Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas UAS mata kuliah Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengampu :
Mushlihin, S.Pd.I, MA
Disusun Oleh :
Kelompok 12
2023
A. Hijrah
Hijrah saat ini sering diartikan sebagai proses berpindah dari perilaku yang belum
sesuai dengan syariat Islam ke perilaku yang sesuai dengan syariat Islam yang bertujuan
untuk memperbaiki diri ke arah yang lebih baik. Hijrah juga diartikan sebagai sebuah
perjalanan Nabi Muhammad dan pengikutnya dari Mekkah ke Madinah untuk
menyelamatkan mereka dari ancaman dan tekanan kaum Quraisy.
Hijrah pada zaman Rasulullah SAW, peristiwa hijrah terjadi ketika Rasulullah ingin
pindah dari Mekkah ke Madinah untuk menyebarluaskan agama Islam. Karena ketika
Rasulullah di Mekkah dalam menyebarluaskan agama secara terang-terangan
mendapatkan perlawanan keras dari kaum Quraisy. Dari sini dapat dilihat bahwa hijrah
yang dilakukan Rasulullah adalah untuk melakukan perpindahan dari suatu negara yang
tidak aman menjadi negara yang aman. Dapat diartikan bahwa jika kita sudah merasa
tidak aman, maka kita harus segera melakukan hijrah untuk menyelamatkan diri kita dari
berbagai tekanan yang ada.
Zaman sekarang sering dihadapkan dengan banyak public figure yang menyatakan
berhijrah dari dunia masa lalu yang kelam menjadi dunia yang sekarang lebih baik. Potret
hijrah yang dilakukan biasanya secara berbondongbondong atau bersama-sama untuk
merubah dirinya menjadi lebih baik. Cara public figure untuk berhijrah, biasanya
ditunjukkan dengan seringnya mengikuti kajian keagamaan agar lebih dekat dengan
agamanya dan membentuk suatu organisasi pertemanan untuk meningkatkan ukhuwah
islamiyah sesama teman dalam hal kebaikan.
Trend hijrah ini hadir sebagai imbas dari adanya modernitas, dimana sebagian
perilaku keagamaan masyarakat yang berada di kota berubah seiring dengan
perkembangan globalisasi dan modernisasi. Dengan adanya perkembangan globalisasi
ini, tren hijrah semakin marak ditandai dengan adanya sosial media yang lebih
memudahkan dalam melakukan hijrah. Indikasi tren hijrah ini yaitu meluasnya
pemakaian hijab, maraknya produk syariah di pasaran. Adanya pengemasan konsep
dakwah yang lebih praktis, instan, dan dekat dengan kaum milenial. Dengan adanya tren
hijrah ini, maka diperlukan adanya figure sebagai sentral pengetahuan. Oleh karena itu,
diperlukan seorang ustadz yang muda, energik, dan gaul untuk menjadi sentral
pengetahuan. Karena dengan ciri tersebut tentunya pengetahuan agama akan lebih mudah
dipahami dengan menggunakan bahasa milenial yang ada pada zaman sekarang.
Saat Nabi Saw hijrah dan tiba di kota Madinah, beliau meletakkan nilai moderasi
beragama untuk menopang kekuatan umat Islam dengan sokongan kaum Muhajirin dan
Anshar. Nilai moderasi yang dibangun oleh beliau adalah:
Tasamuh (Toleransi)
Ketika menetap di Madinah pasca-hijrah, Rasulullah SAW mendapati kenyataan
bahwa Madinah merupakan kota yang majemuk, baik agama maupun suku-suku yang
tinggal di dalamnya. Kemajemukan itu dapat menjadi sumber persoalan dan rentan
konflik.
Peristiwa penaklukan Makkah (fathu Makkah) yang terjadi pada tahun 8 H/ 630 M,
merupakan peristiwa toleransi paling agung dalam sejarah Islam.
Nabi Muhammad SAW pernah dikuya-kuya, disakiti, bahkan diusir dari tanah airnya
oleh penduduk Makkah. Akan tetapi, pada saat Makkah diambil alih oleh Nabi
Muhammad SAW, tidak ada sedikit pun pertumpahan darah atau balas dendam kepada
kafir Quraisy. Mereka dilindungi, diperlakukan dengan sangat baik dan dijamin
keamanannya. Jika bukan karena sikap lapang dada, pihak yang menang pasti bersikap
jumawa dihadapan yang kalah.
