Marizka Khairunnisa
Indah Nur Esti Leksani
Dusri Lens Messah
Betty Roosihermiatie
i
Goyangan Lembut Jemari Dukun Bayi, Oyog
©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan
dan Pemberdayaan Masyarakat
Penulis
Marizka Khairunnisa
Indah Nur Esti Leksani
Dusri Lens Messah
Betty Roosihermiatie
Editor
Betty Roosihermiatie
Desain Cover
Agung Dwi Laksono
ISBN 978-602-1099-17-9
ii
Buku seri ini merupakan satu dari dua puluh buku hasil
kegiatan Riset Etnografi Kesehatan Tahun 2014 di 20 etnik.
Pelaksanaan riset dilakukan oleh tim sesuai Surat Keputusan
Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat Nomor HK.02.04/1/45/2014, tanggal 3 Januari 2014,
dengan susunan tim sebagai berikut:
iii
Koordinator wilayah :
1. dra. Rachmalina Soerachman, MSc. PH : Kab. Boven Digoel
dan Kab. Asmat
2. dr. Tri Juni Angkasawati, MSc : Kab. Kaimana dan Kab. Teluk
Wondama
3. Sugeng Rahanto, MPH., MPHM : Kab. Aceh Barat, Kab. Kep.
Mentawai
4. drs. Kasno Dihardjo : Kab. Lebak, Kab. Musi Banyuasin
5. Gurendro Putro : Kab. Kapuas, Kab. Landak
6. Dr. dr. Lestari Handayani, MMed (PH) : Kab. Kolaka Utara,
Kab. Boalemo
7. Dr. drg. Niniek Lely Pratiwi, M.Kes : Kab. Jeneponto, Kab.
Mamuju Utara
8. drg. Made Asri Budisuari, M.Kes : Kab. Sarolangun, Kab.
Indragiri Hilir
9. dr. Betty Roosihermiatie, MSPH., Ph.D : Kab. Sumba Timur.
Kab. Rote Ndao
10. dra. Suharmiati, M.Si : Kab. Buru, Kab. Cirebon
iv
KATA PENGANTAR
v
RI yang telah memberikan kesempatan pada Pusat Humaniora
untuk melaksanakan Riset Etnografi Kesehatan 2014, sehingga
dapat tersusun beberapa buku seri dari hasil riset ini.
vi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang Masalah 1
1.2. Tujuan 3
1.2.1. Tujuan Umum 3
1.2.2. Tujuan Khusus 4
1.3. Metode Penelitian 4
1.3.1. Penentuan Lokasi Penelitian 4
1.3.2. Jenis dan Sumber data 4
1.3.3. Disain Penelitian 4
1.3.4. Cara pemilihan informan 5
1.3.5. Cara Pengumpulan Data 6
1.3.6. Instrumen Pengumpulan Data 7
1.4. Cara Analisis data 7
BAB 2 DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 9
2.1.Sejarah Desa 9
2.1.1. Asal Usul 9
2.1.2. Perkembangan Desa 14
2.2. Geografi dan Kependudukan 19
2.2.1. Geografi 19
2.2.2. Kependudukan 24
2.3. Religi 29
2.3.1.Kosmologi 29
vii
2.3.2. Praktek Keagamaan atau Kepercayaan Tradisional 34
2.4. Organisasi Sosial dan Kemasyarakatan 36
2.4.1. Keluarga Inti 36
2.4.2. Sistem Kekerabatan 38
2.4.3. Sistem Kemasyarakatan dan Politik Lokal 47
2.5. Pengetahuan Tentang Kesehatan 55
2.5.1. Konsepsi Mengenai Sehat dan Sakit 55
2.5.2. Penyembuhan Tradisional 56
2.5.3. Pengetahuan Penyembuhan Tradisional dan 57
Biomedikal
2.5.4. Pengetahuan tentang Makanan dan Minuman 58
2.6. Bahasa 58
2.7. Kesenian 59
2.8. Mata pencaharian 61
2.8.1 Jenis Mata Pencaharian Penduduk 61
2.8.2. Pembagian Kerja 63
2.8.3.Alokasi Penghasilan 65
2.8.4. Jenis Kepemilikan Barang 66
BAB 3 POTRET KESEHATAN MASYARAKAT DESA LIMAKOLI 71
3.1. Status Kesehatan 71
3.1.1. KIA 71
3.1.2. Budaya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat 72
3.1.3. Penyakit Menular 81
3.1.4. Penyakit Tidak Menular 82
3.2. Suanggi 88
3.3. Sistem Pelayanan Kesehatan 112
3.3.1. Formal 112
3.3.2. Tradisional (Ketersediaan, Aksesibilitas) 113
3.4. Health Seeking Behaviour 113
BAB 4 PEREMPUAN ROTE MENITI TRADISI 115
viii
4.1. Pra Hamil 115
4.1.1. Remaja 115
4.1.2. Aktivitas Remaja 116
4.1.3. Kesehatan Reproduksi 119
4.1.4. Pasangan Suami yang Istrinya Belum Pernah Hamil 126
4.2. Masa Kehamilan 128
4.2.1. Aktivitas Ibu Hamil 129
4.2.2. Masalah kehamilan 130
4.2.3. Makanan Pantangan Ibu Hamil 132
4.2.4. Pemeriksaan Kehamilan 132
4.2.5. Ramuan Tradisional pada Masa Hamil 134
4.2.6. Kepercayaan untuk Ibu Hamil 136
4.3. Persalinan 137
4.3.1. Persalinan oleh Tenaga Kesehatan 138
4.3.2. Persalinan oleh Dukun Kampung 140
4.3.3. Persalinan Sendiri di Rumah 145
4.3.4.Risiko Persalinan 149
4.4.Paska Persalinan 154
4.4.1. Panggang 155
4.4.2. Mandi Air Obat 159
4.4.3. Obat Kampung dan Jamu 163
4.4.4. Ari-ari (Plasenta) 168
4.4.5. Konsep Darah Putih dalam Tradisi Masyarakat Desa 169
Limakoli
4.4.6. Pantangan Ibu Nifas (Saat Menjalani Perawatan Paska 170
Persalinan)
4.4.7. Paska Panggang, Mandi air Obat dan Minum Jamu 171
atau Obat Kampung
4.4.8. Pencegahan Kehamilan 171
4.5. Perawatan Bayi 171
4.5.1. Pemotongan Tali Pusat 171
4.5.2. Perawatan Tali Pusat 172
ix
4.5.3. Memandikan Bayi 173
4.5.4. Tradisi Penamaan Anak 175
4.5.5.Kepercayaan Untuk Keselamatan Bayi 176
4.5.6. Imunisasi 177
4.6. Masa Menyusui 179
4.6.1 .Minuman Bayi Baru Lahir Sebelum ASI 179
4.6.2 . Pemberian ASI 179
4.6.3. Masalah ASI dan Menyusui 180
4.6.4. Sole (Sapih) 182
4.6.5. Makanan Pendamping ASI 182
4.7. Anak dan Balita 182
4.7.1. Pola Asuh Anak dan Balita 182
4.7.2.Aktivitas Anak 183
4.7.3. Perayaan Ulang Tahun Anak 184
BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 187
5.1. Kesimpulan 187
5.2.Rekomendasi 188
INDEKS 191
GLOSARIUM 194
DAFTAR PUSTAKA 198
x
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
Gambar 4. 2. Keluarga yang menunggu di ruang bersalin 139
Gambar 4. 3. Dapur tempat melakukan panggang 156
Gambar 4. 4. Kayu Kusambing 157
Gambar 4. 5. Tradisi Panggang 158
Gambar 4. 6. Air obat untuk mandi 160
Gambar 4. 7. Bahan untuk mandi air obat (Akar kuning, 161
kulit noak, kulit tupi, kulit delas, kulit lino)
Gambar 4. 8. Bahan air obat yang sudah direbus (Akar 162
kuning, kulit noak, kulit tupi, kulit delas, kulit lino)
