Referat General Anestesi Face Mask
Referat General Anestesi Face Mask
I. ANESTESIA UMUM
Anastesi adalah istilah yang diturunkan dari dua kata Yunani yaitu “an”
dan “esthesia”, dan bersama-sama berarti hilangnya rasa atau hilangnya
sensasi. Kata anesthesia diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes yang
menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena
pemberian obat yang bertujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan.
Analgesia adalah pemberian obat untuk menghilangkan nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran pasien. Anestesia umum adalah tindakan
meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadarandan bersifat
pulih kembali (reversible). Anastesi inhalasi, anastesi intravena, anastesi
intravascular, anastesi perrektal adalah sub bagian dari anastesi umum.1
Komponen anestesia yang ideal terdiri dari :1,3
1. Hipnotik
2. Analgesia
3. Relaksasi otot
Indikasi anestesi umum :
2
7. Riwayat keluarga yang menderita kelainan seperti hipertermia
maligna.
8. Riwayat sistem organ yang meliputi keadaan umum,
pernafasan, kardiovaskuler, ginjal, gastrointestinal, hematologi,
neurologi, endokrin, psikiatri, ortopedi dan dermatologi.
9. Makanan yng terakhir dimakan.
Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 1-2 hari
sebelumnya untuk eliminasi nikotin yang mempengaruhi sistem
kardiosirkulasi, dihentikan beberapa hari untuk mengaktifkan
kerja silia jalan napas dan 1-2 minggu untuk mengurangi
produksi sputum. Kebiasaan minum alcohol juga harus
dicurigai akan adanya penyakit hepar.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Tinggi dan berat badan : untuk memperkirakan dosis obat, terapi
cairan yang diperlukan serta jumlah urin selama dan pasca bedah.
2. Frekuensi nadi, tekanan darah, pola dan frekuensi pernafasan,
suhu.
3. Jalan nafas. Daerah kepala dan leher diperiksa untuk mengetahui
adanya trismus, keadaan gigi, gangguan fleksi ekstensi leher,
deviasi trakea, massa dan bruit.
4. Jantung, untuk mengevaluasi kondisi jantung. EKG bila perlu.
5. Paru-paru untuk melihat adanya dispneu, ronkhi dan mengi. Bila
perlu lakukan foto thoraks.
6. Abdomen untuk melihat adanya distensi, massa, asites, hernia dan
tanda regurgitasi.
7. Ekstremitas, terutama untuk melihat perfusi distal, adanya jari
tabuh, sianosis dan infeksi kulit (blok/regional anestesi)
8. Punggung bila ditemukan adanya memar, deformitas atau infeksi.
9. Neurologis, misalnya status mental, fungsi saraf cranial, kesadaran
dan fungsi sensorimotorik.
3
gradasi.1,3
C. Pemeriksaan laboratorium
4
resiko anesthesia, karena dampak samping anesthesia tidak dapat
dipisahkan dari dampak samping pembedahan. Status fisik pasien
digolongkan menjadi 5, yaitu1,3
ASA I : Pasien normal dan sehat fisik dan mental
ASA II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan dan tidak ada
keterbatasan fungsional
ASA III : Pasien dengan penyakit sistemik sedang hingga
berat yang menyebabkan keterbatasan fungsi
ASA IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam
hidup dan menyebabkan keterbatasan fungsi
ASA V : Pasien yang tidak dapat hidup atau bertahan dalam 24 jam
dengan atau tanpa operasi
Pada bedah cito atau emergensi biasanya dicantumkan ”E”
E. Masukan Oral
Refleks laring mengalami penurunan selama anesthesia.
Regusgitasi isi lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas
merupakan resiko utama pada pasien-pasien yang menjalani anestesi.
Untuk meminimalkan resiko tersebut, semua pasien yang dijadwalkan
untuk operasi elektif dengan anesthesia umum harus dipantangkan dari
masukan oral (puasa) selama periode tertentu selama induksi
anesthesia.
