Anda di halaman 1dari 62

MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

BAGIAN 1

PENJELASAN UMUM

Pengantar

Pendidikan bagi calon pandita untuk dapat mengerti dan mempelajari Tata Cara
Perkawinan secara Agama Buddha sangat diperlukan. Terlebih lagi dewasa ini pandita Buddha
sangat terbatas, sehingga perlu adanya sebuah gerakan pengangkatan pandita muda dan
bimbingan di bidang Perkawinan secara Agama Buddha baik tata cara, hukum, persyaratan dan
regulasi pemerintahan serta belum ada model pendidikan upacara Perkawinan dalam Agama
Buddha yang berbasis Blended Learning.

Modul pelatihan upacara perkawinan dalam Agama Buddha dikembangkan untuk memfasilitasi
para pandita untuk belajar dan meningkatkan kreatifitasnya dalam memahami upacara
perkawinan dalam Agama Buddha .

Strategi pembelajaran dalam modul ini menggunakan beberapa metode pembelajaran yaitu
diskusi kelompok, curah pendapat, praktik, simulasi, presentasi dan tugas mandiri.

Tujuan Pembelajaran

Setelah mempelajari modul ini, saudara diharapkan mampu:

1. Memahami syarat-syarat yang dibutuhkan mempelai pria dan wanita dalam perkawinan
Agama Buddha
2. Menyusun sarana yang digunakan dalam upacara perkawinan
3. Menyelenggarakan upacara perkawinan sesuai dengan Agama Buddha
4. Menjelaskan makna yang tersirat dalam proses upacara perkawinan

Isi Modul

1
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

Modul ini terdiri atas 4 topik utama dan dipelajari selama 8 jam pelajaran/ setiap JP adalah 45
menit. Adapun rincian isi modul dan alokasi waktu tercantum di tabel 1.

Tabel 1. Isi Modul

No Topik Alokasi waktu


1 Analisis pengertian upacara perkawinan 1 JP
2 Pembelajaran syarat-syarat perkawinan dalam Agama 2 JP
Buddha
3 Tata cara upacara perkawinan 4 JP
4 Statistika 1 JP
Jumlah 8 JP

PRINSIP PENILAIAN PELATIHAN UPACARA PERKAWINAN BAGI PANDITA


BUDDHA

Penilaian terhadap peserta bertujuan untuk mengukur kompetensi peserta melalui ketercapaian
indikator kompetensi dan keberhasilan tujuan pembelajaran. Aspek yang dinilai mencakup sikap,
keterampilan dan Test Akhir (TA).

1. Penilaian sikap

Penilaian sikap dimaksudkan untuk mengetahui sikap peserta pada aspek kerjasama, disiplin,
tanggung jawab, dan keaktifan. Sikap-sikap tersebut dapat diamati pada saat menerima
materi, melaksanakan tugas individu dan kelompok, mengemukakan pendapat dan bertanya
jawab, serta saat berinteraksi dengan fasilitator dan peserta lainnya.

Penilaian aspek sikap dimulai awal sampai akhir kegiatan secara terus menerus yang
dilakukan oleh fasilitator pada setiap materi. Namun nilai akhir aspek sikap ditentukan dihari
terakhir atau menjelang kegiatan berakhir yang merupakan kesimpulan fasilitator terhadap
sikap peserta selama kegiatan dari awal sampai akhir berlangsung.

2. Penilaian keterampilan
Penilaian keterampilan dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan peserta dalam
mendemonstrasikan pemahaman dan penerapan pengetahuan yang diperoleh serta

2
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

keterampilan yang mendukung kompetensi dan indikator. Penilaian keterampilan


menggunakan pendekatan penilaian autentik mencakup bentuk tes dan nontest. Penilaian
keterampilan dilakukan pada saat pembelajaran melalui penugasan individu dan/atau
kelompok oleh fasilitator. Komponen yang dinilai dapat berupa hasil lembar kerja dan/atau
hasil praktik sesuai dengan kebutuhan.
3. Test Akhir (TA)
Test akhir dilakukan oleh peserta pada akhir kegiatan. Peserta yang dapat mengikuti tes akhir
adalah peserta yang memenuhi minimal kehadiran 90 % dan mengerjakan tugas-tugas yang
diberikan.
Selanjutnya, Nilai Akhir (NA) diperoleh dengan formula sebagai berikut:

NA= (NS X 40%) + (NK X 60%) + (TA X 40%)


Keterangan:

NA : Nilai Akhir

NS : Nilai Sikap

NK : Nilai Keterampilan

TA : Tes Akhir (Nilai Pengetahuan)

BAGIAN II

ANALISIS MATERI MODUL

3
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

Modul pelatihan upacara perkawinan dalam Agama Buddha dikembangkan untuk memfasilitasi
para pandita untuk belajar dan meningkatkan kreatifitasnya dalam memahami upacara
perkawinan dalam Agama Buddha.

Modul ini terdiri atas 4 topik utama dan dipelajari selama 8 jam pelajaran/ setiap JP adalah 45
menit. Adapun rincian isi modul dan alokasi waktu tercantum di tabel 1.

Tabel 1. Isi Modul

No Topik Alokasi waktu


1 Analisis pengertian upacara perkawinan 1 JP
2 Pembelajaran syarat-syarat perkawinan dalam Agama 2 JP
Buddha
3 Tata cara upacara perkawinan 4 JP
4 Statistika 1 JP
Jumlah 8 JP

KOMPETENSI INTI

KI 1 Menghayati dan mengamalkan ajaran Agama Buddha

KI 2 Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab,


peduli (gotong royong, kerjasama, toleran), santun, responsif dan pro aktif
dan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai
permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial.
4
KI 3 Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual
dan prosedural, berdasarkan rasa ingin tahu tentang upacara perkawinan
menurut Agama Buddha, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

KOMPETENSI DASAR

1. Menghayati Dan Mengamalkan Ajaran Agama Buddha


2. Memiliki Motivasi Internal, Kemampuan Bekerjasama, Konsisten, Sikap
Disiplin, Rasa Percaya Diri, Dan Sikap Toleransi Dalam Perbedaan Strategi
Berpikir, Dalam Memilih Dan Menerapkan Strategi Menyelesaikan Masalah.
3. Mampu mentransformasi diri dalam berperilaku jujur, tangguh menghadap
masalah, kritis dan disiplin dalam melaksanakan tugas sebagai pandita.
4. Memahami Pengertian Upacara Perkawinan Dalam Agama Buddha.
5. Menjelaskan Macam-Macam Tata Cara Upacara Perkawinan Dalam Agama
Buddha.
6. Mampu Mengenal Sarana Yang Digunakan Dalam Upacara Perkawinan.
7. Menceritakan Makna Yang Terkandung Dalam Sikap Yang Dilakukan Pada Saat
Upacara Perkawinan Oleh Mempelai Pria Dan Wanita.

TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Dengan mendengarkan penjelasan tentang pengertian upacara perkawinan
dari guru, siswa dapat memahami dan membedakan pengertian upacara
perkawinan secara umum dan menurut Agama Buddha.
2. Dengan mengamati penjelasan dan contoh tata cara upacara perkawinan
dalam Agama Buddha siswa dapat menjelaskan tata cara upacara
5
perkawinan dalam Agama buddha.
3. Dengan mengamati contoh-contoh Sarana Yang Digunakan Dalam Upacara
Perkawinan yang disampaikan guru, siswa dapat memahami sarana yang
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

INDIKATOR PEMBELAJARAN

1. Bekerja sama dalam kegiatan kelompok


2. Toleran dalam proses pemecahan masalah yang berbeda dan
kreatif
6
3. Berperilaku jujur dan disiplin
4. Menjelaskan pengertian upacara perkawinan dengan benar
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

DISKRIPSI PERILAKU AWAL

Pendidikan bagi calon pandita untuk dapat mengerti dan mempelajari tata cara Perkawinan
secara Agama Buddha sangat diperlukan. Terlebih lagi dewasa ini pandita Buddha sangat
terbatas, sehingga perlu adanya sebuah gerakan pengangkatan pandita muda dan bimbingan
di bidang Perkawinan secara Agama Buddha baik tata cara, hukum, persyaratan dan regulasi
pemerintahan serta belum ada model pendidikan upacara Perkawinan dalam Agama Buddha
yang berbasis Blended Learning.

KEGIATAN PEMBELAJARAN

A. Uraian Materi

Pengertian upacara secara umum

7
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

Upacara adalah rangkaian tindakan terorganisasi dengan tatanan atau aturan tertentu yang
mengedepankan berbagai tanda atau simbol – simbol kebesaran dan menggunakan cara-cara
yang ekspresif dari hubungan sosial, terkait dengan suatu tujuan atau peristiwa yang penting.

Upacara adalah sistem aktifitas atau rangkaian atau tindakan yang ditata oleh adat atau hukum
yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan dengan berbagai macam peristiwa tetap
yang biasanya terjadi di masyarakat yang bersangkutan. Koentjaranigrat (1984:189-190)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Pengertian Upacara adalah sebagai berikut :

1. Rangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat kepada aturan-aturan tertentu menurut
adat atau Agama.

2. Perbuatan atau perayaan yang dilakukan atau diadakan sehubungan dengan peristiwa
penting

Pengertian upacara perkawinan secara Umum


Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, pasal 1 disebutkan bahwa perkawinan
adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan
tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke
Tuhanan Yang Maha Esa. Dari pasal ini tampak bahwa perkawinan itu adalah merupakan
ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita ini haruslah mendapat ijin dari kedua
orang tuanya, perkawinan tidak boleh dilaksanakan karena paksaan atau pengaruh orang lain.
Ini untuk menghindari terjadinya kerenggangan setelah menjalani hidup berumah tangga.
Karena keberhasilan dalam perkawinan diantaranya adalah saling mencintai, saling bekerja
sama, saling isi mengisi, bahu membahu dalam setiap kegiatan berumah tangga.

Menurut Bachtiar (2004), Definisi Perkawinan adalah pintu bagi bertemunya dua hati
dalam naungan pergaulan hidup yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama, yang di
dalamnya terdapat berbagai hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh masing-masing
pihak untuk mendapatkan kehidupan yang layak, bahagia, harmonis, serta mendapat
keturunan. Perkawinan itu merupakan ikatan yang kuat yang didasari oleh perasaan cinta yang
sangat mendalam dari masing-masing pihak untuk hidup bergaul guna memelihara
kelangsungan manusia di bumi.

8
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

Upacara perkawinan adalah rangkaian kegiatan, atau perbuatan yang terikat pada
aturan-aturan tertentu menurut adat atau Agama yang dilakukan untuk penyatuan ikatan lahir
dan batin antara seorang pria dan seorang wanita menjadi sepasang suami – istri untuk
membentuk keluarga bahagia

Pengertian upacara perkawinan secara Buddhis

Perkawinan adalah suatu ikatan lahir dan batin antara seorang pria sebagai suami dan
seorang wanita sebagai istri berlandaskan pada cinta kasih (maitri), kasih sayang (karuna),
rasa sepenanggunan (mudita) dengan tujuan untuk membentuk satu keluarga (rumah tangga)
bahagia yang diberkati oleh Tuhan Yang Maha Esa dan Sang Triratna.

Seorang laki-laki yang beragama Buddha di dalam hidupnya dapat memilih antara
hidup berkeluarga dan tidak berkeluarga. Sebagai orang yang hidup berkeluarga ia dapat
kawin dengan seorang perempuan dan membentuk keluarga, lalu mempunyai keturunan dan
seterusnya; akan tetapi ia juga dapat tidak kawin dan tidak membentuk keluarga, tentunya
dengan berbagai alasan. Apabila ia memilih hidup tidak berkeluarga juga tidak berumah
tangga, maka ia dapat tinggal di vihara sebagai anagarika, samanera atau bhikkhu.

Seperti juga seorang laki- laki maka seorang perempuan yang beragama Buddha
dapat memilih antara hidup berkeluarga dan hidup tidak berkeluarga. Sebagai orang yang
hidup berkeluarga ia dapat memilih antara hidup bersama dengan laki-laki sebagai suami
isteri dan membentuk keluarga, atau ia tidak kawin dan tidak membentuk keluarga. Apabila ia
memilih hidup tidak berkeluarga juga tidak berumah tangga maka pada saat ini sesuai dengan
Mazhab Theravada, ia dapat hidup sebagai seorang anagarini yang mematuhi atthasila.

