Anda di halaman 1dari 11

Sulhan Hamid A.

Ghani – Problematika Dakwah Islam

PROBLEMATIKA DAKWAK ISLAM DALAM MASYARAKAT


PLURALIS

Sulhan Hamid A.Ghani

Abstrak

Dakwah Islam merupakan aktifitas yang selalu dan harus


dilaksanakan secara terus menerus. Hal itu dapat dipahami bahwa Islam
yang dibawa Rasulullah Muhammad S.A.W. merupakan ajaran yang harus
berlaku unyuk seluruh alam dan sampai akhir zaman. Dakwah Islam yang
membawa misi amar ma’ruf nahi munkar dalam berbagai keadaan
mengalami kendala-kendala yang dihadapi, yang kendala itu dapat
dibedakan menjadi 2, yaitu kendala internal dan kendala eksternal.

Dalam artikel ini yang diteliti adalah kendala yang bersifat


eksternal, artinya problem itu lahir bukan dari ajaran Islam atau umat
Islam, tetapi problem itu muncul dari masyarakat yang pluralis.
Masyarakat pluralis adalah masyarakat yang dari berbagai aspeknya
beraneka ragam, baik dari segi bahasa, keturunan, suku bangsa, pekerjaan,
dan aspek lain termasuk aspek keyakinan dan budaya.

Penelitian ini berbentuk literair dengan jenis deduktif komperatife


artinya penelitian dengan cara membaca dan memahami berbagai sumber
bacaan kemudian dibandingkan dan kemudian diambil kesimpulan.

Setelah diadakan penelitian dapat disimpulkan bahwa problem-


problem dakwah islam dalam masyarakat pluralis terkait dengan:
penggunaan bahasa, materi dakwah, etika dakwah, dan penggunaan metode
dakwah baik yang berhubungan dengan bentuk-bentuk, sumber dan aplikasi
dakwah.

Kata kunci: problematika,Dakwah Islam, masyarakat pluralis.

Volume 9, Nomor 1 April 2020 | ISSN 2406-9787 |1


Sulhan Hamid A. Ghani – Problematika Dakwah Islam

A. PENDAHULUAN

Islam merupakan agama yang berguna untuk dijadikan acuan dan


kerangka tata nilai kehidupan, oleh kaerna itu ketika komunitas muslim
berfungsi sebagai masyarakat yang ditegakkan diatas sendi-sendi moral,
iman dan taqwa serta dapat di realisasikan dan dipahami secara utuh dan
terpadu, maka akan mampu masyarakat yang tidak eksklusif sebab
masyarakat itu akan berperilaku sebagai “al-ummah al-wasathon” (Q.S.
2.143) artinya sebagai teladan di tengah-tengah kancah kehidupan yang
serba komplek, penuh dengan tantangan, dinamika perubahan dan politik
yang kadang bersifat dilematis.

Disisi lain Islam yang dibawa Rasulullah Muhammad S.A.W


jangkauan dakwahnya lebih luas dibanding dengan dakwahnya Nabi Adam
A.S, Nabi Idris A.S, yang hanya menjangkau untuk suatu keluarga. Juga
berbeda jangkauan dakwahnya disbanding Nabi Ibrahim A.S yang khusus
untuk bangsa Mesopotamia yang kemudian dikenal dengan bangsa Ibrani.
Jangkauan dakwah Islam yang dibawa oleh Nabi Musa A.S dan Nabi Isa
A.S yang hanya khusus untuk bangsa Yahudi dan bani Israil.

Jangkauan dakwah Islam yang dibawa oleh Rasulullah S.A.W


adalah seluruh alam untuk semua jenis manusia yang kadang berbeda dalam
penggunaan bahasa, suku, ras, keturunan, budaya, keyakinan dan agama
termasuk harus bisa menjangkau golongan makhluk yang disebut dengan
jin. Dalam realitas kehidupan social jangkauan dakwah semacam itu akan
menimbulkan problema khususnya dalam masyarakat yang pluralis yang di
dalam masyarakat itu berbeda-beda dalam penggunaan bahasa, berbeda
dalam ras, suku, keyakinan, agama, dan bidang-bidang lainnya.

