Anda di halaman 1dari 20

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

ANALISIS RISIKO PAPARAN KARBON MONOKSIDA (CO) DAN TIMBAL (Pb)


PADA PEKERJA BENGKEL SEPEDA MOTOR DI KECAMATAN X KOTA
MEDAN.

OLEH :
ACHMAD SAKHOWI AL AWWARIJ
102014253013

MAGISTER KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2021
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Peningkatan jumlah kendaraan tiap tahunnya dapat mengakibatkan emisi gas buang
yang dihasilkan juga makin meningkat. Emisi yang dihasilkan dari kendaraan-kendaraan
tersebut akan menambah konstribusi terhadap penurunan kualitas udara. Kendaraan
bermotor merupakan sumber utama polusi udara di daerah perkotaan dan menyumbang
70% emisi NOx, 52% emisi VOC dan 23% partikulat (Department of Environment &
Conservation dalam Tarigan 2009). Kegiatan transportasi mempunyai kontribusi terhadap
polusi udara atmosfir. Setiap liter bahan bakar yang dibakar akan mengemisikan sekitar
100 gram Karbon Monoksida, 30 gram Oksida Nitrogen, 2,5 gram Karbon Dioksida
dan berbagai senyawa lainnya termasuk senyawa sulfur (Hickman, 1999).
Jumlah kendaraan bermotor di Indonesia tercatat sebanyak 94,323 juta unit pada
tahun 2012 yang meningkat dari tahun 2011 berjumlah sekitar 85,601 juta unit. Pada tahun
2013, jumlah kendaraan bermotor meningkat 11% dari tahun 2012 yaitu berjumlah
104,21 juta unit (BPS, 2012). Jumlah kendaraan bermotor di provinsi Sumatera Utara
tercatat sebanyak 4.982.417 unit (BPS Sumut, 2012). Sedangkan data terakhir di kota
Medan jumlah kendaraan bermotor tercatat sebanyak 2.708.511 unit yang terdiri dari
222.891 unit mobil penumpang, 144.865 unit mobil gerobak, 22.123 unit bus, dan
2.318.632 unit sepeda motor pada tahun 2009 (Dishub Medan, 2010).
Transportasi merupakan penghasil CO terbanyak diantara penghasil CO yang lainnya
terutama oleh kendaraan bermotor yang menggunakan bensin sebagai bahan bakar. Selain
transportasi, industri merupakan penghasil CO terbanyak setelah transportasi dan
pembakaran (Fardiaz, 2012).
Jumlah CO di udara sebesar 0,032% berasal dari pembakaran tidak sempurna. Gas
CO yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor berbahan bakar bensin (premium) adalah
sekitar 1% pada saat berjalan dan sekitar 7% pada waktu tidak berjalan. Sementara mesin
diesel menghasilkan CO sebesar 0,2% pada saat berjalan dan 4% pada waktu berhenti
(Siswanto dalam Sarudji, 2010).
Karbon monoksida (CO) diketahui dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan
bahkan juga dapat menimbulkan kematian. Apabila karbon dioksida (CO) terhirup ke
dalam paru-paru, makan CO akan ikut dalam peredaran darah. Karbon monoksida (CO)
akan lebih kuat mengikat Hb dibandingkan dengan oksigen sehingga organ-organ tubuh
yang membutuhkan oksigen menjadi kekurangan oksigen (Fardiaz, 2012).
Keracunan gas karbon monoksida dapat ditandai dari keadaan ringan, berupa pusing,
rasa tidak enak pada mata, sakit kepala dan mual. Keadaan yang lebih berat dapat berupa
detak jantung meningkat, rasa tertekan di dada, kesukaran bernafas, kelemahan otot-otot,
gangguan pada system kardiovaskuler, serangan jantung sampai pada kematian (Mukono,
2010). Selain karbon monoksida (CO), zat yang juga dihasilkan oleh kendaraan bermotor
berbahan bakar bensin yang juga berbahaya bagi kesehatan adalah timbal (Pb). Tahun
1999, konsumsi premium untuk transportasi mencapai 11.515.401 kiloliter. Setiap liter
premium yang diproduksi, terkandung timbal (Pb) sebesar 0,45 gram, sehingga jumlah Pb
yang terlepas ke udara total diperkirakan sebesar 5.181,930 ton (Statistik Perminyakan
Indonesia, Laporan Tahun 1999 Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi).
Dampak dari timbal (Pb) sangat mengerikan terutama bagi anak-anak. Timbal (Pb)
akan memengaruhi fungsi kognitif, kemampuan belajar, menghambat pertumbuhan dsb.
Timbal (Pb) juga dapat menyebabkan penurunan fungsi pendengaran, mempengaruhi
perilaku dan intelejensia, merusak fungsi organ tubuh seperti ginjal, sistem syaraf, dan
reproduksi, meningkatkan tekanan darah, mengganggu konsentrasi, menyebabkan
anemia, dan sebagainya (Soemirat, 2002).
Bengkel adalah tempat yang memungkinkan pencemaran akibat gas buang dari
kendaraan bermotor lebih tinggi dibandingkan area lain seperti jalanan. Hal ini
disebabkan karena sumber pencemar yang bergerak terkondisi menjadi sumber pencemar
yang tidak bergerak, sementara banyak sekali bengkel yang tidak melengkapi sistem
yang memadai untuk mengatasi hal tersebut (Soedarmo, 2008).

