Kemuhammadiyahan
”MANAJEMEN DAN BISNIS”
Di Susun Oleh :
Wassalamualaikum wr.wb
(judul dan sub judul lebih baik menggunakan kapital , font standart penulisan yaitu Times new
roman , sz 12 dan ukuran kertas A4 . kemudian margin 4,4,2,2 line spacing 1,5 )
Pendahuluan
1.latar belakang
Muhammadiyah adalah gerakan Islam yang didirikan Kyai Haji
Ahmad Dahlan tahun 1330 H atau bertepatan dengan 1912 M1
. Gerakan ini
lahir di Kauman Yogyakarta, sebuah kampung di samping Kraton
Yogyakarta. Sesuai namanya Kauman adalah kampung yang banyak berisi
kaum atau para ahli agama. Dengan demikian Muhammadiyah lahir di tengah
masyarakat yang taat menjalankan Islam.
Namun demikian Islam yang berjalan di masyarakat muslim pada
umumnya, termasuk kauman di dalamnya, adalah Islam yang dalam
pandangan Kyai Dahlan tidak saja telah berakulturasi dengan budaya Jawa,
lebih dari itu, yaitu Islam yang telah terkungkung oleh hegemoni budaya
Jawa. Kehadiran Muhammadiyah adalah sebuah bentuk perlawanan terhadap
praktek Islam yang dianggap keliru itu. Paling tidak ada dua hal yang dapat
menjelaskan kehidupan umat Islam masa itu, pertama, Islam dipahami
sebagai agama ritual yang akan memberikan keselamatan dunia akhirat.
Tetapi ajaran-ajaran Islam diamalkan oleh umat tidak menyentuh
persoalanpersoalan sosial kemasyarakatan yang berkembang. Meskipun banyak
ahli
agama, banyak juga berdiri pesantren, tetapi pengembangan keilmuan Islam
hanya berputar-putar pada persoalan-persoalan ilmu itu sendiri, yang kebanyakan
adalah ilmu kebahasaan (nahwu, shorof), fiqh ibadah dan
masalah-masalah keimanan yang tidak menyentuh problem aktual
keummatan2
. Kedua, adalah kenyataan tentang ketertingalan umat Islam
dalam bidang sosial, politik dan ekonomi yang menjadikan umat Islam
sebagai umat pinggiran yang tidak ikut menentukan arah perubahan
masyarakat3
.
Di tengah masyarakat seperti itulah Muhammadiyah berdiri. Ia hadir
untuk sebuah tujuan terwujudnya Islam yang sebenar-benarnya.
Muhammadiyah ingin menjadikan nilai-nilai ajaran Islam yang menyeluruh
dan ideal itu mewujud dalam kehidupan nyata dalam bentuk masyarakat yang
adil, makmur dan diridhoi Allah SWT. Muhammadiyah ingin menjadikan
kehidupan Islam tidak hanya sekedar pada masalah fiqih ibadah, nahwu
shorof, dan berbagai ilmu alat lain, tetapi juga masuk ke dalam persoalan
keduniaan yang lebih luas untuk menciptakan kehidupan umat yang lebih
berdaya dan maju. Umat Islam tidak boleh hanya menerima keadaan menjadi
golongan kelas bawah, miskin dan bodoh, selalu diatur dan diperdaya,
ditindas dan dijajah, selalu anti dengan segala yang datang dari selain orang
muslim (kafir) dan selalu sangat percaya diri dengan ke-tradisionalannya.
Impian Muhammadiyah adalah umat Islam yang cerdas, berfikir maju, dan
memiliki tanggung jawab memimpin peradaban ini, menjadikannya umat
yang bertauhid dan menjadikan kehidupan yang adil makmur serta penuh
kebaikan dan mendapat ridho dari Allah.
Pengertian Tajdid
Istilah tajdid berasal dari bahasa Arab yaitu jaddada, yang berarti memperbaharui
atau menjadikan baru. Dalam kamus Bahasa Indonesia tajdid berarti pembaruan,
modernisasi atau restorasi.
