Anda di halaman 1dari 57

PERSEMBAHAN

Kepada segenap ikhwah, pemandu dakwah Islam di setiap tempat.


Kepada setiap Muslim yang punya ikatan janji setia memperjuangkan agamanya.
Kepada seluruh pekerja di ladang dakwah, di seantero negeri Islam dengan beragam
suku bangsa dan tradisi.
Aku gemakan sebuah gaung kewaspadaan terhadap kerusakan yang melingkupi dan
bahaya yang mengancam.
Itulah wabah Aids Gerakan Dakwah yang menggerogoti bangunan harakah dan
tanzhim serta menghancurkannya menjadi puing. [5]
Sebuah wabah yang diingatkan Quran dengan tegas,
Dan janganlah kamu berbantah-bantahan yang menyebabkan kamu menjadi
gentar dan hilang kekuatan. (Al-Anfal : 46).
Maka adakah yang menyambut gema seruan ini?
Saya berharap demikian.
Allah sajalah yang memberi pertolongan dan kepada-Nya-lah kita bertawakal.
1 Ramadhan 1409 H
Fathi Yakan [6]
PENGANTAR PENERBIT
Buku ini berjudul asli Ihdzaru Al-Aids Al-Haraki, yang diterjemahkan menjadi:
"Hati-hatilah Terhadap Aids Gerakan". Maksudnya, agar kita hati-hati terhadap penyakit
atau virus-virus yang membahayakan gerakan dakwah.
Ustadz Fathi Yakan, sebagai orang yang hidupnya dihabiskan di lapangan dakwah,
melihat bahwa gerakan dakwah sesungguhnya telah demikian marak digerakkan para
aktivisnya. Lembaga dakwah dengan berbagai kecenderungan muncul di mana-mana, baik
yang hadir secara formal maupun yang tidak formal. Semua ini tentu sebuah realitas
yang menggembirakan. Namun bersamaan dengan maraknya gerakan dakwah itu,
muncul pula realitas lain yang potensial menghambat laju gerakan dakwah itu sendiri.
Realitas itu banyak yang justru lahir dari dalam sendiri. [11]
Ternyata umat belum bisa bersatu dalam mempersepsi persoalan. Keragaman itu
lahir dari ragamnya cara pandang dan pemikiran tentang dakwah. Berikutnya gerakan
dakwah pun hadir dalam format yang bermacam-macam, visi yang aneka warna, dan
orientasi yang bervariasi, meskipun semua mengusung semangat Islam sebagai tujuan
akhirnya.
Sebenarnya, ragam pendapat clan pemikiran itu sendiri merupakan persoalan
yang ada semenjak zaman dahulu. Para sahabat berbeda pendapat tentang beberapa
persoalan dan Rasulullah tidak menganggapnya sebagai hal yang negatif. Rahasianya
apalagi kalau bukan kenyataan bahwa Rasulullah Saw. berhasil menanamkan prinsip
akidah dan akhlak demikian kuat dalam dada hingga mampu menjadikan persoalan
perbedaan pendapat sebagai realitas manusiawi yang tidak berpengaruh terhadap
prinsip dasar itu. Itulah didikan Rasulullah Saw.
Tampaknya itulah yang kini menjadi barang langka. Biasanya sebuah gerakan
dibangun pertama kali dengan landasan loyalitas kepada lembaga. Setelah itu bahkan
pembinaan keislamannya secara murni tidak berlangsung dengan baik. Akhirnya
fanatisme kepada golongan lebih dominan muncul daripada pembelaan terhadap akidah
dan keimanan.
Orang sering berkata bahwa keragaman institusi Islam yang ada sekarang sebuah
realitas positif belaka, agar menjadi media persaingan yang sehat. Sampai batas tertentu
pendapat ini bisa dibenarkan. Namun realitas juga yang menjawab bahwa sungguh
keragaman yang [12] terus terjadi dan tak kunjung bisa disatukan ini telah melemahkan
kekuatan Islam. Umat yang besar ini ternyata tidak dapat berbuat apa-apa menghadapi
berbagai tantangan besar yang dihasilkan dari konspirasi berbagai kekuatan. Tantangan itu
hadir melalui wilayah kebudayaan, pemikiran, dan bahkan militer.
Inilah sebagian yang disorot oleh Syaikh Fathi Yakan dalam buku ini. Selain
mengingatkan kita tentang beberapa "virus" yang menggerogoti bangunan dakwah,
penulis memberikan beberapa konsep solusi agar berbagai penyakit itu bisa
diminimalisasikan, atau ditiadakan sama sekali.
Buku ini, meskipun bentuknya relatif kecil namun memuat pesan-pesan yang
padat. Sebagaimana buku-buku beliau yang lain, buku ini menyajikan ulasan yang simpel
dan jelas tentang beberapa persoalan konkret yang sungguh butuh menjadi perhatian
para dai dan semua orang yang bekerja di ladang dakwah.
Penerbit sangat berbahagia bisa menerbitkan ulang buku ini dalam terjemahan
Bahasa Indonesia, karena nilai-nilai hikmah dan bimbingan dalam buku ini memang
layakdiambil oleh kaum Muslimin di mana saja. [13]
BAB I
FENOMENA KEHANCURAN GERAKAN DAKWAH
DI WILAYAH LEBANON
SEKILAS TENTANG BEBERAPA KORBAN
Ada sebuah fenomena yang menarik perhatian, mengundang orang untuk merenung,
memikirkan dan mengkaji, sekaligus mengusik minat mereka untuk menyingkap faktor-
faktor penyebab yang melatarbelakanginya. [15]
Ia adalah fenomena kehancuran yang menimpa sebagian besar bangunan dakwah,
gerakan, kelompok, dan mazhab di seantero wilayah Lebanon. Di bawah roda tragedi
yang berputar semenjak 1975, fenomena kehancuran itu telah mengenai berbagai
kekuatan partai dan organisasi gerakan dengan beragam visi dan orientasi, baik politik
maupun pemikiran. Sebagian dari mereka ada yang musnah sama sekali tak berbekas,
sebagian yang lain hancur meninggalkan kepingan-kepingan.
Gerakan Amal telah melahirkan aktivitas Islam yang terlibat pertikaian seru dengan
kelompok Hizbullah. Pertikaian ini telah menelan banyak korban di kedua belah pihak.
Sebagian meninggal dan sebagian luka-luka.
Partai Sosial Demokrat Suria telah menyaksikan kehancuran parah tatkala terjadi
pertempuran dengan Hizbullah, yang berakibat munculnya upaya saling memusnahkan.
Gerakan Nashiriyah terpecah menjadi faksi-faksi kecil, antara lain Al-Murabithun,
Persatuan Kekuatan Masyarakat Buruh, Organisasi Masyarakat Nashiri, Kekuatan Nashir,
Persatuan Komunis Arab, dan lain-lain.
Batalion-batalion militer Lebanon pecah berkeping-keping, dan memunculkan
beberapa kelompok kekuatan yang membayangi kekuatan militer nasional. Akibatnya,
muncullah dua kepemimpinan: Iliy Hubaikah dan Samir Ja'ja'. Semakin hari kepingan
mereka semakin bertambah.
Front Lebanon. Ia mengalami guncangan hebat sepanjang sejarahnya. Guncangan
pertama terjadi saat kekuatan militer pemerintah melumpuhkan sayap [16] militer
Partai Tanah Air Merdeka dalam sebuah pertempuran yang terkenal dengan Perang
Shafra'. Kemudian, guncangan berikutnya terjadi ketika kekuatan militer berusaha
memusnahkan seorang pemimpin yang membelot, Toni Frangiah beserta keluarga,
sebagian besar anggota partainya, dan rekan-rekan politiknya. Peristiwa ini terkenal
dengan julukan Penjagalan Ihdan.
Gerakan Tauhid Islami secara tiba-tiba dilanda peristiwa yang memilukan di kota
Tripoli. Gerakan yang selama ini telah berakar kukuh di kota ini, hanya dalam waktu
kurang dari empat tahun diluluh-lantakkan oleh berbagai pertikaian yang melibatkan
kekuatan militer dari berbagai pihak.
Demikianlah sebuah fenomena kerusakan yang leluasa bergerak dari satu gerakan
ke gerakan lain tanpa satu pun dari mereka mengambil pelajaran. Tidak ada di antara
mereka yang berusaha menciptakan benteng pertahanan. Setiap kelompok terperosok
dalam lubang yang sama dengan lubang yang telah menjerumuskan kelompok
sebelumnya. Ia tertimpa musibah yang pernah menimpa orang lain.
Sekarang, kita mencoba melihat apa sesungguhnya yang menjadi faktor penyebab
dan melatarbelakangi munculnya fenomena yang berbahaya dan menghancurkan ini, agar
kita bisa menarik pelajaran, mengambil faedah, dan memperkaya pengalaman.
Rasulullah Saw. bersabda,
.
Hikmah itu barang hilang seorang mukmin, di mana pun ia menemukannya
maka ia paling berhak mendapatkannya. (HR. Tirmidzi).
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB MUNCULNYA BERBAGAI
KONFLIK
Ada beragam dan berbilang faktor yang melatar-belakangi munculnya fenomena
yang menghancurkan bangunan lembaga dakwah di seantero wilayah Lebanon. Faktor-
faktor itu sebagai berikut.
Pertama, hilangnya mana'ah i'tiqadiyah (imunitas keimanan) dan tidak tegaknya
bangunan di atas fondasi pemikiran dan prinsip yang benar dan kukuh. Adakalanya
sebuah organisasi hanya berujud organisasi tokoh, yaitu sebuah organisasi yang tegak
di atas landasan loyalitas kepada seorang pemimpin yang diagung-agungkan. Ada lagi yang
berupa organisasi figur. Yaitu sebuah organisasi yang dibangun di atas bayangan figur
seseorang. Yang lain berupa organisasi kepentingan, yang berorientasi mewujudkan
tujuan-tujuan materi semata.
Dengan begitu, jadilah bangunan organisasi tadi begitu lemah dan rapuh. Dia tidak
mampu menghadapi kesulitan dan tantangan, mudah terguncang dan shafnya tercerai-berai,
sehingga muncul berbagai tragedi yang menimpa.
Kedua, rekruitmen hanya memperhatikan aspek kuantitas. Artinya, bilangan anggota
dan jumlah personel menjadi demikian menyibukkan dan menguras perhatian pemimpin.
Ini karena anggapan bahwa jumlah yang [18] banyak menjadi penentu sebuah
kemenangan dan kejayaan. Di lain pihak ia tidak memahami bahwa banyaknya bilangan
itulah yang sering kali menjadi pemicu setiap problem dan pembakar api pertikaian.
Cukuplah sebagai bukti apa yang pernah dikatakan oleh salah seorang pasukan Islam
pada Perang Hunain, tatkala mereka berbangga dengan banyaknya jumlah pasukan,
"Kita tidak akan pernah lagi dikalahkan oleh bilangan yang sedikit." Ternyata, justru
pernyataan itulah yang menjadi penyebab kekalahan mereka. Hal ini dilukiskan
oleh Al-Quran dengan indah.
. ...
Dan ingatlah Perang Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi congkak karena
banyaknya jumlahmu. Maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat
kepadamu sedikit pun dan bumi yang luas ini terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari ke
belakang dengan bercerai-berai. (At-Taubah: 25)
Rekruitmen dengan orientasi kuantitas ini bila dilihat dari kacamata Lebanon dengan
segala karakteristiknya, barangkali justru menjadi faktor paling menentukan bagi
kehancuran pergerakan di sana. Menilik bahwa kejadian-kejadian yang telah menimpa
Lebanon dengan beragam tingkatan dan muatannya selama ini telah berdampak sangat luas
di masyarakatnya, maka hal itu melahirkan opini bahwa kejadian-kejadian itu adalah
sebuah rekayasa dan permintaan pihak-pihak tertentu. Kondisi ini memudahkan pihak-
pihak tertentu menciptakan kepemimpinan rakyat untuk menjadi pendukung bagi
terealisasinya tujuan. Namun kepemimpinan rakyat [19] yang sama sudah berdiri di
pihak musuh esok hari. Demikianlah silih berganti, tergantung situasi dan kondisi yang
mempengaruhi mereka, di tingkat daerah, provinsi, maupun nasional.
Sedangkan gerakan-gerakan "haus", yang berambisi secepatnya memperoleh ghanimah
dan begitu bernafsu meraih target dan sasaran meskipun dengan jalan pintas, merampok
di jalan, menjarah gedung dan sebagainya, mereka itu tentu sangat sulit berinteraksi dengan
masyarakat yang demikian banyak. Akhirnya masyarakatlah yang menjadi korban ulah
mereka tanpa yang lain mampu mengambil pelajaran darinya.
Ketiga, salah satu faktor penyebab munculnya fenomena kehancuran bangunan
organisasi ini karena "tergadai" pihak luar, baik oleh sesama organisasi maupun oleh
negara. Bisa juga tergadai oleh basis-basis kekuatan, baik politik, ekonomi, keamanan,
maupun keseluruhan unsur ini sekaligus. Akibatnya, organisasi tadi kehilangan potensi
cengkeram, orientasinya kabur, dan arah politiknya pun bias. Jadilah ia sebuah organisasi
yang diperalat untuk kepentingan pihak lain, meskipun terkadang ia sendiri bisa
mendapatkan kepentingannya dengan cara itu.
Banyak sekali gerakan dan organisasi di Lebanon yang sudah di bawah kendali
atau menjadi tawanan pihak lain. Hal ini boleh jadi karena gerakan dan.organisasi tadi
memang rekayasa mereka. Kalau tidak demikian, ia sebuah gerakan yang memang
membutuhkan perlindungan politik mereka, atau ia begitu menggantungkan dana dan
keamanannya. Kondisi seperti ini [20] menjadi peluang besar bagi pihak luar untuk
menyusup ke dalamnya, menguasai dan mengendalikannya, serta merealisasikan tujuan
mereka sendiri.
Betapa banyak tanzhim yang terbeli dengan beberapa keping dolar dan betapa
banyak pula harakah yang tergadai dengan beberapa pucuk senjata.
Keempat, salah satu penyebab runtuhnya bangunan organisasi di negeri-negeri Islam
adalah karena tergesa-gesa ingin meraih kemenangan, meskipun tidak diimbangi dengan
sarana yang memadai.
Betapa banyak organisasi gerakan yang mendalangi pembunuhan pihak penguasa. Ia
menganggap bahwa terbunuhnya sang penguasa adalah cita-cita akhir gerakannya.
Kekuasaan, di mana pun, kemampuannya membagi ghanimah (harta rampasan)
kepada aparat sebanding dengan potensinya menderita kerugian. Bahkan ghanimah
yang telah diperoleh itu terkadang justru melahirkan cobaan dan bencana bagi
gerakannya. Pemicunya adalah sengketa dalam pembagiannya, baik antar personel
maupun personel dengan pimpinan, serta penguasa yang berambisi mendapatkan bagian
terbanyak.
Saya teringat peristiwa pada salah satu organisasi gerakan. Melalui pertempurannya,
ia mampu menguasai markas penting musuhnya. Di sana banyak ia dapatkan ghanimah
senjata beserta gudangnya. Namun dalam waktu yang teramat singkat kemenangan yang
diraih itu berubah menjadi bencana dahsyat lantaran terjadi pertikaian dalam
pembagiannya, sehingga memicu pertempuran antar sesarna yang menelan korban lebih
[21] separo personel. Kemudian pertempuran ini menggerogoti bangunan gerakan itu
sendiri yang mengakibatkan kehancuran tanpa dapat dikembalikan seperti semula.
Sesungguhnya, kajian yang jernih terhadap faktor-faktor yang mengantarkan beberapa
organisasi partai meraih kekuasaannya atas berbagai wilayah di dunia, mampu
mengungkap sejauh mana dampak negatif atau bahaya yang dihadapi oleh partai tadi
dibalik kemenangannya. Dampak negatif tadi antara lain berupa keruntuhan dan
kehancuran organisasi tadi, terpecah belahnya menjadi kepingan-kehilangan dan
kehilangan prinsip serta orientasi. Akhirnya organisasi tersebut menjadi sebuah kelompok yang
mengejar kepentingan hawa nafsu dan materi duniawi semata.
Kelima, munculnya pusat-pusat kekuatan, aliran, dan 'sayap-sayap gerakan dalam
tubuh organisasi. Kebanyakan bangunan organisasi yang mengalami pertikaian dan
perselisihan berpotensi melahirkan hal-hal di atas.
Sebuah gerakan, apa pun namanya, apabila memiliki loyalitas bercabang dan
dikendalikan oleh beragam kekuatan, tidak tunduk kepada kepemimpinan tunggal, di mana
hati para personil dan para penanggung-jawabnya tidak terhimpun pada seseorang yang
dipercaya, maka ia menjadi gerakan yang potensial melahirkan pertikaian, berebut
pengaruh dan kekuasaan untuk meraih ambisi-ambisi pribadi.
Keenam, campur tangan pihak luar. Ini merupakan faktor utama yang berdiri di belakang
fenomena kehancuran bangunan gerakan dakwah. Di masa sekarang, [22] faktor-faktor
ini telah begitu dominan mempengaruhi dunia. Kekuatan politik, pemikiran, militer, dan
intelijen yang beraneka ragam dikerahkan untuk memukul seterunya dengan target kehancuran
bangunan organisasi. Hal ini dilakukan melalui deteksi cermat terhadap titik lemah,
kemudian menawarkan "dukungan", setelah itu pukul hingga hancur.
Pintu masuk menuju ke sana sangat banyak. Adakalanya melalui pintu politik, yaitu
dengan menawarkan berbagai tawaran politis yang menguntungkan atau melalui pintu
dana, dengan jalan menutup kebutuhan-kebutuhan finansialnya, atau melalui pintu
sekuritas, yaitu dengan menjanjikan perlindungan keamanan, dan lain-lain. Hal itu
dilakukan satu per satu atau secara bersama-sama.
Melihat lemahnya bangunan organisasi secara umum, keringnya spirit keyakinan,
baik di tingkat personel anggota maupun pemimpin, sementara beban begitu berat, baik
material maupun spiritual yang harus dipikul, akhirnya ia menjadi sebuah bangunan
rapuh yang pintu-pintunya terbuka lebar. Orang dengan leluasa masuk ke dalamnya untuk
mewujudkan ambisi dengan seribu satu macam cara.
Seringkali campur tangan pihak luar itulah yang menjadi penyebab langsung
lahirnya pusat-pusat kekuatan, aliran, dan sayap-sayap pertikaian dalam tubuh
gerakan.
Ketujuh, lemah atau bahkan tiadanya kesadaran politik dalam gerakan dakwah.
Ini yang terkadang menjadi faktor penyebab lepasnya elemen-elemen [23] bangunan
dan kehancurannya.
Sebuah gerakan, di mana saja, apabila tidak memiliki kesadaran politik yang tinggi dan
baik, tidak bisa hidup mengimbangi zaman, tidak memahami kejadian yang ada di
sekelilingnya, terkecoh oleh fenomena permukaan, lupa mengkaji apa di balik peristiwa,
tidak mampu merumuskan kesimpulan-kesimpulan dari berbagai peristiwa global,
tidak bisa membuat footnote setelah membaca "teks", tidak mampu meletakkan
kebijakan politik lokal berdasar kondisi-kondisi politis internasional, dan lain-lain
kepekaan; kalau sebuah gerakan memiliki kelemahan pemahaman serupa itu, di saat arah
politik demikian tumpang-tindih dan keserakahan demikian merajalela, yang tampak di
permukaan tidak lagi mencerminkan isinya, maka ia akan menjadi gerakan yang
langkahnya terseok, sikap-sikapnya kontradiktif, dan mudah terbawa arus.
Apabila sudah demikian, datanglah sang penghancur untuk memutuskan hukuman mati
atasnya. [24]
BAB II
APA YANG TERJADI DI NEGERI-NEGERI ISLAM?
FENOMENA UMUM
Salah satu kewajiban kita sebagai bagian dari gerakan Islam di tengah masyarakat dan
arus yang melingkupi kita, setelah banyak belajar dari kasus-kasus yang terjadi khususnya
di Lebanon, faktor-faktor penyebab dan dampak-dampaknya adalah berusaha
mengantisipasi kejadian-kejadian ini, dengan terlebih dahulu mengenal kekuatan-
kekuatan yang berdiri dan menjadi motor di belakangnya, sarana dan prasarana yang
dipergunakannya, [25] serta dampak-dampak negatif yang dilahirkannya.
Pembahasan ini akan mencoba mengungkap fenomena sakit yang paling menonjol, yang
menjadi pemicu maraknya berbagai tragedi di Lebanon, yaitu fenomena keporak-porandaan
dan kehancuran bangunan partai dan organisasi secara umum, dengan segala tingkatannya.
Tujuannya adalah sebagai bahan perenungan dan untuk mendapatkan pelajaran atas
berbagai peristiwa yang sudah dan akan terjadi, serta belajar dari pengalaman orang lain
yang telah membayar kekurangannya dengan harga yang amat mahal.
Target akhir kita adalah melindungi tanah air Islam dan bangunan dakwah kita dari
serangan wabah penyakit, agar kita memiliki kesadaran penuh, kewaspadaan tajam,
serta kekebalan tangguh, terhadap serangan virus yang melumpuhkan.
Tidak lupa pula ingin saya ingatkan bahwa negeri-negeri Islam pada umumnya masih
saja lemah kepekaannya menghadapi fenomena-fenomena semacam ini. Hal itu disebabkan
beberapa faktor yang berkaitan dengan sistem islami dan sistem tarbiyah, yang merupakan
faktor prinsip dalam proses menegakkan aspek keyakinan, ibadah, maupun akhlak. Hanya saja
mesti didukung dengan beberapa aspek yang berfungsi melindungi, baik secara individu,
kelompok, maupun organisasi.
Tidak lupa saya ingatkan akan sebuah poin penting yang seringkali dilupakan oleh
banyak orang dan sedikit di antaranya yang memperhatikan, bahwa gerakan Islam dan
Dunia Islam pada umumnya, kini menghadapi konspirasi dunia yang didukung dengan
kekuatan militer [26] dan perangkat pers, baik secara terang-terangan maupun secara
sembunyi, dengan tujuan untuk menjegal shahwah (kebangkitan) Islam dan memusnahkan
gerakan Islam dengan berbagai cara.
Sarana paling berbahaya yang dipergunakan untuk melumpuhkan gerakan Islam pada
umumnya adalah sarana internal, yaitu dengan cara menyulut perbedaan pendapat,
permusuhan, menanam benih-benih penyakit, serta melontarkan berbagai slogan, ide, dan
gagasan yang menarik. Untuk menghadapi semua ini pada masa sekarang, tidaklah bisa
diterima sikap menganggap enteng musuh serta menghadapinya dengan cara sporadis-
emosional. Sebaliknya, kita harus berinteraksi dan berkenalan dengannya, menggunakan
prinsip melemahkan kemudian mengukuhkan.
FENOMENA SAKIT
a. Fenomena Ragam Aliran Gerakan (Taadudiyah)
Dunia Islam kini menyaksikan lahirnya berbagai gerakan, organisasi, jamaah, dan
kelompok Islam dengan aliran pemikiran yang beraneka ragam. Hal ini oleh sebagian
orang dianggap sebagai fenomena wajar. Namun saya tidak melihat demikian.
Berdasarkan tolak ukur syariat bagi sebuah aktivitas Islam, kemaslahatannya bagi kaum
Muslimin, berbagai realita, dan ekses negatif yang saya rasakan, saya menganggap
bahwa ini merupakan fenomena mengkhawatirkan dan berbahaya. Tidak ada yang tahu
kesudahannya, kecuali Allah Swt. [27] Kalau saja fenomena keragaman ini bersih dari
fanatisme, dibarengi suasana penuh ukhuwah, terjalin kerja sama dan saling
memahami di antara mereka, maka hal ini tidak membutuhkan pembicaraan. Tetapi
kenyataan yang terjadi sebaliknya. Keragaman yang ada kini tidak melahirkan apa pun,
kecuali semakin memuncaknya permusuhan. Ia mengembuskan nafsu hasad dan dengki
kepada sesama. Akhirnya hal itu mengakibatkan perilaku saling bertengkar dan saling
intai kelemahan atas sesamanya. Padahal yang seharusnya mereka kerjakan adalah saling
memahami dan menutupi kesalahan.
Keragaman hari ini semakin tumbuh subur tak terkendali, sehingga memungkinkan
musuh-musuh Islam merajalela di negeri-negeri Islam. Mereka datang dengan bendera dan
slogan-slogan Islam di lahirnya, namun di baliknya menyimpan niat busuk yang
membahayakan.
Ketika menghadapi derasnya arus gerakan dan bertambahnya bilangan jamaah, kaum
Muslimin menjadi bingung. Kepada siapa mereka memberikan kepercayaannya? Ke mana
mereka mempersembahkan loyalitasnya? Dengan siapa mereka menjalin kerja sama?
Seolah-olah musuh Islam itu targetnya memang menciptakan kondisi seperti ini.
Itulah kondisi yang pahit, menyedihkan, dan mengguncangkan. Keragaman pada
akhirnya menggoreskan sebuah tanda tanya besar kepada seluruh gerakan. Mana di antara
mereka yang orisinil dan mana yang palsu. Mana yang benar dan mana yang salah. Dan
mana yang selamat dan mana yang sesat. Jadilah aktivitas Islam berjalan tanpa kaidah,
tanpa basis, dan tanpa eksistensi, [28] sehingga keseluruhannya menjadi begitu kabur
dan guncang.
Keragaman merupakan potensi besar bagi lahirnya pertikaian di Dunia Islam, dan
inilah yang mereka inginkan. Musuh-musuh Islam tidak akan mencurahkan perhatiannya
kepada sesuatu, selain dalam rangka menciptakan pertikaian, agar nantinya mereka leluasa
bermain di atasnya, kemudian memanfaatkannya untuk menyusun rancangan politik dan
persekongkolan.
Keragaman, ke Mana Arahnya?
Keragaman ini sebenarnya sudah keluar dari nalar sehat dan melampaui batas.
Bagaimana tidak, sebagian jamaah lahir tanpa alasan. Bayangkan, tiga orang berselisih
dengan jamaah yang menjadi rumah tinggalnya, lalu membuat jamaah baru. Lima
orang yang dicopot dari suatu organisasi, segera menciptakan organisasi baru.
Sekelompok orang yang dikeluarkan dari suatu gerakan, segera membuat gerakan
penyelamat dan tandingan.
Penyakit suka melepaskan diri ini sudah menyerupai hitungan deret ukur. Dari
bilangan satu muncul berbilang-bilang. Dari sana muncul lagi pecahan-pecahan baru
tanpa hitungan.
Pada masa lalu, keragaman jamaah lahir benar-benar memiliki alasan syariat. Para
pemiliknya benar-benar memiliki kemampuan telaah dan ijtihad yang memadai. Meskipun
begitu, mereka tetap menjaga akhlak dan prinsip ikhtilaf tanpa keluar dari jalur ukhuwah
selangkah pun. [29]
Adapun kini, keragaman yang ada di Dunia Islam telah melahirkan perbedaan dan
perselisihan tanpa akhlak, tanpa ilmu, dan tanpa landasan syariat. Mereka berlomba meraih
pengaruh dan lari dari tanggung jawab. Mereka begitu vokal mempromosikan nama dan
panjinya, begitu antusias mendapatkan pengaruh, sekaligus begitu enggan mempersembahkan
pengorbanan.
Dengan kondisi demikian ini bagaimana mungkin sebuah keragaman bisa diterima dan
disebut sebagai fenomena wajar?
Ketika sebuah arus pemikiran terpecah menjadi bermacam arus; ketika sebuah mobil
yang mestinya berjalan di atas empat roda terbelah menjadi empat yang masing-masing
berjalan di atas satu roda; ketika arus pemikiran Salafi terbagi menjadi ekstrem dan moderat,
yang moderat terbagi lagi menjadi aliran-aliran yang ekstrem dan moderat pula, dan begitu
seterusnya ....
Ketika arus pemikiran Khalafi (modern) juga terpecah. Yang satu beraliran moderat dalam
bersandar pada rasio, sementara yang lain begitu ekstrem menolak doktrin tekstual, kemudian di
antara keduanya masih terjadi arus pemikiran beraneka ragam, juga dalam warna ekstrem
dan moderat ....
Ketika aktivitas Islam bertumpu pada tarbiyah namun kering pemahaman politik, atau
sebaliknya begitu memperhatikan aspek politik namun tanpa tarbiyah, atau bersifat militer
tanpa patokan dan pemikiran ....
Dunia Islam telah muncul beberapa kelompok orang yang begitu serius
memperhatikan nasib kaum [30] Muslimin dan kondisi murtad mereka. Sementara di
belahan dunia yang lain orang-orang begitu sibuk memerangi bid'ah maulud Nabi,
tasbih pada shalat Tarawih, asyik memperdalam pengucapan huruf dhad yang benar dan
bahkan ada di antara mereka yang sedang melamun menunggu datangnya Imam Mahdi.
Ketika kita disibukkan urusan seperti ini, maka akhirnya bangunan Islam akan mudah sekali
runtuh. Fitnah segera merasuk dalam masjid, sebagai pilar kaum Muslimin yang utama dan
terakhir. Semua menjadi lupa bahwa musuh-musuh yang jahat tengah mengancam. Mereka kini
bersekongkol dan begitu ambisi ingin melenyapkan eksistensi Islam. Kondisi keragaman yang
ada ini hakikatnya ikut memperlancar langkah dan menguakkan jalan bagi mereka.
Ketika hal ini dan yang lebih dari ini terjadi, maka keragaman dalam Dunia Islam
ini telah menjadi perbuatan dosa dan tercela, di samping tentu ia adalah fenomena pahit dan
merupakan lembaran hitam sejarah Islam.
Rasulullah Saw. bersabda,
.
Tangan Allah bersama jama'ah (kebersamaan) (HR. Tirmidzi).
Dalam hadits lain, beliau bersabda lagi, [31]
.
Maka berpegang teguhlah kepada jamaah, sebab seekor serigala hanya memakan
domba yang terpencil sendirian (HR. Nasai).
Ketika tragedi pahit ini sudah terjadi, maka kewajiban kita adalah menganalisis faktor
penyebab, mengorek latar belakangnya, mengkaji fenomena dengan kajian yang
ilmiah dan objektif. Dunia Islam kini terancam dari dalam, dan itu ancaman yang
paling berbahaya. Wallahu A'lam.
Fanatisme Tercela
Keragaman sebagaimana kita tahu telah melahirkan bencana dahsyat dan
membahayakan. Bencana yang paling menonjol adalah munculnya fanatisme
(ashabiyah), baik terhadap organisasi, partai, jamaah, atau gerakan. Bencana tersebut telah
demikian parah sehingga membuat mata-telinga kita buta dan tuli. Fanatisme yang mestinya
hanya diberikan kepada kebenaran dan bahwa kembali kepada hukum syariat itu merupakan
prinsip, kini ia dipersembahkan kepada organisasi dan para tokohnya. Yang seharusnya
seruan dakwah diarahkan kepada Islam, kini seruan itu diarahkan kepada lemabaga atau
organisasi, meskipun bukan dari Islam dan tanpa komitmen menegakkan nilai-nilainya.
Sesungguhnya sikap fanatik kepada kelompok itulah hakikat bid'ah. Bid'ah yang
berbahaya dan dapat menyeret kepada penyelewengan pemikiran, perilaku, dan
pendidikan atau tarbiyah.
Sorotan pembahasan dalam hal ini tidak berarti penolakan terhadap loyalitas kepada
organisasi dan gerakan. [32] Hanya saja, loyalitas terhadap Islam harus didahulukan
atas loyalitas kepada lembaga. Sebagaimana pula loyalitas (wala') kepada Allah Swt.
harus didahulukan atas loyalitas kepada personel. Komitmen kepada syariat Allah harus
diutamakan atas komitmen kepada berbagai aturan dan undang-undang.
Kewajiban para pekerja dakwah pertama kali adalah menjadikan dirinya sebagai seorang
Muslim. Apabila mereka sudah menjadi Muslim dengan sebenar-benarnya, pastilah
mereka akan mampu menjalin ukhuwah dan saling mencintai, meskipun berbeda manhaj
dan pandangan atas hakikat amal islami atau aktivitas keislaman. Namun kalau
kepekaan kelompok lebih dominan dari kepekaan Islam, rasa kesukuan lebih kuat dari
perasaan iman, maka penyimpangan pun pasti segera muncul dan keutuhan kaum
Muslimin pun terkoyak. Padahal Allah Swt. mengigatkan kita dengan firman-Nya,
. , .
Janganlah kalian menjadi seperti orang musyrik, yaitu orang-orang yang
memecah-belah agamanya dan mereka berkelompok-kelompok. Setiap kelompok
berbangga dengan kelompoknya itu. (Ar-Rum : 32).
'Ashabiyah Hizbiyah (Fanatisme kepada Lembaga) Membatalkan Islam
Fanatik kepada lembaga itu jelas membatalkan iman dan Islam. Karena pada dasarnya,
loyalitas seorang Muslim adalah kepada umatnya.

