Anda di halaman 1dari 3

Resensi Buku

“ Ilmu Amaliah-Amal Ilmiah”

Judul : Ilmu Amaliah-Amal Ilmiah, Muhammadiyah sebagai Gerakan


Ilmu dan Amal

Penulis : Mohamad Djazman Al-Kindi

Penerbit : Suara Muhammadiyah

Cetakan : 1, April 2019

Tebal & ukuran : xxiv + 268 hlm & 15 x 23 cm

Di awal dasawarsa 1960-an, Mohamad Djazman Al-Kindi memprakarsai berdirinya


Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah bersama beberapa koleganya dari UGM dan IAIN
Yogyakarta: Soedibyo Markoes, Rosyad Sholeh, Amien Rais, Yahya Muhaimin,
Marzuki Usman. Wadah ini menghimpun para mahasiswa yang kerap diidentikkan
sebagai kaum muda dan cendekia yang berkecimpung dalam dunia akademik di
perguruan tinggi.

Di kemudian hari, suami dari Elyda Bustami ini juga menginisiasi Majelis Pendidikan
Tinggi Penelitian dan Pengembangan (Majelis Diktilitbang) yang menaungi Perguruan
Tinggi Muhammadiyah (PTM). “Jika saat ini menyaksikan PTM-PTM ternama yang
menjadi besar, tidak lepas dari kehadiran majelis Dikti dan antara lain kekuatan peran
Pak Djazman Al-Kindi. Muhammadiyah layak berterima kasih kepada sosok pelopor
Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang tidak banyak bicara, tetapi kuat berpikir dan
banyak bekerja untuk membangun salah satu pusat keunggulan Muhammadiyah yang
saat ini menjadi kekuatan strategis Muhammadiyah,” (Haedar Nashir).

Peran kalangan intelektual cum aktivis, dianggap sangat vital dalam mewujudkan suatu
perubahan sosial. Gagasan pemikiran putra cucu menantu KH Ahmad Dahlan: KRT
Wardan Diponingrat ini terwakili dalam karya ini. Semisal dalam tulisan “Pembaruan
Sistem Pembinaan Kader di Muhammadiyah”, Djazman menyatakan bahwa kader
merupakan kelompok manusia terbaik karena terlatih atau terdidik, sehingga mampu
menjadi inti dan tulang punggung atau kerangka dari kelompok yang lebih besar dan
terorganisir secara permanen (hlm 120). Mereka mengemban tugas besar,
membumikan visi dalam aksi.

Di antara profilnya adalah memiliki ilmu dan wawasan keagamaan yang luas, pekerja
keras, beramal dengan ilmunya, dan loyal terhadap organisasi. “Pendeknya, seorang
kader adalah mereka yang mempunyai kemampuan untuk high thinking dan hard
working. Fungsi dan tugas pokok tersebut dapat dilaksanakan tanpa menduduki jabatan
apapun, meski tidak menutup kemungkinan baginya untuk menduduki jabatan tertentu
dalam organisasi,” (hlm 134-135). Kader unggulan adalah mereka yang memegang
teguh adagium: ilmu amaliah dan amal ilmiah.
Berbicara tentang kader, kata Djazman, adalah berbicara tentang kualitas. Guna
mendapatkan kualitas mumpuni, maka proses pembinaan dan pembentukan seorang
kader menjadi yang utama (hlm 141). Proses melahirkan manusia unggulan (insan
kamil) ini memakan waktu panjang, tidak bisa sekali jadi. Selain pembinaan klasikal,
diperlukan juga pembinaan yang terlembaga dan terprogram untuk menanamkan
tentang paham ideologi dan tradisi organisasi. Dalam benak mereka harus
terinternalisasi nilai dan ide pokok organisasi, sehingga mampu membumikannya
dalam setiap perubahan ruang dan waktu.

Anda mungkin juga menyukai