Anda di halaman 1dari 10

KUALITAS UDARA AMBIEN

KARBON MONOKSIDA (CO)

Oleh :
Nama : Agestiyana M.D
NIM : B1J008137
Kelompok :2
Rombongan : II

LAPORAN PRAKTIKUM TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO

2011
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karbon monoksida (CO) merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan
juga tidak berasa. Gas CO pada suhu -192°C berbentuk cair. Gas CO secara alamiah
dihasilkan dari kegiatan gunung berapi serta proses biologi lainnya. Sumber gas CO
yang berasal akibat aktivitas manusia contohnya adalah asap kendaraan bermotor.
Asap kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar fosil, mengandung gas
CO yang relatif besar. Hal tersebut akan mengakibatkan kota yang padat lalu
lintasnya akan memiliki udara dengan kandungan CO yang tinggi (Connel dan
Miller, 1995).

Penyebaran gas CO di udara tergantung pada keadaan lingkungan. Daerah


perkotaan yang banyak kegiatan industrinya dan lalu lintasnya padat, udaranya sudah
banyak tercemar oleh gas CO. Cemaran CO di udara pada daerah pinggiran kota atau
desa, relatif sedikit. Ternyata tanah yang masih terbuka di mana belum ada bangunan
di atasnya, dapat membantu penyerapan gas CO. Hal ini disebabkan mikroorganisme
yang ada di dalam tanah mampu menyerap gas CO yang terdapat di udara. Angin
dapat mengurangi konsentrasi gas CO pada suatu tempat karena dipindahkan ke
tempat lain (Fardiaz, 1992).

Pengukuran kadar CO di udara ambien penting dilakukan untuk mengetahui


kualitas udara suatu daerah. Kadar CO dapat mempengaruhi kesehatan manusia.
Manusia yang menghirup CO dalam kadar tertentu dapat menyebabkan darah
kekurangan oksigen karena hemoglobin mengikat CO.

B. Tujuan

1. Dapat mengetahui adanya pencemar cholrine (CO) dalam

udara ambient.

2. Dapat mengetahui besarnya kadar cholrine (CO) dalam

udara ambien menggunakan metode La Motte.


.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Karbon monoksida (CO) adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan
tidak berasa. Karbon monoksida terdiri dari satu atom karbon yang secara kovalen
berikatan dengan satu atom oksigen. Ikatan tersebut memiliki dua ikatan kovalen dan
satu ikatan kovalen koordinasi antara atom karbon dan oksigen. Massa molar karbon
monoksida yaitu 28,0101 g/mol, memiliki titik leleh sebesar -205 °C (68 K) dan titik
didih sebesar -192 °C (81 K), serta kelarutan dalam air sebesar 0,0026 g/100 mL (20
°C) (Fardiaz, 1992).
Karbon monoksida digunakan dalam sistem kemasan modifikasi udara
Amerika Serikat, utamanya digunakan dalam produk-produk daging segar seperti
daging kerbau dan babi. CO berkombinasi dengan mioglobin membentuk
karboksimioglobin, sebuah pigmen cerah yang berwarna merah ceri.
Karboksimioglobin lebih stabil dari bentuk mioglobin yang dioksigenasikan, yakni
oksimioglobin, yang dapat dioksidasi menjadi pigmen coklat, metmioglobin. Warna
merah yang stabil ini dapat bertahan lebih lama, sehingga memberikan kesan
kesegaran. Kadar CO yang digunakan berkisar antara 0,4% sampai dengan 0,5%
(Sorheim et al., 1999).
Menurut Elschenbroich dan Salzer (2006), karbon monoksida merupakan gas
industri yang memiliki banyak kegunaan dalam produksi bahan kimia pukal (bulk
chemical). Teknologi yang dihasilkan dapat mengkonversikan batu bara menjadi
bensin. Karbon monoksida bereaksi dengan metanol dengan keberadaan katalis
rodium homogen dan HI, menghasilkan asam asetat pada proses Monsanto. Proses
ini digunakan secara meluas dalam produski asam asetat berskala industri. Karbon
monoksida merupakan komponen dasar dari syngas yang sering digunakan untuk
tenaga industri. Karbon monoksida juga digunakan pada proses pemurnian nikel.
III. MATERI DAN METODE

A. Alat

Alat-alat yang digunakan antara lain :


1. Air sampling pump
2. Tabung reaksi
3. Tabung impinger
4. Komparator CO
B. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah larutan penyerap CO.

