Anda di halaman 1dari 51

FISIOLOGI BAYI BARU LAHIR

I. PENDAHULUAN

Neonatus didefinisikan sebagai bayi dalam usia 44 minggu pertama


usia postkonsepsi (PCA) dimana PCA adalah usia kehamilan pasca
kelahiran. Neonatus sendiri dibagi menjadi neonatus awal dengan usia
hingga tujuh hari pertama dan neonatus akhir yaitu dari hari ke-7 sampai hari
ke-28. Bayi baru lahir (newborn) adalah bayi dalam waktu 24 jam pertama
lahir sedangkan infant adalah anak sampai usia satu tahun.1

Bayi yang baru lahir dikelompokkan berdasarkan usia kehamilan dan


bertanya. Bayi kurang bulan (premature) yaitu yang lahir kurang dari 37
minggu. Bayi cukup bulan (mature) yaitu bayi yang lahir antara 37-42 minggu,
sedangkan bayi lebih bulan (postmature) yaitu bayi yang lahir lebih dari 42
minggu. Menurut beratnya, dikatakan kecil massa kehamilan (KMK) apabila
bayi yang lahir dengan berat dibawah percentile 10, sesuai massa kehamilan
(SMK) apabila berada diantara percentile 10-98, dan diatas percentile 98
artinya besar massa kehamilan (BMK).2

Meskipun bayi KMK beratnya dapat sama dengan bayi premature,


akan tetapi terdapat perbedaan karakter fisiologik diantara keduanya. Bayi
KMK memiliki hutang gizi dan kekurangan lemak tubuh yang dapat
meningkatkan resiko hipotermi, hipoglekimia yang dapat berkembang lebih
cepat serta terdapat penuturan jumlah cadangan glikogen dalam tubuh. Sel
darah merah (RBC) dan Volume darah total pada bayi KMK lebih tinggi
dibandingkan pada bayi premature. Peningkatan RBC ini dapat berperan
dalam terjadinya polisitemia yang berperan dalam peningkatan kekentalan
darah. Bayi KMK memiliki fungsi paru-paru mendekati bayi yang lahir normal
pada umumnya.2

Pemeriksaan fisik pada bayi premature didapatkan kulitnya lebih tipis


dan transparan tidak ada garis-garis telapak (minimal), jari-jari kesannya
lemah, pertumbuhan tulang rawan telinga belum sempurna, pada wanita
testisnya biasanya belum turun dan pertumbuhan scrotumnya belum
sempurna.

Berat badan bayi lahir dapat turun 10% dibawah berat badan lahir
pada minggu pertama kelahiran disebabkan oleh ekskresi cairan
ekstravaskuler yang berlebihan dan kemungkinan oleh asupan makanan
yang kurang. Masukan makanan membaik ketika kolostrum diganti dengan
susu yang lebih berlemak. Bayi harus terus tumbuh dan melebihi berat badan
lahir pada saat umur 2 minggu dan harus bertumbuh kira-kira 30 gr/hari
selama bulan pertama. Gerakan-gerakan pada bayi baru lahir seringkali tidak
terkontrol kecuali pandangan mata, pergerakan kepala dan penghisapan.
Senyum terjadi tanpa keinginan sendiri, menangis sering kali terjadi terhadap
respon yang tidak jelas meskipun terkadang mungkin jelas kelihatan
(popoknya basah). Puncak menangis secara normal yaitu sekitar usia 6
minggu, bayi dapat menangis hingga 3 jam/hari kemudian berkurang menjadi
1 jam atau kurang pada usia 3 bulan.3

II. SISTEM PERNAFASAN BAYI BARU LAHIR

Terdapat perbedaan anatomi pada sistem pernafasan neonatus, bayi-


bayi kecil, dan orang dewasa :

o Kepalanya relatif lebih besar dan lehernya lebih pendek.


o Lidahnya relatif lebih besar secara proporsional dengan rongga mulut.
o Lubang hidung lebih sempit dan kemungkinan menyebabkan hambatan
akibat sekresi maupun edema yang dapat menyebabkan masalah yang
serius. Neonatus bisa diistilahkan sebagai individu yang bernapas
melalui hidung, tetapi hal ini masih dipertanyakan. Beberapa neonatus
mungkin tidak dapat memindahkan jalan napasnya melalui mulut apabila
lubang hidungnya tersumbat.
o Posisi laring lebih ke daerah cephalic (C4) ke arah anterior dan axis
terpanjangnya berjalan lurus pada daerah inferior dan daerah anretior.
o Jalan napas akan sangat sempit pada daerah kartilago krikoid tepat
dibawah dari plika vokalis. Kartilago ini merupakan satu – satunya
bagian yang dapat pada jalan napas. Trauma pada jaringan ini akan
menyebabkan edema, bahkan edema dalam jumlah kecil yang
berbentuk lingkaran akan mengakibatkan penurunan area jalan napas
pada bayi – bayi tersebut.
o Epiglottis umumya relatif panjang dan kaku. Epiglottis berbentuk U dan
tampak posterior pada sudut 45 derajat diatas dari glottis. Biasanya,
epiglottis ini diangkat dengan menggunakan bilah dari laringoskopi
sebelum glottis terlihat.
o Trakeanya pendek (sekitar 5 cm pada neonatus).
o Bronkus utama kanan lebih luas dibandingkan yang kiri dan lebih
mendatar.
o Diafragma tinggi
o Alveoli belum mengembang.
o Karena tulang rusuknya lebih horizontal, ventilasi dari bayi – bayi
umumya diafragmatika. Viscera abdominal berukuran besar dan dapat
menghambat pernapasan diafragma, terutama apabila traktus
gastrointestinalnya mengalami perubahan ukuran yang lebih besar.4
Cabang bronkus terbentuk sempurna pada usia kehamilan 16 minggu,
belum ada alveolus yang tampak sampai 24-26 minggu usia kehamilan.
Sehingga jika bayi lahir pada usia tersebut maka permukaan untuk difusi gas
menjadi terbatas. Antara minggu 24-28 sel kubis berubah menjadi sel gepeng
dan berdifferensiasi menjadi pneumosit (granuler) tipe 1 dan tipe 2. Pada usia
32-36 minggu ruang udara bertambah banyak, pada saat bersamaan
fospopolipid yang merupakan surfaktan utama diparu-paru mulai melapisi
ruang-ruang udara di alveolus reminalis. Seurfaktan ini diproduksi oleh
monosit tipe tipe 2 dan sangat penting untuk menjaga stabilitas dari alveolus.
Jadi, kematangan paru fetus dapat dievaluasi dengan cara mengukur rasio
fospolipid, lechithin dan spingometlin dalam cairan amnion. Rasio >2 artinya
fungsi paru sudah matang, jika surfaktan kurang maka dapat menyebabkan
Hyalim membrane disease (HMD) atau respirator distress syndrome (RDS).2

Gerakan pernapasan dimaulai sejak masa uteri dan karakteristiknya


berlangsung cepat, ireguler, dan akan teratur selama kehamilan yang cukup
lama. Normalnya, pernapasan ini muncul 30% dari keseluruhan waktu
sepanjang trimester ketiga, berbeda dengan keadaan saat tidur pada fetus
dan tiap subjek individu variasinya berbeda. Pergerakan pernapasan fetus
akan menyebabkan perkembangan pada paru-paru dan menjadikan latihan
obat-obat respirasinya. Pengawasan terhadap pergerakan ini akan
memberikan informasi pada kesehatan dari fetus itu sendiri. Hipoksemia
menimbulkan penurunan terhadap pernapasan dari fetus, dan hipoksemia
yang berat akan menimbulkan pergerakan yang terputus-putus. Paru-paru
fetus terisi oleh cairan, yang bergerak oleh aktivitas otot-otot pernapasan.
Setelah 26 hingga 28 minggu dari masa kehamilan, produksi dari surfaktan
dibuat oleh pneumosit tipe II. Surfaktan disekresikan ke dalam paru-paru dan
dapat dideteksi di dalam contoh cairan amnion, memberikan penialain
diagnostik kematangan paru dan prognosis dari neonatus itu.4
1. Kontrol Pernapasan Pada Neonatus

Kontrol pernapasan, termasuk mekanisme biokimia dan mekanisme


refleks umumnya terbentuk dengan baik pada neonatus sehat yang lahir
normal, akan tetapi terhadap beberapa perbedaan dibanding orang dewasa.
Pernapasan pada bayi dihubungkan dengan massa tubuh terhadap
pemberian tekanan arterial karbon dioksida (PaCO2) yang memperlihatkan
tingkat metabolik yang besar. Respon ventilasi dari neonatus terhadap
hiperkapnia lebih kurang bila dibandingkan dengan bayi-bayi yang lebih tua,
dan bertambah buruk pada nenonatus yang preterm. Segala peningkatan
dari kerja pernapasan tidak berlangsung dengan baik. Kurva kemiringan
terhadap respon karbon dioksida lebih menurun pada bayi-bayi yang
mengalami episode henti napas dan hipoksemia menurunkan respon
neonatus terhadap hiperkapnia.4

Neonatus sensitif terhadap perubahan tekanan oksigen arteri (PaO2).


Respon ventilasi dari neonatus terhadap hipoksia dipengaruhi oleh berbagai
faktor, termasuk masa kehamilan dan masa postnatal, suhu badan, dan
keadaan saat tidur. Bayi-bayi preterm maupun aterm yang berusia 1 minggu
lebih maka muda yang terbangun dan bersuhu badan normal biasanya
memperlihatkan sebuah respon bifasik terhadap hipoksemia, sebuah periode
singkat dari hiperpneu yang diikuti oleh depresi ventilasi. Bayi-bayi yang
mengalami hipotermia dan bayi-bayi preterm yang bertubuh kecil berespon
terhadap hipoksemia dengan cara depresi ventilasi tanpa adanya inisial
hiperpneu. Depresi ventilasi ini disebabkan oleh efek sentral dari hipoksia
pada daerah korteks dan medulla. Kemoreseptor perifer, walaupun sudah
aktif pada masa neonatus tetapi tidak mampu menjaga peningkatan yang
signifikan dari respon hipoksia. Bayi -bayi memperlihatkan respon yang
kurang terhadap hipoksia selama masa tidur REM (rapid eye movement).
Pada neonatus, hipoksia juga menekan respon ventilasi terhadap karbon
dioksida. Hipoksia akan menginduksi pernapasan yang periodik pada bayi-
bayi. Bayi-bayi aterm yang berusia lebih tua 2 sampai 3 minggu
memperlihatkan hiperpneu terhadap respon dari hipoksia, kemungkinan
akibat kematangan fungsi dari kemoreseptor.4

Refleks yang berasal dari paru-paru dan dinding dada kemungkinan


lebih penting dalam menjaga ventilasi pada neonatus, berperan dalam
mengkompensasi mekanisme kontrol yang inadekuat. Refleks inflasi Hering-
Breuer, dimana refleks ini aktif pada masa neonatus, bahkan lebih baik pada
bayi-bayi preterm. Refleks ini menghilang selama Masa tidur REM dan
secara progresif menurun pada minggu-minggu awal kehidupan. Refleks
kepala paradoksikal, inspirasi panjang yang distimulasi oleh inflasi paru-paru
yang kecil, aktif pada masa neonatus. Refleks ini berperan dalam menjaga
volume paru-paru pada neonatus.4