Toleransi bukan soal mayoritas hingga minoritas. Toleransi tidak boleh mencampur
adukkan aqidah. Toleransi juga bukan soal membenarkan keyakinan yang berbeda-beda.
Toleransi merupakan keberanian untuk menghormati dan menghargai perbedaan di
antara kita, agar hidup tetap rukun dan damai.
Supaya penghambaan kepada Tuhan Yang Maha Esa tetap dapat dilaksanakan,
kita membutuhkan sikap toleran. Nabi Muhammad SAW telah memberikan contoh
toleransi yang paripurna.
Masyarakat Islam ditegakkan atas dasar toleransi dalam makna dan cakupan yang
luas. Islam menetapkan toleransi dan penghormatan terhadap keyakinan dan kepercayaan
umat lain, serta tidak seorang pun yang dapat memaksakan kepercayaan dan agama Islam
pada orang lain selaras dengan firman Allah yang terdapat pada QS.Al-Baqarah:256;
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); telah jelas jalan yang benar
dari jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman
kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada tali yang amat kuat yang
tidak akan putus. Dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Salah satu fenomena yang cukup menghebohkan dunia Islam saat ini adalah
adanya sekelompok umat yang aktif mengkafirkan kelompok lainnya. Mereka
memandang bahwa orang-orang yang ada di luar kelompoknya, sebagai kafir, murtad,
dan keluar dari Islam.
Setiap kali berbeda pendapat dengan orang lain, mereka dengan mudah
menyerang lawan bicaranya itu dengan julukan kafir. Seolah-olah di dunia ini hanya
dirinya saja yang berhak menganut agama Islam, sedangkan orang lain sangat rentan
untuk menjadi kafir.
Maka dengan semangat hijrah, kita dididik untuk menjadi umat yang toleran
dalam perbedaan pendapat dan pandangan, tidak mudah menjatuhkan vonis kafir, bid`ah,
dan syirik kepada pihak lain sesama umat Islam.
I’tidal (Keadilan)
Hijrah bukanlah untuk ikut berperang di negara lain yang dilanda konflik
sebagaimana yang dipropagandakan kelompok teroris. Karena pada hakikatnya hijrah
adalah sebuah semangat untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik dan
bermakna.
Hijrah itu bukan untuk melakukan kekerasan, apalagi pembunuhan. Karena itu, hijrah
sebaiknya dilakukan dengan niat yang tulus dengan cara melepaskan diri dari belenggu
ambisi pribadi, kepicikan, dan kepentingan sesaat.
Manusia yang hijrah harus selalu memiliki optimisme dalam menyongsong masa
depan yang semakin baik. Rasulullah SAW berhijrah dari Mekkah ke Madinah karena
tekanan yang luar biasa dari kafir Quraisy yang sangat membahayakan dan mengancam
keselamatan jiwa Rasulullah dan para pengikutnya. Di tempat baru, Rasulullah
mengembangkan Islam dan membangun tatanan kehidupan, kebudayaan, dan peradaban
yang sehat, adil, baik, sejahtera, dan manusiawi.
Untuk mewarisi semangat hijrah, harus mempunyai gairah untuk terus mencari hal-
hal yang baru, baik, dinamis, dan progresif dalam kehidupan yang kaya warna dan nuansa.
Dalam konteks Indonesia saat ini, hijrah bisa dimaknai sebagai perjuangan melawan
segala bentuk ketidakadilan, kekerasan, penindasan, narkoba, korupsi, serta upaya-upaya
disintegrasi yang mengancam keutuhan NKRI. Sementara, dalam konteks dunia dan
global, semangat hijrah bisa diisi dan diwarnai dengan perjuangan yang tak kunjung usai
untuk menegakkan keadilan dan perdamaian.
Rasulullah saw menegakkan masyarakat Islami atas dasar keadilan yang luas, baik
terhadap kawan maupun lawan, keadilan yang tidak pandang bulu, pangkat dan
kedudukan.
Keadilan yang dibangun oleh Rasul adalah keadilan yang memberikan hak sesuai
porsinya; keadilan yang memandang kaum lemah itu kuat karena ada hak yang harus
diterimanya dan memandang orang-orang kuat yang merampas dan menginjak-injak
haknya orang lain itu lemah. Suara keadilan telah digemakan oleh Allah:
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi
kepada kaum kerabat, Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.
Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (Qs. An-
Nahl: 90)
Allah telah menyuruh kita berbuat adil, tidak cukup dengan adil saja, namun dengan
keadilan itu, kita harus berbuat kebajikan. Keadilan yang menjadi asas pembangunan dan
penyemaian nilai-nilai spiritual, moral, dan sosial dari peristiwa hijrah meniscayakan
kesejajaran seseorang di hadapan Allah sehingga kehidupan umat Islam menjadi sentosa
karenanya.
