Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

Kemuhammadiyahan
”MANAJEMEN DAN BISNIS”

Di Susun Oleh :

1. Dwi Rahayu Ningsih (20190410108)


2. Tania Desyifa Katim (20190410134)
3. Axlarik Rizki Hendarwin ( 20190410095)
4. Abian Putra Alamsyah ( 20190410110)

Program Studi Manajemen


Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
2019
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
karunia-Nya kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat waktu.
Dalam makalah
ini kami akan membahas mengenai Pokok Pikiran pergerakan Muhammadiyah
dan Gerakan tajdid pada Abad kedua.
Makalah ini telah dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa masukan dari
berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan hambatan selama
mengerjakan makalah ini.
Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada makalah ini.
Untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang bersifat
membangun demi penyempurnaan makalah ini. Kami berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat untuk menambah wawasan bagi para
pembaca

Wassalamualaikum wr.wb

(judul dan sub judul lebih baik menggunakan kapital , font standart penulisan yaitu Times new
roman , sz 12 dan ukuran kertas A4 . kemudian margin 4,4,2,2 line spacing 1,5 )
Pendahuluan
1.latar belakang
Muhammadiyah adalah gerakan Islam yang didirikan Kyai Haji
Ahmad Dahlan tahun 1330 H atau bertepatan dengan 1912 M1
. Gerakan ini
lahir di Kauman Yogyakarta, sebuah kampung di samping Kraton
Yogyakarta. Sesuai namanya Kauman adalah kampung yang banyak berisi
kaum atau para ahli agama. Dengan demikian Muhammadiyah lahir di tengah
masyarakat yang taat menjalankan Islam.
Namun demikian Islam yang berjalan di masyarakat muslim pada
umumnya, termasuk kauman di dalamnya, adalah Islam yang dalam
pandangan Kyai Dahlan tidak saja telah berakulturasi dengan budaya Jawa,
lebih dari itu, yaitu Islam yang telah terkungkung oleh hegemoni budaya
Jawa. Kehadiran Muhammadiyah adalah sebuah bentuk perlawanan terhadap
praktek Islam yang dianggap keliru itu. Paling tidak ada dua hal yang dapat
menjelaskan kehidupan umat Islam masa itu, pertama, Islam dipahami
sebagai agama ritual yang akan memberikan keselamatan dunia akhirat.
Tetapi ajaran-ajaran Islam diamalkan oleh umat tidak menyentuh
persoalanpersoalan sosial kemasyarakatan yang berkembang. Meskipun banyak
ahli
agama, banyak juga berdiri pesantren, tetapi pengembangan keilmuan Islam
hanya berputar-putar pada persoalan-persoalan ilmu itu sendiri, yang kebanyakan
adalah ilmu kebahasaan (nahwu, shorof), fiqh ibadah dan
masalah-masalah keimanan yang tidak menyentuh problem aktual
keummatan2
. Kedua, adalah kenyataan tentang ketertingalan umat Islam
dalam bidang sosial, politik dan ekonomi yang menjadikan umat Islam
sebagai umat pinggiran yang tidak ikut menentukan arah perubahan
masyarakat3
.
Di tengah masyarakat seperti itulah Muhammadiyah berdiri. Ia hadir
untuk sebuah tujuan terwujudnya Islam yang sebenar-benarnya.
Muhammadiyah ingin menjadikan nilai-nilai ajaran Islam yang menyeluruh
dan ideal itu mewujud dalam kehidupan nyata dalam bentuk masyarakat yang
adil, makmur dan diridhoi Allah SWT. Muhammadiyah ingin menjadikan
kehidupan Islam tidak hanya sekedar pada masalah fiqih ibadah, nahwu
shorof, dan berbagai ilmu alat lain, tetapi juga masuk ke dalam persoalan
keduniaan yang lebih luas untuk menciptakan kehidupan umat yang lebih
berdaya dan maju. Umat Islam tidak boleh hanya menerima keadaan menjadi
golongan kelas bawah, miskin dan bodoh, selalu diatur dan diperdaya,
ditindas dan dijajah, selalu anti dengan segala yang datang dari selain orang
muslim (kafir) dan selalu sangat percaya diri dengan ke-tradisionalannya.
Impian Muhammadiyah adalah umat Islam yang cerdas, berfikir maju, dan
memiliki tanggung jawab memimpin peradaban ini, menjadikannya umat
yang bertauhid dan menjadikan kehidupan yang adil makmur serta penuh
kebaikan dan mendapat ridho dari Allah.

