Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH ISLAM DAN KEILMUAN

“ISLAM DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL”

DISUSUN OLEH :

AULIA RAHMAWATY LASYA’ BANDRI (205310541)


AYUNI PUTRI REZEKI (205310559)
LEVINA AULIA TERUSNA (205310511)
MAWADDAH LUTFIA (205310544)
OVI PUTRIANI (205310547)

DOSEN PENGAJAR

DINA HIDAYAT, SE, M, Si., CA

KELAS : AKUNTANSI A
SEMESTER : 4 (EMPAT)

PRODI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
2021/2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,saya
panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,hidayah,dan innayah-
Nya kepada saya, sehingga makalah ini dapat saya selesaikan tepat pada waktunya.

Penulisan dan pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Islam
dan Keilmuan. Adapun yang saya bahas dalam makalah ini mengenai islam dan kesejahteraan
sosial. Dalam penulisan makalah ini saya menemui berbagai hambatan yang dikarenakan
terbatasnya ilmu pengetahuan kami mengenai hal yang berkenaan dengan penulisan makalah ini.
Oleh karena itu,saya mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun dari
berbagai pihak, agar bisa menjadi lebih baik lagi.

saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada sumber-sumber yang telah


membantu dalam pembuatan makalah ini.

Saya berharap makalah ini dapat menjadi referensi dan berguna bagi saya dan siapa pun
yang membacanya.

Pekanbaru,1 juni 2022

KELOMPOK 8
Daftar isi
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................................................4
1.1 LATAR BELAKANG..............................................................................................................................4
1.2 RUMUSAN MASALAH.........................................................................................................................5
1.3 TUJUAN PENULISAN...........................................................................................................................5
BAB II PENDAHULUAN.................................................................................................................................5
2.1 Pengertian Kesejahteraan Sosial........................................................................................................5
2.2 Perhatian Islam Terhadap Kesejahteraan Sosial................................................................................6
2.3 Indikator-Indikator Kesejahteraan Sosial dalam Islam.......................................................................7
2.4 Peran Allah SWT dalam Mewujudkan Kesejahteraan Sosial..............................................................8
2.5 Janji Allah Tentang Kesejahteraan.....................................................................................................9
BAB III PENUTUP........................................................................................................................................10
3.1 KESIMPULAN....................................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................11
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kesejahteraan sosial merupakan cita-cita setiap bangsa, bahkan dijadikan sebagai
tolok ukur keberhasilan suatu peradaban. Tidak ada bangsa yang
menafikankesejahteraan sosial dari tujuan Negara serta konstitusinya, karena ketika
masyarakatsejahtera secara sosial, sudah dapat dipastikan akan diikuti oleh aspek-aspek
lainnya,ekonomi, politik, supremasi hukum dan lain sebagainya.
Islam merupakan agama yang rahmatan lil alamin, agama universal dan
paripurna, Islam memiliki konsep yang menyeluruh dan utuh dalam memmberikan
panduan hidup bagi penganutnya, begitu juga dalam hal kesejahteraan sosial.
Sejarah mencatat kesuksesan-kesuksesan para nabi, sahabat, tabiin dan ulama-
ulama muslim dalam membangun kesejahteraan bagi masyarakatnya, tentunya
merekaselalu merujuk kepada sumber yang sama, dan teladan yang sama, yaitu al-
Quran dansunnah Rasulullah Saw.
Melalui makalah ini, penulis ingin memaparkan konsep kesejahteraan sosialdalam
Islam berdasarkan al-Quran, karena penulis meyakini konsep yang ditawarkanoleh
Islam melalui al-Quran tidak lekang oleh zaman dan akan selalu relevan dengan
perkembangan zaman. Di sisi lain, kesuksesan pemimpin-pemimpin muslim
dalammenyejahterakan rakyatnya memacu rasa penasaran penulis akan pedoman
yangmereka gunakan secara seragam, yaitu al-Quran.
Oleh karena itu, penulis memandang bahwa makalah dengan judul Konsep
Kesejahteraan Sosial Dalam Islam Berdasarkan Al-Quran penting dan perlu untuk
disusun, sebagai upaya membumikan Al-Quran sebagai pedoman hidup dan
Islamsebagai agama yang paripurna.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1.Apa yang dimaksud dengan kesejahteraan sosial?
2.Bagaimana konsep kesejahteraan sosial dalam Islam?
3.Apa saja indikator kesejahteraan dalam Islam

