Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM LABORATORIUM LINGKUNGAN 2

Jurusan Teknik Lingkungan – FALTL – Universitas Trisakti


Gasal 2018/2019

KELOMPOK 6
1. Amelia Suwardi (082001600026)
2. Cathalia Grimaldi (082001600028)

Asisten Mahasiswa: Astari Dewi Hutami

KARBON MONOKSIDA (CO)

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Udara merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan bagi
manusia, hewan dan tumbuhan, sehingga mustahil sekali
manusia tidak membutuhkan oksigen yang ada di udara untuk
bernafas. Namun saat ini udara yang ada di lingkungan kita
banyak tercemar dan sangat mengkhawatirkan kondisinya
bagi manusia yang menghirupnya. Ini disebabakan banyaknya
gas-gas dan partikulat-partikulat yang berasal dari aktivitas-
aktivitas alam dan juga yang dihasilkan dari aktivitas- aktivitas
manusia yang terus menerus masuk ke dalam udara hingga
mencemari udara yang ada di sekitar kita.
Salah satu zat pencemar udara tersebut adalah gas karbon
monoksida yang keberadaannya sangat banyak di jumpai
khusunya di wilayah perkotaan yang terdapat banyak alat
transportasi dan di wilayah yang banyak terdapat industri-
industri yang banyak menghasilkan karbon monoksida dari
hasil pembakaran yang tidak sempurna. Gas karbon

1
monoksida tersebut sangat berdampak buruk khususnya
terhadap kesehatan manusia yang menghirup oksigen dari
udara yang tercemar tersebut.
Sudah sejak lama diketahui bahwa gas karbon monoksida
(CO) dalam jumlah banyak atau konsentrasi tinggi dapat
menyebabkan gangguan kesehatan bahkan juga dapat
menimbulkan kematian, inilah dampak karbon monoksida
terhadap kesehatan Karbon monoksida sendiri adalah gas
yang tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa. Secara
alami gas CO yang dihasilkan dan masuk atmosfer lebih sedikit
dibanding dengan yang dihasilkan manusia. Dari kegiatan
manusia, CO diproduksi dari proses pembakaran yang tidak
sempurna dari bahan yang mengandung karbon. Gas CO yang
tertiup dapat bereaksi dengan hemoglobin pada sel darah
merah sehingga menghalangi pengangkutan oksigen yang
sangat dibutuhkan tubuh.
Karbon monoksida yang ada di udara ambien akan
bereaksi dengan garam paladium yang berwarna putih di
dalam tube. Sehingga akan berubah warna menjadi pink
muda. Konsentrasi karbon monoksida dapat lansgung dibaca
pada reaktor tube dalam ppm.
1.2 Tujuan Percobaan
Praktikum kali ini bertujuan untuk menentukan
konsentrasi karbon monoksida (CO) menggunakan CO Meter di
udara ambien kampus A universitas Trisakti.

II. TINJAUAN PUSTAKA


a.) Definisi
Karbon Monoksida (CO) adalah gas yang tidak
berbau, tidak berasa, dan juga tidak berwarna (Wardhana,

2
2004). Gas CO dapat berbentuk cairan pada suhu dibawah
-129OC. Gas CO sebagian besar berasal dari pembakaran
bahan fosil dengan udara, berupa gas buangan. Di kota besar
yang padat lalu lintasnya akan banyak menghasilkan gas CO
sehingga kadar CO dalam udara relatif tinggi dibandingkan
dengan daerah pedesaan.
Selain itu, gas CO dapat pula terbentuk dari proses
industri (Mukono, 2008). Karbon monoksida (CO) adalah
suatu gas tidak berwarna, tidak berbau yang dihasilkan oleh
pembakaran tidak sempurna material yang mengandung zat
arang atau bahan organik, baik dalam alur pengolahan hasil
jadi industri, ataupun proses di alam lingkungan. Ia terdiri dari
satu atom karbon yang secara kovalen berikatan dengan satu
atom oksigen. Dalam ikatan ini, terdapat dua ikatan kovalen
dan satu ikatan kovalen koordinasi antara atom karbon dan
oksigen (Anggraeni, 2009).
Satuan konsentrasi CO di udara adalah ppm atau
parts per million. Untuk mengukur kadar CO tersebut,
digunakan gas analyzer dengan satuan persen volume.
Dimana 1 ppm setara dengan 10 - 4 %.Selain dihasilkan oleh
pembakaran tidak sempurna di luar tubuh, gas CO juga
dihasilkan dalam jumlah kecil (kurang dari 0,5%) dari
katabolisme normal cincin protoporfirin hemoglobin di dalam
tubuhdan tidak toksik bagi tubuh (Anggraeni, 2009).