Dari segi bahasa, tajdid berarti pembaharuan, dan dari segi istilah, tajdîd memiliki
dua arti, yakni: pemurnian, peningkatan, pengembangan, modernisasi dan yang
semakna dengannya.
Dalam arti “pemurnian” tajdid dimaksudkan sebagai pemeliharaan matan ajaran
Islam yang berdasarkan dan bersumber kepada al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-
Shohihah. Dalam arti “peningkatan, pengembangan, modernisasi dan yang
semakna dengannya”, tajdid dimaksudkan sebagai penafsiran, pengamalan, dan
perwujudan ajaran Islam dengan tetap berpegang teguh kepada al-Qur'an dan As-
Sunnah Ash-Shahihah.
Yang diperbaharui adalah hasil pemikiran atau pendapat, dan bukan memperbarui
atau mengubah apa yang terdapat dalam al-Qur”an maupun al-Hadis. Dengan kata
lain, yang diubah atau diperbarui adalah hasil pemahaman terhadap al-Qur’an dan
al-Hadis tersebut.
Tajdid merupakan proses yang tidak pernah berhenti. Ia akan tumbuh dan
berkembang seiring dengan perkembangan kehidupan manusia. Dalam ranah
agama, tajdid dimaknai sebagai upaya untuk redefinisi makna di tengah-tengah
kehidupan manusia yang progresif Islam seringkali dimaknai penganutnya sebagai
agama yang “rahmatan lil alamin”, agama yang senantiasa sesuai di setiap tempat
dan zaman. Untuk mengejawantahkannya, seringkali dihadapkan pada dilema
antara normativitas teks dengan realitas sosial. Dalam menghadapi dilema ini,
maka yang harus diubah adalah cara pandang terhadap teks al-Qur’an dan al-
Sunnah. Amin Rais menyebut tajdid dilakukan secara konprehensif yang mengarah
kepada future oriented. (Amin Rais, Visi dan Misi Muhammadiyah, 1998: 10).
Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid menggunakan tiga paradigma dalam
membaca teks yakni bayani, burhani, dan irfani. Ketiga paradigma ini diharapkan
mampu menjawab dilema antar teks dan konteks sehingga menghasilkan Islam
yang rahmatan lil alamin.
Tantangan selanjutnya datang dari ranah budaya atau kultur sosial masyarakat
lokal. Agama sebagai sistem nilai, norma dan ajaran yang dominan, berhadapan
dengan sistem nilai yang datang dari tradisi atau adat masyarakat setempat. Sistem
nilai itu lahir dari kearifan lokal yang secara turun temurun dipegang oleh sebuah
masyarakat sebagai suatu ajaran yang harus dijunjung tinggi. Dialektika antara
agama dan budaya (kearifan) lokal ini juga sering memicu ketegangan, konflik dan
perpecahan.
Muhammadiyah 100 tahun kedua, meninjau ulang paradigma yang selama ini
dipegang merupakan suatu keharusan. Misalnya, sikap Muhammadiyah terhadap
persoalan budaya lebih bersifat monolitik. Kecendrungan ini bisa dilihat dari
identitas yang melekat dalam Muhammadiyah yakni gerakan Islam yang murni, di
samping sebagai gerakan modernisme.
Untuk mencapai tujuan yang ideal ini, diperlukan transformasi baru dalam
aktualisasi gerakannya di berbagai bidang kehidupan. Disinilah pentingnya
aktualisasi ideologi medernisme-reformasi Islam dalam gerakan dakwah dan tajdid
gelombang kedua yang diperlukan Muhammadiyah. melalui potensi dan modal
sebagai gerakan pencerahan, Muhammadiyah diharapkan terus berkiprah untuk
pencerahan dan kemajuan bangsa, serta mampu menjadikan gerakan Islam
kosmopolitan yang membawa Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.
( penomoran halaman belum ada , daftar isi belum ada, Daftar Pustaka jika ambil
sumber dari sumber lain )