Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

ILMU RADIOLOGI
RSU PKU MUHAMMADIYAH DELANGGU-KLATEN
Disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu Radiologi

Disusun Oleh :
Devita Diatri

(H2A011015)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2015

BAB I
LAPORAN KASUS
I.

Identitas Pasien :

Nama

: Tn. DS

Jenis kelamin
Usia

: Pria

: 72 tahun

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

Pendidikan : SD
Pekerjaan

: Tidak bekerja

Alamat
MRS

II.

: Parjangka Gondosa
: 08-07-2015

Anamnesa :

Autoanamnesa tgl 09-07-2015


Keluhan Utama : Sesak nafas
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD dengan keluhan sesak nafas yang
dirasakan pasien sejak 1 bulan yang lalu. Sesak sering timbul saat
pasien melakukan aktivitas ringan bahkan saat istirahat sekalipun.
Pasien

juga

mengeluhkan

dirinya

gampang

lelah,

dan

sering

terbangun pada malam hari karena sesak. Sesak sedikit berkurang


bila pasien beristirahat dengan posisi berbaring setengah duduk.
Untuk itu pasien tidur dengan diganjal 2 bantal. Sesak dirasakan
semakin berat sejak 1 minggu belakangan ini. Sesak nafas tidak
2

disertai dengan batuk ataupun nafas yang berbunyi. Sesak juga tidak
dipengaruhi oleh cuaca panas atau dingin. Pasien juga mengeluhkan
tidak selera makan dan bila makan akan terasa penuh dan semakin
sesak. Sebelumnya pasien sudah merasakan timbulnya sesak sejak 3
tahun yang lalu. Dan pasien juga sudah sering ( > 5 x) dirawat
karena sesaknya itu.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien pernah dirawat di RS dengan keluhan yang sama yaitu
sesak nafas sejak tahun 2011 (3 tahun yang lalu)
Ada riwayat tekanan darah tinggi
Tidak ada riwayat kencing manis
Riwayat asma

: disangkal

Riwayat trauma dada

: disangkal

Riwayat batuk lama

: disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit

seperti ini.
Tidak ada anggota keluarga yang meninggal mendadak karena

serangan jantung maupun memiliki riwayat sakit jantung


Terdapat riwayat tekanan darah tinggi dalam keluarga.
Tidak ada riwayat kencing manis dalam keluarga.

Riwayat Kebiasaan :

Pasien mempunyai kebiasaan merokok sejak 20 tahun yang lalu

sebanyak 1bungkus / hari


Pasien tidak mempunyai kebiasaan minum alkohol
Pasien mempunyai kebiasaan minum kopi setiap hari

III.

Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Gizi

: Cukup

Berat Badan

: 70 kg

Tinggi Badan

: 170 cm

Tanda Vital
- Tekanan Darah : 100 / 60 mmHg
- Nadi
- Pernafasan

: 38 x /menit (cepat & dalam)

- Suhu

: 37 0 C (Aksiler)

Status Generalis

: 60 x/menit, frekuensi ireguler, isi lemah

Kepala

Normocephali,

distribusi

rambut

merata, rambut
tidak mudah dicabut

Mata

: Pupil bulat isokor, konjunctiva anemis (-/-),


sklera ikterik (-/-)

Telinga

: Sekret -/-

Hidung

: Septum lurus ditengah, sekret -/-

Mulut

: Mulut kering (-), lidah kotor (-), papil eutrofi,


mukosa tidak hiperemis. Gigi geligi caries -,
tidak ada gigi yang tanggal

Tenggorokan

: Tonsil T1/T1 tenang, faring hiperemis

(-)

Leher

Deviasi

trakea

(-),

membesar, otot
bantu pernafasan (+)
4

KGB

tidak

teraba

Thorax depan

Jantung
-

Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak, warna kulit sama dengan sekitar,


tidak tampak massa ,gerakan paru dextra sedikit tertinggal.

Palpasi

: Ictus cordis tidak teraba, tidak ada nyeri tekan, taktil


fremitus dextra melemah

Perkusi

:Konfigurasi jantung terdapat perbesaran

Batas kanan jantung

: ICS IV medial garis parasternal dextra

Batas atas jantung

: ICS III garis parasternal sinistra

Batas kiri jantung

: ICS VI garis midklavikula sinistra

Auskultasi : BJ I-II murni, reguler, gallop (+)

Paru
-

Inspeksi : Warna seperti kulit sekitar, gerakan nafas sebelah


kanan
tertinggal.

Palpasi : Gerakan paru sebelah kanan

tertinggal,nyeri

tekan (-/-),
taktil fremitus dextra melemah.