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk mengangkat
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan karbon monoksida (CO)
2. Sumber dari karbon monoksida (CO)
3. Bagaimana pengaruh karbon monoksida (CO) bagi kesehatan
4. Bagaimana cara penanganan karbon monoksida (CO)
5. Apa yang dimaksud dengan timbal (Pb)
6. Sumber dari timbal (Pb)
7. Bagaimana pengaruh timbal (Pb) bagi kesehatan
8. Bagaimana cara penanganan timbal (Pb)

C. TUJUAN PENELITIAN
1. Bagi penulis
Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam menganalisis secara
sistematis terutama dalam pendalaman ilmu toksikologi dalam konsentrasi paparan
karbon monoksida (CO) dan timbal (Pb) kemudian mengetahui dampak kesehatan yang
ditimbulkan dari paparan serta cara penanganannya serta dapat memberikan referensi
dan mengembangkan wawasan yang lebih luas bagi penulis lain
2. Bagi masyarakat
Dapat memberikan pengetahuan yang lehih luas mengenai bahaya yang dapat
ditimblkan bagi kesehatan terkait paparan karbon monoksida (CO) dan timbal (Pb)
sehingga dapat terhindar dari bahaya yang ditimbulkan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KARBON MONOKSIDA (CO)


1. Karakteristik karbon monoksida (CO)
Karbon Monoksida (CO) adalah suatu komponen yang tidak memiliki bau,
warna dan juga rasa yang terdapat dalam bentuk gas pada suhu di atas -192o C.
Komponen ini mempunyai berat sebesar 96,5% dari berat air dan tidak larut di dalam
air (Fardiaz, 2012). Gas CO merupakan gas yang berbahaya bagi tubuh karena daya
ikat CO terhadap Hb lebih besar 210 kali lipat dibanding O2 (Mukono, 2010).
Karbon dan Oksigen dapat bergabung membentuk senyawa karbon monoksida (CO)
sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan karbon dioksida (CO2) sebagai
hasil pembakaran sempurna.
2. Sumber karbon monoksida (CO)
Di udara gas CO terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit, hanya sekitar 0,1
ppm. Di daerah perkotaan dengan lalu lintas yang padat konsentrasi gas CO berkisar
antara 10-15 ppm (wardhana, 2004).
CO diproduksi oleh berbagai proses geofisika dan biologis. Proses tersebut
misalnya aktivitas vulkanik, emisi gas alami, pancaran listrik dari kilat, germinasi
dan pertumbuhan benih dan sumber lainnya. Tetapi CO yang dihasilkan dari proses-
proses alami tersebut jumlahnya relatif kecil. Pembebasan CO ke atmosfer lebih
didominasi oleh aktivitas manusia seperti transportasi, pembakaran, industri, dan
lainnya.
Transportasi menghasilkan CO paling banyak dibandingkan dengan sumber
CO lainnya. Terutama dari kendaraan yang menggunakan bensin sebagai bahan
bakar. Sumber CO kedua adalah pembakaran seperti sampah, sisa-sia kayu, sisa-sisa
tanaman yang dilakukan untuk berbagai tujuan. Sumber CO ketiga setelah
transportasi dan pembakaran adalah proses-proses industri. Dua industri yang
terbesar yaitu industri besi dan baja. Karbon Monoksida dihasilkan selama beberapa
tahap proses dalam produksi besi dan baja.
3. Pembentukan karbon monoksida (CO)
Karbon Monoksida (CO) yang terdapat di alam terbentuk dari salah satu
proses berikut:
a. Pembakaran yang tidak sempurna terhadap karbon atau komponen
yang mengandung karbon. Hal ini terjadi ini terjadi jika jumlah
oksigen yang tersedia kurang dari jumlah yang dibutuhkan untuk
pembakaran sempurna dimana dihasilkan karbon dioksida (CO2).
b. Reaksi antara karbon dioksida dan komponen yang mengandung
karbon pada suhu tinggi. Reaksi antara karbon dioksida dan
komponen yang mengandung karbon pada suhu tinggi menghasilkan
karbon monoksida dengan reaksi sebagai berikut :

c. Pada suhu tinggi, karbon dioksida terurai menjadi karbon monoksida


dan oksigen.
Secara sederhana pembakaran karbon dalam minyak bahan bakar
terjadi melalui beberapa tahap sebagai berikut :