Pernapasan periodik (Ventilasi cepat yang diselingi oleh periode


apneu selama kurang lebih 5-10 detik) terjadi pada banyak bayi-bayi preterm
maupun beberapa bayi-bayi yang full-term. Hal ini dihubungkan dengan
peningkatan aktivitas kemoreseptor perifer. Pada bayi - bayi preterm,
peningkatan PaCO2 lebih besar daripada normal terjadi pada episode
pernapasan periodik tersebut, akan tetapi detak jantungnya tidak mengalami
perubahan secara signifikan. Pada bayi - bayi yang aterm, hipokapnia
mungkin terjadi selama periode pernapasan periodik tersebut, yang
tampaknya tidak memiliki masalah fisiologi yang serius dan biasanya berhenti
pada minggu ke 44 – 46 setelah konsepsi terjadi. Pernapasan periodik hanya
terjadi sekitar 3% dari waktu pernapasan tanpa apneu; fraksi yang lebih
besar dari pada itu pada bayi - bayi aterm kemungkinan merupakan tanda
bahaya dari abnormal kontrol dari ventilasi. Beberapa bayi - bayi preterm
memperlihatkan bahaya yang lebih jauh dan ancaman jiwa yang sungguh -
sungguh dari episode apneu tersebut. Hal ini umumnya terjadi selama 20
detik dan diiringi oleh bradikardia (kemungkinan akibat refleks kemoreseptor
yang segera) dan desaturasi oksigen hemoglobin. Masa apneu singkat (< 20
detik) kemungkinan diikuti oleh bradikardi yang signifikan (<80 kali/menit).
Patogenesis dari apneu pada bayi - bayi yang preterm belum sepenuhnya
diketahui secara pasti. Apneu mungkin menggambarkan sebuah
ketidakmatangan sistem kontrol pernapasan pusat karena hal ini cenderung
akan membaik pada jaringan otak yang matang. Bagaimanapun, variasi
mekanisme patofisiologi adalah rumit. Episode apneu mungkin hasil dari
kegagalan dari mekanisme kontrol pusat (sentral apneu); hal ini termasuk
tidak adanya kegagalan ventilasi. Hal ini mungkin diakibatkan oleh obstruksi
jalan napas (obstruktif apneu), dimana dalam kasus ini mungkin terjadi
namun tidak ada pertukaran gas terjadi. Obstruktif biasa terjadi pada
nasofaring, faring, atau hipofaring dari bayi - bayi. Apneu kombinasi (sebuah
kombinasi dari sentral dan obstruktif) mungkin juga terjadi dan sebuah tipe
kemungkinan menjadi tipe lainnya (obstruktif apneu mungkin berkembang
menjadi apneu sentral). Apneu mungkin terjadi dari kegagalan otot-otot
ventilasi. Banyak episode apneu terjadi selama masa tidur REM, hal ini
mungkin terjadi karena kelelahan otot-otot ventilasi merupakan salah satu
faktor utamanya. Walaupun apneu neonatus kemungkinan idiopatik, hal ini
bisa juga merupakan sebuah gejala dari proses penyakit tertentu, seperti
sepsis, perdarahan intrakranial, anemia, hipoglikemia, hipotermia, sensitif
terhadap pemberian sedasi, ataupun patent ductus arteriosus. 4

Bayi-bayi preterm harus secara hati-hati diawasi untuk mendeteksi


episode apneu. Pengobatannya adalah dengan stimulasi taktil atau apabila
hal ini gagal, dengan menggunakan resusitasi bag-mask. Insidensi dari
episode apneu menurun dengan terapi menggunakan aminofilin atau kafein
(stimulasi sentral) atau melalui pemberian tekanan positif pada jalan napas
(meningkatkan aktifitas refleks dari paru - paru dan dinding dada). Bayi-bayi
preterm dan bayi-bayi yang pernah lahir preterm hingga umur 60 minggu
setelah konsepsi, terutama bayi dengan anemia, adalah sangat berisiko
untuk mengalami postoperatif apneu bahkan ketika bebas apneu saat
dilakukannya anestesi. Bayi ini akan mendapatkan keuntungan dari
pengawasan postoperatif yang tepat di ICU maupun unit observasi yang
sejenis dengan pengawasan apneu.4

2. Otot - Otot Respirasi

Diafragma dan otot interkostal memiliki dua jenis serat otot:

1. Tipe I: Serat otot oksidatif tinggi yang dapat dianggap lambat


berkontraksi, resisten kelelahan, serat otot maraton. Serat otot ini
membantu untuk mempertahankan aktivitas otot yang
berkepanjangan.
2. Tipe II: Serat Otot oksidatif rendah, serat otot yang cepat berkontraksi
yang aktif untuk jangka waktu yang singkat, tetapi tidak dapat
mempertahankan aktivitas yang berkepanjangan.

Proporsi serat otot tipe I ditunjukkan pada Tabel 4.2. Ketidak


matangan otot menjelaskan mengapa neonatus dan bayi cepat mengalami
kegagalan pemafasan dan apnea jika ada peningkatan kerja pernapasan,
misalnya obstruksi saluran napas.1
Otot Prematur Neonate Mature
Diafragma 10% 25-30% 55%
Intercostal 20% 40% 65%

Tabel 1. Proporsi serat otot tipe I 1


Bayi prematur menghabiskan 50-60% waktunya di keadaan tidur REM
(rapid eye Movement) di mana aktivitas otot interkostal dihambat dan gerakan
paradoks dari dinding dada lunak terjadi. Ini dikompensasi dengan perluasan
tertentu pada diafragma. Saat fetus melewati jalan lahir terjadi kompresi pada
dada, memaksa banyak cairan yang berasal dari paru untuk keluar lewat
hidung dan mulut. Pada saat keluar, kompresi ini berkurang dan udara terisap
masuk ke dalam paru. Stimulus perifer pada neonatus (dingin, sentuhan,
temperature, dll) dan stimulus biokimia (pernapasan dan asidosis metabolik)
diduga menginisiasi pernapasan yang regular dan berkelanjutan. Faktor lain
mungkin berpengaruh seperti peningkatan tekanan parsial oksigen atau
pemindahan pusat inhibisi biokimia. Pernapasan spontan yang pertama kali
ditandai dengan peningkatan tekanan transpulmoner (>50 Cm H 2O).'Mereka
mempertahankan FRC dari paru – paru neonatus. Sisa cairan paru
dikeluarkan beberapa hari setelah kehidupan oleh jaringan limfatik pulmoner
dan pembuluh darah. Bayi - bayi yang keluar melalui seksio cesaria tidak
sama dengan neonatus yang mengalami tahanan di daerah dada dan
mungkin akan memiliki cairan sisa yang lebih banyak pada paru - paru. Hal
ini akan menyebabkan neonatus tersebut mengalami gangguan pernapasan
yang transien.4

Keseimbangan dari matriks alveolar pada neonatus tergantung pada


adanya jumlah surfaktan yang adekuat, yang mungkin jumlahnya kurang
pada bayi - bayi yang preterm. Kekurangan dari surfaktan akan
menyebabkan kolaps alveoli, maldistribusi dari ventilasi, kegagalan
pertukaran gas, dan peningkatan kerja pernapasan (RDS, respiratory distress
syndrome). Tidak mengherankan, pneumothoraks lebih sering terjadi pada
masa neonatus dibanding periode umur lainnya.4
Otot - otot respirasi pada neonatus biasanya mengalami kelelahan,
kecenderungan ini tergantung dari tipe serat otot yang ada. Pada diafragma,
10% dari serat otot adalah tipe I (lambat berkontraksi, oksidatif tinggi, resisten
terhadap lelah) pada bayi - bayi preterm, dimana akan meningkat sebanyak
25% pada bayi - bayi aterm, dan mencapai maksimum hingga 55% (tingkat
orang dewasa) setelah 8 bulan post-partum. Di interkostal, 20%, 46%, dan
65% tipe seratnya adalah tipe I pada grup usia yang sama, dengan tingkat
maksimumnya dicapai dalam 2 bulan post-partum. Dengan demikian, bayi
preterm rawan mengalami kelelahan otot ventilasi, sebuah predisposisi yang
akan menghilang sejalan dengan kematangan. Ventilasi juga dipengaruhi
oleh perubahan yang terjadi selama periode tidur. Bayi preterm
menghabiskan 50% hingga 60% waktunya untuk berada pada waktu tidur
REM, selama waktu ini, aktivitas otot interkostal dihambat dan pergerakan
paradoksikal dari dinding dada halus akan terjadi. Penurunan aktivitas otot
interkostal diikuti oleh peningkatan aktivitas diafragma. Aktivitas ini
kebanyakan terbuang ketika tulang iga bergerak paradoksikal dan mungkin
akan menimbulkan kelemahan diafragma.4

3. Mekanisme Respirasi

Secara umum mekanisme Pernapasan pada bayi yang baru lahir


lebih buruk dibandingkan dewasa karena:

 Tulang rusuk lebih horizontal dan tidak memiliki gerakan bucket


handle seperti orang dewasa. Oleh karena itu, ada sedikit ekspansi
Antero - posterior dan ekspansi lateral (Gbr. 4.5).
Gambar. 4.5. Sebuah perbandingan mekanism pernafasan pada
anak dan dewasa. Perhatikan gerakan '''bucket handle" pada orang
dewasa dibandingkan dengan gerakan 'piston' seperti gerakan dan
diafragma yang tinggi di neonatus.
 Otot-otot interkostalis yang belum matur dan lemah.
 Sternum dan rongga toraks yang lunak dan elastis sehingga timbul
gerakan paradoks
 Diafragma tinggi dan pergerakannya seperti piston. Ini adalah otot
yang paling penting dari respirasi. Diafragma, seperti dalam kasus
distensi dari lambung atau usus, merugikan respirasi.1

Kapasitas paru-paru meningkat secara perlahan setelah kelahiran saat


cairan menghilang dari paru-paru. Tahanan dinding dada oleh bayi (terutama
bayi preterm) adalah besar, oleh karena itu tahanan total kira-kira sebesar
kapasitas paru-paru. Komplians dinding dada yang besar ini menyebabkan
kekuatan yang relatif lemah untuk menjaga FRC (functional residual capacity
I kapasitas residu fungsional) dan untuk melawan aksi dari diafragma. FRC
dari bayi kecil dijaga oleh tingkat pernafasan yang cepat, titik akhir ekspirasi,
kontrol ekspirasi, dan aktivitas tonus dari otot - otot ventilasi. Tidak
mengherankan bila penurunan yang cukup besar pada FRC terjadi dengan
apneu dan selama anestesi ketika agen inhalasi menekan fungsi dari otot
interkostal.4
Penurunan yang besar pada FRC disertai penutupan pada jalan napas
dan gangguan oksigenasi. Inhibisi otot interkostal selama waktu tidur REM
atau dengan agen anestesi inhalasi menyebabkan kelemahan dari dinding
dada dan hasilnya terlihat pada pergerakan paradoksikal. Pergerakan
paradoksikal pada dinding dada ini ditandai ditambah oleh segala jenis
obstruksi pada jalan napas. Saat anak tumbuh melampaui usia bayi dan
masa kanak-kanak, tulang iganya menjadi kaku sehingga kemudian menjadi
lebih baik dalam melawan aksi dari diafragma dan tonus otot interkostalnya
akan menjadi lebih kurang. Tekanan transpulmoner dibutuhkan untuk
mengoptimalkan inflasi dari paru-paru yang sama dengan bayi-bayi sehat,
anak, dan dewasa. Selama ventilasi artifisial, tekanan puncak inspirasi
berada pada 15 sampai 20 cm H2O adalah normal.4

Jalan udara pada daerah hidung berkontribusi pada 50% dari total
resistensi jalan napas pada bayi-bayi dan sedikit berkurang pada bayi-bayi
Afrika-Amerika. Insersi dari NGT (nasogastric tube) meningkatkan resistensi
ini sebanyak 50%. Jalan udara pada hidung biasanya ukurannya tidak sama;
apabila sebuah NGT dimasukkan, seharusnya ditempatkan pada lubang
hidung yang lebih kecil, sehingga memiliki efek yang lebih kecil pada
resistensi total pada jalan udara pada hidung. Resistensi jalan udara periferal
pada neonatus adalah kecil tetapi meningkat seiring dengan bertambahnya
umur.4

4. Volume Paru

Pada bayi aterm, kapasitas total paru - paru adalah sekitar 160 ml;
FRC sekitar setengah dari volume ini. VI kira - kira 16 ml (6-7 ml/kg) dan Vd
adalah sekitar 5 ml (30% dari VI). Sehubungan dengan ukuran tubuh, semua
volume tersebut sama dengan nilai pada orang dewasa. Dengan catatan,
bagaimanapun, terdapat ruang rugi di anestesi atau sirkuit ventilator yang
lebih signifikan dengan hubungannya kepada volume yang kecil pada bayi (5
ml ruang rugi akan meningkatkan total efektif Vd sebanyak 100%).4