Perkusi : Paru dextra redup, paru sinistra sonor

Auskultasi: SD vesikuler, wheezing (-), ronkhi (+)

Thorax belakang :
Inspeksi

: Bentuk simetris, lordosis (-), kifosis (+),


skoliosis (-), gerak nafas simetris

Palpasi

: Fremitus raba dextra > sinistra

Perkusi

: Paru dextra redup


Paru sinistra sonor

Auskultasi

: Suara nafas vesikuler, ronchi


wheezing

Abdomen

Inspeksi

: Cembung, warna sama dengan kulit sekitar,


sikatriks (-), striae (-), dilatasi vena (-)

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Perkusi

:Redup, Shifting dullness (-)

Palpasi

: Soefl, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar,


lien, ginjal sulit dinilai.

Extremitas

: akral hangat, edema lengan (+/+), edema

tungkai
(+/+), sianosis -/-

IV.

Pemeriksaan Penujang :
1. Darah Rutin
NON

PEMERIKSAAN

HASIL

RUJUKAN

SATUAN

HB

8,7

12,0-16,0

g/dl

LEUKOSIT

13,6

4,0 12,0

10^3 / ul

TROMBOSIT

489

150,0 400,0

10^3 / ul

ERITROSIT

4,91

4,00 5,00

10^6/ ul

HT

28

37,0 43,0

vol

GRANULOSIT

86,8

50,0 80,0

LIMFOSIT

7,7

20,5 51,1

MONOSIT

2-9

MCV

57,0

78,6 102,2

U^3

10

MCHC

17,7

25,2 34,7

Pg

11
13
14
15
16

MCHC
CREATININ
SGOT
SGPT
GDS

31,1
1,40
46
36
55

31,3 35,4
0,60-1,10
6-21
4-30
<180

2. Rontgen Thoraks

Intrepretasi hasil pemeriksaan foto thorak didapatkan :


- Cardiomegali
- Oedem pulmo
- Efusi pleura dextra
3. EKG
V.

Diagnosis :
Decompensatio cordis

VI.

VII.

VIII.

Usul Pemeriksaan Tambahan


Echocardiography
Kateterisasi jantung
Treadmill test
Penatalaksanaan
Infus D 5% 10 tpm
Injeksi ferzobat 1 mg iv
Injeksi Furosemid 1 amp (20mg) iv
Bisoprolol 1 x 5 mg
Aspilet 1 x 100 mg
Prognosis
Dubia ad malam
7

g/dl
mg/dl
u/l
u/l
mg/dl

BAB III
PEMBAHASAAN
Anamnesa
FAKTA
Sesak nafas

saat

TEORI
melakukan Dispneu on effort

aktivitas ringan
Paroxysmal nocturnal dispneu
Sering terbangun pada malam
hari karena sesak
Tidur dengan diganjal 2 bantal Orthopneu
untuk mengurangi sesaknya
Sesak nafas tidak disertai batuk

Gampang lelah

Tidak selera makan dan bila

makan akan terasa penuh dan

semakin sesak

Batuk terutama malam hari


Fatigue
Anorexia
Edema tungkai

Bengkak pada kedua kakinya


sejak 2 minggu SMRS
Riwayat
penyakit
Pasien juga dirawat di rs dengan
sebelumnya
keluhan yang sama tahun

jantung

2011 (3tahun yll)

Berdasarkan hasil anamnesa pada pasien, mengarah kepada


suatu penyakit jantung dengan keluhan keluhan khas penyakit
8

jantung sesuai dengan kriteria Framingham, dimana pada pasien


tersebut didapatkan 1 kriteria mayor (Paroxysmal nocturnal dispneu
atau Orthopneu) dan 2 kriteria minor (edema ekstremitas bawah,
dispneu on effort) pada saat yang bersamaan, sehingga dari hasil
anamnesa ini mengarahkan kita kepada diagnosa decompensatio
cordis

atau

gagal

jantung.

Dan

berdasarkan

klasifikasi

kelas

fungsional NYHA, digolongkan kedalam decompensatio cordis kelas IV


dimana pasien tidak dapat melakukan aktivitas fisik dan terasa sesak,
mudah lelah sudah timbul walaupun saat pasien istirahat.
Pada gagal jantung kongestif akan didapatkan manifestasi klinis
yang merupakan gabungan antara gagal jantung kiri dan kanan.
Gejala gagal jantung kiri dikenali dari anamnesa yang mengarah
kepada dispneu yang khas pada pasien dekompensasi kordis antara
lain dispneu on effort, ortopneu dan paroxysmal nocturnal dispneu.
Selain itu didapatkan pula gejala fatigue serta penurunan aktivitas.
Sedangkan gejala gagal jantung kanan yang terdapat pada pasien
yaitu

adanya

edema

tungkai

yang

disebabkan

oleh

adanya

hepatomegali kongestif akibat peningkatan tekanan pada vena kava.


