Anda di halaman 1dari 10

IMM Sebagai Pelangsung Gerakan Dakwah Muhammadiyah

Oleh : Ayunda Puteri Rizanti

Ikatan mahasiswa muhammadiyah merupakan sebuah organisasi islam yang mana


pendirinya adalah para pemimpin muhammadiyah yang memiliki tujuan sebagai
wadah tempat mahasiswa agar nantinya siap menjadi kader muhammadiyah yang
selalu siap, berbicara mengenai kesiapan perlu dilihat lagi kualitas kader IMM sendiri
apakah telah sesuai dengan apa yang dicita – citakan muhammadiyah? Apakah kader
IMM masa kini masih mempertahankan ideologi muhammadiyah? bisakah kader
IMM masa kini bisa diseebut sebagai kader ideologis? Seringkali beberapa
pertanyaan itu menjadi pertanyaan dalam benak kita. Namun ada beberapa hal yang
perlu di ingat seperti salah satunya faktor internal terbentuknya Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah yaitu adanya motivasi idealis yaitu motivasi yang muncul untuk
mengembangkan ideologi Muhammadiyah di kalangan mahasiswa dengan tujuan
mencapai cita- cita muhammadiyah, dan sebagaimana kita ketahui bukan tanpa sebab
alasan ini muncul tetapi ada sebuah hal yang mendasarinya yaitu sebagaimana firman
Allah dalam surah Ali Imran ayat 104 yang memiliki arti “hendaklah ada segolongan
umat di antara kamu yang menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah yang
mungkar”.

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang
lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.

(An-Nahl/16: 125)

Jika berbicara mengenai dakwah kata dakwah merupakan masdar (kata benda) dari
kata kerja da'a- yad'u yang berarti panggilan, seruan atau ajakan. Jadi, secara
sederhana dakwah dapat diartikan dengan kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak
dan memanggil orang untuk beriman dan taat kepada ajaran agama, dalam hal ini
agama Islam. Tugas berdakwah diemban oleh setiap kaum Muslim sebagaimana
dinukilkan dalam salah satu hadis “sampaikanlah olehmu walau satu ayat”. Mungkin
ada yang bertanya mengapa kita mesti berdakwah? Bukankah yang paling penting
adalah menyelamatkan diri masing-masing? Pertanyaan ini cukup masuk akal, karena
tantangan dakwah saban hari semakin kompleks.
Dakwah sejatinya adalah merupakan konsep Islam yang paling demokratis. Kata
dakwah (bahasa arab) berasal dari da’a-yad’u-dakwatan artinya menyeru,
memanggil, dan menjamu. Allah memberi pesan agar dalam berdakwah disampaikan
dengan bi-hikmah wa al-mauidhat al-hasan wa jadil-hum bi-lati hiya hasan. (QS.
An-Nahl:125). Hikmah adalah hal yang utama dari segala sesuatu baik lisan maupun
perbuatan, yang lahir dari pepaduan ilmu dan arif. Al-maudhat al-hasan yakni uraian
yang menyentuh hati yang mengantar kepada kebaikaaan. Wa jadilhum bi-lati haya
ahsan yakni dialog dengan argumen yang paling baik (shihab, 2009:775-776) dengan
demikian dakwah merupakan jalan untuk menyebarluaskan ajaran Islam yakni ajaran
dari Allah SWT kepada manusia secara cerdas dan memperhatikan sasaran
masyarakat atau umat yang didakwahi, bukan sebagai jalan yang sepihak atau
minolitik apalagi dengan jalan kekerasan.