Yang pasti adalah masa kehidupan umat manusia akan cerah ceria bila kemungkaran
dan kebatilan telah sirna. “Dan katakanlah bila kebenaran telah datang dan yang batil
telah lenyap. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” (QS. Al-
Isra: 81)
Gerakan Reformasi 1998 yang menentang dan menggulingkan rezim Orde Baru
Kelompok Kristen Anabaptis yang pro perdamaian serta menolak segala bentuk
tindakan kekerasan
Pasangan LGBT
1. Mempelajari agama secara benar sesuai metode yang sudah ditentukan para ulama
Islam
2. Mendalami, memahami dan mengamalkan isi kandungan Al-Qur'an
3. Tingkatkan moderasi beragama dan toleransi
4. Menanamkan jiwa nasionalisme
5. Patuhi peraturan yang ditetapkan pada UUD 1945
6. Waspada terhadap provokasi serta bijak dalam penggunaan sosial media
Menurut Arif, N.D., moderasi hadir sebagai bentuk preventif dan kuratif munculnya
gerakan radikalisme dalam beragama, serta berperan untuk memberikan pencerahan
terhadap seluruh umat Islam agar dapat berbuat adil (i’tidal), seimbang (tawassuth),
proporsional (tawazun), anti kekerasan (al-la 'unf) dan maslahat dalam berbagai dimensi
kehidupan.
Di zaman yang modern ini, peran moderasi beragama sangatlah penting untuk
mencegah terjadinya paham-paham radikalisme yang muncul dalam masyarakat, terlebih
di Indonesia memiliki beragam keyakinan dan agama yang mana masih ada beberapa
masyarakat Indonesia masih memiliki sikap intoleran. Selain itu, moderasi beragama
merupakan salah satu kunci untuk meningkatkan kesadaran hukum terhadap radikalisme.
Dalam khazanah fiqh, terdapat 6 jenis tindakan yang serupa dengan korupsi, yaitu:
1) Ghulul (Pencurian)
2) Risywah (Gratifikasi/Penyuapan)
3) Ghasab (Mengambil Paksa Hak/Harta Orang Lain)
4) Sariqah (Mencuri)
5) Khiyanat (Penghianatan)
6) Hiraabah (Perampokan)
1. Faktor internal
Datang dari diri sendiri, seperti: lemahnya iman dan ketidakjujuran, pola hidup yang
konsumtif.
2. Faktor eksternal
Berasal dari kehidupan luar seseorang, pemahaman masyarakat yang kurang terhadap
korupsi.
1) Adil (i’tidal)
Adil berarti disiplin menempatkan segalanya di tempat semestinya.
2) Nasionalisme (muwathanah)
Daftar Pustaka
https://kemenag.go.id/opini/belajar-toleransi-ala-rasulullah-saw-Cc7Q7
https://infopublik.id/kategori/sorot-politik-hukum/434798/hijrah-bukan-untuk-
berperang-tapi-menegakkan-keadilan-dan-perdamaian?show=
https://alhikmah.ac.id/lima-asas-dalam-hijrah/
Umam, M. H. (2013). Pandangan Islam tentang Korupsi. Teosofi: Jurnal Tasawuf Dan
Pemikiran Islam, 3(2), 462-482.
Mumtazah, H., Rahman, A. A., & Sarbini, S. (2020). Religiusitas dan Intensi Anti
Korupsi: Peran Moderasi Kebersyukuran. Journal An-Nafs: Kajian Penelitian Psikologi,
5(1), 101-113.
Fajriati, S. N. (2023). Moderasi Beragama Untuk Mencegah Radikalisme.
Wahyudi, D., & Kurniasih, N. (2021). Literasi Moderasi Beragama Sebagai
Reaktualisasi “Jihad Milenial” ERA 4.0. Moderatio: Jurnal Moderasi Beragama, 1(1), 1-
20.
Fitriani, F. (2022). Integrasi Nilai-Nilai Moderasi Beragama Persektif Al-Quran Melalui
Penguatan Literasi Media. Al-Fikri: Jurnal Studi dan Penelitian Pendidikan Islam, 4(2).
Kosasih, E. (2019). Literasi Media sosial dalam pemasyarakatan sikap moderasi
beragama. Jurnal Bimas Islam Vol, 12(2), 264.