Anoreksia dengan nyeri abdomen dan rasa penuh berkaitan dengan
kongesti hepar dan sistem vena porta.
Pemeriksaan Fisik
FAKTA
TEORI
RR = 38 x /menit (cepat & Dispneu (RR = 40x/menit)
Tekanan darah dapat tinggi, normal
dalam)
TD = 100/60

atau rendah karena perburukan

disfungsi jantung
Pada gagal jantung yang berat,
Nadi : 60 x/menit, frekuensi
tekanan nadi mungkin berkurang
ireguler, isi lemah
menunjukkan penurunan volume
sekuncup
JVP 5 + 4
Distensi vena jugularis
Rhonki basah halus pada
Rhonki basah karena peningkatan
basal (+)
9

tekanan vena pulmonalis


Cardiomegali
(batas
jantung
Batas kanan jantung
: ICS
bergeser ke lateral dan inferior
IV medial garis parasternal
dextra
Batas atas jantung

: ICS

III garis parasternal sinistra


Batas kiri jantung
: ICS
VI
garis
midklavikular Murmur (+) S3 gallop (+)
Edema tungkai
sinistra
Murmur (+) S3 gallop (+)
Edema tungkai

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan tanda tanda yang


memenuhi kriteria mayor dan minor dari Framingham. Kriteria mayor
berupa distensi vena jugularis, rhonki basah, cardiomegali dan S3
gallop. Sedangkan kriteria minor berupa edema ekstremitas dan
dispneu on effort. Hal ini semakin memperkuat diagnosa kearah
decompensatio cordis kelas IV.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang dan dari ketiga hal tersebut ternyata
sebagian besar memenuhi kriteria Framingham sehingga didapatkan
diagnosa decompensatio cordis kelas IV.

10

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

IV.1 Definisi
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa
kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa
darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan / atau
kemampuannya hanya ada bila disertai peninggian volume diastolik
secara abnormal. Kegagalan jantung untuk memompa darah atau
penurunan kemampuan pompa jantung menyebabkan 2 efek utama
yaitu penurunan curah jantung dan pembendungan darah divena
yang menimbulkan kenaikan tekanan vena. Dua hal inilah yang akan
menyebabkan berbagai manifestasi klinis pada pasien.
Bila terjadi penurunan curah jantung sampai derajat yang
membahayakan, akan muncul bahaya reflek sirkulasi pada tubuh
yang diaktifkan, diantaranya adalah reflek baroreseptor, reflek
kemoreseptor yang akan mengaktifkan sistem saraf pusat. Selain itu
sistem renin angiotensin juga berperan penting dalam merespon
penurunan curah jantung. Pembendungan darah di vena terjadi
11

karena aliran darah yang tertahan didalam vena, sebagai akibat dari
penurunan kemampuan pompa jantung. Penurunan curah jantung ini
memberikan pengaruh yang luas terhadap fungsi ginjal. Aliran darah
yang rendah mengakibatkan kemampuan ginjalmensekresikan garam
dan air menjadi rendah sehingga urin yang dikeluarkan menjadi
sedikit. Oleh karena itu mulailah terjadi retensi cairan dan akan
berlangsung terus menerus sehingga aliran darah tertahan dalam
vena, kecuali jika dilakukan tindakan terapi.

IV.2 Etiologi
Gagal jantung merupakan keadaan klinis yang harus selalu dicari
penyebabnya. Penyebab gagal jantung dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Gangguan fungsi sistolik
1) Gangguan unit miokardium
Infark miocard
Fibrosis otot jantung
Kardiomiopati
Miokarditis berat
Aritmia
Gangguan miokard akibat obat obatan atau alkohol
2) Pembebanan mekanik yang berlebihan dalam waktu lama
Kenaikan beban tekanan
o Tahanan sentral yang meninkat (misal: pada
stenosis katup mitral)
o Tahanan perifer yang
hipertensi)
Kenaikan beban volume
o Regurgitasi katup aorta
o Fistula arteriovena
b. Gangguan fungsi diastolik
Kardiomiopati
Fibrosis
Amiloidosis

IV.3 Faktor Predisposisi


12

meningkat

(misal:

pada

1. Infark miocard
Pada pasien dengan penyakit jantung iskemik kronik tetapi
terkompensasi, selain tidak ada gejala klinis, kadang kadang
infark baru yang terjadi dapat lebih mengganggu fungsi
ventrikel dan memicu terjadinya gagal jantung.
2. Miokarditis
Pada reumatik akut dan sejumlah proses

infeksi

atau

peradangan lain yang mengenai miokard dapat menggenggu


fungsi miokard pada pasien dengan atau tanpa penyakit
jantung sebelumnya.
3. Aritmia
Pada pasien dengan penyakit jantung yang sebelumnya masih
terkompensasi, aritmia merupakan faktor pemicu gagal jantung
yang

paling

sering.