Namun spirit dasar Islam menghendaki keselamatan seluruh alam (QS. Al-Anbiya’
[21]:107), karena Islam bukanlah agama untuk satu orang sebagaimana halnya
Budha. Islam juga bukan agama suku bagi bangsa tertentu seperti Yahudi, melainkan
agama paripurna yang berlaku untuk konteks kini, di sini dan nanti. Islam yang sama-
sama kita ketahui sebagai satu-satunya agama yang masih original dan merupakan
gerbang keselamatan dunia dan akhirat, namun tidak membenarkan adanya
pemaksaan kepada seseorang untuk memeluk agama (Islam) karena sudah jelas
perbedaan antara jalan yang benar dan jalan yang salah (al-Baqarah [2] : 256).
Dengan demikian agak aneh ketika ada orang atau sekelompok orang yang
menggunakan “tangan besi” dalam menyebarkan paham keagamaannya.

Sebagaimana disinggung di atas, bahwa tugas dakwah diemban oleh setiap kaum
Muslim. Dalam mengaktualisasikannya para pendakwah (da’i) mesti menabur pesan-
pesan Ilahi itu ke segenap aspek kehidupan, termasuk aspek kalangan mahasiswa.
Selaku agent of change, mahasiswadituntut untuk berperan aktif dalam meredam
penyakit moral seperti pergaulan bebas, mewabahnya korupsi, dan persoalan-
persoalan keummatan lainnya. Salah satu organisasi mahasiswa yang masih eksis
mengedepankan visi amar ma’ruf nahi munkar adalah Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah (IMM). Dalam tulisan ini penulis akan mengulas secara gamblang
berkenaan dengan gerakan dakwah yang dibangun oleh salah satu organisasi ortonom
(ortonom) Muhammadiyah tersebut.

IMM dalam mempolakan gerakannya menganyam tiga bidang yakni : pertama,


bidang keagamaan yang mefokuskan diri kepada pemahaman al-Qur’an dan al-hadis
yang otentik. Sebagaimana halnya Muhammadiyah, IMM juga berkomitmen untuk
mengikis bid’ah dalam amalan-amalan ibadah murni seperti shalat. Hal ini selaras
dengan kaidah yurisprudensi Islam, “al-ashl fȋ al-‘ibȃdah al-tahrȋm, illȃ mȃ dallaal-
dalȋl ‘alȃ khilȃfihi” (pada dasarnya ibadah (formal) adalah terlarang, kecuali ada
petunjuk sebaliknya).Artinya, kaum Muslim dilarang membuat atau menciptakan cara
ibadah sendiri. Justru “kreasi”, penambahan atau “inovasi” di bidang ibadah murni
akan tergolong sebagai penyimpangan (bid’ah) yang terlarang keras. Hal ini
dikarenakan bentuk dan cara suatu ibadah murni merupakan hak prerogatif Allah
yang disampaikan kepada Rasul-Nya. Misalnya dalam perkara shalat ada Nabi
bersabda “shalatlah kamu sebagaimana aku shalat”. Kenapa demikian? Untuk
menjawab pertanyaan ini,dalam urusan ibadah murni, kaum Muslim menjunjung asas
ta’abbudi (taat tanpa boleh bertanya apa dan bagaimananya).

Kedua,bidang keilmuan,dengan memfokuskan diri pada disiplin ilmu yang dimiliki.


Semangat keilmuan IMM terlihat dari slogan “anggun dalam moral dan unggul
dalam intelektual”. Seorang kader ikatan mesti menimba dan menempa khazanah
keilmuan sesuai dengan disiplin ilmunya masing-masing, agar bisa bersaing di
kancah lokal, nasional bahkan internasional. Dengan demikian IMM mesti
membangun pergerakan dengan sejumlah kegiatan yang menopang studi para
kadernya.

Kitab suci al-Qur’an menyatakan secara eksplisit adanya jaminan keunggulan dan
superioritas, termasuk kemenangan dan kesuksesan yang dikaruniakan Tuhan kepada
mereka yang beriman dan berilmu (Qs al-Mujȃdalah [58] : 11).Beriman, berarti
mempunyai tujuan yang benar yakni ridla Tuhan, sedangkan berilmu berarti mengerti
ajaran secara benar.Ilmu dan iman bak dua sisi mata uang yang sama. Keberadaan
yang satu mesti didukung oleh yang lain. Albert Eisten mengatakan “iman tanpa ilmu
seperti orang buta dan ilmu tanpa iman laksana orang lumpuh”.