Gambar 4. 9. Bahan obat kampung (Kunyit, Asam, Lada, 163
Daun pepaya muda)
Gambar 4. 10. Ramuan obat kampung diminum selama 164
tiga hari (kunyit, asam, lada dan daun pepaya)
Gambar 4. 11. Bahan obat kampung (akar kuning, kulit 165
noak, kulit tupi, kulit delas dan kulit lino)
Gambar 4. 12. Akar Kalamanik (1) dan akar Sungalatu (2) 166
Gambar 4. 13. Jamu yang dibeli dari apotek 167
Gambar 4. 14. Isi jamu yang dibeli dari apotek 167
Gambar 4. 15. Ari-ari yang digantung di pohon Kainunak 168
Gambar 4. 16. Gunting yang dipakai dukun untuk 172
memotong tali pusat
Gambar 4. 17. Santan kental yang dicampur dengan 174
kencur untuk menurunkan panas badan pada bayi
Gambar 4. 18. Kencur yang disematkan dibaju untuk 174
mengobati sakit batuk pada bayi
Gambar 4. 19. Umbi Genuak 176
Gambar 4. 20. Bayi yang diberi sisir dan al-kitab di 177
samping bantal
Gambar 4. 21. Bayi umur 2 hari yang diberi minum teh 181
Gambar 4. 22. Kakak menjaga adik bayi 183
xiii
xiv
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
2
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Mendapatkan gambaran secara menyeluruh aspek
potensi budaya masyarakat terkait masalah kesehatan yang
meliputi Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Penyakit Tidak Menular
(PTM), Penyakit Menular (PM) dan Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS) di Kabupaten Rote Ndao.
3
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
4
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
5
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
6
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
7
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
2. Analisis Taksonomi
Pada analisis taksonomi, analisis dilakukan dengan lebih
lanjut dan mendalam. Pada analisis ini, fokus penelitian
ditetapkan terbatas pada domain tertentu yang sangat
berguna dalam upaya mendeskripsikan atau menjelaskan
fenomena atau fokus yang menjadi sasaran penelitian (Faisal,
1990:98).
3. Analisis Komponensial
Analisis komponensial mengorganisasikan kontras antar
elemen dalam domain yang diperoleh melalui observasi dan
wawancara terseleksi (Williams, 1988: 137 dalam Faisal,
1990:102-103). Selain itu, analisis komponen merupakan
suatu pencarian sistematik berbagai atribut (komponen
makna) yang berhubungan dengan simbol-simbol budaya
(Spradley, 2007: 247).
4. Analisis Tema Kultural
Tema budaya merupakan unsur-unsur dalam peta
kognitif yang membentuk suatu kebudayaan (Spradley,
2007:267). Melakukan analisis tema budaya adalah
menemukan tema-tema budaya dengan memilih satu domain
yang mengorganisir untuk analisis intensif.
8
BAB 2
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
9
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
10
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
11
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
12
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
Gambar 2. 1
Batu Termanu di Rote Tengah
Sumber: Dokumentasi Peneliti REK 2014
13
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
14
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
Gambar 2. 2
Tower Listrik Tenaga Surya di Dusun Tayoen
Sumber: Dokumentasi Peneliti REK 2014
15
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
16
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
17
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
18
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
19
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Gambar 2. 3
Peta Pulau Kab Rote Ndao
Sumber: ayahaan.wordpress.com
Gambar 2. 4
Jalan Penghubung Antar Dusun di Desa Limakoli
Sumber: Dokumentasi Peneliti REK 2014
20
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
21
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
22
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
Gambar 2. 5
Salah satu binatang ternak peliharaan warga
Sumber: Dokumentasi Peneliti REK 2014
23
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
2.2.2. Kependudukan
Jumlah penduduk di Kabupaten Rote Ndao, Kecamatan
Rote Tengah dan Desa Limakoli disajikan pada Tabel berikut.
Tabel 2.1. Jumlah penduduk Kabupaten Rote Ndao Tahun 2013
WILAYAH JUMLAH LUAS WILAYAH KEPADATAN
PENDUDUK (KM2) PENDUDUK
Kab. Rote Ndao 124.835 1.278,05 98
Kec. Rote Tengah 8.230 162,51 51
Desa Limakoli 562 26,87 21,55
Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Rote Ndao
24
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
25
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Gambar 2. 6
Rumah Penduduk Desa Limakoli
Sumber: Dokumentasi Peneliti REK 2014
26
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
Gambar 2. 7
Dinding Rumah Terbuat dari Bebak
Sumber: Dokumentasi Peneliti REK 2014
Gambar 2. 8
Atap Rumah dari daun pohon gewang
Sumber: Dokumentasi Peneliti REK 2014
27
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
28
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
2.3. Religi
2.3.1. Kosmologi
Tradisi Pesta Kematian dalam Budaya Rote
Dalam budaya Rote, kematian dirayakan dengan membuat
pesta secara besar-besaran dan meriah. Babi dalam acara
tersebut dibunuh dalam jumlah puluhan ekor, karena masing-
masing keluarga menyumbang hewan babi untuk pesta
kematian. Dalam pesta kematian rata-rata satu keluarga
membawa satu ekor babi, meskipun tidak menutup kemungkinan
jumlah yang dibawa lebih dari satu.
