terhadapnya. Makawaspadalah terhadap dunia dan waspadalah terhadap wanita.” Demikian pesan Rasulullah
SAW kepada umatnya.Ada tiga sikap manusia dalam memandang kenikmatan dunia:Pertama: mereka yang
memandang kesenangan dunia sebagai tujuan hidupnya. Olehkarena itu, mereka bekerja keras siang malam
untuk mencari harta. Dengan harta itumereka bersenang-senang dan menikmati berbagai kenyamanan dunia.
Mereka lupabahwa di balik kehidupan dunia ini ada kehidupan yang jauh lebih besar dan lebih
kekal.Kehidupan akhirat yang tak berkesudahan.Kedua: mereka yang memandang kesenangan dunia sebagai
sesuatu yang tercela danhina. Tidak hanya sampai di situ, mereka bahkan mengharamkan berbagai
kenikmatandunia. Paham seperti ini dianut oleh sebagian kalangan sufi. Di antara mereka ada yangmenjauhi
nikah alias tidak mau kawin sepanjang hidup. Sebagian lagi ada yangmenghindari penggunaan teknologi,
dan sebagainya. Mereka berpandangan bahwamenikmati kesenangan dunia akan menjauhkan seseorang dari
Allah SWT. Juga, siapayang menginginkan kenikmatan akhirat ia mesti menjauhi kenikmatan dunia.
Dalampandangan mereka hanya ada dua pilihan: dunia atau akhirat. Dan tidak mungkinmenggabungkan
antara keduanya.Ketiga: mereka yang memandang dunia sebagai sarana meraih akhirat. Bagi merekaakhirat
adalah tujuan hidup, tetapi bukan berarti meninggalkan dunia. Mereka bekerjamencari dunia dengan
semangat dan etos kerja yang tinggi. Sebagian mereka kayaraya dan pengusaha yang sukses. Akan tetapi itu
semua bukanlah tujuan. Tujuanmereka adalah meraih ridha Allah SWT dan surga-Nya. Inilah cara pandang
yang benaryang sesuai dengan tuntunan Islam. Golongan inilah yang selamat lagi beruntung.Bahaya tertipu
dengan kesenangan duniaSejak dahulu hingga kini tidak sedikit orang-orang yang tertipu oleh dunia. Demi
dunia,tidak sedikit manusia yang rela mengorbankan segala-galanya. Karena dunia, kawanbisa menjadi
musuh, saudara tidak lagi disapa, anak jadi durhaka, dan serentetantindak kriminal lainnya. Oleh karena itu,
setiap muslim wajib waspada agar tidak tertipuoleh dunia.
Toleransi inter dan antar umat beragam dalam islam
Toleransi hendaknya dapat dimaknai sebagai suatu sikap untuk dapat hidup bersama masyarakat penganut agama lain, dengan
memiliki kebebasan untuk menjalankan prinsip-prinsip keagamaan (ibadah) masing-masing, tanpa adanya paksaan dan tekanan,
baik untuk beribadah maupun tidak beribadah, dari satu pihak ke pihak lain. Sikap toleransi antar umat beragama bisa dimulai dari
hidup bertetangga baik dengan tetangga yang seiman dengan kita atau tidak. Sikap toleransi itu direfleksikan dengan cara saling
menghormati, saling memuliakan dan saling tolong-menolong. Jadi sudah jelas, bahwa sisi akidah atau teologi bukanlah urusan
manusia, melainkan Allah SWT dan tidak ada kompromi serta sikap toleran di dalamnya. Sedangkan kita bermu’amalah dari sisi
kemanusiaan kita.
Allah juga menjelaskan tentang prinsip dimana setiap pemeluk agama mempunyai system dan ajaran masing-masing sehingga tidak
perlu saling menghujat.
Al-Qur’an juga menganjurkan agar mencari titik temu dan titik singgung antar pemeluk agama. Al-Qur’an menganjurkan agar dalam
interaksi sosial, bila tidak ditemukan persamaan, hendaknya masing-masing mengakui keberadaan pihak lain dan tidak perlu saling
menyalahkan.
