Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain, masing-
masing berhajat kepada yang lain,saling tolong-menolong, tukar menukar keperluan
dalam urusan kepentingan hidup baik dengan cara jual beli, sewa menyewa, pinjam
meminjam atau suatu usaha yang lain, baik bersifat pribadi maupun untuk kemaslahatan
umat. Allah Swt. Telah menjadikan manusia masing-masing saling membutuhkan satu
sama lain, supaya mereka tolong-menolong, tukar-menukar keperluan dalam segala
urusan kepentingan hidup masing-masing, baik dengan jalan jual beli, sewa-menyewa,
bercocok tanam, atau perusahaan yang lain-lain, baik dalam urusan kepentingan sendiri
maupun untuk kemaslahatan umum. Dengan cara demikian, kehidupan masyarakat
menjadi teratur dan subur, pertalian yang satu dengan yang lain pun menjadi teguh. Akan
tetapi, sifat loba dan tamak tetap ada pada manusia, suka mementingkan diri sendiri
supaya hak masing-masing jangan sampai tersia-sia, dan juga menjaga kemaslahatan
umum agar pertukaran dapat berjalan dengan lancar dan teratur. Oleh sebab itu, agama
memberi peraturan yang sebaik-baiknya; karena dengan teraturnya muamalat, maka
penghidupan manusia jadi terjamin pula dengan sebaik-baiknya sehingga perbantahan
dan dendam-mendendam tidak akan terjadi.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud muamalah?


2. Bagaimana pandangan islam tentang kehidupan dunia?
3. Apa makna spiritual tentang kejayaan hidup?
4. Apa ruang lingkup muamalah?
5. Apa prinsip muamalah?
6. Bagaimana akhlak dalam muamalah?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui apa itu muamalah


2. Mengetahui pandangan islam tentang kehidupan dunia
3. Mengetahui ruang lingkup dalam muamalah
4. Mengetahui prinsip-prinsip dalam muamalah
5. Mengenal akhlak-akhlak dalam muamalah
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hakikat Muamalah
Mu’amalah secara etimologi sama dan semakna dengan al-mufa’alah, yaitu saling
berbuat. Kata ini, menggambarkan suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dengan
seseorang atau beberapa orang dalam memenuhi kebutuhan masing-masing. Atau
Mu’amalah secara etimologi itu artinya saling bertindak, atau saling mengamalkan.
Secara terminologi, Mu’amalah dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu pengertian
mu’amalah dalam arti luas dan dalam arti sempit.
Pengertian mu’amalah dalam arti luas yaitu aturan-aturan (hukum-hukum) Allah untuk
mengatur manusia dalam kaitannya dengan urusan dunia dalam pergaulan sosial.
Pengertian mu’amalah dalam arti sempit yaitu semua akad yang memperbolehkan
manusia saling menukar manfaatnya dengan cara-cara dan aturan-aturan yang telah
ditentukan Allah dan manusia wajib mentaati-Nya.
Jadi, Mu’amalat adalah semua hukum syariat yang bersangkutan dengan urusan
dunia,dengan memandang kepada aktivitas hidup seseorang seperti jual-beli, tukar-
menukar, pinjam-meminjam dan sebagainya. Muamalat juga merupakan tatacara atau
peraturan dalam hubungan manusia sesama manusia untuk memenuhi keperluan masing-
masing yang berlandaskan syariat Allah s.w.t yang melibatkan bidang ekonomi dan sosial
Islam.