(rata kanan kiri seharusnya di gunakan juga di pendahuluan )


POKOK FIKIRAN MUHAMMADIYAH ABAD KE-2

1. Pokok Pikiran Pergerakan Muhammadiyah


Muhammadiyah adalah suatu organisasi, merupakan alat perjuangan untuk
mencapai suatu cita. Muhammadiyah didirikan di atas atau berlandaskan dan
untuk mewujudkan pokok-pokok pikiran yang merupakan prinsip-prinsip
bagi kehidupan dan perjuangannya. Sehingga dalam setiap langkah
perjuangannya harus didasari oleh pokok-pokok pikiran tersebut.
Pokok-pokok pikiran/prinsip-prinsip yang dimaksud itu merupakan asas-asas
kepribadiannya.
Di atas pokok-pokok pikiran/prinsip-prinsip yang dimaksud adalah hak dan nilai
hidup Muhammadiyah secara ideologis.
Pokok-pokok pikiran/prinsip-prinsip yang dimaksud itu diuraikan dalam
Muqadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah.

Lahirnya Muqadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah


1. Muqadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dibuat oleh almarhum Ki Bagus
H. Hadikusuma (Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah tahun 1942-1953),
dengan bantuan beberapa orang sahabat-sahabatnya. Dimulai menyusunnya
pada tahun 1945 dan disahkan pada Sidang Tanwir tahun 1961.
2. Disusunnya Muqadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah tersebut mempunyai
latar belakang yang perlu sekali diketahui untuk dapat memahami fungsinya.
3. Latar belakang tersebut adalah mulai nampak/terasa adanya kekaburan dalam
Muhammadiyah sebagai akibat proses kehidupannya sesudah lebih dari 30
tahun yang ditandai oleh:
a. Terdesaknya pertumbuhan dan perkembangan jiwa/ruh Muhammadiyah oleh
perkembangan lahiriah.
b. Masuknya pengaruh dari luar yang tidak sesuai yang sudah menjadi lebih kuat.
4. Muqadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah tersebut merupakan hasil
ungkapan Ki Bagus menyoroti kembali pokok pikiran-pokok pikiran
Almarhum K.H.A. Dahlan yang merupakan kesadaran beliau dalam
perjuangan selama hidupnya, yang antara lain hasilnya ialah berdirinya
Persyarikatan Muhammadiyah.
5. Ki Bagus berharap mudah-mudahan dengan Muqadimah Anggaran Dasar
Muhammadiyah ini dapatlah kiranya Muhammadiyah dijaga, dipelihara dan
atau ditajdidkan, agar selalu dapat dengan jelas dan gamblang diketahui:
Apa dan Bagaimana Muhammadiyah itu.
Pokok-pokok pikiran
a. “Hidup manusia harus berdasarkan tauhid ( meng-esa-kan)
Allah :ber-tuhan beribadah serta tunduk dan taat kepada allah”.
Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam muqadimah anggaran
dasar sebagai berikut: “ Amma ba’du . bahwa sesungguhnya
ketuhanan itu adalah hak allah semata-mata . ber-tuhan dan
beribadah serta tunduk dan taat kepada allah adalah satu-
satunya ketentuan yang wajib atas tiap-tiap makhluk terutama
manusia “.
b. “Hidup manusia itu bermasyarakat .” pokok pikiran tersebut
dirumuskan dalam muqaddimah anggaran dasarsebagai berikut:
“ Hidup bermasyarakat itu adalah Sunnah (hokum qudrat
iradat) Allah atas hidup manusia di dunia ini.”
c. “ Hanya hukum allah yang sebenar-benarnya atau satu-satunya
yang dijadikan sendi untuk membentuk pribadi yang utama dan
mengatur ketertiban hidup bersama (masyarakat ) dalam
menuju hidup bahagia dan sejahtera yang hakiki di dunia dan di
akhirat. Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam
muqaddimah anggaran dasar sebagai berikut: “ masyarakat
yang sejahtera , aman damai makmur dan bahagia hanya dapat
diwujudkan di atas keadilan , kejujuran persaudaraan gotong
royong dan tolong menolong dengan bersendikan hokum allah,
yang sebener-benernya , lepas dari pengaruh syaitandan hawa
nafsu.
d. “Berjuang menegakkan dan menjunjung tinggi agama islam
untuk mewujudkan masyarakat islam yang sebener-benernya ,
adalah wajib sebagai ibadah kepada allah berbuat ihsan dan