Berlawanan dengan volume paru yang statis, Va proporsional lebih


besar pada neonatus (-100-150 ml/kg/menit) disbanding orang dewasa (~60
ml/kg/menit). Va yang tinggi ini pada bayi - bayi akan menghasilkan rasio Va :
FRC 5 : 1 , dibandingkan dengan 1,5 : 1 pada orang dewasa. Sebagai
konsekuensinya, FRC sebagai "buffer" yang kurang efektif pada bayi, oleh
karena itu perubahan dalam konsentrasi gas yang diinspirasikan (termasuk
gas anestesi) adalah lebih cepat terlihat dalam alveolar dan arteri. 4

CV (vital capacity) relatif lebih besar pada bayi - bayi dan anak berusia
muda disbanding dewasa muda; itu mungkin melebihi FRC untuk
mengganggu Vt selama inspirasi normal. Penutupan jalan napas selama
respirasi normal dapat menjelaskan penurunan nilai normal dari Pao2 pada
bayi - bayi dan neonatus. Penurunan FRC, yang biasanya terjadi selama
anestesi umum dan timbul pada periode postoperatif, lebih lanjut
meningkatkan CV yang luas dan meningkatkan A-aDCh. Bayi ataupun anak -
anak, penurunan terbesar pada FRC. Penurunan FRC pada intraoperatif
mungkin sebagian dibalikkan oleh tekanan positif jalan napas yang terus-
menerus.4

Total area permukaan pada jaringan alveoli yang berhubungan


dengan udara lebih kecil pada bayi (2,8m2). Area ini berhubungan dengan
tingkat metabolik yang tinggi terhadap oksigen, hal ini tampak pada rasio
perbandingan antara area permukaan dan rata - rata konsumsi oksigen lebih
kecil pada bayi dibandingkan orang dewasa. Sebagai hasilnya. bayi memiliki
penurunan kemampuan untuk cadangan pada pertukaran gas. Pada
beberapa kasus, sisa jaringan paru yang masih sehat mungkin tidak adekuat
untuk mempertahankan hidup.4
5. Kerja Pernapasan

Otot - otot respirasi umumnya tidak dapat melawan resistensi jalan


udara dan rekoil elastik dari paru - paru dan dinding dada. Dua faktor ini
menyatakan ventilasi optimal dan sebuah Vt yang diantarkan dan diberikan
oleh Va menggunakan energy otot yang minimal untuk setiap anak. Oleh
karena waktu konstan pada paru bayi relatif lebih kecil, ventilasi alveolar yang
efisien dapat dicapai pada tingkat respirasi yang tinggi. Pada neonatus,
tingkat respirasi 37 kali/menit sudah diperhitungkan merupakan jumlah yang
paling efisien. Bayi – bayi aterm serupa dengan orang dewasa yang
memerlukan 1% dari energi metabolik mereka untuk menjaga ventilasi;
oksigen yang dibutuhkan pada pernapasan adalah 0,5 ml / 0,5 L dari
ventilasi. Bayi preterm memiliki jumlah oksigen yang dibutuhkan lebih besar
saat pernapasan (0,9 ml/0,5 L), dimana akan mengalami peningkatan apabila
paru - parunya sakit, seperti pada RDS atau bronkopulmoner displasia.4

Tabel 2. Tekanan Oksigen Pada Bayi – Bayi Sehat dan Anak – Anak4

6. Surfaktan Paru

Surfaktan pada lapisan alveolar menstabilisasikan alveoli, mencegah


kolaps alveoli pada saat ekspirasi. Menurunkan tegangan permukaan pada
permukaan udara-cairan pada alveoli juga menurunkan tenaga yang
dibutuhkan untuk ekspansi ulang. Surfaktan utama pada paru adalah lecithin,
yang diproduksi oleh pneumosit tipe II. Jumlah lecithin pada paru fetus
meningkat secara progresif, dimulai sejak 22 minggu semenjak kehamilan
dan meningkat secara tajam pada umur 35-36 minggu kehamilan dimana
parunya sudah matang. Produksi lecithin dari paru dapat dinilai dengan
menggunakan rasio lecithin/sphyngomyelin (L/S) pada cairan amnion dan hal
ini digunakan untuk mengukur maturitas paru dan memprediksikan terjadinya
RDS. Rasio L/S biasanya kurang pada umur 1 hingga 32 masa kehamilan,
mencapai 2 saat umur 35 minggu, dan 4 hingga 6 pada bayi aterm. 4

Bayi-bayi preterm dengan produksi lecithin paru yang inadekuat akan


menderita RDS. Jalur biokimia untuk produksi surfaktan kemungkinan ditekan
oleh hipoksia, hiperoksia, asidosis, atau hipotermia; Karenanya, koreksi
secara cepat terhadap kelainan abnormal tersebut pada neonatus yang sakit
sangatlah penting. Inhalasi agen anestesi nampaknya memiliki efek yang
kecil pada produksi surfaktan. Maturasi dari proses biokimia pada paru fetus
in uteri dapat dipercepat dengan menggunakan kortikosteroid pada ibunya.
Penggunaan terapi surfaktan eksogen untuk mengobati RDS saat ini sudah
dikembangkan.4

Defisiensi surfaktan dapat menyebabkan terjadinya HMD. Terapi


pengganti surfaktan dapat meningkatkan oksigenasi. 3 macam preparat
surfaktan:

a. Surfaktan yang berasal dari paru sapid an babi


b. Surfaktan manusia yang berasal dari cairan amnion
c. Surfaktan buatan

Baik surfaktan alami ataupun sintetik, telah terbukti efektif dalam terapi
dan pencegahan RDS. Pada beberapa penelitian ternyata surfaktan alami
dapat memberikan perbaikan yang lebih cepat dibandingkan sintetik dalam
hal lebih kurang kebutuhan ventilator, lebih kurang kejadian pneumotorax,
lebih banyak penurunan dysplasia bronkopulmonal, serta mortalitas lebih
sedikit. Namun kelebihan surfaktan sintetik, resiko perdarahan intraventrikel
lebih kurang, lebih sedikit pemaparan dengan antigen binatang serta
harganya yang lebih murah.2

7. Pertumbuhan dan Perkembangan Paruh

Paru - paru terus berkembang selama 2 dekade pertama dalam


kehidupan. Jumlah alveoli meningkat secara cepat dalam 6 tahun pertama,
hampir mencapai jumlah orang dewasa, tetapi terus berkembang hingga
masa remaja. Pada anak - anak kecil, ukuran yang kecil pada jalan napas
periferal mungkin merupakan salah satu predisposisi terjadinya penyakit
obstruktif paru seperti bronkiolitis.

SISTEM SIRKULASI BAYI BARU LAHIR

1. Sirkulasi Fetus

Pada janin, aliran darah tidak mengikuti rute yang sama dengan rute
setelah lahir pada umumnya. Perbedaan utamanya adalah penyesuaian
terhadap kenyataan bahwa janin tidak bernafas, sehingga paru tidak
berfungsi. Janin memperoleh O2 dan mengeluarkan CO2 melalui pertukaran
dengan darah ibu menembus plasenta. Karena darah tidak perlu mengalir ke
paru untuk menyerap O2 dan mengeluarkan CO2, pada sirkulasi janin
terdapat 2 jalan pintas: (1) Foramen oval, suatu lubang di septum antara
atrium kanan dan kiri, dan (2) duktus arteriosus, suatu pembuluh yang
menghubungkan arteri pulmonalis dan aorta ketika keduanya keluar dari
jantung.5
Gambar 1. Sirkulasi Janin5

Darah beroksigen tinggi dibawa dari plasenta melalui vena umbilikalis


dan diteruskan ke dalam vena kava inferior janin. Dengan demikian, ketika
dikembalikan ke atrium kanan dari sirkulasi sistemik, darah adalah campuran
dari darah beroksigen tinggi dari vena umbilikalis dan darah vena yang
beroksigen rendah yang kembali dari jaringan janin. Selama masa janin,
karena tingginya resistensi yang diakibatkan oleh paru yang kolaps, tekanan
diseparuh kanan jantung dan sirkulasi paru lebih tinggi daripada diseparuh
kiri jantung dan sirkulasi sistemik. Situasi terbalik dibandingkan dengan
setelah lahir. Karena perbedaan tekanan antara atrium kanan dan kiri,
sebagian darah campuran yang beroksigen cukup yang kembali ke atrium
kanan segera disalurkan ke atrium kiri melalui foramen ovale. Darah ini
kemudian mengalir ke dalam ventrikel kiri dan dipompa ke sirkulasi sistemik.
Selain memperdarahi jaringan, sirkulasi sistemik janin juga mengalirkan
darah melalui arteri umbilikalis agar terjadi pertukaran dengan darah ibu
melalui plasenta. Sisa darah di atrium kanan yang tidak segera dialihkan ke
atrium kiri mengalir ke ventrikel kanan yang memompa darah ke arteri
pulmonalis. Karena tekanan di arteri pulmonalis lebih besar daripada tekana
di aorta, darah dialirkan dari arteri pulmonalis ke dalam aorta melalui duktus
arteriosus mengikuti penurunan gradient tekanan. Dengan demikian,
sebagian besar darah yang dipompa keluar dari ventrikel kanan yang
ditujukan ke sirkulasi paru segera dialihkan ke dalam aorta dan disalurkan
kesirkulasi sistemik mengabaikan paru yang nonfungsional.5

Saat lahir, foramen ovale menutup dan menjadi jaringan parut kecil yang
dikenal sebagai fosa ovalis di septum atrium. Duktus arteriosus kolaps dan
akhirnya berdegenerasi menjadi untai ligamentosa tipis yang dikenal sebagai
ligamentum arteriosum.5

2. Perubahan Sirkulasi Saat Kelahiran

Saat lahir, ventilasi pulmoner normalnya secara cepat di permantap,


dan aliran darah ke paru - paru meningkat dengan pesat ketika aliran
plasenta terhenti. Ketika paru - paru mengembang dan terisi dengan gas,
resistensi vaskuler pulmoner menurun yang ditandai oleh efek mekanik pada
pembuluh darah dan relaksasi tonus vasomotor pulmoner ketika pO2
meningkat dan tekanan parsial dari CO2 menurun di gas alveolar. Resistensi
vaskuler pulmoner menurun sebanyak 80% dari tingkat prenatal dalam
beberapa menit setelah inisiasi normal dari respirasi. Ketika resistensi
vaskuler pulmoner menurun, aliran darah ke paru - paru dan kemudian
melalui vena pulmonal ke atrium kiri meningkat, peningkatan tekanan di
atrium kiri dan atrium kanan menutup septum atrial foramen ovale. 4
Di saat yang bersamaan, ketika aliran plasenta terhenti karena jepitan
dari konstriksi arteri umbilikal, dalam jumlah yang besar, resistensi vaskuler
yang rendah dihilangkan dari sirkulasi sistemik. Aktivitas ini menghasilkan
peningkatan yang besar dari resistensi sistemik vaskuler dan penurunan
pada aliran darah vena cava inferior dan tekanan atrium kanan. Peningkatan
pada resistensi sistemik vaskuler dan secara bersamaan penurunan pada
resistensi sistemik pulmoner akan meningkatkan tekanan aortic diatas dari
arteri pulmoner. Aliran darah yang melewati duktus arteriosus kembali
(menjadi kiri ke kanan) dan duktus tersebut akan terisi dengan darah yang
teroksigenasi. Peningkatan lokal pO2 ( ke tingkat yang lebih besar dari 50
sampai 60 mmHg) menyebabkan dinding muskuler dari duktus arteriosus
mengalami konstriksi sekunder melalui respon yang dimediasi oleh
prostaglandin. Aliran mungkin akan tetap melewati duktus tersebut selama
beberapa jam setelah kelahiran, menghasilkan murmur yang dapat di dengar.
Normalnya, bagaimanapun aliran yang melewati duktus akan tidak begitu
berarti dalam 15 jam. Penutupan permanen dari duktus biasanya selesai
dalam 5 hingga 7 hari tetapi mungkin dapat tidak komplit hingga 3 minggu. 4

Duktus venosus, yang menghubungkan antara vena umbilikus, vena


porta, dan vena cava inferior, juga menutup secara sempurna dalam
beberapa hari setelah kelahiran. Jalur ini menghasilkan aliran yang melewati
sirkulasi hepatik dan bagaimanapun akan menghambat metabolisme obat
pada hati (analgesik opioid).4