CO dapat menjadi hasil akhir apabila jumlah O2 tidak cukup untuk


melangsungkan reaksi kedua. CO juga dapat menjadi hasil akhir
meskipun O2 dalam pembakaran cukup apabila antara minyak
bahan bakar dan udara tidak tercampur rata.
4. Distribusi karbon monoksida (CO)
Jika dilihat dari sumber pencemarnya maka seharusnya pencemaran CO di
udara cukup tinggi. Tetapi hal ini tidak terjadi, dengan kata lain jumlah pencemaran
CO di udara lebih kecil daripada jumlah CO yanng dilepas ke atmosfer.
Karena kendaraan bermotor merupakan sumber polutan CO yang utama
(sekitar 59,2%), maka daerah-daerah yang berpenduduk padat dengan lalu lintas
ramai memperlihatkan tingkat polusi CO yang tinggi. Konsentrasi CO di udara per
waktu dalam satu hari dipengaruhi aktivitas kendaraan bermotor yang ada. Jumlah
kendaraan bermotor berbanding lurus dengan tingkat polusi CO di udara.
Konsentrasi CO di udara juga dipenagruhi oleh kecepatan emisi (pelepasan)
CO di udara dan kecepatan dispersi dan pembersihan CO dari udara. Pembersihan
dan dispersi di daerah perkotaan terjadi sangat lambat sehingga daerah perkotaan
memiliki tingkat polusi CO yang tinggi (Fardiaz, 2012).
5. Gangguang kesehatan akibat karbon monoksida (CO)
Gas CO merupakan gas yang berbahaya bagi tubuh karena daya ikat CO
terhadap Hb lebih besar 210 kali lipat dibanding daya ikat O2 terhadap Hb (Mukono,
2010).
Hemoglobin di dalam darah secara normal berfungsi dalam sistem tranpor
untuk membawa oksigen dalam bentuk oksihemoglobin (O2Hb) dari paru-paru ke sel
tubuh serta membawa CO2 dalam bentuk CO2Hb dari seluruh tubuh ke paru- paru.
Jika di udara banyak terdapat CO makan Hb akan lebih banyak berikatan dengan CO
sehingga kemampuan darah untuk mentranspor oksigen menjadi berkurang. Semakin
tinggi persentase hemoglobin yang terikat dengan CO maka akan semakin parah
pengaruhnya terhadap kesehatan.
Kontak antara manusia dengan dengan CO pada konsentrasi tinggi dapat
menyebabkan kematian, tetapi ternyata kontak dengan CO pada konsentrasi yang
relatif rendah (100 ppm atau kurang) juga dapat mengakibatkan gangguan kesehatan
(Fardiaz, 2012).
Dalam Mukono (2010), seseorang dapat mengalami keracunan CO. Hal
tersebut bisa dipastikan melalui pemeriksaan darah. Namun terdapat gejala-gejala
yang dapat diamati ketika seseorang mengalami keracunan CO seperti:
a. Pusing
b. Tidak enak pada mata
c. Telinga berdengung
d. Mual
e. Muntah
f. Detak jantung meningkat
g. Sulit bernapas
h. Lemah otot
i. Pingsan sampai meninggal
Apabila waktu kontak hanya sebentar, gas CO konsentrasi 100
ppm masih dianggap aman. Gas CO sebanyak 30 ppm apabila dihisap oleh
manusia selama 8 jam akan menimbulkan rasa pusing dan mual.
Konsentrasi CO sebanyak 1000 ppm dengan paparan selama 1 jam
menyebabkan pusing dan kulit berubah menjadi kemerah-merahan. Untuk
paparan 1300 ppm selama 1 jam, kulit akan langsung berubah warna
menjadi merah tua dan disertai rasa pusing yang hebat.
Tabel 2.1 Pengaruh Konsentrasi CO di Udara Terhadap Kesehatan
Kadar CO di udara Konsentrasi Gangguan Pada Tubuh
(ppm) CO dalam
darah(%)
3 0,98 Tidak Ada
5 1,3 Belum Begitu Terasa
10 2,1 Sistem Syaraf Pusat
20 3,7 Panca Indera
40 6,9 Fungsi Jantung
60 10,1 Sakit Kepala
80 13,3 Sulit Bernapas
100 16,5 Pingsan-Kematian
Sumber : Mukono, 1997