B. SEPUTAR DAKWAH ISLAM

Berangkat dari uraian di atas Ismail r. alfaruqi dan istrinya Lois


lamia menyimpulkan bahwa dakwah Islam itu memiliki 3 sifat yaitu:
kebebasan, rasional dan universal, yang ketiga-tiganya saling terkait dan
saling melengkapi. (Munzier Suparta dan Harjani Hefni, 2009. 31).
Kebebasan sangat dijamin dalam agama Islam termasuk kebebasan

2| JURNAL PARADIGMA
Sulhan Hamid A. Ghani – Problematika Dakwah Islam

meyakini agama, sehingga obyek dakwah harus merasa bebas sama sekali
dari ancaman dan harus benar-benar yakin bahwa kebenaran yang diikuti itu
merupakan hasil dari penilaian sendiri.

Pemahaman semacam itu didasarkan pada firman Allah “tidak ada


paksaan dalam agama, kebenaran sudah nyata, barang siapa menghendaki
biarlah dia beriman dan barang siapa tidak menghendaki biarlah dia
kafir… barang siapa menerima dakwah, maka yang beruntung adalah
dirinya sendiri, barang siapa menolaknya maka yang celaka adalah dirinya
sendiri”. (Q.S. 2:256,18:29,39:41).

Berdasarkan hal tersebut, maka jelas bahwa berdakwah dalam Islam


tidak bersifat memaksa sehingga dakwah dapat diartikan sebagai ajakan
yang tujuannya dapat tercapai dengan persetujuan dan tanpa paksaan dari
obyek dakwah, oleh karena itu dakwah dalam Islam merupakan ajakan
untuk berfikir, berdebat dan berargumentasi untuk menilai suatu kasus yang
muncul sebab hak berfikir merupakan sifat dan hak milik yang hakiki bagi
setiap manusia.

Selanjutnya dakwah harus merupakan penjelasan tentang kesadaran


di mana akal dan hati manusia tidak saling mengabaikan dan tidak saling
mengingkari, oleh karena itu dakwah dalam Islam tidak dapat dilaksanakan
secara rahasia karena dakwah itu bukan upaya untuk menarik hati manusia.
(Aqib Sumanto no. 19 tahun IX. 221).

Keuniversalan dakwah Islam adalah untuk seluruh manusia bahkan


termasuk jin dan dakwah itu berlaku sepanjang masa tanpa dibatasi ruang
dan waktu, Nabi Muhammad S.A.W bersabda “aku telah diberi lima hal
yang belum pernah diberikan kepada para Nabi sebelum ku” Beliau
menyebut salah satu dari lima hal itu adalah “Nabi sebelumku diutus khusus
untuk kaumnya, sedangkan aku diutus untuk seluruh manusia tanpa
terkecuali” (H.R. Bukhari). Kaitannya dengan keuniversalan tersebut Allah
berfirman “Dan Aku tidak mengutus kamu melainkan kepada umat manusia
seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan,
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (Q.S. Saba’: 8)(Said bin Ali
AlQaththani, 1994.354).

Volume 9, Nomor 1 April 2020 | ISSN 2406-9787 |3


Sulhan Hamid A. Ghani – Problematika Dakwah Islam

C. MASYARAKAT PLUREALIS

Dakwah tidak bisa menghindari adanya keanekaragaman agama,


keyakinan, dan tradisi yang dianut oleh manusia, sebab dengan adanya
keanekaragaman agama itu menjadikan dakwah sebagai keharusan. Agama
yang membawa misi kebahagiaan, memungkinkan akan menjadi sarang
konflik ketika tafsiran dan pemahaman eksklusif muncul dari masing-
masing agama. Fenomena semacam itu muncul dihadapan kita seperti:
peristiwa Ambon, Poso, hingga sampai serangan Amerika Serikat ke Negara
Afganistan semuanya penuh dengan motif agama. Ini menunjukkan bahwa
pluralisme belum sepenuhnya dapat dipahami secara sempurna sehingga
pluralisme agama hanya terhenti pada sebuah wacana dan dialog, tetapi
belum menyentuh essensinya.