Firman Allah SWT pada QS. Saba:24-26:
24. Artinya: Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan dari bumi?" Katakanlah: "Allah", dan
Sesungguhnya kami atau kamu (orang-orang musyrik), pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata.
25. Artinya: Katakanlah: "Kamu tidak akan ditanya (bertanggung jawab) tentang dosa yang kami perbuat dan kami tidak akan
ditanya (pula) tentang apa yang kamu perbuat"
26. Artinya: Katakanlah: "Tuhan kita akan mengumpulkan kita semua, Kemudian dia memberi Keputusan antara kita dengan benar.
dan Dia-lah Maha pemberi Keputusan lagi Maha Mengetahui".
Kaidah toleransi dalam Islam berasal dari ayat Al-Qur'an laa ikraaha fi al-diin yang berarti tidak ada paksaan dalam agama. Toleransi
mengarah kepada sikap terbuka dan mau mengakui adanya berbagai macam perbedaan. Landasan dasar pemikiran ini adalah firman
Allah dalam QS. Al-Hujurat ayat 13:
Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.
Ruang lingkup muamalah
Ruang Lingkup Muamalah Yaitu seluruh kegiatan muamalah manusia berdasarkan hukum-
hukum Islam, baik itu berupa perintah maupun larangan yang terkait dengan hubungan
manusia dengan manusia lainnya.
Ruang lingkup muamalah dilihat dari segi tujuannya yaitu meliputi :
Hukum Keluarga (Ahkam Al Ahwal Al-Syakhiyya
Hukum Perdata (Al Ahkam Al Maliyah)
Hukum Pidana (Al-Ahkam Al-Jinaiyyah)
Hukum Acara (Al-Ahkam Al-Murafa’at)
Hukum Perundang-Undangan (Al-Ahkam Al-Dusturiyyah)
Hukum Kenegaraan (Al-Ahkam Al-Duwaliyyah)
Hukum Keuangan dan Ekonomi (Al-Ahkam Al-Iqtishadiyyah Wa Al-
Maliyyah
Prinsip prinsip muamalah
Pada dasarnya segala bentuk muamalat adalah mubah, kecuali yang ditentukan oleh al-qur’an
dan sunnah rasul. Bahwa hukum islam memberi kesempatan luas perkembangan bentuk dan
macam muamalat baru sesuai dengan perkembangan kebutuhan hidup masyarakat.
Muamalah dilakukan atas dasar sukarela , tanpa mengandung unsur paksaan. Agar kebebasan
kehendak pihak-pihak bersangkutan selalu diperhatikan.
Muamalah dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat dan menghindari
madharat dalam hidup masyarakat. Bahwa sesuatu bentuk muamalat dilakukan ats dasar
pertimbangan mendatangkan manfaat dan menghindari madharat dalam hidup masyarakat
Apakah Jual beli Online dilarang dalam Islam
Jual beli online menurut islam dibolehkan asalkan sesuai dengan syarat-syarat yang telah
ditentukan dalam islam . karena Kepuasan pelanggan dan kesenangan hati penjual adalah
point paling penting dari hukum jual beli online dalam islam. Dan juga apabila sebelum
transaksi kedua belah pihak sudah melihat mabi’ (barang yang diperjualbelikan) atau telah
dijelaskan baik sifat maupun jenisnya, serta memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukun jual beli
lainnya. barang yang diperjual belikan disyaratkan dapat dilihat secara langsung oleh kedua
belah pihak.
Hal ini merupakan bentuk kehati-hatian agar tidak terjadi penipuan (ghoror) dalam jual beli
karena Rasulullah melarang praktek yang demikian, sebagaimana dalam sebuah hadis
dinyatakan yang Artinya: Rasulullah saw melarang jual beli yang didalamnya terdapat
penipuan.
Akhlak bermuamalah
Menghindari Tirani ,Sombong, Syaitan, dan
Jelek
MenjaminHak kepemilikan dan
kebebasanBekerja sama
Mematuhi susah dan senangMematuhi aturan
dalam setiap perjanjian
Membeli secara sopan dan sederhana
Tidak menipu/berbohong dalam setiap perjanjian
Terimakasih