B. TIMBAL (Pb)
1. Karakteristik Timbal (Pb)
Timbal merupakan logam berat berwarna kelabu kebiruan dengan titik leleh
327 oC dan titik didih 1620 oC. Pada suhu 550-600 oC timbal akan mengalami
penguapan dan bereaksi dengan oksigen di udara sehingga membentuk timbal oksida
(PbO). Bentuk oksidasi yang paling umum adalah timbal (II) dan senyawa
organometalik yang terpenting adalah timbal tetra etil, timbal tetra metil, dan timbal
stearat (WHO, 1993).
Menurut Palar (1994), timbal (Pb) mempunyai sifat-sifat khusus sebagai
berikut:
a. Merupakan logam yang lunak sehingga mudah dibentuk dan dapat dipotong
dengan pisau atau tangan.
b. Tahan terhadap karat atau korosi sehingga timbal sering digunakan sebagai
lapisan pelindung.
c. Merupakan penghantar listrik yang tidak baik.
d. Mempunyai kerapatan (densitas) yang lebih besar dibandingkan dengan logam
lain kecuali emas dan merkuri.
e. Titik leburnya rendah yaitu 327,5 oC
2. Sumber Timbal (Pb)
Timbal dan persenyawaannya banyak digunakan dalam berbagai bidang.
Timbal yang mencemari udara terdapat dalam dua bentuk yaitu gas dan partikel-
partikel. Gas timbal terutama berasal dari pembakaran bahan aditif bensin dari
kendaraan bermotor yang terdiri dari tetraetil Pb dan tetrametil Pb. Pertikel- partikel
Pb di udara berasal dari sumber-sumber lain seperti pabrik-pabrik alkil Pb dan Pb
oksida, pembakaran arang, dsb (Fardiaz, 2012).
Timbal juga digunakan untuk produk-produk logam lainnya seperti amunisi,
pelapis kabel, pipa dan solder, bahan kimia, pewarna, dan lainnya.
3. Distribusi Timbal (Pb)
Konsentrasi timbal di udara daerah perkotaan kemungkinan mencapai 5 sampai
50 kali daripada di daerah-daerah pedesaan. Semakin jauh dari daerah perkotaan,
maka semakin rendah konsentrasi Pb di udara.
Polusi Pb yang terbesar dihasilkan dari pembakaran bensin, dimana dihasilkan
berbagai komponen Pb terutama PbBrCl dan PbBrCl.2PbO. Komponen-komponen
Pb terbentuk selama pembakaran bensin karena dalam bensin sering dicampurkan
cairan antiletupan yang mengandung scavenger kimia. Bahan antiletupan yang aktif
terdiri dari tetraetil Pb, tetrametil Pb, atau kombinasi dari keduanya. Bahan aditif
yang ditambahkan ke dalam bensin terdiri dari 62% tetraetil Pb, 18% etilen
dibromide, 18% etilen dikhloride, dan 2% bahan-bahan lainnya.
Berdasarkan analisis yang pernah dilakukan dapat diketahui kandungan
bermacam-macam senyawa Pb yang ada dalam asap kendaraan bermotor.
Tabel 2.2 Kandungan Senyawa Pb dalam Asap Kendaraan Bermotor
Senyawa Pb 0 jam 18 jam
PbBrCl 32.0 12.0
PbBrCl.2PbO 31.4 1.6
PbCl2 10.7 8.3
Pb(OH)Cl 7.7 7.2
PbBr2 5.5 0.5
PbCl2.2PbO 5.2 5.6
Pb(OH)Br 2.2 0.1
PbOx 2.2 21.2
PbCO3 1.2 13.8
PbBr2.2PbO 1.1 0.1
PbCO3.2PbO 1.0 29.6
Menurut Hirschler & Gilbert (1964) dan Habibi (1970), semakin tinggi
kecepatan mobil akan meningkatkan jumlah timbal yang akan diemisikan dari
kendaraan bermotor.
4. Absorbsi, metabolisme, eksresi Timbal (Pb) dalam tubuh
Manusia dapat terpapar dengan timbal melalui udara, air, tanah maupun
makanan yang diabsorbsi dari saluran pernapasan dan saluran pencernaan. Kira- kira
5-10 % senyawa timbal yang masuk ke dalam tubuh manusia diserap melalui saluran
pencernaan. Keadaan defisiensi besi dan kalsium serta diet lemak yang tinggi dapat
meningkatkan absorbsi timbal, penyerapan ini paling banyak dijumpai pada bayi dan
anak-anak daripada orang dewasa (Woro, 1997).
Absorpsi timbal dari lingkungan tidak semata-mata hanya bergantung pada
bentuk fisik dan kimia dari logam tersebut. Selain itu juga dipengaruhi oleh faktor-
faktor host seperti umur, status fisik, kondisi fisik dan faktor genetik. Absorbsi
melalui pernafasan merupakan jalur utama pada pemaparan timbal akibat kerja
sedangkan pada pemaparan diluar kerja, absorbsi lebih banyak terjadi melalui saluran
pernafasan. Timbal yang diabsorbsi tubuh akan mengikat sel darah merah, kemudian
didistribusi ke dalam darah, cairan ekstraseluler, dan beberapa tempat deposit yang
jaringan lunak (hati, ginjal dan saraf), dan jaringan mineral (tulang dan gigi). Timbal
dalam darah diperkirakan 90 % dari jumlah timah keseluruh timah hitam dalam tubuh
(Woro, 1997).
Waktu paruh timah hitam adalah 20 hari dan diekskresikan dari tubuh dalam
waktu sekitar 28 hari melalui urin, feses dan keringat. Jumlah timah hitam yang
dieksresikan melalui berbagai jalur dipengaruhi oleh umur, karakteristik
pemajanan dan tergantung pada jenis timah hitamnya. Chamberlain (1985)
melaporkan bahwa sekitar 60 % dari timah yang terabsorpsikan tertinggal dalam
tubuh dan 40 % akan diekresikan. Timah hitam yang masuk melalui makanan dan
tidak diabsorbsikan oleh saluran pencernaan akan dieksresikan melalui feses. Kadar
timah hitam dalam darah merupakan indikator pemaparan yang sering digunakan
