Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam merupakan agama yang menjadi pedoman hidup bagi manusia sebagai
pemeluknya melalui dua asas fundamental yakni al-Qur’an as-Sunnah. Namun dalam
hal ini, islam bukan hanya sebagai pedoman untuk mecapai kesempurnaan hidup
akhirat saja, melainkan juga sebagai pedoman mendapatkan kehidupan yang sempurna
di dunia sebagai bekal qadratnya menjadi khalifah di muka bumi.
Untuk itu, dalam rangka mencapai kesempernuaan hidup di dunia sampai di
akhirat kelak, tentunya dibutukan pendidikan yang akan mengantarkannya. Ini selaras
dengan sabda Nabi Muhammad SAW dari Imam Ahmad “Barangsiapa yang
menginginkan dunia maka hendaklah dengan ilmu. Barangsiapa yang menginginkan
akhirat, maka hendaklah dengan ilmu. Barangsiapa yang menginginkan keduanya,
maka hendaklah dengan ilmu”.
Namun, pada kenyataannya dua kondisi ini sering dibenturkan. Betapa banyak
tokoh-tokoh masyarakat bahkan begitu banyak juga para ulama yang sering berfatwa
seaakan-akan mencari ilmu yang tujuannya untuk mendapatkan dunia itu tidak penting
bahkan sering dipermasalahkan, karena menurut mereka mencari ilmu harus untuk
akhirat saja. Hal ini ternyata juga banyak mempengaruhi pemikiran umat islam secara
umum. Maka tidak heran kiranya jika ada umat islam yang melanjutkan kuliah sering
dianggap hanya ingin mengejar kehidupan dunnia saja, padahal kita hidup di dunia juga
membutuhkan bekal untuk kehidupan akhirat nanti. Lagi pula tidak ada salahnya jika
mempelajari ilmu dunia untuk kepentingan dunia, apalagi menjadikannya bekal untuk
memeroleh kesempurnaan hidup di kahirat kelak. Justru yang menjadi masalah mereka
yang mempelajari ilmu akhirat untuk kepentingan dunia saja.
Artinya, selama kita masih hidup di dunia kita sangat butuh ilmu dunia, dan juga
butuh ilmu akhirat sebagai pedomanya, jadi kedua ilmu itu merupakan sata kesatuan
yang harus sama-sama dipelajari guna mencapai kehidupan yang layak di dunia dan
kehidupan yang bahagia di akhirat. Karna apa, karena kita hidup dalam beragama
membutuhkan perjuangan dan ketentraman, yang disitu membutuhkan kehidupan yang
berkecukupan agar bisa berjuang dan beribadah dengan tenang. Apalagi Nabi
Muhammad SAW hawatir akan kefufuran umatnya yang disebabkan oleh kefakiran,
sebagaimana sabda beliau “kaadal faqru an-yakuuna kufron” yang artinya hampir saja
kefaqiran menyebabkan kekufuran.
Jika memperhatikan fakta yang ada, memang terkadang banyak sekali orang
melakukan tindangan yang dilarang oleh agama disebabkankan keadaannya yang serba
kurangan, bahkan sampai menyalahkan tuhan, dan terlebih lagi sampai menjual
agamanya. Jika ada saudara kita yang hidupnya seperti itu, apa yang bisa kita lakukan
jika kita hidupnya sama saja, apa kita akan membiarkan saudara kita selalu dibantu oleh
non muslim yang akhirnya mereka jatuh dalam bujuk rayu mereka. Apa kita tetap selalu
mempermasalhkan hal seperti itu jika kita saja tidak ada solusi atas hal itu.
Diri sinilah kita harus sedikit membuka wawasan kita agar tidak menutup diri,
karena islam hadir bukan haya untuk menciptakan kebahagian hidup di dunia melaikan
juga untuk kebahagiaan hidup di dunia, jadi dalam urusan dunia dan akhirat harus
sama-sama seimbang, sebagaimana hal ini telah disinggung oleh Allah dalam
Q.S al-qashash 77 “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Agar bisa sama-sama berjalan dengan baik, antara keduanya, maka islam
memerintahkan kita untuk selalu berikhtiar untuk mendapatkan anugerah Allah yang
telah dibentangkan di muka bumi ini, tentunya bisa di dapat dengan cara kita berusaha.
Dalam berusaha kita bisa memilih berbagai macam jalan yang berbeda untuk
mendapatkan hidup yang layak di dunia, mulai dari penjadi tetani, peternak, sampai
menjadi pengusaha.