1.3 TUJUAN PENULISAN

1.untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kesejahteraan social


2.untuk mengetahui konsep kesejahteraan social dalam islam
3.apa saja indicator kesejahteraan dalam islam
BAB II
PENDAHULUAN

2.1 Pengertian Kesejahteraan Sosial


Menurut pasal 1 undang-undang nomor 11 tahun 2009 tentang kesejahteraan
sosial,kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual
dansosial warga Negara sehingga mampu mengembangkan diri dan menjalankan
fungsisosialnya.
Dari pengertian diatas dapat kita simpulkan bahwa setidaknya ada aspek yang
harusdiperhatikan dan dipenuhi dalam mewujudkan kesejahteraan sosial, yaitu aspek
material(kebutuhan pokok), aspek spiritual (ketuhanan dan keagamaan), dan aspek
sosial(bermasyarakat).
Sebagian ilmuan sosial barat mengartikan kesejahteraan sosial sebagai
terpenuhinyakeinginan, kebebasan dalam berekspresi, terjaminnya hak-hak sebagai
warga Negara,dan lain sebagainya. Namun penelitian-penelitian terbaru menunjukkan
ada paradigm baru dalam mengartikan kesejahteraan social, yaitu dibutuhkannya peran
tuhan atau aspek spiritualitas dalam mewujudkannya. Tidak ada kesejahteraan tanpa
adanya peran dari nilai-nilai religious dan ketuhanan.

2.2 Perhatian Islam Terhadap Kesejahteraan Sosial


Islam sangat memperhatikan kesejahteraan sosial penganutnya, dan Allah Swt
sebagai Tuhan menganjurkan umat Islam secara langsung di dalam Al-Quran untuk
memperhatikan kesejahteraan sosial. Hal ini memperkuat posisi Islam sebagai the way
of life dan al-Quran sebagai kitab suci sekaligus pedoman manusia dalam
mengarungikehidupan di dunia serta di hari akhir kelak.
Perhatian islam terhadap kesejahteraan social tergambar dalam surat An-Nisa ayat
9 yang menyeru umat manusia agar takut akan kelemahan (ketidak kesejahteraan)
generasi penerus mereka nantinya. Artinya hendaklah manusia memperhatikan
kesejahteraan generasi penerusnya. Hendaklah mereka berusaha semaksimal mungkin
untuk mencapai kesejahteraan social dan nantinya mewariskannya kepada umat generasi
berikutnya.
Terjemahan ayat tersebut adalah “Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-
orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka
yangmereka khawatir terhadap (Kesejahteraan) nya. Oleh sebab itu, hendakalah
merekabertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka berbica dengan tutur kata yang
benar”
Di sisi lain dari ayat ini dapat kita pahami, bahwa Allah Swt secara tidak
langsungmenyeru kepada hamba-Nya untuk tidak apatis dan egois dalam
mencapaikesejahteraan, jangan hanya mementingkan diri sendiri, namun harus
memperhatikankesejahteraan orang lain, terutama generasi penerusnya. Hal ini sesuai
dengan konsep persaudaran dalam Islam, bahwa umat Islam dengan umat Islam lainnya
seperti bangun,saling menguatkan satu sama lain. Tentunya tidak terlepas dari konsep
saling tolongmenolong dalam kebaikan dan saling memperbaiki atau mengingatkan
kesalahan satusama lain.
Di sisi lain dari ayat ini dapat kita pahami, bahwa Allah Swt secara tidak langsung
menyeru kepada hamba-Nya untuk tidak apatis dan egois dalam mencapai
kesejahteraan, jangan hanya mementingkan diri sendiri, namun harus memperhatikan
kesejahteraan orang lain, terutama generasi penerusnya. Hal ini sesuai dengan
konsep persaudaran dalam Islam, bahwa umat Islam dengan umat Islam lainnya seperti
bangun,saling menguatkan satu sama lain. Tentunya tidak terlepas dari konsep saling
tolong menolong dalam kebaikan dan saling memperbaiki atau mengingatkan kesalahan
satusama lain.
Umer Chapra menyatakan bahwa Islam datang sebagai agama terakhir
yang bertujuan untuk mengantarkan pemeluknya kepada kebahagiaan haikiki.
Kebahagianhakiki adalah kebahagiaan lahir dan batin, jasmani dan rohani, luar dan
dalam, fisik danruh manusia. Jika kebahagian jasmani dapat dipenuhi dengan hal-hal
materil, kebutuhanrohani dapat dipenuhi dengan ketaatan dan kedekatan kepada Allah
Swt.