Aritmia

menimbulkan

efek

yang

mengganggu antara lain :


Takiaritmia mengurangi periode waktu yang tersedia

untuk pengisian ventrikel


Pemisahan yang terjadi antara kontraksi atrium dengan
ventrikel

yang

khas

menyebabkan hilangnya

pada

kebanyakan

aritmia

mekanisme pompa penguat

atrium, karenanya meningkatkan tekanan atrium


Aritmia yang disertai dengan abnormalitas konduksi
intraventrikel, kemampuan miokard dapat lebih terganggu
karena hilangnya keselarasan kontraksi ventrikel yang

normal
Bradikardi yang nyata disertai AV blok komplit atau
bradiaritmia

berat

lainnya

akan

mengurangi

curah

jantung kecuali volume sekuncup meningkat.


4. Hipertensi sistemik
Peningkatan tekanan arteri yang cepat, seperti yang terjadi
pada beberapa hipertensi yang berasal dari ginjal atau karena
penghentian obat antihipertensi dapat menyebabkan gagal
jantung.
5. Emboli paru
Pasien yang tidak aktif secara fisis dengan curah jantung
rendah mempunyai resiko tinggi membentuk trombus dalam
vena

tungkai

bawah

atau
13

panggul.

Dalam

perjalanan

selanjutnya trombus dapat menjadi embolus hingga ke paru.


Emboli paru dapat berasal dari peningkatan lebih lanjut tekanan
arteri pulmonalis yang sebaliknya dapat mengakibatkan atau
memperkuat kegagalan ventrikel.
6. Infeksi
Pasien dengan bendungan pembuluh darah paru juga lebih
rentan terhadap infeksi paru. Infeksi apapun dapat memicu
terjadinya gagal jantung. Gejala gejala infeksi seperti demam,
takikardi dan hipoksemia serta kebutuhan metabolik yang
meningkat akan memberi tambahan beban kepada miokard
yang sebelumnya telah memiliki kelainan dasar.
7. Anemia
Pada keadaan anemia, kebutuhan oksigen jaringan yang
melakukan

metabolisme

hanya

dapat

dipenuhi

dengan

meningkatkan curah jantung. Meskipun peningkatan curah


jantung seperti ini dapat dipertahankan oleh jantung normal,
tetapi pada jantung yang sakit tidak dapat meningkatkan
volume darah yang cukup untuk dialirkan ke perifer. Akibatnya,
penghantaran oksigen ke perifer tidak akan memadai dan
memicu terjadinya gagal jantung.
8. Endokarditis infektif
Kerusakan katup tambahan, anemia, demam dan miokarditis
yang seringkali muncul sebagai akibat endokarditis infektif
dapat sendiri atau bersama sama memicu gagal jantung.
9. Tirotoksikosis dan kehamilan
Seperti pada anemia dan demam, pada tirotoksikosis dan
kehamilan, perfusi jaringan yang memadai membutuhkan
peningkatan curah jantung. Intensifikasi gagal jantung yang
sebenarnya mungkin merupakan salah atu penampakan klinis
hipertiroidisme pada pasien dengan penyakit jantung yang
mendasari sebelumya. Demikian juga, gagal jantung tidak
jarang terjadi pertama kali selama kehamilan.
10.
Beban fisis, makanan, cairan, lingkungan dan emosional
yang berlebihan
Penambahan asupan sodium, penghentian obat gagal jantung
yang tidak tepat, transfusi darah, kegiatan fisik yang terlalu
14

berat, panas lingkungan yang berlebihan dan stres emosional


dapat memicu gagal jantung pada pasien dengan penyakit
jantung yang sebelumnya masih dapat terkompensasi.