Sesungguhnya umat kalian adalah umat yang satu dam Aku adalah Tuhan kalian
maka sembahlah Aku. (Al-Anbiya': 92) [34]
Ukhuwah Islamiyah merupakan perekat yang menyatukan kaum Muslimin
dengan sesamanya.
.
Sesungguhnya kaum mukminin itu bersaudara. (Al-Hujurat : 10)
Bahkan Islam mengajak kepada seluruh umat manusia untuk saling berkenalan
dan mengikat hati dalam suasana penuh perlombaan dan persaingan meraih kebaikan,
hidayah, dan takwa.
Wahai umat manusia, sesungguhnya Kami ciptakan kalian dari golongan laki-laki dan
perempuan dan Kami jadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling
mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang bertakwa.
(Al-Hujurat: 13)
Fanatik dan fanatisme adalah perangai yang dicela Islam dan dibenci Rasulullah Saw.
Al-Quran menyeru kita agar melepaskan diri dari belenggu segala bentuk fanatisme;
fanatisme kekeluargaan, kekerabatan, kelompok, dan lain-lain sejenisnya.
Allah Swt. berfirman,
. ,
Katakan (Muhammad), "Apabila bapak-bapak kamu, anak-anak kamu, saudara-saudara
kamu, istri-istrimu, sanak familimu, harta benda yang kamu upayakan, perdagangan yang
kamu cemaskan kerugiannya serta tempat tinggal yang kamu sukai lebih kamu
cintai daripada Allah, Rasul-Nya, dan jihad fi sabilillah, maka tunggulah keputusan
Allah. Dan Allah tidak menunjuki kaum yang fasik". (At-Taubah : 24).
Di tempat lain Allah juga berfirman, [34]
....
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan bapak-bapak dan saudara-
saudaramu menjadi wali(mu), jika mereka lebih mengutamakan kekafiran daripada
keimanan. (At-Taubah : 23).
Rasulullah Saw. mengingatkan kita perihal fanatik dan fanatisme dalam sabdanya,
.
Bukanlah dari golonganku orang yang berperang atas dasar fanatisme dan
bukanlah golonganku orang yang mat i membela fanatisme. (HR. Abu Daud).
Selanjutnya beliau bersabda, "Tinggalkanlah, karena ia sesuatu yang busuk."
Fanatisme Menceraikan Persatuan
Fanatisme tidak syak lagi telah menceraikan persatuan, karena ia telah
mencabik-cabik wilayah Islam dan menciptakan jarak antara sesama kaum Muslimin.
Allah Swt. berfirman,
.
..Dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah)
bermusuh-musuhan, maka Allah mempertautkan hati-hatimu lalu dengan nikmat Nya
itu kamu menjadi orang-orang yang bersaudara. (Ali 'Imran: 103).
Rasulullah Saw. bersabda,[35]

Orang-orang mukmin dalam menjalin hubungan kasih sayang dan cinta itu bagaikan
satu tubuh. Apabila satu anggota tubuh mengeluh, maka anggota tubuh yang lain akan ikut
menderita susah tidur dan demam. (HR. Bukhari dan Muslim).
Beliau juga bersabda,
.
Seorang mukmin bagi mukmin lainnya semisal bangunan yang saling mengukuhkan
antar sesamanya (H R. Bukhari dan Muslim).
Di kesempatan lain beliau bersabda,
.
Janganlah kalian saling mendengki, saling membenci, saling memutuskan
(hubungan), dan jadilah kalian hamba Allah yang saling bersaudara. (HR. Bukhari dan
Malik).
Dan dalam hadits yang lain, beliau bersabda,
.
Tidaklah seorang hamba beriman hingga ia mencintai saudaranya sebagimana ia
mencintai dirinya sendiri. (HR. Bukhari dan Muslim). [36]
b. Fenomena Fanatisme Golongan yang Ekstrem
Dari waktu ke waktu di negeri-negeri Islam muncul fenomena baru dan tidak lazim.
Barangkali di balik itu semua ada kekuatan yang menggerakkannya, dengan tujuan
minimal memalingkan umat Islam dari urusan-urusan pokok mereka. Mereka disibukkan
dengan sengketa internal yang terus marak. Sengketa internal ini menyebabkan mereka jadi
lemah, acuh tak acuh, dan buta-tuli terhadap konspirasi jahat yang tengah mencengkeram.
Yang menarik adalah, bahwa fenomena ganjil ini terkadang kalau tidak boleh disebut
sering dibungkus dengan baju ilmiah dan syariat, padahal hakikatnya jauh dari hal-hal ilmiah
dan syariat.
Kini, fenomena ini terus menghiasi wilayah-wilayah Islam di Lebanon di saat kekuatan-
kekuatan musuh telah bergerak untuk menghancurkan Islam, baik dari dalam maupun dari luar.
Mereka bekerja sama dengan Zionis Internasional yang dipelopori Yahudi, untuk mendorong
wilayah-wilayah itu membuat proyek-proyek yang penampilan luarnya tampak baik
dan bahkan islami, namun di dalamnya tersimpan kebusukan-kebusukan. Di saat umat Islam
harus bahu-membahu, baik secara individu maupun kelompok, dalam rangka menghadapi
konspirasi yang sedang mencengkeramnya, yang terjadi justru sebaliknya. Akibatnya,
konspirasi jahat global semakin mengukuhkan cengkeramannya di wilayah-wilayah
Islam.
Mereka membuat langkah-langkah yang disebut [37] sebagai dakwah. Padahal
realitasnya, yang mereka ciptakan justru konflik-konflik di tubuh umat Islam,
dengan dalih menegakkan Islam atau menghidupkan sunah, atau memberantas bid'ah
yang merajalela di tengah masyarakat Islam. Mereka menganggap kelompok lain
yang tidak sependapat dengannya sebagai kelompok ahli bid'ah mungkar yang harus
dimusuhi dan diperangi. Rasa hasad, dengki, dan permusuhan sesama Muslim
ditebarkan untuk mendukung sikap-sikapnya.
Langkah ganjil ini memang diklaim sebagai langkah untuk memerangi bid'ah, namun ia
sendiri ternyata bid'ah. Berbagai pertikaian, kedengkian, dan kebimbangan yang meluas di
kalangan umat akibat upaya tersebut, bahayanya lebih parah daripada bahaya bid'ah
yang hendak diperangi.
Mereka memerangi syubhat tetapi jatuh kepada yang haram. Mereka mengingkari
kemungkaran, tetapi terjerumus ke dalam kemungkaran yang lebih besar. Mereka tidak
mengindahkan kaidah yang mengatakan "Tinggalkan kebaikan yang menumbuhkan potensi
kerusakan." Juga kaidah, "Menolak kerusakan didahulukan atas mengambil kemanfaatan."
Apa Sesungguhnya yang Mereka Kehendaki?
Mereka ingin menghapus segala unsur, sarana, dan event yang bisa dimanfaatkan umat
Islam sekarang untuk mempelajari Islam dan memperdalam agamanya, disamping untuk
meningkatkan kesadaran mereka akan problem-problem kekinian dalam perspektif Islam.
[38] Mereka beralasan bahwa semua itu bid'ah dan Rasulullah Saw. tidak pernah
melakukannya. Seakan-akan mereka menginginkan agar umat Islam menghindar dari
realitas yang tengah terjadi, serta mengambil jarak dari peristiwa-peristiwa yang
melingkupinya hingga mereka senantiasa terpencil dan kepemimpinan umat dan
bimbingannya.
Bagaimana tidak dikatakan demikian. Ketika diadakan suatu peringatan Isra' Mi'raj
misalnya dengan tujuan untuk mengingatkan kaum Muslimin akan sejarah dan
perjalanan hidup Nabi mereka, untuk menceritakan kembali berbagai peristiwa dan
bagaimana mengambil pelajaran dan hikmah daripadanya sebagaimana disebutkan Allah
Swt. dan Sunah Nabi-Nya melalui hadits-hadits shahih, kemudian mengaitkan itu semua
dengan apa yang terjadi di Palestina sekarang tempat terjadinya peristiwa Isra' dan Mi'raj
yang dirusak kehormatannya oleh Yahudi dan Zionis Internasional, dengan serta-merta
mereka mengatakan bahwa perayaan itu bid'ah.
Ketika diselenggarakan acara untuk memperingati Perang Badar, Fathu Makkah,
Perang Ain Jalut, Qadisiyyah, atau lainnya, dengan maksud untuk menjelaskan faktor-
faktor yang menyebabkan kemenangan mereka, selain untuk mengukuhkan pijakan
kaum Muslimin sekarang yang sedang menghadapi musuh-musuhnya di setiap tempat,
dengan serta-merta mereka juga mengatakan bahwa ini adalah amalan bid'ah.
Anehnya, mereka bodoh atau berlagak bodoh, lupa atau berlagak lupa, bahwa Al-
quranul Karim sangat kaya [39] dengan pengungkapan sejarah dan kisah-kisah para nabi dan
rasul serta para as-sabiqun al-awalun (pendahulu). Al-Quran memberi isyarat akan
pentingnya itu semua dengan sangat gamblang, sebagaimana Allah Swt. berfirman,

Telah ada dalam kisah-kisah mereka pelajaran bagi orang yang mempunyai pikiran.
(Yusuf : 111).
...
Dan semua kisah dari rasul-rasul, Kami ceritakan kepadamu. Dialah kisah-kisah
yang dengannya Kami teguhkan hatimu. (Hud: 120)
.
Maka ceritakanlah kepada mereka kisah-kisah itu agar mereka berpikir. (Al-A'raf :
176)
Aneh pula bahwa mereka lupa atau pura-pura lupa akan manhaj Nabi dalam
mengambil manfaat dari momentum dan perayaan untuk menggelar nilai-nilai Islam
serta menyampaikan dakwahnya.
Ibnu Ishaq berkata, "Rasulullah Saw. melakukan hal seperti itu. Ketika orang-orang
sedang berkumpul di sebuah acara tertentu, beliau datang kepada mereka untuk menyeru
berbagai kabilah kepada Allah Swt. dan Islam."
Mana yang disebut bid'ah, bila kita mengambil kesempatan, memanfaatkan event atau
perayaan untuk menyebarkan Islam kepada umat manusia secara bersih dan jernih
sebagaimana datang dari Rasulullah Muhammad bin Abdullah Saw., tanpa sedikit pun
menganggap bahwa perayaan ini adalah bagian dari syariat Islam?
Apabila kaum Muslimin membaca tasbih di antara [40] rakaat shalat Tarawih pada
bulan Ramadhan, tanpa menisbatkan hal itu berasal dari syariat, hanya sebagai ibadah
tambahan yang memang dianjurkan Allah Swt. dalam hadits Qudsi, "Hambaku senantiasa
mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadah sunah sehingga Aku mencintainya ...," mereka
mengatakan bahwa ini adalah bid'ah. Sementara pengikut Mazhab Hanafi berkata,
"Duduk membaca tasbih ini sesuatu yang disukai, yakni di sela-sela tiap empat rakaat. Bagi
yang shalat, ketika duduk harus menyibukkan diri dengan zikir, tahlil, atau diam."
Apabila ada suatu kaum begitu tekun dan khusyuk, lidahnya berzikir menyebut nama
Allah di suatu masjid dengan suara yang agak keras hingga terdengar, tanpa menjadikannya
sebuah kebiasaan atau menganggapnya sebagai bagian dari kesempurnaan shalat atau ada
asalnya dari agama, mereka mengingkarinya dengan suara lantang di masjid-masjid.
Dengan cara seperti itu, mereka mencegah zikir kepada Allah Swt., bahkan dengan
membangkitkan fitnah. Ketahuilah bahwa mengangkat suara dalam masjid adalah sebagian
dari tanda-tanda hari kiamat. Namun fitnah lebih jahat dari pembunuhan.
Suatu saat, ketika Rasulullah Saw. merasa harus mengingatkan sahabatnya agar
merendahkan suara ketika takbiratul ihram ketika itu mereka sedang dalam bepergian
beliau tidak serta-merta mengatakan, "Sesungguhnya ini adalah bid'ah," akan
tetapi meluruskannya dengan menunjukkan apa yang semestinya, seraya bersabda, [41]
.
Wahai manusia, tahanlah, sesungguhnya kalian tidak sedang menyeru Dzat yang tuli
dan tidak hadir (di hadapanmu) (HR. Bukhari).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Kaum Muslimin sepakat bahwa membaca
selawat dan berdoa secara siriy (suara tidak terdengar) itu lebih baik".
1
)
Apabila ada sebuah majelis ditutup dengan doa bersama-sama, mereka katakan bahwa itu
adalah perilaku bid'ah. Padahal banyak hadits dan riwayat dari Rasulullah Saw. yang
menegaskan agar kita membiasakan diri menyudahi majlis dengan doa. Sebagian hadits itu
adalah apa yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Ibnu Umar r.a., ia berkata, "Jarang sekali
Rasulullah Saw. Bangkit dari majelis kecuali setelah kami membaca doa, [42]


.
Ya Allah, anugerahilah kami rasa takut yang menghalangi kami dari maksiat kepada-
Mu dan ketaatan yang mengantarkan kami menuju surga-Mu serta keyakinan yang
meringankan beban kami dalam menghadapi musibah duniawi. Ya Allah, berilah kami
anugerah menikmati pendengaran, penglihatan, dan kekuatan kami selama Engkau masih
menghidupkan kami dan jadikanlah ia sebagai pewaris kami. Jadikanlah ya Allah, balas
dendam kami atas orang-orang yang menzalimi kami, tolonglah kami dalam
menghadapi orang yang memusuhi kami dan janganlah engkau timpakan musibah pada
agama kami. Jangan pula Engkau jadikan dunia ini sebagai perhatian terbesar kami
dan sebagai orientasi ilmu pengetahuan kami, dan janganlah Engkau perkenankan orang
yang tidak menyayangi kami menguasai kami.
2
)
Apabila ada sekelompok anak muda di sebuah masjid bergiliran membaca Al-
Quran dipimpin oleh salah seorang musyrif atau pembina untuk mengontrol bacaan
mereka, maka hal itu dikatakan sebagai bid'ah. Padahal banyak riwayat yang menganjurkan
kita untuk banyak membaca Al-Quran. [43]
Sebuah hadits sahih menegaskan,
1
Ringkasan Fatawa Mishriyah.
2
HR. Tirmidzi. Dia mengatakan bahwa hadits ini hadits hasan.