B. Pandangan Islam Tentang Kehidupan Dunia

Sebuah realita tentang kehidupan dunia abad ini diterjemahkan sebagai kehidupan yang
sementara, tempat untuk bersenang-senang, kehidupan modern, kehidupan yang abadi
dan sebuah kehidupan yang fana. Di sisi lain kehidupan dunia dipandang sebagai
jembatan menuju kehidupan setelah mati (akhirat), tempat mencari amal kebajikan,
tempat menimba ilmu pengetahuan dan lain-lainya. Berangkat dari pemahaman di atas
maka nyatalah kehidupan dunia yang fana ini hanyalah sebuah ujian bagaimana
mengemban tugas-tugas kehidupan dan amanat kemanusiaan. Dengan demikian manusia
akan merasa puas dan hidup tidak menjadi sia-sia tanpa melemahkan semangat berjuang
dalam kehidupan.
Akhirnya, dapatlah digambarkan bahwa persepsi kehidupan dunia memiliki tujuan yang
beragam, yaitu; kesenangan, kemegahan, kesehatan, kepintaran, kesuksesan,
ketenteraman jiwa, ketenangan hidup dan kebahagiaan. Tidak cukup sampai disitu,
manusia akan terus mempertanyakannya setelah mampu meraih segala apa yang
diinginkannya atau sebaliknya, manusia akan terus mencari-cari jawaban dari sebuah
pertanyaan yang membosankan. Mengapa pertanyaan demi pertanyaan itu muncul seolah
tidak merasa puas dengan kenyataan hidup, atau sebaliknya? Islam sebagai agama melalui
kajian al qur’an dan hadits-hadits Rasulullah dapat menjawab pertanyaan demi
pertanyaan tersebut dengan menanamkan kepercayaan terhadap Allah dan Rasulullah.
Oleh karena itu jugalah penulis mencoba menghadirkan jawaban-jawaban yang
bersumber dari nash-nash al Qur’an dan beberapa Hadits Nabi saw, sekaligus dapat
memberikan keyakinan yang kuat dalam diri.
Jikalau manusia menjadikan kehidupan dunia sebagai bentuk yang mempesonakan
terhadap kemewahan harta, kebanggaan memiliki anak-anak dan lainnya, atau sangat
mencintai perabot kehidupan duniawi, sehingga lalai dan lupa akan sebuah hakikat, maka
islam menjawabnya, bahwa semua bentuk kesenangan dunia tersebut bersifat temporer,
sebuah sandiwara, permainan dan kesenangan sesaat. Maka, untuk apa terlalu mengejar
kesenangan sesaat sementara kesenangan yang kekal dan hakikat adalah akhirat?.
Gambaran kehidupan dunia dengan perumpamaan seperti di atas bukanlah bermaksud
untuk meremehkan kehidupan dunia, namun sebagai satu peringatan agar manusia tidak
terlena dan lalai, atau tidak menjadikan hidup mereka sia-sia dan merugi. Kemudian islam
menawarkan kehidupan akhirat yang kekal sebagai tempat bersenang-senang yang abadi,
dan hal ini tentunya menjadi kabar gembira bagi mereka yang percaya kepada Allah dan
kehidupan di akhirat. Ada beberapa dalil al Qur’an dan Hadits Nabi saw di bawah ini
yang bisa dijadikan pedoman bagi manusia dalam menyikapi kehidupan dunia, dan
mungkin sebagai renungan bersama, diantaranya adalah:
Yang artinya: “Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan permainan.
Dan sesungguhnya akhirat itulah sebenar-benar kehidupan, kalau mereka mengetahui.”
(Q.S. al ‘Ankabut: 64). Yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-
hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang
membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi”. (al Munafiqun: 9).