b.) Sumber Pencemar


Sumber CO antara lain kendaraan bermotor,
terutama yang menggunakan bahan bakar bensin.
Berdasarkan estimasi, jumlah CO dari sumber buatan
diperkirakan mendekati 60 juta Ton per tahun.Separuh dari

3
jumlah ini berasal dari kendaraan bermotor yang
menggunakan bakan bakar bensin dan sepertiganya berasal
dari sumber tidak bergerak seperti pembakaran batubara dan
minyak dari industri dan pembakaran sampah domestik.
Didalam laporan (WHO, 1992), dinyatakan paling tidak 90%
dari CO diudara perkotaan berasal dari emisi kendaraan
bermotor. Selain itu asap rokok juga mengandung CO,
sehingga para perokok dapat memajan dirinya sendiri dari
asap rokok yang sedang dihisapnya (Anggraeni, 2009).
Sumber lain CO adalah gas arang batu yang mengandung
kurang lebih 5% CO, alat pemanas berbahan bakar gas,
lemari es gas, kompor gas, dan cerobong asap yang bekerja
tidak baik (Anggraeni, 2009).
Di kota-kota besar, sumber utama penghasil CO
adalah kendaraan bermotor seperti mobil, truk, bus, dan
sepeda motor karena pembakaran Bahan Bakar Minyak (BBM)
yang tidak sempurna. CO dapat terbentuk secara alamiah
maupun sebagai hasil sampingan kegiatan manusia. Setiap
lima liter bensin dapat menghasilkan 1 - 1,5 kg CO.
Bayangkan saja jika di suatu kota dengan sejuta mobil dan
setiap mobil menghabiskan 10 liter bensin sehari. Maka bisa
dipastikan betapa banyaknya kadar CO di udara yang
dihasilkan dari buangan asap kendaraan (Sastrawijaya,
2009).
c.) Dampak
Umumnya rute keterpajanan gas karbon monoksida
adalah melalui jalan pernapasan atau rute terhirup atau
inhalasi (inhalationroute). Gas ini dikelompokkan sebagai
bahan kimia asfiksia (asphyxiate). Ia mengakibatkan racun
dengan cara meracuni haemoglobin (Hb) darah. Hb berfungsi

4
mengikat darah dalam bentuk HbO. Setelah CO mengikat
haemoglobin darah terbentuk ikatan HbCO, maka otomatis
oksigen akan terusir. Dengan mekanisme ini, tubuh
mengalami kekurangan oksigen dan gejala asfiksia atau
kekurangan oksigen akan terjadi. Hal ini disebabkan afinitas
atau sifat pengikatan atau daya lengket karbon monoksida ke
haemoglobin darah dibandingkan dengan oksigen jauh lebih
besar sebanyak 200 – 3.000 kali lipat. Dalam jumlah sedikit
pun gas karbon monoksida jika terhirup dalam waktu tertentu
dapat menyebabkan gejala racun terhadap tubuh ( Majid,
2011).
Menurut (Akmal, 2009), karbon monoksida (CO) jika
terhisap ke dalam paru-paru akan ikut peredaran darah dan
akan menghalangi masuknya oksigen yang dibutuhkan tubuh.
Hal ini dapat terjadi karena gas CO bersifat racun
metabolisme, ikut bereaksi secara metabolisme dengan
darah.
Gejala-gejala lain dari keracunan CO antara lain,
pusing, rasa tidak enak pada mata, telinga berdengung,
mual, muntah, detak jantung meningkat, rasa tertekan di
dada, kesukaran bernafas, kelemahan otot-otot, tidak sadar,
dan bisa meninggal dunia (Mukono, 2008).

d.) Baku mutu


Dalam PP RI No. 41 tahun 1999 tentang
pengendalian pencemaran udara Baku mutu udara ambien
untuk gas CO adalah 30.000 µg/Nm³ untuk pengukuran 1 jam
dan 10.000 µg/Nm³ untuk pengukuran 24 jam. Dan Kepgub
No 551 Tahun 2001 Tentang Penetapan Baku Mutu Udara
Ambien Dan Baku Tingkat Kebisingan Di Propinsi DKI Jakarta