.
Tidaklah berkumpul suatu kaum di salah satu rumah Allah, membaca kitab Allah dan
mempelajarinya, kecuali turun kepada mereka ketenangan, rahmat menutup mereka, dan
para malaikat mengelilinginya. Sedangkan Allah menyebut mereka di hadapan malaikat
di sisi-Nya. (HR. Abu Daud).
Dari Abu Hurairah r.a. bercerita bahwa suatu saat ia masuk ke pasar lalu berkata kepada
orang-orang, "Saya melihat kalian berada di sini, padahal warisan Rasulullah sedang
dibagi-bagikan di masjid". Mendengar itu, orang-orang pun segera menuju masjid
meninggalkan pasar. Ketika tidak menjumpai warisan itu, mereka berkata, "Wahai Abu
Hurairah, kami tidak melihat ada warisan Rasulullah dibagi-bagikan di masjid." Abu
Hurairah menjawab dengan tenang. Lalu bertanya, "Lalu kalian melihat apa?" Mereka
menjawab, "Kami menyaksikan orang-orang zikir kepada Allah dan membaca Al-Quran."
"Itulah warisan Rasulullah", jawab Abu Hurairah tenang.
Sesatnya Bid'ah Tidak Ada Khilaf
Bid'ah dalam agama adalah sesuatu yang diada-adakan dan sesat. Tidak ada perbedaan
pendapat dalam [44] hal ini. Rasulullah Saw. telah mengingatkan kita tentang sesatnya
bid'ah dalam banyak hadits. Salah satunya adalah apa yang diriwayatkan Ahmad dan
Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah, dengan sanad sahih dari Rasulullah Saw. Beliau
bersabda,
,
. , ,
Saya wasiatkan kepada kalian agar bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat,
meskipun terhadap hamba sahaya dari Habsyi. Sesungguhnya barangsiapa hidup
sesudahku, ia akan menyaksikan banyak perselisihan. Waspadalah terhadap upaya
membuat amalan-amalan baru. Karena setiap yang baru (yang diada-adakan tanpa
landasan syariat) adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah sesat. Hendaklah kalian
memegang teguh sunahku dan sunah para khulafaurasyidin yang telah mendapat
petunjuk. Dan pegang teguhlah sunahku dan gigitlah dengan geraham. (HR. Tirmidzi).
Dalam hadits Anas bin Malik r.a., Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya Allah
Swt. menutup pintu taubat atas orang-orang ahli bid'ah hingga mereka meninggalkan
bid'ahnya itu". (HR. Thabrani, Hasan).
Abu Bakar r.a., pernah berkata, "Sesungguhnya saya ini seperti kalian. Dan saya tidak
tahu barangkali kalian akan membebani saya sebagaimana Rasulullah saw. [45] mampu
mengerjakannya. Sesungguhnya Allah Swt. memilih Muhammad untuk semesta alam dan
menjaganya dari bencana. Saya hanyalah seorang pengikut bukan pembuat-buat yang baru.
Karenanya, apabila saya istiqamah maka bantulah, apabila saya menyeleweng maka
luruskanlah."
Ibnu Mas'ud berkata, "Jadilah pengikut dan jangan membuat-buat yang baru. Kalian
telah cukup (dengan yang ada, penerj.)"
Ibnu Umar r.a. berkata, "Semua bid'ah itu sesat meskipun orang-orang melihatnya sebagai
kebaikan."
Bid'ah dalam agama adalah perlawanan pada Dzat Pembuat syariat dan keberanian yang
kelewat batas pada Allah Swt., selain berarti menuduh secara tidak langsung bahwa syariat
itu mengandung kelemahan.
Semoga Allah Swt. merahmati Imam Malik yang pernah berkata, "Barangsiapa
menciptakan bid'ah dalam Islam dan mengatakannya sebagai sebuah kebaikan, maka
sesungguhnya ia telah mendakwa bahwa Muhammad telah mengkhianati risalah.
Karena Allah Swt. berfirman,
.
Hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu dan telah Ku-lengkapi nikmat-Ku
atasmu dan Aku ridha Islamsebagai agama untukmu. (Al-Ma'idah: 3)."
Perbedaan Pendapat Hanya Menyangkut Esensi Makna Bid'ah
Imam Syafi'i berkata, "Al-Muhdatsat (amalan baru) itu mencakup dua hal. Pertama,
yang berlawanan dengan Al-Quran dan hadits, atsar shahabat atau ijmak [46] ulama,
maka hal ini adalah bid'ah yang sesat. Kedua, kebaikan yang tidak bertentangan sedikit
pun dengan itu semua, maka hal ini tidak termasuk yang tercela".
3
)
Al 'Iz bin Abdus Salam rahimahullah membagi bid'ah menjadi lima bagian. Beliau
berkata, "Bid'ah adalah perbuatan yang tidak dikerjakan pada masa Rasulullah Saw.
Itu terbagi dalam bid'ah wajib, bid'ah haram, bid'ah ajuran, bid'ah makruh, dan bid'ah
mubah. Cara memahami hal itu dengan mencocokkan sebuah bid'ah dengan kaidah
syariat. Apabila ia masuk dalam kaidah wajib, maka jadilah ia wajib, seperti menyusun
ilmu nahwu yang menjadi sarana memahami firman Allah dan sabda Rasulullah. Ini
menjadi wajib karena merupakan upaya menjaga syariat. Sesuatu yang tidak sempurna
kewajiban kecuali dengannya, maka ia menjadi wajib. Sedangkan apabila ia masuk dalam
kaidah selain itu, kita menghukumi sesuai dengan kategori hukumnya; makruh, mubah,
haram, atau sunah". Wallahu a'lam.
Yang berpendapat sesuai dengan definisi ini adalah Ibnul 'Atsir rahimahullah.
4
)
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, "Sebuah bid'ah yang kebaikannya masih
ditetapkan oleh dalil syara', maka ia masuk dalam dua kemungkinan. Pertama, ia
bukanlah bid'ah dalam agama meskipun secara bahasa ia disebut bid'ah, sebagaimana kata
Umar r.a., 'Sebaik-baik bid'ah adalah ini', tatkala mengumpulkan orang-orang dalam
satu imam pada shalat Tarawih. Kedua, ini kekhususan dari bentuk umum yang dianggap
baik, sedangkan selain itu tetap pada kandungan umumnya, seperti umumnya Al-
Quran dan hadits".
5
)
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah lalu, maka sebelum kita menghukum vonis
bid'ah terhadap suatu masalah, pertama-tama hendaklah mengkaji, menganalisis dan
mencocokkannya dengan kaidah syariat untuk mengetahui apakah ia memiliki landasan
syariat atau tidak. Apabila ada landasannya berarti bukan bid'ah, namun apabila tidak,
maka itulah bid'ah dan kesesatan. Oleh karena itu, maka berkumpulnya kaum Muslimin
pada momentum-momentum keagamaan dalam rangka menghayati nilai-nilai agama,
belajar Islam serta menggali hikmah dan pelajaran, dengan tanpa menetapkannya sebagai
sebuah kewajiban atau keharusan mengamalkannya, juga tidak memasukkan di
3
Rasail Al-Ishlah 3/81. Fath Al-Bariy: 13/253, Qawaid Al-Ahkam fi Mashalih Al-Anam oleh Al-Iz bin
Abdus Salam 2/204 dan An-Nihayah oleh Ibnu Atsir 1/106.
4
Qawaid Al-Ahkam fi Mashalih Al-Anam 2/204 dan An-Nihayah fi Gharib al-Hadits 1/106.
5
Majmu' Al-Fafawa 10/370.
dalamnya sesuatu yang dianggap keluar dari syariat dan mengada-ada dalam agama seperti
pembacaan buku-buku tertentu dalam momen maulid, mendatangkan kemungkaran,
menciptakan permainan-permainan, memukul tabuh-tabuhan, menghisap tembakau,
bercampur-aduk laki-laki dan perempuan dan tradisi-tradisi lain yang diharamkan,
berlebih-lebihan dalam menyanjung Rasulullah Saw. dan menjulukinya dengan sifat-
sifat yang hanya layak dimiliki Allah Swt., maka hal seperti itu tidaklah termasuk bid'ah.
Wallahu a'lam. [48]
Akhirnya, yang dituntut, terutama dari kalangan kaum muda, adalah belajaragama
Islam terlebih dahulu sebelum berani memberi fatwa dan menetapkan hukum.
c. Fenomena Pengasingan Diri (I ti zal i yah)
Pada saat para pemuda Islam harus mempersiapkan diri untuk menjadi benteng
pertahanan dan perisai bagi negeri-negeri Islam selain sebagai pelopor persatuannya dan
saat mereka harus menjadi sebuah kekuatan untuk menghadapi musuh, kita
menyaksikan realitas yang bertolak belakang dari apa yang menjadi cita-cita dan
harapan. Persiapan yang mestinya diarahkan untuk sesuatu yang benar, ternyata kita dapati
kenyataan yang sebaliknya. Hal yang kita dapati adalah, munculnya kelompok
pemuda yang disibukkan dengan takfir al-muslimin atau menuduh kafir sesama Muslim.
Bahkan, mereka juga menuding para ulama sebelumnya dengan tudingan yang sama.
Selain itu, muncul pemuda sejenis yang disibukkan dengan fitnah ta'wil (interpretasi ulang)
terhadap teks-teks dalil yang telah jelas. Ini telah membuka pintu setan, yang sulit ditutup
kembali.
Semua itu ditempuh melalui cara-cara permusuhan yang ekstrem. Mereka
menjadikan negeri-negeri Islam sebagai ajang perang dan sengketa dengan segala
kandungan maknanya, bahkan telah sampai pada batas pertempuran bersenjata yang
menumpahkan darah. Na'udzubillahi min dzalik. Selain dalam bentuk pertempuran
bersenjata, ada lagi cara-cara yang sangat menyedihkan, di mana masjid-masjid telah
menjadi forum [49] pertikaian dan peperangan.
Hal yang mengherankan dan mengundang pemikiran serta perenungan adalah, bahwa
mereka tidak berfikir sehari pun tentang komunis dan pengingkarannya kepada Tuhan,
sekularisme dengan kesesatannya, serta zionisme dengan persekongkolannya. Namun yang
selalu menjadi sasaran permusuhan mereka secara terus-menerus, justru para aktivis
dakwah, hanya karena berbeda pandangan. Baik para ulama, lembaga atau organisasi Islam,
serta gerakan dakwah dan jamaahnya.
Jelas Menyalahi Syariat
Fenomena yang mencerai-beraikan ikatan persatuan dan ukhuwah di antara sesama
Muslim ini, jelas menyalahi manhaj Nabi, hukum syariat, dan nilai-nilai Islam, baik
dalam detail maupun globalnya. Karena hal itu membangkitkan permusuhan dan
kebencian di antara mereka, selain melumpuhkan kekuatan dan melenyapkan
kebesarannya. Akhirnya akan menguakkan jalan bagi para musuh untuk memukul
hancur mereka.
Ini jelas bertentangan dengan firman Allah Swt.,
. ,
Dan janganlah kamu menyerupai orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah
datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang akan
mendapat siksa yang berat. (Ali 'Imran: 105).
Juga dengan firman-Nya yang lain,
...
Dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi
gentar dan hilang kekuatanmu. (Al-Anfal: 46). [50]
Juga dengan firman-Nya,
...
Muhammad adalah Rasulullah dan orang-orang yang bersamanya berlaku tegas
kepada orang kafir dan kasih sayang sesama mereka. (Al-Fath : 29).
Sebagaimana ia juga bertentangan dengan wasiat pemimpin kita Rasulullah Saw.,
yang sebagian wasiatnya adalah, "Janganlah kalian menjadi kafir kembali setelahku,
yang mana sebagian dari kalian membunuh sebagian yang lain". (HR. Bukhari).
Sabdanya yang lain,
.
Barangsiapa menyerang kami dengan senjatanya, maka ia tidak termasuk golongan
kami. (HR. Bukhari dan Muslim).
Dan sabdanya,
.
Bukanlah seorang mukmin, orang yang suka mencela, mengutuk, melakukan perbuatan
keji, dan kejahatan. (HR. Tirmidzi).
Dan sabdanya lagi, "Tidaklah seseorang melemparkan tuduhan kepada orang lain
dengan kefasikan dan kekufuran, kecuali tuduhan itu akan kembali kepadanya apabila
yang dituduh tidak terbukti demikian". (HR. Bukhari).
Salah satu nasihat Imam Nawawi dalam masalah ini adalah, Ketahuilah, bahwa
mazhab yang benar adalah [51] di mana seseorang tidak mengkafirkan orang lain dari
ahli shalat lantaran berbuat dosa, tidak juga mengkafirkan penganut hawa nafsu dan bid'ah.
Sesungguhnya barangsiapa mengingkari sesuatu hukum yang sudah diketahui bahwa ia
bagian esensial dari Islam, maka ia dihukumi dengan murtad dan kafir, kecuali pada masa-
masa dekat dengan masuk Islamnya, atau karena bertempat tinggal jauh di kampung, dan
lain-lain" (Syarah Muslim)
Terlalu Berani Berfatwa
Salah satu hal yang mendukung muncul dan berkembangnya fenomena di atas adalah
keberanian yang berlebihan dalam memberi fatwa dan menetapkan hukum, termasuk
dalam urusan yang paling penting dan masalah yang paling berbahaya sekalipun.
Sementara sang mufti tadi adalah seorang pemuda yang masih terbatas ilmu dan
sempit wawasannya. Selain itu, ia pun belum memiliki satu syarat pun dari syarat-
syarat untuk menjadi seorang mujtahid.
Dahulu, para salafusaleh dan orang-orang yang dianugerahi keluasan ilmu
pengetahuan dan fiqih Islam, sangat takut memberi fatwa dan memutuskan hukum,
karena khawatir terhadap tanggung jawab syariat yang akan dihadapinya.
Bandingkan sikap mereka yang gegabah memberi fatwa ini dengan sebuah ungkapan
ma'tsur,
.
Orang yang paling berani berfatwa di antara kalian adalah yang paling berani
menantang api neraka. (HR. Ad-Darami)
Sejauhmana kedudukan mereka bila dibandingkan dengan orang-orang dahulu yang
saleh apabila ditanya selalu menjawab tidak tahu atau melemparkan pertanyaan kepada orang
lain lantaran hati-hati dan takut?
Utbah bin Muslim berkata, "Saya selalu bersama Ibnu Umar di pagi hari sepanjang
tiga puluh empat bulan. Ia seringkali ditanya dan selalu menjawab, 'Saya tidak tahu".
Ibnu Qasim berkata bahwa dirinya mendengar Imam Malik berkata, "Sungguh
saya telah memikirkan sebuah masalah semenjak umur belasan tahun, sampai sekarang tidak
ada satu pun pendapat yang sepakat."
Salah satu ungkapan ahli ilmu dari kalangan salafusaleh ketika mencela orang-orang
yang mempermudah urusan ijtihad dan fatwa adalah, "Kalau salah seorang dari kalian ada
yang memberi fatwa akan sebuah masalah lalu diajukan kepada Umar r.a., sungguh
niscaya Umar mengumpulkan ahli Badr untuk menjawabnya."
Interpretasi (Ta'wil) Adalah Pintu Setan
Ta'wil adalah pemikiran yang merupakan bagian dari pintu masuk setan dalam
rangka menghancurkan akidah. Terutama apabila ide ini dilemparkan ketengah para
pemuda yang belum matang dan belum memiliki kemampuan penalaran terhadap dalil-
dalil hukum dan syariat, juga belum memiliki pengetahuan yang matang untuk bisa
membedakan mana petunjuk dan mana [53] kesesatan, mana kebaikan dan mana
keburukan.
Cukuplah ta'wil disebut sebagai penyimpangan dengan melihat Al-quranul Karim,
sebagaimana Allah Swt. mencela orang-orang yang suka men-ta'wil dengan celaan
yang tajam,
... ,
Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka
mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat daripadanya untuk menimbulkan fitnah dan untuk
mencari-cari ta'wil-nya Padahal tidak ada yang mengetahui ta'wil-nya kecuali Allah
(Ali 'Imran: 7).
Ta'wil adalah bagian dari prinsip yang rusak dan sesat, yang merasuk dalam
Islam. Ia memiliki potensi yang membahayakan sebagaimana filsafat, pengetahuan umum,
maupun metodologi berpikir yang tidak dipandu dengan nilai-nilai Islam. Semuanya
dapat menghancurkan akidah dan menyibukkan kaum Muslimin dengan urusan logika
dan ilmu kalam serta asyik dengan men-ta'wil ayat-ayat Al-Quran, khususnya ayat-ayat
sifat, yang penta'wilannya merupakan sikap lancang terhadap Allah Swt. dan menodai
kesucian-Nya. Pada akhirnya lahir sikap menundukkan kaidah-kaidah pokok agama
kepada logika berpikir, sebagaimana ditetapkan oleh guru mereka: Ibnu Sina dalam
Risalah Al-Adhhawiyah.
Ta'wil pada hakikatnya juga merupakan tuduhan tidak langsung terhadap agama.
Tuduhan bahwa agama ini memiliki kekurangan, kekaburan, dan ketidakjelasan. Apakah
tuduhan seperti ini tidak bertentangan dengan firman Allah Swt.
.
Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu [54] dan telah Ku-
cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu menjadi agama bagimu.
(Al-Ma'idah: 3).
Dan firman-Nya,
.
Dan segala sesuatu telah Ku-jelaskan secara perinci (Al-Isra': 12).
Juga firman-Nya yang lain,
.
Sesungguhnya Quran ini membimbing kepada yang lebih lurus (Al-Isra': 9).
Orang-orang ahli ta'wil dengan perbuatannya itu seolah-olah mendakwakan
diri lebih tahu tentang Allah dari Allah sendiri dan Rasul-Nya. Mereka merasa lebih
santun kepada orang-orang mukmin dan lebih memperhatikan bimbingan kepada
mereka daripada Rasulullah Saw., karena ta'wil yang mereka lontarkan sama sekali
tidak keluar dari lisan Rasulullah Saw. Padahal dialah yang mestinya menjelaskan
maksud sifat-sifat Allah, sebagaimana diriwayatkan oleh para pemimpin umat yang adil
dan tepercaya. Hal itu telah ditinggalkannya dalam bentuk yang gamblang,
barangsiapa menyeleweng daripadanya niscaya akan rusak binasa.
Beberapa Contoh Kebathilan Ta'wil
Mereka membuat ta'wil kata istawa dalam ayat ar-rahman 'ala al-arsy istawa
(Allah ber-istiwa di atas 'Arsy), dengan istaula. Istawa dengan istaula maknanya
memang bermiripan, yaitu menguasai. Namun kata istaula memiliki pengertian
"menguasai sesuatu yang tadinya terhalangi". Apabila kita menggunakan ta'wil [55]
mereka itu, berarti bahwa 'Arsy dahulunya milik selain Allah, kemudian Allah menundukkan
pemilik pertama, maka direbutlah 'Arsy itu daripadanya (Mahasuci Allah dari
anggapan seperti itu). Sekaligus dipahami bahwa mereka menganggap adanya tuhan selain
Allah sebagai pemilik 'Arsy yang lebih dulu.
Di mana kedudukan mereka bila dibandingkan dengan pemimpin umat seluruhnya,
Rasulullah? Mengapa mereka menyimpangkan ayat yang telah disepakati oleh salafusaleh?
Mengapa mereka menyebarkan pengaburan dan kesesatan ini di tengah umat Islam, terutama
kaum awamnya, yang mereka tidak pernah mendengar hal itu pada mulanya? Mengapa selalu
membuat-buat kesulitan dan meracuni udara dan iklim yang sejuk? Pertanyaan-pertanyaan
ini diperuntukkan bagi seluruh kaum Muslimin dalam segala tingkatan.
Sesungguhnya barangsiapa mau kembali meneliti perkataan Imam yang empat mengenai
kata istawa, akan menemukan kesepakatan bahwa istawa adalah sesuatu yang pengertiannya
dipahami, sebagaimana tersebut dalam Al-Quran. Sedangkan bagaimana melakukan istiwa
adalah sesuatu yang tidak dipahami. Iman kepadanya merupakan kewajiban dan
pertanyaan tentang bagaimananya adalah bid'ah dan zindiq.
Dari Ibnu Wahab berkata, "Suatu saat saya berada di samping Malik. Masuklah seseorang
seraya bertanya, 'Wahai Abu Abdillah, ar-rahman 'ala al-arsy istawa, bagaimana istawa
itu?' Imam Malik lalu diam beberapa saat dan tampak berkeringat. Kemudian ia
menengadahkan wajahnya ke atas seraya berkata, [56] 'Ar-rahman 'ala al-arsy istawa itu,
sebagaimana Allah menyifati diri-Nya sendiri. Janganlah ditanyakan bagaimana ia
melakukan istiwa, karena hal itu tidak bisa diungkap dan tersembunyi, sedangkan
engkau ahli bid'ah. Keluarkan dia!'"
Mengafirkan Orang Lain (Takfir) adalah Kecerobohan yang Berbahaya
Keberanian mengafirkan sesama Muslim, baik pemimpin maupun awamnya, adalah
perangai yang sangat berbahaya. Dengan ulahnya seperti itu, pada hakikatnya ia telah meracuni
umat Islam dan menggoncang kepercayaan mereka terhadap ulamanya. Padahal ulama adalah
rujukan Islam yang umat Islam mendapatkan ilmu dari mereka.
Selain itu, perilaku ini juga merupakan peraguan terhadap peninggalan salafusaleh,
sebagiannya atau keseluruhannya. Maka jadilah umat ini hidup tanpa warisan dan
sejarah, diterpa angin tak tentu arah. Na'udzubillah min dzalik.
Keberanian mengafirkan sesama Muslim telah sampai pada tingkat keyakinan
diperbolehkannya mengalirkan darah dan membunuh orang dengan tuduhan kufur dan murtad
dari agama (yang mereka yakini), meskipun di antara para ulama itu ada orang terhormat,
semisal Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah. Seandainya beliau hidup, barangkali
dibunuhnyajugadengan keyakinan bahwa perbuat-annya itu merupakan taqarub kepada
Allah. La haula wala quwata ila billah. [57]
Saya tidak perlu menjelaskan alasan tersesatnya perilaku mengafirkan sesama
Muslim ini. Hal itu karena bertentangan dengan konsensus para ulama ahlusunah wal
jamaah. [58]
BAB I I I
FENOMENA KEPORAK-PORANDAAN
NEGERI-NEGERI ISLAM
Apabila negeri Lebanon telah menyaksikan fenomena kerusakan dan kehancuran,
maka negeri-negeri Islam yang lain pun menyaksikan fenomena serupa yang wabahnya
dibawa oleh virus penghancur gerakan.
Sejarah perjalanan kita yang masih pendek ini telah memiliki pengalaman yang kaya
akan mutiara pelajaran, dan itu telah dibayar mahal oleh Dunia Islam. Hal ini
mengharuskan kita mengambil manfaat darinya semaksimal mungkin, agar kasus-kasus
semisal tidak terulang lagi.
Kita menemukan banyak sekali faktor yang memicu [59] lahirnya keporak-porandaan
ini. Barangkali bisa diringkas sebagai berikut:
ORIENTASI MASSAL, ABAIKAN PEMBINAAN
Dalam melakukan dakwah Islam, banyak kelompok dan organisasi dakwah
menggunakan pola masif dalam aktivitas dakwahnya. Tujuannya menciptakan arus Islam
secara umum. Dengan kata lain, membangun Islam tidak dengan pola kaderisasi, namun
sepenuhnya kerja yang bersifat massal dan sosial.
Pada mulanya, kedua model ini memang dipadukan. Kelompok dakwah ini memadukan
antara kerja yang bersifat aktivitas organisasi gerakan dengan proses pembinaan dan
kaderisasi. Namun beberapa saat kemudian, haluan diubah ke bentuk organisasi murni
dan kepartaian.
Sebenarnya, penggunaan pola kerja yang bersifat massal di awal langkah,
seringkali menyebabkan oraganisasi dakwah tidak mampu menciptakan proses
pembinaan terhadap unsur-unsur SDM maupun perangkat-perangkat lain yang berfungsi
mengikat serta membimbing masyarakat yang mengikutinya di kemudian hari.
Bekerja dengan pola seperti ini dapat menjadi faktor penyebab masuknya beragam unsur
luar dalam barisan dakwah, bahkan pada pos-pos yang strategis dan menentukan.
- Di antara mereka ada orang yang tidak memahami sedikit pun tentang Islam,
meskipun hanya [60] prinsip-prinsip dasarnya. Namun karena longgarnya
seleksi, ia bisa menduduki posisi yang strategis dalam suatu lembaga dakwah.
- Di antara mereka ada yang masuk ke organisasi demi kepentingan pribadi, baik
materi, politik, maupun keamanan, atau lain-lainnya.
- Di antara mereka ada yang bahkan menjadi mata-mata atau agen intelijen, yang
selalu mengawasi dan memantau aktivitas sehingga dapat mengukur kekuatannya.
Demikianlah, mayoritas negeri-negeri Islam memberikan loyalitasnya kepada Islam
dan dakwah secara kabur dan kontradiktif dan simpang-siur, sehingga bukannya
menguatkan bangunan umat, namun justru menjadi beban gerakan dakwah dan
penyakit hariannya.
PERHATIAN BERLEBIH TERHADAP SLOGAN
Dalam geraknya, pola dakwah yang berorientasi pada massa biasanya lebih banyak
mengandalkan slogan daripada kandungan. Sebab barangkali karena aspek ini lebih
mudah dikalkulasi dan didata.
Gerakan dakwah, apabila tidak mampu mengubah slogan menjadi kenyataan atau
mewujudkan gambar menjadi realitas, akan kehilangan kehormatan dan pengaruhnya.
Akhirnya ia tidak mampu mewujudkan tujuan-tujuan yang lebih besar dan lebih jauh.
Islam memberi perhatian secara fokus pada substansi [61] dan kandungan, tanpa
mengabaikan fisik dan kemasannya. Perhatian kepada substansi lebih banyak daripada.
nama, kemasan, dan slogan.
Allah Swt. berfirman,
... . ,
Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu
kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka
seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang
keras ditujukan kepada mereka. (Al-Munafiqun: 4).
Rasulullah Saw. bersabda,
.
Sesungguhnya Allah Swt. tidak melihat kepada fisikmu dan hartamu, tetapi Allah
melihat kepada amal dan hatimu. (HR. Ibnu Majah).
Kelompok-kelompok Islam yang lebih memperhatikan atribut dan slogan, jelas tidak
mungkin mampu menerjemahkan idealismenya ke dalam aktivitas harian yang bisa
disaksikan orang banyak dan mereka ikut merasakannya. Bahkan seringkali aktivitasnya
bertentangan dengan slogan yang senantiasa digembar-gemborkan. Inilah
sesungguhnya yang menjadi unsur penghancur paling dominan.
Kegiatan memperbanyak bendera, slogan, dan atribut Islam bukanlah suatu cara untuk
mewujudkan perubahan Islam dan menegakkan hukum Allah Swt. di [62] muka bumi,
sepanjang bendera, slogan, dan atribut itu tidak bisa diterjemahkan dalam realitas
kehidupan nyata umat manusia, baik aspek moral maupun perundangan.
PERHATIAN BERLEBIH TERHADAP KUANTITAS
Salah satu penyakit kronis yang menjangkiti berbagai macam gerakan pada umumnya
adalah perhatiannya yang berlebihan kepada kuantitas atau bilangan, bukannya kualitas.
Mereka begitu gigih menciptakan perluasan wilayah gerakan dan memperbanyak anggota
dengan melupakan upaya memperkukuh dan memperkuat cengkeramannya.
Islam bertolak belakang dari itu semua. Ia lebih berorientasi kepada kualitas, bukan
kuantitas, kendati kuantitas sendiri tentu memiliki nilai tersendiri. Ia memperhatikan
bangkitnya nilai dalam diri manusia serta mengangkat derajatnya hingga mencapai
kesempurnaan kemanusiaannya. Islam tidak berkepentingan dengan tumpukan personel
agar mencapai bilangan sebanyak-banyaknya.
Perang Badar dimenangkan oleh kualitas personil pasukan yang baik dalam
kelangkaan bilangan. Perang Hunain pun menjadi saksi hancurnya kuantitas yang
dibarengi penyakit sejenis riya dan takabur. Hal ini untuk meyakinkan bahwa
kemenangan sesungguhya milik orang beriman meskipun sedikit jumlahnya. Pewaris bumi
ini adalah hamba-hamba Allah yang saleh.
.
Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauhul
Mahfudz, bahwasannya [63] bumi ini diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang saleh.
(Al-Anbiya': 105)
Kapan pun, jumlah besar selalu menjadi beban bagi harakah islamiah. Karena
kamiyah atau kuantitas itu selalu terikat dengan nikmat hidup duniawi, yang
dilukiskan oleh firman Allah Swt.,