Walaupun di dalam Agama Buddha tidak ditentukan secara tegas azas monogami yang
dianut, secara eksplisit dalam ajarannya menyebutkan bahwa jika seorang lelaki yang telah
kawin pergi kewanita lain, ia hanya akan menambah masalah dan akan menghadapi banyak
rintangan dan halangan. kemudian dengan berdasarkan kepada Anguttara Nikaya 11.57
Perkawinan yang dipuji oleh Sang Buddha adalah perkawinan antara seorang laki-laki yang
baik (dewa) dengan seorang perempuan yang baik (dewi), maka dapat disimpulkan bahwa
azas perkawinan menurut Agama Buddha adalah azas monogami, yaitu dalam suatu

9
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

perkawinan seorang laki-laki hanya boleh mempunyai seorang isteri dan seorang perempuan
hanya boleh mempunyai seorang suami.

Upacara perkawinan menurut tata cara Agama Buddha dapat dilangsungkan di vihara,
cetiya atau di rumah salah satu mempelai yang memenuhi syarat untuk pelaksanaan upacara
perkawinan.

A. Syarat-syarat Perkawinan
1. Persyaratan Perkawinan
 Persyaratan Perkawinan di vihara yaitu :

a. Mengisi formulir permohonan pelaksanaan upacara perkawinan;

b. Mengisi berita acara perkawinan;

c. Surat Keterangan Lurah mengenai status masing-masing calon mempelai yang akan
melangsungkan perkawinan, dengan lampirannya Surat Keterangan untuk Kawin, Surat
Keterangan Asal – Usul, Surat Keterangan tentang Orang Tua.

d. Foto Copy KTP (dilegalisir) kedua calon mempelai

e. Foto Copy Akta Kelahiran (dilegalisir) kedua calon mempelai

f. Foto Copy Kartu Keluarga kedua calon mempelai

g. Foto Copy KTP orang tua / wali kedua calon mempelai

h. Foto Copy KTP 2 orang saksi, yaitu satu dari masing-masing pihak.

i. Pasfoto berwarna 4 X 6 berdampingan 5 lembar ( Sesuai Kebutuhan )

j. Dokumen lain sesuai kebutuhan, misalnya : Akte kematian / perceraian bagi yang
pernah kawin; Izin orang tua jika usia mempelai dibawah 21 tahun; Izin Pengadilan
Negeri jika usia mempelai pria belum 19 tahun dan mempelai wanita belum 16 tahun;
izin atasan untuk anggota TNI/Polri/Pegawai Negeri Sipil; dispensasi camat jika
pencatatan kurang dari 10 hari kerja.

10
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

k. Pernyataan Memeluk Agama Buddha (dengan materai) untuk calon mempelai yang
dalam dokumen jati dirinya tertulis bukan beragama Buddha ( jika tidak mungkin
memperbaikinya
 Persyaratan Perkawinan di catatan sipil :

a. Surat Keterangan Lurah mengenai status masing-masing calon mempelai yang akan
melangsungkan perkawinan, dengan lampirannya Surat Keterangan untuk Kawin,
Surat Keterangan Asal – Usul, Surat Keterangan tentang Orang Tua.

b. Surat Keterangan Perkawinan Agama dari Vihara

c. Foto Copy KTP (dilegalisir) kedua calon mempelai

d. Foto Copy Akta Kelahiran (dilegalisir) kedua calon mempelai

e. Foto Copy Kartu Keluarga kedua calon mempelai

f. Foto Copy KTP orang tua / wali kedua calon mempelai

g. Foto Copy KTP 2 orang saksi, yaitu satu dari masing-masing pihak.

h. Pasfoto berwarna 4 X 6 berdampingan 5 lembar ( Sesuai Kebutuhan )

i. Dokumen lain sesuai kebutuhan, misalnya : Akte kematian / perceraian bagi yang
pernah kawin; Izin orang tua jika usia mempelai dibawah 21 tahun; Izin Pengadilan
Negeri jika usia mempelai pria belum 19 tahun dan mempelai wanita belum 16 tahun;
izin atasan untuk anggota TNI/Polri/Pegawai Negeri Sipil; dispensasi camat jika
pencatatan kurang dari 10 hari kerja.

j. Pernyataan Memeluk Agama Buddha (dengan materai) untuk calon mempelai yang
dalam dokumen jati dirinya tertulis bukan beragama Buddha ( jika tidak mungkin
memperbaikinya )

k. Surat Singel dari catatan sipil setempat jika salah satu mempelai beda Kabupaten /
Kota atau Provinsi

l. Surat ijin menikah yang dikeluarkan kedutaan asal WNA atau yang disebut CNI
(Certificate of No Impediment) (bagi yang beda Negara)

11
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

m. Fotokopi kartu identitas (KTP) WNA (bagi yang beda Negara)

n. Fotokopi paspor (bagi yang beda Negara)

o. Surat keterangan domisili WNA (bagi yang beda Negara)

Dengan catatan : semua persyaratan disuaikan dengan kondisi setempat.

B. Tata Cara Upacara Perkawinan Dalam Agama Buddha


1. Perlengkapan Upacara
a. Altar dengan segala perlengkapannya, termasuk mangkuk berisi air dan bunga untuk
pemercikan air pemberkatan;
b. Tempat duduk untuk mempelai, orang tua mempelai, Rohaniawan Pembina
Perkawinan / Pandita dan upacarika ( kalau diperlukan, juga untuk anggota sangha );
c. Sebuah meja untuk penandatangan Surat Pemberkatan Perkawinan;
d. Surat Pemberkatan Perkawinan / buku pencatatan / berita Acara dan Alat tulis;
e. Sepasang cincin kawin;
f. Sebuah pita berwarna kuning, untuk mengikat kedua tangan mempelai;
g. Kain Kuning untuk pengerudungan;
h. Persembahan untuk puja ( lilin, air, bunga, buah dan dupa );
i. Lilin Panca Warna ( Merah, Biru, Kuning, Putih, Jingga ) jika ada;
j. Persembahan dana ( misal bunga, lilin, dupa ) untuk bhikkhu / bhikkhuni jika di
hadiri oleh anggota sangha.
2. Susunan Acara
 Pemberkatan perkawinan yang tidak dihadiri oleh Bhikkhu / Bhikkhuni :
a. Rohaniwan Pembina Perkawinan / Pandita, Pembawa Acara ( Master
Ceremony ) berdiri di depan altar. Sebelumnya Pandita bertanya kepada
kedua mempelai apakah membawa cincin Perkawinan. Jika ada, kedua
mempelai menyerahkan kepada pandita untuk diletakkan di meja altar.

b. MC mengundang semua tamu untuk memasuki ruang upacara

MC : terlebih dahulu kami undang hadirin yang telah hadir, sanak keluarga,
famili pihak laki-laki dan pihak perempuan untuk memasuki ruangan upacara
12
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

dan menempati tempat yang telah disediakan. Orang tua mempelai pria dan
wanita bersiap-siap di depan ruang upacara / vihara / baktisala ( berbaris orang
tua mempelai pria, orang tua mempelai wanita, dan kedua mempelai )

Catatan:
Posisi pengantin laki-laki dapat berada di sebelah kanan atau di kiri;
disesuaikan dengan budaya setempat.

Tempat duduk di bakti sala: calon pengantin pria duduk di sebelah kanan;
diapit oleh orang tua kedua mempelai ( karena hal ini sesuai dengan budaya
kebaktian).

c. Sambutan dari MC

Para hadirin yang berbahagia, selamat datang di vihara _________ pada hari
ini hari _______, tanggal ______ bulan ______ tahun ______ akan
dilangsungkan pemberkatan perkawinan antara saudara __________ putra dari
Tuan dan Nyonya _________ dengan saudari ________ putri dari Tuan dan
Nyonya _________. Keluarga dan para hadirin akan menjadi saksi atas
perkawinan secara Agama Buddha ini.

d. Orang tua memasuki ruangan upacara / vihara / baktisala

MC : Para hadirin yang berbahagia mari kita tepuk tangan untuk menyambut
orang tua mempelai pria.

Selanjutnya MC : selanjutnya mari kita sambut dengan tepuk tangan, orang tua
mempelai wanita.

e. Puja ( persembahan air, lilin, bunga, buah, dupa )

MC : baiklah para hadirin serta orang tua yang menjadi saksi, mari kita mulai
Acara Pemberkatan Perkawinan Agama Buddha dengan terlebih dahulu
melaksanakan PUJA kepada sang TRIRATNA ( di iringi lagu kami memuja ).

Catatan : persembahan puja dilakukan oleh tim pagar ayu, jika tidak ada
langsung ketahap selanjutnya.

13
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

f. Kedua Mempelai Memasuki ruang upacara / vihara / baktisala.

MC : Baiklah para hadirin, sebagaimana yang sang Buddha sabdakan dalam


Angutara Nikaya bab 11 ayat 59, Pernikahan yang bahagia dalam dharma,
apabila sepasang suami istri ingin tetap bersama baik dalam kehidupan
sekarang maupun di kehidupan yang akan datang, maka kedua pihak haruslah
mempunyai : keyakinan yang sama, kemoralan yang sama, kedermawanan
yang sama, dan kebijaksanaan yang sama.

MC : inilah saat – saat yang kita tunggu, marilah kita sambut kedua mempelai
memasuki ruang baktisala ( diiringi lagu perkawinan yang berbahagia dan
penaburan bunga serta tepuk tangan para hadirin )

MC : kedua mempelai bersujud 3 kali dihadapan altar Buddha yang


mengartikan penghormatan kepada Buddha, Dhamma, dan Sangha.

Catatan : persujudan dilakukan perlahan sesuai arahan MC.

Pertama :

Sang Bhagava, Yang Maha Suci, Yang telah mencapai Penerangan Sempurna.
aku bersujud di hadapan Sang Buddha, Namo Buddhaya

Kedua :

Dhamma telah sempurna dibabarkan oleh Sang Bhagava. Aku bersujud di


hadapan Dhamma. Namo Dhammaya

Ketiga :

Sangha Siswa Sang Bhagava telah bertindak sempurna. Aku bersujud di


hadapan Sangha. Namo Sanghaya

MC : Kedua Mempelai dipersilakan untuk duduk di tempat yang telah


disediakan.

14
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

Selanjutnya pelaksanaan upacara pemberkatan perkawinan agama Buddha


akan di pimpin oleh Pandita ____________________ kepada romo pandita
kami persilakan dengan hormat.

g. Rohaniwan Pembina Perkawinan / Pandita menegaskan keinginan kedua


mempelai untuk menjalani upacara secara agama Buddha, dan
menanyakan apakah kedua mempelai dan orang tua benar-benar tidak
keberatan atas pelaksanaan perkawinan tersebut.

Pandita : Namo Sanghyang Adi Buddhaya, Namo Buddhaya. Pada hari ini
______, tanggal ______, bulan _______, tahun _______ telah menghadap
kedua mempelai untuk melangsungkan perkawinan secara agama Buddha.
Sebelum kami melaksanakan upacara pemberkatan perkawinan, ijinkan saya
mengajukan pertanyaan terlebih dahulu :

Kepada saudara _________ masih adakah halangan ataupun keberatan untuk


anda mengambil saudari _________ sebagai istri atau pasangan hidup anda
yang sah secara agama Buddha? ( Jawaban : tidak ) tepuk tangan untuk
saudara_____

Kepada saudari _________ masih adakah halangan ataupun keberatan untuk


anda menerima saudari _________ sebagai istri atau pasangan hidup anda
yang sah secara agama Buddha? ( Jawaban : tidak ) tepuk tangan untuk
saudari _____

Selanjutnya kepada kedua belah pihak orang tua serta yang hadir disini,
apakah ada yang berkeberatan terhadap perkawinan ini? ( Jawaban : tidak )
tepuk tangan untuk kita semua.

h. Penyalaan lilin panca warna

1. lilin merah dinyalakan oleh Pandita ___________

MC : Kepada Pandita __________ kami persilakan dengan hormat.

Merah melambangkan Cinta Kasih. Cinta Kasih yang universal kepada semua
makhluk tanpa kecuali, baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan

15
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

2. lilin biru dinyalakan oleh ayahanda mempelai pria.

MC : Kepada ayahanda mempelai pria kami persilakan dengan hormat

Biru melambangkan bakti. Bakti kepada orang tua adalah berkah utama.

3. lilin kuning dinyalakan oleh ibunda mempelai pria.