Namun dari sekian banyak pekerjaan, wirausaha (interpreneurship) meruapakan
pekerjaan yang sagat berpontensi. Disinilah pentingnya kita harus memiliki motivasi
yang tinggi agar membangkitkan jiwa wirausaha. Wirausaha dalam bidang perdagangan
menjadi pilihan terbaik bagi manusia, selain mampu memenuhi kebutuhan hidupnya
secara kaffah juga bisa memberikan kontrbusi kepada masyarakat dalam penyediaan
lapangan pekerjaan.
Nabi Muhammad saw. adalah seorang nabi dan Rasul memiliki kompleksitas
sebagai seorang pembisnis yang patut untuk dijadikan teladan atas segala prilakunya.
Enteepreneurshi bukanlah satu-satunya langkah yang paling solutif dalam
memakmurkan dunia, tetapi setidaknya langkah sangat masif jika diterapkan di
Indonesia. Enterpreneurship ini telah dicanangkan oleh pemerintah sejak tahun 70-an
yang pada waktu itu bernama kewiraswastaan sampai dengan terbitnya Inpres No. 4
tahun 1995 tentang Gerakan Nasional Memasyarakatkan Kewirausahaan (GNMK).
Rasulullah SAW adalah seorang teladan yang agung. Seperti ditulis Teguh
Sutanto bahwa , kehidupan rasulullah SAW memiliki kelengkapan dalam kaitannya
dengan keteladanan beliau menyikapi harta kekayaan. Penerapan bisnis Rasulullah
tidak lepas dari Shiddiq artinya adalah berkata benar dan jujur. Amanah yaitu sifat
kepercayaan baik dari dari sisi internal maupun eksternal. Amanah dan Tabligh yaitu
kemampuan menyampaikan, kemampuan berkomunikasi efektif. Sifat fathonah
merupakan memiliki kecerdasan dalam berbisnis. Nilai-nilai etos kerja dalam
pandangan Islam yang pernah diaplikasikan oleh rasululah adalah pertama, nilai
ketauhidan yang meliputi aspek uluhiyah, aspek Rububiyah, dan aspek mulkiyah.
Kedua, nilai jihad yang interpretasinya tidak hanya berkaitan dengan peperangan tetapi
bisa meliputi bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupanya dengan konsep kehalalan.
Rahman sebagaimana dikutip oleh Irham Sya’roni dalam Motivasi Islami Dosis
Tinggi, menegaskan bahwa Islam itu agama aksi, agama kerja, agama gerak. Artinya
agama yang menekankan aktivitas dan mencegah pasivitas. Agama Islam adalah agama
yang mendorong pemeluknya untuk senantiasa bergerak.
Berkaitan dengan pendidikan dan entrepreunership atau mental berwirausaha.
Bahwa jiwa kewirausahaan itu membimbing dan menyokong meraih kesuksesan. Jiwa
kewirausahaan pula yang memberi semangat ketika tujuan tidak tercapai, dapat
mengobati hati ketka terjatuh dalam kegagalan, usaha serta kepahitan-kepahitan ketika
meniti karir. Dalam dunia pendidikan, jiwa enterpreunership menjadi penentu
keberhasilan di kemudian hari.
Seorang muslim diidealkan menjadi orang yang mengalirkan hidup, bagi siapa
yang membutuhkan dan memberikan cahaya kehidupan bagi yang tersendat kesulitan.
Seorang muslim juga menjadi sosok yang mampu menghidupkan gairah kehidupan
seseorang, yang mampu menjadikan hidup lebih hidup, lebih bersemangat dan
bermakna, lebih aktif. Potensi-potensi sadar dan usaha yang diberikan kepada manusia
akan dapat mengubah suatu keadaan yang lebih baik. Hal tersebut menuntut setiap jiwa
untuk dapat mengembangkan potensinya berkaitan dengan potensi kerja untuk meraih
kesempurnaan hidup.
Namun, pada kenyataannya berwirausaha kadang-kadang mengalami kerugian
bahkan kegagalan. Dengan demikian, dibutuhkan motivasi untuk membangkitkan
semangat dan memperbaiki niat seorang wirausaha dalam menjalankan aktivitas
wirausahanya. Dengan motivasi yang kuat dan niat baik yang tertanam dalam diri
seorang wirausha, maka aktivitas wirausaha yang dijalankan bukan hanya mendapatkan
keuntungan, akan tetapi memilki nilai ibadah disisi Allah Swt.