3. Sirkulasi Neonatus

Pada neonatus yang sehat, dinding yang tipis pada ventrikel kanan
melampaui pada ventrikel kiri. Hal ini dapat dilihat pada ECG, yang
menggambarkan axis diatas dari 180 derajat selama minggu pertama
kehidupan. Setelah kelahiran ventrikel kanan membesar secara
disproporsional. Dalam 3 hingga 6 bulan, rasio ukuran ventrikel dewasa
dicapai (axis sekitar +90 derajat). Selama periode neonatus yang
berlangsung cepat, detak jantung adalah antara 100 hingga 170 kali per
menit dan iramanya regular, detak jantung secara berangsur - angsur
menurun. Sinus aritmia umumnya pada anak - anak. Segala irama irreguler
harus dipertimbangkan hal yang abnormal.4

Tekanan daraii sistolik sekitar 60 mmHg pada neonatus aterm, dan


tekanan diastoiik adalah 35 mmHg. Pada bayi preterm mengalami penurunan
tekanan arteri, sekitar 45/25 mmHg pada bayi seberat 750 gr.4

Tabel 3. Tekanan darah berdasarkan umur4

Miokardium pada neonatus berisi jaringan kontraktil yang rendah dan


lebih banyak jaringan penyokong disbanding jantung orang dewasa.
Hasilnya, ventrikel neonatus kurang komplians ketika relaksasi dan umumnya
bertekanan kurang ketika berkontraksi. Akibat penurunan komplians saat
relaksasi ventrikel cenderung membatasi jumlah curah jantung. Bradikardia
diikuti oleh penurunan cardiac output. Penurunan komplians ventrikel dari
neonatus juga tergantung oleh tekanan pengisian yang adekuat, sehingga
hipovolemia akan diikuti oleh penurunan dari cardiac output. Dengan
demikian cardiac output bergantung pada kecepatan dan volume. Penurunan
komplians dan kontraktilitas dari ventrikel juga merupakan faktor predisposisi
pada kegagalan jantung bayi dengan peningkatan volume pengisian. Pada
bayi, kegagalan satu ventrikel dengan cepat diikuti gangguan ventrikel yang
lain, dan menyebabkan kegagalan biventrikuler.4

Penurunan kontraktilitas dari jantung neonatus juga dipikirkan akibat


sekunder dari ketidakmatangan dari myofibril dan penurunan perkembangan
dari retikulum sarkoplasmik. Diasumsikan bahwa siklus kalsium yang terus -
menerus di dalam miokardium neonatus lebih bergantung pada perubahan
saat melintasi membran sel (sarkolema) dan penurunan fungsi dari retikulum
sarkoplasmik, dengan demikian terjadi ketergantungan yang besar pada
ionisasi kalsium. Saat bayi tumbuh, retikulum sarkoplasmik dari miokardium
mengembang dan secara progresif mengambil tugas yang dominan pada
regulasi kalsium intraseluler, yang sesuai dengan jantung orang dewasa.
Tugas utama dari sarkolema pada regulasi kalsium termasuk miosit mungkin
menjelaskan sensitifitas yang besar dari neonatus pada depresi miokardium
karena inhalasi anestesi (Aktivitas hambatan lintasan kalsium). Hal ini juga
mungkin menjelaskan efek depresan jantung yang berat akibat obat - obat
penghambat saluran kalsium atau pengaturan cepat dari produk darah yang
di sitrasi seperti plasma segar atau trombosit pada neonatus.4

Innervasi autonom pada jantung masih belum komplit pada neonatus


dan terdapat elemen simpatis yang relatif masih kurang. Hal ini lebih lanjut
mungkin di kompensasikan dengan kemampuan kontraktil yang masih
kurang pada miokardium neonatus dalam berespon terhadap stress.
Perbedaan miokardium pada neonatus semuanya sangat jelas pada bayi
preterm.4

Pada masa neonatus, shunt menghambat ketepatan pengukuran dari


cardiac output, dimana rata - rata dua hingga tiga kali dalam orang dewasa
pada milliliter per kilogram berat badan dan berhubungan dengan jumlah
metabolik. Total resistensi vaskuler sistemik menurun, menggambarkan
proporsi yang besar jaringan pembuluh darah yang kaya pada neonatus
(18%— dua kali dari orang dewasa) dan berakibat pada penurunan tekanan
arteri sistemik walaupun cardiac output yang dihasilkan besar.4

4. Sirkulasi Pulmonar

Perubahan pada sirkulasi pulmonar terjadi saat kelahiran berlanjut


dengan progresitivitas yang lambat, penurunan resistensi vaskuler pulmonar
pada 3 bulan pertama kehidupan. Hal ini dihubungkan dengan regresi paralel
pada tipisnya lapisan dinding medial dari arteriol pulmonar. Selama masa
neonatus, resistensi vaskuler pulmonar masih tinggi dan otot pembuluh darah
pulmonar bereaksi tinggi. Hipoksia, asidosis, dan stress (suksion endotrakeal)
mungkin akan meningkatkan resistensi vaskuler pulmonar. Apabila
peningkatan resistensi vaskuler pulmonar dihasilkan oleh beberapa stimulus,
tekanan bagian kanan dalam jantung akan berakibat ke bagian kiri dan shunt
kanan ke kiri akan terjadi melalui duktus arteriosus atau foramen ovale.
Kegagalan ventrikel kanan, secara cepat dapat progresif menuju kegagalan
biventrikuler.4

Pada beberapa keadaan, regresi normal dari lapisan muscular


pembuluh darah pulmonar dan dihubungkan penurunan pada resistensi
vaskuler pulmonar mungkin tidak terjadi.

Hipoksemia yang terus - menerus, contohnya disebabkan oleh


ketinggian yang terus - menerus atau penyakit jantung sianotik (tetralogi
fallot) atau aliran darah pulmonar yang berlebihan menghasilkan shunt kiri ke
kanan (defek septum ventrikuler, patent duktus arteriosus, dll) mungkin
disebabkan oleh persistensi dari tingginya resistensi vaskuler pulmonar pada
masa kanak - kanak. Pada awalnya, peningkatan resistensi sistemik
pulmonar bersifat reversible (dengan vasodilatasi pulmonar) dan mengkoreksi
defek yang terjadi. Kemudian, resistensi sistemik pulmonar menghasilkan
perubahan struktural pada vaskuler pulmonar ymg.irreversible, menyebabkan
penyakit obstruksi vaskuler pulmonar.4

Nitrat oxide telah diidentifikasi sebagai salah satu faktor yang dapat
merelaksasikan endothelium yang normalnya diproduksi secara terus -
menerus di paru untuk mengatur tonus vaskuler pulmoner. Hal ini yang
dijadikan acuan untuk menggunakan inhalasi nitrat oxide untuk mengobati
resistensi vaskuler pulmonar yang meningkat.4

III. PERMASALAHAN LAIN PADA BAYI BARU LAHIR

Kadar glukosa, kalsium, dan magnesium intrauterin di jaga secara hati-


hati oleh regulasi maternal ibu-bayi. Perpindahan ke kehidupan ekstrauterin
memiliki efek yang besar terhadap fisiologi pada bayi yang baru lahir. 2

1. Metabolisme Glukosa

Fetus mempertahankan glukosa darah 70-80% dari kebutuhan


maternal melalui jalur plasenta. Terdapat penambahan cadangan glukosa
pada hati, tulang dan otot jantung pada tahap akhir perkembangan fetus
tetapi dengan sedikit glukoneogenesis. Bayi yang baru lahir masih
bergantung pada glikolisis sampai adanya masukan dari luar. Setelah
lahir, bayi akan menghabiskan cadangan gula hatinya dalam 2-3 jam.
Pada bayi KMK glikogen akan lebih mudah habis dihubungkan dengan
cadangan yang kurang."

a. Hipoglikemia
Hipoglikemia merupakan suatu keadaan kegawatan pada anak,
walaupun banyak studi menyebutkan otak dapat melepaskan substrat
selain glukosa khususnya pada priode baru lahir, namun tidak ada
satupun substrat yang berhasil memperbaiki sekuele neurofisiologik
akibat kurangnya glukosa pada system syaraf pusat. Tanda klinis dari
hipoglikemia kurang begitu jelas, dapat ditemukan bayi yang menangis
keras ataupun lemah, sianosis, apnea, apati, kejang, pergerakan mata
yang abnormal, suhu yang tidak stabil, hipotoni dan kemampuan
mengisap yang lemah. Pada beberapa bayi dapat tidak menunjukkan
tanda-tanda tersebut meskipun memiliki kadar glukosa darah yang
sangat rendah.2,6
Insidens hipoglikemia bervariasi menurut definisi, populasi,
metode dan waktu pemberian makanan, serta dan tipe pemeriksaan
glukosa. Pemberian makanan lebih awal menurunkan insidens
sedangkan prematuritas, hipotermia, hipoksia, diabetes ibu, infuse
glukosa pada ibu dalam persalinan menambah insides hipoglikemia.
Kadar glukosa serum menurun sesudah lahir sampai usia 1-3 jam.
Pada bayi cukup bulan yang sehat kadar glukosa serumnya jarang
kurang <35 mg/dl antara usia 1-3 jam, <40 mg/dl dari usia 3-24 jam,
dan <45 mg/dl sesudah 24 jam.3
Hipoglikemia pada neonatus diartikan dengan kadar gula darah
<40 mg/dl. Setelah 72 jam dari kelahiran, kadar glukosa plasma
seharusnya lebih tinggi atau minimal sama dengan 40 mg/dl. Meskipun
tidak ada ambang batas spesifik, kadar glukosa darah <20 mg/dl atau
tetap rendah selama lebih dari 1-2 jam dapat memberikan gangguan
perkembangan saraf yang permanen, sehingga bayi dengan resiko
tinggi mengalami hipoglikemia memerlukan kontrol glukosa ketat. 2
Empat kelompok patofisiologi bayi neonatus yang beresiko
tinggi menderita hipoglikemia adalah:
o Bayi-bayi dari ibu yang menderita diabetes mellitus atau diabetes
selama kehamilan
o Bayi-bayi dengan retardasi pertumbuhan intrauteri atau bayi-bayi
preterm yang mengalami malnutrisi intrauteri, bayi kembar, dan
bayi dengan kelainan plasenta.
o Bayi yang amat immature atau menderita sakit berat dan juga bayi
yang lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR)
o Bayi dengan defek metabolic genetick seperti intoleransi fruktosa
dan penyakit penyimpanan glikogen.3
Bayi yang membutuhkan tindakan bedah beresiko menambah
hipoglikemia sehingga memerlukan 10% glukosa (infuse),
pemberiannya biasanya dimulai ketika masuk rumah sakit dan
dikontrol secara berkala. Apabila kadar glukosa darah turun hingga
dibawah 40 mg/dl atau terdapat tanda-tanda hipoglikemia, dalam
sejam segera dibolus 1-2 ml/kg (4-8 mg/kg/min) glukosa 10% iv.
Meskipun jarang, hidrokortison, glukagon, atau somatostatin dapat
digunakan untuk penanganan hipoglikemia yang persisten. 2

b. Hiperglikemia

Hiperglikemia didefinisikan sebagai kadar glukosa darah lebih


dari 125-140 mg/dl. Hal ini biasanya iatrogenik, dan menghasilkan
keadaan hiperosmolar yang dapat menyebabkan perdarahan
intraventricular dan diuresis osmotik yang pada gilirannya
menyebabkan dehidrasi dan hipernatremia. Hiperglikemia merupakan
masalah yang biasa terjadi pada pemakaian total parenteral nutrition
(TPN) pada bayi yang sangat immature (<30 minggu) atau bayi yang
lahir dengan berat kurang dari 1,1 kg. Hiperglikemia ini terjadi
sehubungan dengan resistensi insulin dan defisiensi insulin.
Hiperglikemia dapat menyebabkan perdarahan intraventrikular serta
kehilangan kadar air dan elektrolit. Untuk itu kadar glukosa dalam TPN
harus disesuaikan berdasarkan kadar glukosa serum. Kadang-kadang
insulin 0,001-0,01 U/kg/min dapat diberikan (iv) untuk memperthankan
normoglikemia dan sangat membantu litamanya pada bayi dengan
berat badan sangat kurang.2