Tujuan dari mengadakan pesta kematian tersebut adalah
untuk “menyenangkan hati” para leluhur. Masyarakat percaya
bahwa pada saat pesta kematian, para leluhur akan turut hadir
dan memakan hidangan yang disediakan pada pesta tersebut.
Oleh karena itu, semakin besar pesta yang diadakan, maka para
leluhur akan semakin senang. Dipercaya juga oleh penduduk
bahwa para leluhur senang melihat para keluarga yang masih
hidup makan dengan lahap. Di dalam budaya Rote, acara
pemakaman memang dihadiri oleh hampir seluruh warga
masyarakat, dari anak kecil sampai dengan orang dewasa baik
perempuan maupun laki-laki. Selain keluarga dan warga desa
setempat, warga desa lain yang mengenal almarhum selama
hidupnya juga hadir. Dalam acara pesta kematian yang dilakukan
pada hari pemakaman, para pelayat memang dipersilahkan untuk
menyantap hidangan daging yang tersedia, ditambah dengan
membawa pulang daging sebanyak satu plastik. Jika seorang ibu
29
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Gambar 2. 9
Daging Babi untuk Pesta Kematian
Sumber: Dokumentasi Peneliti REK 2014
30
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
31
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
32
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
33
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
34
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
35
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
36
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
37
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
38
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
2) Cucu raja, belis sejumlah 100 Gulden atau empat ekor kerbau
betina
3) Mantan raja, belis sejumlah 75 Gulden atau tiga ekor kerbau
betina
4) Temukung atau sekarang setingkat kepala desa, belis sebesar
100 gulden atau empat ekor kerbau betina.
5) Keturunan raja atau dalam satu marga, belis sebesar 55
Gulden atau dua ekor kerbau betina dengan satu tenak
kerbau/satu adik/ satu ekor anak kerbau.
6) Rakyat, belis sebesar 25 Gulden atau satu ekor kerbau betina
dengan anaknya.
Pihak yang berhak mendapatkan belis adalah pihak orangtua
dan to’o atau paman dari pihak perempuan. Orangtua mendapatkan
belis sebagai tanda balas jasa, tanda terima kasih atau disebut balas
air susu. Sementara itu to’o mendapatkan bagian belis karena di
masa lalu mempunyai peran penting untuk memanjat pohon lontar
yang menjadi pohon kehidupan masyarakat Rote. Pada masa itu
hampir seluruh kehidupan masyarakat Rote bergantung pada
pohon lontar. Sumber makanan masyarakat Rote pun tergantung
pada gula air yang merupakan hasil dari pohon lontar. Sehingga
untuk membalas jasa to’o yang telah menyadap lontar, membawa
turun gula air maka to’o mendapatkan bagian dari belis perkawinan.
Belis yang diterima oleh pihak perempuan tersebut kemudian
akan “dikembalikan” dalam bentuk barang untuk mengisi rumah.
Barang kebutuhan tersebut seperti berupa kursi, lemari makan,
lemari pakaian, tempat tidur, piring, gelas, bahkan sampai tungku
tempat memasak beserta abunya pun turut dibawa serta.
Pada masa sekarang meskipun beberapa suku mulai
menghilangkan atau mengurangi nilai belis, karena menganggap
sebagai semacam transaksi jual beli anak perempuan, tetapi masih
banyak yang menggunakan belis dalam pernikahan. Salah seorang
informan mengatakan, penetapan belis pada masa kini telah
39
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
40
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
41
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
42
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
Denda Pernikahan
Di dalam pernikahan Rote, terdapat beberapa macam
denda adat terkait dengan pernikahan yaitu:
1. Denda buka pintu (suelelesu/lalaba nusak) adalah denda
karena terjadi pernikahan berbeda wilayah. Besar denda ini
tidak ditentukan dan merupakan kesepakatan bersama.
2. Bayar darah adalah denda karena penganiayaan yang
dilakukan oleh seorang suami kepada istri. Besar denda ini
berdasar atas kesepakatan antara kedua belah pihak.
3. Denda cuci muka (naluoek) karena seseorang melarikan anak
perempuan. Demikian juga jika seorang perempuan hamil
sebelum menikah, maka pihak laki-laki akan dikenakan denda
satu ekor kerbau betina yang sudah mempunyai anak.
4. Nalelesu adalah istilah kawin lari dalam bahasa Rote, yaitu
suatu kondisi di mana dua orang menikah tanpa kesepakatan
dari kedua orangtuanya. Jika seseorang melakukan kawin lari,
maka orang tersebut dikenakan denda berupa satu ekor
kerbau betina. Denda kawin lari disebut kenggauk atau injak
duri karena ketika orangtuanya mencari akan menginjak duri,
sehingga sebagai anak harus membayar denda potong duri.
Ketika kedua denda ini sudah diselesaikan, barulah kedua
belah pihak bisa masuk ke dalam tata cara pernikahan yang
biasa dilakukan.
5. Melangkahi adalah sebuah denda yang harus diberikan jika
seorang adik menikah mendahului kakak laki-lakinya yang
belum menikah. Nilai denda yang dikenakan tergantung dari
kesepakatan antara pihak kakak dengan pihak adik. Denda ini
tidak berlaku jika yang dilangkahi dalam pernikahan adalah
kakak perempuan.
43
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
44
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
tersebut sah menjadi bagian dari anak leo pada hari tersebut.
Setelah acara penyambutan, dilakukan acara penandatanganan
surat yang menyatakan bergabungnya seseorang ke dalam leo.
Pola penentuan pemilihan jodoh
Pada dasarnya suku Rote cukup terbuka dalam
membicarakan masalah pemilihan jodoh. Tidak ada pelarangan
secara keras jika kedua orang saling jatuh cinta walaupun
berbeda keyakinan, misalnya. Jika menikah nantinya, salah satu
pihak dipersilahkan untuk mengikuti keyakinan pihak lainnya.
Dalam adat Rote, seorang perempuan yang sudah menikah akan
mengikuti fam keluarga suaminya. Fam milik keluarga istri tidak
hilang, melainkan disematkan di belakang fam keluarga
suaminya.
Pernikahan di dalam marga dilarang. Tetapi seandainya
terjadi maka pihak yang melakukan pernikahan tersebut
dikenakan denda. Denda adat tersebut adalah satu ekor mae
atau kerbau betina yang sudah beranak. Sebagai contoh di dalam
marga Kiukanak terdapat fam Lian dan Seubelan, jika kedua fam
tersebut melakukan pernikahan akan dikenakan denda. Dalam
hal ini pihak laki-laki harus menanggung denda dengan
membayarkan denda ke pihak perempuan.