. ,
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan apa-apa yang diingini, yaitu
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan,
binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di
sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (Ali 'Imran: 14).
Dari sini barangkali bisa dipahami rahasia Khalifah Al-Faruq Umar bin Khathab r.a.
ketika memilih empat panglima perang yang dikirim untuk membantu Amr bin Ash
pada hari Proklamasi Mesir. Ia menulis, "Saya membantu kamu dengan empat ribu
pasukan. Setiap seribu pasukan diwakili satu orang. Setiap orang ini menduduki
seribu pasukan. Mereka adalah Zubair bin Awam, Miqdad bin Amr, Ubadah bin
Shamit, dan Maslamah bin Mukhallad. Ketahuilah bahwa besertamu ada dua belas ribu
pasukan, dan dua belas ribu pasukan tidak boleh kalah dengan alasan sedikit."
ORIENTASI KEMILITERAN
Salah satu fenomena yang ikut menjadi persoalan dalam dakwah adalah sosok dai
yang orientasi kemiliterannya lebih besar daripada orientasi lainnya.
Inilah yang membangkitkan semangat pemuda yang [64] belum balig namun demam
memanggul senjata, untuk mengacak-acak negeri Islam. Bahkan inilah pula yang
memberi peluang kepada para pemilik dan penjual senjata dari negeri-negeri "penentu
kehidupan", serta pihak-pihakyang hanya mementingkan materi, dengan memanfaatkan
arus untuk menutupi wajah dengan topengnya, sekaligus memukul dengan melempar batu
sembunyi tangan.
Sebenarnya kekuatan militer itu ibarat pedang bermata dua. Kalau tidak dijaga ketat
dan dipergunakan dengan baik, akan menjadi bencana bagi pemiliknya. Khususnya
apabila senjata ini berada di tangan orang yang tidak bisa dipercaya serta orang-orang
yang tidak takut kepada Allah Swt. dan bertakwa kepada-Nya.
Fenomena ini juga telah menjadi sebab lahirnya operasi militer ganjil di negeri
Islam. Mereka menggunakan senjatanya itu untuk merampas harta orang guna
mewujudkan kepentingan pribadi. Betapa banyak rumah dikosongkan dengan
kekuatan senjata. Betapa banyak kaum perempuan dibeli dengan harga murah dan
kekuatan senjata. Betapa banyak kehormatan diinjak-injak dan kedudukannya dihinakan
dengan kekuatan senjata.
Pemilikan kekuatan militer sebelum kekuatan iman, kekuatan akhlak, kesadaran
politik, dan loyalitas kepada organisasi, merupakan pintu masuk bagi segenap penyakit jiwa.
Seperti ujub, takabur, dan merasa tinggi hati. Sifat-sifat ini merupakan sifat yang harus
dijauhi oleh manusia biasa, lebih-lehih oleh para dai Islam dan para pasukannya. [65]
Sebuah gerakan yang dimabukkan oleh kekuatan militer dan tertipu oleh
banyaknya para pendukung, akan terjerumus ke dalam sugesti menguasai wilayah Islam
serta mengklaim sebagai wilayah kekuasaannya. Pada akhirnya ia akan berusaha
mengenyahkan kekuatan lain meskipun sesama Islam.
Ini bisa terjadi, karena gerakan yang memiliki potensi konflik secara militer,
cenderung individualistis dalam melakukan aktivitasnya. Ia tidak akan mengizinkan
munculnya pesaing meskipun mereka adalah partner pada awalnya.
Dari itu, maka sebuah kekuatan militer harus dibingkai oleh nilai-nilai syariat
dan dikendalikan oleh pikiran sehat. Hal itulah yang pernah diungkapkan Imam
Syahid Hasan Al-Banna dalam untaian kata-katanya mengenai hakikat kekuatan
dalam gerakan dakwah. Beliau berkata, "Adapun kekuatan, maka ia adalah slogan Islam
dalam segala aturan dan syariatnya. Ikhwanul Muslimin harus kuat dan bekerja dengan
segenap kekuatan. Akan tetapi, Ikhwan harus memiliki pemikiran lebih dalam dan wawasan
lebih luas, jangan bekerja dan berpikir tanpa perenungan yang mendalam, tidak
mempertimbangkan hasil dan maksud di balik sikapnya. Mereka seharusnya mengerti
bahwa tingkatan awal kekuatan adalah kekuatan akidah dan iman. Setelah itu kekuatan
ikatan dan persatuan. Baru setelah kedua itu, kekuatan tangan dan senjata. Sebuah jamaah tidak
layak disebut kuat hingga terpenuhi seluruh unsur ini. Seandainya ia mempergunakan
senjata, sementara ikatan ukhuwahnya rapuh, tatanannya longgar, akidahnya [66] lemah,
dan imannya beku, maka akan berakhir dengan kebinasaan dan kehancuran. Ini
tinjauan pertama.
Sedangkan tinjauan kedua, apakah ajaran Islam yang kekuatan sebagai slogannya,
memerintahkan kita untuk menggunakan kekuatan dalam segala situasi dan kondisi?
Ataukah ia memberi batasan, menentukan syarat, dan mengarahkannya kepada arah tertentu?
Tinjauan ketiga, apakah kekuatan itu dijadikan sebagai alternatif pertama atau
apakah ia merupakan penyelesaian terakhir? Apakah seseorang perlu menimbang dan
memperhitungkan dampak positif dan negatif yang terjadi akibat penggunaan senjata ini,
ataukah ia boleh menggunakannya dengan tanpa peduli apa yang terjadi setelah itu
sebagai akibatnya?".
6
)
KETERBUKAAN DALAM SEGALA HAL
Salah satu kekeliruan yang terjadi di negeri-negeri Islam adalah aktivitas dakwah
sering melanggar kaidah "tidak setiap yang diketahui itu perlu dikatakan". Yang terjadi
justru siasat "berpikir dengan suara vokal", dengan cara menyingkap tabir seluruh
6
Majmu' Ar-Rasail, h. 134
aktivitas, tujuan, dan langkah-langkahnya, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Ini
semua bertentangan dengan manhaj Nabi yang sering ditegaskan Rasulullah Saw. dengan
sabdanya, "Mintalah bantuan dengan kitman (penyembunyian) untuk memenuhi setiap
kebutuhan", atau [67] sabdanya, "Mintalah bantuan dengan kitman untuk memenuhi
hajat". (HR. Thabrani dan Baihaqi).
Dalam Al-Quran banyak diisyaratkan mengenai hal ini, salah satunya adalah wasiat Ya'qub
a.s. kepada putranya,
... ,
Dan Ya'qub berkata, "Hai anak-anakku, janganlah kamu (bersama-sama) masuk dari
satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu gerbang yang berlainan. Namun demikian
aku tidak dapat melepaskan kamu barang sedikit pun dari (takdir) Allah (Yusuf: 67).
Ayat ini merupakan isyarat dari salah satu nabi Allah akan perlunya kehati-hatian dan
sikap waspada, tidak menyingkap seluruh kekuatan dan personel. Prinsip yang paling baik
dalam kondisi apa pun, kita harus berpijak di atas kaidah 'alaniatul amal wasiriyatut tandzim.
MahabenarAllah Swt. ketika berfirman,
.
Hai orang-orang yang beriman, ambillah kewaspadaan lantas majulah
berkelompok-kelompok atau bersama-sama. (An-Nisa': 71).
Sebenarnya cara kerja yang serba terbuka itulah yang membongkar aktivitas
pergerakan, karena sejak awal bisa dideteksi perinciannya, termasuk personel, pemimpin,
dan kekuatannya secara keseluruhan. Jadilah segala sesuatu tampak di permukaan bahkan
terekspos tanpa ada sedikit pun sisa yang disembunyikan. Dampak yang ditimbulkan dari
sikap ini sangat besar dan berbahaya.
Perjalanan dakwah selama ini dengan segala dinamika peristiwa di medan perjuangan
membuktikan [68] semua itu. Namun sayang, kesadaran baru lahir tatkala waktu sudah
terlambat dan daya nalar sudah keruh.
TIADANYA KESADARAN POLITIK
Sebagian orang berpikir bahwa menegakkan bangunan iman itu tidak perlu ditopang
dengan unsur-unsur penyebab. Tidak perlu adanya kesadaran berpolitik, strategi dan
manajemen, dan ketajaman penalaran atas segala sesuatu. Sebenarnya, sejak semula Islam
mendorong dan mengimbau kita untuk menggunakan unsur-unsur penyebab, dan salah satunya
adalah kesadaran berpolitik. Dengan memiliki kesadaran berpolitik, kita bisa menyingkap
misteri, menangkap fenomena, dan memahami hal-hal di balik yang fenomenal.
Sebuah gerakan yang tidak memiliki potensi dan sarana yang bisa mempertajam
penglihatan terhadap problem dan memperluas cakrawala berpikir terhadap segala urusan
untuk memahami hakikat politik, sikap, realitas, konflik yang terjadi, baik di wilayah lokal,
nasional, maupun internasional, mengetahui kedudukan setiap peristiwa yang terjadi di
wilayah-wilayah Islam pada setiap tingkatannya, adalah sebuah gerakan yang tidak layak
diberi hidup. Ia tidak patut mendapatkan taufik dan tidak pantas meraih kebaikan. Khususnya di
masa ketika berbagai kepentingan, seperti kepentingan pemerintah, kepentingan lembaga,
partai, dan kepentingan-kepentingan individu saling tumpang tindih. Upaya mengurai,
menganalisis, dan menarik kesimpulan menjadi urusan tidak sederhana dan membutuhkan [69]
telaah [analisa] yang serius dan sarana yang mendukung.
Kelompok-kelompok gerakan dakwah dengan potensi seperti ini sesungguhnya
tidak memiliki cakrawala politik dan potensi SDM yang bisa membantu mengungkap
peristiwa dan menentukan arah politik yang benar dan lurus. Inilah yang membuat
gerakan sering jatuh dalam suasana kontradiktif, baik ucapan, sikap, maupun perilakunya.
JALAN PINTAS
Ada lagi fenomena yang mencolok dari berbagai kelompok dakwah, yaitu senang
menempuh jalan pintas dalam melakukan perubahan islami di tengah masyarakat. Padahal
perlu dipahami bahwa sesungguhnya faktor waktu memiliki nilai dan kedudukan tersendiri
dalam setiap aktivitas perubahan, bahkan meskipun sekadar langkah perbaikan. Sebuah
perubahan yang membutuhkan sepuluh tahun tidak mungkin diwujudkan hanya dalam
waktu setahun. Segala sesuatu yang membutuhkan ratusan tahun tidak bisa direalisasikan hanya
dengan puluhan tahun.
Perubahan Islam dalam bentuknya yang khusus bukan sekadar masalah memperindah
atau mengubah bentuk, tetapi ia mengganti dengan realitas baru, termasuk prinsip-prinsip
akidah, pemikiran, perundangan, moralitas, dan budaya. Upaya seperti ini selalu
berhadapan dengan kekuatan jahiliah di seluruh dunia yang hendak menjegal keberhasilan
dan realisasinya. Karenanya, perlu persiapan yang matang. [70]
Setiap target yang dicanangkan oleh musuh-musuh Islam, seperti zionisme, zending,
dan komunisme, dalam merealisasikan tujuannya, selalu memperhitungkan masa yang
dibutuhkan. Mereka beranggapan bahwa sasaran yang mustahil dicapai hari ini mungkin
bisa dicapai hari esok. Rencana yang sulit direalisasikan hari ini bisa jadi mudah di
esok hari. Demikian itu karena beberapa faktor, antara lain semakin matangnya
persiapan, terciptanya situasi yang kondusif, dan bertambahnya sarana pendukung.
Imam Hasan Al-Banna telah mengisyaratkan hal ini dalam risalah Mu'tamar Khamis.
Beliau berkata, "Wahai ikhwan, terutama mereka yang bersemangat dan tergesa-gesa di
antara kalian. Dengarkan suara lantangku, bahwa jalan kalian ini langkahnya telah
digoreskan, batas-batasnya telah diletakkan. Saya tidak melanggar batas-batas ini, yang
telah saya yakini bahwa ia adalah jalan yang paling selamat untuk sampai ke tujuan. Tentu
saja, jalannya begitu panjang, namun memang tidak ada jalan selainnya. Sesungguhnya,
kepahlawanan itu hanya dapat terlihat melalui kesabaran, ketahanan, kesungguhan, dan
kerja yang tak mengenal lelah. Barangsiapa di antara kalian tergesa-gesa ingin menikmati
buah sebelum masak atau memetik bunga sebelum mekar, maka saya tidak bersamanya sejenak
pun. Ia lebih baik minggir dari dakwah ini untuk mencari medan yang lain.
Barangsiapa bersabar bersamaku hingga tunas bersemi, pohon tumbuh, buah matang
dan layak dipetik, maka pahalanya di sisi Allah. Sekali-kali tidak akan lepas dari kami
dan darinya pahala orang-orang yang [71] berbuat kebajikan. Hanya ada dua hal;
kemenangan dan kekuasaan atau mati syahid dan kebahagiaan".
7
)
LEMAHNYA ASPEK PENDIDIKAN
Salah satu penyebab hancurnya berbagai kelompok Islam adalah lemahnya tarbiah
atau pendidikan. Ada sebuah kepincangan yang mengharuskan kita berupaya menyingkap
dan mengobatinya. Barangkali kepincangan itu muncul dari sisi konsep
pembinaannya, atau lemahnya sang murabi (pendidik atau pembina), atau bisa pula
dari keduanya secara bersama-sama. Keberhasilan sebuah proses pembinaan ditentukan oleh
sejauh mana lurusnya sistem dan kapasitas pendidik secara bersama-sama.
7
Rasail Al-Mu'tamar Al-Khamis
Terkadang bisa juga, lemahnya pendidikan disebabkan oleh rapuhnya strategi atau
pincangnya pengaturan langkah kerja. Misalnya, satu bidang kerja mendapatkan porsi
perhatian demikian besar, sementara bidang yang lain kurang mendapatkan perhatian.
Lemahnya pendidikan bisa juga disebabkan oleh terseretnya gerakan dakwah dalam
pertikaian yang tidak mendatangkan manfaat apa pun, atau boleh jadi potensinya
terkuras habis dalam sejumlah proyek yang dari segi urgensi maupun skala
prioritasnya bukan termasuk urutan pertama.
Sesungguhnya lemahnya pendidikan itu merupakan kepincangan yang secara perlahan
akan melahirkan [72] penyakit dan problem dalam tubuh gerakan dakwah. Ia
membuka peluang bagi musuh untuk menyalakan api fitnah.
Lemahnya pendidikan juga menjadi lahan subur bagi tumbuhnya berbagai penyakit
hati yang dapat mengguncangkan dan memecah-belah kehidupan berjamaah dan
berdakwah. Misalnya, ghibah, namimah, suka mengintai aib orang, kritik yang
tidak membangun, gengsi meminta maaf, enggan konfirmasi, fanatik dengan pendapat
sendiri, angkuh dan sombong, suka berdebat, hobi menyulut perbedaan pendapat menjadi
perselisihan pribadi, dan kerusakan lainnya.
Lemahnya pendidikan akan mengancam kualitas takwa dan wara' anggota
gerakan dakwah. Pada akhirnya ini mengakibatkan lemahnya kekuatan nilai-nilai
syariat dalam membentuk akhlak, karakter, ucapan, dan tindakan pada umumnya. Ini
dapat mengakibatkan terjerumusnya gerakan dalam perangkap setan dan nafsu amarah
yang pada akhirnya merusak individu dan jamaah sekaligus.
Sedangkan lemahnya ketakwaan dan wara' merupakan pintu masuk bagi hadirnya
perasaan menganggap enteng dan remeh perbuatan dosa serta mernpermudah pemenuhan
nafsusyahwat. Ini bisa menjerumuskan diri dalam perbuatan dosa besar yang merusak,
yang dikemas dengan berbagai slogan dan alasan. Semua itu merupakan hasil pengaburan
iblis.
Inilah yang pernah diisyaratkan Anas r.a. tatkala ia berkata, "Sesungguhnya kalian
mengerjakan suatu amalan yang dianggap lebih kecil nilainya dari sehelai [73] rambut,
padahal di masa Rasulullah Saw. kami menganggapnya sebagai dosa besar yang merusak".
(HR. Bukhari).
MEMBUDAYANYA GHIBAH DAN NAMIMAH
Salah satu faktor yang merusak barisan, mengurai ikatan, dan mengguncang bangunan,
adalah lahirnya perilaku suka menggunjing, mengadu-domba, mengintai aib orang lain,
banyak bicara, dan tersebarnya itu semua tanpa kendali dengan alasan memperbaiki
keadaan melalui amar makruf nahi mungkar.
Penyakit yang berbahaya ini telah mewarnai gerakan Islam di seluruh wilayah Islam,
baik di lingkup lokal, regional, maupun negara. Hasil yang bisa dirasakan adalah tumbuhnya
rasa rendah diri, porak-porandanya barisan, lunturnya kepercayaan, serta tersingkapnya
kelemahan gerakan di hadapan musuh.
Dari sinilah, maka Al-Quran dan hadits dengan keras dan tegas mengingatkan kita
melalui firman Allah Swt.,
, .
. .
Sesungguhnya jika tidak berhenti orang-orang yang munafik, orang-orang yang
berpenyakit dalam hatinya dan orang-orang yang menyebarkan kabar bohong di
Madinah (dari menyakitimu) niscaya Kami perintahkan kamu (untuk memerangi mereka),
kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu (di Madinah) melainkan dalam waktu yang
sebentar, dalam keadaan terlaknat. Di mana saja mereka dijumpai, mereka ditangkap dan
dibunuh dengan sehebat-hebatnya. Sebagai sunah Allah [74] yang berlaku atas orang-orang
terdahulu sebelum (mu), dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati perubahan pada
sunah Allah. (Al-Ahzab : 60-62).
. : . : :
. ,
Dari Sufyan bin Abdillah r.a., ia berkata, "Saya berkata, 'Wahai Rasulullah, katakan
kepadaku sesuatu yang bisa kujadikan pegangan'. Beliau menjawab, 'Katakan bahwa
Tuhanku adalah Allah lalu istiqamahlah.' Saya berkata, 'Wahai Rasulullah, apa yang
paling Anda khawatirkan atas diriku?' Rasulullah Saw. Menunjuk mulutnya sendiri dan
berkata, 'Ini."' (HR. Tirmidzi)
Dari contoh-contoh di atas bisa diambil pelajaran bahwa ada gerakan Islam yang
hancur, baik dalam politik maupun militer, lantaran membudayanya sikap suka bicara dan
menceritakan apa yang didengar tanpa seleksi. Bermula dari mencela pemimpin lalu
ragu-ragu terhadap konsep, hingga hancurlah bangunan gerakan sama sekali.
Mereka tidak takut kepada Allah bila menodai kehormatan saudara-
saudaranya. Mereka melukai saudaranya seperti seorang dokter memotong-motong
jenazah, atau seperti tukang jagal memotong hewan, tanpa menjaga ucapan atau etika
perbedaan' antar sesama, Objektivitas dalam mengkritik, serta memperhatikan pilihan
kata yang tepat ketika melemparkan [75] pembicaraannya. Rupanya mereka lupa terhadap
firman Allah Swt.,
, ,
.
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah
perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amal-amalmu dan
mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya,
maka sesungguhnya ia telah mendapatkan kemenangan yang besar. (Al-Ahzab: 70-71).
Mereka juga lupa terhadap peringatan Rasulullah Saw.,
.
Sungguh salah satu di antara kalian berbicara dengan kata-kata yang membuat murka
Allah tanpa dipertimbangkan akibatnya, maka Allah menetapkan dengan ucapannya itu
murka-Nya hingga hari kiamat. (HR. Tirmidzi).
Hasil dari perbuatan itu adalah terpecahnya barisan dan guncangnya bangunan. Dengan
itu, jadilah barisan gerakan sarang yang subur bagi bercokolnya setan. La haula wala
quwata illa billah.
Imam Nawawi rahimahullah telah mencantumkan satu bab dalam buku Riyadh Ash-
Shalihin yang diberi nama "Bab Orang-orang yang Menjadi Obyek Gunjingan"
berkata, "Ketahuilah bahwa menggunjing boleh dilakukan untuk tujuan yang dibenarkan
oleh syariat, di mana seseorang tidak akan sampai kepada kebenaran [76] itu kecuali
dengannya, yaitu ada enam perkara.
Pertama, aduan.
Seseorang yang teraniaya boleh mengadukan penganiayaannya itu kepada penguasa
atau yang lainnya, dengan tujuan meluruskannya.
Kedua, minta bantuan untuk mengubah suatu kemungkaran dan menyadarkan
orang yang berbuat maksiat untuk kembali.
Ketiga, minta fatwa dalam rangka memperoleh kebenaran dan menolak kezaliman.
Keempat, memperingatkan kaum Muslimin dari kejelekan serta menasihati mereka.
Kelima, menyebutkan orang fasik dengan segala perangainya setelah ia
menunjukkan dengan jelas kefasikannya.
Keenam, boleh menyebut orang dengan julukan yang telah masyhur seperti
A'masy (yang kabur matanya), A'raj (yang pincang) dan Ahwal (yang juling matanya).
Apabila ada julukan lain yang juga dikenal, sebenarnya lebih baik".
8
)
LUNTURNYA KEPERCAYAAN TERHADAP PEMIMPIN
Sebagian faktor yang mendukung terpecah-belahnya gerakan dakwah dan munculnya
sengketa adalah krisis kepercayaan terhadap pemimpin. Misalnya dalam bentuk
mengungkit-ungkit kelayakan dan kemampuannya [77] memimpin atau mempertanyakan
keistiqamahan dan kesungguhannya dalam memegang prinsip.
Hal ini terkadang tidak melahirkan dampak yang berbahaya dan kejelekan yang
menyelimutinya, kalau saja pemimpin menyerahkan urusannya kepada orang lain atau
ia mengundurkan diri demi selamatnya bangunan dakwah dari petaka dan kehancuran.
Meskipun demikian, adakalanya dalam situasi tertentu sikap sebaliknyalah yang benar.
Pemimpin terkadang bertahan dengan kedudukannya, yang pada hakikatnya ia
memancing kedengkian. Ia munculkan pertikaian, kemudian ia belokkan arahnya agar
dirinya selamat walau harus ditebus dengan hancurnya jamaah. Kita mohon
perlindungan kepada Allah dari kejelekan diri dan amal kita.
Benarlah Rasulullah Saw. ketika bersabda, "Sesungguhnya seorang pemimpin itu
apabila melahirkan keraguan pada umat manusia, ia merusak mereka." (HR. Abu Daud
dan Ibnu Hiban).
Dalam kondisi tertentu, terkadang seorang pemimpin teraniaya. Sedangkan jika ia
keluar dari tanggungjawab, maka yang akan muncul adalah kerusakan dan bencana.
Menghadapi kondisi yang demikian, lebih baik baginya menyerahkan urusan kepada
pihak ketiga untuk memutuskan orang kedua. Dengan demikian, ia akan terlepas dari
celaan dan terjauh dari syubhat serta tanggung jawab.
Agar selamat dari hunjaman kritik dan tuduhan, sedangkan kepemimipinan tetap
bertahan dalam pengertian yang benar, maka seorang pemimpin harus menjauh [78] dari
syubhat, khususnya hal-hal yang berhubungan dengan urusan materi. Hendaklah ia
menjadikan dirinya orang yang paling zuhud dan paling jauh dari segala sesuatu yang
berbau kenikmatan dan pemanfaatan.
Benarlah Rasulullah Saw. ketika bersabda,
.
Zuhudlah kamu akan harta dunia, niscaya Allah akan menyukaimu. Zuhudlah
kalian akan apa-apa yang ada di tangan orang, niscaya orang akan mencintaimu.
8
Dinukil dari buku Riyadh Ash-Shalihin.
(HR. Ibnu Majah).
Dari Auf bin Malik r.a. berkata, Rasulullah Saw. bersabda,
,
. , : , : .
Sebaik-baik pemimpin kalian adalah mereka yang kalian cintai dan mencintai
kalian, yang kalian jalin hubungan dan menjalin hubungan dengan kalian. Sedang
sejelek-jelek pemimpin kalian adalah mereka yang kalian benci dan membenci kalian,
yang kalian laknat dan melaknat kalian. Kami berkata, "Wahai Rasulullah tidakkah kita
lawan mereka". Beliau bersabda, "Tidak usah, sepanjang mereka menegakkan
shalat". (HR. Muslim) [79]
MUNCULNYA SENTRAL KEKUATAN DALAM TATANAN
Salah satu faktor yang menyebabkan kehancuran adalah lahirnya berbagai markas
kekuatan di tubuh gerakan. Pada saat yang sama kepemimpinan lemah, sehingga ia tidak
memiliki kemampuan menguasai gejolak, menegakkan keseimbangan, mengendalikan
dan meredakan perselisihan serta pertengkaran.
Faktor penyebab lahirnya markas kekuatan itu bermacam-macam. Adakalanya
disebabkan oleh perhatian terhadap aspek politik yang terlalu dominan atau pemberian
penghormatan kepada individu tertentu terlalu berlebihan. Mungkin pula karena
berlebihan dalam memperhatikan aspek kemiliteran, sehingga melahirkan rasa bangga diri
dan congkak para kadernya.
Sebab yang lain adalah perasaan gila hormat, yang menjadikannya berani membayar
berapa pun untuk dapat memanjat tembok kekuasaan. Apabila ambisi ini telah mendapat
peluang yang baik dan unsur-unsur pendukungnya semakin kuat, maka sampailah di
tahapan puncak yang sulit untuk kembali turun. Di tempat inilah penyakit congkak dan
takabur telah hinggap, yaitu penyakit iblis tatkala berkata, "Saya lebih baik darinya (Adam).
(Allah) ciptakan aku dari api dan menciptakan dia dari tanah". (Shad: 76).
Sesungguhnya, dalam Islam ketaatan kepada pemimpin merupakan bagian dari ketaatan
kepada Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana firman Allah Swt.,
...
Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan ulil amri dari
kalian. (An-Nisa': 59) [80]
Juga sabda Rasulullah Saw.,
.
Barangsiapa taat kepadaku, maka ia telah taat kepada Allah, dan barangsiapa membantahku,
maka ia telah bermaksiat kepada Allah. Barangsiapa taat kepada pemimpin, maka ia telah
taat kepadaku dan barangsiapa membantah pemimpin, maka ia telah membantahku. (mutafaq
alaih).
Ketaatan ini wajib diberikan oleh setiap individu di segenap posisi dan kedudukannya,
sekalipun mereka adalah anggota dewan pimpinan, sehingga otoritas instruksi hanya berada di
satu tangan dan pusat kekuatan pun hanya satu. Apabila tidak demikian, kepemimpinan akan
bercabang, dan pada akhirnya menumbuhkan pusat-pusat kekuatan baru. Dari sinilah awal
keguncangan menimpa.
Satu hal yang aksiomatik, bahwa ketaatan yang dimaksud adalah ketaatan kepada hal-
hal yang makruf, karena tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada
Khaliq.
Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda,
.
Hendaklah kamu mendengar dan taat dalam [81] kesulitan maupun kelapangan,
dalam gairah maupun keengganan serta ketika engkau tidak dipentingkan. (HR. Muslim).
Seseorang boleh saja menarik baiatnya dari seorang pemimpin yang diketahui
secara terang-terangan melakukan kekufuran dan kefasikan. Kepercayaan yang telah
diberikan oleh ahlu al-hal wa al-'aqd kepadanya dan diangkatnya ia menjadi
pemimpin, ternyata hanya mendatangkan mudarat yang lebih banyak daripada
manfaat. Akan tetapi, bika ia keluar dari kepemimpinannya, itu pun hanya menyulut
keresahan, fitnah, dan permusuhan. Ini adalah bisikan nafsu yang tidak satu dalil
syariat pun membenarkannya.
Batas-batas penolakan seseorang terhadap suatu kebijakan atau sikap politik
tertentu biasanya dikarenakan hal-hal berikut.
a. Munculnya masalah yang mengandung syubhat dan mendatangkan kerusakan.
Siapa pun hendaknya sudi melakukan konfirmasi dalam menyikapi ekses
semacam ini.
b. Selisih pendapat dalam menentukan tercapai atau tidaknya sebuah target. Hal ini
meskipun sepenuhnya hak pemimpin, tidaklah salah jika para personil ikut
memberikan masukan dan pendapatnya.
c. Adapun hak seseorang untuk membantah pemimpin hanya ditentukan oleh
beratnya kemaksiatan yang dilakukan olehnya kepada Allah, sehingga tidak ada
satu alasan syariat pun yang dapat membenarkan sikap dan perilaku tersebut. [82]
Dari Ubadah bin Shamit r.a., ia berkata,