islah kepada manusia atau masyarakat .” pokok pikiran tersebut
dirumuskan dalam muqaddimah anggaran dasarsebagai berikut:
“menjunjung tinggi hukum allah lebih dari pada hukum yang
mana pun adalah kewajiban mutlak bagi tiap-tiap orang
mengaku bertuhan kepada allah. Agama islam adalah agama
allah yang dibawa oleh sekian nabi, sejak Nabi Adam sampai
Nabi Muhammad Saw dan diajarkan kepada umatnya masing-
masing untuk mendapatkan hidup bahagia dunia dan akhirat.
e. Perjuangan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam
sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya,
hanyalah akan dapat berhasil dengan mengikuti jejak (ittiba’)
perjuangan para Nabi terutama perjuangan Nabi Besar
Muhammad Saw.”
Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran
Dasar Muhammadiyah sebagai berikut:
“Syahdan, untuk menciptakan masyarakat yang bahagia dan sentosa
sebagaimana yang tersebut di atas itu, tiap-tiap orang terutama
umat Islam yang percaya kepada Allah dan hari kemudian,
wajiblah mengikuti jejak Nabi yang suci itu, beribadah kepada
Allah dan berusaha segiat-giatnya mengumpulkan segala
kekuatan dan menggunakannya untuk menjelmakan masyarakat
itu di dunia ini, dengan niat yang murni tulus dan ikhlas karena
Allah semata-mata dan hanya mengharapkan karunia Allah dan
ridhaNya belaka serta mempunyai rasa tanggungjawab di
hadirat Allah atas segala perbuatannya; lagi pula harus sabar
dan tawakal bertabah hati menghadapi segala kesukaran atau
kesulitan yang menimpa dirinya, atau rintangan yang
menghalangi pekerjaannya, dengan penuh mengharapkan akan
perlindungan dan pertolongan Allah yang Maha Kuasa.”
f. “Perjuangan mewujudkan pokok pikiran tersebut hanyalah akan
dapat dilaksanakan dengan sebagik-baiknya dan berhasil, bila
dengan cara berorganisasi. Organisasi adalah satu-satunya alat
atau cara perjuangan yang sebaik-baiknya.
Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran
Dasar sebagai berikut:
“Untuk melaksanakan terwujudnya masyarakat yang demikian itu,
maka barakah dan rahmat Allah dan didorong oleh firman
dalam Al Qur’an
Artinya:
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah
dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.
(QS/ Ali Imran : 104)
Pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah atau 18 Nopember 1912
Miladiyah, oleh almarhum KHA. Dahlan didirikan suatu
persyarikatan sebagai “GERAKAN ISLAM” dengan nama
“MUHAMMADIYAH” yang disusun dengan Majelis-majelis
(bagian-bagiannya), mengikuti peredaran zaman serta
berdasarkan “syura” yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan
dalam permusyawaratan atau Muktamar.”
g. Pokok pikiran-pokok pikiran/prinsip-prinsip/pendirian-
pendirian seperti yang diuraikan dan diterangkan di muka itu,
adalah yang dapat mewujudkan, keyakinan dan cita-cita
hidupnya terutama untuk mencapai tujuan yang menjadi cita-
citanya, ialah terwujudnya masyarakat adil dan makmur lahir
batin yang diridai Allah, ialah MASYARAKAT ISLAM
YANG SEBENAR-BENARNYA.
Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran
dasar sebagai berikut: Kesemuanya itu perlu untuk menunaikan
kewajiban mengamalkan perintah-perintah Allah dan mengikuti
Sunah Rasul-Nya Nabi muhammd Saw, guna mendapat karunia
dan ridaNya di dunia dan akhirat, dan untuk mencapai
masyarakat yang sentosa dan bahagia, disertai nikmat dan
rahmat Allah yang melimpah-limpah, sehingga merupakan.
Artinya:
Suatu negara yang indah, bersih, suci dan makmur di bawah
lindungan Tuhan yang maha Pengampun.” (QS. Saba’ : 15)
2. Gerakan Tajdid Pada 100 Tahun Kedua

Pengertian Tajdid

Istilah tajdid berasal dari bahasa Arab yaitu jaddada, yang berarti memperbaharui
atau menjadikan baru. Dalam kamus Bahasa Indonesia tajdid berarti pembaruan,
modernisasi atau restorasi.