sebagai paparan eksternal dan kadar timah dalam darah menjadi petunjuk langsung
timah hitam yang masuk ke dalam tubuh juga dapat diketahui dari urin, lebih kurang
75-80% timah hitam diekskresikan melalui urin dengan cepat (Woro, 1997).
5. Gangguan kesehatan akibap timbal (Pb)
Timbal (Pb) dapat menimbulkan keracunan apabila masuk dan terakumulasi
dalam tubuh. Ada beberapa jalur masuk timbal (Pb) ke dalam tubuh yaitu melalui
udara, melalui perembesan atau penetrasi pada selaput atau lapisan kulit, serta
makanan dan minuman (Palar, 1994).
Gejala-gejala yang ditimbulkan akibat keracunan timbal (Pb) dapat dilihat dari
gejala muntah-muntah, anoreksia, rasa logam pada mulut, garis hitam pada gusi,
encephalitis, wrist drop, kelumpuhan dan kebutaan. Gejala lain yang timbul adalah
anemia dan albuminuria (Soemirat, 2002)
Menurut Palar (1994), ada beberapa efek yang disebabkan timbal (Pb) pada
jaringan dan organ tubuh yaitu :
a. Efek terhadap darah
1) Meningkatkan kadar ALA dalam darah dan urine
2) Meningkatkan kadar protoporphirin dalam sel darah merah
3) Memperpendek umur sel darah merah
4) Menurunkan jumlah sel darah merah
5) Menurunkan kadar retikulosit (sel-sel darah merah yang masih muda)
6) Meningkatkan kadar Fe dalam plasma darah
b. Efek terhadap sistem syaraf
Sistem syaraf adalah sistem yang paling sensitif terhadap daya racun timbal
(Pb). Keracunan Pb dapat menimbulkan kerusakan otak. Penyakit yang
disebabkan oleh keracunan Pb adalah epilepsi, halusinasi, kerusakan pada otak
besar, dan delirium. Delirium adalah suatu keadaan eksitasi mental, kebingungan
dan penurunan kesadaran umumnya dengan halusinasi, ditentukan oleh faktor-
faktor toksik (Pamoentjak, 1996).
c. Efek terhadap sistem erineria
Timbal (Pb) yang ikut serta dalam darah ke sistem urineria (ginjal) dapat
menyebabkan kerusakan ginjal.
d. Efek terhadap sistem reproduksi
Timbal dapat menghambat pertumbuhan embrio dalam rahim dan janin setelah
dilahirkan
e. Efek terhadap sistem endokrin
f. Efek terhadap jantung
Tabel 2.3 Tingkat Dampak Paparan Timbal (Pb) dalam Darah
Timbal (Pb) Dampak Populasi
dalam darah
(µg/dl)
< 10 Meningkatkan kadar enzim Dewasa, anak-anak
ALAD dalam sel darah merah
20 – 25 Meningkatkan kadar protoporin Anak-anak
dalam sel darah merah
20 – 30 Meningkatkan kadar protoporin Dewasa perempuan
dalam sel darah merah
25 - 35 Meningkatkan kadar protoporin Dewasa laki-laki
dalam sel darah merah
30 – 40 Meningkatnya ekskresi ALA Umum
40 Meningkatkan ALA dalam urin Dewasa, anak-anak
40 Meningkatkan CP dalam urin Dewasa
40 Anemia Dewasam anak-anak
40 – 50 Gangguan sistem syaraf tepi Dewasa
50 – 60 Gangguan fungsi otak Anak-anak
60 – 70 Gangguan fungsi otak Dewasa
60 – 70 Gangguan neurologi (susunan Anak-anak
saraf) berupa encephalopathy dan
keracunan timbal
>80 Ganggguan neurologi (susunan Dewasa
saraf) berupa encephalopathy dan
keracunan timbal
ALAD = Amino Levulinic Acid
Dehidrase
ALA = Amino Lebulinic Acid
CP =Coproporphyrine
Sumber : EHC 3, WHO 1977
Adapun akibat beserta gejala yang timbul dari terpaparnya Pb terhadap kesehatan
melalui dua cara yaitu :
a. Terpapar secara akut
Terpapar secara akut atau sub akut oleh Pb melalui udara yang dihirup
menimbulkan gejala-gejala gastrointestinal seperti kram perut, kolik, dan
biasanya diawali dengan sembelit. Sakit perut sering dirasakan diantaranya sering
mual dan muntah-muntah. Sedangkan manifestasi secara neurologi dari terpapar
Pb adalah encephalopahty seperti sakit kepala, bingung atau pikiran kacau, sering
pingsan, dan koma. Pada beberapa kasus akibat terpapar Pb, oliguria dan gagal
ginjal yang akut dapat berkembang dengan cepat.
b. Terpapar secara kronis
Pada kasus terpapar Pb akibat kerja, intoksikasi Pb secara kronis berjalan
lambat. Kelelahan, kelesuan, irritabilitas dan gangguan gastrointestinal
merupakan tanda awal dari intoksikasi Pb secara kronis. Terpapar secara terus
menerus pada sistem saraf pusat menunjukkan gejala seperti insomnia, bingung
atau pikiran kacau, konsentrasi berkurangmg, dan gangguan ingatan (memori).
Beberapa gejala lain akibat terpapar Pb secara kronis adalah kehilangan libido,
infertilitas pada laki-laki, gangguan menstruasi, serta aborsi spontan pada wanita.
Secara tes neurologi menampakkan keadaan lemah otot ekstensor distal.
Terpapar Pb alkil dapat menimbulkan gejala-gejala intoksikasi Pb alkil secara
neurologi. Tanda-tanda yang tampak antara lain anorexia, insomnia, kelelahan,
kelesuan, sakit kepala, depresi, dan iritabilitas sebagai gejala awal. Proses
selanjutnya adalah kondisi bingung atau kacau, gangguan ingatan dan pada
beberapa kasus, kebutaan, serangan yang tiba-tiba, koma, dan kematian bisa
terjadi (Riyadina, 1997)
BAB III
PEMBAHASAN