Kehidupan dunia adalah sebuah ketentuan Allah (sunnatullah) yang tidak mungkin ada
seorangpun yang mampu merubahnya. Seperti halnya perputaran langit dan bumi, tanam-
tanaman yang tumbuh subur, gunung-gunung yang Allah tinggikan dan tangguhkan,
lautan dan daratan yang terbentang luas. Kemudian dalam kehidupan dunia dijadikan
tempat untuk bercocok tanam, berternak dan lainnya. Dunia merupakan tempat manusia
berkembang biak dan meneruskan sejarah. Semua penciptaan ini merupakan sunnatulah
yang harus disyukuri oleh manusia sebagai makhluk yang lemah di hadapan Allah swt.
Inilah dari tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Allah swt Yang Maha Kuasa bagi orang-
orang yang mau merenungi.
Manusia tidak melihat kekuasaan Allah Yang Maha Mampu dalam mengatur peredaran
benda-benda langit. Manusia ingkar dan meremehkan kekuasaan Allah. Padahal manusia
sangat lemah dihadapan Allah. Manusia lupa dan amat jarang merenungi beberapa
kekuasaan Allah. Padahal, kepada Allah dan Rasulullah sebaik-baik pengaduan dari
segala urusan. Dunia memang salah satu dari tanda-tanda kebesaran Allah swt yang
nyata, agar manusia benar-benar beriman dan tunduk kepada Nya.
Bagi orang-orang yang beriman, Allah menjadikan kehidupan dunia sebagai jembatan
untuk kehidupan yang kekal (akhirat). Allah membimbing mereka meraih dua
kebahagiaan yaitu kebahagiaan di dunia dan akhirat, serta mengajarkan mereka untuk
mencari nafkah di dunia tanpa melalaikan waktunya untuk mengingat Allah. Dan juga
memberikan kabar gembira sekaligus menuntun mereka dengan ajaran islam bahwa
kehidupan dunia sebagai kehidupan untuk bertaubat dan mencari bekal di akhirat. Karena
itu Allah menganjurkan manusia supaya teliliti dengan kehidupan dunia ini agar hidup
tidak sia-sia. Membimbing manusia sebagai makhluk yang pandai bersyukur. Semua ini
tidak lain hanyalah ujian bagi orang-orang yang beriman kepada Nya dan mengikuti
ajaran islam.
C. Makna Spiritual Tentang Kejayaan Hidup
Masyarakat modern dewasa ini menghadapi problem yang sangat serius yaitu alienasi.
Alienasi dalam pandangan Eric Fromm (1995) sejenis penyakit kejiwaan dimana
seseorang tidak lagi merasa memiliki dirinya sendiri, sebagai pusat dunianya sendiri
melainkan terenggut kedalam mekanisme yang sudah tidak lagi mampu dikendalikan.
Masyarakat modern merasakan kebingungan, keterasingan dan kesepian karena apa yang
dilakukan bukan atas kehendaknya sendiri melainkan adanya kekuatan luar yang tidak
diketahuinya menurut perasaan dan akalnya.
Itulah yang juga dikritik oleh Karl Marx, dia menilai akumulasi modal dan alat produksi
pada sekelompok elite membuat dunia mengalami kesenjangan sosial yang hanya
memunculkan kemiskinan massal di mana rakyat yang miskin semakin miskin dan yang
kaya menjadi kaya. Orang miskin menjadi sangat bergantung pada pemilik modal yang
menguasai pusat-pusat produksi dan ekonomi sehingga kebebasan individu untuk
memilih pekerjaan sebagai aktualisasi diri tidak mendapatkan tempat yang kondusif.
Penindasan terjadi secara terus menerus mereka bekerja hanya untuk menjaga
keberlangsungan hidupnya semata sementara disisi lain pemilik modal memeras dengan
seenaknya.
Kritik Karl Marx hampir sulit diingkari kebenarannya tentang problem alienasi pada
masyarakat modern, hal ini juga diperkuat oleh pandangan Chistropher Lasch yang
menyebutkan bahwa krisis kejiwaan yang menimpa masyarakat kapitalis terutama barat
telah menyebabkan mereka kehilangan sense of meaning dalam hidupnya.
Relevansi dari kuatnya arus globalisasi sebagai bukti dari perkembangan zaman menurut
pendapat sebagian pakar merupakan proses menghilangnya sekat-sekat pembatasan ruang
dan waktu yang berdampak kepada semakin transparannya proses transformasi nilai-nilai
dan terjadinya asimilasi budaya yang semakin cepat dan nyaris tanpa batas (the world
without border) (Tilaar, 2000).
Kondisi demikian pada akhirnya menjadikan individu dituntut untuk semakin kompetitif
dan mampu bersaing dengan individu yang lainnya. Pada saat itu, individu yang lambat
akan tertinggal dan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan kebahagiaan hidup
dengan segala kenikmatannya. Sebaliknya, kesuksesan hanya akan dimiliki oleh individu
yang mampu bersaing dan memiliki kedewasaan dalam berpikir dan mengaktualisasikan
diri dalam kehidupan sosial masyarakatnya.
Kehidupan sosial budaya suatu masyarakat pada hakikatnya adalah sistem terbuka yang
selalu berinteraksi dengan sistem lain. Keterbukaan sistem sebagai dampak globalisasi
mendorong terjadinya pertumbuhan, pergeseran, dan perubahan nilai dalam masyarakat,
yang pada akhirnya akan mewarnai cara berpikir dan perilaku manusia.
Nilai menjadi hal yang penting pada tiap fase perkembangan individu karena nilai
menjadi dasar dalam menentukan pengambilan keputusan. Rusaknya nilai dalam
mesyarakat tentunya berdampak negatif pula terhadap perkembangan masyarakat itu
sendiri. Sebagai imbasnya setiap aspek kehidupan, baik yang secara langsung atau tak
langsung memberikan pengaruh terhadap masyarakat ikut terganggu dan bahkan menjadi
“hancur” (Tirtarahardja,1994).
Perkembangan masyarakat beserta kebudayaannya mengalami percepatan. Percepatan
perubahan ini berdampak kepada hal-hal sebagai berikut: (1) kecenderungan globalisasi
yang makin kuat; (2) perkembangan IPTEK yang makin pesat; (3) perkembangan arus
informasi yang makin padat dan cepat, dan (4) tuntutan peningkatan layanan profesional
dalam berbagai aspek kehidupan manusia. (Tirtarahardja, 1994).