Sedangkan dua orang yang memiliki fam sama tidak boleh
menikah dengan alasan apapun, walaupun jika dilihat dari
hubungan darah maupun kekerabatan bukan termasuk dalam
keluarga satu darah. Bagaimanapun jauhnya hubungan darah
orang dengan fam yang sama, mereka tetap merupakan keluarga
yang tidak boleh saling menikah. Jika kedua orang tersebut tetap
menikah, maka risikonya akan dikucilkan dari keluarga dan diusir
dari dalam suku atau tidak diakui menjadi anggota suku. Sebab
bagi suku Rote, hal tersebut menunjukkan kerusakan moral dan
pencemaran terhadap nama baik keluarga besar.
45
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Gambar 2. 10
Jenis Pernikahan yang Disukai, Pernikahan Tuti Kalike
46
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
47
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
48
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
49
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
50
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
51
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
52
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
Gambar 2. 11
Pagar untuk melindungi lahan pertanian dari ternak
Sumber: Dokumentasi Peneliti REK 2014
53
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
54
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
55
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
56
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
57
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
2.6. Bahasa
Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Desa Limakoli
menggunakan bahasa Rote. Tetapi saat ini banyak orang yang
dapat berkomunikasi dengan bahasa Indonesia.
Menurut Fox dalam Haning (2009) bagi orang Rote,
berbicara adalah kenikmatan hidup, bukan hanya obrokan
kosong untuk menghabiskan waktu, tetapi merupakan suatu
sikap untuk berpihak secara formal dalam pertengkaran,
perdebatan, dan ketangkasan berbicara yang tak ada habis-
habisnya atau keinginan untuk saling menyaingi dalam
menggunakan ungkapan-ungkapan dengan lancar dan berimbang
dalam upacara.
58
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
2.7. Kesenian
Sasando dan gong merupakan dua jenis alat musik sebagai
ciri khas suku Rote. Sementara itu Foti dan Kebalai merupakan
dua jenis seni tari yang terdapat dalam kebudayaan Rote. Foti
adalah sebuah tarian yang biasa ditarikan ketika acara pesta
kematian. Menari yang dilakukan dalam upacara kematian
mempunyai tujuan menghibur keluarga yang sedang berduka.
Tarian foti merupakan tarian dengan gerakan kaki yang cepat
mengikuti bunyi irama gong. Sementara, tarian Kebalai
merupakan tarian yang dilakukan secara beramai-ramai, di mana
laki-laki dan perempuan saling berpegangan tangan, dan menari
secara melingkar dengan diiringi musik gong.
Tetapi sayang kesenian yang sekarang di Desa Limakoli
hanya pukul gong pada upacara kematian yang digunakan bila
orang berada.
Demikian juga dengan manholo atau orang yang pandai
mengucapkan bahasa syair (bini), sudah tidak bisa ditemui di
Desa Limakoli. Pada masa kini pengucapan bini terkadang masih
59
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Gambar 2. 12
Alat musik Sasando
Sumber: Dokumentasi Peneliti REK 2014
60
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
61
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
62
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
Gambar 2. 13
Suasana Pasar Ofalain
Sumber: Dokumentasi Peneliti REK 2014
63
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
64
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
Gambar 2. 14
Anak mengasuh adik
Sumber: Dokumentasi Peneliti REK 2014
65
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
cuci, sabun mandi, minyak tanah, gula, kopi, dan juga garam.
Barulah kemudian penghasilan tersebut digunakan untuk
menyiapkan keperluan-keperluan tu’u.
66
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
Gambar 2. 15
Teknologi yang dipergunakan di bidang pertanian
Sumber: Dokumentasi Peneliti REK 2014
67
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
68
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
Gambar 2. 16
Kegiatan mencuci di sungai
Sumber: Dokumentasi Peneliti REK 2014
69
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
70
BAB 3
POTRET KESEHATAN
71
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
72
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
73
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
74
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
ada botol bekas minuman air mineral, botol bekas minuman teh
instan, tidak tahu sudah berapa kali dipakai karena kusam
warnanya.
Gambar 3. 1
Suasana Penimbangan di Posyandu
Sumber: Dokumentasi Peneliti REK 2014
75
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
76
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
Gambar 3. 2
MCK permanen di desa Limakoli
Sumber: Dokumentasi Peneliti REK 2014
77
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Gambar 3. 3
Kamar Mandi non permanen milik warga
Sumber: Dokumentasi Peneliti REK 2014
78
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
79
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Gambar 3. 4
Salah satu sumur pribadi milik warga
Sumber: Dokumentasi Peneliti REK 2014
80
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
Gambar 3. 5
Penampungan air bersih keluarga
Sumber: Dokumentasi Peneliti REK 2014
81
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
82
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
83
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
84
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
3.1.4.3. Hipertensi
Bapak Ib menderita hipertensi cukup lama, yaitu dua belas
tahun. Tahun ini, bapak Ib merasa penyakitnya semakin lama
semakin berat. Mata tidak bisa melihat dengan jelas, otak pun
dirasa tidak lagi bisa bekerja dengan “benar” sebagaimana
dahulu atau dengan kata lain, bapak Ib menjadi pikun.
Semua itu menurut bapak Ib berawal dari dua botol
minuman berwarna merah yang diberikan salah seorang
saudaranya. Menurut saudaranya minuman tersebut merupakan
obat yang bisa meringankan keluhan hipertensinya. Ternyata,
penyakit bapak Ib dirasakan tidak semakin membaik, justru
semakin parah.
“Nah, begitu. Jadi tapi memang menurut saya punya
perkiraan,waktu itu beta minum apa itu, bukan obat, itu penyakit
itu. Beta tambah berat. Omong juga tersalah.” (Ib)
Tidak ada kecurigaan dari bapak Ib ketika diberikan dua
botol minuman tersebut, karena hubungan saudara yang masih
melekat pada diri mereka. Tetapi bapak Ib menjadi curiga karena
saudara tersebut mempunyai hutang sebesar Rp. 1.000.000 pada
tahun 2002 dan sampai sekarang belum dikembalikan. Bapak Ib
mencurigai pemberian minuman tersebut disebabkan karena
kejadian hutang piutang tersebut.