A. Keluhan Kesehatan pada Mekanik bengkel Sepeda Motor


Pengaruh adanya keluhan kesehatan terhadap tubuh manusia ternyata tidak sama untuk
manusia yang satu dengan yang lain. Daya tahan tubuh manusia ikut menentukan toleransi tubuh
terhadap adanya pengaruh gas (Wardhana, 2004). Jenis keluhan gangguan kesehatan yang paling
banyak dialami oleh responden adalah sakit kepala kemudian mata perih, gatal pada kulit,
kelelahan, keluhan gangguan tidur, keluhan mual, dan yang terendah adalah keluhan muntah.
Adanya keluhan sakit kepala, mata perih, gatal pada kulit, kelelahan, gangguan tidur, mual,
dan muntah kemungkinan diakibatkan oleh adanya gas karbon monoksida (CO). Keluhan
kesehatan yang dialami oleh para mekanik kemungkinan juga diakibatkan oleh kondisi
lingkungan kerja. Bengkel tempat mereka bekerja sangat dekat dengan jalan raya sehingga
kepadatan lalu lintas dan juga polusi dari jalan raya dapat memengaruhi kondisi fisik mereka.
Keadaan lalu lintas dan kegiatan bengkel yang ribut juga dapat memberikan pengaruh sehingga
sering terjadi sakit kepala dan kelelahan. Menurut Fardiaz (2012), kontak antara manusia dengan
dengan CO pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kematian, tetapi ternyata kontak dengan
CO pada konsentrasi yang relatif rendah (100 ppm atau kurang) juga dapat mengakibatkan
gangguan kesehatan. Mukono (2010) menyatakan bahwa keluhan gangguan kesehatan yang
dialami oleh responden merupakan gejala-gejala yang dapat diamati ketika seseorang mengalami
keracunan gas karbon monoksida (CO) walaupun diperlukan pemeriksaan darah untuk hasil yang
lebih pasti.
Apabila waktu kontak hanya sebentar, gas CO konsentrasi 100 ppm masih dianggap aman.
Gas CO sebanyak 30 ppm apabila dihisap oleh manusia selama 8 jam akan menimbulkan rasa
pusing dan mual. Konsentrasi CO sebanyak 1000 ppm dengan paparan selama 1 jam
menyebabkan pusing dan kulit berubah menjadi kemerah-merahan. Untuk paparan 1300 ppm
selama 1 jam, kulit akan langsung berubah warna menjadi merah tua dan disertai rasa pusing
yang hebat
Keluhan gangguan kesehatan yang dialami oleh responden kemungkinan juga disebabkan
oleh timbal (Pb). Terpapar secara akut atau sub akut oleh Pb melalui udara yang dihirup
menimbulkan gejala-gejala gastrointestinal seperti mual dan muntah. Manisfestasi secara
neurologi dari terpapar Pb adalah encephalopahty seperti sakit kepala. Pada kasus terpapar Pb
akibat kerja, intoksikasi Pb secara kronis berjalan lambat. Riyadina (1997) menyebutkan bahwa
kelelahan, kelesuan, irritabilitas dan gangguan gastrointestinal merupakan tanda awal dari
intoksikasi Pb secara kronis. Terpapar secara terus-menerus pada sistem saraf pusat
menunjukkan gejala seperti insomnia, bingung atau pikiran kacau, konsentrasi berkurangmg, dan
gangguan ingatan (memori).
Waktu keluhan yang dialami oleh responden paling banyak terjadi pada saat bekerja seperti
sakit kepala, mual, mata perih, gatal pada kulit, dan muntah. Hanya sebagian kecil yang juga
mengalami keluhan kesehatan setelah pulang bekerja. Hal tersebut menunjukkan bahwa
kemungkinan keluhan kesehatan terjadi akibat kondisi lingkungan kerja dan polutan di tempat
kerja.