C. Metode

Pengukuran Karbon monoksida (CO)


a. Larutan pengikat CO (7799) dituang ke dalam tabung reaksi yang bersih (0822)
sampai batas garis 5 ml.
b. Tabung reaksi dimasukkan ke dalam Komparator Karbon Monoksida (7783)
dengan Pembaca Axial (2071) dan dibandingkan reagen warna dengan reagen
standar.
c. Untuk mengubah angka indeks warna ke konsentrasi CO (dalam ppm) digunakan
tabel kemudian dicatat sebagai reagen blanko CO.
d. Larutan pengikat CO (7799) dituang dari tabung reaksi tersebut ke dalam tabung
impinger sampai garis batas 10 ml.
e. Alat impinger dihubungkan dengan pompa sampling udara dan dipastikan
tabung panjang tercelup dalam larutan pengikat CO.
f. Flow-meter disetel untuk mengumpulkan udara (gas) dengan kecepatan 1,0 Lpm
selama 30 menit. Jumlah CO ditunjukkan dengan pengikatan warna kuning pada
larutan pengikat CO.
g. Pada akhir periode sampling, isi tabung impinger dituangkan ke dalam tabung
reaksi bersih.
h. Tabung reaksi tersebut ditempatkan ke dalam Komparator CO (7783) dengan
Pembaca Axial (2071). Reaksi warna sampel dibandingkan dengan standar warna
pada Komparator CO.
i. Tabel CO digunakan untuk mengubah angka indeks menjadi konsentrasi CO
(dalam ppm) dan hasilnya dicatat sebagai konsentrasi CO kotor.
j. Hasil pengukuran konsentrasi CO kotor dikurangi dahulu dengan pengukuran
konsentrasi CO pada blanko untuk mengetahui konsetrasi CO sesungguhnya.

Tabel Pembacaan Karbon monoksida (CO)


Waktu Angka Indeks Komparator
(Menit)
1 2 3 4 5 6 7 8
10 33 67 100 133 166 200 233 267
20 25 50 75 100 125 150 175 200
30 20 40 60 80 100 120 140 160
40 17 34 51 68 83 100 117 134
60 12,5 25 37,5 60 62,5 75 87 100
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Sampel udara diperoleh dari udara di perempatan Kebon Dalem Purwokerto pada
Sabtu, 2 April 2011, pukul 08.00.

Tabel 4.1. Nilai Kualitas Udara Ambien CO.


Parameter Kadar Jumlah sepeda motor Jumlah mobil
CO 20 ppm/30 menit 1121 272

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil praktikum diperoleh data bahwa kadar CO pada udara di