D. Sumber Hukum Muamalah

Sumber hukum fiqih muamalah secara umum berasal dari tiga sumber utama, yaitu
Al Quran dan Hadits, dan ijtihad.

1. Al Qur’an
Seperti yang telah diketahui bahwa Al Qur’an merupakan referensi utama yang
memuat pedoman dasar bagi umat manusia. Khususnya dalam menemukan dan
menarik suatu perkara dalam kehidupan. Sudah seharusnya setiap muslim
selaluberpegang teguh kepada hukum-hukum yang terdapat di dalam Al Qur’an
sebagai petunjuk agar menjadi manusia yang taat kepada Allah SWT, yaitu mengikuti
segala perintah Allah dan menjauhi segala larangannya. Ayat tentang muamalah
antara lain :

QS An Nisa’ Ayat 58 yang artinya :

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak


menerimanya dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran
yang sebaik-baiknya kepada kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat

QS Al Muthaffifin ayat 1-6 yang artinya :

1). Celakalah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang), 2)
(yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta
dipenuhi, 3) dan apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain), mereka
mengurangi, 4) Tidakkah orang-orang itu mengira, bahwa sesungguhnya mereka akan
dibangkitkan, 5) pada suatu hari yang besar, 6) (yaitu) pada hari (ketika) semua orang
bangkit menghadap Tuhan seluruh alam.“

QS Ali Imran ayat 3 yang artinya :


Hai orang-orang yg beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda
dan bertakwalah kamu kepada Allah agar kamu mendapat keberuntungan.

2. Hadits
Seperti yang telah diketahui bahwa Hadits merupakan sumber hukum bagi umat Islam
yang kedua setelah Al Qur’an. Yang digunakan oleh umat Islam sebagai panduan
dalam melaksanakan berbagai macam aktivitas, baik yang berkaitan dengan urusan
dunia maupun urusan akhirat. Hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada
Rasulullah SAW, baik berupa perkataan (sabda), perbuatan, maupun ketetapan yang
dijadikan sebagai landasan syari’at Islam. Hadits tentang muamalah antara lain :

“Sesungguhnya jika Allah mengharamkan atas suatu kaum memakan sesuatu, maka
Allah mengharamkan pula hasil penjualannya” (HR. Abu Daud)

“Janganlah kalian berbuat zhalim, ingatlah tidak halal harta seorang kecuali dengan
keridhoan darinya” (HR al-Baihaqi).

Dari Abdullah bin mas’ud r.a dari Nabi SAW beliau bersabda : Riba itu terdiri 73
pintu. Yang paling ringan diantarannya adalah seperti seseorang laki-laki yang
berzina dengan ibunya, dan sehebat-hebattnya riba adalah merusak kehormatan
seorang muslim. (HR. Ibnu Majah).

3. Ijtihad
Sumber hukum yang ketiga setelah Al Qur’an dan hadits adalah ijtihad, yaitu proses
menetapkan suatu perkara baru dengan akal sehat dan pertimbangan yang matang,
dimana perkara tersebut tidak dibahas dalam Al Qur’an dan hadits. Ijtihad merupakan
sumber yang sering digunakan dalam perkembangan fiqih muamalah sebagai solusi
terhadap suatu permasalahan yang harus diterapkan hukumnya, tetapi tidak
ditemukan dalam Al Qur’an maupun Hadits.