MC : Kepada ibunda mempelai pria kami persilakan dengan hormat.

Kuning melambangkan Kebijaksanaan. Bijaksana dalam segala pikiran, ucapan


dan perbuatan akan membawa kebahagian bagi kehidupan ini dan kehidupan
selanjutnya.

4. lilin putih dinyalakan oleh ayahanda mempelai wanita

MC : Kepada ayahanda mempelai wanita kami persilakan dengan hormat

Putih melambangkan Kesucian. Menjalankan hidup suci sesuai dhamma akan


mendapatkan kebahagiaan yang tiada taranya.

5. lilin jingga dinyalakan oleh ibunda mempelai wanita

MC : Jingga melambangkan semangat. Semangat dalam menjalankan ajaran


Sang Buddha, hidup sesuai dengan dhamma.

Catatan : jika tidak ada lilin panca warna maka pandita menyalakan sepasang
lilin.

i. Pembacaan Paritta

Pandita mempersembahkan dupa dan memimpin doa :

Pandita :

Terpujilah Sanghyang Adi Buddha, Tuhan Yang Maha Esa, terpujilah para
Buddha, terpujilah para Bodhisatva dan Mahasatva. Pada hari ini ________,
bulan _________, tahun _______, hari yang baik, waktu yang baik, serta
dalam keadaan yang baik. di tempat yang suci dan di tempat yang penuh
berkah di vihara ________ akan dilaksanakan upacara pemberkatan

16
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

perkawinan antara saudara __________ dengan saudari __________ semoga


rangkaian upacara ini dapat berjalan dengan baik dan penuh dengan berkah.

Pembacaan Paritta :

Namaskara Gatha

Araham Sammasambuddho Bhagava Buddham Bhagavantam abhivademi

Namo Buddhaya (Sujud 1 kali)

Svakkhato Bhagavata Dhammo Dhammam namassami

Namo Dharmaya (Sujud 1 kali)

Supatipanno Bhagavato Savakasangho Sangham namami

Namo Sanghaya (Sujud 1 kali)

Vandana

Namo Sanghyang Adi Buddhaya (3 kali)

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa (3 kali)

Namo Sabbe Bodhisattvaya Mahasattvaya. (3 kali)

Tissarana

Buddham Saranam Gacchami

Dhammam Saranam Gacchami

Sangham Saranam Gacchami

Dutiyampi Buddham Saranam Gacchami

Dutiyampi Dhammam Saranam Gacchami

Dutiyampi Sangham Saranam Gacchami

Tatiyampi Buddham Saranam Gacchami

Tatiyampi Dharmam Saranam Gacchami

17
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

Tatiyampi Sangham Saranam Gacchami

Pancasila

Panatipata Veramani Sikkhapadam Samadiyami


Adinnadana Veramani Sikkhapadam Samadiyami
Kamesu Micchacara Veramani Sikhapadam
Musavada Veramani Sikkhapadam Samadiyami
Surameraya Majjapamadatthana Veramani Sikkhapadam Samadiyami

Sabbe satta bahvantu sukhitatta, semoga semua makhluk hidup berbahagia.


Sadhu…sadhu…sadhu…

j. Ikrar perkawinan

Pandita :

1. Saudara ______ ( mempelai pria ) ikuti apa yang saya ucapkan :

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa (3kali)

Di hadapan altar para Buddha, para Bodhisatva dan Mahasatva, dengan


disaksikan oleh semua yang hadir disini. Saya ________ dengan ini menyatakan
mengikatkan diri sebagai suami dari saudari _______ (mempelai wanita ). Sejak
hari ini, saya berjanji akan selalu mencintai istri saya, menghormati istri saya,
membahagiakan istri saya, akan selalu setia kepada istri saya dalam keadaan
suka maupun duka, serta saya berjanji akan menjadi suami dan ayah yang
bijaksana dan penuh dengan tanggung jawab. Semoga kita senantiasa dalam
perlindungan sang Triratna Buddha Dhamma dan Sangha.

2. Saudari _______ ( mempelai wanita ) ikuti apa yang saya ucapkan :

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa (3X)

Di hadapan altar para Buddha, para Bodhisatva dan Mahasatva, dengan


disaksikan oleh semua yang hadir disini. Saya ________ dengan ini menyatakan
mengikatkan diri sebagai istri dari saudara _______ (mempelai pria). Sejak hari
ini, saya berjanji akan selalu mencintai suami saya, menghormati suami saya,

18
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

membahagiakan suami saya, akan selalu setia kepada suami saya dalam
keadaan suka maupun duka, serta saya berjanji akan menjadi istri dan ibu yang
bijaksana dan penuh dengan tanggung jawab. Semoga kita senantiasa dalam
perlindungan sang Triratna Buddha Dhamma dan Sangha.

k. Pemasangan Cincin Perkawinan

Pandita :

Saudara ______ (mempelai pria) ikuti apa yang saya sampaikan.

Sebagai tanda cinta kasih, kasih sayang, kesetiaan, dan ikrar perkawinan saya
sebagai suami maka saya pasangkan cincin ini di jari manis istriku yang
tercinta.

(mempelai pria memasangkan cincin kepada mempelai wanita )

MC : tepuk tangan untuk saudara ________

Pandita :

Saudari _______ (mempelai wanita) ikuti apa yang saya sampaikan.

Sebagai tanda cinta kasih, kasih sayang, kesetiaan, dan ikrar perkawinan saya
sebagai istri maka saya pasangkan cincin ini di jari manis suamiku yang
tercinta.

MC : Tepuk tangan untuk saudari ________, sekali lagi tepuk tangan untuk
mereka berdua.

l. Pemasangan Pita Kuning oleh pandita

Mc : pemasangan tali kuning melambangkan penerima segala perbedaan antara


kedua mempelai

Pandita :

Setiap manusia di dunia ini selalu memiliki perbedaan pikiran, baik antara pria
dengan pria, baik antara wanita dengan wanita, baik antara pria dengan wanita.

19
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

Hari ini dengan mengikatkan tali kuning ini di tangan kalian berdua, maka
segala perbedaan pikiran telah disatukan dalam sebuah ikatan perkawinan.

m. Pengerudungan Kain Kuning oleh kedua belah pihak orang tua

MC : Makna pengerudungan kain kuning adalah perlindungan dalam Dharma.


warna kuning adalah simbol untuk emas/kesejahteraan. Semoga pasangan
suami istri ini kelak akan senantiasa berada dalam perlindungan Dharma dan
sejahtera.

MC : Kepada kedua belah pihak orang tua berdiri dibelakang kedua mempelai.

Dengan posisi Ayah-Ibu-Ibu-Ayah

MC : pemasangan kain kuning oleh kedua ayah dari mempelai pria dan wanita
melambangkan simbol perlindungan karena ayah yang telah melindungi sang
anak dari kecil sampai dewasa serta mencari nafkah untuk keluarga.

n. Dhammadesana oleh pandita

Kotbah dharma diisi materi

1. Empat faktor yang membuat rumah tangga lebih berbahagia.

Empat hal tersebut telah diuraikan dalam Anguttara Nikaya II, 60 yaitu
bahwa pasangan hendaknya memiliki kesamaan dalam Keyakinan, Sila,
Kedermawanan, dan Kebijaksanaan.

2. Membina Keluarga Buddhis yang Hitaya Sukhaya ( bahagia dan


sejahtera )
Dalam pembahasan ini akan diuraikan beberapa persyaratan dasar yang
mendukung untuk mewujudkan kehidupan keluarga bahagia menurut
Ajaran Sang Buddha. Faktor-faktor pendukung itu adalah :
a. Hak dan Kewajiban
b. Kemoralan
c. Ekonomi
3. Cinta dan kasih sayang
4. Empat macam pasangan
5. Cinta tidak menuntut tapi memberi

20
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

o. Pemercikan Air Pemberkatan

Pandita membacakan paritta suci sebelum pemercikan Air Pemberkatan

Paritta yang dibacakan adalah paritta Sabbītiyo :

Sabbītiyo vivajjantu
Sabba-rogo vinassatu
Mā te bhavatvantarāyo
Sukhī dīghāyuko bhava
Abhivādana-sīlissa
Niccaṁ vuḍḍhāpacāyino
Cattāro dhammā vaḍḍhanti
Āyu vaṇṇo sukhaṁ balaṁ.

artinya

Semoga terhindar dari semua duka cita


Semoga terbebas dari semua penyakit
Semoga terlepas dari semua mara bahaya
Semoga anda umur panjang dan bahagia
Ia yang saleh dan selalu menghormat kepada yang lebih tua.
Semoga empat keadaan ini berkembang, yakni:
Umur panjang, cantik/ganteng, bahagia dan kuat

Pandita : Semoga kehidupan berkeluarga kalian berdua berjalan rukun,


harmonis, penuh dengan berkah, damai dan sejahtera untuk selama-lamanya.
Semoga selalu dalam lindungan Sang Triratna (Buddha, Dhamma,dan Sangha )

p. Pembukaan kain kuning oleh kedua orang tua

MC : pembukaan kain kuning dilakukan oleh ibu dari kedua belah pihak
mempelai pria dan mempelai wanita.

MC : pembukaan kain kuning oleh ibu sebagai simbol ibu yang telah
memberikan restu dan melepaskan anaknya untuk menjalani kehidupan yang

21
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

baru sebagai pasangan suami dan istri. Sebab dalam kehidupan kita sehari-hari,
ketika anak akan pergi biasanya mereka akan pamit kepada ibu.

q. Pembukaan pita kuning oleh pandita

MC : Pembukaan pita kuning menandakan segala perbedaan antara kedua


mempelai telah disatukan dalam ikatan perkawinan.

Pita diserahkan kepada kedua mempelai, dengan pesan agar disimpan baik-
baik sebagai kenangan yang selalu mengingatkan kembali kepada ikrar
perkawinan. Jika terjadi sesuatu masalah yang dapat memisahkan kalian
berdua ambil pita kuning agar mengingat kembali ikrar perkawinan yang mana
akan selalu saling mencintai, saling menyayangi, saling setia dalam suka
maupun duka.

r. Penandatangan berita acara perkawinan dan surat pemberkatan


perkawinan

1. Kedua mempelai

2. Kedua orang tua ( mempelai pria dan mempelai wanita )

3. Pandita Pemberkatan Perkawinan

s. Kedua mempelai memberikan persujudan kepada kedua orang tua

Sebelum bersujud pandita memberikan dhammadesana tentang jasa kedua


orang tua. Kemudian ungkapan beberapa kata anak kepada orang tua dimulai
dari mempelai pria kepada kedua orang tua mempelai pria, dilanjutkan
ungkapan beberapa kata mempelai wanita kepada kedua orang tua mempelai
wanita.

Catatan :

ungkapan dapat berupa :

1. permohonan maaf kepada kedua orang tua jika selama ini telah banyak
melakukan kesalahan

22
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

2. ucapan terima kasih kepada kedua orang tua yang telah sangat berjasa
khususnya ibu yang telah mengandung kita selama 9 bulan dan melahirkan
kita. menjaga, merawat dan membimbing kita menjadi anak yang sukses.
Ucapan terima kasih kepada ayah yang telah melindungi dan membesarkan
serta mencari nafkah untuk keluarga.

3. Mohon doa restu agar kita berdua dapat selalu hidup rukun, tentram, damai,
sejahtera dan harmonis.

4. Doa untuk kedua orang tua agar mereka senantiasa sehat, panjang umurn
dan berbahagia.

t. Pandita menutup upacara dengan mimpin pembacaan namaskara gatha

u. Foto bersama
Foto bersama pandita, kedua mempelai, kedua belah pihak orang tua mempelai
 Pemberkatan perkawinan yang dihadiri oleh Bhikkhu / Bhikkhuni :
a. Rohaniwan Pembina Perkawinan / Pandita, Pembawa Acara ( Master
Ceremony ) berdiri di depan altar. Sebelumnya Pandita bertanya kepada kedua
mempelai apakah membawa cincin Perkawinan. Jika ada, kedua mempelai
menyerahkan kepada pandita untuk diletakkan di meja altar.

b. MC mengundang semua tamu untuk memasuki ruang upacara terlebih dahulu


kami undang hadirin yang telah hadir, sanak keluarga, famili pihak laki-laki dan
pihak perempuan untuk memasuki ruangan upacara dan menempati tempat yang
telah disediakan. Orang tua mempelai pria dan wanita bersiap-siap di depan ruang
upacara / vihara / baktisala ( berbaris orang tua mempelai pria, orang tua mempelai
wanita, dan kedua mempelai )

Catatan:
Posisi pengantin laki-laki dapat berada di sebelah kanan atau di kiri; disesuaikan
dengan budaya setempat.