.
Rasulullah Saw. memanggil dan mengambil baiat. Ia berkata, "Beliau membaiat kami
untuk mendengar dan taat dalam keadaan sulit maupun mudah, dalam keadaan
sesemangat maupun malas, dan ketika tidak dipentingkan, agar kami tidak mencopot
kepemimpinan dari pemiliknya kecuali bila dia melakukan kufur yang jelas, sehingga
kalian bisa memberikan hujah di hadapan Allah". (HR. Bukhari).
Sesungguhnya pendalaman terhadap makna taat akan mendatangkan pengetahuan
tentang nilai-nilai syariat yang harus dijadikan pijakan. Salah satunya adalah,
pemimpin berhak menentukan beberapa pilihan bagi langkah politiknya, asal tetap
dalam batas yang diperbolehkan dengan mempertimbangkan situasi, kondisi, dan
kemaslahatannya. Rasulullah Saw. pernah memperlakukan beberapa tawanannya
dengan sikap yang berbeda-beda. Sebagian ada yang dibebaskan, ada yang dibunuh, ada
yang ditebus dengan harga tertentu, atau ditukar dengan kaum Muslimin yang ditawari.
Itu semua dilakukan dengan pertimbangan kemaslahatan.
9
)
Seorang pemimpin memiliki hak-hak syariat untuk memerangi, berdamai, atau
membuat perjanjian. Ini dilakukan juga dengan pertimbangan kemaslahatan, dengan
9
Zaad al-Maad
syarat semua itu dilakukan melalui diskusi dan musyawarah.
Ia memiliki wewenang mengambil salah satu kebijakan politik di atas,
mendahulukan salah satu, dan menunda yang lain sesuai dengan pertimbangannya.
Demikian juga para personel hendaknya siap menerima putusan pemimpin meskipun
kadang bertentangan dengan pendapatdan pandangannya, kecuali apabila melihat
putusan yang diambil oleh pemimpin itu keluar dari Islam dan bertentangan dengan
kepentingan kaum Muslimin. Ketika itu terjadi, konfirmasikanlah, mintalah penjelasan
dan pertanyakan dengan dalil dan argumentasi yang sehat, tanpa mengabaikan etika dalam
melakukan konfirmasi, meminta keterangan dan mengkritik.
KEGAGALAN DAN KEHANCURAN BANGUNAN GERAKAN
Salah satu faktor yang dapat melahirkan perbedaan dan perselisihan yang
mengakibatkan kehancuran adalah kegagalan gerakan dalam menangani masalah yang
urgen atau kekalahannya bertempur. Apabila sumber kekalahan itu pada pemimpin,
jemari tuduhan akan diarahkan kepadanya saja. Dari sinilah hawa nafsu mulai tergerak.
Sedikit kesalahan dan kekecewaan yang telah lama terkubur bangkit kembali. Seakan-
akan inilah kesempatan baik dan peluang emas yang tidak boleh disia-siakan. [84]
Dalam sekejap, nilai-nilai syariat terlupakan, objektivitas dan kejernihan pikiran
tiada lagi, hawa nafsu yang berbicara, emosi pun tak lagi terkendali, dan fitnah berkobar.
Akhirnya, semua itu mendorong iblis menguasai jiwa. Na'udzubillah min dzalik.
Jiwa yang lengah dan antara dia dengan setan telah terjalin ikatan, menyebabkan
pemiliknya lupa saudaranya. Ia lupa, bahwa
.
Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim yang lain. Ia tidak mengkhianati,
mendustai, dan tidak pula membiarkannya. (HR. Tirmidzi).
Ia lupa segala-galanya hingga berubah menjadi binatang buas yang siap
menerkam saudaranya tanpa rasa takut dan malu pada Allah Swt. Ingatlah bahwa
dalam pembunuhan, ada yang bisa menyebabkan seseorang menjadi kafir.
Dalam lembaran sejarah kita masa kini, kita mencatat pengalaman pahit dan
menyedihkan. Kita memohon kepada Allah agar mengentaskan mereka dari fitnah sebelum
berhasil merobek dan memorak-porandakan mereka dengan tragis. Penyebab langsung
fitnah ini adalah apa-apa yang telah saya sebutkan terdahulu.
Telah terjadi kehancuran yang harus dibayar mahal oleh gerakan, baik dengan para
tokoh maupun pemudanya. Awalnya saling mencela, menuduh, mengritik, dan melukai
perasaan. Akhirnya berlanjut sampai batas saling mendengki. Kemudian porak-
porandalah barisan [85] bersama qaidah (tatanan) dan qiyadah (pemimpin)nya sekaligus.
Na'udzubillah min dzalik.
Andaikata mereka berpegang teguh dengan etika Islam dalam menyikapi perbedaan
pendapat tersebut, maka selesailah segalanya dengan segera. Akan tetapi, itulah nafsu. Ia
menjadikan kita lalai terhadap seiuruh ajaran serta bimbingan-bimbingan Al-Quran dan hadits,
seolah-olah sudah merupakan stempel yang dicapkan, sebagaimana Rasulullah Saw.
mengisyaratkan, "Sebuah stempel menggantung di tiang Arsy Allah Azza wa Jalla. Apabila
kehormatan dirusak, kemaksiatan dikerjakan, dan Allah direndahkan, maka Ia mengutus
stempel itu. Dicaplah hatinya hingga setelah itu ia tidak bisa berpikir sedikit pun". (HR.
Baihaqi).
Disebutkan dalam kitab Adab Al-Ikhtilaf Fi Al-Islam oleh Dr. Thoha ' Ulwan
sebagai berikut:
"Setelah kita menyimak beberapa permasalahan ikhtilaf, kita menyimpulkan bahwa
hawa nafsu tidak mengendalikan seorang pun dari kalangan sahabat Rasulullah Saw.
Perbedaan pendapat yang bisa mempertahankan adab dan etika Islam itu hanyalah perbedaan
yang motivasinya mencari kebenaran semata. Mereka selalu berusaha menghindari
perbedaan dan dengan sungguh-sungguh meniadakannya, kecuali kalau memang tidak
ada jalan untuk mempersatukannya. Apabila mereka memiliki beberapa alasan yang bisa
menyatukan, mereka dengan segera menerimanya. Mereka mengakui kesalahannya tanpa
perasaan rendah diri sedikit pun. Tidak seorang pun dari mereka melampaui batas
kemampuannya sendiri dan tidak pula [86] meremehkan sesamanya. Masing-masing dari
mereka mengetahui bahwa pendapat itu mengandung nilai yang relatif. Kebenaran mungkin
berada pada apa yang ia yakini, maka itulah yang benar baginya. Namun mungkin
kebenaran itu berada pada apa yang diyakini orang lain, maka itulah yang benar baginya. Tidak
aneh bahwa apa yang ia anggap benar ternyata keliru dan bukan aib pula bila ternyata yang
ia anggap keliru ternyata benar. Dahulu, ukhuwah islamiah di antara mereka menjadi
bagian dari prinsip-prinsip agama yang amat penting, sebab tiada penegakan Islam kecuali
dengannya. Ia berada di atas perbedaan pendapat dalam masalah ijtihad."
Demikianlah, sesungguhnya perbedaan pendapat yang terjadi pada masa-masa awal
dahulu, meskipun sampai melahirkan peperangan, tidak mengeluarkan mereka dari etika
Islam. Perbedaan Ali dan Mu'awiyah, meskipun demikian hebat, tidak mengeluarkan salah
satu di antara keduanya dari adab dan etika itu.
Abu Nu'aim telah meriwayatkan dari Abi Shalih, ia berkata bahwa Dharar bin Shakhrah
Al-Kinaniy suatu saat menghadap Mu'awiyah. Mu'awiyah pun berkata, "Katakan kepadaku
tentang Ali". Berkata Dharar, "Atau tidak usah saja, wahai Amirul Mukminin?" "Tidak! Kau
harus katakan", hardiknya. Dharar pun berkata, "Kalau harus aku katakan, maka sesungguhnya
demi Allah, ia tinggi dan kuat, bicaranya runtut, keputusannya adil, ilmunya mengalir dari
kanan-kirinya, dan dari sela-sela giginya keluar hikmah. Ia mengasingkan diri dari dunia dan
gemerlapnya, ber-asyiq-masyuq dengan malam [87] bersama gulitanya, dan demi Allah, air
matanya deras, berpikirnya panjang, telapak tangannya selalu bergetar, dan selalu berkata
kepada diri sendiri. Pakaiannya menakjubkan lantaran kesederhanaannya, makanannya
juga demikian lantaran kesahajaannya. Demi Allah, dia sebagaimana kita semua. Bila kami
datang kepadanya ia mendekat dan bila kita bertanya, ia menjawab. Lantaran kedekatan beliau
dengan kami, kami tidak sungkan bila berbicara di hadapannya. Apabila ia
tersenyum tampak giginya seperti mutiara berkilau dan teratur, ia menghormati ahli
agama dan mencintai kaum fakir miskin. Orang yang kuat tidak bisa berharap (pembelaan)
karena kebatilannya dan orang yang lemah tidak putus asa karena perbuatan adilnya. Maka
saya bersaksi, demi Allah saya pernah melihatnya dalam beberapa kesempatan, ketika
malam telah menurunkan tirainya dan bintang-bintang telah masuk ke sarangnya, ia
menunduk khusyuk di mihrabnya dan tangannya menggenggam jenggot. Ia gemetar seperti
orang sakit demam dan menangis laksana orang dilanda kepedihan. Sekonyong-konyong
saya mendengar ia berkata, 'Wahai Tuhan kami, wahai Tuhan kami', dengan tunduk
dan pasrah kepada-Nya. Ia berkata kepada dunia, 'Kepadakukah engkau memamerkan
diri? Untukkukah engkau menghias diri? Tidak mungkin, tidak mungkin. Rayulah
orang selainku. Aku telah menceraimu sebanyak tiga kali lantaran usiamu pendek,
majlismu hina, dan bahayamu tidak seberapa. Aduhai, aduhai, bekal hanya sedikit sedangkan
perjalanan teramat jauh dan jalannya pun sulit". [88]
Serta merta, air mata Mu'awiyah pun mengalir membasahi seluruh jenggotnya
hingga ia menyekanya, sementara orang-orang hanyut dalam tangisnya. Berkatalah
Mu'awiyah, "Demikian itulah Abu Hasan rahimahullah."
Salah seorang dari mereka pernah memperoleh berita tertentu dari Ummul
Mukminin 'Aisyah r.a. Lantas ia mendatangi Amar bin Yasir. Dalam Perang Jamal, ia tidak
berada di pihak Aisyah. Berkatalah Amar bin Yasir r.a. kepadanya, "Saya tidak akan
berkomentar, agar tidak keliru. Apakah engkau akan menyakiti kekasih Rasulullah?
Saya bersaksi bahwa ia adalah istri Rasulullah Saw. di surga. 'Aisyah r.a. telah
melangkah pada jalannya. Akan tetapi, Allah Swt. bermaksud menguji kita
dengannya agar Dia tahu kepada Allahkah kita taat, atau kepadanya (Aisyah)". (HR.
Baihaqi). [89]
BAB IV
BAGAIMANA MENJAGA BANGUNAN DAKWAH?
Bermula dari fenomena kehancuran bangunan gerakan dan organisasi di berbagai
wilayah dan negeri, maka sebuah gerakan Islam harus segera mengadakan studi kritis dan
mendalam dalam rangka menjaga wilayah-wilayah Islam secara umum serta
bangunan lembaga gerakan (tandzim) secara khusus.
Ketika kita mengangkat suara, memanggil, menyeru, mengingatkan, dan
menyadarkan diri kita dari kelengahan, sebenarnya bukanlah panggilan baru,
karena Islam telah memerintahkan kita untuk melakukannya melalui firman Allah
Swt., [91]
.
.
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh)
maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar
kamu beruntung. Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu
berbantah-bantahan yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu
dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bersabar. (Al-Anfal
: 45-46).
Dan firman-Nya pula,
... .
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar
takwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati kecuali dalam keadaan
beragama Islam. Dan berpegang teguhlah kamu semua dengan tali (agama) Allah, dan
janganlah kamu bercerai-berai. (Ali Imran : 102-103).
Juga firman-Nya,
.
. ,
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar. Merekalah orang-
orang yang beruntung. Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-
berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Merekalah
orang-orang yang mendapat siksa yang berat. (Ali ' Imran: 104-105).
Rasulullah Saw. telah mengingatkan dalam banyak pengarahannya tentang bahaya
perselisihan dan pertengkaran, selain dampak negatif yang ditimbulkannya. Beliau
menyeru kita untuk senantiasa berpegang teguh dengan prinsip, berkasih sayang, saling
meringankan beban sesama, di atas landasan i'tisham bi habliliah [92] disamping
ukhuwah dan cinta karena Allah. Sabdanya itu antara lain,
.
Janganlah kalian saling membenci, janganlah saling mendengki, dan janganlah saling
membelakangi. Jadilah kalian hamba Allah yang saling bersaudara. Tidak halal bagi
seorang Muslim memutuskan hubungan saudaranya lebih dari tiga hari. (Mutafaq
alaih).
Sabdanya pula,
,
.
Jauhilah prasangka. Karena prasangka adalah pembicaraan yang paling dusta.
Janganlah kalian saling mengintai, janganlah saling mencuri pembicaraan,
janganlah saling bersaing, janganlah saling mendengki, janganlah saling membenci,
dan janganlah saling membelakangi. Jadilah kamu hamba-hamba Allah yang saling
bersaudara. (HR. Ahmad).
Sekarang, apa sesungguhnya faktor-faktor syariat yang dibutuhkan oleh bangunan
dakwah Islam untuk menghadapi penyakit gerakan dakwah ini, yang hendak
melumpuhkan imunitas hingga menghancurkannya sama sekali? [93]
TEGAKKAN BANGUNAN DI ATAS LANDASAN TAKWA KEPADA
ALLAH
Menegakkan bangunan atas dasar takwa kepada Allah Swt pada seluruh elemennya
adalah suatu keharusan. Takwa harus menjadi landasan amal islami seluruhnya. Ia menjadi
perlindungan keamanan baginya. Selain aktivitas tarbawiy (pendidikan), maka aktivitas
siyasiy (politik) pun mesti dibangun dengan landasan takwa. Sebagaimana halnya bidang
iqtishadiy (ekonomi), ijtima'iy (sosial kemasyaraktan), maupun maliy (harta benda) wajib
ditegakkan tanpa mengandung sedikit pun nilai syubhat.
Allah Swt. berfirman,