5
dimana kadar CO adalah 26.000 µg/Nm³ untuk pengukuran
1 jam dan 9.000 µg/Nm³ untuk pengukuran 24 jam.

e.) Upaya perlindungan terhadap pencemar


Tindakan Pencegahan untuk kadar Karbon Monoksida
dalam udara sekeliling kita harus dibawah batas paparan
yang telah ditentukan antara lain dengan ventilasi ruangan
yang memadai. Semua alat dengan proses pembakaran harus
terkena udara di tempat terbuka (Sartono,2001).
Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) seperti masker
gas, yang berguna untuk menutup/menghindari tempat-
tempat yang mengandung karbon monoksida (CO).
Pemasangan detektor karbon monoksida yang dapat
mendeteksi gas karbon monoksida (CO) dalam sebuah
ruangan atau kendaraan. Detektor karbon monoksida akan
memberikan peringatan berupa alarm jika dalam ruangan
atau kendaraan tersebut terdapat gas CO (Suma'mur, 1989).
Tindakan Penanggulangan yang dilakukan untuk
melakukan pertolongan bagi yang keracunan gas karbon
monoksida pada tingkat yang reltif masih ringan dapat
dilakukan dengan membawa korban ke tempat yang berudara
terbuka (segar) dan memberikan kesempatan kepada korban
untuk bernafas dalam-dalam (Wardhana, 2004).

III. ALAT DAN BAHAN


3.1 Alat-alat
Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah
sebagai berikut :
Tabel 3.1 Alat Alat Sampling dan Analisis Kebisingan

6
No Alat Ukuran Jumla Gambar
. h
1. Gastec - 1
Sampling
Pump

2. Tube Detector - 1

3. Barometer - 1

4. Hygrometer - 1

5. Anemometer - 1

7
No Alat Ukuran Jumla Gambar
. h
6. Kompas - 1

IV. CARA KERJA


Cara kerja yang digunakan pada praktikum kali ini adalah
sebagai berikut :
4.1 Diagram Sampling

Catat faktor meteorologi,


lalu tentukan pula arah
angin dominan.

Patahkan kedua ujung


detector tube dengan
menggunakan tip breaker.
Pasangkan detector tube pada
Gastec sampling pump.

Tarik tuas pada alat Gastec


sampling pump, lalu lakukan
sampling selama 4 menit. Catat
kadar CO yang teranalisa pada
tube detector.

8
V. Hasil Pengamatan
5.1 Lokasi penelitian
Lokasi yang dipilih pada praktikum kali ini adalah sebagai
berikut :
Tabel 5.1 Lokasi penelitian kebisingan
NO Gambar Keterangan
.
1. Lokasi sampling : Jalan S.
Parman di depan pintu 2
Kampus A Trisakti.
Hari/tanggal : 13 November
2018
Waktu sampling: 15.06 - 15.10
WIB
2. Titik koordinat : 6 10'7''S 106

47'18''E

Arah angin : Barat daya ke


Timur laut

5.2 Data sampling


Hasil pengamatan yang didapatkan pada praktikum
kali ini adalah sebagai berikut :
Tabel 5.2 Tabel data sampling meteorologi

9
NO Gambar Keterangan
.
1. Tekanan udara : 778 mmHg

2. Kelembapan udara : 37,5%RH

3. Kecepatan angin : 2,16 m/s


Suhu : 32,3 C

Tabel 5.3 Hasil Kadar CO pada Tube Detector

10
NO Gambar Keterangan
.
1. CO 4 mnt = 1 ppm

(1145,2 g/Nm3

5.2 Data sampling


Hasil pengamatan tiap kelompok yang didapatkan
pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut :
Tabel 5.4 Hasil Kadar CO Tiap Kelompok
CO 24
CO 4 CO 4 menit
Kelomp CO 1 jam jam
Lokasi menit
ok ( g/Nm3) ( g/Nm3) ( g/Nm3
(ppm)
)
1 Kyai Tapa 1 1145,2 693,9 385,5
2 Kyai Tapa 1 1145,19 693,91 385,45
3 Kyai Tapa 2 2291,21 1388,32 771,17
4 Kyai Tapa 0,5 572,597 346,95 192,72
5 S. 3 3436 2028 1157
Parman
6 S. 1 1145,2 693,9 385,4
Parman
7 S. 3 3435,583 2081,726 1156,35