Tempat duduk di bakti sala: calon pengantin pria duduk di sebelah kanan; diapit
oleh orang tua kedua mempelai (karena hal ini sesuai dengan budaya kebaktian).

23
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

c. Sambutan dari MC

Para hadirin yang berbahagia, selamat datang di vihara _________ pada hari ini
hari _______, tanggal ______ bulan ______ tahun ______ akan dilangsungkan
pemberkatan perkawinan antara saudara __________ putra dari Tuan dan Nyonya
_________ dengan saudari ________ putri dari Tuan dan Nyonya _________.
Keluarga dan para hadirin akan menjadi saksi atas perkawinan secara Agama
Buddha ini.

d. Orang tua memasuki ruangan upacara / vihara / baktisala

MC : Para hadirin yang berbahagia mari kita tepuk tangan untuk menyambut orang
tua mempelai pria.

Selanjutnya MC : selanjutnya mari kita sambut dengan tepuk tangan, orang tua
mempelai wanita.

e. Puja ( persembahan air, lilin, bunga, buah, dupa )

MC : baiklah para hadirin serta orang tua yang menjadi saksi, mari kita mulai
Acara Pemberkatan Perkawinan Agama Buddha dengan terlebih dahulu
melaksanakan PUJA kepada sang TRIRATNA ( di iringi lagu kami memuja ).

Catatan : persembahan puja dilakukan oleh tim pagar ayu, jika tidak ada langsung
ketahap selanjutnya.

f. Kedua Mempelai Memasuki ruang upacara / vihara / baktisala.

MC : Baiklah para hadirin, sebagaimana yang sang Buddha sabdakan dalam


Angutara Nikaya bab 11 ayat 59, Pernikahan yang bahagia dalam dharma, apabila
sepasang suami istri ingin tetap bersama baik dalam kehidupan sekarang maupun
di kehidupan yang akan datang, maka kedua pihak haruslah mempunyai :
keyakinan yang sama, kemoralan yang sama, kedermawanan yang sama, dan
kebijaksanaan yang sama.

24
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

MC : inilah saat – saat yang kita tunggu, marilah kita sambut kedua mempelai
memasuki ruang baktisala ( diiringi lagu perkawinan yang berbahagia dan
penaburan bunga serta tepuk tangan para hadirin )

MC : kedua mempelai bersujud 3x dihadapan altar Buddha yang mengartikan


penghormatan kepada Buddha, Dhamma, dan Sangha.

Catatan : persujudan dilakukan perlahan sesuai arahan MC.

Pertama :

Sang Bhagava, Yang Maha Suci, Yang telah mencapai Penerangan Sempurna. aku
bersujud di hadapan Sang Buddha, Namo Buddhaya

Kedua :

Dhamma telah sempurna dibabarkan oleh Sang Bhagava. Aku bersujud di hadapan
Dhamma. Namo Dhammaya

Ketiga :

Sangha Siswa Sang Bhagava telah bertindak sempurna. Aku bersujud di hadapan
Sangha. Namo Sanghaya

MC : Kedua Mempelai dipersilakan untuk duduk di tempat yang telah disediakan.

Selanjutnya pelaksanaan upacara pemberkatan perkawinan agama Buddha akan di


pimpin oleh Pandita ____________________ kepada romo pandita kami
persilakan dengan hormat.

g. Rohaniwan Pembina Perkawinan / Pandita menegaskan keinginan kedua


mempelai untuk menjalani upacara secara agama Buddha, dan menanyakan
apakah kedua mempelai dan orang tua benar-benar tidak keberatan atas
pelaksanaan perkawinan tersebut.

Pandita : Namo Sanghyang Adi Buddhaya, Namo Buddhaya. Pada hari ini
______, tanggal ______, bulan _______, tahun _______ telah menghadap kedua
mempelai untuk melangsungkan perkawinan secara agama Buddha. Sebelum kami

25
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

melaksanakan upacara pemberkatan perkawinan, ijinkan saya mengajukan


pertanyaan terlebih dahulu :

Kepada saudara _________ masih adakah halangan ataupun keberatan untuk


anda mengambil saudari _________ sebagai istri atau pasangan hidup anda yang
sah secara agama Buddha? (Jawaban : tidak )

Kepada saudari _________ masih adakah halangan ataupun keberatan untuk


anda menerima saudari _________ sebagai istri atau pasangan hidup anda yang
sah secara agama Buddha? (Jawaban : tidak )

Selanjutnya kepada kedua belah pihak orang tua serta yang hadir disini, apakah
ada yang berkeberatan terhadap perkawinan ini? (Jawaban : tidak )

h. Penyalaan lilin panca warna

1. lilin merah dinyalakan oleh Pandita ___________

MC : Kepada Pandita __________ kami persilakan dengan hormat.

Merah melambangkan Cinta Kasih. Cinta Kasih yang universal kepada semua
makhluk tanpa kecuali, baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan

2. lilin biru dinyalakan oleh ayahanda mempelai pria.

MC : Kepada ayahanda mempelai pria kami persilakan dengan hormat

Biru melambangkan bakti. Bakti kepada orang tua adalah berkah utama.

3. lilin kuning dinyalakan oleh ibunda mempelai pria.

MC : Kepada ibunda mempelai pria kami persilakan dengan hormat.

Kuning melambangkan Kebijaksanaan. Bijaksana dalam segala pikiran, ucapan


dan perbuatan akan membawa kebahagian bagi kehidupan ini dan kehidupan
selanjutnya.

4. lilin putih dinyalakan oleh ayahanda mempelai wanita

MC : Kepada ayahanda mempelai wanita kami persilakan dengan hormat

26
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

Putih melambangkan Kesucian. Menjalankan hidup suci sesuai dhamma akan


mendapatkan kebahagiaan yang tiada taranya.

5. lilin jingga dinyalakan oleh ibunda mempelai wanita

MC : Jingga melambangkan semangat. Semangat dalam menjalankan ajaran


Sang Buddha, hidup sesuai dengan dhamma.

Catatan : jika tidak ada lilin panca warna maka pandita menyalakan sepasang
lilin dan 9 batang dupa

i. Pembacaan Paritta

Pandita mempersembahkan dupa dan memimpin doa :

Pandita :

Terpujilah Sanghyang Adi Buddha, Tuhan Yang Maha Esa, terpujilah para
Buddha, terpujilah para Bodhisatva dan Mahasatva. Pada hari ini ________,
bulan _________, tahun _______, hari yang baik, waktu yang baik, serta dalam
keadaan yang baik. di tempat yang suci dan di tempat yang penuh berkah di
vihara ________ akan dilaksanakan upacara pemberkatan perkawinan antara
saudara __________ dengan saudari __________ semoga rangkaian upacara ini
dapat berjalan dengan baik dan penuh dengan berkah.

Pembacaan Paritta :

Namaskara Gatha

Araham Sammasambuddho Bhagava Buddham Bhagavantam abhivademi

Namo Buddhaya (Sujud 1 kali)

Svakkhato Bhagavata Dhammo Dhammam namassami

Namo Dharmaya (Sujud 1 kali)

Supatipanno Bhagavato Savakasangho Sangham namami

27
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

Namo Sanghaya (Sujud 1 kali)

Vandana

Namo Sanghyang Adi Buddhaya (3 kali)

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa (3kali)

Namo Sabbe Bodhisattvaya Mahasattvaya. (3kali)

Tissarana

Buddham Saranam Gacchami

Dhammam Saranam Gacchami

Sangham Saranam Gacchami

Dutiyampi Buddham Saranam Gacchami

Dutiyampi Dhammam Saranam Gacchami

Dutiyampi Sangham Saranam Gacchami

Tatiyampi Buddham Saranam Gacchami

Tatiyampi Dharmam Saranam Gacchami

Tatiyampi Sangham Saranam Gacchami

Pancasila

Panatipata Veramani Sikkhapadam Samadiyami


Adinnadana Veramani Sikkhapadam Samadiyami
Kamesu Micchacara Veramani Sikhapadam
Musavada Veramani Sikkhapadam Samadiyami
Surameraya Majjapamadatthana Veramani Sikkhapadam Samadiyami
Sabbe satta bahvantu sukhitatta, semoga semua makhluk hidup berbahagia.
Sadhu…sadhu…sadhu…

j. Ikrar perkawinan

28
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

Pandita :

3. Saudara ______ ( mempelai pria ) ikuti apa yang saya ucapkan :

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa (3X)

Di hadapan altar para Buddha, para Bodhisatva dan Mahasatva, dengan disaksikan
oleh semua yang hadir disini. Saya ________ dengan ini menyatakan mengikatkan
diri sebagai suami dari saudari _______ (mempelai wanita). Sejak hari ini, saya
berjanji akan selalu mencintai istri saya, menghormati istri saya, membahagiakan
istri saya, akan selalu setia kepada istri saya dalam keadaan suka maupun duka,
serta saya berjanji akan menjadi suami dan ayah yang bijaksana dan penuh dengan
tanggung jawab. Semoga kita senantiasa dalam perlindungan sang Triratna Buddha
Dhamma dan Sangha.

4. Saudari _______ ( mempelai wanita ) ikuti apa yang saya ucapkan :

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa (3X)

Di hadapan altar para Buddha, para Bodhisatva dan Mahasatva, dengan


disaksikan oleh semua yang hadir disini. Saya ________ dengan ini menyatakan
mengikatkan diri sebagai istri dari saudara _______ (mempelai pria). Sejak hari
ini, saya berjanji akan selalu mencintai suami saya, menghormati suami saya,
membahagiakan suami saya, akan selalu setia kepada suami saya dalam keadaan
suka maupun duka, serta saya berjanji akan menjadi istri dan ibu yang bijaksana
dan penuh dengan tanggung jawab. Semoga kita senantiasa dalam perlindungan
sang Triratna Buddha Dhamma dan Sangha.

k. Pemasangan Cincin Perkawinan

Pandita :

Saudara ______ (mempelai pria) ikuti apa yang saya sampaikan.

Sebagai tanda cinta kasih, kasih sayang, kesetiaan, dan ikrar perkawinan saya
sebagai suami maka saya pasangkan cincin ini di jari manis istriku yang tercinta.

(mempelai pria memasangkan cincin kepada mempelai wanita )

29
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

MC : tepuk tangan untuk saudara ________

Pandita :

Saudari _______ (mempelai wanita) ikuti apa yang saya sampaikan.

Sebagai tanda cinta kasih, kasih sayang, kesetiaan, dan ikrar perkawinan saya
sebagai istri maka saya pasangkan cincin ini di jari manis suamiku yang tercinta.

MC : Tepuk tangan untuk saudari ________, sekali lagi tepuk tangan untuk mereka
berdua.

l. Pemasangan Pita Kuning oleh pandita

Mc : pemasangan tali kuning melambangkan penerima segala perbedaan antara


kedua mempelai

Pandita :

Setiap manusia di dunia ini selalu memiliki perbedaan pikiran, baik antara pria
dengan pria, baik antara wanita dengan wanita, baik antara pria dengan wanita.
Hari ini dengan mengikatkan tali kuning ini di tangan kalian berdua, maka segala
perbedaan pikiran telah disatukan dalam sebuah ikatan perkawinan.

m. Pengerudungan Kain Kuning oleh kedua belah pihak orang tua

MC : Makna pengerudungan kain kuning adalah perlindungan dalam Dharma.


warna kuning adalah simbol untuk emas/kesejahteraan. Semoga pasangan suami
istri ini kelak akan senantiasa berada dalam perlindungan Dharma dan sejahtera.

MC : Kepada kedua belah pihak orang tua berdiri dibelakang kedua mempelai.