2. Metabolisme Kalsium dan Magnesium


a. Kalsium
Kalsium secara terus-menerus disalurkan ke fetus melalui
plasenta. Dari semua total kalsium yang disalurkan, sekitar 75%
disalurkan setelah berusia 28 minggu dalam kandungan. Bayi
premature memiliki resiko untuk mengalami hipokalsemia. Semua
neonatus memiliki kemungkinan mengalami hipokalsemi akibat
cadangan kalsium yang terbatas serta renal immaturity. Beberapa bayi
beresiko mengalami gangguan keseimbangan kalsium dikarenakan
faktor genetik, keadaan patologik selama kehamilan, dan trauma jalan
lahir. Kadar kalsium bayi yang baru lahir biasanya mencapai
puncaknya 24 – 48 jam setelah lahir, yaitu ketika hormone paratiroid
mulai berespon secara efektif. Neonatus terutama rentan terhadap
hipokalsemia yang menyertai hipoparatiroidisme, metabolism
abnormal vitamin D, masukan rendah kalsium atau masukan tinggi
fosfat.
Mineralisasi sering tidak adekuat pada bayi berat badan lahir
rendah (BBLR) pada masa neonatus sehingga dapat menigkatkan
insidens rakitis radiologis dan fraktur. Lesi ini mungkin diakibatkan oleh
ketidak cukupan masukan kalsium dan fosfor pada masa pertumbuhan
cepat pasca natal.2
Hipokalsemia diartikan sebagai kadar ion kalsium <1 mg/dl.
Bayi prematur bresiko mengalami hipokalsemia ini, bayi yang baru
lahir dan membutuhkan pembedahan serta bayi dengan komplikasi
selama kehamilan seperti bayi dengan ibu diabetik. Kalsitonin yang
mana menghambat perpindahan kalsium dari tulang menurun
jumlahnya pada bayi premature dan pada bayi asphyxia. Transfusi
pengganti yang mengandung sitrat dapat membentuk kompleks
calcium citrate sehingga dapat menurunkan kadar kalsium dalam
serum kelevel yang membahayakan2.
Tanda dari hipokalsemia termasuk gelisah, kejang, sianosis,
muntah dan depresi miokard. Hipokalsemi pada bayi dapat
meningkatkan tonus otot hal ini dapat membedakan dengan bayi yang
mengalami hipoglikemia. Hipokalsemia dapat ditatalaksana dengan
kalsium glukonat 10% (iv) dengan dosis 1-2 ml/kg selama 10 menit
dengan pantauan EKG.2

b. Magnesium

Magnesium secara aktif ditranspor melalui placenta. Stengah


dari total magnesium tubuh berada dalam plasma dan soft tissue.
Hipomagnesemia biasa terjadi pada retardasi pertumbuhan, diabetes
maternal, setelah transfuse ataupun hipoparatiroid. Pada bayi yang
beresiko hipokalsemia juga beresiko menderita hipomagnesia, untuk
itu pada bayi yang menderita kejang dan tidak berespon dengan terapi
kalsium, perlu dicurigai adanya defisiensi magnesium. Defisiensi
magnesium dapat ditentukan dengan menghitung kadar magnesium
serum. Terapi emergensi yaitu dengan pemberian mangnesium sulfat
25-50 mg/kg/iv setiap 6 jam sampai kadarnya normal.2
3. Volume Darah

Volume darah bervariasi selama masa postnatal (umumnya


bervariasi tergantung jumlah darah yang didrainasekan dari plasenta
sebelum plasenta tersebut dijepit) dan selama satu tahun pertama
kehidupan. Keterlambatan pada penjepitan tali pusat saat proses
melahirkan mungkin meningkatkan volume darah lebih dari 20%, yang
menyebabkan distress pernapasan secara tiba - tiba. Sebaliknya, hipoksia
fetus selama proses persalinan menyebabkan vasokonstriksi tali pusat,
darah akan menuju ke sirkulasi plasenta, dan menyebabkan hipovolemia
dan asfiksia neonatus. Setelah berusia 3 bulan, total volume darah hampir
hampir sama dengan volume darah dewasa. Volume darah bayi baru lahir
dipengaruhi oleh pasokan plasenta dan dari bayi itu sendiri sebelum
umbilikusnya terpotong. Pada bayi yang ditunda pemotongan
umbilikusnya akan memiliki kadar hemoglobin yang lebih tinggi.2

Tabel 4. Perkiraan volume darah


a. Polisitemia
Kadar Hb vena sentral >22 g/dl atau Ht >65% pada minggu pertama
kelahiran disebut polisitemia. Setelah kadar hematokrit mencapai 65%
dapat berefek pada menigkatnya viskositas darah. Polisitemia pada
neonatus dapat terjadi pada bayi dengan ibu DM ataupun yang mengalami
toxemia, juga pada bayi KMK. Penatalaksanaan polisitemia yaitu dengan
pemberian whole blood ataupun dengan albumin 5%.2
b. Anemia
Anemia dapat disebabkan oleh proses hemolisis, kehilangan
darah ataupun akibat penurunan produksi eritrosit. Kadar Hb kurang
dari 12 gr/dl merupakan anemia, dan jumlah yang besar sangat
diinginkan pada kondisi hipoksia. Anemia fisiologis pada bayi timbul
pada 2 hingga 3 bulan pertama kehidupan, dengan kadar Hb antara 9-
11 gr/dl.2,4,7
1. Anemia hemolitik
Anemia hemolitik sering terjadi akibat transfer maternal
antibody yang merusak eritrosit bayi. Tanda dari penyakit ini yaitu
pucat, jaundis, dan hepatosplenomegali. Infeksi congenital,
hemoglobinophati, dan thalassemia dapat menyebabkan terjadinya
anemia hemolitik. Pada bayi dengan tes coombs (+), kadar Hb
<10,5 g/dl, billirubin >4,5 mg/dl perlu mendapatkan transfuse
pengganti.2,7
2. Anemia hemoragik
Anemia dapat disebabkan oleh perdarahan yang terjadi
akibat abruption plasenta. Internal bleeding (intraventrikuler,
subgaleal, mediastinal, intraabdominal) dapat juga menjadi
penyebab terjadinya anemia.
3. Anemia Bayi Premature
Disebabkan oleh penurunan produksi RBC. Eritropoietin
tidak terbentuk sampai usia kehamilan 30-34 minggu. Suatu
penelitian menyebutkan eritropoietin rekombinan dapat digunakan
untuk kasus ini. Bayi preterm memperlihatkan sebuah penurunan
konsentrasi Hb dalam jumlah yang besar dan awal, mencapai 7-8
gr/dl pada bayi - bayi yang memiliki berat kurang dari 1500 gr saat
kelahiran. Hal ini menimbulkan pendeknya siklus hidup eritrosit,
pertumbuhan yang cepat, dan penurunan produksi eritropoietin.
Anemia fisiologis yang cepat pada bayi preterm biasanya diiringi
dengan anemia yang berlangsung lama, yang dihubungkan dengan
defisiensi nutrisi. Bayi - bayi pada perawatan intensif neonatus,
anemia ini ditekankan untuk pengulangan sampel darah. Terapi zat
besi tidak efektif dalam mengkoreksi anemia ini dan dapat
menimbulkan masalah lain (hemolisis, infeksi). Anemia pada bayi
preterm mungkin menimbulkan takikardia, takipneu, kurang nafsu
makan dan pertumbuhan yang lambat, aktivitas yang berkurang,
dan apneu. Pada kondisi yang berat, penyakit jantung kongestif
dapat terjadi.2,8

c. Hemolobin

Ketika kadar oksigen 27 mmHg, 50% dari oksigen yang


berikatan dengan Hb dewasa akan terlepas (P50). Hb fetus memiliki
jumlah P50 6-8 mmHg lebih tinggi daripada Hb dewasa sehingga
memudahkan transport oksigen dari plasenta ke fetus. Nilai Hb berkisar
18-19 gr/dl, nilai ini sedikit selama satu minggu pertama kehidupan
dan setelah itu nilai Hb mulai menurun. Kebanyakan Hb (sekitar 70-
90%) yang ada pada saat kelahiran pada bayi yang cukup bulan
adalah HbF. Afinitas HbF terhadap oksigen lebih besar disbanding
HbA, terutama karena kurangnya efek 2,3-DPG pada interaksi HbF-02.
HbF berkombinasi dengan lebih banyak oksigen tetapi pelepasannya
lebih kurang pada jaringan disbanding dengan HbA. Transport oksigen
yang adekuat pada jaringan dari neonatus tergantung pada banyaknya
konsentrasi Hb.2

4. Jaundis

Jaundice pada bayi yang baru lahir (ikterus neonatorum)


merupakan warna kuning pada kulit dan sclera pada beberapa hari
setelah lahir akibat penumpukan bilirubin. Walupun jaundice merupakan
keadaan relative yang tidak berbahaya akan tetapi kadar yang tinggi
dapat menyebabkan efek toksik pada SSP bayi. Pada anak yang lebih tua
dan orang dewasa warna kuning pada kulit akan timbul jika jumlah
bilirubin pada darah >2 mg/dl, sedangkan pada bayi baru lahir akan
tampak kunig jika kadar bilirubin >5 mg/dl. Ikterus fisiologis merupakan
bentuk yang paling sering pada bayi baru lahir yang disebabkan oleh
indirek bilirubin, merupakan jenis yang sulit dibuang dari tubuh bayi. Hati
bayi akan merubah bilirubin ini menjadi direk bilirubin dan lebih mudah
dibuang, akan tetapi hati bayi yang baru lahir belum matang sehingga
masih belum mampu untuk melakukan pengubahan ini dengan baik
sehingga kadar bilirubin dalam darah meningkat.8
Tabel 5. Penyebab prolonged indirect hyperbilirubinemia.2
Direk billirubin di ekskresikan di kantung empedu. Indirect billirubin
dapat mengganggu respirasi pada tingkat sel dan berefek toxic pada sel
saraf yang kemudian dapat menyebabkan kemikterus, cerebral palsy,
seizures, sensorineural hearing loss, dan meskipun jarang juga dapat
menyebabkan kematian.2

Hati pada bayi yang baru lahir memiliki kapasitas eksresi billirubin
yang belum sesuai dengan fungsinya. Bayi normal biasanya memiliki
kadar billirubin indirek yang meningkat, puncaknya pada hari ke-3 yaitu
sekitar 6,5-7,0 mg/dl dan bertahan hingga hari ke-10 kelahiran.
Peningkatan kadar billirubin > 7 mg/dl pada 24 jam pertama atau > 13
mg/dl pada suatu waktu membutuhkan perhatian dan penelusuran lebih
lanjut. Patologi jaundis pada 36 jam pertama kelahiran pada umumnya
disebabkan oleh produksi billirubin yang berlebihan.2

Hiperbillirubinemia diterapi berdasarkan berat bayi tersebut.