IV.4 Patofisiologi
Bila terjadi gangguan kontraktilitas miokard primer atau beban
hemodinamik berlebih diberikan pada ventrikel normal, jantung akan
mengadakan sejumlah mekanisme adaptasi untuk mempertahankan
curah jantung dan tekanan darah.
Mekanisme Kompensasi
Tiap mekanisme kompensasi jantung berikut memberikan manfaat
hemodinamik segera, namun dengan konsekuensi merugikan jika
terjadi dalam jangka panjang yang berperan dalam perkembangan
gagal jantung kongestif

1. Efek Neurohormonal
Aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron (sistem RAA)
Akibat curah jantung yang berkurang akan menyebabkan
penurunan perfusi ginjal yang selanjutnya menstimulasi sistem
RAA. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor kuat pada arteriol
eferen ginjal, yang menstimulasi pelepasan norepinefrin dari
ujung saraf simpatis dan menghambat tonus vagal. Selain itu,
angiotensin II membantu pelepasan aldosteron dari kelenjar
adrenal yang menyebabkan retensi natrium dan air serta eksresi
kalium diginjal. Gangguan fungsi hati pada gagal jantung dapat
menurunkan metabolisme aldosteron sehingga meningkatkan

kadar aldosteron lebih lanjut.


Aktivasi sistem saraf simpatik
Aktivasi sistem saraf simpatik pada gagal jantung kongestif
melalui baroreseptor menghasilkan peningkatan kontraktilitas
miokard pada awalnya, namun kemudian pada aktivasi sistem
RAA dan neurohormonal berikutnya menyebabkan peningkatan
15

tonus vena (preload jantung) dan tonus arteri (afterload jantung),


meningkatkan norepinefrin plasma, retensi progresif garam dan
air serta edem. Stimulasi simpatik kronis menghasilkan regulasi
turun-reseptor jantung, menurunkan respon jantung terhadap
stimullasi. Kejadian ini bersama dengan gangguan baroreseptor
kemudian akan menyebabkan peningkatan stimulasi simpatik

lebih lanjut.
Peptida natriuretik
Peptida natriuretik memiliki berbagai efek pada jantung,
ginjal dan sistem saraf pusat.
1) Peptida natriuretik atrial (ANP) dilepaskan dari
jantung

sebagai

respon

terhadap

peregangan

atrium
serta

menyebabkan natriuresis dan dilatasi.


2) Peptida natriuretik otak (BNP) juga dilepaskan dari jantung,
terutama dari ventrikel dan dengan kerja yang serupa
dengan ANP. Peptida natriuretik bekerja sebagai antagonis
fisiologis terhadap efek angiotensin II pada tonus vaskuler,

sekresi aldosteron dan reabsorbsi nartium gnjal


Peningkatan kadar hormon antidiuretik (ADH)
Kadar hormon ADH juga meningkat, menyebabkan

vasokontriksi dan berperan dalam retensi air dan hiponatremi.


Sekresi endotelin
Endotelin merupakan peptide vasokonstriktor poten yang
disekresikan oleh sel endotelial vaskuler yang membantu retensi
natrium diginjal.

2. Efek Hemodinamik
Hipertrofi miokard
Pada hipertrofi miokard, terjadi peningkatan massa elemen
kontraktil yang memulihkan peningkatan stres dinding ventrikel
menjadi normal dan memperbaiki kontraksi sistolik, namun juga
meningkatkan kekakuan dinding ventrikel serta menurunkan

pengisian ventrikel dan fungsi diastolik


Mekanisme Frank-Starling
Mekanisme Frank-Starling berupa konstriksi vena sistemik
dan retensi natrium serta air meningkatkan tekanan atrium dan
tekanan serta volume akhir diastolik ventrikel (meningkatkan
16

preload),

pemanjangan

sarkomer

dan

kontraksi

myofibril

diperkuat.
Redistribusi curah jantung
Redistribusi ini paling jelas waktu pasien gagal jantung
melakukan

exercise,

tetapi

bila

gagal

jantung

berlanjut,

redistribusi terjadi bahkan dalam keadaan basal. Aliran darah


diredistribusi sehingga penghantaran oksigen keorgan vital seperti
otak dan miokard dipertahankan pada kadar yang normal atau
mendekati normal, sedangkan aliran ke area yang kurang kritis
seperti kutaneus, muskularis dan viscera menjadi berkurang.
Vasokontriksi yang diperantarai oleh sistem saraf adrenergik
sangat

bertanggungjawab

untuk

banyak

manifestasi

gagal

jantung seperti akumulasi cairan (berkurangnya aliran ginjal),


demam derajat rendah (berkurangnya aliran kutaneus) dan
kelelahan (berkurangnya aliran otot).
IV.5 Manifestasi Klinis
Berdasarkan

bagian

jantung

yang

mengalami

kegagalan

pemompaan, gagal jantung terbagi atas gagal jantung kiri, gagal


jantung kanan, dan gagal jantung kongestif. Gejala dan tanda yang
timbul pun berbeda, sesuai dengan pembagian tersebut.