Dengan posisi Ayah-Ibu-Ibu-Ayah

MC : pemasangan kain kuning oleh kedua ayah dari mempelai pria dan wanita
melambangkan simbol perlindungan karena ayah yang telah melindungi sang anak
dari kecil sampai dewasa serta mencari nafkah untuk keluarga.

n. Bhikkhu / bhikkhuni memasuki ruang upacara / bakti sala / vihara

30
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

MC : Para Hadirin kami persilakan untuk berdiri saling berhadapn dan bersikap
Anjali, mari kita sambut para anggota Sangha memasuki ruangan bakti sala.

o. Dhammadesana oleh anggota sangha

p. Pemercikan Air Pemberkatan Perkawinan oleh Anggota Sangha

q. Pembukaan kain kuning oleh kedua orang tua

(pembukaan kain kuning oleh ibu dari kedua belah pihak mempelai pria dan
mempelai wanita sebagai simbol ibu yang telah memberikan restu dan melepaskan
anaknya untuk menjalani kehidupan yang baru sebagai pasangan suami dan istri.
Sebab dalam kehidupan kita sehari-hari, ketika anak akan pergi biasanya mereka
akan pamit kepada ibu.

r. Pembukaan pita kuning oleh pandita

Pita diserahkan kepada kedua mempelai, dengan pesan agar disimpan baik-baik
sebagai kenangan yang selalu mengingatkan kembali kepada ikrar perkawinan.
Jika terjadi sesuatu masalah yang dapat memisahkan kalian berdua ambil pita
kuning agar mengingat kembali ikrar perkawinan yang mana akan selalu saling
mencintai, saling menyayangi, saling setia dalam suka maupun duka.

s. Persembahan dana kepada anggota sangha

Mempelai mempersembahkan bunga, lilin, dan dana kepada anggota sangha dan
bernamaskara 3 kali.

t. Penandatangan berita acara perkawinan dan surat pemberkatan perkawinan

1. Kedua mempelai

2 Kedua orang tua ( mempelai pria dan mempelai wanita )

3 Pandita Pemberkatan Perkawinan

u. Kedua mempelai memberikan persujudan kepada kedua orang tua

Sebelum bersujud pandita memberikan dhammadesana tentang jasa kedua orang


tua. Kemudian ungkapan beberapa kata anak kepada orang tua dimulai dari

31
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

mempelai pria kepada kedua orang tua mempelai pria, dilanjutkan ungkapan
beberapa kata mempelai wanita kepada kedua orang tua mempelai wanita.

Catatan :

ungkapan dapat berupa

1. permohonan maaf kepada kedua orang tua jika selama ini telah banyak
melakukan kesalahan

2. ucapan terima kasih kepada kedua orang tua yang telah sangat berjasa
khususnya ibu yang telah mengandung kita selama 9 bulan dan
melahirkan kita. menjaga, merawat dan membimbing kita menjadi anak
yang sukses. Ucapan terima kasih kepada ayah yang telah melindungi
dan membesarkan serta mencari nafkah untuk keluarga.

3. Mohon doa restu agar kita berdua dapat selalu hidup rukun, tentram,
damai, sejahtera dan harmonis.

4. Doa untuk kedua orang tua agar mereka senantiasa sehat, panjang
umurn dan berbahagia.

v. Pandita menutup upacara dengan mimpin pembacaan namaskara gatha

w. Foto bersama

Foto bersama anggota sangha, pandita, mc, mempelai pria, mempelai wanita,
kedua belah pihak orang tua.

x. Anggota sangha meninggalkan ruangan upacara

MC : para hadirin yang berbahagia mari kita berdiri saling berhadapan, bersikap
Anjali, karena anggota Sangha akan meninggal ruangan upacara / ruangan
baktisala.

y. Foto bersama dengan anggota keluarga

32
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

BAHAN CERAMAH / DHAMMADESANA

 Empat faktor yang membuat rumah tangga lebih berbahagia.

Empat hal tersebut telah diuraikan dalam Anguttara Nikaya II, 60 yaitu bahwa pasangan
hendaknya memiliki kesamaan dalam Keyakinan, Sila, Kedermawanan, dan
Kebijaksanaan.

 Membina Keluarga Buddhis yang Hitaya Sukhaya ( bahagia dan sejahtera )

Dalam pembahasan ini akan diuraikan beberapa persyaratan dasar yang mendukung
untuk mewujudkan kehidupan keluarga bahagia menurut Ajaran Sang Buddha. Faktor-
faktor pendukung itu adalah :

1. Hak dan Kewajiban

Telah disebutkan di atas bahwa keluarga bahagia adalah komponen terpenting


pembentuk masyarakat bahagia. Untuk mendapatkan kebahagiaan tersebut, maka
persyaratan utamanya adalah masing-masing anggota keluarga hendaknya saling
menyadari bahwa dalam kehidupan ini seseorang tidak akan dapat hidup sendirian, orang
pasti saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya. Masing-masing pihak terkait
satu dengan yang lain. Oleh karena itu, agar mendapatkan kebahagiaan bersama dalam
kehidupan berkeluarga, diperlukan adanya pengertian tentang hak dan kewajiban dari
setiap anggota keluarga.

Dalam sigalovada sutta terdapat hak dan kewajiban suami kepada istri, dan
sebaliknya kewajiban istri kepada suami :

o kewajiban suami kepada istri :


a. Menghormati istrinya;
b. Bersikap lemah lembut;
c. Setia kepada isterinya;
d. Memberikan wewenang istri yang mengatur keuangan keluarga;
e. Memberikan perhatian (perhiasan) kepada isterinya.

33
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

o kewajiban istri kepada suami :


a. melakukan tugasnya dengan baik;
b. bersikap ramah tamah kepada keluarga dari kedua belah pihak;
c. setia kepada suami;
d. menjaga dengan baik keuangan keluarga;
e. rajin dan pandai mengurus rumah tangga.

setiap anggota keluarga hendaknya selalu menanamkan dalam pikirannya dan


melaksanakan dalam kehidupannya Sabda Sang Buddha yang berkenaan dengan
pedoman dasar munculnya hak dan kewajiban. Pada Anguttara Nikaya I, 87 dinyatakan:
‘Sebaiknya orang selalu bersedia terlebih dahulu memberikan pertolongan sejati tanpa
pamrih kepada pihak lain dan selalu berusaha agar dapat menyadari pertolongan yang
telah diberikan pihak lain kepada diri sendiri agar muncul keinginan untuk menanam
kebajikan kepadanya’. Pola pandangan hidup ajaran Sang Buddha ini apabila
dilaksanakan akan dapat menjamin ketenangan, keharmonisan, dan kebahagiaan
keluarga.

Sang Buddha lebih lanjut menguraikan tugas-tugas yang perlu dilaksanakan oleh
suami terhadap istrinya dan juga sebaliknya. Oleh karena, keluarga bahagia akan dapat
dicapai apabila suami dan istri dalam kehidupan perkawinan mereka telah mengetahui
serta memenuhi hak dan kewajibannya masing-masing seperti yang disabdakan oleh Sang
Buddha dalam Digha Nikaya III, 118, yaitu bahwa tugas suami terhadap istri adalah
memuji, tidak merendahkan atau menghina, setia, membiarkan istri mengurus keluarga,
memberi pakaian dan perhiasan. Lebih dari itu, hendaknya disadari pula oleh suami
bahwa dalam Ajaran Sang Buddha, istri sesungguhnya merupakan sahabat tertinggi suami
(Samyutta Nikaya 165).

Sedangkan tugas istri terhadap suami adalah mengatur semua urusan dengan baik,
membantu sanak keluarga suami, setia, menjaga kekayaan yang telah diperoleh, serta
rajin dan tidak malas, pandai dan rajin dalam melaksanakan semua tugasnya serta segala
tanggung-jawabnya.

Konsekuensi logis lembaga perkawinan adalah melahirkan keturunan. Dan, Sang


Buddha juga memberikan petunjuk-Nya agar terjadi hubungan harmonis antara orang tua

34
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

dan anak serta sebaliknya. Keharmonisan ini juga terwujud apabila masing-masing pihak
menyadari dan melaksanakan tugas-tugasnya. Untuk itu, dalam kesempatan yang sama
Sang Buddha menguraikan tugas anak terhadap orang tua, yaitu merawat, membantu,
menjaga nama baik keluarga, bertingkah laku yang patut sehingga layak memperoleh
warisan kekayaan, melakukan pelimpahan jasa bila orangtua telah meninggal. Lebih
lanjut dalam Khuddaka Nikaya 286 disebutkan bahwa ayah dan ibu adalah Brahma
(makhluk yang luhur), ayah dan ibu adalah guru pertama, ayah dan ibu juga adalah orang
yang patut diyakini oleh putra-putrinya.

Mengingat sedemikian besar jasa serta kasih sayang orang tua terhadap anaknya,
maka kewajiban anak di atas sungguh-sungguh tidak dapat diabaikan begitu saja, seperti
yang telah disebutkan dalam Khuddaka Nikaya 33, yaitu bahwa ‘Penghormatan,
kecintaan, dan perawatan terhadap ayah serta ibu membawa kebahagiaan di dunia ini’.
Sedangkan dalam Khuddaka Nikaya 393 disebutkan bahwa ‘Anak yang tidak merawat
ayah dan ibunya ketika tua; tidaklah dihitung sebagai anak’. Oleh karena ‘Ibu adalah
teman dalam rumah tangga’ (Samyutta Nikaya 163).

Sedangkan tugas orang tua terhadap anak adalah menghindarkan anak melakukan
kejahatan, menganjurkan anak berbuat baik, memberikan pendidikan, merestui pasangan
hidup yang telah dipilih anak, memberikan warisan bila telah tiba saatnya. Ditambahkan
dalam Khuddaka Nikaya 252 bahwa ‘Orang bijaksana mengharapkan anak yang
meningkatkan martabat keluarga, serta mempertahankan martabat keluarga, dan tidak
mengharapkan anak yang merendahkan martabat keluarga; yang menjadi penghancur
keluarga’.

Dengan adanya ‘rambu-rambu’ rumah tangga yang diberikan oleh Sang Buddha di
atas akan menjamin tercapainya keselamatan bahtera rumah tangga yang sedang dijalani.
Oleh karena itu, kesadaran melaksanakan ajaran Sang Buddha tersebut perlu semakin
ditingkatkan sehingga akan meningkatkan pula baik secara kualitas maupun kuantitas
keluarga bahagia yang ada dalam masyarakat kita maupun dalam bangsa dan negara kita.

2. Kemoralan

35
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

Dalam pengembangan kepribadian yang lebih luhur, setiap anggota keluarga


hendaknya juga dilengkapi dengan kemoralan (sila) dalam kehidupannya untuk dapat
menjaga ketertiban serta keharmonisan dalam keluarga maupun dalam masyarakat.
Tingkah laku bermoral adalah salah satu tonggak penyangga kebahagiaan keluarga yang
selalu dianjurkan oleh Sang Buddha. Bahkan secara khusus Sang Buddha menyebutkan
lima dasar kelakuan bermoral yang terdapat pada Anguttara Nikaya III, 203, yaitu lima
perbuatan atau tingkah laku yang perlu dihindari :

1. Melakukan pembunuhan / penganiayaan


2. Pencurian
3. Pelanggaran kesusilaan
4. Kebohongan, bicara kasar, omong kosong, dan bergosip
5. Mabuk-mabukan dan mengkonsumsi segala sesuatu yang
menimbulkan ketagihan (misalnya narkoba)

Pelaksanaan kelima hal ini selain dapat menjaga keutuhan serta kedamaian dalam
keluarga juga dapat untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Manfaat ke
dalam batin si pelaku dari pelaksanaan Pancasila Buddhis ini adalah membebaskan diri
dari rasa bersalah dan ketegangan mental yang sesungguhnya dapat dihindari.

3. Ekonomi

Faktor pendukung kebahagiaan keluarga selain setiap anggota keluarga mempunyai


perbuatan yang terbebas dari kesalahan secara hukum moral maupun negara seperti yang
telah diuraikan di atas, tidak dapat disangkal lagi bahwa kondisi ekonomi keluarga juga
memegang peranan penting. Telah cukup banyak diketahui, keluarga menjadi tidak
bahagia dan harmonis lagi karena disebabkan oleh kondisi ekonomi yang kurang layak
menurut penilaian mereka sendiri

Mengetahui pentingnya kondisi ekonomi untuk kebahagiaan keluarga, maka Sang


Buddha juga telah menguraikan dengan jelas hal ini pada Anguttara Nikaya IV, 285.
Dalam nasehat Beliau di sana disebutkan empat persyaratan dasar agar orang dapat
memperbaiki kondisi ekonomi keluarganya, yaitu:

36
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

1. Pertama, orang hendaknya rajin dan bersemangat di dalam bekerja mencari


nafkah.
2. Kedua, hendaknya ia menjaga dengan hati-hati kekayaan apapun yang telah
diperoleh dengan kerajinan dan semangat, tidak membiarkannya mudah hilang
atau dicuri. Orang hendaknya juga terus menjaga cara bekerja yang telah
dilakukannya sehingga tidak mengalami kemunduran atau kemerosotan.
3. Ketiga, berusahalah untuk memiliki teman-teman yang baik, dan tidak bergaul
dengan orang-orang jahat, serta
4. Keempat, berusaha menempuh cara hidup yang sesuai dengan penghasilan, tidak
terlalu boros, dan juga tidak terlalu kikir.