Secara bahasa (etimologi) tajdid memiliki makna pembaharuan dan pelakunya


disebut mujaddid (pembaharu). Sedangkan dalam pengertian istilah (terminology),
tajdid berarti pembaharuan terhadap kehidupan keagamaan, baik dalam bentuk
pemikiran ataupun gerakan, sebagai respon atau reaksi atas tantangan baik internal
maupun eksternal yang menyangkut keyakinan dan sosial umat (Ibnu Salim dkk:
1998:1).

Dalam pengertian lain, tajdid adalah upaya untuk memperbaharui interpretasi-


interpretasi atau pendapat-pendapat ulama terdahulu terhadap ajaran-ajaran dasar
Islam, atas dasar bahwa ajaran tersebut sedah tidak relevan dengan tuntutan dan
perkembangan zaman. Oleh karena itu, tajdid adalah usaha yang kontinyu dan
dinamis, sebab selalu berhadapan dan beinteraksi dengan historisitas kehidupan
manusia.

Dalam konteks Muhammadiyah, tajdid bertujuan untuk menghidupkan kembali


ajaran al-Qur'an dan Sunnah dan memerintahkan kaum muslimin untuk kembali
kepadanya. Adapun yang masih merupakan rumpun tajdid dalam perspektif
Muhammadiyah adalah seperti diurakan oleh beberapa tokoh Muhammadiyah
sebagai berikut: Pertama, K.H. Azhar basyir menyebutkan bahwa Muhammadiyah
bertujuan memurnikan ajaran al-Qur'an dan Sunnah dari praktek-praktek takhayul,
bid’ah dan khurafat yang dianggap syirik.

Dengan kata lain, Muhammadiyah berkepentingan mengusung Islam murni (Lihat


Azhar Basyir: 1993: 255-257). Kedua Syafi’i Ma’arif menyebutkan bahwa
Muhammadiyah mentahbihkan dirinya sebagai gerakan non-mazhab, dinamisasi di
tengah-tengah arus utama umat Islam yang terkungkung dalam belenggu mazhab
(Syafi’i Ma’arif 1997: 133). Dan Ketiga, K. H. Suja inti dari pendirian
Muhammadiyah sebagai jawaban terhadap surat al-Maun yang dikaitkan dengan
pembebasan kaum tertindas. (Q.S. Al-Anfal: 24) (Sukrianto AR 1990: 43)

Apa yang dimaksud dengan tajdîd dalam Muhammadiyah dan bagaimana


perkembangannya selama satu abad pertama? Kedua persoalan ini perlu dianalisis
berdasarkan periodesasi dan kurun waktu yang telah ada. Secara garis besar,
perkembangan tajdid dalam Muhammadiyah dapat dibedakan menjadi tiga pase,
yakni pase aksi-reaksi, konsepsionalisasi dan pase rekonstruksi. Ketika
Muhammadiyah didirikan, para tokoh Muhammadiyah, termasuk K.H. Ahmad
Dahlan, belum memikirkan landasan konseosional dan teoritis tentang apa yang
akan dilakukannya. Yang terjadi adalah, upaya mereka untuk secara praktis dan
pragmatis menyebarkan ajaran Islam yang baik dan benar sesuai dengan tuntunan
Rasulullah. Konsentrasi mereka difokuskan pada bagaimana praktek keagamaan
yang dilakukan masyarakat waktu itu disesuaikan dengan apa yang dilakukan oleh
Rasulullah di satu sisi, tapi juga memperhatikan tradisi agama lain, khususnya
kristen, yang kebetulan disebarkan oleh penjajah negeri iniAdapun rumusan tajdîd
yang resmi dari Muhammadiyah itu adalah sebagai berikut:

Dari segi bahasa, tajdid berarti pembaharuan, dan dari segi istilah, tajdîd memiliki
dua arti, yakni: pemurnian, peningkatan, pengembangan, modernisasi dan yang
semakna dengannya.
Dalam arti “pemurnian” tajdid dimaksudkan sebagai pemeliharaan matan ajaran
Islam yang berdasarkan dan bersumber kepada al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-
Shohihah. Dalam arti “peningkatan, pengembangan, modernisasi dan yang
semakna dengannya”, tajdid dimaksudkan sebagai penafsiran, pengamalan, dan
perwujudan ajaran Islam dengan tetap berpegang teguh kepada al-Qur'an dan As-
Sunnah Ash-Shahihah.