Dakwah Islam pada masyarakat pluralis sebenarnya merupakan


ajang antar agama untuk berlomba-lomba dalam kebaikan dan tidak selalu
harus berkoar-koar ini yang paling benar dan yang lain salah, sebab menarik
simpati terkadang hanya dengan hal-hal yang kecil dan sepele, dengan kata
lain dakwah dengan perilaku lebih efektif daripada dakwah dengan podium
(M.Yunan Yusuf, 2001. 32).

Selanjutnya kebenaran abadi yang bersifat universal akan selalu


disinarkan pada setiap agama samawi, walaupun masing-masing tradisi
agama memiliki bungkus dan bahasa yang berbeda. Pada tahap ini agama
sering kali muncul ke permukaan dengan ragam wajah dan ragam bahasa,
sementara kita cenderung melihat perbedaannya ketimbang kesamaannya.
Dan sikap demikian tentu saja merupakan sikap yang terpuji selama tidak
menimbulkan suasana sosial yang destruktif (Kamarudin Hidayat dan M.
Wahyuni Nafis, 1995. 70).

Rasulullah Muhammad S.A.W juga mengakui dan memperlakukan


pluralis yang positif ketika Beliau berada di Madinah dengan masyarakat
yang bermacam-macam suku, agama, dan keyakinan dibuatlah piagam
Madinah atau dikenal dengan Mitsaq al-Madinah (Fazlurrahman, 1997. 13).
Dengan perjanjian itu merupakan manivesto politik, sehingga Rasulullah
telah berhasil menyatukan penduduk Madinah yang berbeda suku, agama,

4| JURNAL PARADIGMA
Sulhan Hamid A. Ghani – Problematika Dakwah Islam

dan keyakinan untuk menghadapi musuh dari luar Madinah. Dokumen


politik ini memiliki arti sangat penting dalam perjalanan sejarah dakwah
Islam. (A. Hasjmy, 1994. 292).

Sejarah membuktikan bahwa di masyarakat di mana Islam sebagai


penduduk mayoritas, maka golongan minoritas terlindungi, karena ada hak-
hak asasi yang dijamin oleh Islam, yang harus diberlakukan secara adil
kepada semua golongan. (Edi Amin, 1997…). Dalam term ini pemerintah
dalam Islam harus menetapkan undang-undang tentang kebebasan berfikir
dan beragama, dan harus diatur bahwa ajaran agama Islam terbagi menjadi
dua bagian pokok, yaitu: A. bersifat pokok yang tidak boleh ditawar, yakni
percaya kepada Tuhan, para utusanNya, dan percaya pada hari pembalasan.
B. ajaran yang bersifat cabang, yaitu semua ajaran Islam yang di luar tiga
masalah tersebut. (Zainal Abidin Ahmad, 1975. 199).

Dakwah Islam semakin banyak menghadapi masyarakat yang


pluralis setelah Islam berkembang di luar wilayah Arab, seperti Mesir,
Syiria, Persia, dan Romawi. Termasuk ke Asia selatan dan Asia tenggara
yang di dalamnya adalah Negara kita Indonesia. Setelah Islam masuk ke
Indonesia yang kemudian dikenal dengan wilayah Nusantara, maka
berhadapan dengan berbagai macam bahasa, suku bangsa, adat istiadat,
budaya termasuk keyakinan, kepercayaan dan agama, oleh karena itu
dakwah pada masyarakat yang dari berbagai segi kehidupannya termasuk
pluralis akan muncul banyak problem dalam melaksanakan dakwah Islam.