Pada pasien dewasa umumnya puasa 6 – 8 jam, anak kecil 4-6 jam
dan pada bayi 3-4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam
sebelum induksi anesthesia. Minuman bening, air putih, teh manis
sampai 3 jam dan untuk keperluan minum obat air putih dalam jumlah
tebatas diperbolehkan 1 jam sebelum induksi anesthesia.3
F. Premedikasi
5
1. Menghilangkan kecemasan dan ketakutan
2. Mengurangi sekresi
3. Memperkuat efek hipnotik dari agen anastesia umum (sedasi)
4. Mengurangi mual dan muntah pasca operasi
5. Menimbulkan amnesia
6. Mengurangi volume dan meningkatkan keasaman isi lambung
7. Menghindari terjadinya vagal reflex
8. Membatasi respon simpatoadrenal
6
Faktor yang mempengaruhi anastesi antara lain :1
1. Faktor respirasi
2. Faktor sirkulasi
7
keseimbangan antara alveoli dan sirkulasi darah, akibatnya penderita
mudah tertidur waktu induksi dan mudah bangun waktu anastesi
diakhiri.
3. Faktor Jaringan
Stadium anestesi1
8
meninggi, reflek fisiologi masih ada, dapat terjadi batuk atau muntah,
kadang-kadang kencing atau defekasi.
Stadium ini diakhiri dengan hilangnya reflex menelan dan kelopak mata
dan selanjutnya nafas menjadi teratur. Stadium ini membahayakan
penderita, karena itu harus segera diakhiri. Keadaan ini bisa dikurangi
dengan memberikan premedikasi yang adekuat, persiapan psikologi
penderita dan induksi yang halus dan tepat.
3. Stadium III disebut juga stadium operasi
Dimulai dari nafas teratur sampai paralise otot nafas. Dibagi menjadi 4
plane :
a. Plana I
Dari nafas teratur sampai berhentinya gerakan bola mata . ditandai
dengan nafas teratur, nafas torakal sama dengan abdominal.
Gerakan bola mata berhenti, pupil mengecil, reflex cahaya (+),
lakrimasi meningkat, reflex faring dan muntah menghilang, tonus otot
menurun.
b. Plana II
Dari berhentinya gerakan bola mata sampai permulaan paralisa otot
interkostal.
Ditandai dengan pernafasan teratur, volume tidal menurun dan
frekuensi nafas meningkat, mulai dari depresi nafas torakal, bola mata
berhenti, pupil mulai melebar dan reflex cahaya menururn, reflex
kornea menghilang dan tonus otot makin menurun.
c. Plana III
Dari permulaan paralise otot interkostal sampai paralise seluruh otot
interkostal.
Ditandai dengan pernafasan abdominal lebih dominan dari torakal
karena paralisis otot interkostal, pupil makin melebar dan reflek
cahaya menjadi hilang, lakrimasi negative, reflex laring dan peritoneal
menghilang, tonus otot makin menurun
d. Plana IV
Dari paralise semua otot interkostal sampai paralise diafragma.
Ditandai dengan paralise otot interkostal, pernafasan lambat, irregular
dan tidak adekuat, terjadi jerky karena terjadi paralise diafragma.
Tonus otot makin menurun sehingga terjadi flaccid, pupil melebar,
reflex cahaya negative , reflex spincter ani negative.
9
4. Stadium IV dari paralisis diafragma sampai apneu dan kematian. Juga
disebut stadium over dosis atau stadium paralysis. Ditandai dengan
hilangnya semua reflex, pupil dilatasi, terjadi respiratory failure dan
diikuti dengan circulatory failure.
Nafas spontan
Nafas Terkendali
Berdasarkan respirasinya, anastesi umum dibedakan dalam 3 macam yaitu:
1. Respirasi spontan yaitu penderita bernafas sendiri secara spontan
2. Respirasi kendali/respirasi terkontrol/balance anastesi : pernafasan
penderita sepenuhnnya tergantung bantuan kita
3. Assisted Respirasi : penderita bernafas spontan tetapi masih kita
berikan sedikit bantuan
Berdasar system aliran udara pernapasan dalam rangkaian alat anastesi,
anastesi dibedakan dalam 4 sistem, yaitu :
1. System open adalah system yang paling sederhana, tidak ada hubungan
fisik secara langsung antara jalan napas penderita dengan alat anastesi.