Phototerapi diberikan pada bayi dengan berat <1500 g ketika kadar
billirubin mencapai 5 mg/dl, berat 1500-2000 g ketika kadar billirubin 8
mg/dl, berat 2000-2500 g ketika kadar billirubin 10 mg/dl. Untuk hemolitik-
related hiperbillirubinemia, phototerapi direkomendasikan ketika kadar
billirubin mencapai 10 mg/dl dalam 12 jam kehidupan, 12 mg/dl dalam 18
jam kehidupan, 14 mg/dl dalam 24 jam kehidupan dan 15 mg/dl dalam 36
jam kehidupan.2

5. Retinopati pada bayi premature (ROP)

Retinopati prematur, yang disebabkan oleh proliferasi pembuluh


darah retina dan pemisahan retina, merupakan salah satu penyebab dari
kebutaan. Peningkatan kelangsungan hidup dari bayi - bayi dengan berat
badan lahir yang sangat rendah meningkatkan insidensi terjadinya kondisi
ini. Retinopati prematur adalah permasalahan utama pada neonatus
dengan berat badan lahir di bawah 1500 gr. Peningkatan tekanan oksigen
pada arteri dari retina merupakan penyebab utama dari terjadinya
retinopati prematur, walaupun penyebabnya juga antara lain akibat proses
angiogenesis dan vaskulogenesis. Proses ini distimulasi oleh terjadinya
hipoksia. Pada kondisi ini, penambahan oksigen mungkin tidak
menimbulkan kerusakan yang lebih lanjut.5,9

Penyebab dari retinopati prematur adalah multifaktorial; faktor


resikonya antara lain hipoksia, hiperkarbia, atau hipokarbia; transfusi
darah; pemaparan terhadap cahaya; henti napas yang berulang; infeksi;
dan penyakit sistemik lainnya. Biasanya retinopati prematur terjadi pada
bayi - bayi yang tidak pernah diberikan tambahan oksigen dan pada bayi -
bayi dengan penyakit jantung kongenital sianotik. Walaupun demikian,
oksigen yang diinspirasi seharusnya dikontrol secara hati – hati.
Pemantauan saturasi oksigen, pengelolaan saturasi oksigen pada kadar
90% sampai 95 % dan menghindari oksigenasi yang berfluktuasi lebih
dianjurkan.2

ROP dapat terjadi selama masa aktif perkembangan dari pembuluh


darah retinapada 3 atau 4 bulan kehidupan. Penyebab pastinya belum
diketahui, akan tetapi paparan oksigen (>93%-95%) dan bayi yang terlahir
sangat prematur adalah faktor resiko yang saat ini diyakini. ROP
ditemukan pada 1,9% bayi premature. Penanganan dari ROP yaitu
dengan menggunakan laser photocoagulation dan sering dikombinasikan
dengan cryoterapi. Keduanya dapat menurunkan insidens kebutaan
hingga 25% tetapi tidak meningkatkan ketajaman penglihatan.2
6. Thermoregulation

Meskipun manusia memiliki sistem homeotermik, akan tetapi bayi


yang baru lahir sangat sulit untuk menjaga kestabilan panas tubuhnya.
Akibat luas permukaan rubuh yang besar dibandingkan dengan berat
badan serta rendahnya lemak subkutan yang melindungi panas, bayi -
bayi secara cepat kehilangan panas melalui empat rate utama:

o Evaporasi (24%)
o Konduksi(3%)
o Konveksi (34%)
o Radiasi(39%)
Dari keempat proses tersebut, radiasi merapakan faktor yang paling sulit
untuk dikontrol. Bayi memiliki special tissue yang bernama brown fat, yang
mana kaya akan pembuluh darah dan di persarafi oleh nervus simpatis,
terbentuk pada trimester ke-3 dari kehamilan. Berat badan neonatus saat
lahir sangat rendah sehingga memiliki kadar brown fat sangat sedikit.
Ketika kehilangan panas terjadi, produksi panas pada tubuh harus
meningkat untuk menjaga temperature normal. Pada orang dewasa dan
anak yang lebih tua, produksi panas ini terutama melalui aktivitas otot
involunter (menggigil) sedangkan pada neonatus dan bayi terutama
mengandalkan pada termogenesis tanpa menggigil untuk menghasilkan
panas. Mekanisme ini juga meningkatkan konsumsi O2 yang sebagian
besar berpusat di jaringan brown fat, terletak sekitar mediastinum, tulang
belikat, di sekitar ginjal dan kelenjar adrenal. Sel-sel brown-fat memiliki
banyak mitokondria, vakuola lemak dan darah dan suplai saraf otonom.
Noradrenalin dilepas pada ujung saraf simpatik yang meningkatkan
aktivitas metabolisme dalam brown-fat, yaitu hidrolisis trigliserida menjadi
asam lemak dan gliserol. Hal ini pada gilirannya meningkatkan konsumsi
oksigen dan produksi panas. Stimulus untuk meningkatkan aktivitas
metabolik dalam brown-fat terhadap eksposur dari ransangan dingin. Hal
ini meningkatkan pemanfaatan oksigen glukosa yang pada gilirannya
menyebabkan asidosis. Deposit brown-fat menurun selama minggu-
minggu pertama kehidupan extrauterine. Jadi, ruang operasi yang hangat,
pemanasan larutan preoperasi dan cairan IV, serta pembungkusan cepat
bayi sangat penting. 1,5,10

Bayi meningkatkan panas tubuhnya dengan cara meningkatkan


aktivitas metaboliknya seperti halnya pada orang dewasa. Dengan
meningkatnya panas tubuh, hal ini menandakan meningkatnya kebutuhan
metabolik. Brown-fat termogenesis dapat di non aktifkan oleh
vasopressor, anastesi dan oleh nutrisi yang kurang. Termoneutrality (suhu
lingkungan optimal untuk bayi baru lahir) adalah ambang dimana bayi
baru lahir dengan suhu tubuh normal dan tingkat metabolik minimal dapat
menjaga suhu tubuh yang stabil melalui kontrol vasomotor. Kritikal
temperature adalah temperatur dimana respon metabolik dibutuhkan
untuk mengganti kehilangan panas tubuh. Penggunaan inkubator
ditentukan berdasarkan berat dan usia kelahiran. Untuk bayi berat lahir
rendah, termoneutrality adalah 34-3 5°c sampai 6 minggu usia kelahiran,
suhu 31-32°c sampai 12 minggu kelahiran. Bayi dengan berat 2-3 kg
memiliki tingkat thermoneutrality 31-34°c pada hari pertama kelahiran dan
29-31°c sampai hari ke-12 kelahiran. Kegagalan dalam menjaga
termoneutrality dapat berefek pada masalah metabolik dan fisiologik yang
serius.2

7. Cairan dan elektrolit

Pada usia kehamilan 12 minggu, fetus memiliki total cairan tubuh


94% dari berat tubuh. Jumlah ini menurun hingga 80% hingga usia
kehamilan 32 minggu dan 78% hingga lahir. Selanjutnya 3%-5% cairan
tubuh menurun hingga hari 3-5 kelahiran dan terus menurun hingga
mencapai kadar dewasa (60% dari total cairan tubuh).

Kompartemen Preterm Term Infant Adult


ECF 50 35 30 20
ICF 30 40 40 40
Plasma 5 5 5 5
Total 85 80 75 65

Tabel 6. Distribusi air tubuh (sebagai % berat badan, Kompartemen)1

a. Glomerular Filtration Rate (GFR)

Pada neonatus, fungsi ginjal terbatas karena ketidakmatangan


dari fungsi tubulus dan peningkatan resistensi vaskuler ginjal, yang
menghasilkan penurunan aliran darah ginjal dan GFR (glomerular
filtration rate). GFR meningkat secara cepat setelah kelahiran ketika
aliran darah ginjal meningkat. Bayi preterm memiliki GFR yang lebih
rendah, yang meningkat secara cepat selama satu minggu pertama
kehidupan yang juga terjadi pada bayi yang cukup bulan. GFR pada
neonatus meningkat dengan pemberian cairan, tetapi hanya pada
kapasitas yang terbatas. Sebagai konsekuensinya, bayi tersebut tidak
dapat mengatur pemberian cairan yang berlebihan dan mungkin tidak
dapat mengekskresikan elektrolit tertentu atau substansi yang
tergantung pada filtrasi glomerulus. GFR jauh menurun akibat hipoksia,
hipotermia, kegagalan jantung kongestif, atau ventilasi mekanik; Nilai
GFR pada orang dewasa biasanya tercapai kira - kira setelah 1 tahun
kehidupan.2,4
GFR dari bayi yang baru lahir lebih lambat dari dewasa. Dari 21
ml/min/1.73m2 pada saat lahir meningkat menjadi 60 ml/min/1.73m 2
selama 2 minggu kelahiran. GFR mencapai level dewasa selama 1,5-2
tahun. Bayi berespon terhadap kehilangan cairan dengan
meningkatkan osmolaritas urin hingga 600 mOsm/kg, berbeda dengan
dewasa yang dapat mencapai 2 kali lipat. Ini menunjukkan adanya
perbedaan sensitivitas pada tubulus collecting pada bayi baru lahir
terhadap antidiuretik hormone. Bayi baru lahir tidak dapat
mengeksresikan sodium. Bayi yang baru lah ir lebih cenderung
dehidrasi, lebih cenderung kehilangan garam dalam tubuh dan
memiliki kadar serum protein dan ureum yang rendah.1,2

Kehilangan cairan dan karenanya dibutuhkan penggantian


berhubungan pada insensible fluid losses, keluaran urine, dan tingkat
metabolik. Insensible fluid losses relatif lebih besar selama masa bayi,
faktor utama yang meningkatkan ventilasi alveolar dan tipisnya kulit
pada bayi - bayi dengan berat badan lahir rendah. Kehilangan cairan
meningkat dengan penggunaan radiasi panas dan fototerapi. 1,4

b. Insensible water lose (IWL)

IWL dari paru-paru dapat diatasi oleh humidification udara


inspirasi. Transepitel water loss terjadi melalui difusi molekul air
melewati stratum korneum dari kulit. Pada bayi premature dapat
kehilangan sekitar 120 ml/kg/hari dari cairan melalui mekanisme
tersebut. Kehilangan cairan melalui kulit menurun seiring
meningkatnya usia. Kebutuhan cairan untuk neonatus yang cukup
bulan berkurang (40 - 60 ml/kg/24 jam) selama hari – hari awal
kehidupan, kelebihan cairan yang timbul selama kelahiran sudah
dieksresikan. Selama umur 1 minggu, kebutuhannya akan meningkat. 2
Kehilangan air yang tidak disadari (IWL) jauh lebih besar pada
bayi prematur dengan bobot lahir yang sangat rendah. Kehilangan
terutama akibat penguapan di kulit. Kehilangan IWL lainnya adalah
karena frekuensi pernafasan yang meningkat. Bayi BBLR 26-28
minggu akan memiliki kehilangan cairan sebesar 60 ml / kg / hari
dibandingkan dengan bayi yang lahir normal sebesar 10 ml / kg / hari.1

c. Kebutuhan cairan neonatus

Keperluan dalam dua hari pertama hidup sekitar masing-masing


75 dan 90 ml/kg. Untuk memperkirakan kebutuhan cairan pada bayi
baru lahir, kita harus memahami:

o Kekurangan dan kelebihan cairan tubuh


o Kebutuhan metabolism
o Kehilangan cairan.2

Tebl 7. Kisaran rata-rata kebutuhan cairan.3

Karena faktor tersebut berubah sangat cepat pada bayi yang sakit,
maka penyesuaian manajemen cairan sangat dibutuhkan. Monitoring
perjam dari intake dan output sangat penting untuk mengetahui balance
cairan dengan cepat guna penentuan pilihan terapinya. Tidak ada jumlah
produksi yang mutlak untuk neonatus dan bayi, tetapi dapat digunakan
berdasarkan estimasi (beban osmolar yang diberikan pada ginjal) dan
berapa banyak urin yang diperlukan untuk mengeluarkan diperlukan untuk
mengeluarkan beban tersebut, dengan syarat urin tersebut harus dalam
kadar isotonis 280 mOsm/dl. Setelah kita berikan volume awal perjam
selama 4-8 jam, anak tersebut kita nilai ulang dengan mengobservasi
jumlah urin dengan kadar konsentrasinya. Dengan 2 faktor tersebut maka
kita akan dapat menilai keaadan hidrasi dari pasien tersebut. Pada kasus
yang lebih sulit kadang kita perlu menilai perubahan Na, BUN, creatinin,
dan osmolaritasnya untuk menilai respon bayi terhadap volume awal yang
diberikan dan menggunakan informasi status cairan tersebut sebagai
dasar pemberian cairan dalam 4-8 jam berikutnya.2

Salah satu contoh pada bayi dengan kekurangan cairan. Bayi


premature 1 kg dalam 8 jam pertama setelah operasi memiliki urin output
0,3 ml/kg/jam dengan berat jenis urin 1,025. Pemberian volume awal yaitu
5 ml/kg/jam. Serum BUN meningkat dari 4 mg/dl menjadi 8 mg/dl,
hematokrit meningkat dari 35% menjadi 37% tanpa transfuse. Anak ini
menjadi dehidrasi. Jadi terapinya yaitu untuk meningkatkan volume
menjadi 7 ml/kg/jam untuk 4 jam berikutnya dan dengan menilai output
urin untuk memonitor status cairannya.2