Pada gagal jantung kiri akan menyebabkan gejala gejala akibat


bendungan darah di paru seperti dyspnea deffort , fatigue,
ortopnea, dispnea nokturnal paroksismal, batuk, pembesaran
jantung, irama derap, ventricular heaving, bunyi derap S3 dan S4,
pernafasan Cheyne Stokes, takikarsi, pulsus alternans, ronki dan
kongesti vena pulmonalis.

Pada

gagal

jantung

kanan

timbul

fatigue,

edema,

liver

engorgement, anoreksia, dan kembung. Pada pemeriksaan fisik


bisa didapatkan hipertrofi jantung kanan, heaving ventrikel kanan,
irama derap atrium kanan, murmur, tanda tanda penyakit paru
kronik, tekanan vena jugularis meningkat, bunyi P 2 mengeras,

17

asites, hidrotoraks, peningkatan tekanan vena, hepatomegali,


splenomegali kongestif, ascites dan edema pitting.

Pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal


jantung kiri dan kanan.

Diagnosis Gagal Jantung Kongestif (Kriteria Framingham)


Kriteria mayor
1 Dispnea nokturnal paroksismal atau ortopnea
2 Peningkatan tekanan vena jugularis
3 Ronki basah tidak nyaring
4 Kardiomegali
5 Edema paru akut
6 Gallop S3
7 peningkatan tekanan vena >16 cm H2O
8 Refluks hepatojugular
Kriteria Minor
1 Edema ekstremitas bawah
2 Batuk malam hari
3 Dyspnea deffort
4 Hepatomegali
5 Efusi pleura
6 Kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum
7 Takikardi ( nadi >120x/menit)
Kriteria mayor atau minor
Penurunan berat badan >4,5 kg dalam 5 hari setelah terapi
Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor; atau 1 kriteria mayor dan
2 kriteria minor harus ada pada saat yang bersamaan.

New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional


dalam 4 kelas :
18

Kelas I

Tidak ada batasan; aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan kelelahan,


sesak atau palpitasi
Kelas II :
Sedikit batasan pada aktivitas fisik; tidak ada gangguan pada saat
istirahat tetapi aktivitas fisik biasa menyebabkan kelelahan, sesak
atau palpitasi
Kelas III :
Terdapat batasan yang jelas pada aktivitas fisik; tidak ada gangguan
pada

saat

istirahat

tetapi

aktivitas

fisik

ringan

menyebabkan

kelelahan, sesak atau palpitasi


Kelas IV :
Tidak dapat melakukan aktivitas fisik; keluhan gagal jantung sudah
timbul saat pasien istirahat.
IV.6 Pemeriksaan Penunjang

Radiografi thorax
Bayangan jantung dapat membesar pada proyeksi PA (CTR
>50%).

Pembesaran

atrium

kiri

dapat

diperlihatkan

oleh

gambaran double contour. Menonjolnya vena pulmonalis apikal


menunjukkan meningkatnya tekanan pengisian atrium kiri. Pada
keadaan

edema

paru,

akan

didapatkan

gambaran

infiltrat

prekordial pada kedua paru. Efusi pleura dapat dilihat dari


keadaan

sudut

costofrenikus

yang

tumpul.

Proyeksi

lateral

mengidentifikasi pembesaran ventrikel kanan dengan adanya

penyempitan ruang udara retrosternal.


Elektrokardiografi
EKG dapat memperlihatkan bukti infark miokardium yang terjadi
sebelumnya.

Penemuan-penemuan

biasanya

non

spesifik,

misalnya kelainan konduksi, aritmia, kelainan ST dan gelombang T.


Mungkin terdapat bukti hipertrofi ventrikel kanan atau kiri dan

pembesar atrium kanan atau kiri.


Echokardiografi
19

Echokardiografi sangat berguna dalam menyingkirkan lesi katup


stenotik atau efusi pecicardial. Ukuran ruang ventrikel kiri dan
ketebalan dinding dapat dengan teliti diukur untuk menilai efek
beban tekanan kronis atau beban volume kronis. Selain itu,
kontraktilitas ventrikel kiri dapat diukur dengan suatu fraksi ejeksi

(normal, >50%)
Kateterisasi jantung
Teknik ini adalah alat diagnostik yang terakhir untuk menetapkan
penyebab gagal jantung kongesif. Penilaian tekanan intrakardiak
dan curah jantung akan menentukan beratnya gangguan fungsi
miokardium

atau

lesi

katup.

