Anda di halaman 1dari 15

DINAMIKA ISLAM

KONTEMPORER
Sejak masa klasik, dinamika pemikiran
dan gerakan islam selalu dipengaruhi oleh
konfigurasi politik penguasa. Artinya ada
pemikiran dan gerakan menjadi ”mazhab”
penguasa dan sebaliknya, ada yang dilarang
bahkan dibrangkus dega menjaga
“stabilitas”.
Dari sinilah muncul berbagai kekuatan
pemikiran dan gerakan islam, baik islam
politik maupun islam kultural sehingga
membentuk farien yang sangat beragam.
Berbagai farian pemikiran dan gerakan
keislaman di indonesia sebenarnya bisa
ditelusuri akar-akarnya secara jelas sehingga
dapat dipetakkan menjadi dua arus pemikiran
yang sangat dominan yakni literalisme dan
liberalisme
Dalam menyikapi keberagaman apapun
termasuk agama, pertanyaannya bukanlah
bagaimana membawa mereka masuk syurga
melainkan bagaimana berbicara dengan mereka,
sehingga pada  saat itulah dialog antaragama
menjadi prasyarat teologis. Apa yang dimaksud
dengan dialog disini seperti yang disinyalir oleh
Hans Kung “Tidak akan pernah ada perdamaian
antarbangsa tanpa adanya perdamaian
antaragama, dan tidak ada perdamaian
antaragama, tanpa adanya dialog yang lebih
besar dan lebih efektif di antara mereka”.
Apa yang disinyalir oleh Hans Kung adalah upaya
atau sikap yang melampaui toleransi antaragama,
betapun kita butuh toleransi agama yakni sikap
saling hormati-menghormati, saling membiarkan
mereka apa adanya, akan tetapi itu belumlah cukup,
masyarakat yang majemuk harus saling berbicara 
dengan jalan yang akan mengantarkan tidak hanya
pada respek yang lebih besar melainkan juga
perlunya kerjasama dalam merubah keadaan.
Sekalipun banyak rumusan pluralisme banyak
dikonsepsikan oleh para teolog kontemporer dengan
perspektif yang berbeda-benda, semisal John Hick, Raimundo
Panikar, Hanz Kung, Paul Kniter, Wilfred Cantwell Smitt, Karl
Rehner, Rudolf Otto dan Ninian Smarth, tentu kita tidak
hendak menelan mentah-mentah konsep mereka, kita juga
banyak memiliki pemikir pluralis inklusif yang kridibilitas dan
kapabilitas serta kapasitas yang tidak diragukan, kita bisa
menyebut beberapa nama, semisal Ibnu Arabi, Fakhrudin Ar-
Razi, Rasyid Ridha, Ali Syari’ati, Fazlur Rahman, Muhammad
Iqbal, Muhammad Yusuf Ali, Muhammad Abed Al-Jabiri, Nasr
Hamid Abu Zaid, Sayyed Hossen Nasr, Abdul Karim Sourosh
dan Maulada Farid Essack juga pemikira nasional kita yang
bisa kita sebut Harun Nasution, Munawir Sadzali, Nurchalish
Madjid, dan sebagainya.
Terorisme dan Ham
•  Jihad adalah prinsip utama dalam akidah Islam, istilah
itu sendiri secara harfiah berarti berusaha keras, tekun
bekerja, berjuang, mempertahankan. Dalam banyak
hal, jihad berarti etika kerja yang kuat secara spiritual
dan material di dalam Islam. Kesalehan, pengetahuan,
kesehatan, keindahan, kebenaran, dan keadilan
tidaklah dimunginkan tanpa jihad, yaitu tanpa kerja
keras berkesinambungan dan tekun.
– Oleh karena itu, membersihkan diri dari kesombongan dan
kerendahan, menuntut ilmu, meyembuhkan orang yang
sakit, memberi makan kaum papa, menegakkan kebenaran
dan keadilan, bahkan dengan resiko pribadi yang besar,
semuanya adalah bentuk Jihad
• Al-qur’an menunjukkan istilah jihad untuk
merujuk pada tindakan keras untuk mewujudkan
tujuan Tuhan di muka bumi ini, yang mencakup
semua aktivitas diatas. Nabi Muhammad
berulang-ulang mengajarkan bahwa bentuk jihad
terbesar adalah memerangi hasrat rendah
manusia atau menyampaikan kebenaran di
hadapan kekuasaan yang menindas dan
menderita sebagai konsekuensi berbicara seperti
itu. Dengan logika yang sama, berusaha sekuat
tenaga dan bekerja keras dalam perang, asalkan
perang tersebut adil dan baik, juga termasuk
jihad.
Namun, tak bisa ditolak juga bahwa khususnya di
era modern, pernyataan-pernyataan dan perilaku
muslim telah menjadi konsep kian
membingungkan dan bahkan kacau balau. Jihad,
khususnya seperti terpotret di media barat dan
sebagaimana dimanfaatkan oleh para teroris,
acap kali dikait-kaitkan dengan ide perang suci
terhadap kaum kafir yang disebar luaskan atas
nama Tuhan, dan sering kali disamakan dengan
citra paling vulgar mengenai intoleransi agama.
Yang terburuk, isu terorisme telah merusak
reputasi agama terbesar di dunia ini.
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan
bahwa dengan berjalannya waktu dan
perkembangnya zaman, islampun mengalami
perkembangan dengan munculnya gerakan –
gerakan seperti Modernisme dan
fundamentalisme/radikalisme, Islam Kultural,
Post Tradionalisme Islam, menunjukkan adanya
perkembangan keberagaman dalam pemikiran
para cendekiawan muslim baik yang tradisonal
maupun modern/ kontemporer.
Inilah dinamika dalam Islam yang harus
disikapi dengan inklusif dan bijaksana. Dan penuh
kedewasaan dalam beragama. Intinya agama
adalah rohmatal lil alamin.

Anda mungkin juga menyukai