IV. SYOK

Syok atau renjatan adalah suatu keadaan patofisiologik dinamik yang


terjadi bila oxgen delivery (DO2) ke mitokondria sel di seluruh tubuh manusia
tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan oxygen consumption (Vo2)- Dalam
kepustakaan lain disebutkan bahwa syok merupakan suatu keadaan dimana
curah jantung tidak mencukupi untuk membawa oksigen yang adekuat untuk
mencukupi kebutuhan metabolisme jaringan. Sebagai respon terhadap
pasokan oksigen yang tidak cukup ini, metabolism sel menjadi anaerobik dan
hanya dapat ditoleransi tubuh untuk waktu yang terbatas, lebih lanjut dapat
terjadi kerusakan pada jaringan organ vital yang ireversibel. Secara umum
syok dibagi atas syok hipovolemik, syok kardiogenik dan syok septic dimana
penanggulangannya didasarkan pada diagnosis dini yang tepat 1,11

1. Syok Hipovolemik

Preload adalah kemampuan ventrikel untuk menampung jumlah


darah. Karena kurang praktis dalam mengukurnya, preload biasanya
dipantau dengan mengukur tekanan atrium. Dalam beberapa kasus,
tekanan atrium kanan atau tekanan vena sentral merupakan petunjuk dari
preload jantung. Saat dimana compliance dari ventrikel kiri ataupun
ventrikel kanan kurang baik, atau pada kasus kelainan jantung congenital,
tekanan atrium kanan dapat tidak berkorelasi baik dengan tekanan atrium
kiri. Penyebab syok hipovolemik yang paling sering adalah kehilangan
volume yang dapat berupa darah (trauma), cairan tinggi protein (luka
bakar, sindroma nefrotik) atau cairan rendah protein (muntah dan diare).
Pada bayi dan anak-anak, syok dapat timbul akibat penurunan preload
akibat hilangnya cairan seperti dari diare atau muntah. Anak dengan
kehilangan volume yang berat dapat jauh lebih efisien mempertahankan
tekanan arteri sentral dibandingkan orang dewasa. Hal ini dicapai dengan
vasokontriksi hebat bantalan vaskuler perifer yang secara klinik Nampak
sebagai tungkai dingin. Semakin berat kehilangan volumenya, semakin
proksimal pula pendinginanya. Pada anak, penilaian klinis perfusi perifer
mungkin merupakan indikator syok yang lebih dapat diandalkan daripada
pengukuran tekanan darah.2,3

Semua bentuk pediatrik syok sangat erat kaitannya dengan


penurunan kadar cairan intravaskuler dan interstitial. Hipovolemik terjadi
akibat penurunan aliran balik vena ke jantung. Preload berkurang
menyebabkan penurunan kardiak output dan akhirnya terjadi penurunan
perfusi jaringan. Infeksi dan hipovolemik adalah penyebab tersering syok
pada anak-anak dan dewasa. Langkah pertama dalam penanganan
segala bentuk syok adalah untuk memperbaiki kondisi kekurangan cairan.
Larutan awal yang diberikan adalah larutan isotonik berupa ringer laktat
atau normal saline. Cairan diberikan secara bolus dalam jumlah yang
didasarkan berat badan (biasanya sekitar 10-20 ml/kg), perfusi dan tanda
vital penderita harus dinilai kembali dengan teliti setelah setiap bolus,
disarankan untuk menghindari penggantian volume secara sangat terbuka
lebar karena dapat menyebabkan resusitasi berlebihan dan juga tidak
cukup. Obat-obat inotropik seharusnya tidak diberikan sampai volume
cairan intravaskuler kembali adekuat. Kecepatan dan volume dari infus
ditentukan berdasarkan respon dari pasien, kondisi tekanan darah,
tekanan nadi, urin output dan tekanan vena sentral. Syok yang terjadi dari
perdarahan akut diterapi awal dengan memasukkan 10-20 ml/kg/RL atau
normal saline dengan cara dibolus. Jika tidak ada respon, maka diberikan
bolus kedua dengan kristaloid. Darah tipe spesifik atau crossmatch
diberikan jika perlu.2,3,12

Penentuan tindakan resusitasi cairan pada pasien syok akibat


sepsis atau kehilangan cairan ekstravaskuler (seperti pada pasien
peritonitis, obstruksi usus, pancreatitis) masih belum jelas. Resusitasi
awal cairan termasuk ringer laktat atau normal saline pada bayi yang lebih
tua dan anak-anak ataupun pada bayi yang baru lahir diberikan dengan
kadar setengahnya. Meskipun kita enggan memakai koloid untuk
penanganan syok akan tetapi terdapat pengecualian pada bayi yang sakit
berat/bayi dengan septikemia. Pada anak-anak dengan koagulopati, kita
menggunakan fresh frozen plasma atau factor spesifik lainnya sebagai
cairan resusitasi.2
Kecepatan dan volume cairan resusitasi diberikan berdasarkan
data yang diperoleh dari memonitor efek dari pemberian resusitasi awal.
Setelah bolus awal diberikan, keberhasilan resusitasinya dikontrol
berdasrkan produksi urin, konsentrasi urin, asidosis plasma, oksigenasi,
tekanan arteri, tekanan vena sentral, pulmonary wedge pressure. Jika
terjadi gagal jantung pemberian ciran harus hati-hati karena dapat
menyebabkan peningkatan preload. Pada keadaan ini seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, agen-agen inotropik dapat diberikan sambil
mengawasi fungsi jantung dan paru.2

2. Syok Kardiogenik

Syok kardiogenik adalah syok yang disebabkan kegagalan faal


pompa jantung sehingga mengakibatkan curah jantung menjadi kecil atau
berhenti sama sekali, dapat disebabkan oleh berbagai penyebab
termasuk tamponade jantung, obat-obatan anastetik, defek septum
ventrikel ataupun perikarditis. Kontraktilitas miokard biasa dinilai
berdasarkan fraksi ejeksi yaitu jumlah volume yang dipompakan oleh
ventrikel. Kontraktilitas miokard berkurang dengan adanya hipoksemia
dan asidosis. Obat inotropik dapat meningkatkan kontraktilitas jantung,
tetapi efek lebih bagus jika asidosis dan hipoxemianya telah dikoreksi.
Reseptor edrenergik berperan dalam keluar masuknya kalsium yang
penting dalam mengontrol kontraktilitas miokard. Reseptor alfa dan beta
adrenergik merupakan protein yang ditemukan pada sarkolema miokard
dan otot polos pembuluh darah. Reseptor beta-1 paling banyak ditemukan
pada jantung dan ketika distimulasi akan menyebabkan kontraksi otot
jantung. Reseptor Beta-2 paling banyak ditemukan pada paru-paru,
pembuluh darah otot polos, menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan
bronkus. Reseptor alfa-1 berada pada pembuluh darah otot polos dan
menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah bila dirangsang. Reseptor
alfa-2 didapatkan utamanya pada prejunctional saraf simpatis.
Teraktivasinya reseptor dopamine dapat menyebabkan penurunan
resistensi pembuluh darah ginjal dan usus dan dapat meningkatkan aliran
darah.23

Tabel 5. Respon terhadap rangsangan reseptor otonom.

a. Epinefrin (adrenalin)
Epinefrin adalah suatu katekolamin endogen dengan efek
adrenergik alfa dan beta. Farmakodinamik epinefrin adalah sama
persis apabila saraf simpatis dirangsang. Pada dosis rendah, efek beta
adrenergik lebih dominan. Epinefrin (adrenalin) bekerja dengan
meningktakan kontraktilitas (inotropik positif) dan meningkatkan laju
jantung (kronotropik positif), Efek ini termasuk peningkatan kardiak
output dan dilatasi bronkus. Peningkatan tekanan darah tidak hanya
disebabkan akibat peningkatan kardiak output tetapi juga bisa
disebabkan oleh meningkatnya tahanan vaskuler. Pada dosisi tinggi
efek alfa adrenergik lebih dominan. Aliran darah ginjal dapat
meningkat ataupun menurun tergantung dari keseimbangan antara
kardiak output (CO) dan perubahan resistensi vaskuler. Aritmia kordis
dapat terjadi pada pemberian epinefrin khususnya pada dosis tinggi.
Dosis untuk penatalaksanaan pada pasien jantung yaitu: 0,05-1
mikrogram/kg/mnt. Peningkatan dosis dapat menyebabkan iskemik
jantung dan gangguan fungsi akibat peningkatan kebutuhan oksigen
miokard.2,13

b. Isoproterenol
Isoproterenol adalah agonis beta adrenergik yang mana dapat
meningkatkan kontraktilitas jantung dan HR dengan sedikit efek pada
resistensi pembuluh darah. Efek beta adrenergik pada pembuluh
darah perifer dan sedikit efek alfa adrenergik dapat menurunkan
afterload ventrikel kiri. Isoproterenol dapat menyebabkan takikardi.
Isoproterenol diberikan iv dengan dosis 0,1 -0,3 mikrogram/kg/min.2

c. Dopamin
Dopamin adalah katekolamin endogen dengan beta adrenergik,
alfa adrenergik dan efek dopaminergic merupakan precursor nor-
adrenalin dan meningkatkan pelepasan nor-adrenalin. Dopamine
memberikan efek inotropik dan kronotropik positif dengan berinteraksi
langsung dengan beta reseptor (direk efek) dan dengan menstimulasi
nor-epinefrin melalui saraf simpatis dan berinteraksi dengan reseptor
beta (indirek efek). Pada dosis rendah (<3 mikrogram/kg/min) efek
dopaminergik lebih dominan, efek beta adrenergik menjadi lebih
menonjol pada dosis medium (3-10 mikrogram/kg/min) dan pada dosis
tinggi (> 15-20 mikrogram/kg/min) efek alfa adrenergik menjadi lebih
menonjol dengan vasokontriksi perifer. Berdasaarkan pengalaman
dalam penggunaan dopamin pada pasien pediatrik, dopamin cukup
efektif dalam meningkatkan tekanan darah pada neonatus, bayi dan
anak-anak. Dalam penelitian terakhir disebutkan beberapa keuntungan
dari levodopa (oral) dalam penanganan gagal jantung pada pasien
pediatric. Karena pengobatan enteral pada gagal jantung dibatasi
terhadap pemberian digoxin dan diuretik sehingga levodopa dapat
digunakan sebagai pilihan dalam penaganan gagal jantung tanpa
menggunakan inotropik parenteral.1,13
d. Dobutamin
Dobutamin merupakan katekolamin sintetik, dominan dengan
efek beta adrenergik dengan minimal efek alfa adrenergik. Efek
hemodinamik dari dobutamin pada bayi dan anak-anak dengan syok
telah diteliti. Dobutamin infuse dapat meningkatkan kardiak index,
strok index, dan pulmonary capiler wedge pressure dan menurunkan
resistensi pembuluh darah, Obat ini memperlihatkan efek yang lebih
baik dalam penanganan syok kardiogenik dibanding isoproterenol
dikarenakan efek kronotropiknya lebih kurang dan ini artinya lebih
mungkin dalam mengatur tekanan sistemik. Keunggulannya
dibandingkan dopamine, dobutamin memiliki efek vasokontriksi perifer
yang minimal. Dosis yang biasa digunakan yaitu 2-15
mikrogram/kg/min. Suatu studi menyebutkan dobutamin efektif dalam
meningkatkan aliran darah sistemik pada bayi prematur jika
dibandingkan dengan dopamine. Kombinasi antara dopamine dan
dobutamin semakin meningkat penggunaannya, suatu informasi
mengatakan kombinasi tersebut efektif dan menguntungkan pada
pasien pediatrik.123