Sineangiografi

koroner

akan

mengidentifikasi penyakit arteri koroner. Sineangiografi ventrikel


kiri mengukur volume ventrikel kiri dan faksi ejeksi serta
mengukur beratnya regurgitasi mitral. Sineangiografi ventrikel
kanan mengevaluasi fungsi sistolik ventrikel kanan dan beratnya

regurgitasi trikuspidalis.
Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan
darah
lengkap
menyingkirkan

anemia

dan

direkomendasikan

infeksi

(leukositosis)

untuk
sebagai

pemicu terjadinya gagal jantung


Pemeriksaan serum elektroit
Diperlukan sebagai referensi sebelum pemberian obat
obatan

untuk

menghindari

terjadinya

hiponatremia

atau

hiperkalemia.
Tes fungsi ginjal
Pada pasien gagal ginjal biasanya terjadi peningkatan serum
ureum

dan

kreatinin

karena

renal

insufisiensi

akibat

menurunnya aliran darah keginjal karena penurunan cardiac


output jantung. Hal ini berpengaruh terhadap onset dan durasi
obat obatan yang akan diberikan.
Tes fungsi hepar
Adanya hepatomegali kongestif dan sirosis kardiak akan
berpengaruh terhadap fungsi hepar yang ditunjukkan dengan
adanya peningkatan pada serum SGOT / SGPT. Pada kasus
gagal jantung akut dapat juga terjadi hiperbilirubinemia.
20

Pepetida natriuretik B (BNP)


BNP adalah polipeptida asam amino yang terdiri dari cincin 17
asam amino. BNP plasma disekresi oleh ventrikel jantung
sehingga lebih sensitif dan spesifik sebagai pananda adanya
disfungsi ventrikel dibandingkan peptida natriuretik lainnya.
BNP meningkat seiring dengan peningkatan usia dan pada
pasien gagal jantung. Pemeriksaan BNP serum <100 pg/mL
menandakan

bukan

gagal

jantung,

100

500

pg/mL

kemungkinan gagal jantung dan >500 pg/mL adalah gagal


jantung.

IV.7 Penatalaksanaan
Terapi dekompensatio kordis secara logis dapat dibagi menjadi tiga
komponen:
1) Menghilangkan faktor predisposisi
2) Memperbaiki penyebab yang mendasari
3) Mengendalikan keadaan dekompensatio kordis, dengan cara:
a) Mengurangi beban kerja jantung
Mengurangi kegiatan fisis
Mengistirahatkan emosi
Mengurangi afterload
b) Mengendalikan retensi berlebih garam dan air
Diet rendah garam
Diuretika
Indikasi. Diuretika diindikasikan untuk semua pasien
dengan gangguan fungsi jantung sistolik, karena retensi
natrium dan air adalah sekuel patofisiologi dalam keadaan
ini.
Cara kerja. Diuretika meningkatkan ekskresi natrium dan
air, memperbaiki gejala kongesti dengan mengurangi
tekanan pengisian, dan memperbaiki fungsi ventrikel
dengan mengurangi tekanan dinding ventrikel karena

1.

berkurangnya ukuran rongga.


Pilihan
Diuretika tiazid
21

2.

Diuretika ansa (asam etakrinat, furosemid dan bumetamid)


3. Diuretika hemat kalium (spironolakton, triamteren dan
amilorid)
Vasodilator
Indikasi. Terapi
mengurangi

vasodilator

angka

telah

mortalitas

terbukti
pada

dapat

penderita

dekompensatio kordis kelas IV (menurut NYHA). Banyak


percobaan yang sedang dilakukan untuk mengevaluasi
beberapa kombinasi vasodilator, dengan tekanan khusus
pada obat-obat ACE inhibitor.
Cara kerja. Bertambahnya

aktivitas

neurohumoral

simpatik adalah suatu mekanisme kompensasi akiut dan


kronis

yang

penting

pada

dekompensatio

kordis.

Peningkatan tonus vena yang diakibatkannya membantu


aliran balik vana ke jantung kanan dan kiri. Aktivitas
simpatik

yang

meningkat

juga

mengakibatkan

meningkatnya tonus arteri, yang meningkatkan tekanan


dinding dan dapat menekan lebih jauh fungsi ventrikel
dan volume sekuncup. Tetapi vasodilator menurunkan
resistensi pembuluh darah perifer, memperbaiki volume
sekuncup dan curah jantung sambil menurunkan tekanan
pengisian yang normal atu berkurang, terapi vasodilator
mungkin tidak mengakibatkan perubahan atau penurunan

curah jantung.
Pilihan
ACE ihibitor
Dianjurkan sebagai obat lini pertama baik dengan atau
tanpa keluhan untuk meningkatkan morbiditas dan
mortilitas.
Harus diberikan sebagai terapi awal bila tidak ditemui
retensi cairan. Bila disertai retensi cairan harus

diberikan bersama diuretik.