Untuk melaksanakan tajdid dalam kedua pengertian istilah tersebut, diperlukan


aktualisasi akal pikiran yang cerdas dan fitri, serta akal budi yang bersih, yang
dijiwai oleh ajaran Islam. Menurut Persyarikatan Muhammadiyah, tajdid
merupakan salah satu watak dari ajaran Islam.

Yang diperbaharui adalah hasil pemikiran atau pendapat, dan bukan memperbarui
atau mengubah apa yang terdapat dalam al-Qur”an maupun al-Hadis. Dengan kata
lain, yang diubah atau diperbarui adalah hasil pemahaman terhadap al-Qur’an dan
al-Hadis tersebut.

Tajdid merupakan proses yang tidak pernah berhenti. Ia akan tumbuh dan
berkembang seiring dengan perkembangan kehidupan manusia. Dalam ranah
agama, tajdid dimaknai sebagai upaya untuk redefinisi makna di tengah-tengah
kehidupan manusia yang progresif Islam seringkali dimaknai penganutnya sebagai
agama yang “rahmatan lil alamin”, agama yang senantiasa sesuai di setiap tempat
dan zaman. Untuk mengejawantahkannya, seringkali dihadapkan pada dilema
antara normativitas teks dengan realitas sosial. Dalam menghadapi dilema ini,
maka yang harus diubah adalah cara pandang terhadap teks al-Qur’an dan al-
Sunnah. Amin Rais menyebut tajdid dilakukan secara konprehensif yang mengarah
kepada future oriented. (Amin Rais, Visi dan Misi Muhammadiyah, 1998: 10).
Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid menggunakan tiga paradigma dalam
membaca teks yakni bayani, burhani, dan irfani. Ketiga paradigma ini diharapkan
mampu menjawab dilema antar teks dan konteks sehingga menghasilkan Islam
yang rahmatan lil alamin.

Pengetahuan dan peradaban manusia senantiasa berubah dan berkembang


seiring dengan perkembangan zaman. Sebagai bagian dari narasi besar ilmu
pengetahuan, ilmu-ilmu keislaman pun mengalami pergeseran paradigmatik. Hal
ini terjadi karena ilmu-ilmu yang lahir tidak lepas dari bingkai sosial yang
mengkonstruk realitas. Bingkai sosial inilah yang selalu mengalami perubahan
seiring dengan pperkembangan peradaban manusia. Oleh karena itu, pergeseran
paradigma merupakan tuntutan sejarah.

Perkembangan peradaban manusia kini sampai pada era pluralisme dan


multikulturalisme. Agama-agama yang selama ini mapan dengan dirinya, ternyata
mengalami problematika ketika berhadapan dengan realitas luar yang makin
kompleks dan plural. Untuk itu, maka, harus ada redefinisi terhadap makna dan
orientasi agama, sehingga agama senantiasa relevan dengan peradaban manusia.

Tantangan selanjutnya datang dari ranah budaya atau kultur sosial masyarakat
lokal. Agama sebagai sistem nilai, norma dan ajaran yang dominan, berhadapan
dengan sistem nilai yang datang dari tradisi atau adat masyarakat setempat. Sistem
nilai itu lahir dari kearifan lokal yang secara turun temurun dipegang oleh sebuah
masyarakat sebagai suatu ajaran yang harus dijunjung tinggi. Dialektika antara
agama dan budaya (kearifan) lokal ini juga sering memicu ketegangan, konflik dan
perpecahan.

Muhammadiyah 100 tahun kedua, meninjau ulang paradigma yang selama ini
dipegang merupakan suatu keharusan. Misalnya, sikap Muhammadiyah terhadap
persoalan budaya lebih bersifat monolitik. Kecendrungan ini bisa dilihat dari
identitas yang melekat dalam Muhammadiyah yakni gerakan Islam yang murni, di
samping sebagai gerakan modernisme.

Muhammadiyah 100 tahun kedua, diharapkan mampu melangkah dengan


pandangan dan strategi yang lebih tepat sasaran dan mencapai keberhasilan dalam
mewujudkan visi dan tujuannya, baik tujuan jangka menengah dan jangka panjang,
maupun tujuan ideal yakni terbentuknya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

Untuk mencapai tujuan yang ideal ini, diperlukan transformasi baru dalam
aktualisasi gerakannya di berbagai bidang kehidupan. Disinilah pentingnya
aktualisasi ideologi medernisme-reformasi Islam dalam gerakan dakwah dan tajdid
gelombang kedua yang diperlukan Muhammadiyah. melalui potensi dan modal
sebagai gerakan pencerahan, Muhammadiyah diharapkan terus berkiprah untuk
pencerahan dan kemajuan bangsa, serta mampu menjadikan gerakan Islam
kosmopolitan yang membawa Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.