3. Syok septik

Afterload menggambarkan suatu gaya yang melawan tekanan dari


ventrikel kiri pada saat berkontraksi untuk memompa darah. Hal ini
bergantung pada resistensi pembuluh darah sistemik. Kontraktilitas
jantung ditentukan oleh resistensi pembuluh darah sistemik dan afterload.
Peningkatan afterload menurunkan kontraktilitas jantung dan penurunan
afterload meningkatkan kontraktilitas jantung.3
Syok septik dapat disebabkan oleh infeksi virus, jamur, atau yang
paling sering oleh karena bakteri. Syok septik sangat merancukan karena
patofisiologinya berubah dengan cepat. Pada syok hangat, tempat cedera
utama adalah endotel vaskuler, penderita mengalami vasodilatasi berat
yang keadaannya serupa dengan pasien hipotensi sistemik. Terapinya
adalah dengan resusitasi volume atau mungkin dengan penggunaan
vasokonstriktor. Dengan makin bertambahnya syok septik, penderita
memasuki fase penurunan curah jantung yang terjadi seiring dengan
vasokonstriksi berat sekunder (fase dingin). Terapi pada fase ini yaitu
dengan pemberian obat inotropik positif dan penurunan beban pasca
jantung.3

Patofisiologi dari syok septik dimulai dari sarang infeksi yang


kemudian menginvasi pembuluh darah, berploriferasi dan menghasilkan
mediator-mediator ke dalam pembuluh darah. Zat-zat yang dihasilkan dari
mikroorganisme tersebut seperti lipopolisakarida, endotoksin, eksotoksin,
dan produk lainnya dapat menginduksi terjadinya syok septik dengan
menstimulasi sel host untuk menghasilkan sitokin, leukotrin dan
endorphin. Endotoksin adalah lipopolisakarida yang ditemukan pada
membrane luar dari bakteri gram (-). Endotoksin menstimulasi TNF dan
dapat secara langsung mengaktivasi jalur klasik komplemen. Endotoksin
merupakan Faktor penting pada patogenensis syok septik pada manusia
dan sepsis yang diakibatkan oleh bakteri gram (-). Terapin pada syok
septik difokuskan untuk meningkatkan antibodi terhadap endotoksin.
Antibodi terhadap endotoksin telah digunakan pada berbagai uji klinik
terhadap syok septik dengan hasil yang beragam. Sitokin utamanya TNF
berperan pada fungsi yang dominan terhadap respon sel host. Baik
endotoksin maupun eksotoksin menginduksi pelepasan TNF-invivo dan
memproduksi berbagai efek toksik melalui mediator endogen. TNF
dilepaskan terutama oleh monosit atau makrofag. Pada sepsis, efek
pelepasan TNF dan mungkin termasuk disfungsi jantung disebabkan oleh
pelepasan granulocyte-macrophag colony stimulating factor (GM-CSF),
interferon alfa, dan IL-1.2

IL-1 sebelumnya bernama lain pirogen endogen. IL-1 ini diproduksi


paling utama oleh makrofag dan monosit dan berperan utama dalam
menstimulasi berbagai variasi Dari host respon termasuk demam, aktivasi
limfosit dan menstimulasi sel endotel untuk memproduksi prokoagulan
untuk meningkatkan perlekatan. IL-I juga menyebakan induksi dari I-TPA
dan juga menginduksi produksi dari GM-CSF. Efek ini diseimbangkan
dengan pelepasan dari platelet activating factor (PAV) dan metabolisme
dari asam arakidonat. IL-2 dikenal sebagai sel-T growt factor, IL-2
diproduksi dari aktivasi limfosit-T dan memperkuat respon imun dengan
menstimulasi proliferasi sel. Dalam tampilan klinis efek sampingnya
berupa capillary leak sindrom, takikardi, hipotensi, peningkatan indeks
jantung, menurunnya resistensi pembuluh darah sistemik, dan penurunan
ejeksi fraksi dari ventrikel kiri. Penelitian yang dilakukan pada anjing
memperlihatkan bahwa pada binatang yang belum dewasa syok septik ini
lebih mematikan dan memiliki mekanisme yang berbeda dalam kerusakan
jaringan. Hal ini termasuk perubahan yang dramatis pada pembuluh
darah, heart rate menjadi lebih progresif dan takikardi, pada pasien gula
hipoglikemia menjadi lebih berat, asidosis yang berat, hipoxemia yang
berat. Hal ini berubah lebih signifikan pada binatang yang lebih dewasa
dan memiliki angka ketahanan hidup yang lebih tinggi (600%)
dibandingkan dengan yang prematur.2

Sistem pertahanan dari neonatus biasanya dapat merespon dengan baik


terhadap mikobakteria biasa. Namun pada infeksi mikobakteria yang lebih
besar sistem pertahanan dari neonatus ternyata terbatas dan memberikan
penjelasan mengenai tingginya angka kematian pada neonatal sepsis. Pada
orang dewasa sistem imun terdiri dari 4 komponen utama yaitu sel-t, sistem
komplemen, sel-b dan sistem makrofag-neutrofll fagosit. 2 komponen yang
paling utama mengalami defisit pada pertahanan tubuh bayi baru lahir jika
dihubungkan dengan peningkatan resiko sepsis yaitu sistem fagosit dan
defek pada imunitas yang diperantarai oleh antibodi. Tingkat proliferasi dari
prekursor granulasi makrofag sudah dilaporkan mendekati maksimal pada
neonatus. Bagaimanapun, penyimpanan dari neutrofil akan menurun pada
neonatus dibandingkan dengan orang dewasa akibat kegagalan dalam
meningkatkan proliferasi dari stemcell setelah perlawanan dari bakteri.
Banyak abnormalitas kelainan in-vitro yang telah ditunjukkan pada neutrofil
polimorfonuklear neonatus terutama pada banyaknya infeksi. Abnormalitas
tersebut termasuk penurunan kemotaksis, fagositosis, ekspansi reseptor
C3B, adhesi, pembunuhan bakteri dan penekanan metabolisme oksidatif.
Kemotaksis pada neutrofil neonatus mengalami kegagalan terhadap respon
berbagai jenis organisme bakteri dan kompleks AgAb bakteri. Granulosit
diaktivasi oleh interaksinya terhadap sel endotel yang diikuti oleh masuknya
mereka kejaringan limfoid sekunder melalui endotel vena. Adhesi awal dari
granulosit tergantung pada ekspresi mereka terhadap L-selectin, sebuah
adhesi molekul sel yang digambarkan pada permukaan sel granulosit. 2
Evaluasi pada darah sum-sum tulang telah menunjukkan penurunan
dari L-selectin yang signifikan atau permukaan dari granulosit ketika
dibandingkan bayi yang lebih tua (usia 5 hari). Pada sampel orang dewasa
telah menunjukkan depresi dari penurunan interaksi dari endotel vaskuler
pada stage perlekatan, walaupun fagositosis telah menunjukkan bahwa
terjadi keabnormalan pada neonatus. Hal ini menunjukkan penurunan
aktivitas obsonik dari PMN.2
Bayi prematur dan bayi normal memiliki respon yang jelek terhadap
beberapa stimulus dari antigen akibat penurunan level gamma globulin
dari lahir dan penurunan Ig dari maternal yang disuplai lewat plasenta.
Hampir 33% dari bayi dengan berat <1500 gr memeberikan gambaran
hipogammaglobinemia. Level IgA dan IgM menurun karena
ketidakmampuan dari kedua Ig tersebut untuk masuk kepelasenta
sehingga neonatus lebih mudah terkena bakteri piyogenik karena
kebanyakan dari antibodi yang melawan kapsul bakteri piyogenik adalah
IgG dan IgM. Sebagai tambahan neonatus tidak memproduksi antibodi
spesiflk yang disebabkan oleh faktor sekunder akibat defek differensiasi
dari limfosit B ke Ig sekretin plasma. Pada bayi aterm aktivitas dari
komplemen hemolitik kira-kira mencukupi 50% dari aktivitas orang
dewasa. Fibronektin adalah sebuah protein plasma yang merangsang
retikuloendotelial clearance dari bakteri infasif juga kurang pada plasma
sum-sum tulang neonatus.2

Menggunakan Ig secara iv sebagai profilaksis dan untuk


pengobatan pada bayi yang baru lahir dan pada bayi BBLR telah
menunjukkan hasil yang bervariasi. Pada suatu studi pada bayi dengan
berat 1500 kg yang diterapi dengan 500 mg/kg IVIG setiap minggu
selama 1 bulan dibandingkan dengan bayi yang tidak menerima angka
kematiannya 16% sedangkan yang tidak diterapi dengan IVIG angka
kematiannya 32 %. Hal ini menunjukkan keuntungan yang signifikan
dalam menggunakan IVIG sebagai profilaksis pada bayi dengan BBLR dan
juga menggunakan IVIG untuk mengobati neonatus memperlihatkan
penurunan angka kematian >6%.2

CSF merupakan glycoprotein yang menstimulasi proliferasi dan


differensiasi dari sel-sel hematopoietic. GM-CSF dan G-CSF memiliki cara
kerja yang sama, keduanya menstimulasi proliferasi sum-sum tulang,
menginduksi pelepasan neutrofil sum-sum tulang dan mematangkan
flingsi dari neutrofil. Penelitian GM-CSF pada hewan yang bam lahir
menunjukkan bahwa mekanisme metabolism neutrofil oksidatif sebaik
neutrofil awal pada masa neonatus yang berfungsi kemotaksis dan dalam
hal membunuh bakteri. GM-CSF dan G-CSF keduanya menginduksi
neutrofil primer dalam 2-6 jam intraperitoneal. Neutrofil ini kembali ke level
normal selama 24 jam. Penelitian saat ini mengkonfirmasi tentang efisiensi
dan keamanan terapi G-CSF pada neonatus yang sepsis dan
neutropenia. Penelitian lain menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh
jangka panjang terhadap hematologi, imunologi, efek pertumbuhan dari
terapi G-CSF pada neonatus yang mengalami sepsis. Pengobatan
profilaksis jangka panjang pada BBLR digabungkan dengan terapi GM-
CSF telah menunjukkan toleransi yang bagus dan telah menekan angka
infeksi nasokomial. Dosis yang direkomendasikan untuk anak yaitu 5
mikrogram/kg/ dosis subkutan.2

Ciri khas dari syok septik pada bayi bam lahir adaJah mcnetapnya
sirkulasi janln sehingga terjadi hipertensi pulmonal. Pemberian cairan
yang terlalu cepat dapat memperburuk keadaan ini dengan menyebabkan
pirau dari kiri kekanan melalui patent duktus arteriosus sehingga terjadi
gagal jantung kongestif akibat beban berlebihan pada ventrikel. Anak-
anak yang menderita syok septik dengan disertai bisisng jantung
sebaiknya diberikan endometasin dan dilakukan pemeriksaan
echocardiografi untuk mengevaluasi jantung. Suatu penelitian
menunjukkan terjadinya hasil yang baik dengan pemberian pentoxifyl
pada bayi premature.2
Penanganan pasien dengan syok septik kadang-kadang
menantang. Syok septik memiliki gambaran klinis yang khas yaitu adanya
stadium kompensasi awal bempa penurunan resistensi vaskuler,
peningkatan cardia output, takikardi, extremitas hangat dan pengeluaran
urin yang adekuat. Dengan berjalannya shok sepsis maka terjadi stadium
berikutnya yaitu stadium tak terkompensasi dimana pasien mengalami
penurunan volume intravaskuler, depresi miokardium, peningkatan
resistensi vaskuler dan penurunan kardiak output. Penanganan terhadap
pasien didasarkan atas prinsip mengontrol sumber infeksi, antibiotic dan
terapi suportif. Pasien yang menderita syok sepsis kadang tidak respon
terhadap terapi volume dan pengobatan penunjang kardiovaskuler biasa.
Saat ini, arginin vasopressin telah diperkenalkan untuk menurunkan angka
mortalitas pada pasien dewasa. Vasopressin juga dikenal sebagai
hormone antidiuretik, yang dihasilkan pada kelenjar pituitari posterior dan
berperan dalam regulasi cairan pada ginjal. U.S. Food and Drug
Administration (FDA) telah menyetujui penggunaan dari vasopressin.
Pada syok septic, vasopressin memiliki efek dalam meningkatkan
tekanan darah. Beberapa observasi memperlihatkan efektivitas dari
terlispressin (analog arginin vasopressin) dalam penyelamat pada syok
resisten katekolamin pada anak-anak dan neonatus. Suatu studi
memperlihatkan keuntungan dari efek vasopressin dalam penanganan
syok spetik yang sulit ditangani.2

Anda mungkin juga menyukai