Senada dengan Eisten, Nurcholish Madjid menandaskan, Iman membuat orang


berkiblat pada kebaikan. Tapi iman tanpa ilmu tidak menjamin kesuksesan. Ilmu
membuat orang cakap berbuat nyata,namun tanpa bimbingan iman, justru ilmunya itu
akan membuat ia celaka, malah lebih celaka dari orang lain yang tidak berilmu. Maka
Nabi bersabda: “Barangsiapa bertambah ilmunya namun tidak bertambah hidayahnya,
maka ia tidak bertambah apa-apa kecuali semakin jauh saja dari Allah”. Dengan
demikian, IMM menghendaki kader yang semakin beriman maka ia semakin haus
akan ilmu pengetahuan, dan begitu pula sebaliknya, semakin berilmu ia maka
keimanannya akan semakin mantap. Tak ubahnya laksana ilmu padi, semakin berisi
semakin merunduk”.Namun tingkat keimanan dan kapasitas keilmuan yang mumpuni
mesti diwujudkan dengan amal yang nyata. Iman, ilmu dan amal, merupakan setali
tiga uang. Iman dan ilmu bersifat abstrak sedangkan amal bersifat konkret. Ketiga
point ini memiliki andil yang besar dalam mensukseskan dakwah.Dalam hal ini, IMM
menampilkan jargon “ilmu harus amaliah danberamal mesti ilmiah”.

Ketiga, pengabdian pada masyarakat. Kader IMM harus memainkan peranan di


tengah-tengah masyarakat. Seorang kader tidak boleh terjebak di “puncak piramida”
strata sosial. “Penyakit” mahasiswa pada umumnya, setelah mereka mengenyam
pendidikan tinggi, kebanyakan di antara mereka sulit untuk mentransfer pengetahuan
kepada masyarakat, bisa jadi karena bahasa yang “melangit” dengan segudang istilah
ilmiah, atau mungkin pula mereka “gagap” dengan masyarakat awam.Dalam hal ini,
IMM sebagai lokomotif pergerakan dituntut untuk menggiring para kader agar bisa
menjadi sang pencerah di lingkungan yang mereka tempati. Dengan demikian sang
kader tidak hanya Cumlaude di kampus, tapi juga mesti menggodolSumma Cumlaude
di ranah ummat.
Bertambahnya tahun senantiasa diiringi dengan meningkatnya tantangan hidup. IMM
menjelang usianya yang ke-50, mesti memformulasikan konsep dakwah sesuai
konteks zaman agar bisa menjelajahi segenap sisi kemasyarakatan. Namun perlu
diingat, IMM bukan lah merupakan saingan bagi kalangan organisasi dakwah yang
lain, hal ini tercermin dari slogan Billahi fi Sabilill Haq Fastabiqul Khairat.Artinya
IMM menjadikan organisasi dakwah yang telah ada dan yang mungkin akan ada
sebagai mitra untuk “berkompetensi” dalam mendapatkan ridla-Nya.

Ada banyak metode dakwah yang ditampilkan sebut saja, M.Quraish Shihab dengan
metode tafsir al-Misbhanya, M.Nur Maulana dengan slogan Islam itu indah, AA Gym
yang mengusung Manajemen Qolbu, dan masih banyak lagi pendakwah lainnya yang
tidak mungkin kita sebutkan di sini satu persatu.IMM menggarap celah lain yang
sempat tertinggal dari sorotan pendakwah tersebut dengan merambah tiga ranah
sebagaimana keagamaan (dalam artian khusus),keilmuan, dan pengabdian pada
masyarakat. IMMperlu menjalin kerja sama, agar tidak terjadi adanya “rebutan
jamaah” antara satu organisasi dengan organisasi yang lain. Dengan demikian
diharapkan pesan dakwah Islam dapat membumi hingga terwujudnya baldatun
toyyibatun worabbun ghofur.