D. PROBLEMATIKA DAKWAH ISLAM DALAM


MASYARAKAT PLURALIS

Rasulullah Muhammad S.A.W telah menjadikan setiap muslim


sebagai pelaksana dalam amar ma’ruf dan nahi mungkar juga telah
memikulkan di atas pundak setiap orang Islam untuk memiliki ilmu berupa
amanah untuk tabligh atau menyampaikan dakwah Islam. ( Abdurrahman
Abdulkhalik, 1989. 84). Pada term ini di mana Islam sudah mulai masuk
Indonesia misalmn\\nya, maka di dalam masyarakat telah hidup agama

Volume 9, Nomor 1 April 2020 | ISSN 2406-9787 |5


Sulhan Hamid A. Ghani – Problematika Dakwah Islam

Hindu dan Budha, disamping ada kepercayaan aminisme dan dinamisme


yang sudah mengakar dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia.

Karena meluasnya penyebaran Islam ke berbagai penjuru dunia


termasuk ke Rusia, Eropa, Afrika dan Amerika, maka muncul beberapa
problem, problem-problem itu antara lain:

1. Memilih bahasa yang tepat

Memilih bahasa atau kata byang tepat dalam berdakwah


sangat dibutuhkan sebab dakwah dalam Islam harus bil-hikmah,
yang pada hakikatnya dakwah adalah pekerjaan atau ucapan untuk
mempengaruhi manusia agar supaya mengikuti ajaran Islam.
(Ahmad Ghulusy, 1987. 9). Oleh karena itu dakwah mesti berusaha
untuk mengubah tingkah laku manusia sehingga dapat dipahami
dengan aktifitas dakwah diharapkan mampu memberi motivasi
dorongan secara fisiologis dan kejiwaan juga dapat dorongan tidak
sadar sebagai penggerak tingkah laku manusia yang beraneka ragam.
(Usman Najati, 1982. 44). Berdasarkan hal tersebut berdakwah
dengan menggunakan syair atau lagu-lagu dapat dibenarkan dan
dibolehkan sebab berdasarkan riwayat dari Ubay bin Ka’ab
Rasdulullah S.A.W bersabda “sesungguhnya diantara syair terdapat
hikmah” (H.R. Bukhari)(Shahih Bukhari, 7. 107).

Dari uraian tersebut terlihat bahwa ada hubungan yang erat


antara hikmah dengan menggunakan bahasa dan memilih kata yang
tepat, sehingga salah satu sifat yang bijaksana atau orang yang
memiliki hikmah adalah berfikir lebih dulu sebelum berbicara.
Hubungannya dengan hikmah dalam berdakwah dan kaitannya
dengan penggunaan bahasa, maka seorang da’i harus memahami
antara lain: a. qaulan baligha atau perkataan yang dapat membekas
pada jiwa. b. qaulan layina artinya perkataan yang lembut tidak
bersifat mengancam. c. qaulan ma’rufan yaitu perkataan yang baik
tidak bersifat jorok. d. qaulan maysyura yaitu perkataan yang ringan
artinya mudah dipahami. e. qaulan karima yaitu ungkapan yang

6| JURNAL PARADIGMA
Sulhan Hamid A. Ghani – Problematika Dakwah Islam

memuliakan para pendengarnya (Munzier Suparta dan Harjani


Hefni, 2009. 166-169)

2. Materi dakwah

Dakwah yang dilakukan dengan infiradi atau bersifat


individual tidak banyak menimbulkan problem dalam memilih
materi dakwah, tetapi dakwah yang bersifat showforce dengan
menggunakan podium di satu tempat yang luas dengan audien yang
jumlahnya banyak akan memunculkan banyak problem yang terkait
dengan pemilihan materi dakwah. Oleh sebab itu biasanya seorang
mubaligh yang dalam keadaan demikian akan bertanya materi yang
harus disampaikan dan ditekankan, juga materi yang tidak boleh
dibahas yang ada kemungkinan akan menyinggung perasaan atau
menyakiti para mustami’in.