Meskipun bapak Ib merasa sakit yang dideritanya semakin
bertambah parah, tetapi bapak Ib tidak berani untuk
menceritakan kondisi terakhir kesehatannya kepada tetangga
dan orang-orang di sekitar rumahnya. Dia takut nantinya akan
ada orang yang memanfaatkan keadaan tersebut dan melakukan
85
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
86
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
3.1.4.4. Asma
Penyakit asma yang diderita oleh informan sudah lama.
Penyakit tersebut akan kambuh jika cuaca dirasakan terlalu
ekstrim, baik terlalu panas maupun terlalu dingin. Biasanya
penderita berobat ke dokter praktek sore di Ba’a. Karena sudah
lama menderita penyakit asma, bila mendapat serangan sesak
informan mengetahui obat-obatan yang harus diminum untuk
mengatasi penyakit asmanya disebutkan GG (Gliceryl Guaiacolat),
Aminophylin, CTM (chlorphenramine maleat), dan Dexa
(dexametasone). Tidak terdapat pantangan makanan yang
dilakukan oleh informan untuk menghindari penyakit asma yang
dideritanya.
87
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
3.1.4.5. Diabetes
Meskipun pada saat penelitian tidak ditemukan seorang
penderita diabetes, tetapi pernah terjadi penyakit diabetes yang
menimpa mama kandung salah seorang informan. Menurut
pengetahuan informan, penyakit diabetes atau penyakit gula bisa
dibagi menjadi dua, yaitu penyakit gula kering dan penyakit gula
basah. Gula kering menyebabkan berat badan penderitanya terus
menurun, sementara itu penyakit gula basah menyebabkan
tubuh penderitanya mengalami luka, bahkan bisa sampai
membusuk. Penyakit tersebut karena pengaruh makanan, dan
tidak ada kaitannya dengan faktor keturunan. Makanan yang
dimaksud adalah makanan yang rasa manisnya terlalu berlebih,
seperti gula air. Menurut mama Dlc, meskipun rutin minum obat,
tetapi tidak ada perubahan yang cukup berarti dalam tubuh sang
ibu.
3.2. Suanggi
Suanggi merupakan bahasa daerah untuk menyebut
kekuatan gaib yang dikirim oleh seseorang untuk menyakiti orang
lain. Suanggi merupakan nama ilmu hitam yang digunakan untuk
menyakiti atau merugikan orang lain, sementara itu orang yang
bisa melakukan suanggi disebut dengan istilah tukang suanggi
atau man suanggi dalam bahasa Rote.
Berkaitan dengan permasalahan kesehatan, tampaknya
kekuatan Suanggi ini tidak bisa dipisahkan begitu saja, karena
kepercayaan masyarakat terhadap suanggi yang kemudian
menyebabkan seseorang sakit masih sangat besar.
Penyakit yang disebabkan karena kekuatan suanggi
dipercaya karena iri hati, terutama iri karena melihat orang lain
mempunyai kelebihan harta, mempunyai kehidupan yang lebih
baik, dan lebih berhasil dalam mengusahakan sesuatu.
88
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
89
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
90
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
Penangkal Suanggi
Tidak banyak informasi yang bisa dikumpulkan mengenai
obat-obatan atau bahan penangkal suanggi. Orang yang
dikatakan mengetahui tentang cara pengobatan suanggi tidak
bisa mengatakannya dengan rinci. Mereka hanya bisa
mengatakan bahwa penangkal suanggi bisa terbuat dari bahan
akar atau jenis tanaman tertentu, tanpa menyebutkan nama akar
atau tanaman tersebut. Akar yang dimaksudkan bisa digantung
di sudut-sudut rumah, untuk menangkal kedatangan kuntilanak,
yang bisa membawa penyakit, agar tidak masuk ke dalam rumah.
Untuk menghindari penyakit yang disebabkan karena perbuatan
manusia, bisa digunakan palang tubuh dengan cara
menggunakan akar yang direbus dan dioles dengan rendaman
minyak kelapa.
Seseorang yang bisa mengobati orang yang terkena
suanggi, tidak bisa memberitahukan bahan-bahan apa saja yang
bisa digunakan untuk meyembuhkan penyakit akibat suanggi
tersebut, karena itu merupakan rahasia. Media penyembuhan
yang dilakukan biasanya melalui air, akar-akaran atau daun-
daunan, dan juga mantra.
91
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
92
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
93
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
94
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
95
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
2. Kasus Mama Dm
Mama Dm adalah seorang ibu muda yang meninggal
beberapa minggu setelah melahirkan anak pertama. Menurut
pihak keluarga, tidak ada masalah kehamilan yang berarti ketika
mama Dm mengandung. Suatu kali mama Dm merasa tertikam
perutnya di usia kehamilan empat bulan dan diurut, seperti yang
biasa dilakukan oleh ibu-ibu hamil di Desa Limakoli, sebanyak tiga
kali.
Ketika bersalin, tidak ada kelainan yang dirasakan maupun
diketahui oleh pihak keluarga. Mama Dm merasakan tanda-tanda
melahirkan pada sore harinya, dan pada malam harinya lahir
anak laki-laki.
Menurut ayah mama Dm, proses melahirkan mama Dm
terhitung lancar, tidak mengalami kesulitan apapun yang dibantu
oleh ibu dari mama Dm. Ketika melahirkan, mama Dm
mengeluarkan cukup banyak darah, tetapi oleh keluarga
dianggap hal yang biasa dialami orang yang sedang bersalin.
“Kalau susah pakai dukun-dukun koh, dari rumah sakit,
sonde (tidak). Melahirkan baik-baik” Mama HL.
“Kalau dia melahirkan itu kalau dia terganggu berarti
botong (kita) panggil dukun ko kesehatan. Ini sonde
(tidak) nah. Dia lahir baik-baik.” Tambah bapak HL.
96
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
97
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
98
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
cabai agar tidak kambuh. Ketika lambung dirasa sakit, maka tidak
lama kemudian kepalanya terasa pusing. Dokter di Rumah Sakit
Ba’a tersebut memberikan obat tetapi ternyata penyakitnya tidak
kunjung membaik.
Karena tidak kunjung membaik maka orangtuanya
membawa ke dokter Rumah Sakit di Kupang. Al dinyatakan
menderita penyakit syaraf diberi obat. Tetapi sampai dengan
obat habis, penyakit Al tetap kambuh.
Al tidak bisa mengingat apapun yang terjadi pada saat
penyakitnya kambuh. Tetapi sebelumnya Al bisa merasakan
gejala ketika penyakitnya akan kambuh. Al akan segera
memberitahukan ibunya, atau jika sedang tidak ada orang di
rumah maka dia segera pergi ke rumah nenek yang berdekatan
dengan rumahnya.