Sebagaimana dikatakan Oleh Immawan Kadarisman S,Pdi selaku Ketua


Bidang Tabligh dan Kajian KeIslaman DPP IMM Periode 2016-2018) Beberapa
problematika kehidupan masyarakat yang menjadi tantangan IMM dalam gerakan
dakwahnya salah satunya dan yang paling mendasari adalah pendangkalan aqidah dan
kemerosotan akhlak atau moral, inilah yang menjadi permaslahan penting dalam
gerakan dakwah khususnya bagi IMM sendiri. Kemerosotan akhlaq ini bukan tanpa
sebab tetapi dapat kita ambil garis besarnya bahwa penyebab adanya kemerosotan
akhlaq tersebut karena kurang nya pemahaman dan pengetahuan kader mengenai
ideologi ikatan dan juga ideologi persyarikatan muhammadiyah. Berbicara ideologi
muhammadiyah bukan tidak memiliki ideologi tetapi muhammadiyah memiliki
haluan tersendiri yang mendasari setiap gerakannya yaitu “matan keyakinan dan cita
– cita Muhammadiyah” , dengan demikian pengkaderan untuk mengembalikan nilai –
nilai dan peningkatan akhlaq perlu dilakukan untuk mengingat kembali tugas
pergerakan ,untuk mengingat kembali panggilan dakwah seorang kader,dan untuk
mengingat kembali sebuah tujuan didirikannya ikatan ini Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah. Dalam perjalannya IMM bukan hanya berfungsi bagi kepentingan
ideologis regenerasi elite pimpinan (kader), tetapi penyiapan intelektual baru, yaitu
suatu generasi baru dengan kemampuan ide-ide Kiai Dahlan bagi maksud pragmatis
dan fungsional Islam dalam kehidupan duniawi yang beradab. Disinilah letak
tanggungjawab sejarah dan teologis Muhammadiyah di masa depan, yang lebih
mungkin diperankan oleh IMM.
Senada dengan itu, tujuan IMM terbentuk adalah “mengusahakan terciptanya
akademisi Islam yang berakhlak mulia untuk mencapai tujuan Muhammadiyah”.
Tujuan ini yakni berdasarkan tiga aitem; akademisi Islam, akhlak mulia dan mencapai
tujuan Muhammadiyah. Makna dan cita-cita yang diinginkan oleh Muhammadiyah
pada IMM adalah melahirkan suatu cendekiawan muslim (kiai berkemajuan) yang
berakhlak mulia dan mengupayakan terbentuknya masyarakat utama dalam perfektif
Muhammadiyah (untuk Muhammadiyah). Untuk melahirkan seorang kader yang
cerakhlaq mulia kita perlu memaknai maksud dari Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
sebagai pelangsung dakwah, IMM memahami dakwah sebagai seruan atau ajakan
menuju keinsafan atau ikhtiar yang dilakukan untuk mengubah situasi dari yang
buruk menjadi situasi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap diri sendiri,
individu yang lain maupun masyarakat secara umum. Perwujudan dakwah IMM
bukan sekadar usaha peningkatan pemahaman keagamaan dalam tingkah laku dan
pandangan hidup saja, tetapi juga menuju sasaran yang lebih luas. Apalagi pada masa
sekarang ini, dakwah IMM harus lebih berperan menuju kepada aktualisasi ajaran
Islam secara kaffatan dalam berbagai aspek kehidupan. Pada kenyataannya dalam
mendakwahkan Islam, IMM senantiasa menjumpai berbagai kendala dan tantangan.
Realitas dakwah Islam menjadi problem keagamaan yang krusial dan terkadang
dilematis. Pola gerakan dakwah pada trilogi gerakan IMM, tidaklah berjalan semulus
yang diharapkan. Masih banyak dijumpai dinamika yang menjadi tantangan dan
hambatan dalam proses pengimplementasiannya, baik tantangan yang muncul dari