.
Maka apakah orang-orang yang mendirikan bangunannya di atas dasar taqwa kepada
Allah dan keridhaan (Nya) itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan
bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama
dengan dia ke dalam Neraka Jahanam? Dan Alah tidak memberikan petunjuk kepada
orang-orang yang zalim. (At-Taubah: 109).
Sebuah gerakan dakwah, manakala mampu menjaga nilai-nilai ajaran Allah dan takwa
kepada-Nya, bisa mengatur langkahnya, menentukan sikapnya, dan mengambil keputusan yang
terbaik, baik untuk target jangka pendek maupun jangka panjang, baik terhadap musuh maupun
kawan, ia akan menjadi gerakan yang terhormat.
Ketika ia menjaga nilai-nilai ajaran Allah dan takwa kepada-Nya, baik dalam kondisi perang
maupun damai, [94] kondisi sempit maupun lapang, juga saat sejahtera maupun penuh
kesulitan, senantiasa mendidik dan membina para individunya dengan landasan tersebut
dan konsisten dengannya, mampu mewujudkan takwa kepada-Nya, merasa diawasi oleh-Nya,
bersemangat mencari kebenaran secara terus-menerus pada diri mereka dengan naungan
ridha-Nya, maka ia menjadi gerakan dakwah yang mapan dan kukuh pijakannya.
Tatkala ia memiliki perhatian untuk mewujudkan cita-cita di atas hingga tidak
dipalingkan oleh kesibukan apa pun dan berapa pun banyaknya, maka gerakan dakwah
semacam ini akan senantiasa terlindungi, dengan seizin Allah, dari faktor penghancur dan
terpelihara dari perangkap hawa nafsu serta bisikan setan.
Untuk mendalami pengetahuan tentang keutamaan takwa dalam gerakan dakwah Islam,
baik dalam diri anggota maupun pemimpinya, kita mesti tegak di atas manhaj Nabi dalam
proses tarbiyah ruhiyah (pendidikan spiritual).
Pendalaman ajaran Allah dan penggalian syariat-Nya, untuk mengenal halal, haram, sunah,
makruh, dan lain-lain secara baik, termasuk faktor yang membantu mewujudkan takwa dan
amal saleh.
Rasulullah Saw. bersabda.
.
Barangsiapa dikehendaki Allah kebaikan, maka ia akan dipandaikan dalam urusan
agama. (HR. Bukhari).
syarat untuk meraih itu semua adalah, jika dalam [95] mencari ilmu dan
pendalamannya semata ditujukan karena Allah dan dalam rangka mencari ridha-Nya.
Apabila tidak demikian, maka masuklah ia dalam golongan orang yang pernah
diperingatkan Rasulullah Saw. dalam sabdanya,
.
Barangsiapa mencari ilmu untuk diperhitungkan oleh kalangan ulama dan untuk
dihormati orang-orang bodoh serta untuk menarik perhatian orang banyak, maka
Allah memasukkannya ke Neraka Jahanam. (HR. Ibnu Majah).
Ihsan dalam beribadah kepada Allah merupakan pintu strategis bagi masuknya
ketakwaan kepada Allah. Rasulullah Saw. mengisyaratkan hal ini ketika ditanya
tentang ihsan. Beliau Saw. bersabda, "Ihsan adalah bahwasanya engkau beribadah
kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Apabila engkau tidak melihat-Nya, maka
sesungguhnya Dia melihatmu."
Shalat ketika ditunaikan dengan ihsan dan disertai hadirnya kalbu akan membangkitkan
rasa wara' dalamjiwa dan takut kepada Allah, sebagaimana firman-Nya,
.
Sesungguhnya shalat itu rnencegah perbuatan keji dan mungkar. (Al-'Ankabut: 45).
Shaum, apabila dilaksanakan dengan cara yang benar akan menjadi sebuah madrasah
(tempat pembinaan) bagi ketakwaan, sebagaimana firman Allah, [96]
.
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu menjadi orang-orang yang
bertakwa. (Al-Baqarah: 183).
Zikrullah yang dilaksanakan secara kontinu akan dapat menenteramkan hati dan
melindungi jiwa dari bisikan-bisikan setan, selain memberi pelakunya sebuah kenikmatan
hidup bersama Allah dan pengawasan-Nya. Dalam wasiat Nabi Daud a.s. kepada
kaumnya dikatakan, "Saya perintahkan kalian untuk berzikir kepada Allah. Karena
penjagaan yang paling ketat bagi hamba Allah adalah zikrullah. Ini semisal orang yang
dikejar-kejar musuh lalu mendatangi benteng dan berlindung di dalamnya, maka
terlindungilah ia dalam benteng itu."
Manakala rasa diawasi Allah terasa lemah dalam jiwa, tidak menjadikannya
pilaryang menguatkan fisik untuk beraktivitas, maka jadilah ia bola mainan setan yang
pola pikir, ucapan, dan logika-logikanya merupakan refleksi dari pemutarbalikan iblis.
Orang yang tidak bertakwa kepada Allah, ia berpotensi untuk melakukan
kejahatan dan orang lain tidak merasa tenteram berada di sampingnya.
Orang yang tidak bertakwa kepada Allah Swt., tidak takut dirinya terperosok ke dalam
api fitnah dan tidak pula berhati-hati terhadap ghibah dan namimah di antara sesamanya.
Barangsiapa tidak bertakwa kepada Allah, ia tidak memiliki kekuatan untuk
mengendalikan mulut dari [97] menyakiti sesama dengan ucapannya akhirnya
menimbulkan retaknya hubungan.
Barangsiapa tidak bertakwa kepada Allah, kemungkinan dengan mudah akan menjual
agama dan dakwahnya dengan satu atau dua keping uang, sebanding dengan dirinya
yang sangat lemah dalam menghadapi ujian dan cobaan.
Barangsiapa tidak bertakwa kepada Allah, ia akan memperdagangkan dirinya dengan
Islam atau ia memperdagangkan Islam dengan dirinya, ia menawarkan diri atas nama Islam
atau ia menawarkan Islam atas nama dirinya.
Barangsiapa tidak bertakwa kepada Allah itulah dia yangdisinggung oleh firman-Nya,

. .
Maka apabila ia disakiti (karena ia beriman) kepada Allah, ia menganggap fitnah
manusia itu sebagai azab Allah. Dan sungguh jika datang pertolongan dari Tuhanmu,
mereka pasti akan berkata, "Sesungguhnya kami adalah besertamu". Bukankah Allah
lebih mengetahui apa yang ada dalam dada semua manusia? Dan sesungguhnya Allah
benar-benar mengetahui orang-orang yang beriman dan sesungguhnya Dia
mengetahui orang-orang yang munafik. (Al-'Ankabut: 10-11).
Barangsiapa tidak bertakwa kepada Allah, ialah yang dimaksud dalam firman-Nya,
.
Sesungguhnya pembicaraan rahasia itu adalah dari setan, supaya orang-orang yang
beriman itu berduka-cita, sedang pembicaraan itu tidaklah memberi mudarat sedikit pun
kepada mereka, kecuali dengan izin Allah [98] dan kepada Allah-lah hendaknya
orang-orang yang beriman bertawakal. (Al-Mujadilah: 10).
Dan orang-orang yang tidak bertakwa kepada Allah, sebagaimana dalam firman-
Nya,

.
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya
sebagian dari prasangka itu adalah dosa. Dan janganlah kamu mencari-cari
kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebahagian
yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang
sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Menerima tobat lagi Maha Penyayang. (Al-Hujurat:
12).
Orang-orang yang tidak bertakwa kepada Allah, merekalah yang disebut dalam
ayat Quran,
.
Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu
tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka adzab yang pedih di dunia
dan di akhirat. Dan Allah mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui. (An-Nur: 19).
Orang-orang yang tidak bertakwa kepada Allah itulah mereka yang dimaksud
dalam firman-Nya,
.
Dan kebanyakan mereka tidak mengetahui kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya
persangkaan itu sedikit pun tidak berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui apa-apa yang mereka kerjakan. (Yunus: 36).
Dan orang-orang yang tidak bertakwa kepada [99] Allah itulah yang masuk dalam
peringatan Quran,

.
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan rahasia,
janganlah kamu membicarakan tentang membuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada
Rasul. Dan bicarakanlah tentang membuat kebajikan dan takwa. Dan bertakwalah
kepada Allah yang kepada-Nya kamu semua akan dikembalikan. (Al-Mujadilah: 9).
Mereka yang tidak bertakwa kepada Allah itulah yang dimaksud ayat Quran,
.
Dan orang-orang yang merencanakan kejahatan bagi mereka azab yang keras dan
rencana jahat mereka akan hancur. (Fathir: 10).
Selanjutnya saya ingin menyimpulkan dari pembicaraan di atas bahwa
sesungguhnya takwa adalah benteng pertahanan keamanan, baik bagi individu maupun
bagi jamaah. Selain itu, iajuga merupakan faktor penyebab keberhasilan sebuah
aktivitas dan cahaya yang menerangi cara pandang dan pola pikir, juga sebuah
kekuatan yang dengan itu seseorang mampu dengan ringan menjauhi kemaksiatan
dan syubhat, apalagi tindakan keji dan merusak.
Tidaklah berlebihan kiranya bila saya katakan bahwa segala bentuk kesulitan
dan masalah, sumbernya adalah kelemahan takwa dan sedikitnya wara', baik di
tingkat individu kader maupun pemimpinnya. Pada yang terakhir inilah musibah
yang menghancurkan seringterjadi. [100]
KUKUHKAN UKHUWAH KARENA ALLAH
Ukhuwah (persaudaraan) karena Allah adalah buhul iman yang paling kukuh,
elemen bangunan yang paling kuat dan faktor yang menjadikan gerakan Islam
laksana bangunan tegar yang bagian-bagiannya saling melengkapi.
Sejauh kekuatan ukhuwah dalam sebuah gerakan, maka sejauh itulah
kerapatan barisannya, dan sejauh itu pula kekuatan mempertahankan diri dari
segala macam serangan dan kelihaiannya memberi reaksi balik terhadap musuh. Ketika
ukhuwah mengalami krisis dan lemah, maka gerakan dakwah hanya menjadi ajang bagi
segala kesulitan, penyakit, dan perpecahan.
Allah Swt. berfirman,
...
Berpegang teguhlah kamu semua dengan tall (agama) Allah dan janganlah
bercerai-berai. (Ali 'Imran: 103).
. ,
Dan janganlah kamu sebagaimana orang-orang yang berselisih dan bertikai
setelah datang kepada mereka keterangan yang jelas. (Ali 'Imran: 105)
Juga berfirman,
.
Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah
antara kedua saudaramu dan bertawakkallah kepada Allah supaya kamu mendapat
rahmat. (Al-Hujurat: 10).
Nabi Saw. menggambarkan kukuhnya kasih sayang karena Allah dengan
sabdanya, [101]

.
Orang-orang mukmin dalam menjalin cinta dan kasih sayang adalah semisal satu
badan. Apabila salah satu anggota badan mengeluh sakit, maka seluruh anggota badan
merasakan demam dan tidak bisa tidur. (HR. Ahmad).
Juga sabdanya,
.
Seorang mukmin bagi mukmin yang lain laksana bangunan yang saling mengukuhkan
antara sesamanya. (HR. Bukhari).
Sabdanya pula,
.
Seorang Muslim adalah seseorang yang orang lain selamat dari kejahatan mulut dan
tangannya. (HR. Bukhari). Sabdanya,
.
Janganlah kalian saling memutuskan hubungan, [102] saling membelakangi, saling
membenci dan saling mendengki. Jadilah kalian semua hamba-hamba Allah yang saling
bersaudara. (HR. Bukhari).
Nabi juga mengingatkan kita tentang firqah (perselisihan) dan ikhtilaf (perbedaan)
seraya bersabda, "Janganlah setelahku kalian menjadi kafir kembali, kalian saling bunuh
sesamanya, dan saling mencela".
Nabi Saw. juga menjelaskan hak-hak ukhuwah dalam Islam seraya bersabda,
.
Setiap Muslim bagi Muslim yang lain adalah haram; darah, harta, dan
kehormatannya. (HR. Abu Daud).
Sabdanya, "Tidaklah seorang hamba beriman sehingga ia mencintai saudaranya
sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri" (HR. Bukhari).
Beliau Saw. bersabda, "Mereka adalah saudaramu, yang Allah menjadikan mereka di
bawah kekuasaanmu. Barangsiapa saudaranya dijadikan Allah berada di bawah
kekuasaannya, maka hendaklah ia memberi makan dengan makanan yang ia makan dan
memberi pakaian dengan pakaian yang ia pakai. Dan janganlah memberi beban di atas
kemampuannya. Apabila memberinya tugas berat, maka bantulah ia".
Menegaskan ihwal kesetiaan ukhuwah, Nabi Saw. bersabda, "Tidaklah ada seorang
Muslim yang membiarkan sesamanya di suatu tempat di mana kehormatannya dirusak dan
harga dirinya dihinakan, kecuali Allah akan membiarkannya di suatu tempat di mana ia
membutuhkan [103] pertolongan-Nya".
Lalu Nabi Saw. mengingatkan bahaya lisan berupa ghibah (menggunjing), namimah
(adu domba), dan buhtan (berdusta).
Beliau bersabda,
: . : .
,
.
Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut itu?" Para sahabat menjawab, "Orang
yang bangkrut di antara kami adalah orang yang tidak memiliki harta dan uang". Rasul Saw.
menjawab, "Orang yang bangkrut adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan
pahala shalat, puasa, dan zakat. Namun ia pernah (di dunia) mengumpat orang ini,
menuduh zina orang itu, memakan harta orang ini, mengucurkan darah orang itu, dan
memukul orang ini. Kemudian orang ini diberi (pahala) kebaikannya dan orang itu pun
diberi kebaikannya. Apabila kebaikannya telah habis padahal belum bisa membayar
seluruh hutangnya, diambilnyalah kejahatan orang-orang tadi lalu ditimpakan
kepadanya kemudian dilemparkanlah ia ke neraka. (HR. Muslim). [104]
Di saat lain beliau juga bersabda, "Barangsiapa dari kalangan laki-laki yang menyebarkan
sebuah berita tentang saudaranya yang lain padahal ia berlepas diri daripadanya, maka
berita itu akan memburukkan dirinya di dunia dan di akhirat kelak dan Allah berhak
menghancurkan dirinya di neraka, sehingga ia datang tidak tersisa lagi apa yang ia pernah
katakan."
Suatu saat kami bersama Rasulullah Saw. Tiba-tiba bertiuplah angin topan, maka bersabda
Rasulullah Saw, "Tahukah kalian angin apa ini? Inilah angin orang-orang yang ghibah
di antara kaum mukminin."
Rasul juga bersabda, "Ghibah dan namimah itu membinasakan iman, sebagaimana
binatang gembalaan merusak tanaman."
BANGUNLAH FONDASI SALING WASIAT DALAM KEBENARAN
Fondasi yang isinya tawashau bilhaq wa tawashau bishabr, saling berwasiat dalam
kebenaran dan kesabaran, menasihati karena Allah, dan beramar makruf nahi mungkar.
Setiap bangunan yang tidak dilandasi oleh nilai-nilai tersebut, maka ia menjadi bangunan
rapuh yang tidak bisa bertahan lama. Dari sana bakal muncul bisikan nafsu, kepentingan
pribadi, dan berbagai penyakit lainnya. Allah Swt. melaknat Bani Israil disebabkan masalah ini.
.
Telah dilaknat orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putra
Maryam. Yang demikian itu disebabkan karena mereka durhaka dan selalu [105]
melampaui batas. (Al-Ma'idah: 78)
Sebuah gerakan dakwah yang hubungan antar personel kadernya dan hubungan
antara personel kader dengan pimpinannya tidak dilandasi dengan fondasi saling
berwasiat dalam kebenaran dan kesabaran, ia menjadi sebuah gerakan yang tidak
mendapatkan petunjuk dan jalan lurus, kehilangan benteng pertahanan dan kendalinya.
Akhirnya bakal terhempas ke tengah samudra tanpa arah.
Atas dasar inilah Imam Ghazali menjelaskan nilai amar makruf nahi mungkar dalam
perjalanan Islam. Ia berkata, "Amar makruf nahi mungkar adalah kutub agung bagi
agama ini. Ia adalah urgensi, yang Allah Swt. mengutus semua nabi untuk
menegakkannya. Apabila permadani amar makruf dilipat, ilmu dan amalannya disia-siakan,
maka sia-sia pulalah kenabian. Akibatnya samudra ilmu pun dangkal, zaman menjadi gersang,
kesesatan tersebar luas, kebodohan dan kerusakan pun merajalela. Kebingungan melanda
manusia, negeri porak-poranda, dan umat manusia pun hancur".
10
)
Dari sinilah tanggungjawab menunaikan kewajiban ini dilaksanakan sebelum yang
lain, dalam batas yang telah dimaklumi bersama.
Rasulullah Saw. benartatkala bersabda, [106]
: .
Agama adalah nasihat. "Para sahabat bertanya, "Untuk siapa?" Beliau menjawab,
"Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, dan para pemimpin kaum Muslimin serta
masyarakat pada umumnya. (HR. Muslim).
Perlu rasanya diperinci beberapa patokan yang wajib diperhatikan berkaitan
dengan praktek saling berwasiat dalam kebenaran dan kesabaran, antara individu
kader dan pemimpinnya.
Pertama, kebenaran berada di atas segala-galanya dan semua orang harus tunduk di
hadapannya, baik anggota maupun pimpinan.
Allah Swt. berfirman,
.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-
Nya dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan
Maha Mengetahui. (Al-Hujurat: 1).
.
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka
tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan
mereka menerima dengan sepenuhnya. (An-Nisa': 65)

