدَادٌ ََّل َي ْع‬
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,
keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim: 6)
‫ فتعوذ منها‬kemudian berlindung diri darinya. Salah satu bentuk pelajaran Nabi kepada
umatnya.
‫ وأشاح‬hamzah dibaca fathah, syin bertitik diikuti dengan alif dan berakhir dengan ha’ tanpa
titik. Bermakna memalingkan wajah. Sebuah ekspresi tidak senang kepada sesuatu. Sepertinya
Rasulullah saw melihatnya dan memperingatkannya dengan wajahnya.
‫إما‬
Syu’bah bin Hajjaj salah seorang yang menjadi sanad (sandaran hadits ini) berkata:
‫مرتين‬Rasulullah menyebutnya dua kali dan mengekspresikannya dengan wajahnya, ‫فال‬
‫أشك‬ini yang tidak aku ragukan, sedangkan tiga kali penyebutan neraka saya masih ragu.
Kemudian Rasulullah saw bersabda:‫ اتقوا النار‬, takutlah neraka dengan membuat penghalang
antara kalian dengannya.
‫ولو بشق تمرة‬Syin bertitik dibaca kasrah, artinya sepotong kurma.
‫فإن لم يجد‬Maka jika tidak mendapatkannya, ‫ فبكلمة طيبة‬maka bisa dengan tutur kata yang
baik, artinya takutlah neraka dengan tutur kata yang baik, berdzikir menyebut nama Allah dan
mengagungkan-Nya, seperti dengan ucapan:
‫ أو هللا أكبر‬، ‫ أو َل إله إَل هللا‬، ‫ أو الحمد هلل‬، ‫ سبحان هللا‬atau
‫ َل حول وَل قوة إَل باهلل العلي العظيم‬atau dengan amar ma’ruf nahi munkar dengan tutur
kata yang baik.
Dari hadits ini dapat diambil pelajaran:
Bahwa neraka yang di dalamnya terdapat azab dari Allah adalah sesuatu mengharuskan kita
berlindung diri kepada Allah darinya, kembali kepada Allah untuk menghindarinya, dan
menyelamatkan diri dari azab pedihnya
Di antara sarana preventifnya yang dapat menghadirkan ridha Allah adalah bersedekah sekecil
apapun dan bertutur kata dengan baik. Dari itulah Al Bukhari dan Muslim meriwayatkan dalam
kitab shahihnya dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Muhammad saw bersabda: … ‫والكلمة الطيبة‬
‫صدقة‬dan tutur kata yang baik adalah sedekah.

Akhlaq yang Baik (bagian ke-5):


Kelembutan dalam Segala Urusan
D. Kelembutan dalam segala urusan
: ‫ ـ عن عائشة رضي هللا عنها ـ زوج النبي ـ صلى هللا عليه وسلم ـ قالت‬1
‫ السام‬: ‫دخل رهط من اليهود على رسول هللا ـ صلى هللا عليه وسلم ـ فقالوا‬
‫ فقال‬: ‫ قالت‬، ‫ وعليكم السام واللعنة‬: ‫ فقلت‬، ‫ ففهمتها‬: ‫ قالت عائشة‬. ‫عليكم‬
‫ إن هللا يجب الرفق في‬، ‫ مهالً يا عائشة‬: ‫رسول هللا ـ صلى هللا عليه وسلم ـ‬
‫ أو لم تسمع ما قالوا ؟ قال رسول هللا ـ‬، ‫ يا رسول هللا‬: ‫ فقلت‬. ‫األمر كله‬
، ‫ ومسلم‬، ‫ وعليكم “رواه البخاري‬: ‫ قد قلت‬: ‫صلى هللا عليه وسلم ـ‬
. ‫والنسائي‬