internal maupun eksternal. Kita pahami bahwa tantangan dakwah semakin hari
semakin kompleks seiring perkembangan zaman. Tantangan yang dihadapi IMM
menyasar masuk pada ketiga ranah gerakan yang diusungnya
Beberapa hal yang dapat diupayakan untuk mengatasi problematika diatas
antara lain yang Pertama, melakukan sebuah pengkaderan pada setiap anggota IMM
sehingga perlu disini adanya kesadaran hati seorang kader untuk lebih memaknai
setiap perjuangan dakwah pergerakan yang mana merupakan salah satu bentuk
pengabdian kita untuk muhammadiyah, oleh karena itu, IMM memiliki tanggung
jawab akan mengembalikan semangat dakwah ke-Islaman guna memberikan
pemahaman Al-Qur’an dan As-Sunnah al-maqbulah secara komprehensif, baik secara
tekstual maupun kontekstual kepada kader-kadernya, juga kepada masyarakat secara
umum. Pemahaman terhadap Al-Qur’an dan As-Sunnah tersebut, harus dimiliki oleh
segenap kader IMM, tidak hanya memahaminya secara tekstual saja tetapi lebih dari
itu, kader IMM harus mampu mengelaborasi dan mengekspolarasikannya secara
kontekstual (kekinian) sehingga Al-Qur’an dan As-Sunnah benar-benar hadir sebagai
solusi terhadap banyaknya persoalan-persoalan keumatan dan keagamaan. Di
samping itu, dalam tugas dakwah ke-Islaman ini, IMM harus berkomitmen untuk
memurnikan ajaran Islam dari Takhayyul, Bid’ah, dan Khurafat. Sebagaimana misi
awal lahirnya Muhammadiyah. Perlu diketahui, tidak mudah memberantas “penyakit
agama” di atas, oleh karena itu, IMM harus mampu mencari formulasi dan strategi
dakwah baru yang lebih rasional dan kontekstual. Dalam konteks paham keagamaan,
IMM harus menjadi benteng penjaga Aqidah umat, yang mulai tergoyahkan dengan
hadirnya kembali paham-paham keagamaan yang cenderung jauh melenceng dari
ajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah, maupun paham agama yang kemunculannya
terbilang baru yang juga tidak sesuai dengan ajaran yang diyakini oleh Islam.
Yang kedua, IMM sebagai organisasi pergerakan bukan hanya sekedar
pengontrol kebijakan pemerintah tetapi yang lebih baiknya dapat melakukan
pendampingan dan pemberdayaan masyarakat. Kemampuan ini merupakan suatu hal
yang wajib dimana dengan jargonnya sebagai pembela rakyat, pembela rakyat ini
dapat ditafsirkan paling tidak kader IMM dapat melakukan pemberdayaan dan
pendampingan terhadap masyarakat. Penerjemahan IMM sebagai pembela rakyat
yang dilakukan untuk menyuarakan kepentingan rakyat dalam tiga tingkatan yakni
elit kekuasaan, kelas menengah dan masyarakat itu sendiri,berbicara mengenai
pembela rakyat bukan berarti setiap kader harus membela secara face to face
melainkan dengan melakukan pemberdayaan masyarakat sebagaimana kita lihat pada
trilogi pergerakan IMM adalah intelektualitas ,diamana setiap kader ikatamm pelajar
muhammadiyah memiliki kewajiban dalam menyampaikan sesuatu yang besar dalam
amanahnya ,hal ini dapat dilakukan dengan mendampingi masyarakat khususnya
kader Muhammadiyah sendiri ,sehingga apa yang dilakukan dapat sejlan dengan yang
di cita – citakan muhammadiyah yaitu membentuk sebuah masyarakat islam yang
sebenar – benarnya melalui dakwah yanng disampaikan oleh setiap pergerakan kader