3. Etika dakwah

Istilah etika atau kode etik lazimnya merujuk pada aturan-


aturan atau prinsip prinsip yang merumuskan perlakuan benar atau
salah (Sepen Robins, Mary Calter, 1999. 123). Secara umum etika
dakwah adalah etika Islam itu sendiri sehingga seorang da’i harus
melakukan tindakan-tindakan yang terpuji dan menjauhkan diri dari
perilaku yang tercela, tetapi secara khusus dalam dakwah seorang
juru dakwah harus mentaati rambu-rambu etika dakwah (Ali
Mustofa Yakub, 1997. 36). Adapun ramnu-rambu etika dakwah
antara laim: a. tidak memisahkan antara ucapan dan perbuatan. b.
tidak melakukan toleransi agama. c. tidak menghina sesembahan non
Muslim atau agama lain. d. tidak melakukan diskriminasi sosial. e.
tidak memungut imbalan. f. tidak berteman dengan pelaku maksiat.
g. tidak menyampaikan hal-hal yang tidak diketahui. (Munzier
Suparta dan Harjani Hefni, 2009. 83-95).

4. Penggunaan metode dakwah


Dari segi bahasa metode berasal dari dua kata yaitu “meta”
yang berarti melalui dan “hodos” yang berarti jalan atau cara (M.
Volume 9, Nomor 1 April 2020 | ISSN 2406-9787 |7
Sulhan Hamid A. Ghani – Problematika Dakwah Islam

Arifin, 1991. 61). Sehingga dapat kita artikan metode adalah cara
atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai satu tujuan. Dalam
bahasa Yunani metode berasal dari kata “methodos” yang berarti
jalan dalam bahasa Arab searti dengan kata “thariq”. (Hasanudin,
1996. 35).

Sedangkan arti dakwah menurut para ilmuan antara lain: a.


menurut Bakhial Khauli dakwah adalah satu proses menghidupkan
peraturan-peraturan Islam dengan maksud memindahkan umat vdari
satu keadaan kepada keadaan yang lain (Ghazali Darussalam, 1996.
5). b. menurut syaikh Ali MAhfudz dakwah adalah mengajak
manusia untuk mengerjakan kebaikan dan mengikuti petunjuk,
menyuruh mereka berbuat baik dan melarang mereka dari perbuatan
buruk agar mereka mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat
(Abdul Qadir Abdul Rauf, 1987. 10).

Dari dua pendapat tersebut dapat diambil pengertian bahwa


metode dakwah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan seorang
da’i kepada mustamiin untuk mencapai suatu tujuan atas dasar
hikmah dan kasih sayang (Toto Tasmara, 1997. 43). Berdasarkan
uraian di atas maka metode dakwah memiliki beberapa bentuk antara
lain: a. al-hikmah, penggunaan metode dakwah dengan alhikmah
merupakan posisi yang sangat penting yaitu dapat mencapai sukses
dan tidaknya dalam berdakwah dan dalam menghadapi mustamiin
yang beragam pendidikan, strata sosial, dan latar bel;akang budaya
serta pengalaman. Sehingga diperlukan da’i yang mampu
menggunakan metode hikmah dengan harapan ajaran Islam dapat
masuk ke dalam relung-relung hati para mustamiin dengan tepat. b.
almauidzah alhasanah, metode mauidzah hasanah dalam praktiknya
dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa bentuk yaitu: 1). Nasehat
atau petuah 2). Bimbingan dan pengajaran atau pendidikan. 3).
Kisah-kisah baik kisahnya orang yang beriman maupun orang-orang
yang ingkar. 4). Kabar gembira dan peringatan. 5). Wasiat atau
pesan-pesan positif. (Munzier Suparta dan Harjani Hefni, 2009. 16).
c. almujadalah billati hiya ahsan, dari segi istilah almujadalah berarti

8| JURNAL PARADIGMA
Sulhan Hamid A. Ghani – Problematika Dakwah Islam

upaya tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis,
tanpa adanya suasana yang mengharuskan lahirnya permusuhan di
antara dua pihak tersebut. (World Assembly of Muslim Youth, 2001.
21).