11
Parman 6
8 S. 3 3435,58 2081,72 1156,33
Parman
Keterangan :
Tertinggi
Terendah
Kelompok 6

VI. RUMUS DAN PERHITUNGAN


6.1 Rumus-rumus
Berikut merupakan rumus-rumus yang digunakan untuk untuk
menghitung konsentrasi pada praktikum kali ini :
6.1.1 Tekanan

Dimana :
Ppm = Bacaan yang terukur pada sampling
pump
1013 = Koefisien konversi (hPa)
P = Tekanan yang terukur (hPa) = 1009 hPa
6.1.2 Konsentrasi CO pada 4 menit

CO =

Dimana :
ppm = Nilai dari bacaan pada sampling pump
yang telah
dikonversi (ppm)
28 = Berat molekul CO
24,45 = konstanta
103 = konversi dari liter ke m3.

6.1.3 Konsentrasi CO dalam 1 jam

Dimana :
C30menit = Konsentrasi CO di udara (µg/Nm3)
t1 = waktu dalam 4 menit (menit)

12
t2 = waktu dalam 1 jam (menit)
n = 0.185

6.1.4 Konsentrasi CO dalam 24 jam

Dimana :
C30menit = Konsentrasi O3 di udara (µg/Nm3)
t1 = waktu dalam 1 jam (menit)
t2 = waktu dalam 24 jam (menit)
n = 0.185
6.1 Perhitungan
6.2.1 Tekanan
Diketahui : ppm = 1 ppm

= 0,98 ppm
6.2.2 Konsentrasi pada 4 menit
Diketahui : ppm = 0,98 ppm (sudah di konversi)

CO =

= 1122,29 µg/Nm3

6.2.3 Konsentrasi dalam 1 jam


Diketahui : C 4 menit = 1122,29 µg/Nm3

= 680,03 µg/Nm3

6.2.4 Konsentrasi dalam 24 jam


Diketahui : C 1 jam =680,03 µg/Nm3

= 377,74 µg/Nm3

VII. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini di ukur konsentrasi CO di udara
ambien sekitar Gerbang S.Parman Kampus A, Universitas Trisakti.
Pengambilan sampel dilakukan pada pukul 15.06 – 15.10 WIB,
dengan menggunakan alat Gas Pump dan Tube CO Detector. CO

13
detector berisi garam paladium yang dapat mendeteksi kadar CO
di udara. Konsentrasi CO ditunjukan dengan perubahan warna di
tube dari warna putih menjadi merah muda, dan hasil
pengukuran dapat langsung di baca dalam satuan ppm.
Setelah dilakukan pengukuran dan perhitungan, didapatkan
konsentrasi CO di udara ambien selama 1 jam (C 1 jam ) ialah
sebesar 680,03 µg/Nm3. Jika dibandingkan dengan Keputusan
Gubernur DKI Jakarta No. 551 Tahun 2001 tentang Baku Mutu Udara Ambien
dimana baku mutu CO (C1 jam) sebesar 30.000µg/Nm3 dan Peraturan Pemerintah
No. 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, yang menyatakan
bahwa standar baku mutu untuk gas CO di udara ambien selama 1 jam adalah
sebesar 10.000 µg/Nm3, maka kualitas udara di lokasi sampling masih tergolong
baik karena berada dibawah baku mutu yang berlaku.
Sedangkan, besarnya konsentrasi CO di udara ambien selama 24
jam (C24 jam ) ialah sebesar 377,74 µg/Nm3. Jika dibandingkan
dengan Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 551 Tahun 2001 tentang Baku
Mutu Udara Ambien dimana baku mutu CO (C24 jam) sebesar 26.000µg/Nm3 dan
Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran
Udara, yang menyatakan bahwa standar baku mutu untuk gas CO di udara ambien
selama 24 jam adalah sebesar 9.000 µg/Nm3, maka kualitas udara di lokasi
sampling masih tergolong baik karena berada dibawah baku mutu yang berlaku.
Dari hasil perbandingan dengan kelompok lainnya, dapat dilihat jika
konsentrasi CO rata – rata paling besar berada di lokasi gerbang S.Parman,
dimana didapatkan nilai paling tinggi sebesar 2081,726 µg/Nm3. Kadar CO
di udara ambien, terutama di lokasi sampling yang berada
pinggir jalan raya umumnya berasar dari hasil pembakaran
kendaraan bermotor. Penyebab utama timbulnya karbon
monoksida (CO) pada mobil adalah apabila unsur oksigen (udara)
tidak cukup untuk melakukan pembakaran sempurna sehingga
karbon di dalam bahan bakar tidak terbakar seluruhnya. Hal ini
diakibatkan karena adanya pencampuran antara bahan bakar

14
dengan udara yang kurang sempurna, sehingga menyebabkan
campuran sulit untuk terbakar seluruhnya atau waktu
pembakaran yang terlalu cepat.