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah yang mengajak pada kebaikan.
Yang ketiga, perlu adanya ikatan ini membentuk sebuah kegiatan yang mampu
membangkitkan semangat dakwah para kader dan mampu meng aktualisasikannya
dalam kehidupannya, Seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan
dewasa ini, terkadang membuat akal manusia berpikir dan bertanya melampui
kapasitasnya sehingga tidak jarang muncul pemikiran-pemikiran ke-Islaman yang
liberal dan sekuler bahkan sampai pada tingkatan ateisme. Jika hal ini dibiarkan maka
tidak menutup kemungkinan akan merambat ke tubuh IMM itu sendiri. Tidak
menafikan kemerdekaan berpikir kritis kader tetapi mengharapkan kader IMM dalam
semangat keilmuannya harus terbingkai dalam religiusitas yang kuat. Jika ilmu tidak
dibingkai dengan Iman maka benarlah apa yang dikatakan oleh Nurcholis Majid
bahwa Ilmu membuat orang cerdas dalam berbuat, namun tanpa bimbingan iman,
justu ilmu akan menjadi malapetaka buat dirinya sendiri bahkan lebih celaka dari
orang tidak berilmu. Demikian sebaliknya, Iman menjadikan orang berbuat kebaikan,
tetapi jika imannya tidak dibarengi dengan ilmu maka imannya tidak menjamin
kesuksesan buatnya. Inilah yang dimaksud dengan ungkapan “agama tanpa ilmu buta,
ilmu tanpa agama hampa”.untuk itu kegiatan pembangkitan semangat dakwah dan
pemaknaan kembali ideologi muhammadiyah perlu dilakukan agar setiap nafas
perjuangan pergerakan para kader ikatan pelajar muhammadiyah tidak melenceng
dari apa apa yang telah benar.
Dalam sebuah artikel imm yang saya baca tentunya muhammadiiyah sangat
mengharapkan adanya kader kader IMM yang mampu melanjutkan sepak terjang para
pemimpin muhammadiyah yang tak selamanya mampu mendakwahkan semangat
pergerakan, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah ( IMM ) sebagai satu-satunya
organisasi otonom Muhammadiyah yang elit ( elit karena hanya mahasiswa yang bisa
menjadi anggota IMM ) tidaklah boleh diam melihat kondisi tersebut. Tri Kompetensi
Dasar Ikatan yaitu Religiusitas , Intelektualitas, Humanitas sebagai dasar dalam satu
kesatuan haruslah menjadi penyemangat dalam menghadapi kondisi saat ini. Salah
satu gerakan/ solusi menjawab Krisis Mubaligh/ Dai Muhammadiyah ini ,dapat kita
mengambil contoh pada Bidang Tabligh dan kajian ke-Islam-an Dewan Pimpinan
Daerah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Jawa Tengah ( DPD IMM Jateg ) telah
melaksanakan Pelatihan Nasional Mubaligh Mahasiswa Muhammadiyah atau di
singkat Platnas M3. Platnas M3 ini dilaksanakan pada tanggal 4- 6 mei 2018 dengan
peserta dari Perwakilan Pimpinan Komisariat dan Pimpinan Cabang Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah, Bidang Tabligh dan Korps Mubaligh Mahasiswa
Muhammadiyah seluruh Indonesia,adanya kegiatan seperti itulah yang mampu
menumbuhkan kembali semangat dakwah dan tentunya semangat perjuangan
pengabdian untuk muhammadiyah dan negara.
Dalam Setiap Dakwah tentunya ada banyak tantangan yang harus dihadapi
namun tentunya setiap tantangan akan terlewati ,namun perlu di ingat terlewati bukan
berarti pergi begitu saja melainkan kita sebagai kader IMM tentunya harus mampu
menjadikan tantangan itu terlewati dengan cara yang baik.

Anda mungkin juga menyukai