10
Ihya Ulum Ad-Dien, 2/269.
.
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan
yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada
bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai
Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya ia telah sesat, sesat yang nyata. (Al-Ahzab: 36)
[107]
Seseorang dikenal karena kebenarannya, bukannya kebenaran dikenal karena orang.
Kebenaran lebih berhak untuk diikuti. Bagi kita tidak ada pilihan kecuali mengambil
kebenaran itu dari orang yang membawanya, dari anak kecil maupun orang dewasa,
atau meskipun kebenaran itu dari musuh kita. Kita harus menolak kebatilan dari orang
yang membawanya, entah ia anak kecil ataupun orang dewasa, atau meskipun itu dari
kekasih kita.
Kedua, semua orang sejajar di hadapan kebenaran, baik anggota maupun pemimpin,
bawahan maupun atasan.
Tidak ada penghubung antara seseorang dengan Allah, kecuali takwanya. Di
hadapan syariat Allah, semua sama.
Ketika prinsip ini tidak dipegang teguh, maka bangunan gerakan akan mengalami
guncangan dan jadilah ia tempat bercokolnya kepentingan nafsu, bukannya tempat
kebenaran bertakhta.
Demikian itulah, maka Rasulullah Saw. mengambil sikap tegas tatkala Usamah bin
Zaid datang kepada beliau memintakan perlindungan hukum seorang wanita
Makhzumiyah yang mencuri, padahal Usamah adalah orang yang paling dicintai
Rasulullah. Ia menolak tegas dan berkata, "Apakah engkau meminta perlindungan dari
hukum Allah?" Lalu beliau berdiri dan berpidato, "Wahai manusia, sesungguhnya
rusaknya orang-orang sebelum kamu adalah karena bila ada kaum bangsawan di antara
mereka mencuri, maka mereka biarkan, akan tetapi apabila orang lemah yang mencuri
[108] maka mereka menegakkan sanksi hukum. Demi Allah, seandainya Fatimah binti
Muhammad mencuri maka akan aku potong tangannya."
Ketiga, pemimpin berhak melakukan ijtihad tentang sesuatu yang tidak ada teks dalil
syariatnya.
Ia memiliki wewenang melakukan pilihan di antara keputusan yang dianggap paling
baik. Apabila ijtihadnya salah, maka ia dapat satu pahala, dan apabila benar maka ia
mendapat dua pahala. Demikian juga para anggota. Mereka punya kewajiban untuk
mendengar dan menaati, sepanjang perintah pemimpin tidak mengandung maksiat.
Hal yang harus dimaklumi, bahwa hukum-hukum syariat itu berlaku untuk segala
situasi dan kondisi, bukan hanya untuk situasi dan kondisi tertentu. Selain itu juga masih
mempertimbangkan kekuatan dan kelemahannya, tradisi yang berlaku, serta perkecualian-
perkecualian, juga mempertimbangkan kemampuan anggota ketika dibebani tanggung
jawab, agar ia menunaikannya dengan tanpa keluhan dan rasa berat.
Allah Swt. berfirman,
.
Tidaklah Allah membebani seseorang kecuali sebatas kemampuannya. (Al-
Baqarah: 286).
Dari sinilah kita memahami kaidah fiqih "Kesulitan itu bisa mendapatkan keringanan".
Dari sini pula kita boleh mengambil kaidah "Memilih yang lebih ringan di antara
dua kejelekan", ketika kita harus memilih.
Dari sini pula kita mempertimbangkan kaidah [109] "Menghi l angkan
kerusakan di dahul ukan atas mengambil kemanfaatan."
Keempat, para individu anggota hendaknya saling menasihati sesamanya, demikian
pula para pemimpin.
Apabila ada persoalan yang mengandung kerancuan dan ketidakjelasan, maka
hendaklah dilakukan tabayun (konfirmasi). Bagi yang tidak sependapat, maka hendaknya
menyampaikan keberatanya dengan argumentasi yang berdasarkan syariat. Apabila
ternyata yang menetapkan lebih dari satu qaul (pendapat ulama mujtahid) maka
argumentasi yang keberatan gugur dengan sendirinya. Namun apabila ternyata orang
yang keberatan tadi bisa menunjukkan argumentasi yang lebih kuat, maka pemimpin
hendaknya siap mengubah sikap dan meluruskan kekeliruannya.
Nasihat sebagaimana dikatakan Ibnul Atsir adalah sebuah keinginan
memberi kebaikan kepada yang dinasihati. Rasanya tidak mungkin mengungkapkan
hakikat ini dengan satu kata yang bisa menghimpun maknanya selain ungkapan di atas.
11
)
Amar makruf berarti memerintahkan keutamaan dan kemuliaan akhlak, secara lisan
maupun tindakan.
Sedangkan nahi mungkar yakni mencegah perbuatan keji dan merusak, baik secara lisan
maupun tindakan.
Dari pengertian ini, maka tidak mungkin amar makruf itu dilakukan dengan perkataan dan
perbuatan mungkar, semisal menuduh berbuat keji kepada kaum mukminin dan mukminat,
menyebarkan berita dusta kepada [110] orang-orang yang beriman, congkak, suka mencari
kesalahan, menghasut, mengintai aib orang, dan menyebarkan kebohongan di kalangan
mereka. Perilaku ini sendiri merupakan perbuatan mungkar, maka bagaimana mungkin ia
masuk dalam lingkup makna amar makruf nahi mungkar.
Kelima, penegakan amar makruf nahi mungkar dalam syariat Islam hanya
ditujukan terhadap sebuah kemungkaran yang tidak diperselisihkan dan tidak
boleh ditegakkan terhadap masalah ijtihadiyah.
Tentang ini Imam Ghazali berkata, "Kemungkaran harus diingkari apabila
kemungkaran itu sudah maklum hakikatnya tanpa perlu ijtihad. Adapun terhadap masalah
ijtihadiyah, maka tidak ada amar makruf nahi mungkar baginya."
Abul Hasan Mawardi berkata, "Tidak ada aksi amar makruf nahi mungkar terhadap
sesuatu yang masih diperselisihkan, berdasar pengertian bahwa setiap mujtahid
mendapat pahala."
Keenam, dalam menegakkan tradisi nasihat-menasihati dan amar makruf nahi
mungkar hendaknya diperhatikan syarat-syarat syar'i.
Antara lain:
a. Mencari kejelasan dan kebenaran berita sebelum mengambil langkah
mengkritikatau menasihati. Demikian itu karena betapa banyak berita dan isu yang
beredar santer, padahal sesungguhnya hanyalah isapan jempol belaka. Betapa banyak
tuduhan maupun fitnah dibesar-besarkan oleh pembicaraan dari mulut ke mulut
11
An-Nihayah, 4/148.
tanpa [111] ada yang mau mengecek kejadian sebenarnya. Rasulullah Saw.
bersabda,
.
Adalah pengkhianatan besar apabila engkau berkata kepada saudaramu dan ia
membenarkan omonganmu, padahal engkau berdusta. (HR. Ahmad).
b. Memeriksa tujuan. Artinya, seseorang yang hendak melancarkan kritik dan
memberi nasihat, seyogianya memeriksa motivasi yang mendorongnya
melakukan itu. Dikhawatirkan perbuatan itu kecampuran meskipun sedikit
unsur nafsu, seperti iri hati dan dengki, juga motif-motif keji lainnya.
c. Memperhatikan cara. Hendaknya cara yang digunakan untuk memberi nasihat dan
melakukan amar makruf nahi mungkar adalah cara-cara yang syar'i tanpa
bersentuhan dengan nilai-nilai mungkar. Syarat sah sebuah nasihat adalah
apabila dilakukan dengan kebenaran, bukan kebatilan. Allah Swt. berfirman,

Dan mereka berwasiat dalam kebenaran. (Al-Ashr: 3).
Oleh karena itu, maka nasihat sebaiknya dilakukan dengan menyendiri. Karena
dalam kesendirian itu akan memberikan dampak lebih kuat dalam hati dan lebih
terjaga dari kemungkinan masuknya bisikan setan. Ali bin Abi Thalib r.a. berkata,
"Nasihat di hadapan orang banyak itu semisal teguran keras." [112]
Oleh karena itu, hendaknya nasihat dilakukan di tempatnya yang sesuai dan
hanya diberikan kepada orang yang berkepentingan.
Imam Ibnul Qayim melihat bahwa Nabi Saw. mewajibkan kepada umatnya untuk
menolak kemungkaran itu dimaksudkan untuk mendatangkan makruf dan kebajikan
yang dicintai Allah dan Rasul-Nya, sehingga apabila upaya menolak kemungkaran itu
justru mendatangkan kemungkaran lebih parah, ini tidak bisa dibenarkan.
Kemudian ia berkata, "Mengingkari kemungkaran itu ada empat tingkatan.
1. Menghilangkan dan menggantinya dengan sebaliknya.
2. Berangsur mengurangi, kalau tidak menghilangkannya sama sekali.
3. Menggantinya dengan sesuatu yang sama kadarnya dengan kemungkaran itu.
4. Menggantikannya dengan yang lebih jelek daripadanya. Tingkatan yang pertama
dan kedua merupakan kewajiban berdasarkan syariat, ketiga menjadi bahan
ijtihad, sedangkan keempat adalah haram hukumnya".
12
)
Ketujuh, tidak mengenal kemungkaran dengan cara yang tidak syar'i.
Berikut beberapa contohnya:
a. Mengintai kelemahan orang lain dengan memasang telinga maupun
penglihatannya. [113]
Rasulullah Saw. bersabda,
.
Sesungguhnya engkau, apabila mengintai kelemahan manusia, maka hakikatnya
telah merusak mereka. (HR. Abu Daud)
b. Memata-matai orang, baik langsung maupun tidak langsung, baik sendiri
maupun beramai-ramai. Allah Swt. berfirman, "Janganlah kamu saling memata-
matai ..."
12
Ihya Ulumudin, 2/280.
Rasulullah Saw. juga bersabda, "Barangsiapa tertimpa kejahatan (maksiat) maka
hendaklah menutupinya dengan penutup Allah. Sesunggunya barangsiapa
menunjukkan kepada kami kejahatannya, kami akan menegakkan untuknya Al-
Quran."
Dikatakan kepada Abdullah bin Mas'ud bahwa pada jenggot si Fulan terlihat
tetesan khamr. Maka ia berkata,
.
Sesungguhnya kita sudah dilarang untuk memata-matai orang. Tapi apabila telah
tampak oleh kita sesuatu maka kita memberinya sanksi. (HR. Abu Daud).
Dikisahkan, suatu ketika Umar bin Khathab r.a. memanjat rumah seseorang.
Ketika berada di atas, ia melihat penghuninya sedang melakukan perbuatan
yang tidak menyenangkan dan ia membencinya. Orang yang dilihat pun
berkata, "Kalau saya telah [114] melakukan maksiat kepada Allah dalam satu hal,
maka engkau telah maksiat kepada-Nya dalam tiga hal". "Apa itu?" tanya
Umar r.a. Orang itu berkata, "Allah Swt. telah berfirman "Janganlah kamu
memata-matai ...," sedang engkau telah memata-mataiku. Allah Swt. berfirman,
"Masuklah ke dalam rumah melalui pintu-pintunya ...," sedang engkau
melongokku dari atas pagar. Allah Swt. berfirman, "Janganlah engkau masuk
ke dalam rumah orang lain sehingga permisi dan mengucapkan salam kepada
penghuninya ...,"sementara engkau tidak mengucapkan salam." Mendengar
ucapan ini maka Umar pun meninggalkannya, lalu bertaubat.
TEGAKKAN TRADISI SYURA
Prinsip syura harus ditegakkan. Jauhkan kediktatoran dan egoisme. Inilah prinsip
yang Allah Swt. tanamkan kepada Nabi-Nya Saw. dengan firman-Nya,
.
Dan musyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu
telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. (Ali 'Imran: 159).
Allah Swt. mengidentifikasi umat Islam dengan sifat itu dalam firman-Nya yang lain,
.
Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan cara musyawarah di antara mereka, dan
mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. (As-
Syura: 38).
Musyawarah ini, baik dilakukan untuk menetapkan putusan yang mengikat maupun
pemberitahuan, merupakan benteng perlindungan bagi amal. Ialah jalan [115] yang bisa
menunjukkan pemecahan problem dan penguraian benang kusut setiap masalah. Dari
sinilah kita memahami apa yang disabdakan Rasulullah Saw.,
.
Sesungguhnya umatku tidak terhimpun dalam kesesatan. (HR. Ibnu Majah).
Sabdanya yang lain, "Tidaklah rugi orang yang bermusyawarah dan tidaklah sesat orang yang
menimbang-nimbang. Dan sesuatu yang dimusyawarahkan itu tepercaya.
Sebuah gerakan yang memegang teguh prinsip ini, tidak dimonopoli pemikiran
pemimpinnya, memperhatikan dan mengambil manfaat pendapat orang lain, maka gerakan
itu akan senantiasa berada dalam lindungan Allah. Langkahnya benar dan lurus.
Karenanya Rasulullah Saw. bersabda, "Puncak akal setelah beriman kepada Allah adalah
berlemah lembut terhadap orang lain dan mencintai mereka. Tidak ada orang rusak lantaran
musyawarah dan tiada orang bahagia lantaran merasa cukup dengan pendapatnya sendiri.
Apabila Allah Swt. berkehendak membinasakan seorang hamba, maka pertama kali adalah
merusak pendapatnya. Adapun ahli makruf di dunia, mereka adalah ahli makruf di akhirat. Dan
ahli mungkar di dunia, merekalah ahli mungkar di akhirat."
Apabila kita menganalisis beberapa faktor penyebab yang melatar belakangi berbagai
fenomena yang merobek tatanan organisasi dan gerakan, barangkali akan [116] segera
tersingkap bahwa salah satu faktor penyebab yang pokok adalah dominasi pemimpin, di
mana ia merasa cukup dengan pendapatnya sendiri, tanpa mau mendengar pendapat orang lain.
Hal itu merupakan penyakit ujub yang apabila mengenai jamaah, alangkah
cepatnya merusak, menceraikan kesatuan, memusnahkan kekuatan, dan menciptakan
pertikaian internal. Inilah implikasi negatif yang tidak menjanjikan kebajikan namun
justru mengkhawatirkan.
Rasulullah Saw. bersabda,
.
Apabila engkau melihat kebakhilan yang ditaati, hawa nafsu yang diperturutkan
dan kekaguman seseorang dengan pendapatnya sendiri, maka hendaklah engkau
berpegang pada dirimu sendiri. (HR. Tirmidzi).
Diriwayatkan bahwa Umar bin Abdul Aziz r.a., apabila sedang berkhotbah lalu datang
kekhawatiran terhadap rasa ujub, ia hentikan khotbahnya. Apabila sedang menulis lalu datang
kekhawatiran terhadap ujub, ia sobek kertasnya. Selanjutnya ia berkatalah, "Ya Allah, saya
minta perlindungan kepada-Mu dari kejelekan diriku."
Sesungguhnya, sebuah gerakan apabila hubungan antara anggota dan pemimpinnya semisal
budak dengan majikannya, tidak ada ukhuwah dan kebersamaan di dalamnya, ia laksana
sekam berapi. Setiap saat siap [117] meledak, kemudian hancur berkeping-keping. Sebuah
gerakan yang tidak memberi peluang adanya perbedaan pendapat dan kritik hanya akan menjadi
penjara hawa nafsu dan ambisi, yang mudah sekali tergelincir dalamkesulitan dan masalah.
Dari sinilah perbedaan pendapat merupakan faktor utama dari berbagai faktor yang
menguatkan dan mengukuhkan bangunan gerakan, selama masih dalam batas syariat. Selain
itu, perbedaan pendapat semacam itu juga merupakan penjamin keamanan dan keselamatannya,
agar tidak terjungkal dalam jurang kegagalan dan kebinasaan.
Namun demikian, ini sama sekali tidak berarti bahwa Islam membolehkan oposan untuk
keluardari barisan, sebesar apapun perbedaan pendapat yang terjadi.
Satu-satunya alasan yang secara syariat membenarkan pihak oposan untuk mencabut
mahkota kepemimpinan seseorang adalah apa yang diisyaratkan Rasulullah Saw. dalam
sabdanya,
.
Janganlah engkau mencabut tanganmu dari ketaatan, kecuali jika engkau melihat
kekufuran yang nyata, yang engkau memiliki dalilnya dari sisi Allah. (HR. Muslim).
Adapun terciptanya oposisi dengan gerakannya dan munculnya berbagai aliran pendapat
dengan sikapnya dalam satu banguanan organisasi, dengan alasan [118] menghilangkan
kemungkaran, hal itu dengan sendirinya sebuah kemungkaran yang tidak dibenarkan Islam. Ia
jelas akan menjadi faktor penghancur.
Inilah yang Rasulullah Saw. isyaratkan dalam sabdanya,

.
.
Barangsiapa keluar dari taat dan memisahkan diri dari jamaah kemudian mati,
maka ia mati dalam keadaan jahiliah. Barangsiapa berperang dengan bendera fanatisme,
marah demi membela fanatisme, menyeru kepada fanatisme dan menolong demi
fanatisme kemudian terbunuh, maka ia terbunuh dalam keadaan jahiliah. Barangsiapa
keluar menuju umatku lalu ia membunuh orang-orang yang baik maupun buruk, tidak
mengecualikan orang mukminnya dan tidak melindungi janjinya orang yang memiliki
janji, maka ia bukanlah golonganku dan aku pun bukan golongannya. (HR. Muslim)
Beliau Saw. juga bersabda, [119]
.
Sesungguhnya akan ada hanat dan hanat (fitnah). Barangsiapa memecah-belah umat,
padahal ia sudah satu kata, maka bunuhlah orang itu dengan pedang di mana pun ia
berada. (HR. Muslim).
Imam Syahid Hasan Al-Banna telah meletakkan prinsip dan landasan yang
merupakan pilar-pilar tatanan gerakan yang khas, di antaranya berikut ini.
"Seorang al-akh (baca: anggota. penerj.) yang memiliki perilaku khusus, ia
memandang pemimpin dengan pandangan seorang teman dekat dan tidak begitu
memperhatikan pendapatnya kecuali sebagian, maka memberi kepercayaan kepadanya
merupakan hal yang membahayakan, betapa pun baiknya dia. Yang demikian itu karena
jamaah teperdaya dengan kebaikannya dan ia retak karena perselisihannya".
13
)
"Dalam membangun jamaah, tidaklah banyak yang bermanfaat kecuali apa-apa yang
dibangun oleh pemimpinnya sendiri, atau oleh kesungguhan para ikhwan yang melihat
pemimpin (qiyadah) sebagai bagian dari mereka dalam proses tarbiah (pendidikan) dan
taklim (pengajaran). Oleh karena itu, segala rumusan yang tanpa mekanisme
kepemimpinan tidak banyak bermanfaat".
14
)
"Jamaah, apabila ingin beralih dari satu tahapan kerja ke tahapan yang baru,
hendaklah menata ulang barisan anggotanya. Pihak pemimpin hendaknya memilih
personel yang memiliki kompetensi untuk diletakkan di depan. [120] Sedangkan yang
tidak memiliki kompetensi diminta rela berada di belakang".
15
)
"Apabila ada anggota yang beroposisi terhadap pemimpin dan keluar dari jalur yang
telah disepakati bersama dengan niat ikhlas dan bermaksud baik akan tetapi salah jalan,
maka pemimpin harus berbaik sangka kepadanya. Ia tetap menghargai aktivitas
dakwahnya, khidmah dan pengorbanan yang telah dipersembahkan olehnya. Jagalah
ukhuwah dan kebersihan hati mereka. janganlah mereka ditindak dengan keras atau
dijauhkan dari sesama anggota. Akan tetapi upayakan sebuah terapi yang baik. Apabila
mereka kembali kepada kebaikan, itulah yang diharapkan. Namun apabila tetap
membangkang, maka pemimpin memiliki kewajiban untuk menyingkirkan mereka".
16
)
"Adapun apabila muncul persekongkolan dan makar dengan jelas, maka tiada
13
Al-Mudzakirat: 93, 132.
14
Al-Mudzakirat:131.
15
Al-Mudzakirat: 191, 179.
16
Al-Mudzakirat: 115, 118, 119.
kebajikan sedikit pun membiarkannya berada dalam tubuh jamaah. Pada saat yang sama,
mereka diperkenankan melakukan aktivitas dakwah di luar jamaah. Apabila mereka
bekerja di luar jamaah, maka lebih baik bagi jamaah itu sendiri, bagi mereka, dan bagi
Islam. Sedangkan perbedaan pendapat diharapkan tidak merusak sedikit pun nilai kasih
sayang".
17
)
MENJALIN HUBUNGAN DENGAN PENUH RASA CINTA DAN
KASIH SAYANG
Lembaga gerakan dakwah harus tegak di atas landasan kasih sayang, rasa cinta, dan rasa
senasib sepenanggungan tanpa mengabaikan mekanisme organisasi. Namun demikian, ia juga
tidak boleh menjadikan organisasi semata sebagai dasar hubungan antara anggota dan
pemimpin, atau pemimpin dengan anak buah.
Sejauhmana tingkat kemesraan hubungan antara anggota dengan pemimpin, sejauh itulah
tingkat kekuatan dan ketahanan bangunan gerakan dalam menghadapi berbagai unsur
penghancur, betapa pun banyak dan beragamnya.
Dari sinilah Al-quranul Karim melukiskan hubungan antara Nabi dengan para sahabatnya,
sebagaimana ayat-Nya,
.
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu berlaku keras serta berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. (Ali 'Imran 159).
Dari sini pula identifikasi Qurani menggambarkan sejauhmana perhatian Rasulullah
terhadap para personel bawahannya,
.
Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat
terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan)
bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang orang mukmin. (At-Taubah:
128). [122]
Dari sini pula isyarat dan bimbingan Quran dan hadits untuk membangun hubungan
dengan sikap lemah lembut, kasih sayang, dan rendah hati, bukannya hubungan yang penuh
kekerasan, kecongkakan, dan kesombongan.
.
Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu dari kaum
mukminin. (As-Syu'ara': 215)
.
Bersikap lembut terhadap kaum mukminin dan bersikap keras terhadap orang
orang kafir. (Al-Ma'idah: 54)
.
Mereka bersifat tegas kepada orang-orag kafir dan berkasih sayang antara
sesamanya. (Al-Fath: 29)
Cinta dan kasih sayang Rasulullah Saw. sampai batas yang orang-orang paling rendah
derajatnya sekalipun turut merasakannya, sehingga menjadikan Zaid, pembantu beliau,
mengatakan, 'Saya telah melayani Rasulullah Saw. sepanjang hidup saya, selama itu pula
17
Al-Mudzakirat: 124, 125.
tidak pernah sekali pun beliau mengatakan kepada saya, 'Cis!"'
Rasulullah Saw. bersabda, "Seorang mukmin itu terjalin, maka tidak ada kebaikan pada
seseorang yang tidak menjalin dan tidak pula terjalin". (HR. Ahmad)
Islam datang menyeru dan mengajak kita bersikap lemah lembut terhadap binatang,
apalagi terhadap manusia pada umumnya yang telah dimuliakan Allah Swt., juga
terhadap sesama Muslim yang telah Allah muliakan dengan Islam secara lebih khusus.