B. Konsentrasi Karbon Monoksido (CO) dan Timbal (Pb) di Bengkel Sepeda Motor
1. Konsentrasi Karbon Monoksida (CO)
Hasil pengukuran konsentrasi karbon monoksida (CO) pada seluruh titik pengukuran
tidak melebihi nilai ambang batas CO karena berada pada angka di bawah 25 ppm (<25
ppm). Titik pengukuran I yang berada pada titik tengah bengkel A, B, C, dan D
menunjukkan hasil sebesar 0,0004 ppm. Titik pengukuran ke II yang berada pada bengkel E
merupakan titik yang memiliki konsentrasi paling banyak yaitu sebesar 0,0009 ppm. Titik
pengukuran III berada pada bengkel F menunjukkan konsentrasi karbon monoksida
sebanyak 0,0007 ppm. Titik pengukuran ke IV berada pada titik tengah antara bengek G dan
H yang menunjukkan konsentrasi karbon monoksida sebanyak 0,0007 ppm. Titik ke V yang
berada di antara bengkel I dan J menunujukkan konsentrasi CO paling rendah yaitu
sebanyak 0,0006 ppm. Konsentrasi ini diperoleh dengan pengukuran yang dilakukan selama
satu jam. Hasil pengukuran ini belum melebihi nilai ambang batas yang ditetapkan oleh
Permenkes No.70 Tahun 2016 yaitu sebesar 25 ppm.
Transportasi menghasilkan CO paling banyak dibandingkan dengan sumber CO
lainnya. Terutama dari kendaraan yang menggunakan bensin sebagai bahan bakar. Sumber
CO kedua adalah pembakaran seperti sampah, sisa-sia kayu, sisa-sisa tanaman yang
dilakukan untuk berbagai tujuan. Sumber CO ketiga setelah transportasi dan pembakaran
adalah proses-proses industri. CO merupakan zat pencemar yang dihasilkan oleh rokok. Asap
rokok yang tidak diencerkan memiliki konsentrasi CO sebesar 30.000 ppm.
Perbedaan konsentrasi CO pada tiap titik dipengaruhi oleh aktifitas yang sedang
dilakukan pada saat pengukuran. Pada saat dilakukan pengukuran, ada berbagai kegiatan
yang menghasilkan zat CO. Tidak hanya dari kendaraan sepeda motor yang sedang
diperbaiki, CO di lokasi pengukuran juga dihasilkan oleh asap rokok para pekerja dan juga
pengunjung, serta pencemar CO juga diperoleh dari kendaraan yang berlalu-lalang di jalan
raya.
Pada titik I diperoleh konsentrasi karbon monoksida sebesar 0,0004 ppm. Saat
pengukuran dilakukan, ada 5 kendaraan yang sedang diperbaiki pada titik ini. Perbaikan
dilakukan tanpa menghidupkan mesin kendaraan sehingga tidak banyak asap yang ada di
lokasi. Pada titik II diperoleh konsentrasi karbon monoksida sebesar 0,0009 ppm.
Pengukuran dilakukan 2 meter dari jalan raya dikarenakan letak bengkel lebih condong ke
arah jalan raya. Pada saat pengukuran dilakukan, ada 3 kendaraan yang sedang diperbaiki
dan lalu lintas dalam keadaan lumayan padat. Mekanik yang tidak memperbaiki kereta dan
juga pengunjung yang menunggu kendaraan diperbaiki merokok sehingga menambah polusi
karbon monoksida. Pada titik III terdapat 4 kendaraan yang diperbaiki dan diperoleh
konsentrasi karbon monosida sebesar 0,0007 ppm. Pada titik pengukuran IV kendaraan yang
diperbaiki sebanyak 6 kendaraan yang 3 diantaranya dihidupkan mesinnya setelah selesai
perbaikan sehingga menghasilkan asap yang cukup banyak dan diperoleh konsentrasi karbon
monoksida sebesar 0,0007 ppm. Pada titik ke V kendaraan yang diperbaiki ada sebanyak 4
kendaraan dan diperoleh konsentrasi karbon monoksida sebesar 0,0006 ppm.
2. Konsentrasi Timbal (Pb)
Berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi timbal (Pb) pada kelima titik pengukuran
tidak melebihi nilai ambang batas karena masih jauh di bawah 0,075 mg/m3. Ada tiga titik
pengukuran yang konsentrasi timbalnya tidak dapat di baca oleh alat artinya konsentrasi
timbal yang ada sangat kecil dibawah kemampuan alat untuk membacanya. Tiga titik
tersebut adalah titik I, II, dan III. Pada titik ke IV yaitu di bengkel G dan H konsentrasi
timbal ada sebesar 0,0012 mg/m3. Sedangkan pada titik ke V yaitu sebesar 0,0002 mg/m 3.
Hasil pengukuran ini belum melebihi nilai ambang batas timbal pada Permenkes No.70
Tahun 2016 yaitu 0,075 mg/m3.
Zat pencemar timbal berasal dari pembakaran bahan aditif bensin dari kendaraan
bermotor. Timbal juga berasal dari penggunaan produk-produk logam lainnya seperti pelapis
kabel, pipa dan solder, bahan kimia, pewarna, dan lainnya (Fardiaz, 2012). Menurut
Hirschler & Gilbert (1964) dan Habibi (1970), semakin tinggi kecepatan mobil akan
meningkatkan jumlah timbal yang akan diemisikan dari kendaraan bermotor.
Bahan bakar kendaraan bermotor di Indonesia sampai saat ini masih mengandung
konsentrasi timbal yang lebih tinggi dari ukuran minimum internasional. Menurut spesifikasi
resmi Ditjen Migas, kandungan maksimum timbal dalam bahan bakar yang diizinkan adalah
0,45 gr/lt sedangkan ukuran internasional ambang batas maksimum kandungan timbal adalah
0,15 gr/lt (Santi, 2001).
Perbedaan konsentrasi timbal pada tiap titik dipengaruhi oleh aktifitas yang sedang
dilakukan pada saat pengukuran. Pada titik I, II, dan III, konsentrasi timbal tidak terdeteksi
oleh alat dikarenakan pengukuran dilakukan pada saat lalu lintas sepi dan kegiatan perbaikan
sepeda motor tidak banyak dilakukan. Pada titik I yang mewakili 4 bengkel yaitu bengkel A,
B, C, dan D, hanya melakukan perbaikan 5 sepeda motor tanpa menghidupkan mesin
kendaraan. Titik II hanya melakukan perbaikan 3 kendaraan bermotor sedangkan titik III
hanya melakukan perbaikan terhadap 4 kendaraan bermotor tanpa menghidupkan mesin
kendaraan.
Pada titik IV (Bengkel G dan H) diperoleh konsentrasi timbal sebanyak 0,012 mg/m3.
Pada saat pengukuran terdapat 6 sepeda motor yang diperbaiki, 4 kendaraan diantaranya
diperbaiki dengan menyalakan mesin dalam waktu yang cukup lama sehingga banyak
mengeluarkan asap kendaraan yang mengandung timbal. Pada titik V (Bengkel I dan J)
melakukan perbaikan terhadap 4 kendaraan dan diperoleh konsentrasi timbal sebesar 0,0002.
Dari keempat kendaraan tersebut 1 kendaraan dihidupkan mesinnya setelah diperbaiki
sehingga mengeluarkan asap kendaraan yang mengandung timbal. Pengukuran pada titik IV
dan V dilakukan pada saat lalu lintas cenderung padat. Winardi (2014) menyatakan bahwa
konsentrasi polutan timbal di udara juga ditentukan oleh kepadatan lalu lintas kendaraan
bermotor yang merupakan kontributor utama konsentrasi polutan timbal di udara.
BAB IV