2. System semi open, alat anastesi dilengkapi dengan reservoir bag selain
reservoir bag, adapula yang masih ditambah dengan klep 1 arah yang
mengarahkan udara ekspirasi keluar, klep ini disebut non-rebreathing
valve.
10
3. System semi closed, udara gas ekspirasi yang mengandung gas anastesi
dan oksigen lebih sedikit disbanding udara inspirasi, tetapi mengandung
CO2 yang lebih tinggi , dialirkan menuju tabung yang berisi sodalime,
disini CO2 akan diikat oleh sodalime.selanjutnya udara ini digabungkan
dengan campuran gas anastesi dan oksigen dari sumber gas (FGF/Fresh
Gas Flow) untuk diinspirasi kembali. Kelebihan aliran gas dikeluarkan
melalui klep over flow.
4. System closed, prinsip sama dengan semi closed, tetapi tidak ada udara
yang keluar dari system anastesi menuju udara bebas.
Pada system closed dan semi closed juga disebut system rebreathing,
karena udara ekspirasidiinspirasi kembali, system ini juga perlu sodalime
untuk membersihakan CO2. Pada system open dan semi open juga disebut
system non rebreathing karena tidak boleh ada udara ekspirasi yang
diinspirasi kembali, system ini tidak perlu sodalime.
11
Tatalaksana
12
A. PREMEDIKASI
1. Benzodiazepine
Efek Benzodiazepine :
13
mental.2,3
Efek pada sistem saraf otot
o
Menimbulkan penurunan tonus otot rangka yang bekerja di
tingkat supraspinal dan spinal , sehingga sering digunakan
pada pasien yang menderita kekakuan otot rangka.5,7
Diazepam
Obat ini dapat menurunkan tekanan darah arteri. Karena itu, obat
ini digunakan untuk induksi dan suplemen pada pasien dengan gangguan
jantung berat.3
Awitan aksi : IV < 2 menit, Rectal < 10 menit, Oral 15 menit-1 jam
Lama aksi : IV 15 menit- 1 jam, PO 2-6 jam 5
Dosis :
Premedikasi : iv/im/po/rectal 2-10 mg
Sedasi : 0,04-0,2 mg/kg BB
Induksi : iv 0,3-0,6 mg/kg
Antikonvulsan : iv 0,05-0,2 mg/kg BB setiap 5-10 menit dosis
maksimal 30 mg, PO/rectal 2-10 mg 2-4 kali sehari 5
Midazolam
14
Efek samping obat :
Takikardi, episode vasovagal, komplek ventrikuler premature,
hipotensi
Bronkospasme, laringospasme, apnea, hipoventilasi
Euphoria, agitasi, hiperaktivitas
Salivasi, muntah, rasa asam
Ruam, pruritus, hangat atau dingin pada tempat suntikan 5
2. Opioid
Efek opioid :
15
penurunan aliran simpatis medulla, tahanan sistemik juga
menurun hebat pada pemberian meperidin atau morfin karena
adanya pelepasan histamin. 2,3
Efek pada sistem pernafasan
o
Dapat menyebabkan penekanan pusat nafas, ditandai dengan
penurunan frekuensi nafas, dengan jumlah volume tidal yang
menurun . PaCO2 meningkat dan respon terhadap CO2 tumpul
sehingga kurve respon CO2 menurun dan bergeser ke kanan,
selain itu juga mampu menimbulkan depresi pusat nafas akibat
depresi pusat nafas atau kelenturan otot nafas, opioid juga bisa
merangsang refleks batuk pada dosis tertentu. 2,3
Efek pada sistem gastrointestinal
o
Opioid menyebabkan penurunan peristaltik sehingga
pengosongan lambung juga terhambat. 2,3
Efek pada endokrin
o
Fentanyl mampu menekan respon sistem hormonal dan
metabolik akibat stress anesthesia dan pembedahan, sehingga
kadar hormon katabolik dalam darah relatif stabil. 2,3
Dosis :
Analgesic : iv 2,5-15 mg, im 2,5-20 mg, Po 10-30 mg, rectal 10-20 mg
setiap 4 jam
Induksi : iv 1 mg/kg
Awitan aksi : iv < 1 menit, im 1-5 menit
Lama aksi : 2-7 jam 5
16
Petidin
Penggunaannya untuk nyeri sedang sampai berat, sebagai suplemen sedasi
sebelum pembedahan, nyeri pada infark miokardium walaupun tidak seefektif
morfin sulfat, untuk menghilangkan ansietas pada pasien dengan dispnea