Melaksanakan tuntunan cara hidup yang diberikan oleh Sang Buddha seperti itulah
yang akan mewujudkan kehidupan keluarga menjadi bahagia secara ekonomis. Bila
kondisi ekonomi keluarga telah dapat dicapai sesuai dengan harapan para anggota
keluarga tersebut, maka untuk mempertahankannya atau bahkan untuk meningkatkannya
lagi dapat disimak Sabda Sang Buddha yang lain dalam Anguttara Nikaya II, 249 yang
menyebutkan bahwa keluarga manapun yang bertahan lama di dunia ini, semua
disebabkan oleh empat hal, atau sebagian dari keempat hal itu. Apakah keempat hal itu?
Keempat hal itu adalah menumbuhkan kembali apa yang telah hilang, memperbaiki apa
yang telah rusak, makan dan minum tidak berlebihan, dan selalu berbuat kebajikan.

Harus disebutkan pula bahwa kesinambungan adanya semangat bekerja memegang


peranan penting untuk keberhasilan berusaha. Sang Buddha membahas tentang hal ini
dalam Khuddaka Nikaya 2444, yaitu bekerjalah terus pantang mundur; hasil yang
diinginkan niscaya akan terwujud sesuai dengan cita-cita. Dan bila semangat dapat
dipertahankan serta dikembangkan, maka tiada lagi kekuatan yang mampu menghalangi
keberhasilannya. Sang Buddha pernah bersabda dalam Khuddaka Nikaya 881, bahwa
‘seseorang yang tak gentar pada hawa dingin atau panas, gigitan langau, tahan lapar dan
haus, yang bekerja dengan jujuh tanpa putus, siang dan malam, tidak melewatkan
manfaat yang datang pada waktunya; ia menjadi kecintaan bagi keberuntungan.
Keberuntungan niscaya meminta bertinggal dengannya’.

37
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

 Cinta dan kasih sayang


Kata kunci untuk membina keluarga yang harmonis dan bahagia adalah cinta
kasih. Wujud cinta kasih dalam keluarga adalah Keterbukaan dan Pengendalian diri.
Hindari keakuan, kegengsian, keegoisan, karena semua itu seperti benteng yang besar dan
tebal yang membatasi diri kita dimana juga merupakan alasan kuat yang membuat kita
sulit untuk terbuka satu sama lain antara suami dan istri, orang tua dengan anak dan
sebagainya. dengan keterbukaan tentunya akan membuat hubungan keluarga semakin
hangat, akrab dan harmonis
Dalam atthakatha di tuliskan bahwa ketika visakha menikah, ayahnya memberi
nasehat kepada sebagai berikut :
1. Jangan membawa keluar api yang berada dirumah
Api disini berarti fitnah. Seorang istri seharusnya tidak menceritakan keburukan
suami atau mertuanya kepada orang lain. Demikian juga tidak menceritakan
kekurangan-kekurangan atau pertengkaran dalam keluarga kepada orang lain.
2. Jangan memasukan api dari luar ke dalam rumah
Artinya seorang isteri seharusnya tidak mendengarkan hasutan-hasutan atau gossip
dari keluarga-keluarga lain dan membawanya kedalam rumah
3. Memberi hanya kepada mereka yang memberi
Artinya hanya meminjamkan sesuatu kepada mereak yang mau mengembalikan
4. Jangan memberi kepada mereka yang tidak memberi
Artinya jangan meminjamkan sesuatu kepada mereka yang tidak akan
mengembalikan
5. Memberi kepada mereka yang memberi dan tidak memberi
Artinya menolong orang-orang miskin atau kawan-kawan tanpa memperdulikan
apakah mereka akan mengembalikan atau tidak.
6. Duduk dengan bahagia.
Artinya duduk pada posisi yang sesuai, apabila mertua datang menghampiri ia harus
berdiri untuk menghormat.
7. Makan dengan bahagia
Artinya sebelum makan seorang isteri terlebih dahulu mempersiapkan segala
hidangan untuk mertua dan suaminya, disamping memperhatikan juga kebutuhan
makanan dari para pembantu rumah tangga.
8. Tidur dengan bahagia
Artinya sebelum tidur memeriksa dahulu apakah pintu-pintu dan jendela-jendela
sudah ditutup atau belum, apakah masih ada api yang menyala di dapur, apakah ada
bahaya yang mungkin mengancam keselamatan keluarga, apakah para pembantu telah

38
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

menyelesaikan tugasnya, apakah mertua dan suaminya sudah tidur atau belum.
Kemudian bangun pagi-pagi sekali dan tidak akan tidur siang kecuali sedang sakit.
9. Rawatlah api dalam rumah
Artinya rawatlah mertua dan suami dengan baik, seperti merawat api di dapur dan api
merawat kita di dapur.
10. Hormatilah dewata keluarga
Mertua dan suami dipandang sebagai dewata yang patut untuk di hormati.
 Empat macam pasangan
Dalam Anguttara Nikaya II, 57 disebutkan terdapat 4 macam pasangan
1. Chavo dan Chava
Suami istri pasangan yang berkelakuan buruk
2. Chavo dan Devi
Suami berkelakuan buruk dan istri yang berbudi luhur
3. Deva dan Chava
Suami berbudi luhur, istri berkelakuan buruk
4. Deva dan Devi
Suami istri yang berbudi luhur

Tidak semua laki-laki beruntung mendapatkan seorang perempuan yang baik


(dewi) sebagai isterinya, ia mungkin mendapatkan seorang perempuan yang
jahat/berperangai buruk (chava) sebagai isterinya, sehingga dapat diramalkan
perkawinannya akan merupakan bencana bagi dirinya.

Demikian pula tidak semua perempuan beruntung mendapatkan seorang laki-laki


yang baik (dewa) sebagai suaminya, ia mungkin saja mendapatkan seorang laki-laki yang
jahat/berperangai buruk (chavo) sebagai suaminya, sehingga perkawinannya pasti tidak
akan membawa kebahagiaan, hanya membawa nestapa belaka.

Seorang yang jahat dan berperangai buruk adalah orang yang suka melakukan
berbagai kejahatan (melanggar Pancasila Buddhis), mempunyai kebiasaan-kebiasaan
buruk, mementingkan dirinya sendiri, tidak menghormati mereka yang patut untuk
dihormati dan lain sebagainya.

Ada juga perkawinan antara seorang laki-laki yang jahat (chavo) dengan seorang
perempuan yang jahat (chava), mereka mungkin merasa “bahagia” menurut ukuran
mereka sendiri, akan tetapi itu adalah perkawinan yang buruk yang hanya akan
merugikan keluarga dan handai taulan.

Yang paling baik adalah perkawinan antara seorang laki-laki yang baik (dewa)
dengan seorang wanita yang baik (dewi), pasangan terakhir inilah yang dipuji oleh Sang
Buddha. Anguttara Nikaya II, 57

 Cinta tidak menuntut tapi memberi

39
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

sejak anda mulai memikirkan sendiri, sejak anda mulai menuntut, maka pada saat
itulah anda mulai merasa menderita. Sebaliknya sejak anda mulai memikirkan orang lain,
justru pada saat itulah anda mulai bahagia.
Dalam ajaran Buddha tidak mengajarkan kita untuk meminta dan selalu
mengajarkan kita untuk memberi. Ketika pemuda – pemudi masih pacaran, mereka
sangat memperhatikan pasangannya. Mereka berusaha saling membahagiakan
pasangannya, oleh karena ingin membahagiakan pasangannya perasaan mereka di penuhi
dengan kebahagiaan. Tepati sebaliknya setelah menikah biasanya mereka menuntut
pasangannya untuk bersikap begini dan begitu. Ketika mereka mulai memikirkan diri
sendiri dan mulai banyak menuntut, pada saat itulah penderitaan mulai datang.

PENGEMBANGAN TOPIK

Pada bagian ini saudara bekerjasama dengan pandita Buddha lain untuk melakukan
serangkaian kegiatan. Kegiatan-kegiatan itu meliputi tiga topik yaitu topic 1 pemahaman
konsep perkawinan, topik 2 pembelajaran syarat-syarat perkawinan dan topik 3 tata cara
upacara perkawinan. Kedua topic itu penting saudara pelajari dalam rangka meningkatkan
kompetensi saudara sebagai seorang pandita Buddha dalam memimpin upacara perkawinan.

Kegiatan tersebut dicapai melaluistrategi diskusi kelompok, diskusi kelas, curah


pendapat, simulasi dan presentasi. Saudara dapat melakukannya secara berkelompok, tetapi
jika tidak memungkinkan karena jumlah peserta terbatas, silahkan melakukan nya secara
individual.

40
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

TOPIK 1. Pemahaman Konsep upacara perkawinan

Topik ini memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada saudara untuk memahami
konsep perkawinan dalam Agama buddha, kemampuan ini penting saudara kuasai agar
saudara mampu menjelaskan dan membimbing umat perumah tangga dalam kehidupan
sehari-hari.

Kegiatan 1. Pemahaman konsep upacara perkawinan (curah pendapat, 45 menit)

Pada kegiatan ini, saudara diminta mempelajari konsep upacara perkawinan secara
ummum dan secara Agama buddha. Pengetahuan ini penting anda kuasai agar saudara
mengetahui dasar orang untuk berumah tangga. Selanjutnya saudara diminta menjawab
pertanyaan-pertanyaan berikut:

1. Apa yang saudara pahami tentang konsep upacara perkawinan?

2. Bagaimana konsep upacara perkawinan dalam Agama buddha?

TOPIK 2. Pembelajaran syarat-syarat upacara perkawinan

Topik ini memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada saudara untuk memahami syarat
apa saja yang dibutuhkkan mempelai pria dan wanita. Kemampuan ini penting saudara kuasai
agar saudara sebagai pemimpin Agama mampu mengelola dan mengembangkan kegiatan
upacara perkawinan dan menerapkan kepemimpinan anda dalam rangka mengelola upacara
perkawinan.

41
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

Kegiatan 1. Pembelajaran syarat-syarat perkawinan (diskusi kelompok, 90 menit)

Pada kegiatan ini, saudara diminta mempelajari syarat-syarat perkawinan dengan melakukan
diskusi kelompok. Sebelumnya, saudara diminta melakukan curah pendapat dengan menjawab
pertanyaan-pertanyaan berikut:

1. Apa yang anda pahami tentang konsep perkawinan?

2. Sebutkan syarat-syarat perkawinan ?

3. Sarana apa saja yang dibutuhkan dalam upacara perkawinan dalam Agama Buddha ?

Selanjutnya saudara dapat melakukan diskusi.

Topik 3. Tatacara Upacara Perkawinan

Topik ini memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada saudara untuk memahami tatacara
menyelengarakan upacara perkawinan dan memahami tugas pandita didalam upacara
perkawinan. Kemampuan ini penting saudara kuasai agar saudara sebagai pemimpin Agama

42
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

mampu memimpin upacara perkawinan dengan baik dan benar baik ada seorang bhikku yang
menghadiri maupun tanpa dihadiri oleh seorang bhikkhu sangha.

Kegiatan 1. Tata cara upacara perkawinan (diskusi dan praktek kelompok 180 menit)

Pada kegiatan ini, saudara diminta mempelajari dan mempraktekkan bersama kelompok proses
upacara perkawinan dalam Agama Buddha. Pada kegiatan ini peserta dibagi dua kelompok yaitu
kelompok yang menyelenggarakan upacara perkawinan dengan dihadiri Bhikkhu Sangha dan
yang kelompok 2 adalah kelompok yang menyelenggarakan upacara perkawinan tanpa dihadiri
seorang Bhikkhu Sangha. Sebelumnya saudara diminta untuk melakukan curah pendapat dengan
menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1. Apa yang saudara pahami tentang tata cara upacara perkawinan?

2. Apa yang saudara pahami makna yang tersirat pada setiap proses upacara perkawinan?

3. Khotbah apa yang saudara sampaikan pada saat memberi wejangan kepada mempelai laki-
laki dan perempuan pada saat perkawinan ?