perempatan Kebon Dalem sebesar 20 ppm/30 menit dengan jumlah mobil 272 buah
dan motor 1121 buah. Kadar CO yang sangat tinggi di lingkungan dapat disebabkan
karena besarnya jumlah kendaraan yang melewati jalan tersebut. Populasi pohon di
pinggir jalan yang terlalu sedikit juga mempengaruhi penyerapan karbon monoksida
yang ada di lingkungan.
Gas CO mempunyai potensi bersifat racun yang berbahaya karena mampu
membentuk ikatan yang kuat dengan pigmen darah yaitu hemoglobin (Wardhana,
2001). Karbon monoksida (CO) apabila terhisap ke dalam paru-paru akan ikut
peredaran darah dan akan menghalangi masuknya oksigen yang akan dibutuhkan
oleh tubuh. Hal ini dapat terjadi karena gas CO bersifat racun metabolisme, ikut
bereaksi secara metabolisme dengan darah. Seperti halnya oksigen, gas CO bereaksi
dengan darah (hemoglobin) :
Hemoglobin + O2 → O2Hb (oksihemoglobin)
Hemoglobin + CO → COHb (karboksihemoglobin)
Dampak lainnya yaitu penurunan kesadaran sehingga terjadi banyak
kecelakaan, fungsi sistem control syaraf turun serta fungsi paru-paru menurun
bahkan dapat menyebabkan kematian (Chahaya, 2003). Daniel (2006) menambahkan
bahwa karbon monoksida dapat merusak otak, namun penelitian terbaru
menyimpulkan bahwa keracunan gas yang tidak berbau dan berwarna ini juga dapat
menyebabkan efek yang serius terhadap jantung. Gejala akibat keracunan karbon
monoksida sama dengan gejala saat terkena influenza dan sakit kepala.
Menurut Wardhana (2001), faktor lingkungan yang mempengaruhi jumlah
CO adalah suhu dan angin. Suhu tinggi merupakan pemicu terjadinya gas CO,
sedangkan angin dapat mengurangi konsentrasi gas CO pada suatu tempat karena
dipindahkan ke tempat lain. Bintarto (1983) dalam Kadyarsi (2006) dan Fardiaz
(1992) menambahkan bahwa pencemaran udara terutama bersumber dari aktivitas
yang dilakukan oleh manusia, antara lain:
- Kendaraan bermotor yang banyak memadati jalanan kota.
- Emisi atau kotoran melalui asap pabrik yang sudah banyak terdapat di kota dan
sekitarnya.
- Kepadatan penduduk dan pembakaran sampah.
- Pembukaan daerah melalui tebang dan bakar yang mengakibatkan udara dipenuhi
oleh carbon monoxide, nitrogen oxide, dan sulfur oxide.
Beberapa upaya untuk mengendalikan kadar CO di udara antara lain dengan
merawat mesin kendaraan bermotor agar tetap baik, melakukan pengujian emisi dan
KIR kendaraan secara berkala dan memasang filter pada knalpot. Upaya lain yaitu
dengan memasang scruber pada cerobong asap, merawat mesin industri agar tetap
baik dan melakukan pengujian secara berkala, serta menggunakan bahan bakar
minyak atau batu bara dengan kadar CO rendah (Yu, 2000).
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai

berikut:

1. Terjadi pencemaran gas CO dalam udara ambien di sekitar perempatan

Kebondalem.

2. Besarnya kadar CO dalam udara ambient menggunakan metode La Motte

sebesar 20 ppm/ 30 menit dengan kadar baku mutu sebesar 20 ppm/8 jam.

DAFTAR REFERENSI

Chahaya, Indra. 2003. Pengendalian Pencemaran Udara Melalui Penanganan Emisi


Gas Buang Kendaraan Bermotor. Digitized by USU digital library.
Connell, W. D. Miller, J. G. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Penerbit
UI Press.
Daniel. 2006. Karbon Monoksida Berbahaya bagi Jantung. KILAS - Edisi Maret
2006 Vol. 5 (8).
Dewa, I. 2008. Karbon Monoksida Berisiko terhadap Bayi Berat Lahir Rendah. PL
Dinkes Prop. Jateng.
Elschenbroich, C., Salzer, A. 2006. Organometallics : A Concise Introduction (2nd
Ed) Wiley-VCH: Weinheim.
Fardiaz, S. 1992. Polusi Air Dan Udara. Kanisius, Jakarta.
Kadyarsi, I. 2006. Pemetaan Kualitas Udara Kota Surakarta. Forum Geografi, Vol.
20 (1): 86 - 98
Sorheim, S, Nissena, H, Nesbakken, T. 1999. The Storage Life of Beef and Pork.
Packaged in an Atmosphere with Low Carbon Monoxide and High Carbon
Dioxide. Journal of Meat Science 52 (2): 157–64.
Wardhana, W.A. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andioffset, Yogyakarta.
Yu, Ming-Ho. 2000. Environmental Toxicology Impacts of Environmental Toxicants
on Living Systems. Lewis Publishers. New York.

Anda mungkin juga menyukai