E. Ruang Lingkup Muamalah


Ruang lingkup mu’amalah terbagi menjadi dua, yaitu ruang lingkup mu’amalah madiyah
dan adabiyah.
Ruang lingkup pembahasan mu’amalah madiyah ialah masalah:
1. Jual-beli (al-ba’i/al-tijarah)
2. Gadai (al-rahn)
3. Jaminan dan tanggungan (kafalah dan dhaman)
4. Pemindahan utang (al-hiwalah)
5. Batasan bertindak (al-hajru)
6. Perseroan atau pengkongsian (al-syirkah)
7. Perseroan harta dan tenaga (al-mudharabah)
8. Sewa-menyewa (al-ijarah)
9. Pemberian hak guna pakai (al-‘araiyah)
10. Barang titipan (al-wadhi’ah)
11.Barang temuan (al-luqathah)
12. Garapan tanah (al-muzara’ah)
13. Sewa-menyewa tanah (al-mukhabarah)
14.Upah (ujrah al-‘amal)
15. Gugatan (al-syuf’ah)
16. Sayembara (al-ji’alah)
17. Pembagian kekayaan bersama (al-qismah)
18. Pemberian (al-hibah)
19. Pembebasan (al-ibra’)
20. Damai (al-shulhu)
21. Masalah kontemporer (al-mu’ashirah/al-muhaditsah), seperti masalah bunga bank,
asuransi kredit, dan masalah-masalah baru lainnya.
Ruang lingkup mu’amalah yang bersifat adabiyah ialah masalah:
1. Ijab kabul
2. Saling merindai
3. Hak dan kewajiban
4. Kejujuran pedagang
5. Penipuan
6. Pemalsuan
7. Penimbunan
8. Segala sesuatu yang bersumber dari indra manusia yang ada kaitannya dengan
peredaran harta dalam hidup bermasyarakat.

F. Prinsip-Prinsip Muamalah
Secara garis besar, terdapat dua prinsip dalam muamalah yakni prinsip umum dan prinsip
khusus.
1. Prinsip Umum
Dalam prinsip umum muamalah terdapat empat hal yang utama, yaitu :
 Hukum asal dalam muamalah pada dasarnya adalah mubah kecuali ada dalil yang
mengharamkannya.
 Muamalah dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan kemaslahatan /
manfaat dan menghindarkan mudharat dalam masyarakat.
 Pelaksanaan Muamalah didasarkan dengan tujuan memelihara nilai keseimbangan
(tawazun) berbagai segi kehidupan, yang antara lain meliputi keseimbangan antara
pembangunan material dan spiritual, pemanfaatan serta pelestarian sumber daya.
 Muamalah dilaksanakan dengan memelihara nilai keadilan dan menghindari
unsur-unsur kezaliman.

2. Prinsip Khusus
Sementara itu prinsip khusus muamalah dibagi menjadi dua, yaitu yang diperintahkan dan
yang dilarang. Adapun yang diperintahkan dalam muamalah terdapat tiga prinsip, yaitu :
 Objek transaksi harus yang halal, artinya dilarang melakukan aktivitas ekonomi
atau bisnis terkait yang haram.
 Adanya keridhaan semua pihak terkait muamalah tersebut, tanpa ada paksaan.
 Pengelolaan dana / aset yang amanah dan jujur.
Sedangkan yang dilarang dalam muamalah antara lain :
 Riba, merupakan setiap tambahan / manfaat yang berasal dari kelebihan nilai
pokok pinjaman yang diberikan peminjam. Riba juga sebagai suatu kegiatan yang
menimbulkan eksploitasi dan ketidakadilan yang secara ekonomi menimbulkan
dampak sangat merugikan masyarakat
 Gharar, adalah mengandung ketidakjelasan, spekulasi, taruhan, bahaya, cenderung
pada kerusakan.
 Tadlis (penipuan), misalnya penipuan dalam transaksi jual beli dengan
menyembunyikan atas adanya kecacatan barang yang diperjualbelikan.
 Berakad dengan orang-orang yang tidak cakap dalam hokum, seperti orang gila,
anak kecil, terpaksa, dan lain sebagainya.