Jika ditarik ke sejarah, bangsa Indonesia sudah mengenal konsep ekonomi
kesejahteraan rakyat, sebagaimana yang dilakukan oleh Hadratusyaikh Hasyim Asy’ari
dari Jombang Jawa Timur, bahwasanya pada tahun 1919, ketika booming informasi dan
wacana tentang koperasi sebagai bentuk kerjasama ekonomi di tengah-tengah
masyarakat, maka Hadratusyaikh Hasyim Asy’ari tampil degan gagasan briliannya,
sehingga terbentuklah sebuah badan semacam koperasi yang disebut Syirkatul Inan Li
Murabathati Ahli al-Tujjar. Di badan ini umat muslim terpancing untuk meningkatkan
kesejahteraan hidup dan memulai hidup baru dengan spirit baru.
Namun, umat Islam Indonesia sepertinya tidak begitu tertarik dengan
berwirausaha. Tidak sedikit yang lebih condong menjadi pegawai. Akibatnya, sebagai
umat mayoritas, umat Islam Indonesia jauh tertinggal dari umat lain. Padahal, menurut
McClelland jika suatu negara ingin makmur harus memiliki 2 persen dari jumlah
penduduk. Bahkan Singapura memiliki 2,7 persen enterpreneur dari jumlah warga
negaranya. survei tersebut dilakukan pada tahun 2005.
Berdasarkan survei, Indonesia hanya memiliki 0,18 persen enterpreneur dari 220
juta jumlah penduduk, jika dari survei tersebut ditelisik lebih jauh lagi, jumlah
enterpreneur yang hanya 2 persen tersebut secara umum, jumlah enterpreneur yang
beragama Islam atau enterpreneur muslim secara khusus jauh lebih sedikit, padahal
seharusnya sudah saatnya bermunculan generasi enterpreneur dari kalangan kaum
muslim. Dengan demikian, setiap individu umat Islam harus mulai berpikir dan
berinteraksi dengan individu atau kelompok untuk berwirausaha dan menjalin
kerjasama dalam bentuk kemitraan maupun persaingan. Dengan kata lain, wirausaha
penting untuk dilakukan oleh setiap individu umat Islam.
Menurut data terbaru tahun 2020, jumlah wirausahawan di Indonesia masih
sedikit yaitu di bawah 4%. Hal ini tidak sebanding dengan banyaknya jumlah populasi
di Indonesia. Hal ini juga bisa mengindikasikan rendahnya intensi berwirausaha para
generasi muda. Oleh karena itu, dalam penelitian ini mencoba untuk mencari
variabelvariebel yang bisa meningkatkan intensi berwirausaha terutama pada pemuda.
Negara Indonesia merupakan negara dengan populasi muslim terbesar di dunia.
Bahkan penduduknya pun mayoritas berada di usia produktif termasuk generasi
milenial di dalamnya. Hal ini merupakan kekuatan untuk mendorong industri wirausaha
ke kancah global. Generasi muda atau milenial ini mempunyai peran penting dalam
menggerakkan ekonomi ke depan. Apalagi dengan perkembangan dunia digital
sekarang. Generasi potensial ini selayaknya didorong sebagai pelaku usaha bukan hanya
sebagai konsumen.
Islam sebagai agama yang sempurna memberikan petunjuk kepada manusia
tentang bidang usaha yang halal, cara berusaha dan bagaimana manusia harus mengatur
hubungan kerja dengan sesama mereka supaya memberikan manfaat yang baik bagi
kepentingan bersama dan dapat menciptakan kesejahteraan serta kemakmuran hidup
bagi segenap manusia. Islam tidak hanya menyuruh manusia bekerja bagi kepentingan
dirinya sendiri secara halal, tetapi juga memerintahkan manusia menjalin hubungan
kerja dengan orang lain bagi kepentingan dan keuntungan kehidupan manusia di bumi
ini. Rasulullah saw adalah seorang pedagang dan beliau memuji serta mendoakan para
pedagang yang jujur dalam berniaga. Dalam hadist: “Pedagang yang jujur dan
terpercaya akan dibangkitkan bersama para Nabi, orang-orang shiddiq dan para
syuhada” (HR. Tirmidzi). Hal ini membuktikan bahwapekerjaan berdagang adalah
profesi yang mulia dalam Islam.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah pendidikan interpreneurship dalam islam
2. Bagaimanakah motivasi islam terhadap interpreneurship

C. Tujuan Masalah

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah :


1. Untuk mengetahui bagaimanakah pendidikan interpreneurship dalam islam
2. Untuk mengetahui bagaimanakah motivasi islam terhadap interpreneurship

Anda mungkin juga menyukai