Ketika kambuh, kepala Al terasa berputar dan tertarik
selama kurang lebih setengah jam. Ketika mulai tidak sadarkan
diri, tubuh Al mulai berkeringat, diikuti dengan gerakan mulut
mengunyah. Menurut tetangganya gerakan mengunyah ini
seperti gerakan kambing yang sedang mengunyah rumput,
dengan kepala bergerak-gerak dari kiri ke kanan. Rasa sakit
kepala tersebut bisa berlangsung dua sampai tiga kali dalam satu
minggu. Pada saat kambuh AI hanya bisa berpegangan pada kursi
sampai akhirnya sadar kembali.
Saat ini, Al tidak boleh terkena panas, karena kemungkinan
penyakitnya kambuh menjadi lebih sering. Itulah salah satu
alasan mengapa ayah Al melarang bersekolah karena harus
menempuh perjalanan cukup jauh. Untuk saat ini, kegiatan Al
terbatas pada kegiatan bermain dengan teman-teman yang ada
di sekitar rumah. Mengambil air dan berada di dekat tungku
menjadi dua hal yang dilarang oleh orangtua Al karena takut
sewaktu-waktu pingsan dan terkena api atau tercebur ke dalam
sumur.
99
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
100
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
101
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
102
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
103
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
104
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
105
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
106
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
107
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
makhluk yang bukan manusia (hantu, roh leluhur, atau roh jahat),
maupun makhluk manusia (tukang sihir atau tukang tenung).
Sistem seperti ini disebut dengan sistem personalistik, karena
penyakit tersebut ditujukan khusus kepada korban atau orang
yang menjadi sakit. Dalam kasus masyarakat di desa Limakoli,
kepercayaan masyarakat akan penyebab penyakit muncul
karenja penyakit tersebut disebabkan karena makhluk bukan
manusia (dalam hal ini adalah kuntilanak), dan makhluk manusia
(yang disebabkan karena tukang sihir yang disebut tukang
suanggi atau man suanggi oleh masyarakat).
Kuntilanak dan man suanggi merupakan agen-agen yang
bisa bertindak untuk menyebabkan penyakit. Penyakit-penyakit
yang ditimbulkan merupakan penyakit yang bisa berujung kepada
kematian dalam jangka waktu yang cukup cepat. Penyakit-
penyakit tersebut pada umumnya diawali dengan
ketidakberdayaan fisik untuk melakukan kegiatan sehari-hari,
keluarnya darah dari bagian tubuh tertentu, perut yang terasa
sakit, dan wajah penderita yang pucat. Wajah dan tubuh yang
pucat tersebut disebabkan karena kuntilanak atau roh jahat
menghisap habis darah merah yang ada pada perut ibu, dan
hanya meninggalkan darah putih, sehingga kemudian bayi
menjadi tidak berdaya dan meninggal.
Rasa iri merupakan alasan utama seseorang menjadi
korban dari kekuatan man suanggi. Hal ini sama dengan
penemuan penelitian yang dilakukan pada orang Dobu di
Melanesia, yang menyebutkan bahwa penduduk menganggap
bahwa penyakit (illness) berasal dari agen yang diakibatkan
terutama oleh rasa iri.
Banyak kasus penyakit ataupun kasus-kasus kematian yang
oleh penduduk dikatakan disebabkan oleh suanggi, terutama
adalah penyakit-penyakit yang bersifat “mendadak”, maupun
menyebabkan kematian secara mendadak, atau penyakit yang
108
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
109
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
110
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
111
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
untuk makan atau minum dalam pesta yang dihadiri oleh banyak
orang. Karena dikatakan, biasanya dalam kesempatan-
kesempatan seperti itulah orang akan mengirimkan racun kepada
sasaran.
Sementara itu dalam sistem naturalistik, penyakit (illness)
dijelaskan dengan istilah-istilah sistemik yang bukan pribadi
(Foster, 1986). Penyakit yang disebabkan karena sistem medis
naturalistik ini disebabkan karena ketidakseimbangan yang ada di
dalam tubuh seseorang, misalnya ketidakseimbangan antara
unsur-unsur panas dan dingin dalam tubuh, cairan yang ada di
dalam tubuh, atau juga konsep yin dan yang.
Pencegahan Penyakit dalam Tradisi
Pencegahan penyakit secara tradisional dilakukan oleh
masyarakat desa Limakoli, antara lain dengan menggunakan
jimat tertentu. Penggunaan jimat kami temui pada bayi yang
baru lahir. Akar gelenggitik disematkan pada pakaian bayi untuk
mencegah agar bayi terhindar dari makhluk halus yang nantinya
akan menyebabkan bayi menjadi sakit. Ibu hamil biasanya
memakai sisir di rambut, kemudian memegang paku sebagai
upaya pencegahan keguguran bayi dalam kandungan.
112
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
113
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
114
BAB 4
KESEHATAN IBU DAN ANAK
115
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
116
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
117
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
118
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
119
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
120
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
121
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
122
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
123
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
124
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
125
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
126
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
127
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
128
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
129
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Gambar 4. 1
Ibu hamil sedang memikul kayu
Sumber: Dokumentasi Peneliti REK 2014
130
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
131
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
132
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
133
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
134
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
135
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
136
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
4.3. Persalinan
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya jalan
lahir (Hidayat, et al 2010). Persalinan merupakan hal yang paling
ditunggu - tunggu oleh para ibu hamil, sebuah waktu yang
menyenangkan namun di sisi lain merupakan hal paling
mendebarkan. Proses persalinan merupakan sebuah keadaan
yang dipengaruhi oleh latar belakang sosial ekonomi dan budaya
masyarakat setempat serta berpengaruh terhadap proses
pengambilan keputusan dalam mencari dan menentukan upaya
kesehatan bagi sang ibu (Musadad, 2002).
Persalinan di desa Limakoli ada tiga macam, yaitu
persalinan yang dibantu oleh tenaga kesehatan, persalinan yang
dibantu oleh dukun kampung dan persalinan yang dilakukan
dengan bantuan keluarga, baik itu mama mantu, orangtua
kandung atau suami. Peran keluarga, khususnya mertua, sangat
besar untuk menentukan dimana ibu hamil akan bersalin dan apa
saja yang harus dilakukan ibu setelah bersalin.