Dan kami telah memuliakan keturuan Adam. (Al-Isra': 70) [123]
Tidakkah dia mendengar kisah perjalanan orang-orang yang hatinya keras
membatu, yang telah malang melintang di negeri-negeri Islam dengan mengoyak-ngoyak
tatanan shaf? Tidakkah dia mendengar cerita mereka, yang telah ikut andil menguji Islam
dengan tingkah-lakunya? Dan mereka yang telah mencurahkan segala potensinya
menindas manusia dan menciptakan aturan kehidupan bagi mereka tanpa malu kepada
Allah? Tidakkah mereka mendengar suara Nabi Saw. menyeru mereka untuk berlaku kasih
sayang serta mengingatkannya dari sikap keras kepala dan otoriter?
Rasulullah Saw. bersabda, "Tidaklah ada kelemah-lembutan dalam sesuatu kecuali
membuatnya menjadi indah, dan tidaklah ada kelemah-lembutan itu lepas dari sesuatu
kecuali membuatnya menjadi buruk."
Rasulullah Saw. berkata kepada Aisyah r.a.,
. ,
Wahai Aisyah, sesungguhnya Allah Mahalembut dan Ia mencintai
kelemahlembutan. Ia memberi kepada orang yang lemah lembut sesuatu yang tidak
diberikan kepada orang yang keras hati dan tidak pula kepada selain mereka. (HR.
Muslim)
Beliau juga bersabda,
.
Barangsiapa terhalang dari bersikap lemah lembut, maka ia terhalang dari
kebajikan. (HR. Ahmad).
Sesungguhnya medan dakwah Islam di seantero dunia, saat ini dan kapan pun, selalu
membutuhkan para dai. Akan tetapi, mereka yang tidak memiliki perangai kasih
sayang dan lemah lembut, yang sudah dicap berperangai keras dan kaku, tidak sesaat
pun bisa menjadi kelompok para dai yang dibutuhkan. Bahkan potensi penghancur yang
mereka miliki barangkali lebih besar dari potensi pembangun. Benarlah seorang ahli
syair tatkala bertutur,
Kalaulah ada seribu pembangun
dihadapi seorang penghancur, cukuplah sudah.
Bagaimana dengan seribu penghancur
dihadapi hanya seorang pembangun?
TEGAKKAN LANDASAN SUKARELA DALAM BEKERJA
Hendaknya amal yang ditegakkan itu berdasarkan prinsip sukarela dalam bekerja dan
jihad, bukan prinsip kemanfaatan pribadi dan mencari rezeki. Gerakan Islam sepanjang
sejarahnya yang panjang merupakan medan perlombaan dalam mempersembahkan
potensi dan pengorbanan di segala bidang, tidak sekalipun pernah menjadi ajang
berebut pamrih dan manfaat materi. Inilah sesungguhnya inti pembebanan syariat
secara prinsip, yang terlihat jelas dalam firman-Nya,
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang
beriman kepada Allah dan [125] Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan
berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah. Merekalah orang-orang yang
benar. (Al-Hujurat: 15).
Iman membutuhkan bukti. Bukti iman dan syarat mengikat janji setia dengan
Islam adalah upaya mempersembahkan pengorbanan dan kedermawanannya dengan nilai
termahal yang bisa dipersembahkan. Apalagi dibandingkan dengan nilai surga, barang
dagangan Allah yang teramat mahal, yang tidak mungkin diperoleh kecuali oleh orang yang
telah membayar harga mahal. Harga itu bisa kita lihat dalam firman-Nya,
...
Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, jiwa dan harta
mereka, dengan memberikan surga untuk mereka. (At-Taubah: 111).
Demikianlah orang-orang generasi pertama memahami watak dakwah dan
kandungan akidah Islam. Mereka berlomba dalam mempersembahkan
pengorbanannya di segenap medan.
Dalam hal persembahan materi, diriwayatkan dari Umar r.a., ia berkata, "Suatu hari
Rasulullah Saw. memerintahkan kepada kami untuk bersedekah." Kebetulan saya memiliki
uang. Lalu saya berkata, "Hari ini saya akan mengalahkan Abu Bakar r.a. yang tidak
pernah kukalahkan sehari pun." Maka saya datang dengan separo harta saya. Rasulullah Saw.
menanyaiku, "Tidakkah kamu sisakan untuk keluargamu?" Saya jawab, "Saya masih
sisakan untuk keluargaku." Beliau bertanya lagi, "Apa yang kamu sisakan untuk mereka?"
Saya jawab, "Sejumlah ini." Maka datanglah Abu Bakar dengan seluruh harta miliknya.
Rasulullah Saw. pun bertanya, [126] "Wahai Abu Bakar, apa yang kamu sisakan
untuk keluargamu?" Abu Bakar menjawab, "Saya sisakan untuk mereka, Allah dan
Rasul-Nya." Lalu saya berkata, "Saya tidak pernah mengalahkannya sama sekali
selamanya" (HR. Bukhari).
Dikeluarkan oleh Ahmad dari Abdurahman bin Khabbab As-Salmi r.a., ia
berkata, "Suatu saat Rasulullah Saw. berkhutbah untuk menyampaikan persoalan
jaisyal-'usrah (pasukan sulit) yang perlu bantuan. Utsman bin Affan r.a. berkata,
"Saya memiliki seratus unta dengan seluruh muatannya." Kemudian Rasulullah Saw. turun
dari mimbar dan mengajaknya. Utsman r.a. berkata lagi, "Saya memiliki seratus unta lagi
dengan seluruh muatannya." Abdurahman berkata, "Saya melihat Rasulullah Saw.
bersabda sementara tangan beliau digerakkan laksana orang takjub, 'Apa pun yang akan
dilakukan setelah ini, maka ia tidak bakal mencelakakan Utsman."'
Dikisahkan bahwa Suhaib Ar-Rumi r.a. ketika akan hijrah dihadang orang-orang kafir
Quraisy. Mereka berkata, "Dulu kamu datang ke sini dalam keadaan papa dan hina. Di
sini hartamu bertambah banyak seperti ini, lalu kamu mau pergi begitu saja dengan
harta itu? Demi Allah, itu tidak boleh terjadi." Suhaib menyahut, "Bagaimana bila harta
ini saya berikan kepada kalian, apakah kalian akan melepaskan aku?" Mereka menjawab,
"Ya." Ia berkata, "Kalau begitu, ambillah harta ini untuk kalian." Tatkala berita tentang
Suhaib sampai kepada Rasulullah, beliau pun berkomentar, "Suhaib sungguh beruntung,
Suhaib sungguh beruntung." [127]
Syaddad bin Al-Had bercerita. Seorang Arab datang menghadap Nabi Saw. untuk
beriman dan mengikutinya. Ia berkata, "Saya mau hijrah bersamamu." Maka para
sahabat memberinya beberapa nasihat. Ketika usai Perang Khaibar, Rasulullah Saw.
memperoleh banyak ghanimah lalu dibagi-bagikannya. Tidak lupa, beliau memberikan
bagian kepada orang Arab tadi. Ketika ditawari bagiannya itu, ia berkata kepada
Rasulullah Saw., "Bukan untuk ini aku mengikutimu, melainkan untuk dilempar tombak
di sini (ia menunjuk lehernya dengan tombak) lalu aku mati dan masuk surga."
Rasulullah berkata, "Bila engkau sungguh-sungguh karena Allah, Allah pasti
mengabulkanmu." Lalu ia bangkit menerjang musuh. Akhirnya ia dibawa ke hadapan
rasulullah dalam keadaan terbunuh. Rasulullah berkomentar, "Itukah dia?" "Benar," jawab
para sahabat. Rasulullah bersabda, "Ia bersungguh-sungguh karena Allah, sehingga Allah
mengabulkannya."
Ungkapan ringkas, memuat soal perhatian dan kerja sukarela, bisa kita dapatkan pada apa
yang pernah ditulis oleh Imam Hasan Al-Bana rahimahullah dalam kitabnya Mudzakirat
Ad-Dakwah wa Ad-Daiyah, ia menulis.
"Konsentrasi beramal merupakan awal langkah yang benar ketika dibutuhkannya. Akan
tetapi, seyogianya para ikhwan jangan membebani Jamaah untuk menyelesaikan permasalahan
mereka secara khusus. Seseorang yang mempersembahkan sesuatu untuk dakwahnya itu lebih
baik daripada mengambil sesuatu darinya."
Saya tidak ingin lebih jauh menunjukkan bukti-bukti [128] pengorbanan orang-orang
terdahulu dengan jiwa dan raganya. Cukuplah kita kembali kepada buku-buku sirah Nabi dan
sejarah Islam, niscaya akan kita dapatkan di sana lembaran-lembarannya yang penuh dengan
hiasan nama mujahidin dan syuhada yang begitu merindukan surga dan siap menghadapi
syahid di jalan Allah.
.
Di antara mereka ada yang gugur, dan di antara mereka ada pula yang menunggu-
nunggu dan mereka tidak sedikit pun mengubah janjinya. (Al-Ahzab: 23).
Betapa medan dakwah Islam membutuhkan introspeksi. Membandingkan hari-hari ini
dengan hari-hari kemarin, membandingkan masa-masa kini dengan masa-masa lalu.
Betapa perlunya para pemandu dakwah di setiap wilayah mencocokkan lembaran
kehidupannyadengan lembaran emas kehidupan orang-orangyangtelah berlalu sebelum mereka,
untuk mendapati bahwa perbedaannya sangat besar dan jaraknya demikian lebar. Inilah satu-
satunya rahasia setiap kegagalan dan faktor penyebab setiap kehancuran. Kita meminta
kepada Allah ampunan dan kesehatan, baik di dunia maupun di akhirat.
Hari ini, negeri-negeri Islam tengah diuji dengan langkanya orang-orang yang siap
memberi dan melimpah-ruahnya orang-orang yang meminta. Dengan kata lain, grafik orang-
orang yang siap bederma dan berkorban kian menurun.
Sesungguhnya upaya mempelajari fenomena ini dengan sendirinya secara bertahap
mampu membangkitkan spirit jihad dan semangat bagi para pekerja dakwah. [129] Medan
dakwah Islam tidak sekalipun membutuhkan orang-orang yang pamrih pada rezeki
dan kemanfaatan duniawi belaka. Hanya perlu rasanya saya ingatkan bahwa
pembicaraan saya ini tidak berhubungan dengan prinsip dasar sebuah konsentrasi
kerja dakwah, tetapi hanya menyangkut macam dan caranya.
Tentu saja gerakan Islam senantiasa sangat membutuhkan lembaga-lembaga yang secara
khusus konsentrasi dalam urusan dakwah di segala bidang. Sedangkan memilih personel-
personel yang potensial untuk memenuhi tugas-tugas ini sampai kapan pun
merupakan kewajiban berdasarkan syariat, berlandaskan kaidah "sesuatu yang tidak
sempurna sebuah kewajiban kecuali dengannya, maka sesuatu itu menjadi wajib."
SUNGGUH-SUNGGUH DALAM MENJAGA NILAI-NILAI SYARIAT
DAN DAKWAH
Setiap amal harus ditegakkan di atas nilai-nilai akidah dan pemikiran yang benar. Ia
harus ditopang oleh prinsip-prinsip politik dan gerakan yang berdasarkan syariat. Ia
tidak boleh guncang hanya karena perubahan situasi dan kondisi. Para personelnya
jangan sampai mengorbankan prinsip hanya karena alasan murunah (fleksibilitas) Islam
dan ijtihad dalam rangka melakukan siasat memanfaatkan peluang.
Sebuah gerakan, manakala menolerir pelanggaran terhadap sebagian saja dari nilai-
nilai syariat, hakikatnya telah mempertaruhkan kepribadian dan kehormatannya. [130]
Jadilah ia sebuah gerakan tanpa kepribadian dan kehormatan. Perjalanannya akan
labil, langkahnya tersendat-sendat, dan bangunannya selalu terancam badai yang siap
menghancurkannya setiap saat.
Betapa banyak gerakan dakwah yang secara bertahap menerima tawaran
dukungan pihak lain yang selanjutnya menjadikannya memiliki rasa ketergantungan.
Sementara ia tidak merasa bahwa dukungan tadi secara berangsur-angsur bakal
merontokkan bangunan secara keseluruhan beserta nilai-nilainya sekaligus.
Pada saat terjadi perubahan besar, sebagian orang menolerir para dai yang melepaskan
komitmennya atas sebagian nilai-nilai syariat dengan dalih mengembalikan kondisi
normal secara bertahap, meskipun hal ini jelas bertentangan dengan timbangan Quran,
sebagaimana firman Allah,

Sesungguhnya Allah tidak mengubah nasib suatu kaum sehingga mereka mengubah
(dahulu) apa-apa yang ada dalam jiwa mereka. (Ar-Ra'd: 11).
Selain itu, ada pula sebagian lainnya yang memperkenankan aplikasi sektoral atas
manhaj Islam. Ini mengakibatkan munculnya fitnah di kalangan orang-orang Islam.
Sementara di sisi lain, Islam beserta kaum Musliminnya tengah menghadapi upaya
penghancuran secara total.
Salah satu kenyataan yang tidak boleh dilupakan, bahwa gerakan Islam saat ini
belum sampai membentuk apa yang dikatakan sebagai Jamaatul Muslimin yang
dikehendaki oleh sabda Nabi Saw. Gerakan dakwah [131] harus bercita-cita
mewujudkannya. Jika telah terwujud, kaum Muslimin hendaknya menghimpunkan diri
kepadanya untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan Islam. Satu hal yang perl u ditegaskan
bahwa yang tidak berhimpun dengan gerakan Islam tidak lalu dikatakan sebagai orang
murtad, hanya saja mereka mu-qashir (cacat) dalam menjalankan kewajiban syariatnya.
18
)
Salah satu prinsip gerakan Islam adalah memperuntukkan dakwahnya bagi semua orang,
bukan hanya untuk kalangan tertentu saja. Tidak dilarang pula menghimpun orang-orang
yang muqashir dalam beberapa ketaatan, sepanjang mereka masih memiliki rasa takut
kepada Allah, menghormati sistem, dan baik dalam menjalankan ketaatannya. Gerakan
dakwah bertugas mendidiknya dari dalam. Adapun orang-orang mulhid (ingkar kepada
Tuhan), maka tidak ada toleransi baginya, sebagaimana pula orang-orang saleh yang tidak
18
Al-Hudhaibi: 185.
mau menghargai aturan dan tidak menghormati makna ketaatan, karena mereka tidak
mendatangkan kebajikan bagi penegakan amal jamai.
19
)
Salah satu prinsip gerakan Islam adalah memandang kaum Muslimin, dengan segenap
perbedaan mazhabnya, sebagai umah wahidah (umat yang satu). Ia berupaya menyatukan
mereka dalam memahami hakikat Islam, sebagaimana tersebut dalamAl-Ushul Al-Isyrin.
20
)
Salah satu prinsip gerakan Islam adalah menganggap [132] kekuatan sebagai slogan Islam
dalam segala aspek syariatnya. Tingkatan pertama kekuatan adalah kekuatan akidah dan iman,
setelah itu kekuatan kesatuan dan ikatan, kemudian kekuatan fisik dan senjata. Sebuah
jamaah tidak bisa dikatakan kuat sehingga terpenuhinya unsur-unsur kekuatan tersebut. Manakala
kekuatan fisik dan senjata dipergunakan sedangkan jamaah retak ikatannya, kacau-balau
tatanannya, dan lemah akidah serta imannya, maka langkah jamaah itu akan berujung pada
kehancuran dan kebinasaan.
21
)
Revolusi adalah fenomena kekuatan yang cukup dahsyat. Namun ia bukanlah sarana
yang dibenarkan gerakan Islam, karena tidak bisa menjamin hasil yang positif dan manfaat.
22
)
Salah satu prinsip gerakan Islam yang lain adalah tiadanya ketergesaan dalam menapaki
jalan. Barangkali langkah yang digariskan demikian panjang, sebab memang tidak ada
jalan yang lain. Upaya kita adalah meraih target dengan waktu sependek mungkin namun
dengan hasil yang maksimal. Adapun orang-orang yang tergesa ingin memetik buah
sebelum matangnya, sebaiknya minggir saja dari jalan dakwah ini.
23
)
Salah satu prinsipnya adalah, gerakan Islam mengharapkan kebaikan bagi setiap lembaga
Islam yang ada dan mendoakannya untuk memperoleh taufik di sisi Allah Swt. Jamaah
memandang bahwa langkah terbaik [133] yang harus dilakukan adalah menjauhkan diri
dari kesibukan menilai pihak lain, sementara kelemahan dirinya terlupakan. Umat ini
membutuhkan kesungguhan dan jihad. Sedangkan waktu yang tersedia tidak memberi
peluang untuk asyik meneliti dan mengoreksi orang lain. Setiap kita berada pada
lapangannya masing-masing dan Allah beserta orang-orang yang berbuat ihsan.
24
)
Gerakan Islam selalu berusaha untuk bekerja sama dengan lembaga-lembaga
dakwah yang lain. Ia berupaya untuk mendekatkan cara pandang dan
memadukan perbedaan pola pikir. Seyogianya para pekerja dakwah tidak mudah
direnggangkan oleh masalah-masalah fiqih dan perbedaan mazhab.
BANGUNLAH PENGUASAAN DAN PEMAHAMAN
Setiap amal hendaklah ditegakkan di atas dasar kesadaran yang seutuhnya terhadap
target, baik jangka pendek maupun jangka panjang, juga terhadap situasi dan kondisi
yang melingkupinya, baik yang tersembunyi maupun yang ada di permukaan, selain
juga paham akan situasi politik yang muncul, baik pada tingkat lokal, regional, maupun
nasional. Bersamaan dengan itu, juga harus paham terhadap unsur-unsur kekuatan yang
strategis serta langkah-langkah yang akan digariskan, yang perlu disebarluaskan maupun
yang harus disembunyikan. Selain itu, ditambah pula dengan upaya menganalisis
19
Da'watuna, Al-Mudzakirat, dan Mu'tamar Tsalits oleh Imam Syahid.
20
Al-Mudzakirat: 170, Abdul Halim: 41, dan Risalah At-Ta'alim
21
Risalah Al-Mu'tamar Al-Khamis oleh ImamSyahid.
22
Risalah Al-Mu'tamar Al-Khamis wa As Sadis.
23
Risalah Al-Mu'tamar Al-Khamis.
24
Al-Mudzakirat.
berbagai kekuatan yang mungkin dimilikinya. [134]
Betapa banyak gerakan dan tatanan yang secara bertahap menuju kehancurannya
lantaran kurangnya pemahaman dan tiadanya kesadaran akan apa yang terjadi di
sekelilingnya. Ia menganggap telah berbuat baik padahal hakikatnya belum
melakukan sesuatu yang berarti.
Wajib dicatat bahwa langkah yang digariskan oleh suatu negara, organisasi gerakan,
dan tatanan jihad tidaklah tetap dan permanen. Ia berganti-ganti dan berubah-ubah
mengikuti kemaslahatan yang ditargetkan. Suatu saat terkadang harus secara infiradiy
(individual), namun di saat lain secara jama'iy (kolektif). Terkadang langkah darurat
ditetapkan pada suatu waktu, langkah permanen ditetapkan pada waktu yang lain.
Dari sinilah gerakan Islam wajib menyingkap pemicu berbagai bentuk pertikaian dan
pergerakan yang terjadi di berbagai negeri, agar mampu memetakan situasi politik yang
bervariasi, lalu menentukan titik-titik rawan yang terdapat pada dinamika kehidupan
politik yang bergerak. Dari sana bisa ditetapkan sikap-sikap yang tepat dalam
menghadapi kejadian dan peristiwa dengan mempertimbangkan potensi yang ada.
Gerakan Islam hendaknya juga mempelajari segala sesuatunya, sampai makna slogan,
sejauhmana relevansinya dengan situasi dan kondisi, juga kemampuannya merealisasikan
sebelum ditetapkan. Apabila tidak demikian dikhawatirkan slogan-slogan yang digembar-
gemborkan itu hanya menghujat diri, akhirnya bisa menodai makna dan kandungannya.
Sebagai gerakan Islam, hendaknya terus mengkaji [135] secara mendalam sikap-sikap
politik, pemikiran, maupun sosialnya sebelum ia ditetapkan. Selain perlu juga senantiasa
mengevaluasi relevansi kebijaksanaan-kebijaksanaannya dengan patokan-patokan nilai,
strategi, maupun tahapan-tahapannya. Juga tidak kalah pentingnya menimbang
kelayakan-kelayakannya bagi situasi kini dan mendatang.
Betapa banyak gerakan yang mengalami guncangan akibat kontradiksi berbagai
keputusan politik yang ada dan kontradiksi antara keputusan politik tersebut dengan
nilai-nilai akidah maupun pemikiran yang menjadi landasannya.
Betapa banyak pula kelompok dakwah yang secara berangsur terperangkap dalam
kekeliruan, ketidakjelasan arah, pertikaian sesama, dan lain-lainnya karena berpijak pada
keputusan-keputusan yang hanya menuruti emosi tanpa dikaji secara matang
sebelumnya.
Dalam jamaah, seseorang tidak dibenarkan sedikit pun memutuskan sikap tertentu
kemudian mengumumkannya, bagaimanapun mendesaknya, sebelum dimusyawarahkan,
dikaji, dan diperbandingkan dengan berbagai pendapat para tokoh pemimpin maupun
para ahli.
Gerakan Islam yang menghadapi konspirasi dunia yang memiliki berbagai sarana, cara,
dan strategi, sangat membutuhkan sikap disiplin dengan berbagai prinsip dan landasan
tersebut di atas sebelum lain-lainnya. Karena hal-hal itulah yang menjadi objek sasaran
konspirasi kaum jahiliah. Mereka akan melumpuhkan itu semua dengan tatanan dan
kekuatan militer yang mereka miliki di seluruh dunia. [136]
STRATEGI DAN ORGANISASI
Seluruh aktivitas hendaknya ditegakkan di atas perencanaan (takhthit) dan manajemen
(tanzhim), dengan melibatkan seluruh anggota dalam memikul tanggung jawab, dan
menempatkan personel sesuai dengan kompetensinya. Selain itu, ciptakan interaksi yang
memuat pujian dan sanksi untuk memberi dorongan dan penghormatan kepada siapa saja
yang berprestasi baik dalam melakukan tugas, dan memberi sanksi kepada siapa saja yang
keliru dengan hukuman yang sekiranya menjadikannya lebih baik dan sadar.
Bersamaan dengan itu, dibutuhkan adanya pendidikan dan pembinaan. Yang
demikian itu karena perencanaan dan manajemen dengan sendirinya membutuhkan para
perencana dan manajer (penata). Tidak setiap orang layak memegang tanggung jawab ini,
betapa pun ia seorang pakar syariat, cendekiawan, mubalig ulung, penulis andal, tidak
juga pemikir. Orang yang memegang tanggung jawab ini harus seseorang yang memiliki
potensi organisasi lebih dahulu, kemudian dilengkapi dengan pengalaman dalam urusan
dan teori-teori manajemen.
Gerakan Islam hendaknya juga pandai-pandai memanfaatkan setiap produk teknologi
masa kini, terutama ilmu-ilmu jurnalistik dengan seluruh sarananya; bagaimana
menyusun strategi penulisan, penataan administrasi, menu rubrik, pengolahan data
dan informasi, dokumentasi, dan lain-lain.
Sesungguhnya, sebuah gerakan yang memiliki [137] sarana-sarana yang menumbuhkan
pemahaman, baik pemikiran maupun politik, akan mampu menciptakan strategi dan menetapkan
sikap-sikap politisnya dalam kerangka pemahaman, baik secara global maupun terperinci. Selain
itu, ia harus memiliki kematangan untuk menghadapi tantangan-tantangan masa kini, baik yang
terprogram maupun yang datang secara tiba-tiba.
Dari sinilah Islam menyeru kita untuk menyiapkan segala unsur kekuatan sebagaimana
firman-Nya,
...
Dan siapkanlah olehmu untuk menghadapi mereka segala sesuatu dari kekuatan
(Al-Anfal: 60).
Dalam hal potensi analisis, gerakan Islam kini tengah diuji dengan kemunduran dalam
aspek tersebut, selain potensi pemikiran dan penataan. Hal itu secara umum belum sesuai
dengan apa yang dituntut oleh syariat dan zaman.
Yang dimaksud dengan kemunduran di bidang pemikiran dan penataan ini, yakni
tidak menguasainya metodologi pemikiran maupun manajemen, bahkan sering lepas dari
padanya. Misalnya dalam merumuskan logika prioritas atas apa yang sedang dan akan
dikerjakan. Akibatnya, aktivitas, sikap, dan geraknya sering sporadis, tidak berdasarkan
pertimbangan terlebih dahulu, bahkan sering bertabrakan dengan logika alfabeta gerakan.
Kemunduran pemikiran dan manajemen (penataan) juga berarti ketidakmampuan menyusun
dan membagi proyek, aktivitas, dan strategi dalam persepektif kaidah-kaidah yang benar dan
lurus, sehingga menjadikannya tumpang-tindih dan tidak seimbang. [138]
Artinya, cacat dalam aspek pemikiran dan manajemen (penataan) berarti cacat dalam amal
Islam dan pada gilirannya mengakibatkan cacat, mundur, dan gagalnya gerakan Islam dalam
mengemban misinya.
PERHATIKAN KELENGKAPAN DAN KESEIMBANGAN
Amal islami ditegakkan di atas prinsip saling melengkapi dan seimbang. Tidak ada
bagian aspek yang mendominasi aspek lainnya, atau tumpang-tindihnya satu bagian
dengan yang lain. Dominasi satu bagian atas yang lain akan mengakibatkan tubuh gerakan
berjalan limbung, tidak seimbang.
Gerakan Islam memiliki tujuan-tujuan pokok, yang menjadikannya menuntut perhatian
lebih serius daripada aktivitas yang lain, yaitu perhatian mewujudkan keseimbangan dalam
setiap bidang garapnya.
Aktivitas pendidikan (tarbiyah) wajib memperoleh perhatian istimewa, betapapun
dinamisnya perjalanan gerakan secara umum. Manakala aktivitas ini mengalami kemacetan,
kemunduran, atau kelemahan, maka pasti akan terlihat dampak-dampak negatifnya dalam
bangunan gerakan, cepat atau lambat.
Aktivitas politik wajib dikonsentrasikan pada proyek Islam untuk merealisir tujuan-tujuan
Islam yang jelas dan terprogram. Tentu saja semua itu ditegakkan dalam kerangka nilai-nilai
akidah dan syariah yang diakui (mu'tamad).
Aktivitas sosial wajib ditegakkan dalam rangka mewujudkan tujuan-tujuan Islam. Tentu
saja dalam perspektif [139] nilai-nilai akidah dan syariat. Begitulah semestinya setiap
aktivitas yang lain dalam kondisi bagaimana pun. Setiap celah pada aspek-aspek ini atau
yang lainnya, pada akhirnya akan membuat gerakan dakwah berjalan tidak seimbang dan
mengundang kehancuran serta kebinasaan.
Kita memohon kepada Allah Swt. hidayah dan petunjuk-Nya. Akhir seruan kami
adalah Al-hamdu lillahi rabil 'alamin. [140]

Anda mungkin juga menyukai