Dari Aisyah RA istri Rasulullah SAW berkata: Sekelompok Yahudi masuk ke rumah
Rasulullah saw, mereka mengucapkan: kematian atasmu. Aisyah RA berkata: Aku
memahaminya, lalu aku menjawab: Dan atas kalian semua kematian dan kutukan. Aisyah
berkata: Maka Rasulullah saw bersabda: Tenanglah wahai Aisyah, sesungguhnya Allah swt
mencintai kelembutan dalam segala urusan. Lalu aku berkata: Ya Rasulullah tidakkah engkau
dengar apa yang mereka katakan? Rasulullah saw menjawab: Aku sudah jawab: dan atas kamu
semua.
Penjelasan:
‫ الرفق‬Ra’ dibaca kasrah. Yaitu lembut/lunak dalam bertutur kata dan berbuat, juga bermakna:
memilih yang lebih mudah ‫ في اْلمر كله‬dalam semua urusan.
‫ رهط‬Sekelompok lelaki yang berjumlah kurang dari sepuluh.
Lalu mereka mengucapkan: ‫ السام عليكم‬Sin tanpa titik, dan mim tanpa tasydid. Artinya
kematian atasmu. Ada yang memaknai: Mereka bermaksud mengucapkan: Semoga Allah
matikan kamu saat ini.
Aisyah RA berkata: aku paham kalimat itu: ‫عليكم‬ ‫ السام‬sehingga aku katakan kepada
mereka: ‫ واللعنة‬، ‫ وعليكم السام‬yaitu terusir dari rahmat Allah, karena kebencian mereka
terhadap Rasulullah saw yang terungkap dalam ucapannya: ‫ السام عليكم‬. lalu Rasulullah saw
mengatakan: ً‫ مهًل‬mim dibaca fathah, dan ha’ dibaca sukun/mati, dibaca nashab dalam bentuk
masdar, untuk satu orang atau lebih, mudzakkar (lk) atau muannats (pr) artinya: pelan-pelan, dan
lembutlah. Dalam riwayat Al Bukhari yang lain:
‫مهالً يا عائشة عليك بالرفق وإياك والعنف والفحش أي التكلم بالقبيح‬
Tenanglah wahai Aisyah, lembutlah kamu dan jauhilah sikap kasar dan keji, yaitu bertutur kata
buruk.
‫ إن هللا يحب الرفق في اْلمر كله‬Sesungguhnya Allah mencintai kelembutan dalam semua
urusan. Imam Muslim meriwayatkan dari Aisyah RA bahwa Nabi Muhammad saw bersabda:
‫ ويعطي على الرفق ماَل يعطي على العنف‬، ‫إن هللا رفيق يحب الرفق‬
Sesungguhnya Allah Maha Lembut mencintai kelembutan, dan memberikan pada kelembutan
yang tidak diberikan kepada sikap kasar.
Artinya: Bahwa Allah –menghadirkan – kepada sikap kelembutan dalam semua urusan yang
tidak diberikan kepada lawannya yaitu sikap kasar.
Imam Muslim juga meriwayatkan dari Aisyah RA bahwa Nabi Muhammad saw bersabda:
‫وَل ينزع من شيء إَل شانه‬، ‫إن الرفق ـ َل يكون في شيء إَل زانه‬
Sesungguhnya kelembutan itu tidak akan ada pada apapun kecuali akan memperindahnya. Dan
tidak dicabut dari sesuatu kecuali akan memperburuknya.
Imam Muslim juga meriwayatkan dari Jarir bin Abdullah RA berkata: Aku mendengar
Rasulullah saw bersabda:
‫من يحرم الرفق يحرم الخير كله‬
Barang siapa yang terhalang dari kelembutan akan terhalang dari semua kebaikan.
‫ يا رسول هللا أو لم تسمع ما قالوا ؟‬: ‫ فقلت‬Aku bertanya Ya Rasulullah, tidakkah engkau
mendengar perkataannya? Rasulullah saw menjawab: Aku telah ucapkan untuk
mereka: ‫ وعليكم‬aku dan kalian semua akan mati. Ada yang memaknai wawu dalam kalimat
itu berfungsi isti’naf (permulaan kalimat baru) bukan athaf (penggabungan pada kalimat
sebelumnya) sehingga menjadi jawaban atas mereka, sesuai dengan ucapan mereka, atau
perkiraan maknanya adalah: aku katakan: ‫ عليكم ما تسحقونه‬atas kalian apa yang berhak bagi
kalian, balasan yang setimpal. Rasulullah memilih kalimat ini agar terjauhkan dari kalimat keji
dan lebih mendekatkan kepada sikap kelembutan.
Dalam riwayat Al Bukhari juga disebutkan bahwa Rasulullah saw mengatakan dalam
memberikan jawaban kepada Aisyah RA:

‫أو لم تسمعي ما قلت ” لهم ” رددت عليهم ” دعاءهم ” فيستجاب لي فيهم‬


tidakkah kamu mendengar apa yang telah aku katakan kepada mereka, aku telah mengembalikan
doa mereka itu, maka telah dikabulkan doaku atas mereka.
Karena doaku dengan benar, dan doa mereka atas diriku tidak dikabulkan karena doanya bathil
dan zhalim.
Dari hadits ini dapat diambil pelajaran tentang berpegang teguh dengan sikap kelembutan dalam
semua urusan, berusaha mengarah kepada sikap ini. Rasulullah saw menjawab perkataan Yahudi
‫السام عليكم‬: dengan kalimat ‫ وعليكم‬tanpa tambahan. Hal ini lebih lembut. Rasulullah saw
telah memberikan teladan kepada kaum muslimin dalam menjawab Yahudi dan sejenisnya.
، ‫ فقاموا إليه‬، ‫ـ عن أنس بن مالك ـ رضي هللا عنه ـ أن أعرابيا ً بال في المسجد‬2
، ‫ ثم دعا بدلو من ماء‬، ” ‫ ” َل تزر موه‬: ‫فقال رسول هللا ـ صلى هللا عليه وسلم‬
‫رواه البخاري‬. ” ‫فصب عليه‬
Dari Anas bin Malik RA bahwa seorang Arab badui kencing di masjid, para sahabat
bangun mendekatinya. Rasulullah saw bersabda: Jangan hentikan kencingnya. Kemudian
Rasulullah meminta disediakan setimba air, lalu disiramkan di atas kencing itu. HR Al Bukhari.
Penjelasan:
‫فقاموا إليه‬ Para sahabat bangun menuju ke Arab badui itu, hendak memukulnya, dll.
Rasulullah saw mengatakan kepada mereka: ‫ َل تزر موه‬ta’ dibaca dhammah, za’ bertitik
dibaca sukun/mati, ra dibaca kasrah dan mim dibaca dhammah, artinya: Jangan kalian
potong/hentikan kencingnya.
‫ فصب عليه‬، ‫ ثم دعا بدلو من ماء‬Kemudian Rasulullah saw meminta disediakan setimba air
lalu diguyurkan di atas kencing itu, sehingga mensucikannya.
Dari hadits ini dapat diambil pelajaran tentang kelembutan dalam semua urusan. Rasulullah
SAW menyuruh para sahabat menjauh dari Arab Badui tadi, agar tidak mengganggunya
menuntaskan kencingnya. (hdn)

Anda mungkin juga menyukai