Angiotensin II reseptor bloker (ARB)
Masih merupakan alternatif bila pasien tidak toleran
terhadap ACE inhibitor ARB sama efektifnya dengan

22

ACE

inhibitor

pada

dekompensatio

kordis

dalam

menurunkan morbiditas dan mortilitas.


Pada infrak miokard dengan dekompensatio kordis,
ARB

sama

efektif

dengan

menurunkan mortalitas.
Dapat dipertimbangkan
pemakaian
3

ACE

ACE

inhibitor

penambahan

inhibitor

pada

dalam

ARB

pada

pasien

yang

simptomatik guna menurunkan mortalitas.


Hidralazin-Nitrat oral
Dapat dipakai sebagai tambahan pada keadaan di
mana pasien tidak toleran terhadap ACE inhibitor atau
dengan ARB.
Kombinasi nitral oral (ISDN 20 mg) dengan kalsium
antagonis (hidralazin 37,5 mg), tiga kali sehari dapat
menurunkan morbiditas dan mortalitas pada pasien

dengan dekompensatio kordis.


c) Memperbesar kemampuan kontraksi

miokard

(inotropik

positif)
Digitalis
Indikasi : Pasien dengan kardiomegali, penurunan fungsi
sistolik dan kongesti vena pulmonalis harus dimulai
dengan digitalis. Karena hipokalemia yang diakibatkan
oleh pemberian terapi diuretika dapat menyebabkan
predisposisi untuk aritmia yang berkaitan dengan digitalis,
maka elektrolit serum harus dipantau dengan teliti bila
obat ini mulai diberikan.
Cara kerjA : Daya kerja utama senyawa digialis adalah
berlaku

sebagai

perangsang

inotropik

positif,

yang

mungkin sekali berhubungan dengan kerja penghambatan


pada natrium-kalium ATPase membran oleh obat ini.
Akibatnya

adalah

peningkatan

konsentrasi

natrium

intrasel, yang menyebabkan peningkatan kalsium intrasel


untuk proses kontraksi. Oleh karena itu, efek inotropik
positif dari senyawa digitalis tidak diperantarai oleh
pelepasan

katekolamin

atau

peningkatan

kepekaan

terhadap katekolamin dan efek inotropik positif akan tetap


23

ada meskipun terdapat b bloker dalam dosis penuh. Efek


elektrofisiologik

utama

dari

digitalis

pada

jantung

diperantarai oleh suatu efek vagus yang kuat dan


mungkin oleh penghambatan langsung pada mekanisme
pompa natrium-kalium. Perlamatan konduksi oleh AV node
disertai

dengan

pengurangan

kecepatan

ventrikel,

perpanjangan diastolik dan meningkatnya waktu untuk


pengisian diastolik. Ini membuat terapi digitalis sangat
sesuai untuk penanganan gagal jantung yang disertai
dengan komplikasi supraventrikuler takikerdi dan atrial
fibrilasi.
Pilihan :
1. Digoksin
2. Digitoksin
Obat simpatomimetik
Cara kerja. Merangsang reseptor b adrenergik.
Pilihan. Dobutamin atau dopamin
Penghambat fosfodiesterase
Cara kerja. Mencegah perusakan cAMP oleh enzim
fosfodiesterase di dalam sel.
Pilihan. Amrinon.

IV. 8 Prognosis
Studi dari Framingham dengan data selama 30 tahun
menggambarkan angka ketahanan hidup selama 5 tahun pada
pasien gagal jantung adalah 60% pada laki laki dan 45% pada
perempuan. Sejumlah faktor yang berkaitan dengan prognosis
gagal jantung yaitu sebagai berikut :
Keadaan klinis
Semakin buruk

gejala pasien, kapasitas aktivitas dan

gambaran klinis semakin buruk prognosis.


Hemodinamik
Semakin rendah indeks jantung, isi sekuncup dan fraksi
ejeksi, semakin buruk prognosis.
Biokimia

24

Terdapat hubungan terbalik yang kuat antara norepinefrin,


renin,

vasopresin

dan

peptida

natriuretik

plasma.

Hiponatremi.dikaitkan dengan prognosis yang buruk.


Aritmia
Fokus ektopik bentrikel yang sering atau takikardi ventrikel
menandakan prognosis yang buruk.

Klasifikasi KILLIP
Merupakan

klasifikasi

yang

digunakan

untuk

menentukan

prognosis pada pasien gagal jantung yang disebabkan oleh penyakit


jantung koroner.
Kelas
I
II

Gambaran Klinis
Tidak ada tanda disfungsi LV
Gallop S3 dengan atau

III
IV

kongesti paru
Edem berat paru akut
Syok kardiogenik

Mortalitas
0 6%
tanpa 30%
40%
>80%

25

Anda mungkin juga menyukai