2.3 Indikator-Indikator Kesejahteraan Sosial dalam Islam


Dalam surat Quraisy ayat 3-4 Allah Swt terdapat tiga indicator kesejahteraan
dalamIslam, yaitu:
1. Tauhid
2. Pemenuhan Komsumsi
3. Hadir rasa aman dan nyaman

Jika para Ilmuan sosial mengartikan kesejahteraan sosial adalah pemenuhan


kebutuhan dan kenyamanan, Islam hadir dengan konsep yang berbeda dengan adanya
tambahan indikator spiritual, yaitu tauhid. Artinya manusia harus percaya dan
meyakini akan Tuhan mereka, Allah Swt dan juga menyembahnya sesuai dengan apa
yang telah disyariatkan Allah Swt dan dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad Saw.

Dewasa ini, muncul beragam penelitian tentang aspek-aspek kebahagian


manusia,dimana ditemukan bahwa yang membuat manusia bahagia tidak cukup hanya
harta,kekuasaan, jabatan, kemewahan dan lain sebagainya. Namun sangat sulit untuk
menemukan kebahagiaan manusia tanpa adanya aspek-aspek spiritulitas, dalam surat
Quraisy disebut dengan menyembah Tuhan (pemilik) rumah ini (Ka’bah) yaitu Allah
Swt. Oleh karena ini para era ini sering kita temukan gagasan reclaim the religion atau
mengklaim kembali agama, atau kembali kepada agama.

Jauh sebelum peneliatian-peneliatian Ilmiah tersebut ada, Allah Swt danRasulullah


Saw telah menganjurkan kita bahwa untuk sejahtera tidak cukup hanya memenuhi
kebutuhan konsumsi dan adanya rasa aman saja, melainkan harus didasari dan
ditopang oleh Tauhid, yaitu aspek spiritualitas kita terhadap Allah Swt. Sesuai dengan
Surat Quraisy ayat 3-4 yang artinya: “Maka hendaklah mereka menyembahTuhan
(pemilik) rumah ini (Ka’bah), yang telah memberikan makan kepada mereka untuk
menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari rasa takut”

Di sisi lain, ayat ini juga memberikan pemahaman bagi kita bahwa untuk sejahtera
kita harus mampu memenuhi kebutuhan pokok kita, dalam ayat tersebut disebutkan
“memberikan makan” atau pemenuhan kebutuhan konsumsi. Dalam ilmu ekonomise
tidaknya kita dapat memenuhi kebutuhan sandang (pakaian), pangan(makanan), dan
papan (tempat tinggal). Hal ini mengindikasikan bahwa umat Islamharus merdeka
secara ekonomi, kemerdekaan akan ekonomi akan mempermudah manusia untuk
mencapai kesejahteraan sosialnya.

Selain itu, hadirnya rasa aman juga menjadi indikator kesejahtetaan social
berdasarkan ayat ini, hal ini membuktikan bahwa dalam membangun kesjahteraan
social. Harus ada peran dari pemerintah yang berkewajiban dalam menyelenggarakan
Negara, dalam hal ini adalah memberikan rasa aman bagi masyarakatnya. Tidak ada
kesejahteraan social dibawah bayang-bayang ketakutan, tidak ada kesejahteraan
dinegeri yang dipenuhi dengan perang ,oleh karena itu dalam mewujudkan
kesejahteraan social, harus ada peran pemerintah dan masyarakat sipil dalam rangka
menghadirkan rasa aman ,nyaman dan tentram.