karena acute pulmonary edema dan acute left ventricular failure. 6
Dosis Oral/ IM/SK :
Dewasa :
Fentanil
Dosis :
Bradikardi, hipotensi
Depresi saluran pernapasan, apnea
Pusing, penglihatan kabur, kejang
Mual, muntah, pengosongan lambung terlambat
Miosis 5
17
B. INDUKSI DAN RUMATAN ANESTESIA
1. Propofol
18
Efek propofol :
19
sudah terbuka lebih dari 6 jam untuk mencegah kontaminasi dari
bakteri. 2,3
Efek Samping
2. Tiopenton
20
kembali seperti semula. Dosis yang banyak atau dengan menggunakan
infus akan menghasilkan efek sedasi dan hilangnya kesadaran.2
Dosis
21
Efek samping
3. Ketamin
22
Apabila diberikan intravena maka dalam waktu 30 detik pasien
akan mengalami perubahan tingkat kesadaran yang disertai tanda khas
pada mata berupa kelopak mata terbuka spontan dan nistagmus. Selain
itu kadang-kadang dijumpai gerakan yang tidak disadari (cataleptic
appearance), seperti gerakan mengunyah, menelan, tremor dan kejang.
Itu merupakan efek anestesi dissosiatif yang merupakan tanda khas
setelah pemberian Ketamin. Apabila diberikan secara intramuskular,
efeknya akan tampak dalam 5-8 menit, sering mengakibatkan mimpi
buruk dan halusinasi pada periode pemulihan sehingga pasien
mengalami agitasi. Aliran darah ke otak meningkat, menimbulkan
peningkatan tekanan darah intrakranial. 2
23
dengan dosis setengah dari dosis awal sampai operasi selesai. Dosis
obat untuk menimbulkan efek sedasi atau analgesic adalah 0,2 – 0,8
mg/kg IV atau 2 – 4 mg/kg IM atau 5 – 10 µg/kg/min IV drip infus.
Efek samping
C. RUMATAN ANESTESIA
1. Intravena (TIVA)
2. Inhalasi
3. Campuran intravena dan inhalasi
Rumatan anesthesia biasanya mengacu trias anesthesia yaitu tidur
ringan (hypnosis) sekedar tidak sadar, analgesia cukup, diusahakan agar
pasien selama bedah tidak menimbulkan nyeri dan relaksasi otot lurik
yang cukup. Anestesia inhalasi yang umum digunakan, yaitu :
N2O
Halotan
Enfluran
Isofluran
Sevofluran
N2O
N2O (gas gelak, laughing gas, nitrous oxide) dalam ruangan berbentuk gas
tak berwarna, bau manis, tidakiritasi, tidak terbakarm beratnya 1,5 kali berat
udara. Pemberian anesthesia dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%. Gas
ini bersifat anestetik lemah tetapi analgesia kuat, sehingga sering digunakan
24
untuk mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anesthesia inhalasi jarang
digunakan sendiri, tetapi dikombinasikan dengan salah satu cairan anestetik
lainnya seperti halotan dan sebagainya. Pada akhir anesthesia setelah N2O
dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli, sehingga terjadi
pengenceran O2 dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk mengatasinya diberikan
O2 100% selama 5-10 menit. 7
Waktu awitan : inhalasi 2-5 menit
Absorpsi : cepat melalui paru
Metabolisme : tubuh <0,004%
Ekskresi : exhalasi
Efek samping :
Kardiovaskular : hipotensi
Gastrointestinal : mual dan muntah
Respiratori : apnea
Sistem saraf pusat : sakit kepala, pusing, eksitasi sistem saraf pusat
Isofluran
Isofluran merupakan halogenasi eter yang pada dosis atau subanestetik
menurunkan laju metabolism otak terhadap oksigen, tetapi meninggikan aliran
darah otak dan tekanan intracranial. Peninggian aliran darah otak dan trekanan
intracranial ini dapat dikurangi dengan teknik anesthesia hiperventilasi,
sehingga isofluran sering digunakan untuk bedah otak. Efek terhadap depresi
jantung dan curah jantung minimal, sehingga digemari unttuk anesthesia
teknik hipotensi dan banyak digunakan pada pasin dengan gangguan kororner.