CARA PENCEGAHAN KEPARAHAN PAPARAN

Polusi yang disebabkan oleh aktifitas bengkel motor sangatlah besar dampaknya bagi
mekanik bengkel motor juga untuk masyarakat yang ada di sekitar, untuk mengurangi
dampak kesehatan berkelanjutan harus adanya pencegahan dan pengendalian yang
dilakukan, berikut adalah pencegahan yang bisa dilakukan :
1. Menggunaan APD
Penggunaan APD sangatlah penting untuk mengurangi jumlah dosis yang masuk
kedalam tubuh, APD yang bisa digunakan oleh para mekanik bengkel adalah dengan
memakai Masker.
2. Memakai air purifier
Air purifier merupakan alat yang dirancang untuk membersihkan udara yang
mengalir di ruangan. Jadi dengan adanya air purifier dapat menurunkan kadar karbon
monoksida (CO) dan timbal (Pb) yang ada di tempat kerja.
3. Membersihkan ventilasi
Untuk menjaga kualitas udara yang ada di dalam bengkel, perlu dengan
membersihkan ventilasi agar pergantian udara bisa terjadi secara lancer, agar tidak
banyak konsentrasi karbon monoksida dan timbal yang ada di dalam bengkel yang
selanjutnya digantikan dengan udara segar
4. Mengkonsumsi makanan sehat
Mengkonsumsi makanan sehat ini berguna untuk detox dalam tubuh, dengan cara
banyak mengkonsumsi makanan dengan kandungan vitamin C, air mineral, dan
makanan yang kaya akan kandungan antioksidan (bawang, apel, the hijau, jahe)
5. Lakukan aktivitas fisik di luar ruangan
Aktifitas fisik ini membantu meningkatkan fungsi paru-paru sekaligus
meminimalkan ancaman penyakit akibat iritasi paru dari polusi, selain itu beraktifitas
fisik di pagi hari akan menambahkan suplay oksigen dalam paru paru serta melatih
kerja jantung
6. Hindari kebiasaan merokok
Rokok mempunyai banyak zat yang berbahaya bagi tubuh, jadi diharapkan untuk
menghindari kebiasaan merokok untuk tidak menambahkan konsentrasi zat
berbahaya yang masuk kedalam tubuh
7. Membuat ruang terbuka hijau
Pencemaran karbon monoksida (CO) dan timbal (Pb) dapat dikendalikan dengan
menggunakan tanaman-tanaman agar dapat menyerap gas CO dan Pb yang bebas di
udara yang selanjutkan akan menurunkan tingkat konsentrasi CO dan Pb.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Karbon monoksida merupakan gas yang berbahaya bagi tubuh karena daya ikat CO

terhadap Hb lebih besar 210 kali lipat dibanding O2. Karbon dan Oksigen dapat

bergabung membentuk senyawa karbon monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang

tidak sempurna dan karbon dioksida (CO2) sebagai hasil pembakaran sempurna.

Timbal merupakan logam berat berwarna kelabu kebiruan dengan titik leleh 327 oC

dan titik didih 1620 oC. Pada suhu 550-600 oC timbal akan mengalami penguapan dan

bereaksi dengan oksigen di udara sehingga membentuk timbal oksida (PbO). Bentuk

oksidasi yang paling umum adalah timbal.

Baik karbon monoksida (CO) dan timbal (Pb) memiliki sifat yang berbahaya bagi

kesehatan tubuh manusia dalam kadar tertentu, dan dampak terbesar dari paparannya

adalah kematian. Maka dariitu diperlukan kesadaran dan juga pemahaman mengenai

karbon monoksida (CO) dan timbal (Pb)

B. Saran

Karbon monoksida (CO) dan timbal (Pb) menjadi salah satu bahan kimia yang cukup

banyak dan familiar dengan kegiatan industry, sehingga memungkinkan bagi siapapun

untuk terpapar dengan zat sersebut. Sehingga penulis menyarankan untuk meningkatkan

pengetahuan serta kewaspadaan terhadap bahaya dari karbon monosida (CO) dan timbal

(Pb) sehingga dapat menurnkan risiko keparahan yang diakibatkan oleh zat tersebut,

terutama pada pekerja bengkel motor dan masyarakat di sekitar industri

Anda mungkin juga menyukai