Rasulullah Saw telah memberikan contoh nyata sebagai pemimpin dalam


menghadirkan rasa aman bagi rakyatnya, hal tersebut tercermin dalam Piagam Madinah.
Walau kala itu masyarakat Madinah sangat majemuk dan beragam secara suku, ras dan
agama namun Rasulullah Saw melalui Piagam Madinah dapat menghadirkan
kenyamanan dan kepastian hukum bagi rakyatnya. Tidak hanya bagi umat Islam tetapi
juga kepada kaum Quraisy dan penduduk Madinah lainnya. Salah satu klausul dari
piagam tersebut adalah, tidak ada satu kaum atau orangpun yang boleh memerangi satu
kaum dengan yang lainnya di dalam kota Madinah, dan jika ada orang yang menyerang
Madinah maka seluruh penduduk Madinah akan ikut memeranginya, memperjuangkan
rasa aman bagi mereka. Inilah yang dimaksud dengan masyarakat yang memiliki
peradaban yang baik.
2.4 Peran Allah SWT dalam Mewujudkan Kesejahteraan Sosial
Sebagaimana salah satu indikator kesejahteraan sosial dalam Islam, yaitu tauhid,
maka tidak bisa dipungkiri bahwa ada peran dari Allah Swt dalam mewujudkan
kesejahteraan bagi umat manusia, manusia berusaha semaksimal mungkin namun
tetaplah Allah Swt yang menentukan hasilnya, termasuk dalam hal kesejahteraan social
ini.
Hal ini tercermin dari ayat ketiga dari surat At-Thalaq yaitu: ”Dan barang
siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya.
Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan
ketentuan bagi setiap sesuatu”.
Jika kecukupan akan konsumsi salah satu faktor dalam kesejahteraan social, maka
tidak dapat dipungkiri adanya peran Allah Swt dalam mewujudkannya, sebagaimana
pada ayat diatas, yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan
(keperluan)nya. Ini membuktikan bahwa ketaqwaan yang merupakan bagian dari tauhid
berperan dalam kesejahteraan social, selain itu ayat ini menyampaikan makna bahwa
manusia sebagai hamba Allah Swt tetap dan akan selalu membutuhkan-Nya. Manusia
tidak akan mampu mencapai apapun dalam hidupnya, terutama kesejahteraan social jika
menafikan keberadaan tuhan mereka.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Dzar, Rasulullah pernah bersabda :”Wahai
Abu Dzar seandainya sajaa umat manusia ini secara keseluruhan berpegang teguh
kepadanya (At-Thalaq:3), niscaya hal itu cukup bagi mereka”

2.5 Janji Allah Tentang Kesejahteraan


Allah Swt berjanji akan menganugerahkan kesejahteraan bagi hamba-Nya yang
mengerjakan kebajikan, tanpa memandang perbedaan jenis kelamin, sebagaimana
tersurat dalam ayat 97 Surat An-Nahl yang artinya: “Barang siapa mengerjakan
kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan
kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.
Hal ini semakin menguatkan pendapat bahwa untuk mencapai paripurnanya
sebuah kebahagiaan atau kesejahteraan, harus ada peran dan kesertaan Allah Swt di
dalamnya. Dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa kehidupan yang baik itu
mencakup seluruh  bentuk ketenangan, bagaimanapun  wujudnya. 
Sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari
“Abdullah bin ‘Umar, bahwa RasulullahSaw bersabda: “Sungguh beruntung orang yang
berserah diri, yang diberi rizki dengan rasa cukup, dan diberikan perasaan cukup oleh
Allah atas apa yang teah Dia berikan kepadanya”(HR. Muslim).
Jika salah satu indikator utama dalam kesejahteraan adalah ketenangan atau
rasaaman dan tentram, maka sangat jelas jika Allah Swt berperan atas hal tersebut, dan
Dia juga menjanjikan kesejahteraan berupa segala bentuk ketenangan kepada hamba-
Nya yang mengerjakan kebajikan sebagaimana disebutkan dalam ayat 97 surat An-
Nahl. Selain itu hadits dari Imam Ahmad dari ‘Abdullah bin` Umar juga menegaskan
bahwa Allah Swt akan menganugerahi rasa cukup bagi hamba-Nya yang berserah diri,
rasa cukup atas apa yang dianugerahkan oleh Allah Swt merupakan cikal bakal dari
kesejahteraan sosial atau kebahagiaan.