Isofluran dengan konsentrasi >1% terhadap uterus hamil menyebabkan
relaksasi dan kurang responsif jika diantisipasi dengan oksitosin, sehingga
dapat menyebabkan perdarahan paska persalinan. Dosis pelumpuh otot dapat
dikurangi sampai 1/3 dosis biasa jika menggunakan isofluran.7
Waktu Awitan : 7 – 10 menit
Durasi : tergantung konsentrasi darah saat dihentikan
Metabolisme : hepas minimal
Ekskresi : ekshalasi gas
D. PELUMPUH OTOT
25
Pelumpuh otot terdiri dari 2 golongan, yaitu :
Atrakurium Besilat
Atrakurium merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi yang
mempunya struktur benzilisoquinolin yang berasal dari tanaman Leontice
Leontopeltalum. Beberapa keunggulan atrakurium dibandingkan dengan obat
terdahulu antara lain :
26
(sesudah lama kerja obat berakhir) atau dibantu dengan pemberian
antikolinesterase.
E. REVERSE
Prostigmin
Efek samping :
Kardiovaskular
o Aritmia, hipotensi, takikardi, AV blok, henti jantung, sinkop,
kemerahan, ritme nodal
Sistem saraf pusat
o Kejang, disartria, disponia, hilang kesadaran, gelisah, sakit
kepala
Dermatologis
o Kulit kemerahan, thrompoflebitis, urtikaria
Gastrointestinal
27
o Hiperperistaltik, mual, muntah, hipersalivasi, kram perut,
disfagia, flatulensi
Neuromuskular
o Kelemahan, fasikulasi, kram otot, spasme, atralgia
Okular
o Pupil miosis, lakrimasi
Respiratori
o Sekresi bronchial meningkat. Laringiospasme,
bronkokonstriksi, depresi napas, bronkospasme
Lain-lain
o Anafilaksis
Sulfas Atropin2,3
Dosis
28
Blokade vagus perifer dari sinus dan nodus AV meningkatkan nadi
Penurunan sementara nadi pada dosis yang kecil disebabkan oleh efek
agonis kolinergik muskarinik perifer yang lemah
Pada dosis yang tinggi merangsang dan kemudian depresi medulla dan
pusat otak yang lebih tinggi
Efek samping sulfas atropine :
Kardiovaskular
o Takikardia (dosis tinggi), bradikardia (dosis rendah), palpitasi
Respirasi
o Depresi pernapasan
Sistem saraf pusat
o Kebingungan, halusinasi, kegugupan
Gastrointestinal
o Refleks gastroesofagus
Mata
o Midriasis, penglihatan kabur, peningkatan tekanan intraocular
Dermatologi
o Urtikaria
Lain-lain
o Keringat berkurang, alergi
F. ANALGETIK
Tramadol
29
Dosis umum : dosis tunggal 50 mg. Dosis tersebut biasanya cukup
untuk meredakan nyeri, apabila masih terasa nyeri dapat ditambahkan
50 mg setelah selang waktu 4 – 6 jam.
Dosis maksimum 400 mg sehari.
Dosis sangat tergantung pada intensitas rasa nyeri yang diderita.
Penderita gangguan hati dan ginjal dengan bersihan klirens < 30
mL/menit : 50 – 100 mg setiap 12 jam, maksimum 200 mg sehari.
Dosis yang dianjurkan untuk pasien dengan cirrhosis adalah 50 mg
setiap 12 jam.
Efek samping yang umum terjadi seperti pusing, sedasi, lelah, sakit
kepala, pruritis, berkeringat, kulit kemerahan, mulut kering, mual, muntah,
dispepsia dan konstipasi.5,7
DAFTAR PUSTAKA
30
7. Latief SA. Suryadi KA. Dachlan MR, Petunjuk Praktis Anestesiologi dan
Terapi Intensif Edisi 3. Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2007
31