43
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

Kegiatan 2. Praktek upacara perkawinan

Pada kegiatan ini setiap kelompok menyiapkan perlengkapan yang dibutuhkan untuk upacara
perkawinan dan membagi tugas masing-masing anggotanya untuk menjadi pandita, bikkhu,
orang tua mempelai wanita, orang tua mempelai laki-laki, mempelai laki-laki, mempelai
perempuan, 2 orang saksi.

Setelah semua perlengkapan dan petugas siap, saudara diminta mempraktekkan upacara
perkawinan masing-masing kelompok dan selesai praktek fasilitator menjelaskan makna dan
menjelaskan proses upacara perkawinan yang baik dan benar.

RANGKUMAN

1. Perkawinan adalah suatu ikatan lahir dan batin antara seorang pria sebagai suami dan
seorang wanita sebagai istri berlandaskan pada cinta kasih (maitri), kasih sayang
(karuna), rasa sepenanggunan (mudita) dengan tujuan untuk membentuk satu keluarga
(rumah tangga) bahagia yang diberkati oleh Tuhan Yang Maha Esa dan Sang Triratna.

2. Seorang laki-laki yang beragama Buddha di dalam hidupnya dapat memilih antara hidup
berkeluarga dan tidak berkeluarga. Sebagai orang yang hidup berkeluarga ia dapat kawin
dengan seorang perempuan dan membentuk keluarga, lalu mempunyai keturunan dan
seterusnya; akan tetapi ia juga dapat tidak kawin dan tidak membentuk keluarga, tentunya
dengan berbagai alasan. Apabila ia memilih hidup tidak berkeluarga juga tidak berumah
tangga, maka ia dapat tinggal di vihara sebagai anagarika, samanera atau bhikkhu.

3. Adapun syarat-syarat perkawinan, yaitu

 Persyaratan Perkawinan di vihara yaitu :

44
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

a. Mengisi formulir permohonan pelaksanaan upacara perkawinan;

b. Mengisi berita acara perkawinan;

c. Surat Keterangan Lurah mengenai status masing-masing calon mempelai yang akan
melangsungkan perkawinan, dengan lampirannya Surat Keterangan untuk Kawin,
Surat Keterangan Asal – Usul, Surat Keterangan tentang Orang Tua.

d. Foto Copy KTP (dilegalisir) kedua calon mempelai

e. Foto Copy Akta Kelahiran (dilegalisir) kedua calon mempelai

f. Foto Copy Kartu Keluarga kedua calon mempelai

g. Foto Copy KTP orang tua / wali kedua calon mempelai

h. Foto Copy KTP 2 orang saksi, yaitu satu dari masing-masing pihak.

i. Pasfoto berwarna 4 X 6 berdampingan 5 lembar ( Sesuai Kebutuhan )

j. Dokumen lain sesuai kebutuhan, misalnya : Akte kematian / perceraian bagi yang
pernah kawin; Izin orang tua jika usia mempelai dibawah 21 tahun; Izin Pengadilan
Negeri jika usia mempelai pria belum 19 tahun dan mempelai wanita belum 16 tahun;
izin atasan untuk anggota TNI/Polri/Pegawai Negeri Sipil; dispensasi camat jika
pencatatan kurang dari 10 hari kerja.

k. Pernyataan Memeluk Agama Buddha (dengan materai) untuk calon mempelai yang
dalam dokumen jati dirinya tertulis bukan beragama Buddha ( jika tidak mungkin
memperbaikinya
 Persyaratan Perkawinan di catatan sipil :

a. Surat Keterangan Lurah mengenai status masing-masing calon mempelai yang akan
melangsungkan perkawinan, dengan lampirannya Surat Keterangan untuk Kawin, Surat
Keterangan Asal – Usul, Surat Keterangan tentang Orang Tua.

b. Foto Copy KTP (dilegalisir) kedua calon mempelai

c. Foto Copy Akta Kelahiran (dilegalisir) kedua calon mempelai

d. Foto Copy Kartu Keluarga kedua calon mempelai

45
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

e. Foto Copy KTP orang tua / wali kedua calon mempelai

f. Foto Copy KTP 2 orang saksi, yaitu satu dari masing-masing pihak.

g. Pasfoto berwarna 4 X 6 berdampingan 5 lembar ( Sesuai Kebutuhan )

h. Dokumen lain sesuai kebutuhan, misalnya : Akte kematian / perceraian bagi yang
pernah kawin; Izin orang tua jika usia mempelai dibawah 21 tahun; Izin Pengadilan
Negeri jika usia mempelai pria belum 19 tahun dan mempelai wanita belum 16 tahun;
izin atasan untuk anggota TNI/Polri/Pegawai Negeri Sipil; dispensasi camat jika
pencatatan kurang dari 10 hari kerja.

i. Pernyataan Memeluk Agama Buddha (dengan materai) untuk calon mempelai yang
dalam dokumen jati dirinya tertulis bukan beragama Buddha ( jika tidak mungkin
memperbaikinya )

j. Surat Singel dari catatan sipil setempat jika salah satu mempelai beda Kabupaten / Kota
atau Provinsi

k. Surat ijin menikah yang dikeluarkan kedutaan asal WNA atau yang disebut CNI
(Certificate of No Impediment) (bagi yang beda Negara)

l. Fotokopi kartu identitas (KTP) WNA (bagi yang beda Negara)

m. Fotokopi paspor (bagi yang beda Negara)

n. Surat keterangan domisili WNA (bagi yang beda Negara)

Dengan catatan : semua persyaratan disuaikan dengan kondisi setempat.

4. Ada 2 jenis tata cara upacara perkawinan dalam Agama buddha, yaitu: upacara
perkawinan yang dihadiri seorang bikkhu sangha dan perkawinan tanpa dihadiri oleh
seorang bikkhu sangha.

5. Ikrar mempelai laki-laki dan perempuan

Ikrar Mempelai Laki-laki

Namo Tassa Bhagavato Arahato Samma Sambuddhasa (3X)

46
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

dihadapan altar para Buddha, para Bodhisatva dan Mahasatva, dengan disaksikan
oleh semua yang hadir disini. Saya ________ dengan ini menyatakan
mengikatkan diri sebagai suami dari saudari _______ ( mempelai wanita ). Sejak
hari ini, saya berjanji akan selalu mencintai istri saya, menghormati istri saya,
membahagiakan istri saya, akan selalu setia kepada istri saya dalam keadaan suka
maupun duka, serta saya berjanji akan menjadi suami dan ayah yang bijaksana
dan penuh dengan tanggung jawab. Semoga kita senantiasa dalam perlindungan
sang Triratna Buddha Dhamma dan Sangha.

Mempelai wanita:

Namo Tassa Bhagavato Arahato Samma Sambuddhasa (3X)

Di hadapan altar para Buddha, para Bodhisatva dan Mahasatva, dengan


disaksikan oleh semua yang hadir disini. Saya ________ dengan ini menyatakan
mengikatkan diri sebagai istri dari saudara _______ (mempelai pria). Sejak hari
ini, saya berjanji akan selalu mencintai suami saya, menghormati suami saya,
membahagiakan suami saya, akan selalu setia kepada suami saya dalam keadaan
suka maupun duka, serta saya berjanji akan menjadi istri dan ibu yang bijaksana
dan penuh dengan tanggung jawab. Semoga kita senantiasa dalam perlindungan
sang Triratna Buddha Dhamma dan Sangha.

6. Makna Pita Kuning adalah lambang persatuan di dalam Dharma.

7. Makna pengkerudungan kain kuning adalah perlindungan dalam Dharma. warna kuning
adalah simbol untuk emas/kesejahteraan. Semoga pasangan suami istri ini kelak akan
senantiasa berada dalam perlindungan Dharma dan sejahtera.

8. Pemasangan kain kuning oleh ayah sebagai simbol perlindungan karena ayah yang
selama ini mencari nafkah dan membiayai keluarga.

TES AKHIR PEMBELAJARAN

1. Jelaskan konsep upacara perkawinan dalam Agama Buddha!

47
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

2. Sebutkan syarat-syarat perkawinan secara Agama Buddha!


3. Sebut dan jelaskan sarana apa saja yang digunakan dalam upacara perkawinan!
4. Sebut dan jelaskan makna yang tersirat dalam prosesi upacara perkawinan Agama Buddha!

5. sebutkan Susunan Acara dalam tata cara upacara pemberkatan perkawinan secera agama
Buddha!

Kunci jawaban:

1. Jelaskan konsep upacara perkawinan dalam Agama Buddha!

Jawaban: Menurut Hukum Perkawinan Agama Buddha (HPAB) Keputusan Sangha Agung
tanggal 1 Januari 1977 Pasal 1, Perkawinan merupakan suatu ikatan lahir dan batin
antara seorang laki-laki sebagai suami dan perempuan sebagai istri yang berlandaskan
cinta kasih (metta), kasih sayang (karuna), dan rasa sepenanggungan (mudita) dengan
tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) bahagia yang di berkahi oleh
Sanghyang Adi Buddha / Tuhan Yang Maha Esa, Para Buddha dan para Bodhisatva-
Mahasatva.

2. Sebutkan syarat-syarat perkawinan secara agama Buddha!

1. Persyaratan Perkawinan di vihara


Persyaratan perkawinan di vihara yaitu :
a. Mengisi formulir permohonan pelaksanaan upacara perkawinan;

b. Mengisi berita acara perkawinan;

c. Surat Keterangan Lurah mengenai status masing-masing calon mempelai yang akan
melangsungkan perkawinan, dengan lampirannya Surat Keterangan untuk Kawin,
Surat Keterangan Asal – Usul, Surat Keterangan tentang Orang Tua.

d. Foto Copy KTP (dilegalisir) kedua calon mempelai

e. Foto Copy Akta Kelahiran (dilegalisir) kedua calon mempelai

f. Foto Copy Kartu Keluarga kedua calon mempelai

g. Foto Copy KTP orang tua / wali kedua calon mempelai

48
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

h. Foto Copy KTP 2 orang saksi, yaitu satu dari masing-masing pihak.

i. Pasfoto berwarna 4 X 6 berdampingan 5 lembar ( Sesuai Kebutuhan )

j. Dokumen lain sesuai kebutuhan, misalnya : Akte kematian / perceraian bagi yang
pernah kawin; Izin orang tua jika usia mempelai dibawah 21 tahun; Izin Pengadilan
Negeri jika usia mempelai pria belum 19 tahun dan mempelai wanita belum 16 tahun;
izin atasan untuk anggota TNI/Polri/Pegawai Negeri Sipil; dispensasi camat jika
pencatatan kurang dari 10 hari kerja.

k. Pernyataan Memeluk Agama Buddha (dengan materai) untuk calon mempelai yang
dalam dokumen jati dirinya tertulis bukan beragama Buddha ( jika tidak mungkin
memperbaikinya
2. Persyaratan Perkawinan di catatan sipil
Persyaratan Perkawinan dicatatan sipil yaitu:

a. Surat Keterangan Lurah mengenai status masing-masing calon mempelai yang akan
melangsungkan perkawinan, dengan lampirannya Surat Keterangan untuk Kawin,
Surat Keterangan Asal – Usul, Surat Keterangan tentang Orang Tua.

b. Surat Keterangan Perkawinan Agama dari Vihara

c. Foto Copy KTP (dilegalisir) kedua calon mempelai

d. Foto Copy Akta Kelahiran (dilegalisir) kedua calon mempelai

e. Foto Copy Kartu Keluarga kedua calon mempelai

f. Foto Copy KTP orang tua / wali kedua calon mempelai

g. Foto Copy KTP 2 orang saksi, yaitu satu dari masing-masing pihak.

h. Pasfoto berwarna 4 X 6 berdampingan 5 lembar ( Sesuai Kebutuhan )

i. Dokumen lain sesuai kebutuhan, misalnya : Akte kematian / perceraian bagi yang
pernah kawin; Izin orang tua jika usia mempelai dibawah 21 tahun; Izin Pengadilan
Negeri jika usia mempelai pria belum 19 tahun dan mempelai wanita belum 16 tahun;

49
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

izin atasan untuk anggota TNI/Polri/Pegawai Negeri Sipil; dispensasi camat jika
pencatatan kurang dari 10 hari kerja.

j. Pernyataan Memeluk Agama Buddha (dengan materai) untuk calon mempelai yang
dalam dokumen jati dirinya tertulis bukan beragama Buddha ( jika tidak mungkin
memperbaikinya )

k. Surat Singel dari catatan sipil setempat jika salah satu mempelai beda Kabupaten /
Kota atau Provinsi

l. Surat ijin menikah yang dikeluarkan kedutaan asal WNA atau yang disebut CNI
(Certificate of No Impediment) (bagi yang beda Negara)

m. Fotokopi kartu identitas (KTP) WNA (bagi yang beda Negara)

n. Fotokopi paspor (bagi yang beda Negara)

o. Surat keterangan domisili WNA (bagi yang beda Negara)

Dengan catatan:

semua persyaratan disuaikan dengan kondisi setempat.