G. Akhlak Bermuamalah
Macam-macam akhlak bermu’amalah adalah Shiddiq, Istiqamah, Fathanah, Amanah,
Tablig.
1. Shiddiq artinya mempunyai kejujuran dan selalu melandasi ucapan, keyakinam
perbuatan atas dasar nilai-nilai yang benar berdasarkan ajaran Islam. Tidak ada
kontradiksi dan pertentagan yang disengaja antaea ucapan dengan perbuatan. Karena itu
Allah memerintahkan orang-orang yang beriman untuk senantiasa memiliki sifat shiddiq
dan menciptakan lingkungan yang shiddiq. Dalam dunia kerja dan usaha, kejujuran
ditampilka dalam bentuk kesungguhan dan ketepatan. Baik ketepatan waktu, janji,
pelayanan, pelaporan, mengakui kelemahan dan kerugian (tidak ditutup-tutupi) untuk
kemudian diperbaiki secara terus-menerus, serta menjauhkan diri dari berbuat bohong dan
menipu (baik pada diri, teman sejawat, perusahaan maupun mitra kerja)
2. Istiqamah mempunyai arti konsisten dalam ima dan nilai-nilai yang baik, meskipun
menghadapi berbagai godaan dan tantangan. Istiqamah dalam kebaikan ditampilkan
dalam keteguhan dan kesabaran serta keuletan sehingga menghasilkan sesuatu yang
optimal. Istiqamah merupakan hasil dari suatu proses yang dilakukan secara terus-
menerus. Misalnya interaksi yang kuat dengan Allah dalam bentuk shalat, zikir, membaca
Al-Qur’an, dan lain-lain. Proses itu menumbuh-kembangkan suatu sistem yang
memungkinkan, kebaikan, kejujuran, dan keterbukaan teraplikasikan dengan baik.
Sebaliknya, keburukan dan ketidak jujuran akan terduksi dan ternafikan secara nyata.
Orang dan lembaga yang istiqamah dalam kebaikan akan mendapatkan ketenangan dan
sekaligus mendapatkan solusi dan jalan keluar dari segala persoalan yang ada.
3. Fathanah mempunyai arti mengerti, memahami, dan menghayati secara mendalam
segala yang menjadi tugas dan kewajibannya. Sifat ini aka menumbuhkan kreatifitas dan
kemampuan melakukan berbagai macam inovasi yang bermanfaat. Kreatif dan inovatif
hanya mungkin dimiliki manakala seorang selalu berusaha untuk menambah berbagai
ilmu pengetahuan, peraturan, dan informasi, baik yang berhubungan dengan pekerjaan
maupun perusahaan secara umum. Sifat fathanah (perpaduan antara ‘alimdan hafidz)
telah mengantarkan Nabi Yusuf a.s. dan timnya berhasil membangun kembali negeri
Mesir. Dan sifat itu pula yang mengantarkan Nabi Muhammad sallallaahu ‘alaihi
wasallam pada kebrhasilan berdagang.
4. Amanah, mempunyai arti bertanggung jawab dalam melaksanakan setiap tugas dan
kewajiban. Amanah ditampilkan dalam keterbukaan, kejujuran, pelayanan yang optimal,
dan ihsan (berbuat yang terbaik) dalam segala hal. Sifat amanah harus dimiliki setiap
mukmin, apalagi yang mempunyai pekerjaan yang berhubungan dengan pelayanan
kepada masyarakat.dalam sebuah hadists dikemukakan bahwa Rasulullulah saw.
Bersabada bahwa amanah itu akan menarik rezeki, sebaiknya khianat itu akan
mengakibatkan kefakiran.
5. Tabligh berarti mengajak sekaligus memberikan contoh kepada pihak lain untuk
melaksaakan ketentuan-ketentuan ajaran Islam dalam kehidupan kita sehari-hari. Tabligh
yang disampaikan dengan hikmah, sabar, argumentatif, dan persuasif akan menumbuhkan
hubungan kemanusiaan yang semakin solid dan kuat.
DAFTAR PUSTAKA

Syafei, Rachmat.2000.Fiqih Muamalah.CV Pustaka Setia:Bandung


https://jurnalmanajemen.com/muamalah/
http://kasmankadir05.blogspot.com/2017/11/makalah-muamalah.html?m=1
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Muamalah

Anda mungkin juga menyukai