137
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
138
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
Gambar 4. 2
Keluarga yang menunggu di ruang bersalin
Sumber: Dokumentasi Peneliti REK 2014
Selama ini pihak Puskesmas telah melakukan sosialisasi
kepada warga setempat, khususnya ibu hamil dan keluarganya,
untuk melakukan persalinan di tenaga kesehatan. Sosialisasi dan
konseling tersebut dilakukan setiap kali ibu memeriksakan
kehamilan di Posyandu, kegiatan pertemuan dengan kader, dan
sosialisasi dari pihak PNPM mengenai program Revolusi KIA.
Petugas kesehatan juga memberikan nomer HP di setiap
buku KIA, yaitu nomer HP Bidan desa setempat, Bidan
koordinator Puskesmas, Kepala Puskesmas dan nomor HP dari
sopir ambulans supaya bisa dihubungi oleh ibu hamil jika
merasakan tanda-tanda melahirkan.
“...Jadi kalau semisal menghubungi nomor yang satu
tidak bisa, bisa menghubungi nomor yang lain, jadi
139
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
140
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
141
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
dan mencegah bayi yang sudah berada di jalan lahir akan naik
kembali ke atas. Sedangkan menurut petugas kesehatan
setempat, pengikatan perut bagian atas tidak perlu dilakukan
karena jika bayi sudah berada di jalan lahir, maka bayi tersebut
tidak akan kembali naik ke rahim seperti yang dipercaya oleh
masyarakat.
“...Itu dia nyobek kain, talinya tipis. Itu diikat karena
takut bayinya lari lagi ke atas. Sebenarnya tidak perlu
diikat karena jika bayi sudah dijalan lahir pasti akan
keluar dengan sendirinya...” Jelas Bd Fk
142
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
143
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
144
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
145
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
146
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
147
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
148
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
149
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
150
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
151
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
152
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
153
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
154
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
4.4.1. Panggang
Panggang merupakan kegiatan yang dilakukan setelah ibu
melahirkan untuk mengeluarkan darah kotor serta
menyembuhkan luka dalam paska persalinan, dan mencegah
darah putih agar tidak naik ke atas kepala. Tidak ada hukuman
adat yang mengikat jika seorang ibu tidak melakukan panggang
setelah melahirkan. Tetapi terdapat ketakutan warga setempat
akan naiknya darah putih ke kepala yang bisa menyebabkan ibu
tersebut menjadi gila, jika seorang ibu tidak melakukan
panggang. Tradisi panggang tersebut sudah dilakukan turun
temurun dari nenek moyang dan sudah menjadi kewajiban bagi
ibu untuk melakukan panggang setelah melahirkan, baik
melahirkan di rumah maupun melahirkan di tenaga kesehatan.
Tradisi Panggang dilakukan di dapur atau di kamar pada
masa nifas, selama kurang lebih satu bulan hingga darah kotor
dan darah putih keluar sampai habis. Tidak ada ketentuan khusus
mengenai ruangan yang digunakan untuk panggang, tetapi
panggang biasa dilakukan di dapur atau di kamar. Kamar maupun
dapur di desa setempat banyak terbuat dari papan kayu maupun
bebak (dahan pohon gewang yang masih kecil). Pertukaran udara
hanya masuk melalui celah-celah papan maupun bebak karena
tidak ada jendela yang dibuat khusus untuk pertukaran udara
155
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Gambar 4. 3
Dapur tempat melakukan panggang
Sumber: Dokumentasi Peneliti 2014
156
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
Gambar 4. 4
Kayu Kusambing
Sumber: Dokumentasi Peneliti 2014
157
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Gambar 4. 5
Tradisi Panggang
Sumber: Dokumentasi Peneliti 2014
158
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
mempunyai pengaruh yang tidak sehat bagi bayi dan ibu seperti
sesak nafas dan paru-paru yang terganggu.
“...Arang, asap keluar, bayi yang baru lahir, dia baru mau
menyesuaikan diri dengan dia punya lingkungan yang
ada, dia punya paru-paru masih terlalu kecil. Dengan
hirup seperti itu, itu kan sonde sehat buat dia , bisa saja
dia napas sesak. Seperti itu sih. . untuk ibunya, bisa saja
napas sesak, dengan hirup itu asap...” Jelas Bd Fk
Tradisi serupa panggang ini juga bisa ditemui di daerah
lain di Indonesia. Salah satunya adalah hasil dari Riset Etnografi
Kesehatan 2012 yang dilakukan oleh Fitrianti dkk di Desa
Tetinggi, Kecamatan Blang Pegayon, Kabupaten Gayo Lues, NAD.
Hampir sama dengan tradisi panggang, prosesi nite harus
dilakukan oleh ibu nifas dalam waktu 44 hari, dengan berada di
depan api dan menggunakan ramuan tradisional. Mengeluarkan
darah kotor, menghilangkan rasa sakit di tubuh paska
melahirkan, supaya badan tidak bungkuk, dan kuat bekerja di
sawah /ladang merupakan alasan melakukan nite (Fitrianti dkk,
2012).
159
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Gambar 4. 6
Air obat untuk mandi (serai, daun asam, daun kayu putih)
Sumber: Dokumentasi Peneliti 2014
160
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
Gambar 4. 7
Bahan air obat (Akar kuning, kulit noak, kulit tupi, kulit delas, kulit lino)
Sumber: Dokumentasi Peneliti 2014
161
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Gambar 4. 8
Bahan air obat yang sudah direbus
Sumber: Dokumentasi Peneliti 2014
162
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
Gambar 4. 9
Bahan obat kampung (Kunyit, Asam, Lada, Daun pepaya muda)
Sumber: Dokumentasi Peneliti 2014
163
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Gambar 4. 10
Ramuan obat kampung diminum selama tiga hari
(kunyit, asam, lada dan daun pepaya)
Sumber: Dokumentasi Peneliti 2014
164
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
Gambar 4. 11
Bahan obat kampung (akar kuning, kulit noak, kulit tupi, kulit delas dan kulit
lino)
Sumber: Dokumentasi Peneliti 2014
165
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Gambar 4. 12
Akar Kalamanik (1) dan akar Sungalatu (2)
Sumber: Dokumentasi Peneliti 2014
166
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
Gambar 4. 13
Jamu yang dibeli dari apotek
Sumber: Dokumentasi Peneliti 2014
Gambar 4. 14
Isi jamu yang dibeli dari apotek
Sumber: Dokumentasi Peneliti 2014
167
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Gambar 4. 15
Ari-ari yang digantung di pohon Kainunak
Sumber: Dokumentasi Peneliti 2014
168
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
169
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
170
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
4.4.7 Paska Panggang, Mandi air Obat dan Minum Jamu atau
Obat Kampung
Setelah masa nifas selesai, dan ketiga rangkaian tradisi
tersebut selesai dilakukan, maka ibu diperbolehkan mandi
dengan menggunakan air dingin dan keramas dengan
menggunakan ramuan air obat.