Metode dakwah bila ditinjau dari aspek sumber metode


dakwah maka ada metode dakwah yang bersumber pada: alQur’an,
Sunnah Rasul, sejarah hidup para sahabat dan para ulama’
sesudahnya dan pengalaman si da’i pribadi. Sedangkan dari segi
aplikasi metode dakwah berkaitan dengan pendekatan personal,
pendekatan pendidikan, pendekatan diskusi, pendekatan penawaran
dan pendekatan misi.

E. KESIMPULAN

Dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa problematika


dakwah dalam masyarakat pluralis terkait dengan problem-problem antara
lain: penggunaan dan pemilihan bahasa, materi dakwah, etika dakwah dan
penggunaan metode dakwah baik yang berhubungan dengan bentuk-bentuk,
sumber dan aplikasi metode dakwah.

Volume 9, Nomor 1 April 2020 | ISSN 2406-9787 |9


Sulhan Hamid A. Ghani – Problematika Dakwah Islam

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’am al-Karim

Abdurrahman Abdulkhalik, 1989, Metode dan Strategi Dakwah


Islam, Jakarta, Pustaka al-Kautsar

Abdulkadir Abdulrauf, 1987, Dirasah Fiddakwah al-Islamiyah,


Mesir, Kairo, Dariltiba’ah al-Muhammadiyah

Ahmad Ghulusi, 1987, Al-Dakwatul Islamiyah, Kairo, Darul Fikri

Ali Mustofa Yakub, 1977, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi,


Jakarta, Pustaka Firdaus

A. Hasjmy, 1994, Dustur Dakwah Menurut al-Qur’an, Jakarta, PT.


Bulan Bintang

Akib Sumanto no. 19, tahun IX, 1990/1991, Dakwah dan Perubahan
Sosial, Mimbar Agama dan Budaya

Edi Amin, 1997, Islam Politik dan Demokrasi Beragama, Pelita 25


Agusrus 1997

Fazlurrahman, 1997, Islam Terj. Ahsin Muhammad, Bandung,


Pustaka.

Ghazali Darussalam, 1996, Dinamika Ilmu Dakwah Islamiyah,


Malaysia, Nur Niaga sdn

Hasanuddin, 1996, Hukum Dakwah, Jakarta, Pedoman Ilmu Jaya.

Imam Bukhari, TT, Shahih Bukhari, Lebanon, Bairut, Darul Fikri

Kanaruddin Hidayat dan Wahyuni Nafis, 1995, Agama Masa Depan


Perspektif Filsafat Porenial, Jakarta, Paramadina

M. Arifin, 1991, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara

10 | JURNAL PARADIGMA
Sulhan Hamid A. Ghani – Problematika Dakwah Islam

Munzier Suparta dan Harjani Hefni, 2009, Metode Dakwah, Jakarta,


Kencana

M. Yunan Yusuf, 2001, Dakwah bil-Hal, Dakwah Jurnal, Kajian dan


Kemasyarakatan Vol. 3 No. 2 Nopember 2001

Said bin Ali al-Qaththani, 1994, Dakwah Islam Dakwah Bijak,


Jakarta Insani Pers

Stepen Robins, Mary Calter, 1999, Manajemen, Jakarta, Prenhalindo

Toto Tasmara, 1997, Komunikasi Dakwah, Jakarta, Gaya Media


Pratama

Ustman Najati, 1983, Al-Qur’am dan Ilmu Jiwa, Jakarta, Bumi


Aksara

World Assembly of Muslim Youth, 2001, Fii Ushulil Hiwar, Mesir,


Kairo, Maktabah Wahbah, diterjemahkan oleh Abdus Salam M. dan
Muhil Dhafir, dengan judul Etika Diskusi, Jakarta, Era Internasional

Zainal Abidin Ahmad, 1975, Konsepsi Negara Bermoral Menurut


Imam al-Ghazali, Jakarta, PT. Bulan Bintang

Volume 9, Nomor 1 April 2020 | ISSN 2406-9787 | 11

Anda mungkin juga menyukai