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa Islam merupakan agama yang menginginkan
terciptanya kesejahteraan sosial dalam kehidupan pemeluknya. Kesejahteraan tersebut tidak
han ya diukur dari terpenuhinya kebutuhan jasmani akan tetapi diiringi dengan terpenuhin ya
kebutuhan rohani seperti adan ya ketentraman, kenyamanan, perlindungan hukum, jaminan
sosial dan keamanan. Islam menghendaki terciptan ya kesejahteraan sosial dalam masyarakat.

Karena hal tersebut merupakan kondisi ideal yang dibutuhkan setiap orang dalam kehidupannya.
Untuk mewujudkan kesejahteraan dimaksud Allah dan rasul-Nya memberikan panduan dan
arahan yang dapat dijadikan sebagai acuan oleh masyarakat Islam, baik secara individu maupun
kelompok.

Catatan sejarah menunjukkan umat Islam telah berupaya menghadirkan cita-cita sosial yang
mulia tersebut dalam kehidupan mereka, hal ini ditandai dengan kebijakan-kebijakan sebagian
penguasa yang pro rakyat sebagai upaya menciptakan kesejahteraan dalam kehidupan
masyarakat.

Kesejahteraan Sosial dalam Islam adalah terpenuhinya kebutuhan materi dan non materi, dunia
dan diakhirat berdasarkan kesadaran pribadi dan masyarakat untuk patuh dan taat (sadar)
terhadap hukum yang dikehendaki oleh Allah Swt melalui petunjukNya dalam Al-Qur’an,
melalui contoh dalam keteladanan Rasulullah Saw, dan melalui ijtihad dan kebaikan para ulama.
Oleh karenanya kesejahteraan bukanlah sebuah cita-cita yang tanpa pengorbanan tetapi
membutuhkan perjuangan yang terus menerus dan berkesinambungan.
DAFTAR PUSTAKA

Almahmudi, N. M. T. (2019). Konsep Kesejahteraan dan Implementasinya dalam Perspektif Hukum


Islam. Khuluqiyya, 1(2), 1-19.

Arsyam, M. (2020, August 3). PENGARUH KEMAMPUAN SUPERVISIONAL KEPALA SEKOLAH


DAN PERAN KOMITE SEKOLAH TERHADAP KINERJA GURU SMA NEGERI DI KOTA
MAKASSAR.
(https://doi.org/10.31219/osf.io/j84ew)

Arsyam, M., Nurfatimah, N., Sainuddin, I. H., S, Jusmiana, A., & Alam, S. (2020,
July 8). Changes in Community Attitudes and Their Participation in the
Community-Based Water Supply and Sanitation Program (PAMSIMAS) in
Gowa Regency.
(https://doi.org/10.31219/osf.io/gk569)

Fadilah, N. (2020). “Konsep Kesejahteraan Sosial dalam Perspektif Ekonomi


Islam. Salimiya”: Jurnal Studi Ilmu Keagamaan Islam, 1(1), 49-67.

Hafid, H. (2019). Money Politic di Tengah Dilema Kesejahteraan Masyarakat. Jurnal


Kariman, 7(1), 97-108.

Hajar S, I. (2014). Sistem Pengelolaan Bimbingan Manasik Haji-Umrah pada PT. AlBayan Permata
Ujas (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar).

Imron, M. (2003). Kemiskinan dalam masyarakat nelayan. Jurnal Masyarakat dan Budaya, 5(1), 63-82

Anda mungkin juga menyukai