Selain transformasi dalam aktualisasi gerakan, juga transformasi di bidang


pemikiran, pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan usaha-usaha lain yang bersifat
unggul dan terobosan, Muhammadiyah dituntut untuk terus berkiprah dengan
inovatif. Dengan demikian transformasi dakwah dan tajdid, yakni melakukan
perubahan-perubahan pandangan dan strategi dakwah dan tajdid lebih mendasar
sebagai alternatif. Benni Setiawan, www.muhammadiyahstudies.blog)

Sejumlah tawaran bagi Muhammadiyah dalam melakukan reorientasi terhadap


gerakan tajdid yang diperankannya. Jalaluddin Rahmat pernah menawarkan
formulasi Tauhid Sosial sebagaimana gagasan Dr. M. Amien Rais sebagai
blueprint (cetak biru) tajdid Muhammadiyah jilid dua. Ahmad Syafii Maarif
menawarkan Muhammadiyah sebagai gerakan ilmu untuk melangkah ke depan di
tengah pergulatan pemikiran Islam dan tantangan besar yang demikian kompleks
saat ini.

Nurcholish Madjid secara isyarat memberikan catatan agar gerakan-gerakan


Islam modernis seperti Muhammadiyah memperkaya khazanah keilmuan dan
pemikiran agar “kunci” metodologis yang selama ini kuat dimiliki dilengkapi
dengan kekayaan materi pemikiran baik yang bersifat pemikiran Islam klasik
maupun kontemporer.

Tawaran-tawaran pemikiran tersebut berangkat dari penilaian bahwa gerakan


Islam modern seperti Muhammadiyah selama ini cenderung terlalu ad-hoc, kaya
amal tetapi kering pemikiran, dan kehilangan daya transformasionalnya di tengah
perubahan dan perkembangan zaman yang sarat kompleksitas masalah dan
tantangan sebagaimana kritik kaum noemodernisme terhadap modernisme.

Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid, M. Syamsul Anwar juga memberikan


tawaran bahwa kini tajdid Muhammadiyah memerlukan pengembangan dari
paradigma tajdid juz’i-‘alami (pembaruan praksis amaliah) ke tajdid usuli-nazari
(pembaruan pemikiran yang lebih mendasar). Dalam konteks ini secara sistemik
tentu saja keseluruhan pengembangan pemikiran tajdid itu berada dalam bingkai
dan legalitas organisasi, bukan bersifat perseorangan kecuali untuk wacana dan
pengembangan wawasan pemikiran.

Tajdid Muhammadiyah bersifat jama’iy atau kolektif, tetapi tentu saja


memerlukan etos ijtihad dan sistem yang lebih dinamis agar tidak mengalami
kelambanan dan tidak terperangkap pada posisi statis. Sedangkan berbagai variasi
dan pengembangan wacana pemikiran sebaiknya diberi ruang yang lebih longgar
agar tradisi pemikiran terus berkembang, tentu saja disertai sikap tasamuh dan
memiliki pertanggungjawaban intelektual yang tinggi.
Keberhasilan Muhammadiyah melangkah melintasi zaman menuju 100 tahun
kedua, karena potensi dan modal dasar yang dimiliki sebagai gerakan pencerahan.
Melalui gerakan pencerahan yang membawa misi dakwah dan tajdid yang
membebaskan, memberdayakan, dan memajukan kehidupan di tengah dinamika
abad modern yang sarat tantangan.

( penomoran halaman belum ada , daftar isi belum ada, Daftar Pustaka jika ambil
sumber dari sumber lain )

Nama : Restu Nugroho


NIM : 2019041099

Pendapat saya : Perlu di perbaiki untuk penulisannya , perlu di tambahkan


subjudul dan untuk judul serta sub judul lebih baik menggunakan Bold agar
mudah di pahami

Pertanyaan saya : sebutkan dan jelaskan contoh gerakan tajdid


muhammadiyah dalam era Digital saat ini ?

Anda mungkin juga menyukai