“...itu harus cuci rambut pakai obat(kampung) itu
mencegah darah putih, kalau darah putihnaik di kepala
itu akan gila” Jelas Mama Es
171
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
keluar pada saat pemotongan tali pusat. Setelah itu tali pusat
diikat dengan menggunakan benang dan dipotong dengan alas
buah kelapa.
Gambar 4. 16
Gunting yang dipakai dukun untuk memotong tali pusat
Sumber: Dokumentasi Peneliti 2014
172
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
173
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Gambar 4. 17
Santan kental dan kencur untuk menurunkan panas badan pada bayi
Sumber: Dokumentasi Peneliti 2014
Gambar 4. 18
Kencur yang disematkan di baju untuk mengobati sakit batuk pada bayi
Sumber: Dokumentasi Peneliti 2014
174
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
175
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
“...nanti dia punya orangtua yang kita kasih nama itu dia
kasih dia sakit. Kepercayaannya di sini. Bisa juga dia
sakit, kita minta ampun sudah…” Jelas Bapak Fd
Gambar 4. 19
Umbi Genuak
Sumber: Dokumentasi Peneliti 2014
176
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
Gambar 4. 20
Bayi yang diberi sisir dan al-kitab di samping bantal
Sumber: Dokumentasi Peneliti 2014
4.5.6. Imunisasi
Kegiatan Posyandu dilakukan setiap satu bulan sekali
pada masing-masing dusun. Selain kegiatan penimbangan bayi
dan balita, dalam Posyandu juga dilakukan kegiatan pemeriksaan
ibu hamil dan pemeriksaan warga masyarakat yang sedang sakit.
Kegiatan penimbangan dan pengukuran tinggi badan dilakukan
oleh kader, sementara itu kegiatan pemeriksaan ibu hamil,
imunisasi bayi dan warga masyarakat dilakukan oleh bidan desa
setempat.
“Di posyandu itu meliputi penimbangan, imunisasi bayi-
balita, imunisasi ibu hamil, pemeriksaan ibu hamil, lalu
dengan pelayanan pasien umum” Jelas KpP
177
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
178
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
179
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
180
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
Gambar 4. 21
Bayi umur 2 hari yang diberi minum teh
Sumber: Dokumentasi Peneliti 2014
181
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
182
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
Gambar 4. 22
Kakak menjaga adik bayi
Sumber: Dokumentasi Peneliti 2014
183
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
184
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
185
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
186
BAB 5
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1. Kesimpulan
Pengetahuan masyarakat mengenai penyakit dan
penyebabnya dapat dikatakan masih rendah. Di dalam
masyarakat masih terdapat kepercayaan terkait dengan hal-hal
bersifat gaib sebagai penyebab timbulnya penyakit, yang juga
menjadi penyebab kematian mendadak.
Kesadaran penduduk untuk melakukan pengobatan jika
mengalami gangguan kesehatan juga masih rendah. Hal yang
sama juga terjadi pada ibu hamil. Meskipun kesadaran ibu untuk
memeriksakan kehamilannya di posyandu cukup tinggi, tetapi
kesadaran untuk melakukan persalinan di fasilitas kesehatan
masih rendah. Mereka lebih merasa nyaman untuk melahirkan di
rumah dengan bantuan keluarga maupun dukun kampung.
Melahirkan di rumah dengan bantuan tenaga non kesehatan
mempunyai risiko lebih besar terutama berkaitan dengan
kebersihan, yang menyebabkan risiko infeksi paska melahirkan
lebih tinggi. Risiko terlambatnya pertolongan jika terjadi
kelahiran berisiko tinggi, juga menjadi ancaman bagi ibu
melahirkan. Perdarahan juga menjadi salah satu risiko dalam
persalinan yang dapat menyebabkan kematian. Meskipun
demikian, bahan akar tanaman yang sudah disiapkan sebelum
melahirkan dan dipercaya dapat menghentikan perdarahan
187
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
5.2. Rekomendasi
Berikut ini adalah rekomendasi yang bisa diberikan untuk
menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan kesehatan
di Desa Limakoli:
1. Melibatkan keluarga dan tokoh adat dalam kegiatan promosi
kesehatan
2. Memasukkan materi kesehatan ke dalam kegiatan keagamaan
3. Penyuluhan tentang konsep-konsep kesehatan yang benar
untuk meningkatkan pemahaman masyarakat agar tidak takut
bersalin di tenaga kesehatan
188
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
189
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
190
INDEKS
191
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
192
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
193
GLOSARIUM
194
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
195
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Nahani : penyambutan
Nakona sepek : perayaan hari ketiga setelah bayi lahir
Nalelesu : kawin lari
Naluoek : denda karena membawa lari anak perempuan
Nanea : menjaga burung di sawah
Nate’ah : acara berpamitan yang dilakukan keluarga
perempuan setelah menikah
Ndunak : tempat sirih pinang
Niluale : tanaman yang dikonsumsi ibu setelah persalinan
Noak : tanaman bahan mandi air obat
Noke makasi : uang terimakasih
Nuk : bibit
Nusak : kerajaan
Oto :kendaraan bermotor
Papadak : peraturan
Picabok : hantaran perlengkapan rumah tangga yang
dilakukan sehari sebelum pernikahan
Putak : isi pohon gewang (biasanya untuk makanan babi)
Sa : saja
Sele : menanam bibit padi
Sole : sapih
Sonde : tidak
Sopi : minuman keras
Su : sudah
Suanggi : kekuatan gaib
Suelelesu : adat buka pintu
Sungalatu : nama tanaman yang dikonsumsi ibu setelah
bersalin
Tacu : wajan
Tek : rontok padi
Tendes : menekan
Te tafa : kelewang dan tombak
196
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
Tete : bendungan
Tete na’o : membersihkan rumput
Terang kampung: pernikahan adat
Tertikam : rasa nyeri
Tofa : mencabut rumput
Tomanek Ina Kakana : Laki-laki adalah raja, dan perempuan itu
seperti kanak-kanak
Totokoana : nama tanaman untuk memperlancar proses
melahirkan
To’o :paman
Tupi : tanaman yang digunakan sebagai bahan mandi
air obat
Tuti Kalike : pernikahan sambung ikat pinggang(pernikahan
antara saudara sepupu di mana kedua
orangtuanya bersaudara kandung)
197
DAFTAR PUSTAKA
198
Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur
199
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
200