Gas karbon monoksida (CO) yang masuk dalam sistem


peredaran darah akan menggantikan posisi oksigen dalam
berikatan dengan hemoglobin (Hb) dalam darah. Gas CO
akhirnya mudah masuk ke dalam jantung, otak dan organ vital
penunjang kehidupan manusia lainnya. Gas ini sifatnya sangat
beracun bagi tubuh manusia, sehingga akibatnya bisa fatal.
Ikatan CO dan Hb dalam darah akan membentuk karboksi
haemoglobin. Jika seseorang mengalami paparan CO 1.000 ppm
selama beberapa menit akan menimbulkan kejenuhan karboksi
haemoglobin. Orang tersebut akan bekurang kesadarannya atau
pingsan. Sedangkan jika ditambah beberapa menit lagi maka
dapat mengakibatkan kematian.
Adapun terdapat beberapa cara untuk mengendalikan gas CO pada sumber
bergerak yaitu dengan cara penggunaan bahan bakar secara hati-hati,
penggunakan catalytic converter, melakukan pemasangan filter pada knalpot dan
juga melakukan uji emisi pada kendaraan bermotor secara berkala. Gas CO dapat
berasal dari sumber tidak bergerak yang salah satu contohnya dapat berasal dari
pabrik industri. Dan untuk pengendalian pada sumber tidak bergerak dapat
dilakukan dengan cara melakukan pengujian secara berkala dan pemasangan
scruber pada cerobong asap.

VIII. KESIMPULAN
Dari praktikum yang telat dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Pengukuran konsentrasi CO dilakukan di Gerbang S.Parman Kampus
A, Universitas Trisakti pada jam 15.06 – 15.10 WIB dengan
menggunakan alat Gas Pump dan CO Tube Detector.

15
2. Konsentrasi CO (C1 jam = 680,03 µg/Nm3 ; C24 jam = 377,74
µg/Nm3) dilokasi sampling tergolong aman karena berada
dibawah baku mutu dari Keputusan Gubernur DKI Jakarta
No. 551 Tahun 2001 tentang Baku Mutu Udara Ambien
(C1 jam = 30.000µg/Nm3 ; C24 jam = 26.000µg/Nm3) dan
Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara (C1 jam = 26.000µg/Nm3 ;
C24 jam = 9.000 µg/Nm3)
3. Konsentrasi CO rata – rata paling besar berada di lokasi
gerbang S.Parman dan didapatkan nilai paling tinggi
sebesar 2081,726 µg/Nm3.
4. Penyebab utama timbulnya karbon monoksida (CO)
dilokasi sampling berasar dari hasil pembakaran
kendaraan bermotor.

DAFTAR PUSTAKA

Akmal. 2009. Dampak Gas CO Terhadap Kesehatan. Jakarta.


Anggraeni, N. Pengaruh Lama Paparan Asap Knalpot dengan
Kadar CO 1800 Ppm Terhadap Gambaran Histopatologi
Jantung pada Tikus Wistar. Skripsi Fakultas Kedokteran.
UNDIP. Semarang. 2009
Majid. 2011. Parameter Pencemar Udara dan Dampaknya
Terhadap Kesehatan. Jakarta : Dirjen Bina Kesmas
Depkes, pp : 18 – 19.
Mukono, H. J. 2008. Pencemaran Udara dan Pengaruhnya
terhadap Gangguan Saluran Pernapasan. Surabaya :
Airlangga University Press.
Sartono, 2001, Racun dan Keracunan, hal 210-211, Widya

16
Medika, Jakarta.
Sastrawijaya, A., 2009, Pencemaran Lingkungan, PT. Rineka
Cipta, Jakarta
Suma’mur P. K. 1989. Kesehatan Kerja dan Pencegahan
Kecelakaan. Jakarta: Gunung Agung.
Wardhana, Wisnu, 2004, Dampak Pencemaran Lingkungan (Edisi
Revisi), Andi Offset, Yogyakarta.
[WHO] World Health Organization. 1992. Environmental Health
Criteria. Geneva.

LAMPIRAN

17
18

Anda mungkin juga menyukai