3. Sebutkan dan jelaskan sarana apa saja yang digunakan dalam upacara perkawinan!

Jawaban:

a. Altar dengan segala perlengkapannya, termasuk mangkuk berisi air dan bunga untuk
pemercikan air pemberkatan;
b. Tempat duduk untuk mempelai, orang tua mempelai, Rohaniawan Pembina
Perkawinan / Pandita dan upacarika ( kalau diperlukan, juga untuk anggota sangha );
c. Sebuah meja untuk penandatangan Surat Pemberkatan Perkawinan;
d. Surat Pemberkatan Perkawinan / buku pencatatan / berita Acara dan Alat tulis;
e. Sepasang cincin kawin;
f. Sebuah pita berwarna kuning, untuk mengikat kedua tangan mempelai;
g. Kain Kuning untuk pengerudungan;
h. Persembahan untuk puja ( lilin, air, bunga, buah dan dupa );
i. Lilin Panca Warna ( Merah, Biru, Kuning, Putih, Jingga ) jika ada;

50
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

Persembahan dana ( misal bunga, lilin, dupa ) untuk bhikkhu / bhikkhuni jika di hadiri
oleh anggota sangha.

4. Sebut dan jelaskan makna yang tersirat dalam prosesi upacara perkawinan Agama Buddha!
a. Posisi pengantin laki-laki dapat berada di sebelah kanan atau di kiri; disesuaikan
dengan budaya setempat.
b. Tempat duduk di bakti sala: calon pengantin pria duduk di sebelah kanan; diapit oleh
orangtua kedua mempelai (karena hal ini sesuai dengan budaya kebaktian)

c. Pembukaan Upacara Perkawinan dengan Penyalaan lilin panca warna. Penyalaan lilin
dinyalakan oleh pandita dan kedua belah pihak orang tua. Jika tidak ada lilin panca
warna, pandita menyalakan sepasang lilin dan memasang dupa 9 batang.

d. Makna Pita Kuning adalah lambang persatuan di dalam Dharma.

e. Makna pengkerudungan kain kuning adalah perlindungan dalam Dharma. Warna


kuning adalah simbol untuk emas/kesejahteraan. Semoga pasangan suami istri ini
kelak akan senantiasa berada dalam perlindungan Dharma dan sejahtera.

f. Pemasangan kain kuning oleh ayah sebagai simbol perlindungan karena ayah yang
selama ini mencari nafkah dan membiayai keluarga.

g. Pembukaan kain kuning oleh ibu dari kedua belah pihak mempelai pria dan mempelai
wanita sebagai simbol ibu yang telah memberikan restu dan melepaskan anaknya
untuk menjalani kehidupan yang baru sebagai pasangan suami dan istri. Sebab dalam
kehidupan kita sehari-hari, ketika anak akan pergi biasanya mereka akan pamit
kepada ibu.

5. Sebutkan susunan acara dalam tata cara upacara pemberkatan perkawinan secera agama
Buddha!

Jawaban :

 Pemberkatan perkawinan yang tidak dihadiri oleh Bhikkhu / Bhikkhuni :

51
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

a. Rohaniwan Pembina Perkawinan / Pandita, Pembawa Acara ( Master


Ceremony ) berdiri di depan altar

b. MC mengundang semua tamu untuk memasuki ruang upacara

c. Sambutan dari MC

d. Orang tua memasuki ruangan upacara / vihara / baktisala

e. Puja ( persembahan air, lilin, bunga, buah, dupa )

f. Kedua Mempelai Memasuki ruang upacara / vihara / baktisala.

g. Rohaniwan Pembina Perkawinan / Pandita menegaskan keinginan kedua


mempelai untuk menjalani upacara secara agama Buddha

h. Penyalaan lilin panca warna ( jika tidak ada pandita menyalakan sepasang
lilin dan dupa sebanyak 9 batang )

i. Pembacaan Paritta ( namaskara gatha, vandana, tissarana, pancasila )

j. Ikrar perkawinan

k. Pemasangan cincin perkawinan

l. Pemasangan pita kuning

m. Pengerudungan kain kuning

n. Dhammadesana oleh pandita

o. Pemercikan air pemberkatan perkawinan

p. Pelepasan kain kuning

q. Pelepasan pita kuning

52
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

 Pemberkatan perkawinan yang dihadiri oleh Bhikkhu / Bhikkhuni :

a. Rohaniwan Pembina Perkawinan / Pandita, Pembawa Acara ( Master


Ceremony ) berdiri di depan altar

b. MC mengundang semua tamu untuk memasuki ruang upacara

c. Sambutan dari MC

d. Orang tua memasuki ruangan upacara / vihara / baktisala

e. Puja ( persembahan air, lilin, bunga, buah, dupa )

f. Kedua Mempelai Memasuki ruang upacara / vihara / baktisala.

g. Rohaniwan Pembina Perkawinan / Pandita menegaskan keinginan kedua


mempelai untuk menjalani upacara secara agama Buddha

h. Penyalaan lilin panca warna ( jika tidak ada pandita menyalakan sepasang lilin
dan dupa sebanyak 9 batang )

i. Pembacaan Paritta ( namaskara gatha, vandana, tissarana, pancasila )

j. Ikrar perkawinan

k. Pemasangan cincin perkawinan

l. Pemasangan pita kuning

m. Pengerudungan kain kuning

n. Dhammadesana oleh anggota Sangha

o. Pemercikan air pemberkatan perkawinan oleh anggota sangha

p. Pelepasan kain kuning

53
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

q. Pelepasan pita kuning

r. Penandatangan berita acara perkawinan dan surat keterangan perkawinan


agama

s. Persujudan kepada kedua orang tua

t. Foto bersama ( anggota sangha, Pandita, kedua belah pihak orang tua, kedua
mempelai )

u. Anggota Sangha Meninggalkan tempat

v. Foto bersama dengan anggota keluarga

GLOSARIUM:

1. Hita Sukhaya: Sejahtera dan Bahagia


2. Hita : Sejahtera
3. Sukhaya : Bahagia

54
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

DAFTAR PUSTAKA

Dhammananda, Sri. 2005. Wacana Buddha Dharma. Jakarta: Yayasan Penerbit


The Book Of Gradual Saying (Angguttara Nikāya) Vol.I. Terjemahan Wooward,
F.L&Hare,E.M.1955. London: Pali Text society.

The Book Of Gradual Saying (Angguttara Nikāya) Vol.II. Terjemahan Wooward,


F.L&Hare,E.M.1955. London: Pali Text society.

The Book Of Gradual Saying (Angguttara Nikāya) Vol.III. Terjemahan Wooward,


F.L&Hare,E.M.1955. London: Pali Text society.

The Book Of Gradual Saying (Angguttara Nikāya) Vol.IV Terjemahan Woodward,


F.L&Hare,E.M..1972-1978. London: Pali Text society.

Wijaya-Mukti, K. Wacana Buddha Dharma. Jakarta: Yayasan Dharma Pembangunan, Cet


Ketiga, 2006. Karaniya.

Yayasan Sangha Theravada Indonesia. Paritta Suci. 2005. Jakarta: Yayasan Sangha Theravada
Indonesia.

………… http://repo.unand.ac.id/2798/1/1974_uu-1-tahun 1974_ perkawinan.pdf diakses 13


januari 2019

…………..http://hindubudhaindonesiasaa5a2017kel12.blogspot.com/2017/12/makalah.html.
diakses tanggal 13 januari 2019.

55
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

………….(http://saungjayamangala.blogspot.com/2011/08/materi-dhamma-class-bab-6-
buddha.html). Diakses 12 Januari 2019.

Dhammapada Atthakatha, Buddhist Legends, Jilid II, Halaman 72-73 )


http://www.samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/tuntunan-perkawinan-dan-hidup-berkeluarga-
dalam-agama-buddha/

Lampiran

Lampiran 7 KMA No. 477


Tahun 2004
-Pasal 5 ayat (1)-
KANTOR
DESA/KELURAHAN : Sumberberas Model N.1
KECAMATAN : Muncar
Banyuwang
KABUPATEN/KOTA : i
SURAT KETERANGAN UNTUK NIKAH
Nomor : 474.2/ /429.512.01/2014
Yang bertanda tangan dibawah ini menerangkan dengan sesungguhnya bahwa :
1. Nama Lengkap dan
Aliasnya : Feri Cahyono
2. Jenis Kelamin : Laki-laki
3. Tempat dan tanggal
lahir : Banyuwangi, 04 Pebruari 1991
4. Warga Negara : Indonesia
5. Agama : Islam
6. Pekerjaan : Swasta
7. Tempat tinggal : Dusun Sumberayu RT 03 RW 08
Gumun
8. Bin/Binti : Iswanto
9. Status Perkawinan
a, Jika pria, terangkan
jejaka, Jejaka
Duda atau beristri
dan
berapa istrinya

56
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

b, Jika wanita,
terangkan
perawan atau janda
10. Nama Istri/suami
terdahulu 0 0
Demikianlah surat keterangan ini dibuat dengan mengingat sumpah jabatan
dan
untuk dipergunakan
seperlunya
Sumberberas
Kepala Desa/Kelurahan

Model N2
Yang bertanda tangan dibawah ini menerangkan dengan
sesungguhnya bahwa :
1. Nama lengkap dan
I. : Feri Cahyono
alias
2. Tempat dan tanggal
: Banyuwangi, 04 Pebruari 1991
lahir
3. Warga Negara : Indonesia
4. Agama : Islam
5. Pekerjaan : Swasta
Dusun
Sumberay
6. Tempat tinggal :
u RT 03
RW 08
adalab benar anak kandung dari
Perkawinan seorang pria :
I 1. Nama lengkap dan
: Gumun Iswanto
I alias
2. Tempat dan tanggal
: Banyuwangi, 11 September 1956
lahir
3. Warga Negara : Indonesia
4. Agama : Islam
5. Pekerjaan : Wiraswasta
Dusun
Sumberay
6. Tempat tinggal :
u RT 03
RW 08
dengan seorang pria
1. Nama lengkap dan
: Widayati
alias
2. Tempat dan tanggal
: Banyuwangi, 11 September 1956
lahir
3. Warga Negara : Indonesia

57
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

4. Agama : Islam
5. Pekerjaan : Wiraswasta
6. Tempat tinggal : Dusun Sumberayu RT 03 RW 08
Demikianlah surat keterangan ini dibuat dengan mengingat sumpah jabatan dan
untuk dipergunakan
seperlunya
Sumber beras
Kepala Desa/Kelurahan
………………………

Model
N3
SURAT PERSETUJUAN MEMPELAI
Yang bertanda tangan dibawah ini kami :
I. CALON SUAMI
1. Nama lengkap dan
alias : Feri Cahyono
2. Bin : Gumun Iswanto
3. Tempat dan tanggal
lahir : Banyuwangi, 04 Pebruari 1991

4. Warga Negara : Indonesia

5. Agama : Islam

6. Pekerjaan : Swasta

7. Tempat tinggal : Dusun Sumberayu RT 03 RW 08


I
I CALON ISTRI
1. Nama lengkap dan
alias : Rina
2. Binti : Roni
3. Tempat dan tanggal
lahir : Banyuwangi, 04 Pebruari 1991

4. Warga Negara : Indonesia

5. Agama : Islam

6. Pekerjaan : Swasta

7. Tempat tinggal : Dusun Sumberayu RT 03 RW 08


Dengan ini menyatakan bahwa atanpa ada paksaan dan tekanan dari
siapapun juga
58
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

kami setuju untuk melaksanakan


Perkawinan.
Sumberberas 01 September 2014
CALON SUAMI CALON ISTRI
Feri Cahyono rina

59
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

60
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

61
MODUL UPACARA PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

62

Anda mungkin juga menyukai